2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Agenda Millenium Development Goals (MDGs) menitikberatkan pada upaya peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang diindikasikan dari beberapa indikator pencapaian. Salah satu indikator tersebut upaya pemberantasan penyakit menular, seperti HIV AIDS, Tuberkulosis (TB) Paru dan jenis penyakit menular lainnya. Indikator tersebut ditetapkan karena penyakit menular seperti tuberkulosis paru masih menjadi masalah kesehatan secara global dengan angka insiden rate-nya cenderung berfluktuasi setiap tahunnya, dan secara epidemiologi masih menjadi prioritas penanggulangan dalam program-program kesehatan, termasuk di Indonesia (Badan pembangunan Perencanaan Nasional, 2007).
Menurut WHO (2012), Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan global dan merupakan penyebab kematian ke dua setelah HIV. WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2011 ada 8,7 juta kasus baru tuberkulosis (13% merupakan koinfeksi dengan HIV) dan 1,4 juta orang meninggal karena tuberkulosis.
Laporan TB Paru dunia oleh WHO tahun 2009 mencatat Indonesia berada di posisi ke lima dengan jumlah penderita TB Paru sebesar 429 ribu orang. Lima negara dengan jumlah terbesar kasus insiden pada tahun 2009 adalah India, Cina, Afrika Selatan, Nigeria dan Indonesia (WHO, 2010).
Di Indonesia setiap tahunnya kasus tuberkulosis paru bertambah seperempat juta kasus baru dan sekitar 140.000 kematian terjadi setiap tahunnya. Indonesia termasuk 10 negara tertinggi penderita kasus tuberkulosis paru di dunia. Menurut WHO (2012) dalam laporan Global Report 2011 bahwa prevalensi tuberkulosis 1
2
diperkirakan sebesar 289 kasus per 100.000 penduduk, insidensi tuberkulosis sebesar 189 kasus per 100.000 penduduk, dan angka kematian sebesar 27 kasus per 100.000 penduduk.
Berdasarkan Riskesdas Tahun 2013, prevalensi penduduk Indonesia yang didiagnosis TB paru oleh tenaga kesehatan Tahun 2013 adalah 0,4%. Prevalensi TB paru di Sumatera Utara 0,2%, angka tersebut menunjukkan kasus TB paru di Provinsi Sumatera Utara masih tinggi. Lima Provinsi dengan TB paru tertinggi adalah Jawa Barat 0,7%, Papua 0,6%, DKI Jakarta 0,6%, Gorontalo 0,5%, Banten 0,4%, dan Papua Barat 0,4%. Berdasarkan Profil Dinas Kesehatan Kota Pematangsiantar Tahun 2013, angka kematian pada penderita TB Paru sebanyak 140,85 kasus baru selama 1 tahun.
Berdasarkan data yang peneliti dapatkan dari Rumah Sakit Tentara Pematang Siantar, diketahui bahwa jumlah penderita TB Paru yang berobat ke poliklinik paru sebanyak 785 orang, Tahun 2013 sebanyak 1026 orang dan pada tahun 2014 dari bulan Januari sampai bulan Maret sebanyak 270 orang (sebanyak 60 orang atau 22 % merupakan pasien yang tidak teratur minum obat).
Pengobatan TB Paru diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif
2 bulan
pengobatan dan tahap lanjutan 4-6 bulan berikutnya. Pengobatan yang teratur. TB Paru dapat sembuh secara total, apabila klien itu sendiri mau patuh dengan aturanaturan tentang pengobatan Tuberkulosis Paru. Sangatlah penting bagi penderita untuk tidak putus berobat dan jika penderita menghentikan pengobatan, kuman TB Paru akan mulai berkembangbiak lagi yang berarti penderita mengulangi pengobatan intensif selama 2 bulan pertama. Pada fase ini terdapat banyak kuman TB Paru yang hidup dalam tubuh penderita dan mampu berkembangbiak sangat cepat jika penderita TB Paru tersebut menghentikan pengobatannya. Untuk itu sangatlah penting penderita TB Paru patuh terhadap terapi pengobatan yang sedang dijalani (Crofton, 2002).
