BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tasawuf adalah salah satu cabang ilmu Islam yang menekankan dimensi atau aspek spiritual dalam Islam. Dalam kaitannya dengan manusia, tasawuf lebih menekankan aspek rohaninya ketimbang aspek jasmaninya. Dalam kaitannya dengan kehidupan, ia lebih menekankan kehidupan akhirat ketimbang kehidupan dunia yang fana. Orang yang ahli dalam tasawuf disebut dengan seorang sufi. Seorang sufi menekankan aspek rohaninya daripada aspek jasmaninya. Seorang sufi selalu berusaha untuk dekat dengan Tuhan- nya. Dan untuk mencapai itu, terdapat tingkatannya, yaitu tobat , zuhud , sabar , kefakiran kerendahan hati, takwa , tawakkal , kerelaan , cinta , ma'rifat. Dan dalam makalah ini akan mencoba membahas tentang pengertian tasawuf, sejarah pertumbuhan dan perkembangan tasawuf, penyebaran serta perjalanan tasawuf
BAB II PEMAHASAN
A. PENGERTIAN TASHAWWUF Sejak dahulu hingga sekarang, pembahasan tentang asal kata tashawwuf belum pernah mencapai kata sepakat. Para ahli berbeda pendapat tentang kata itu, dijelaskan oleh Syeikh Ahmad Taqiyuddin Ibnu Taimiyah bahwa perbedaan itu disebabakan karena adanya kata yang dinisbahkan kepada kata sesuatu. Ada yang dinisbahkan kepada kata safa dan safw yang artinya bersih dan suci. Maksudnya, kehidupan seorang seorang sufi lebih banyak diarahkan pada penyucian batin untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Suci, sebab Tuhan tidak bisa didekati kecuali oleh orang yang suci. Adapun tentang definisi Tashawwuf itu sendiri ada beberapa pendapat yang dikemukakan oleh sejumlah tokoh sufi. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut : Zakaria Al-Anshori: “Tashawwuf ialah suatu ilmu yang menjelaskan hal ihwal pembersih jiwa dan penyantun akhlak baik lahir atau batin, guna menjauhi bid’ah dan tidak meringankan ibadah. Abul Qasim al-Qashairi ( W. 456H/1072M ): “Tashawwuf adalah menerapkan ajaran Al- Qur’an dan Sunnah Nabi secara tepat berusaha menekan hawa nafsu, menjauhi bid’ah dan tidak meringankan ibadah. Bisyr bin Haris al-Hafi ( W. 227H/841M ): “Seorang sufi ialah yang telah bersih hatinya, semata-mata untuk Allah SWT”. ABU Husain An-Nuri ( W. 295H/908M ): “Kaum sufi itu ialah kaum yang hatinya suci dari kotoran basariyah ( hawa nafsu kemanusiaan ) dan kesalahan pribadi. Ia harus mampu membebaskkan diri dari syahwat sehingga ia berada pada shaf pertama dan mencapai derajat yang mulia dalam kebenaran”. Harun Nasution dalam bukunya falsafat dan Mistisme dalam islam menjelaskan bahwa, “tasawuf itu merupakan suatu ilmu pengetahuan dan sebagai ilmu pengetahuan, tashawwuf atau sufisme mempelajari cara dan jalan bagaimana seorang islam bisa sedekat mungkin dengan tuhan”.
