BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Provinsi Gorontalo dibentuk berdasarkan Undang-undang RI Nomor 38 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Gorontalo. Wilayah administrasi Provinsi Gorontalo pada awal terbentuknya memiliki 2 (dua) kabupaten dan 1 (satu) kota, yaitu Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Boalemo dan Kota Gorontalo. Selanjutnya pada tahun 2003, berdasarkan Undang-undang RI Nomor 6 Tahun 2003 terbentuk Kabupaten Pohuwato dan Bone Bolango. Pada tahun 2007 berdasarkan Undang-undang RI Nomor 11 Tahun 2007 terbentuk Kabupaten Gorontalo Utara. Dengan demikian sampai dengan tahun 2012 wilayah adiministrasi Provinsi Gorontalo menjadi 5 (lima) kabupaten dan 1 (satu) kota. Luas Wilayah Provinsi Gorontalo 12.215.44 KM2 atau seluas 0,63 persen dari luas wilayah Indonesia. Batas administrasi Sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Utara dan sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Tengah. Jumlah Penduduk Provinsi Gorontalo berdasarkan Data Badan Pusat Statistik Provinsi Gorontalo Tahun 2011 sebanyak 1.040.164 orang dengan laju pertumbuhan penduduk 2,28 persen pertahun. Perekonomian Provinsi Gorontalo menunjukan Performa pertumbuhan yang cukup signifikan yaitu 2011 mencapai 7,68 % atau berada di atas pertumbuhan ekonomi nasional dengan PDRB per kapita mencapai Rp. 8.612.114,00. Kontribusi PDRB didominasi oleh sektor pertanian (29,59%), sektor jasa-jasa (27,52%), sektor perdagangan, hotel dan restoran (10,31%), sektor keuangan, perumahan, dan jasa perusahaan (10,19%). Sementara sektor lainnya hanya memberikan sumbangan kurang dari 10%. (Anonimous, 2012). Pertumbuhan ekonomi yang dipengaruhi oleh pembangunan infrastruktur dasar, peningkatan daya beli masyarakat, penurunan angka kemiskinan, dan berkembangnya
investor
yang
berinvestasi
di
Provinsi
Gorontalo.
Namun
demikian tantangan yang terbesar perlu menjadi perhatian adalah ketersediaan SDA, dan daya dukung, daya tampung lingkungan.
I-1
Selama kurun waktu 2001 sampai dengan 2012, degradasi lingkungan dan bencana alam terjadi dibeberapa wilayah Provinsi Gorontalo. Berbagai program dan kegiatan telah dilaksanakan sejak terbentuk SKPD yang
berwenang
menangani permasalahan lingkungan hidup pada tahun 2004, akan tetapi laju pencemaran dan kerusakan lingkungan ini belum optimal dapat ditangani SKPD yang berwenang di bidang lingkungan hiddup, baik pada tataran kabupaten/kota maupun di tingkat provinsi. Undang - undang
No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai payung dasar sekaligus acuan bagi Pemerintah
Daerah
Disamping itu
untuk
melaksanakan
pengelolaan
lingkungan
hidup.
penetapan jenis dan target pelayanan bidang lingkungan hidup
melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 19 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Lingkungan Hidup Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota serta Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 20 Tahun 2008 tentang Juknis Standar Pelayanan Minimal Bidang Lingkungan Hidup Daerah Provinsi maka, akan jelas bagi Pemerintah Daerah Provinsi, kabupaten/kota untuk melaksanakan jenis pelayanan minimal di bidang lingkungan hidup. Penetapan
Standar
Pelayanan
Minimal
(SPM)
ini
bukan
berarti
menghapuskan kewajiban daerah untuk melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup lainnya, karena SPM hanya sebagian kecil kewajiban dan tanggungjawab yang diemban pemerintah, masih ada kewajiban dan tanggung jawab lain seperti yang dicantumkan dalam PP 38/2007. Pemanfaatan sumber daya alam diharapkan dapat memacu pembangunan daerah di lain pihak juga diharapkan lestari sehingga pembangunan dapat berkelanjutan. Pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang tidak dilakukan sesuai dengan daya dukungnya dapat menimbulkan krisis pangan, krisis air, krisis energi dan kerusakan lingkungan. Sumberdaya alam di Provinsi Gorontalo saat ini menghadapi tantangan dan tekanan yang semakin kuat. Beberapa permasalahan lingkungan hidup di Provinsi Gorontalo yang harus segera ditangani adalah kerusakan Danau Limboto, penurunan kualitas air sungai dan danau akibat erosi, penambangan emas tanpa izin (PETI), perusakan hutan dan lahan, kerusakan terumbu karang dan mangrove, rendahnya tingkat ketaatan
kegiatan
dan
atau
usaha
untuk
melakukan
upaya
pengelolaan
lingkungan, kebersihan dan kehijauan kota (clean and green city) yang belum
I-2
merata antar
Kabupaten/Kota, kesadaran masyarakat terhadap kelestarian
lingkungan hidup masih rendah, longsor dan banjir yang terjadi setiap tahun.
