perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam suatu negara terutama bagi negara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Berdasarkan Undang – Undang nomor 20 tahun 2003 disebutkan bahwa “pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”. Pendidikan diperlukan dalam menghadapi arus globalisasi yang di dalamnya terdapat persaingan yang ketat. Salah satu upaya dalam menghadapi persaingan tersebut menurut Mulyasana (2012) pemerintah dan lembaga penyelenggara pendidikan dituntut mampu mempersiapkan peserta didik agar dapat bersaing di zamannya. Kualitas sumber daya manusia sendiri akan tercermin dari kualitas pendidikannya sehingga menghasilkan tenaga kerja yang tidak hanya cerdas tetapi memiliki kompetensi dan moralitas. Dalam mewujudkan kualitas pendidikan, maka dibutuhkan suatu sistem penyelenggaraan pendidikan yang baik. Peningkatan mutu pendidikan hanya mungkin dicapai dengan meningkatkan mutu proses pendidikan yang didalamnya terdapat interaksi antara siswa, guru, sarana, kurikulum, evaluasi, dan lingkungan. Dari beberapa faktor tersebut dapat bersama-sama atau sendiri-sendiri mempengaruhinya, artinya hasil belajar yang rendah tidak hanya dipengaruhi satu faktor saja (Winaya: 2013). Proses pembelajaran merupakan salah satu tolak ukur penentu kualitas pendidikan. Pembelajaran di kelas harus mampu menumbuhkan motivasi siswa untuk belajar dan mengembangkan potensinya. Mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SPN), pasal 19, dinyatakan bahwa:
commit to user
1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2 Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Dalam proses dan kegiatan pembelajaran, siswa diharapkan dapat mencapai dan menguasai materi pelajaran sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam waktu yang disediakan (Indriyanti & Susilowati, 2010). Dalam Kunandar (2007) dijelaskan bahwa di dalam penyusunan struktur kurikulum SMK, mata pelajaran dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu kelompok program normatif, program adaptif, dan program produktif. Kelompok program normatif adalah mata pelajaran yang dialokasikan secara tetap yang meliputi Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan, dan Seni Budaya. Kelompok program adaptif terdiri atas mata pelajaran Bahasa Inggris, Matematika, IPA, IPS, Keterampilan Komputer dan Pengelolaan Informasi, dan Kewirausahaan. Sedangkan kelompok program produktif adalah kelompok mata pelajaran kejuruan yang merupakan kemampuan khusus yang diberikan kepada siswa sesuai dengan program keahlian yang dipilihnya. Mata pelajaran Akuntansi sendiri termasuk dalam kelompok mata pelajaran produktif. Intensitas pertemuan tatap muka pembelajaran untuk mata pelajaran Akuntansi di SMK Negeri 1 Sukoharjo dalam satu minggu adalah 17 x 45 menit, lebih banyak daripada mata pelajaran lainnya. Selain itu, mata pelajaran Akuntansi memiliki tingkat kesulitan yang relatif tinggi daripada mata pelajaran lainnya sehingga membutuhkan perhatian yang khusus dari peserta didik. Oleh karena itu, siswa membutuhkan model pembelajaran yang menarik agar tidak bosan namun tetap dapat menerima intisari pembelajaran dengan baik. Berdasarkan observasi selama Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) di SMK Negeri 1 Sukoharjo, hasil belajar siswa kelas X AK 1 belum maksimal. Hal ini terbukti dengan nilai ulangan pada mata pelajaran Akuntansi siswa kelas X AK 1 terdapat siswa yang nilainya di atas nilai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yaitu ≥70 sebanyak 25 siswa sedangkan 10 siswa memiliki nilai di bawah KKM. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3 Selain itu, pembelajaran di kelas lebih banyak bersifat teacher centered sehingga kemandirian belajar siswa dapat dikatakan relatif rendah. Hasil observasi awal terhadap proses pembelajaran Akuntansi kelas X AK 1 yang berjumlah 35 SMK Negeri 1 Sukoharjo dilakukan untuk mengetahui hasil belajar pada ranah afektif dan psikomotorik serta kemandirian belajar siswa. Persentase hasil observasi awal pada ranah afektif sebesar 68,00% dan ranah psikomotorik sebesar 67,22%. Hasil observasi untuk kemandirian belajar persentase secara klasikal sebesar 57,14%. Siswa masih menunjukkan kecenderungan kurang