15
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Keberhasilan pembangunan ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas yaitu memiliki sifat yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima dan cerdas. Bukti empiris menunjukkan bahwa SDM yang berkualitas sangat ditentukan oleh status gizi yang baik dan status gizi yang baik ditentukan oleh jumlah dan kualitas asupan pangan yang dikonsumsi, jika terus terjadi dapat menjadi faktor penghambat dalam pembangunan nasional (Adriani dan Wirjatmadi, 2012a). Pembangunan
ketahanan
pangan
diselenggarakan
untuk
memenuhi
kebutuhan dasar manusia yang memberikan manfaat secara adil dan merata berdasarkan kemandirian dan tidak bertentangan dengan keyakinan masyarakat , sehingga terbentuk manusia Indonesia yang berkualitas, mandiri dan sejahtera melalui perwujudan ketersediaan pangan yang cukup, aman, bermutu, bergizi dan beragam serta tersebar merata di seluruh wilayah Indonesia dan terjangkau oleh daya beli masyarakat (Husaini, 2012; Damanik, 2008). Pangan juga merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia , jika tidak terpenuhi baik jumlah maupun mutunya pada tingkat individu dan rumah tangga akan mengganggu tercapainya kualitas hidup sehat, aktif dan berkesinambungan serta dapat menimbulkan berbagai permasalahan kesehatan dan gizi (Saliem et al., 2005) Munculnya berbagai permasalahan kurang gizi disebabkan oleh tidak tercapainya ketahanan gizi sebagai dampak dari ketahanan pangan rumah tangga yang tidak terpenuhi (Adriani dan Wirjatmadi, 2012b). Berbagai faktor yang mempengaruhi ketahanan pangan rumah tangga seperti yang dikemukakan oleh Sari dan Prishardoyo (2009) bahwa pendapatan keluarga, pendidikan, kepemilikan aset produktif secara bersama-sama berpengaruh terhadap kerawanan pangan. Senada dengan hal ini Sianipar et al. (2012) menjelaskan jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan, harga bahan makanan dan pendapatan keluarga petani
1
2
secara bersama sama berpengaruh terhadap ketahanan pangan rumah tangga. Tanziha dan Herdiana (2012) menjelaskan bahwa jumlah anggota keluarga memiliki pengaruh terhadap tercapainya ketahanan pangan rumah tangga yakni semakin besar jumlah anggota rumah tangga maka semakin kecil peluang tercapainya ketahanan pangan rumah tangga. Ketahanan pangan tingkat rumah tangga didefinisikan sebagai terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau (Suryana, 2003). UndangUndang Nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan yang dijabarkan lebih lanjut melalui Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002 pasal 13-14 menjelaskan, Pemerintah Daerah memiliki peran dalam melaksanakan kebijakan dan pencapaian sasaran pembangunan ketahanan pangan di daerahnya masing-masing (Mahfi et al., 2008). Kabupaten
Bantul merupakan
salah
satu
kabupaten
di
Provinsi
D.I Yogyakarta, berdasarkan data Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Bantul Tahun 2013 bahwa Kabupaten Bantul berada dalam situasi tahan pangan. Situasi tahan pangan ini, berdasarkan laporan tersebut tidak diikuti oleh ketahanan pangan tingkat rumah tangga. Hal ini disebabkan oleh akses dan keterjangkauan masyarakat terhadap pangan masih rendah (Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Bantul, 2012). Kondisi ini, secara riil terlihat pada masih banyak balita yang menderita kurang gizi seperti stunting (Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul, 2012). Stunting
diartikan
sebagai keadaan tinggi/panjang badan menurut umur (PB/U atau TB/U) kurang dari 2 SD, ditandai dengan pertumbuhan tinggi badan anak yang tidak sesuai dengan pertumbuhan tinggi badan anak yang normal dalam rentang usia yang sama (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat FKM-UI, 2012). Stunting pada balita merupakan indikator telah terjadi permasalahan gizi yang kronik pada masa lampau dan berhubungan erat dengan asupan zat gizi dari makanan dan penyakit infeksi (Supariasa et al., 2010) Di Indonesia prevalensi balita stunting menurut data Riskesdas Tahun 2010 mencatat balita stunting sebesar 35,5% dan sebesar 18,5% adalah balita dengan tinggi badan sangat pendek, sedan g di D.I Yogyakarta diperoleh data sebesar