Gambar 1.2. Danau Limboto di desa Hutuo tahun 2012. Danau Limboto yang merupakan salah satu ‘landmark’ ekosistem Provinsi Gorontalo sudah dalam kondisi kritis. Danau ini terletak di DAS sungai Bone Bolango, berada di ketinggian 4,5 m diatas permukaan laut (dpl) dan memiliki luas ± 3000 ha (penelitian tahun 2002). Penelitian terdahulu pada tahun 1962 melaporkan luas Danau Limboto jauh lebih besar yakni 4250 ha. Ini merupakan sebuah degradasi ekosistem yang sangat memprihatinkan. Danau Limboto yang dikelilingi oleh 5 (lima) Kecamatan dan muara dari 5 sungai besar setiap tahun mengalami penyusutan luas dan pendangkalan. Penyebab utamanya adalah kurangnya air yang tertahan dan sedimentasi akibat penggundulan hutan di bagian hulu. Berbagai aktivitas masyarakat di sekitar dan di dalam kawasan danau mengancam dan memperburuk kelestarian fungsi danau terutama illegal logging, penimbunan sampah, dan illegal fishing. Sementara itu sebagian wilayah permukaan danau sudah ditempati oleh masyarakat. Hasil monitoring kualitas air danau menunjukkan beban pencemaran organik yang tinggi seperti terlihat pada kandungan oksigen terlarut pada air danau berkisar 1,7 mg/l s.d. 5,9 mg/l. Hasil pengukuran kualitas air danau limboto oleh BALIHRISTI bekerjasama dengan PUSARPEDAL-Kementerian Negara Lingkungan Hidup menunjukkan bahwa tiga parameter kimia kadarnya
telah berada diatas
baku mutu kelas II Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 di seluruh lokasi yang di pantau yaitu: sulfida, fenol,dan oksigen terlarut. Semakin luasnya tutupan gulma eceng gondok di permukaan air danau menjadi pencemar biologis yang semakin mempercepat pendangkalan danau Limboto.
I-3
Pencemaran kimiawi dan biologis, okupasi wilayah danau oleh masyarakat, serta penangkapan dan budidaya ikan yang tidak ramah lingkungan masih terus berlangsung. Akibatnya fungsi-fungsi ekologis, ekonomis, dan sosial dari danau tidak optimal. Masalah-masalah yang ada ini jika tidak segera ditangani, maka diperkirakan kurang dari 25 tahun ke depan Danau Limboto akan punah. Fungsifungsi danau akan hilang seperti sumberdaya perikanan air tawar bagi penduduk sekitarnya dan sebagai penyangga kehidupan dan tata air bagi masyarakat di bantaran sungainya. Provinsi Gorontalo memiliki banyak sungai kecil dan besar. Diantaranya yang utama adalah Sungai Bone, Sungai Bolango, Sungai Paguyaman, Sungai Buladu, dan Sungai Taluduyunu. Beberapa diantara sungai-sungai ini telah mengalami pencemaran mulai dari tercemar ringan sampai tercemar sedang. Kerusakan sungai berupa sedimentasi akibat berbagai kegiatan di segmen hulu seperti peladangan yang berpindah-pindah, pembuangan limbah domestik dari pemukiman yang padat di daerah sempadan sungai, dan kegiatan Pertambangan Emas Tanpa Ijin (PETI). Masyarakat di sekitar sungai masih membuang limbah rumah
tangga
dan
limbah
kegiatan PETI langsung ke badan air
mengakibatkan
kualitas
air
sungai.
turunnya Hal
ini
tampak dari peningkatan kadar Hg,
BOD,
COD,
E.
coli
dan
Colifom. Selain faktor tersebut di atas untuk Sungai Paguyaman penurunan kualitas sungai juga disebabkan
aliran
limbah
dari
Gambar 1.3. Sungai Bone dilihat dari Jembatan Gantung Tulabolo (Balihristi 2011).