B. SEJARAH PERKEMBANGAN TASAWUF Menurut sejarah, orang yang pertama kali memakai kata “sufi” adalah Abu Hasyim al Kufi (zahid Irak, w. 150). Sedangkan menurut Abdul Qosim Abdul Karim bin Hawazin bin Abdul Malik bin Talha bin Muhammad al Qusyairi (tokoh sufi dari Iran 376-465 H), istilah ”tasawuf” telah dikenal sebelum tahun 200 H. Tetapi ajaran pokok yang selanjutnya merupakan inti tasawuf itu baru muncul secara lengkap pada abad ke 3 Hijriyah. Pada abad ke 2 Hijriyah itu itu belum diketahui adanya orang-orang yang disebut sufi; yang terlihat adalah aliran Zuhud (penganutnya disebut zahid). Seperti diketahui dalam sejarah, para zahid besar dalam abad ke 2 H. (seperti al Hasan al Basri, abu Hasyim al Kufi, Sufyan as Sauri, Fudail bin Iyad, Rabi’ah al Adawiyah dan Makruf al Karkhi) dan lebih-lebih lagi mereka yang hidup pada abad2abad berikutnya (eperti al Bistaami, al Halaj, Junaid al Bagdadi, al Harawi, al Gazali, Ibn Sab’in, Ibni Arabi, abu al Farid, Jalaluddin ar Rumi) telah mengolah atau mengembangkan sikap atau emosi agamadalam hati mereka dengan kesungguhan yang luar biasa. Sebelum munculnya Ar Rabbi’ah al Adawiyah (w.185 H) tujuan tasawuf yang diupayakan oleh para zahid menurut penilaian para ahli, tidak lain dari terciptanya kehidupan yang diridhai oleh Tuhan didunia ini, sehingga di akhirat terlepas dari azab Tuhan (neraka) dan memperoleh surga-Nya. Untuk tiba pada identifikasi akhir tasawuf denga thariqah, yang kita ketahui terjadi pada abad ke 3 H, kita harus meneliti apa yang sebenarnya terjadi dalam tradisi Islam yang mengakibatkan timbulnya tasawuf. Ada sejumlah peristiwa yang berlangsung pada masa itu, yang kesemuanya membuat tasawuf mengemuka : 1) kecenderungan mencampuradukan asketisme dengan jalan itu; 2) semakin mantapnya aliran-aliran yurisprudensi eksetorik; 3) pernyataan-pernyataan kaum syi’ah mengenai para imam; 4) munculnya filsafat Islam; 5) meningkatnya formalism ahli-ahli hokum; dan 6) tuntutan untuk memastikan bahwa pesan integral dari wahyu, sejak saat itu dikaitkan dengan tasawuf. Jika diperhatikan keenam hal tersebut, kelihatan kaitan erat dengan kemunculan tasawuf.
Tasawuf yang sering kita temui dalam khazanah dunia islam, dari segi sumber perkembangannya, ternyata muncullah pro dan kontra, baik dikalangan muslim maupun dikalangan non muslim. Mereka yang kontra menganggap bahwa tasawuf islam merupakan sebuah faham yang bersumber dari agama-agama lain. Pandangan ini kebanyakan diwakili oleh para orientalis dan orang-orang yang banyak terpengaruh oleh kalangan orientalis ini. Dengan tidak bermaksud untuk tidak melibatkan diri pada persoalan pro dan kontra itu, dalam tulisan ini, kami akan mempertengahkan paham tasawuf dalam tinjauan yang lebih universal karena tentang asal usul atau ajaran tasawuf, kini semakin banyak orang menelitinya. Kesimpulannya perbedaan paham itu disebabkan pada asal usul tasawuf tersebut. Sebagian beranggapan bahwa tasawuf berasal dari masehi (Kristen), sebagian lagi mengatakan dari unsur Hindu-Budha, Persia, Yunani, Arab, dan sebagainya. Untuk itulah, kami akan menguraikan asal usul tasawuf dalam konteks kebudayaan tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk melihat apakah tasawuf yang ada di dunia islam terpengaruhi dengan konteks kebudayaan tersebut atau tidak. 1. Unsur Nasrani (Kristen) Bagi mereka yang berbbanggpan bahwa tasawuf berasal dari unsur Nasrani, mendasarkan argumennya pada dua hal. Pertama, adanya interaksi antara orang Arabdan kaum Nasrani pada masa jahiliyah maupun zaman islam. Kedua adanya segi-segi kesamaan antara kehidupan para asketis atau sufi dalam hal ajaran cara mereka melatih jiwa dan mengasingkan diri dengan kehidupan Al-masih dan ajaran-ajarannya, serta dengan para rahib ketika sembahyang dan berpakaian.