3
Dukungan sosial keluarga merupakan kemauan, keikutsertaan dan kemampuan keluarga untuk memberikan bantuan kepada salah satu anggota keluarga yang membutuhkan pertolongan yang baik dalam hal pemecahan masalah, pemberian keamanan dan peningkatan harga diri. Individu yang menerima dukungan tersebut mengganggap bahwa dirinya dicintai, diperhatikan, dan berharga. Jika individu diterima dan dihargai secara positif, maka individu tersebut cenderung mengembangkan sikap positif terhadap diri sendiri dan lebih menerima juga menghargai dirinya sendiri (Niven, 2006).
Berdasarkan penelitian Dewi (2009), tentang hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan pasien di Tiga Puskesmas Kabupaten Sumedang, didapatkan hasil pengujian didapatkan dengan menggunakan Chi Square untuk analisa bivariat, dengan menggunakan nilai signifikansi alpha 5% (0 = 0,05). Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan pasien TBC yang menjalani pengobatan OAT.
Sementara itu penelitian Handhayani (2011), didapatkan hasil Ada hubungan yang bermakna antara dukungan dukungan sosial keluarga dengan kepatuhan minum obat pada penderita Tuberkulosis Paru di Poli Klinik Paru RSUP .Dr. M. Djamil Padang Tahun 2011.
Berdasarkan studi pendahuluan yang peneliti lakukan di ruang rawat jalan Rumah Sakit Tentara Pematang Siantar, dilakukan wawancara terhadap 10 orang penderita tuberculosis paru yang berobat jalan, 6 orang (60%) mengatakan tidak minum obat sesuai aturan dokter sehingga jadwal minum obat semakin panjang atau lebih dari 6 bulan, sedangkan 4 orang (40%) mengatakan minum obat sesuai aturan yang ditetapkan oleh dokter. Alasan pasien tidak teratur minum obat karena pasien bosan minum obat, terlalu sibuk dengan aktivitas sehingga lupa minum obat, tidak punya ongkos untuk berobat, tidak ada keluarga atau petugas kesehatan yang mengingatkan pasien untuk teratur minum obat dan karena tidak ada yang menemani pasien untuk ambil obat lanjutan ke Rumah Sakit. Berdasarkan hasil
4
wawancara peneliti kepada keluarga penderita TB Paru didapatkan bahwa keluarga penderita TB paru jarang mengingatkan penderita untuk minum obat secara teratur, alasannya karena lupa dan sibuk bekerja. Keluarga pada umumnya memberikan kepercayaan penuh kepada penderita untuk minum obat TB.
Berdasarkan fenomena diatas peneliti tertarik untuk mengetahui Hubungan dukungan sosial keluarga dengan kepatuhan minum obat penderita tuberkulosis paru di ruang rawat jalan Rumah Sakit Tentara Pematang Siantar tahun 2014.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, dapat dirumuskan permasalahan penelitian yaitu bagaimana Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dengan Kepatuhan Minum Obat Penderita Tuberculosis Paru di Ruang Rawat Jalan Rumah Sakit Tentara Pematang Siantar Tahun 2014?”
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dukungan sosial keluarga dengan kepatuhan minum obat penderita tuberkulosis paru di ruang rawat jalan Rumah Sakit Tentara Pematang Siantar Tahun 2014.
2. Tujuan khusus a. Untuk mengetahui dukungan sosial keluarga penderita tuberkulosis paru di ruang rawat jalan Rumah Sakit Tentara Pematang Siantar. b. Untuk mengetahui kepatuhan minum obat penderita tuberkulosis paru di ruang rawat jalan Rumah Sakit Tentara Pematang Siantar.
5
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Instalasi Rawat Jalan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukkan bagi ruang rawat jalan atau poliklinik paru di Rumah Sakit Tentara dalam menyusun rencana penanggulangan penyakit tuberculosis paru lebih lanjut.
2. Bagi Perawat Ruang Rawat Jalan Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan bagi perawat rawat jalan khususnya perawat poliklinik paru agar memberikan penyuluhan kepada penderita TB Paru tentang penyakit TB.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar dalam melaksanakan penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan kepatuhan minum obat TB Paru.