Pabrik Gula PT. Tolangohula.
I-4
Berdasarkan hasil perhitungan Status Mutu Air Tahun 2012 untuk baku mutu
air
kelas
menggunakan
II
dengan
Metode
Pencemaran,
Indeks Sungai
Gambar 1.4. Sungai Buladu
Paguyaman pada bagian hulu Cemar Sedang, bagian
tengah
Cemar Ringan dan bagian hilir Cemar Ringan. Sementara itu Sungai Biyonga yang menjadi sumber air minum (ABAM) bagi masyarakat
Kabupaten
Gorontalo memiliki Status Mutu air
yaitu
pada
bagian
hulu
Cemar Ringan, bagian tengah Cemar Ringan dan bagian hilir Cemar
Ringan
sedangkan
Sungai Bone memiliki Status Mutu air yaitu pada bagian hulu Cemar Ringan, bagian tengah Cemar Ringan dan bagian hilir Cemar Ringan, juga sungai ini telah mengalami pendangkalan akibat sedimentasi di bagian hulu hingga hilir sehingga sering menimbulkan banjir di Kota Gorontalo yang berada pada kawasan rendah di bagian hilirnya. Di bagian muara terbentuk delta yang meluas sehingga menganggu aktifitas pelabuhan di Kota Gorontalo. Pada bagian lain di Kabupaten Goronyalo, Sungai Totopo sesuai hasil penelitian
Badan
Penelitian,
Pengembangan,
dan
Pengendalian
Dampak
Lingkungan Daerah (Balitbangpedalda) Propinsi Gorontalo pada Tahun 2005 menyimpulkan bahwa Sungai Totopo di Bumela telah tercemar logam berat Merkuri (Hg) yang diakibatkan oleh kegiatan PETI. Kandungan Merkuri pada sampel air mencapai 0,010 mg/l, melebihi ambang batas kandungan Merkuri yang dipersyaratkan pada PP 82 diakibatkan oleh kegiatan PETI yaitu 0,002 mg/l. Penelitian lain yang dilakukan oleh Pusat Studi Lingkungan Hidup (PSLH) Institut Teknologi Bandung (ITB) Tahun 2006 menyimpulkan bahwa 2 (dua) sungai lainnya
di
Provinsi
Gorontalo,
yaitu:
Sungai
Motomboto
dan
Mopuya
di
Kecamatan Suwawa dan Bone Pantai yang juga telah tercemar logam Merkuri/air raksa (Hg). Pada kualitas tanah umumnya tanah kritis di Provinsi Gorontalo adalah lahan yang tidak pernah digunakan karena keadaan fisik tanah curam, lalu
I-5
menjadi tempat aktivitas penambangan galian C, berupa pasir gunung dan produksi batu bata. Beberapa penduduk masih melaksanakan aktifitas pertanian secara intensif dilahan-lahan kritis tanpa adanya perlakuan konservasi. Hal ini berimplikasi kerusakan lingkungan khususnya bentangan lahan di
daerah
tersebut dan dampak negatif bagi daerah di bawahnya. Secara umum, lahan kritis merupakan salah satu indikator adanya degradasi lingkungan, sebagai akibat dari berbagai jenis pemanfaatan sumberdaya lahan yang kurang bijaksana di dalam Unit Daerah Aliran Sungai (DAS). Lahan kritis yang terdapat di dalam suatu DAS, sebagaimana karakter dari ruang DAS itu sendiri disamping mempunyai
dampak
lokal
yaitu
produktivitas
lahan
dan
kesejahteraan
masyarakat rendah, juga mempunyai efek eksternal seperti kejadian banjir, tanah longsor dan rusaknya berbagai fasilitas publik di bagian hilir. Kejadian bencana alam yang sering terjadi di Provinsi Gorontalo adalah banjir. Lokasi yang terparah adalah wilayah Kota Gorontalo. Masalah utama terjadi bencana banjir setiap tahun di Kota Gorontalo yaitu adalah penyusutan dan pendangkalan sebagian besar daerah di Danau Limboto lalu beralih menjadi pemukiman dan lahan pertanian, dan kerusakan pada DAS Bolango- Bone. Masalah
sampah
masih
menjadi
persoalan
yang
tiada
hentinya.