2.Unsur Hindu Budha Tasawuf dan system kepercayaan agama Hindu memiliki persamaan, seperti sikap fakir. Darwis Al-Birawi mencatat adanya persamaan cara ibadah dan mujahadah pada tasawuf dan ajaran hindu. Demikian juga pada paham reinkarnasi, cara pelepasan dari dunia versi Hindu-Budha dengan persatuan diri dengan jalan mengingat Allah. 3. Unsur Yunani Kebudayaan Yunani seperti Filsafat, telah masuk ke dunia islam pada akhir Daulah Amawiyah dan puncaknya pada masa Daulah Abbasiyah ketika berlangsung zaman penerjemahan filsafat Yunani. 4. Unsur Persia dan Arab Sebenarnya Arab dan Persia memiliki hubungan sejak lama, yaitu pada bidang politik, pemikiran, kemasyarakatan dan sastra. Namun belum ditemukan argumentasi kuat yang menyatakan bahwa kehidupan kerohanian Arab masuk ke Persia hingga orangorang Persia itu terkenal sebagai ahli-ahli tasawuf. Barangkali ada persamaan antara istilah zuhud di Arab dengan zuhud menurut agama manu dan mazdaq; antara istilah hakikat Muhammad dan paham Hormuz dalam agama zarathustra.
C. Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Tasawuf Dalam Islam 1. Pertumbuhan Tasawuf Jauh sebelum lahirnya agama islam, memang sudah ada ahli Mistik yang menghabiskan masa hidupnya dengan mendekatkan diri kepada Tuhan-Nya; antara lain terdapat pada India Kuno yang beragam Hindu maupun Budha. Orang-orang mistik tersebut dinamakan Gymnosophists oleh penulis barat dan disebut al-hukama’ul uroh oleh penulis Arab. Yang dapay diartikan sebagai orang-orang bijaksana yang berpakaian terbuka. Hal tersebut dimaksudkan, karena ahli-ahli mistik orang-orang India selalu berpakaian dengan menutup separuh badannya. Selanjutnya dapat dikemukakan beberapa nash yang mengandung ajaran tasawuf yaitu: a. Nash-nash al-qur’an, antara lain QS; Al-Ahzab ayat 41-42 yang artinya: : Hai orang-orang yang beriman berdzikirlah dengan menyebut nama Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya di waktu pagi dan petang”. b. Nash-nash hadits yang antara lain artinya berbunyi;” Bersabda Rosulullah saw: takutilah firasat orang-orang mu’min, karena ia dapat memandang dengan nur (petunjuk Allah). H.R.Bukhary yang bersumber dari Abi Sa’id AlKhudriyyi. Kehidupan Rosulullah saw yang menggambarkan kehidupan sebagai sufi yang sangat sederhana, karena beliau menjauhkan dirinya dari kehidupan mewah, yang sebenarnya merupakan amalan zuhud dalam ajaran Tasawuf. 2. Perkembangan Tasawuf @. Pada abad pertama dan kedua Hijriyah 1. Perkembangan tasawuf pada masa sahabat Para sahabat juga mencontohi kehidupan rosulullah yang serba sederhana, dimana hidupnya hanya semata-mata diabdikan kepada tuhannya. Beberapa sahabat yang tergolong sufi di abad pertama, dan berfungsi sebagai maha guru bagi pendatang dari luar kota Madinah, yang tertarik kepada
kehidupan
shufi,
para
sahabat-sahabat
tersebut
antara
lain,
