BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization (WHO) menyatakan depresi merupakan penyebab utama terjadinya penyakit dan kecacatan pada remaja usia 10-19 tahun, sedangkan bunuh diri menjadi penyebab nomor tiga kematian remaja (WHO, 2014). WHO juga memperkirakan depresi akan menjadi masalah kesehatan nomor dua dari berbagai macam penyakit pada tahun 2020 (World Federation Mental Health, 2012). Prevalensi gangguan depresi pada remaja secara umum sekitar 3-9% dan meningkat menjadi 20-25% pada masa remaja akhir (Dulcan and Lake, 2012). Hasil dari survey CDC di Amerika menyatakan selama tahun 2009-2012, kejadian depresi pada usia 12-17 tahun sebanyak 7,6% (Pratt and Brody, 2014). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan prevalensi gangguan jiwa berat tertinggi di DI Yogyakarta yaitu 2,7 per-mil, diatas prevalensi gangguan jiwa berat nasional 1,7 per-mil. Prevalensi gangguan mental emosional (depresi, cemas dan stress) pada penduduk usia 15 tahun keatas di DI Yogyakarta sebesar 8,1%, diatas prevalensi nasional yaitu 6,0%. Pada kelompok usia 15-24 tahun prevalensinya sebanyak 5,6% (Kemenkes RI, 2013a). Prevalensi gangguan mental emosional pada usia 15-24 tahun di DI Yoyakarta mempunyai angka yang lebih tinggi dari angka nasional yaitu 9,5%. Gangguan mental emosional di Kota Yogyakarta memiliki prevalensi lebih tinggi diatas nasional maupun Propinsi DI Yogyakarta yaitu 11,4% (Kemenkes RI, 2013b). Permasalahan tentang kesehatan mental emosional di DI Yogyakarta adalah kurangnya pengetahuan dan perhatian masyarakat umum tentang kesehatan mental emosional dan deteksi dininya (RKPD DIY, 2013). Pemberdayaan keluarga dan dukungan pemerintah sangat diperlukan dalam pelayanan kesehatan jiwa (Marchira, 2011). Apabila kesehatan mental emosional remaja tidak diperhatikan, akan menyebabkan remaja sehat secara fisik, tetapi rentan terhadap
1
2
stress dan tekanan hidup, sehingga dapat mengalami masalah dalam sosial emosional dan perilaku seperti depresi, kesulitan belajar, kenakalan remaja dan ketergantungan obat (Santrock, 2007). Survey Demografi Kesehatan Indonesia Kesehatan Reproduksi remaja tahun 2012 menyebutkan 74,20% remaja laki-laki merokok, 30% remaja laki-laki minum alkohol, dan 3,40% remaja mengkonsumsi obat terlarang (BPS et al., 2012b). Hasil survey kekerasan pada usia 10-18 tahun di Provinsi Yogyakarta terdapat 50,8% kasus kekerasan yang dilakukan oleh teman sebaya. Kasus kekerasan pada usia 11-18 tahun mempunyai angka yang lebih tinggi. Laki-laki lebih banyak mengalami kekerasan di sekolah dibandingkan dengan perempuan yaitu 44,4% pada laki-laki dan 41,0% pada perempuan (BPPM, 2014). Depresi merupakan gangguan mental umum yang ditandai dengan kesedihan, kehilangan minat atau kesenangan, perasaan bersalah, harga diri yang rendah, susah tidur, penurunan atau peningkatan nafsu makan, perasaan kelelahan dan kurang konsentrasi (World Federation Mental Health, 2012). Apabila masalah depresi tidak diketahui sedini mungkin dapat menimbulkan masalah mental emosional yang lebih berat antara lain gangguan fungsi sosial, kualitas hidup penderita hingga kematian karena ancaman bunuh diri (Amir, 2004). Pada tahun 2014 terjadi 89 kasus rencana bunuh diri pada anak dan remaja. Sembilan kasus di antaranya usia 5 sampai 10 tahun, 39 kasus pada anak usia 12 sampai 14 tahun, 27 kasus usia 15 sampai 18 tahun. Dari jumlah kasus bunuh diri tersebut 12 di antaranya meninggal dunia (Komisi Nasional Perlindungan Anak, 2015). Remaja membutuhkan safe and suportive environment yaitu perhatian dan lingkungan yang mendukung (WHO, 2012). Dukungan yang paling besar bagi remaja berasal dari orang tua dan keluarga karena keluarga merupakan tempat yang utama dan pertama bagi perkembangan remaja baik secara fisik, kognitif dan sosial emosional. Kualitas hubungan antara orang tua dan remaja dapat dilihat dalam hal keakraban, rasa aman, kepercayaan, kasih sayang dan ketanggapan (Lestari, 2012).