Pertambahan penduduk dan arus urbanisasi yang pesat telah menyebabkan timbulan sampah pada perkotaan semakin tinggi dan harus dikelola setiap hari. Di satu sisi kemampuan pemerintah rendah sementara di sisi lain kesadaran masyarakat juga rendah. Bahkan sebagian masyarakat menganggap bahwa masalah sampah tanggung jawab pemerintah semata. Sebagian masyarakat juga beranggapan
sampah bukanlah masalah
bila tidak
berada di
sekitarnya.
Walaupun pemerintah Daerah Kota Gorontalo telah memberikan pelayanan dengan memungut retribusi sampah yang rendah namun kesadaran masyarakat dapat dikatakan masih belum optimal mengenai masalah sampah. Pengangkutan sampah ke TPA juga terkendala jumlah kendaraan yang kurang mencukupi dan kondisi peralatan yang sudah tua. Masalah lainnya adalah pengelolaan TPA yang tidak
sesuai
dengan
kaidah-kaidah
yang
ramah
lingkungan
dan
belum
diterapkannya pendekatan reduce, reuse dan recycle (3 R). Luas keseluruhan ruang terbuka hijau, baik Taman Kota maupun Hutan Kota yang ada di Kota Gorontalo sesuai dengan Profil Kota sebesar 8,39 Ha yang terdiri atas : Taman Kota berjumlah 21 buah dan yang dinilai hanya satu yaitu Taman Taruna Remaja karena taman ini dapat diakses oleh masyarakat umum
I-6
sedangkan yang lain hanya merupakan pemanfaatan ruang sudut-sudut kota. Kawasan Hutan Kota sebagaimana SK Walikota No. 359 Tahun 2004 Tentang Penetapan Kawasan Hutan Kota di Kota Gorontalo. Dampak positif atau manfaat ruang terbuka hijau antara lain penambahan O2, penambahan kelembaban udara dan peningkatan kelestarian air. Manfaat regulatif terdiri atas penurunan suhu, meredam kebisingan, memperkecil silau cahaya, perlindungan tanah, mengurangi polusi udara dan menjaga kondisi lingkungan dan manfaat fisiologi antara lain berupa keindahan serta kesehatan fisik dan mental manusia. manfaat hutan kota disamping manfaat yang bersifat ekonomis juga ada manfaat yang bersifat non ekonomis. Manfaat yang bersifat ekonomis misalnya dengan dikembangkan dan terwujudnya hutan kota, maka dapat menarik wisatawan baik domestik maupun asing untuk menikmatinya. Sedangkan manfaat yang bersifat non ekonomis misalnya
dapat
menambah
keindahan
kota,
penangkal
gangguan
alam,
penangkal polusi, sarana kesahatan, olah raga, rekreasi dan wisata serta sebagai daerah resapan air Masih rendahnya kesadaran masyarakat dan para pemangku kepentingan dalam pengelolaan lingkungan terlihat dengan masih kentalnya persepsi
bahwa
pengelolaan lingkungan hidup merupakan tugas dan tanggung jawab dari institusi lingkungan saja. Padahal pengelolaan lingkungan hidup pada dasarnya merupakan tangung jawab semua pihak dan harus terintegrasi dengan setiap kegiatan yang dilaksanakan
oleh
semua
instansi
pemerintah,
industri,
Disamping itu bagi dunia usaha masih ada anggapan
dan
masyarakat.
bahwa pengelolaan
lingkungan hidup sebagai penambahan beban biaya dan belum diinternalisasikan sebagai komponen biaya yang merupakan bagian dari biaya produksi barang/jasa yang dihasilkan. Berlakunya Otonomi Daerah juga menyebabkan pembangunan daerah lebih dititikberatkan pada pertumbuhan sektor ekonomi yang berorientasi jangka
pendek.
Pembangunan
bidang
lingkungan
hidup
dipandang
lebih
berorientasi jangka panjang. Kondisi tesebut menyebabkan program-program pengelolaan lingkungan hidup dinomorduakan dan kalah dari program lain karena sering diangap mempunyai dampak yang tidak langsung tehadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Berangkat dari hal tersebut diatas, maka Pemerintah Provinsi Gorontalo memandang bahwa pelayanan bidang lingkungan ke pada masyarakat
sudah
menjadi
ditingkatkan
sesuai
kondisi
keharusan daerah
perundangan yang berlaku.
I-7
sehingga
serta
tetap
lebih
diperhatikan
memperhatikan
dan
peraturan
B.