Khulafaurrasyidin, Salman Al-Farisiy, Abu Dzarr Al-Ghifary, dll. 2. Perkembangan tasawuf pada masa tabi’in Ulama-ulama sufi dari kalangan tabi’in adalah murid dari ulama-ulama sufi dari kalangan shahabat. Kalau berbicara tasawuf dan perkembangannya pada abad pertama, dengan mengemukakan tokoh-tokohnya dari kalangan shahabat, maka pembicaraan perkembangan tasawuf pada abad kedua dengan tokoh-tokohnya pula. Tokoh-tokoh ulama sufi Tabi’in antara lain, Al-Hasan Al-Bashry,Rabi’ah Al-Adawiyah, Sufyaan bin sa’id Ats-Tsaury, Daud Ath-Thaaiy, dll. @. Pada abad ketiga dan keempat hijriyyah. 1. Perkembangan tasawuf pada abad ketiga hijriyyah Pada abad ini perkembangan tasawuf pesat, hal ini ditandai dengan adanya segolongan ahli tasawuf yang mencoba menyelidiki inti ajaran tasawuf yang berkembang pada masa itu, sehingga mereka membaginya ke dalam tiga macam, yakni; Tasawuf yang berintikan ilmu jiwa, ilmu akhlaq dan Metafisika. Tokoh-tokoh sufi pada masa ini diantaranya; Abu Sulaiman AdDaaraany, Ahmad bin Al-Hawaary Ad-Damasqiy, Abul Faidh Dzuun Nun bin Ibrahim Al-Mishry, dll. 2. Perkembangan tasawuf pada abad ke empat hijriyyah Pada abad ini ditamdai dengan kemajuan ilmu tasawuf yang lebih pesat dibandingkan dengan kemajuannya di abad ketiga hijriyyah, karena usaha maksimal para ulama tasawuf untuk mengembangkan ajaran tasawufnya masing-masing. Tokoh-tokoh sufinya antara lain Musa Al-Anshaary, Abu Hamid bin Muhammad, Abu Zaid Al-Adamy, Abu Ali Muhammad bin Abdil Wahhab, dll.
@. Pada abad kelima hijriyyah Disamping adanya pertentangan yang turun temurun antara Ulama sufi dengan ulama Fiqih, maka pada abad kelima ini, keadaan semakin rawan ketika berkembangnya mahzab Syi’ah ismaa’iliyah; yaitu suatu mahzab yang hendak mengembalikan kekuasaan pemerintahan kepada keturunan Ali bin Abi Thalib. Karena menganggapnya bahwa dunia ini harus diatur oleh imam, karena dialah yang langsung menerima petunjuk dari Rosulullah saw. Menurut mereka ada 12 imam yang berhak mengatur dunia ini yang disebut sebagai imam mahdi, yang akan mmenjelma ke dunia dengan membawa keadilan dan memurnikan agama islam. Kedua belas imam itu adalah: 1. Ali bin Abi Thalib 2. Hasan bin Ali 3. Husein bin Ali 4. Ali bin Husein 5. Muhammad Al-Baakir bin Ali bin Husein 6. Ja’far shadiq bin Muhammad Al Baakir 7. Musa Al-Kazhim bin Ja’far Shadiq 8. Ali Ridhaa bin Kazhim 9. Muhammad Jawwad bin Ali Ridha 10. Ali Al-Haadi bin Jawwaad 11. Hasan Askary bin Al-Haadi 12. Muhammad bin Hasan Al-Mahdi @. Pada abad keenam, ketujuh dan kedelapan Hijriyyah 1.
Perkembangan tasawuf pada abad keenam Hijriyyah; para ulama yang sangat berpengaruh pada zaman ini adalah Syihabuddin Abul Futu AsSuhrawardy, Al-Ghaznawy,
2.
Perkembangan tasawuf pada abad ketujuh Hijriyyah; ada beberapa ahli tasawuf yang berpengaruh di abad ini diantaranya; Umar Abdul Faridh, Ibnu Sabi’iin, Jalaluddin Ar-Ruumy, dll.