3
22,5% balita menderita stunting dan sebesar 10,2% menderita sangat pendek (Kementrian Kesehatan RI, 2012). Senada dengan data ini, berdasarkan Laporan Tahunan Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul Tahun 2012 diperoleh data sebesar 18,08% balita di Kabupaten Bantul menderita stunting (Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul, 2012). Dari data di atas terlihat bahwa meskipun prevalensi balita stunting di Kabupaten Bantul lebih rendah dari prevalensi nasional dan Provinsi D.I Yogyakarta, namun angka ini merupakan angka tertinggi kedua setelah Kabupaten Gunung Kidul. Namun, secara geografis Kabupaten Bantul berbatasan dengan Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman sehingga terjadi pergeseran status sosial dan ekonomi, gaya hidup dan pola konsumsi pangan masyarakat (BPS Kabupaten Bantul, 2012). Hal ini berdampak pada ketersediaan pangan semakin baik. Ulfani et al. (2011) menjelaskan bahwa karakteristik kabupaten/kota dengan prevalensi stunting yang cukup tinggi adalah pendapatan per kapita penduduknya rendah, tingkat pendidikan rendah dan perilaku higiene yang tidak baik. Senada dengan hal ini, Warnida (2007) menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara ketahanan pangan tingkat rumah tangga berdasarkan konsumsi energi dengan status gizi balita. Ketahanan pangan rumah tangga memiliki hubungan positif dengan status gizi anak batita yakni semakin tinggi skor rata-rata nilai ketahanan pangan semakin baik status gizi batita (Falupi, 2009). Kecamatan Sedayu merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Bantul, sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Moyudan dan Gamping Kabupaten Sleman dan sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Sentolo Kabupaten Kulon Progo. Kondisi ini menjadikan Kecamatan Sedayu menjadi daerah yang dilalui jalan antara kota dan kabupaten. Keadaan ini membuat adanya perubahan dan perbedaan mobilitas penduduk, sosial ekonomi, pola konsumsi, ketersediaan pangan dan gaya hidup masyarakat di Kecamatan Sedayu. Namun ketersediaan pangan yang baik belum menjamin masyarakat memiliki akses terhadap pangan, hal ini dimungkinkan oleh tidak berimbangnya antara harga pangan dan pendapatan masyarakat (Adriani
4
dan Wirjatmadi, 2012a). Sementara itu, prevalensi balita stunting di Kecamatan Sedayu
sebesar
16,93%,
merupakan
tertinggi kedua setelah
Kecamatan
Bambanglipuro di Kabupaten Bantul (Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul, 2012). Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti tertarik untuk menganalisis hubungan ketahanan pangan rumah tangga dengan kejadian stunting pada baduta usia 6-23 bulan di Kabupaten Bantul D.I Yogyakarta, sebagai bahan dalam penyusunan tesis. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ketahanan pangan rumah tangga berhubungan dengan kejadian stunting pada baduta usia 6-23 bulan di Kabupaten Bantul D.I Yogyakarta ? C. Tujuan Penelitian 1.
Tujuan umum Menganalisis hubungan ketahanan pangan rumah tangga dengan kejadian stunting pada baduta usia 6-23 bulan di Kabupaten Bantul D.I Yogyakarta.
2.
Tujuan khusus a. Mengetahui ketahanan pangan rumah tangga yang memiliki baduta usia 6-23 bulan di Kabupaten Bantul D.I Yogyakarta. b. Mengetahui kejadian stunting pada baduta usia 6-23 bulan di Kabupaten Bantul D.I Yogyakarta. c. Menganalisis hubungan ketahanan pangan rumah tangga sebagai faktor risiko kejadian stunting pada baduta usia 6-23 bulan di Kabupaten Bantul D.I Yogyakarta. D. Manfaat Penelitian
1.
Bagi Pemerintah Daerah Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan masukan bagi Pemerintah Kabupaten Bantul dalam penyusunan perencanaan dan pengembangan program peningkatan ketahanan pangan.
5
2.
Bagi Dinas Kesehatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pengelola program gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul dalam me nyusun program penanggulangan masalah gizi yang berhubungan dengan kejadian stunting pada baduta.
3.