DASAR HUKUM
1. Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. 2. Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan
antara
Pemerintah,
Pemerintah
Daerah
Provinsi
dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.
4. PP Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara. 5. PP Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
6. PP Nomor 65
Tahun 2005 Tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan
Standar Pelayanan Minimal (SPM) umum.
7. PP Nomor 79 Tahun 2005 Tentang Pedoman Pembinaan
dan Pengawasan
Penyelenggaraan Pemerintah Daerah.
8. Permedagri Nomor 79 Tahun 2007 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pencapaian Standar Pelayanan Minimal (RP-SPM).
9. Permen LH Nomor 19 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Lingkungan Hidup Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota.
10. Permen LH Nomor 20 Tahun 2008 tentang Juknis Standar Pelayanan Minimal Bidang LH Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota.
C. KEBIJAKAN UMUM Periode kepemimpinan 2012-2017 telah menetapkan visi dan misi Provinsi Gorontalo sebagai landasan dalam melaksanakan pembangunan. Visi Provinsi Gorontalo adalah “ Terwujudnya Percepatam Pembangunan Berbagai Bidang serta Peningkatan Ekonomi Masyarakat yang Berkeadilan di Provinsi Gorontalo”. dengan Misi yaitu: 1. Meningkatkan
ekonomi
atas
dasar
optimalisasi
potensi
kewilayahan,
mendorong laju investasi, percepatan pembangunan infrastruktur pedesaan, sekaligus mengembangkan potensi unggulan dengan mengakselerasi secara cerdas terhadap pencapaian kesejahteraan rakyat. 2. Meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia melalui pendekatan kesesuaian keahlian serta pemenuhan mutu kualitas penyelenggaraan Pendidikan dan Kesehatan.
I-8
3.
Mengembangkan manajemen pengelolaan potensi sumber daya Kelautan, Pertanian, Peternakan, kehutanan, Danau Limboto dan potensi lingkungan lainnya yang lebih baik, saling terintegrasi serta lestari demi kepentingan kemakmuran masyarakat.
4.
Mengembangkan nilai-nilai religi, dalam kehidupan beragama yang rukun penuh
kesejukan
sekaligus
memelihara
keragaman
budaya.
Serta
memperkuat peran Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan terhadap anak, termasuk issue kesetaraan Gender dalam Pembangunan. 5.
Menciptakan sinergitas diantara Pemerintah Provinsi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota di Gorontalo dalam kaidah otonomi daerah sekaligus untuk meningkatkan kinerja pelayanan publik, menurunkan angka kemiskinan serta menjalankan sistem tata pemerintahan yang baik dalam rangka reformasi birokrasi.
Dalam rangka mewujudkan visi misi tersebut, maka telah ditetapkan 10 Tujuan Pembangunan Provinsi Gorontalo Tahun 2012-2017: 1. Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Daerah; 2. Menyediakan infrastruktur untuk Percepatan Pembangunan Daerah; 3. Meningkatkan Kualitas Pendidikan; 4. Meningkatkan Derajat Kesehatan Masyarakat; 5. Mengelola SDA dan Lingkungan untuk Kesejahteraan Masyarakat; 6. Peningkatan Kesejahteraan Sosial Masyarakat; 7. Memelihara Keragaman Agama dan Budaya; 8. Meningkatkan Peran Perempuan dan Kualitas Hidup anak; 9. Mengembangkan Good Governance dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 10. Pengentasan Kemiskinan.
D. ARAH KEBIJAKAN Permasalahan Lingkungan Hidup di Provinsi Gorontalo dikelola melalui Bidang Lingkungan Hidup pada Badan Lingkungan Hidup, Riset dan Teknologi Informasi (BALIHRISTI). BALIHRISTI Provinsi Gorontalo merupakan salah satu SKPD yang membantu tugas Gubernur dalam bidang pengendalian dampak lingkungan hidup, riset dan pengembangan teknologi informasi sesuai visi dan misi yang diembannya dalam rangka mewujudkan Visi Misi Provinsi Gorontalo.