3
Penelitian yang dilakukan di Belanda menunjukkan bahwa kerenggangan orang tua dan remaja dapat meningkatkan terjadinya depresi pada remaja (Hwang et al., 2010). Penelitian lain yang dilakukan di Australia menyatakan hubungan yang baik antara orang tua dengan remaja dapat menurunkan depresi dan kecemasan pada remaja (Yap et al., 2014a). Sebaliknya, kurangnya kehangatan, adanya konflik orangtua, keterlibatan yang berlebihan dan kurang pengawasan orang tua dapat meningkatkan risiko depresi dan kecemasan pada remaja (Yap et al., 2014b). Sebagai pusat perekonomian, 84,30% masyarakat di Kota Yogyakarta bekerja dibidang perdagangan, angkutan, jasa perusahaan dan jasa perorangan (RKPD Kota Yogyakarta, 2014).Tingkat pendidikan perempuan lebih tinggi dibandingkan tingkat pendidikan laki-laki (DinKes Kota Yogyakarta, 2013). Perubahan sosial membawa perubahan gaya hidup, sehingga banyak perempuan yang bekerja untuk membantu memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Hal ini menyebabkan kurangnya kemampuan orang tua untuk memberikan perhatian dan kebersamaan bersama keluarga (Andayani and Koentjoro, 2014). Penelitian yang dilakukan di Turki menunjukkan bahwa kelompok sosial ekonomi menengah memiliki tingkat depresi lebih rendah secara signifikan jika dibandingkan dengan sosial ekonomi rendah dan tinggi. Ibu dengan tingkat sosial rendah dan tinggi memiliki waktu yang lebih sedikit dengan remaja mereka (Anlı and Karslı, 2010). Kemajuan arus globalisasi, banyaknya tempat wisata dan pusat perbelanjaan
di
Kota
Yogyakarta
menyebabkan
remaja
lebih
banyak
menghabiskan waktu bersama teman sebaya, sehingga keakraban atau kedekatan dengan orang tua menjadi renggang. (Subrahmanyam and Greenfield, 2008) menyebutkan remaja semakin banyak menghabiskan waktu dengan alat komunikasi, dekat dengan teman sebaya sehingga komunikasi dan kedekatan dengan orang tua berkurang. Data dari Rumah Sakit Jiwa Grhasia Yogyakarta menunjukkan terjadi peningkatan 14,32% kunjungan klinik jiwa dari 11.433 pada tahun 2012 menjadi 13.071 pada tahun 2013. Gangguan kesehatan mental emosional yang dialami
4
remaja cukup besar yaitu sebanyak 13,52% dari jumlah kasus yang ada. Jenis gangguan kesehatan mental remaja paling banyak pada depresi, kecemasan dan schizophrenia. Selanjutnya data dari Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta juga menunjukkan terjadi peningkatan jumlah kasus kesehatan mental episode depresi secara umum, yaitu 318 kasus tahun 2012 dan 333 kasus pada tahun 2013.
B. Rumusan Masalah Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak ke dewasa, usia yang labil dan sangat rentan dalam menghadapi berbagai perubahan fisik, perkembangan psikologis, sosial emosional dan suasana hati. Seperti tuntutan untuk mencapai kemandirian, konflik dengan orang tua, keinginan lebih banyak untuk meluangkan waktu bersama teman-teman sebaya, lebih berminat pada karir, pacaran dan eksplorasi identitas (Santrock, 2007). Orang tua dalam hal ini ayah dan ibu diharapkan dapat beradaptasi, bersikap bijaksana, memberikan perhatian dan dukungan pada remaja, sehingga remaja merasa memiliki, merasa akrab dan dekat dengan keluarga, terutama dengan orang tua (Lestari, 2012). Stress interpersonal yang terjadi dalam hubungan keluarga dapat meningkatkan risiko depresi pada remaja dan dewasa (Sheets and Craighead, 2014). Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah penelitian ini adalah “Apakah terdapat perbedaan kejadian depresi pada remaja SMA yang akrab dan tidak akrab dengan orang tua di Kota Yogyakarta?”