mandiri dalam proses pembelajaran karena kemungkinan siswa terbiasa mengandalkan penjelasan dari guru. Siswa hanya mencatat apa yang telah dicatat guru di papan tulis atau yang disuruh oleh guru. Siswa cenderung menunggu jawaban dari guru kemudian mencatatnya. Siswa yang memanfaatkan benda di sekitarnya sebanyak 71,43%. Siswa yang memanfaatkan orang atau siapa saja yang memiliki keahlian tertentu sebsar 57,14% Siswa yang membaca materi dan sumber referensi yang dipelajari tanpa disuruh oleh guru sebanyak 28,57%. Siswa yang berdiskusi dan bertukar pendapat dengan temannya sebesar 77,14%. Siswa yang memiliki keberanian mengemukakan pendapat sebanyak 51,43%. Proses pembelajaran yang terjadi belum melibatkan kemandirian siswa dalam belajar secara menyeluruh karena siswa masih bergantung pada guru. Lasmawan
dalam
Winaya
(2013)
menjelaskan
bahwa
kondisi
pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional yang didominasi oleh ceramah akan menempatkan guru sebagai sumber informasi (teacher centered) sehingga siswa hanya sebagai objek pembelajaran hanya menerima pengetahuan dari guru saja. Mulyasana (2012: 21) mengungkapkan permasalahan dalam pendidikan terletak pada sistem pembelajaran, ada kesan bahwa pola pembelajaran lebih menekankan pada pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher-centered approach). Selanjutnya Mulyasana mengungkapkan bahwa masih terdapat banyak guru yang mengukur kemampuan belajar peserta didik oleh kemampuan dirinya sendiri (kemampuan guru). Akibatnya, apa yang disampaikan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4 guru tidak dirasakan sebagai kegiatan mengajar tapi dirasakan sebagai tindakan mendemonstrasikan kemampuan guru di hadapan peserta didik. Permasalahan lain juga muncul dari kalangan peserta didik mengenai budaya belajar yang relatif masih rendah. Berkaitan dengan budaya belajar, Mulyasana berpendapat bahwa budaya membaca, menulis, dan berhitung sangat sulit ditumbuhkan tanpa semangat dan motivasi yang baik (2012). Hal ini sangat berpengaruh pada kemandirian belajar siswa. Siswa menjadi tergantung pada penjelasan dan perintah guru. Kemudian intensitas keseringan latihan soal akan melatih siswa untuk mengerjakan soal dengan benar tanpa mengetahui konsepnya sehingga siswa menjadi tidak memaknai proses belajar yang mereka alami Kondisi idealnya seharusnya guru dapat menyampaikan materi semudah dan semenarik mungkin agar siswa dapat memahami materi yang disampaikan. Selain itu, pemilihan model pembelajaran yang digunakan oleh guru harus dapat meningkatkan motivasi siswa untuk belajar dalam rangka mencapai hasil belajar yang optimal serta meningkatkan kemandirian belajar siswa. Menurut Mulyasana (2012: 22) ”proses pembelajaran umumnya belum menyentuh upaya membentuk semangat, motivasi, kepercayaan diri, disiplin, dan tanggung jawab peserta didik dalam meningkatkan kemajuan dan kualitas dirinya.” Oleh karena itu, pemilihan dan pelaksanaan model pembelajaran yang tepat oleh guru akan membantu guru dalam menyampaikan pelajaran akuntansi. Pada akhirnya, pemilihan model pembelajaran yang tepat oleh guru akan mengoptimalkan proses belajar mengajar sehingga keberhasilan dalam pendidikan dapat tercapai. Salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah yang telah dipaparkan adalah pendekatan pembelajaran berbalik atau Reciprocal Teaching Model. Menurut Palincsar and Brown (1984:124) dalam Reciprocal Teaching, ditanamkan empat strategi pemahaman mandiri kepada para siswa. Keempat strategi tersebut adalah merangkum atau meringkas, membuat pertanyaan, mampu menjelaskan dan dapat memprediksi. Penggunaan model ini dalam pembelajaran di kelas diharapkan dapat mengedepankan bagaimana belajar yang efektif dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5 menekankan pada siswa bagaimana siswa itu belajar, mengingat, berpikir, dan memotivasi diri sehingga dapat sampai pada tahap memiliki kemandirian belajar. Penelitian terdahulu mengenai Reciprocal Teaching Model telah dilakukan oleh Inung Pratiwi dan Ani Widayati (2012) dan hasil dari penelitian ini memperlihatkan bahwa Reciprocal Teaching Model dapat meningkatkan penguasaan konsep dan kemandirian belajar siswa pada pembelajaran Akuntansi. Peningkatan penguasaan konsep