Bagi Peneliti Memberi pengalaman dan menambah wawasan ilmu pengetahuan yang sangat berarti dalam melakukan analisis penelitian tentang ketahanan pangan rumah tangga dan kejadian stunting pada baduta usia 6-23 bulan. E. Keaslian Penelitian Penelitian tentang hubungan ketahanan pangan rumah tangga dengan
kejadian stunting pada baduta usia 6-23 bulan di Kabupaten Bantul D.I Yogyakarta berdasarkan referensi yang ada belum pernah dilakukan, namun beberapa penelitian tentang ketahanan pangan sudah pernah dilakukan, yaitu sebagai berikut : Tabel 1. Penelitian hampir serupa yang pernah dilakukan sebelumnya No . 1.
Judul
Persamaan
Hubungan ketahanan pangan rumah tangga dengan status gizi balita anak usia 6-60 bulan di Kecamatan Gondomanan D.I Yogyakarta (Warnida, 2007). Hubungan ketahanan pangan tingkat rumah tangga dengan status gizi anak batita usia 6-36 bulan di Kabupaten Purworejo (Falupi, 2009)
- Variabel bebas ketahanan pangan rumah tangga - Jenis penelitian observasional
3.
Hubungan perilaku sadar gizi dan ketahanan pangan keluarga dengan status gizi balita di Kabupaten Tanah Laut Provinsi Kalimantan Selatan (Rahmadi, 2009)
- Variabel bebas ketahanan pangan rumah tangga - Jenis penelitian observasional
4.
Prevalence and risk factors
- Variabel terikat
2.
- Variabel bebas ketahanan pangan rumah tangga - Jenis penelitian observasional
Perbedaan - Variabel terikat status gizi balita 6-60 bulan - Tempat penelitian Kecamatan Gondomanan D.I Yogyakarta - Rancangan penelitian cross sectional - Variabel terikat status gizi batita 6-36 bulan - Tempat penelitian Kabupaten Purworejo - Rancangan penelitian cross sectional - Variabel bebas perilaku sadar gizi - Variabel terikat status gizi balita - Tempat penelitian Kabupaten Tanah Laut Provinsi Kalimantan Selatan - Rancangan penelitian cross sectional - Jenis penelitian :
6
4.
5.
6.
7.
8.
Prevalence and risk factors for stunting and severe stunting among under-fives in North Maluku Province of Indonesia (Ramli et al., 2009)
- Variabel terikat Kejadian stunting - Variabel bebas : pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, indeks ketahanan pangan rumah tangga, jenis kelamin
Hubungan antara tingkat ketahanan pangan rumah tangga dengan status gizi balita pada rumah tangga di daerah rawan pangan Kabupaten Indramayu (Rohaedi, 2011) Hubungan ketahanan pangan rumah tangga dan status gizi dengan prestasi belajar siswa sekolah dasar di Kota Yogyakarta (Sudjai, 2011)
- Variabel bebas ketahanan pangan rumah tangga - Jenis penelitian observasional
Pola asuh sebagai faktor risiko kejadian stunting pada anak usia 6-24 bulan di Kota Yogyakarta (Susilaningdyah, 2013) Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) sebagai faktor risiko kejadian stunting pada anak usia 6-24 bulan di Kota Yogyakarta (Yulidasari, 2013) ASI eksklusif sebagai faktor risiko kejadian stunting pada anak usia 6-24 bulan di Kota Yogyakarta (Hidayah, 2013)
- Jenis penelitian : obervasional dengan rancangan case control - Variabel terikat kejadian stunting - Jenis penelitian obervasional dengan rancangan case control - Variabel terikat kejadian stunting
- Variabel bebas ketahanan pangan rumah tangga - Jenis penelitian observasional
- Jenis penelitian obervasional dengan rancangan case control - Variabel terikat kejadian stunting
- Jenis penelitian : Obervasional dengan rancangan cross sectional - Tempat penelitian Maluku Utara - Variabel bebas : wilayah tempat tinggal, informasi gizi selama hamil, status pemeriksaan kehamilan, frekuensi makan keluarga - Variabel terikat status gizi balita pada rumah tangga di daerah rawan pangan - Tempat penelitian Kabupaten Indramayu - Rancangan penelitian cross sectional - Variabel bebas status gizi - Variabel terikat prestasi belajar siswa sekolah dasar - Tempat penelitian Kota Yogyakarta - Rancangan penelitian cross sectional - Variabel bebas pola asuh - Tempat penelitian Kota Yogyakarta - Variabel bebas : Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) - Tempat penelitian Kota Yogyakarta - Variabel bebas : ASI eksklusif - Tempat penelitian Kota Yogyakarta