C. Tujuan Penelitian 1.
Tujuan umum Mengetahui perbedaan kejadian depresi pada remaja SMA yang akrab dan tidak akrab dengan orang tua di Kota Yogyakarta.
2.
Tujuan khusus a. Mengetahui kejadian depresi pada remaja SMA di Kota Yogyakarta. b. Mengetahui keakraban orang tua-remaja SMA di Kota Yogyakarta.
5
c. Membandingkan proporsi depresi pada remaja yang akrab dan tidak akrab dengan orang tua dikontrol dengan jenis kelamin, status pekerjaan orang tua dan status sosial ekonomi.
D. Manfaat Penelitian 1.
Manfaat praktis a. Bagi remaja dan pihak sekolah, dapat memberikan informasi tentang pentingnya keakraban orang tua-remaja. b. Bagi Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga agar dapat melakukan sosialisasi kepada sekolah tentang pentingnya keakraban orang tua-remaja. c. Bagi penulis dan Balai Pelatihan Kesehatan Yogyakarta, memberikan informasi dan kontribusi tentang kesehatan mental remaja.
2.
Manfaat teoritis a. Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan tentang kesehatan mental remaja khususnya keakraban orang tua dan depresi pada remaja. b. Sebagai bahan masukan untuk mengembangkan penelitian selanjutnya yang terkait dengan kesehatan mental remaja.
E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian yang pernah dilakukan antara lain: 1. Hwang et al. (2010) melaksanakan penelitian tentang “Acculturative family distancing (AFD) and depression in Chinese American Families”. Tujuan penelitian untuk mengetahui proses akulturatif atau kerenggangan yang terjadi antara orang tua dan remaja. Sampel dalam penelitian ini adalah 105 remaja SMA. Persamaan dengan penelitian ini ada pada variabel terikat dan desain penelitian yaitu cross sectional. Perbedaan penelitian terdapat pada variabel bebas, teknik pengumpulan data dan lokasi penelitian. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa konflik dalam keluarga sebagai mediasi hubungan dengan orang tua, kerenggangan yang terjadi antara orang tua dan remaja dapat meningkatkan resiko terjadinya depresi.
6
2. Landman-Peeters et al. (2005) melakukan penelitian yang berjudul “Gender differences in the relation between social suport problems in parents – offspring communication, and depression and anxiety”. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan gender dalam hubungan antara dukungan sosial, masalah dalam komunikasi orang tua anak terhadap depresi. Sampel penelitian sebanyak 504 remaja. Persamaan dengan penelitian ini adalah pada variabel terikat dan desain penelitian cross sectional. Sedangkan perbedaan penelitian pada variabel bebas, sampel penelitian dan lokasi penelitian di Belanda. Hasil penelitian menunjukkan anak perempuan mendapatkan keuntungan lebih dari dukungan sosial dalam komunikasi dengan orang tua. Gejala depresi terutama berkaitan dengan masalah dalam komunikasi ayah dan remaja. 3. O'Shea et al. (2014) melaksanakan penelitian tentang “Interpersonal factors associated with depression in adolescent: are these sonsistent with theories underpinning interpersonal psychotherapy?” Tujuan penelitian ini adalah mengetahui apakah remaja depresi berbeda dari remaja yang tidak depresi dalam hal konsisten dalam melaksanakan psikoterapi interpersonal. Persamaan dengan penelitian ini adalah variabel terikat dan karakteristik sampel. Perbedaan penelitian adalah variabel bebas, desain penelitian case control dan lokasi penelitian. Hasil penelitian menunjukkan depresi pada remaja lebih banyak terjadi pada keluarga dengan peristiwa kehidupan yang negatif, tingkat yang lebih rendah dari keterampilan sosial dan kualitas yang kurang dalam hubungan dengan orang tua. 4. Pratiti (2000) melaksanakan penelitian tentang “Pengaruh keakraban orang tua remaja terhadap kecenderungan antisosial pada remaja pelajar SMU Muhammadiyah I Kotamadya Yogyakarta”. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh keakraban orang tua-anak terhadap kecendrungan antisosial pada remaja. Persamaan dengan penelitian ini adalah variabel bebas desain penelitian dan lokasi penelitian. Perbedaan penelitian ini adalah variabel terikat dan sampel. Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh antara keakraban orang tua dengan perilaku antisosial pada remaja.