dapat dilihat dari penguasaan konsep yaitu sebanyak 35 siswa atau 97,2% siswa mengalami peningkatan penguasaan konsep sehingga termasuk dalam kategori baik, sedangkan untuk kemandirian belajar meningkat yaitu sebesar 76,74% (Kategori Mandiri) pada siklus I menjadi 88,89% (kategori Sangat Baik) pada siklus II. Penelitian lain juga dilakukan oleh Yesie Erma Yunita (2011). Dalam penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa pembelajaran dengan menggunakan Reciprocal Teaching Model dapat memotivasi siswa untuk berdiskusi dan bertukar pendapat sehingga kemadirian belajar siswa mengalami peningkatan dari pra siklus, siklus I, dan siklus II sebesar 39,68%, 67,5%, dan 80,62%. Namun demikian, Reciprocal Teaching Model menurut Abdul Azis (2007) memiliki kelemahan yaitu menuntut peserta didik untuk selalu aktif dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini menjadikan sebagian dari peserta didik tidak percaya diri untuk dapat tampil atau menunjukkan kemampuannya di depan teman-teman mereka karena bisa jadi peserta didik yang aktif hanyalah orangorang itu saja. Untuk mengatasi dan mengurangi dampak kelemahan penggunaan Reciprocal Teaching, maka guru harus memberikan motivasi dan kesempatan peserta didik untuk menyampaikan pendapatnya. Motivasi siswa menjadi bagian penting untuk menumbuhkan kesadaran pada diri siswa terhadap keseriusan pembelajaran. Oleh karena itu, penerapan Reciprocal Teaching Model saja tidak cukup untuk dapat menciptakan pembelajaran yang terdapat interaksi antara guru dengan siswa yang efektif, akan tetapi dibutuhkan strategi motivasi tertentu agar siswa dapat menunjukkan keseriusannya dalam pembelajaran (Abdul Azis, 2007). Gardner, dkk (dalam Kuswardi, 2011) mengemukakan bahwa: “siswa termotivasi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6 untuk belajar sesuatu akan menggunakan proses kognitif yang lebih tinggi dalam mempelajari materi itu, sehingga siswa itu akan menyerap dan mengendapkan materi itu dengan lebih baik”. Siswa yang memiliki kemandirian belajar yang baik sudah pasti siswa tersebut memiliki motivasi belajar yang tinggi. Terkait dengan motivasi diri, terdapat strategi pengelolaan yang dapat digunakan untuk menjaga motivasi belajar siswa diantaranya adalah strategi pengelolaan motivasi yang disebut ARCS yaitu meliputi; Attention (Perhatian), Relevance (Relevansi), Confidende (keyakinan/rasa percaya diri siswa), dan Satisfaction (Kepuasan), karena motivasi turut memberikan pengaruh kepada hasil belajar siswa maka guru diharapkan mampu menjaga dan meningkatkan motivasi belajar siswa melalui strategi pengelolaan motivasi ARCS. Selain itu, strategi pengelolaan motivasi ARCS ini merupakan bagian yang amat penting dari pengelolaan interaksi siswa dengan pembelajaran; kegunaannya adalah untuk menjaga dan meningkatkan motivasi belajar siswa (Degeng 1989 dalam Wena, 2011). Keller (dalam Wena, 2011) juga menyebutkan bahwa terdapat empat komponen strategi pengelolaan motivasi, yaitu sebagai berikut: a. membangkitkan dan mempertahankan perhatian b. menciptakan relevansi isi pembelajaran c. menumbuhkan keyakinan pada diri siswa d. menumbuhkan rasa puas pada siswa terhadap pembelajaran. Oleh karena itu, implementasi reciprocal teaching model melalui strategi motivasi ARCS dapat dipilih sebagai studi penelitian dalam rangka meningkatkan hasil belajar dan kemandirian belajar siswa. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang “Pembelajaran Akuntansi Melalui Reciprocal Teaching Model dengan Menerapkan Strategi Motivasi ARCS Untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Kemandirian Belajar Siswa”.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7 B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukan di atas, dapat diidentifikasi beberapa masalah yang ada di dalam kelas X AK 1 SMK Negeri 1 Sukoharjo, antara lain: 1. Hasil belajar siswa belum optimal, hal ini dibuktikan dengan masih ada siswa yang nilai ulangan pada mata pelajaran Akuntansi masih di bawah nilai KKM dan masih ada beberapa siswa yang nilainya masih sedikit di atas KKM. 2. Pembelajaran yang berlangsung di kelas masih bersifat teacher centered. Siswa hanya mengamati apa yang disampaikan guru, tanya jawab, demonstrasi cara mengerjakan soal, dan mencatat yang dituliskan guru di papan tulis. 