@. Pada abad kesembilan, kesepuluh Hijriyyah dan sesudahnya. Dalam beberapa abad ini, betul-betul ajaran tasawuf sangat sunyi di dunia islam, artinya nasibnya lebih buruk lagi dari keadaannya pada abad keenam, ketujuh dan kedelapan Hijriyyah. Factor yang menyebabkan runtuhnya ajaran tasawuf ini antara lain; ahli tasawuf sudah kehilangan kepercayaan di kalangan masyarakat islam. Serta adanya penjajah bangsa eropa yang beragama Nasrani ynag menguasai seluruh negeri islam.
B. PERKEMBANGAN TASAWUF DI INDONESIA Tersebarnya ajaran tasawuf di Indonesia tercatat sejka masuknya agama islam di Negara ini. Ketika pedagang-pedagang muslim mengislamkan orang-orang Indonesia, tidak hanya menggunakan pendekatan bisnis, tetapi juga mengguanakan pendekatan tasawuf. @.Sejarah Pemikiran Tasawuf di Indonesia Tasawuf, sebagai aspek mistisme dalam islam, pada intinya adalah kesadaran adanya hubungan komunikasi dengan Tuhannya, yang selanjutnya mengambil bentuk rasa dekat (qubr) dengan Tuhan. Hubungan kedekatan tersebut dipahami sebagai pengamlan spiritual dzauqiyah manusia dengan Tuhan, yang kemudian memunculkan kesadaran bahwa segala sesuatu adalah kepunyaan-Nya. Segala eksistensi yang relatif dan nisbi tidak ada artinya dihadapan eksistensi Yang Absolut. Hubungan kedekatan dan hubungan penghambaan sufi dan khaliq-nya akan melahirkan persepektif dan pemahaman yang berbeda - beda anatar sufi yang satu dengan sufi lainnya. Keakraban dan kedekatan ini mengalami elaborasi sehingga akan melahirkan dua kleompok besar. Kelompok pertama mendasarkan pengalamannya kesufiannya dengan pemahaman yang sederhana dan dapat difahami oleh manusia pada tataran awam, dan pada sisi lain akan melahirkan pemahaman yang kompleks dan mendalam,dengan bahasa- bahasa simbolik - filosofis. Pada pemahaman yang pertama
kemudian melahirkan tasawuf sunni, yang tokoh - tokohnya anatar lain Al Junaid, Al Qusyairi, dan Al Ghazali. Sedangkan pemahaman yang kedua menjadi tasawuf falsafi, yang tokoh - tokohnya antaa lain Abu Yazid Al Busthami, Al Hallaj, Ibnu Arabi, dan Al Jilli. Dikalangan penganut tasawuf falsafi itu lahirlah teori - teori seperti fana, baqa dan ittihad ( yang dipelopori oleh Abu YAzid Al Busthami,Hulul (yang dipelopori oleh Al HAllaj), Wahdat Al Wujud (yang dipelopori oleh Ibn Arabi), Insan Kamil (yang dipelopori oileh Al Jilli), yang tidak diakui oleh kalangan tasawufs unni. Kendati sufi sunni juga mengakui kedekatan manusia dengan Tuhannya, hanya saja masih dalam batas- batas syariat yang tetap membedakan manusia dengan TUhan. Teori - teori tersebut lahir karena kaum sufi falsafi mengakui " kebersatuan" itu, dengan alasan bahwa manusia adalah manusia, sedangkan Tuhan adalah Tuhan, yang tidak mungkin dapat bersatu antar keduanya. Konsekuensi terhadap adanya faham"kebersatuan" yang diajarkan kaum sufi falsafi itu membuat mereka melacak asal - usuldirinya dan segala wujud yang ada. Menurut mereka, manusia sebagai makhluk sempurna merupakan pancaran atau turunan dari wujud sejati yang menurunkan wujud - wujud-NYA dari alam rohani ke alam materi dalam bentuk manifestasi wujud secara