3. Pembelajaran yang masih bersifat teacher centered ini mengakibatkan siswa menjadi tergantung dari penjelasan guru dan intensitas keseringan latihan soal akan melatih siswa untuk mengerjakan soal dengan benar tanpa mengetahui konsepnya sehingga siswa menjadi tidak memaknai proses belajar yang mereka alami. 4. Ketergantungan tersebut berdampak pada kemandirian belajar siswa yang relatif rendah. Hanya ada beberapa siswa yang membaca materi yang akan dipelajari dan bertanya serta membuat pertanyaan setelah membaca materi. Siswa cenderung menunggu jawaban dari guru kemudian mencatatnya sehingga kurang adanya inisiatif siswa untuk mencari jawaban sendiri. 5. Siswa cenderung lebih pasif dalam pembelajaran. 6. Siswa kurang termotivasi untuk dapat menyampaikan pendapatnya di depan kelas. 7. Model pembelajaran yang digunakan guru untuk menyampaikan materi kurang dapat menarik perhatian siswa. C. Pembatasan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka pembatasan masalah pada penelitian ini dibatasi pada: 1. Hasil belajar akuntansi siswa yang merupakan hasil dari interaksi pembelajaran antara guru dancommit siswa toyang usermenghasilkan perubahan tingkah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8 laku baik perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan. Perubahan tersebut dapat dilihat dari hasil evaluasi siswa setelah pembelajaran dalam hal ini nilai akhir diambil dengan melakukan pengukuran melalui tes evaluasi dan pengamatan dengan lembar observasi. 2. Kemandirian belajar siswa merupakan perilaku siswa yang menunjukkan motivasi yang tinggi untuk belajar sehingga dalam pembelajaran siswa akan antusias. Keantusiasan siswa ini terwujud melalui kesiapan belajar siswa yaitu kesiapan sebelum pembelajaran dimulai seperti membaca materi yang akan disampaikan setelah itu membuat pertanyaan setelah membaca. Dalam diskusi kemandirian siswa akan nampak pada keaktifan siswa untuk bertanya dan menyampaikan pendapat. Kemandirian belajar siswa akan diukur dengan lembar observasi dalam bentuk presentase. 3. Materi pelajaran dibatasi pada materi Akuntansi perusahaan dagang dengan materi konsep perusahaan dagang dan siklus akuntansi perusahaan dagang tahap pencatatan.
D. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah terdapat peningkatan hasil belajar dan kemandirian belajar siswa kelas X AK1 SMK Negeri 1 Sukoharjo tahun pelajaran 2013/2014 melalui Reciprocal Teaching Model dengan menerapkan strategi motivasi ARCS? E. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas dapat diketahui tujuan dari penelitian yaitu: Untuk meningkatkan hasil belajar dan kemandirian belajar siswa kelas X AK1 SMK Negeri 1 Sukoharjo tahun pelajaran 2013/2014 melalui Reciprocal Teaching Model dengan menerapkan strategi motivasi ARCS.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9 F. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan sebagai sumbangan pikiran dan manfaat yang berarti, yaitu manfaat: 1. Manfaat teoritis, Dalam dunia pendidikan diharapkan dapat memberikan sumbangan wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai model pembelajaran khususnya bagi sekolah dan
berguna
bagi
pihak-pihak
yang
membutuhkan
sebagai
bahan
pertimbangan dan masukan untuk penelitian selanjutnya. 2. Manfaat Praktis, a. Bagi siswa 1) Meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran akuntansi. 2) Meningkatkan kemandirian siswa khususnya pada mata pelajaran akuntansi b. Bagi guru Sebagai bahan masukan bagi guru dalam penerapan model pembelajaran Reciprocal Teaching melalui strategi motivasi ARCS sebagai salah satu model yang dapat digunakan pada pembelajaran akuntansi yang berguna untuk meningkatkan hasil belajar dan kemandirian belajar siswa. c. Bagi sekolah Sebagai masukan bagi sekolah yang bersangkutan dalam usahanya meningkatkan mutu pendidikan sehubungan dengan faktor
yang
mempengaruhi hasil belajar dan kemandirian belajar siswa khususnya pada mata pelajaran akuntansi. d. Bagi peneliti 1) Menerapkan ilmu pengetahuan yang telah diterima dari perkuliahan khususnya yang berkaitan dengan akuntansi. 2) Merupakan bekal sebagai seorang calon guru untuk dapat menerapkan model pembelajaran yang tepat.
commit to user