berurutan (gradasi wujud, hierarki wujud). Proses penurunan wujud ini dalam perbendaharaan sufi dinamakan dengan tanazzul, yang dikenal melalui bentuk poenyingkapan diri (tajalli), baik tajalli dzati (ghaib) maupun tajalli syuhudi seperti yang dikonsepsikan oleh Ibnu Arabi. Konseptanazil dan tajalli ini juga dapat ditemukan dalam pemikiran Al Jilli. Menurutnya proses tanazzul berupa tajalli Tuhan yang berlangsung secaraterus - menerus pada alam semseta terdiri atas lima martabat secaraberturu - turum yaitu uluhiyyah, ahadiyyah, wahidiyah, rahmaniyah, rububiyah. Kelihatanya konsep seperti ini mirip dengan teori emanasi dari Al Farabi. Pada akhirnya kedua Konsep pemikiran tentang tanazzul tadi, baik Ibn Arabi maupun Al Jilli memiliki pandangan yang sama, yaitu bahwa manusia sebagai manifestasi Tuhan merupakan akhir dari manifestasi-Nya dan sekaligus menjadi titik tolak untuk mengenal dan kembali kepadaNya. Dengan mengenali diri manusia maka Tuhan akan dikenal karena segenap citraNya telah terangkum dalam dirri manusia itu sendiri sebagai manusia sempurna (insan Kamil). Inilah yang dimaksud
dengan ungkapan yang banyak digunakan oleh kaum sufi,"barang siapa yang mengeal dirinya maka ia akan mengenal Tuhannya. Selain
penggambaran
tanazzul
yang
telah
disebutkan
diatas,
terdapat
penggambaran lain yang khas yang digambarkan lewat dunia wujud atau alam - alam ('awalim) wujud. Penggamabaran tersebut dilihat dari sudut pandang perwujudan dan diperoleh ma'rifat yang diistilahkan dengan al hadharat (kehadiran - kehadiran), meliputi martabat asasi bagi wujud alam semesta yang tersusun dari tajalli - tajalli. Penggambaran yang dianggap paling sistematis dari al hadharat, seperti yang disampaikan oleh Abu Thalib Al MAkki (wafat 368 H / 996 M ) adalah Huhut ( Esensi atau realitas absolut ), Lahut ( realitas being yakni Tuhan atau Pribadi Tuhan ), Jabaraut (alam malaikat), Malakut (alam gaib) dan Nasut (alam manusia). Teori - teori tentang tanazzul dan tajalli yang dikemukakan para tokoh sufi falsafi diatas ternyata pada perkembangan sejarahnya tersebar luas hampir keseluruh dunia Islam seiring dengan tersebar dab berkembangnya agama ISlam ke seluruh pelosok dunia, termasuk ke Indonesia. Adapun di Indonesia, teori tanazzul yang berdasar pada konsep - konsep pemikiran Ibn Arabi dan Al Jilli itu kemudian mengkristal menjadi konsep Martabat Tujuh.KOnsep ini merupakan tingkatan - tingkatan perwujudan melalui tujuh tingkat martabat, yaitu ahadiyah, wahdah, wahidiyah, alam arwah, alam mitsal, alam ajsam dan alam insan. Martabat - martabat ahadiyah, wahdah dan wahidiyah disamakan juga dengan maratib al ilahi (jabatan - jabatan Tuhan) . Pada Maratib Ilahi itu, martabat wahdah sebagai perantara yang menghubungkan anatara ahdiyah dan martabat wahidiyah yang tidak dikenal dalam teori - teori tanazzul sebelumnya. Martabat alam arwah, alam mitsal dan alam ajsam disebut juga dengan maratib al kawni (jabatan - jabatan duniawi). Sedangkan pada martabat insan terkumpul semua martabat yang ada sebelumnya (al jami) dan dipandang sebagai martabat yang sempurna. Oleh karena itu dalam martabat ini terdapat insan kamil sebagai wadah tajalli Tuhan yang sempurna. Konsep Martabat Tujuh yang masih sangat terkait dengan pemikiran Ibnu Arabi dan Al Jilli itu diterima dan dikembangkan oleh para tokoh sufi dari berbagai daerah di Indonesia, misalnya Syamsuddin As Sumatrani (dari Pasai Aceh), Abd. Ra'uf As Sinkli
(Singkil Aceh), Abd Shamad Al Palimbani (Palembang - Sumatera Selatan), Abd. Muhyi Pamijah (Jawa Barat), dan Muhammad Aidrus (Buton - Sulawesi). Mereka mengembangkan pemikiran sufistik Indonseia dengan wacana dan pendekatan tarekat atrekat yang menyertainya. Pemikiran-pemikiran tasawuf fasafi diatas tidak lantas begitu saja diterima oleh tokoh - tokoh tasawuf sunni. Golongan yang disebut kedua ini bahkan menolak pemikiran - pemikiran tasawuf yang filosofis karena menurut mereka hal itu akan membawa kerncedrungan pantheisme. Dan ternyata ada tokoh yang mengklaim para penganut martabat tujuh dan wujudiyah sebagai kufur atai zindik. Polemik di anatar kedua kubu penganut tasawuf ini begitu mewarnai sejarah perkembangan dan pemikiran tasawuf di Indonesia, sejalan dengan proses masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia. Berdasarkan hal diatas , perkembangan Islam di Indonesia sangat terkait sejarah dan pemirian tasawuf. Atau dengan kata lain penyebaran Islam di Nusantara tidak dapat dipisahkan dari tasawuf. Bahkan " Islasm Pertama " yang dikernal di Nusantara ini sesungguhnya adalah Islam yang disebarkan dengan sufistik. Para penyebar Islam di Indonesia itu umunya pada Da'i yang memiliki pengetahuan dan pengamalan tasawuf. Dianatar mereka juga banyak yang menjadi pangamal dan penyebar tarekat di Indonesia.
BAB III KESIMPULAN • Zuhud adalah fase yang mendahului tasawuf. •
Munculnya aliran –aliran zuhud pada abad I dan II H sebagai reaksi terhadap hidup mewah khalifah dan keluarga serta pembesar – pembesar negara sebagai akibat dari kekayaan yang diperoleh setelah Islam meluas ke Syiria, Mesir, Mesopotamia dan Persia. Orang melihat perbedaan besar antara hidup sederhana dari Rasul serta para sahabat.
•
Pada akhir abad ke II Hijriyyah peralihan dari zuhud ke tasawuf sudah mulai tampak. Pada masa ini juga muncul analisis –analisis singkat tentang kesufian. Meskipun demikian,menurut Nicholson,untuk membedakan antara kezuhudan dan kesufian sulit dilakukan karena umumnya para tokoh kerohanian pada masa ini adalah orang – orang zuhud. Oleh sebab itu menurut at-taftazani,mereka lebih layak dinamai zahid daripadasebagai sufi.
DAFTAR PUSTAKA 1. Aceh, Abu Bakar, Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawuf, Solo, Ramadhani,1984. 2. Al-Taftazani, Abu al-Wafa, al-Ghanimi, Madkhal ila al-Tasawwuf al-Islamy, Qahirah, Dar al-Tsaqafah , 1979. 3.
Al-Tusi, al-Luma’, Mesir,dar al-Kutub al-Hadisah,1960.
4. Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jakarta, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1993. 5. Hasan, Abd-Hakim, al-Tasawuf fi Syi’r al-Arabi,Mesir,al-Anjalu alMisriyyah,1954. 6. Ahmad Warson Munawir, Al-Munawir : Kamus Arab – Indonesia, PP. Al-Munawiwir, Yogyakarta, 1984, hlm. 626.