I-9
Visi BALIHRISTI dalam mendukung tercapainya visi Pemerintah Provinsi Gorontalo adalah “Good Environmental Governance
2017, Kemandirian
Teknologi Spesifik 2015, Electronic Government 2017 (Gorontalo, Pemerintahan yang amanah berwawasan lingkungan)”. Misi
BALIHRISTI
dalam
mendukung
tercapainya
Misi
Pemerintah
Provinsi
Gorontalo yaitu: 1. Mewujudkan Pemerintahan yang berwawasan lingkungan tahun 2017 (Good Environmental Governance 2017) melalui inovasi pengelolaan lingkungan hidup. 2. Menghasilkan inovasi-inovasi pemerintahan dan pembangunan daerah melalui riset dan pengembangan. 3. Mewujudkan Electronic Government 2017. Sehubungan dengan target mewujudkan visi misi yang diemban BALIHRISTI, Program Bidang Lingkungan Hidup pada kurun waktu 2012 – 2017 adalah: 1.1.
Program Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup a) Clean and Green City Kota Sehat/Adipura. b) Mitigasi dan Adaptasi Lingkungan. c) Penaatan dan Penegakkan Hukum dan HAM Lingkungan. d) Program Sekolah Adiwiyata. e) Pengembangan pengendalian/rehabilitasi lahan kritis f) Pengendalian dan pemulihan dampak lingkungan yang berbasis ekosistem. g) Pemantauan dan pengawasan dampak lingkungan hidup h) Pelaksanaan AMDAL dan UKL / UPL. i) Pengembangan
kapasitas
kelembagaan
dan
pelibatan
peran
serta
masyarakat dalam pengendalian dampak lingkungan. j) Peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia Lingkungan. 1.2.
Program Peningkatan Kualitas dan Akses Informasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup a) Menyusun Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD). b) Menyusun Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Daerah. c)
Akses Permasalahan Lingkungan Hidup Melalui Web to SMS dan media massa elektronik dan cetak
I-10
1.3.
Program Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Alam a) Penyelamatan Danau Limboto b) Penataan Danau Limboto c)
Konservasi SDA terkoordinasi dengan instansi terkait dan masyarakat
d) Konservasi berbasis ekonomi kerakyatan Dalam pencapaian pelaksanaan program, maka harus ada standar untuk mengukur ketercapaiannya. Salah satunya adalah Standar Pelayanan Minimal (SPM). Standar Pelayanan Minimal bidang lingkungan hidup adalah tolok ukur untuk
mengukur
kinerja
pelayanan
di
bidang
diselenggarakan oleh Daerah Provinsi Gorontalo. SPM Daerah
Provinsi
Gorontalo
untuk
lingkungan
hidup
yang
Bidang Lingkungan Hidup
menyelenggarakan
pelayanan
di
bidang
adanya
dugaan
lingkungan hidup sesuai dengan SPM terdiri atas: 1. Pelayanan informasi status mutu air 2. Pelayanan informasi status mutu udara ambien; dan 3. Pelayanan
tindak
lanjut
pengaduan
masyarakat
akibat
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. Berdasarkan sasaran, strategi, kebijakan, program maupun prioritas pembangunan Provinsi Gorontalo yang telah ditetapkan, sehingga secara tidak langsung menunjukkan urusan SPM bidang lingkungan hidup merupakan bagian dari pelaksanaan program bidang lingkungan hidup yang telah ditetapkan untuk tahun 2012-2017.
I-11
BAB II PENERAPAN DAN PENCAPAIAN SPM BIDANG LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI
A. PELAYANAN INFORMASI STATUS MUTU AIR 1.
Jenis Pelayanan Dasar Umumnya kualitas air sungai di Gorontalo statusnya masih baik, kecuali sungai-sungai yang mendapat tekanan cukup tinggi baik oleh kegiatan domestik, industri, pertambangan, pertanian maupun aktifitas budidaya perikanan oleh masyarakat. Secara visual sungai-sungai di Gorontalo kondisinya cukup bersih namun berdasarkan hasil pemantauan yang secara berkala dilaksanakan setiap tahun
menunjukkan beberapa parameternya diatas ambang batas. Penyebab
kondisi ini dapat disebabkan pengaruh alami maupun kontribusi berbagai sumber pencemaran. Dalam rangka penetapan status mutu air dilakukan beberapa tahapan kegiatan yang penting dalam rangka pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, karena akan menjadi titik tolak untuk pelaksanaan suatu program/kegiatan selanjutnya. Untuk memberikan informasi tentang status mutu air agar lebih akurat sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 30 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian
Pencemaran,
perlu
dilaksanakan
beberapa
kegiatan
mencakup: a. Penetapan PERDA Pengendalian Pencemaran Air Dalam rangka pelayanan kualitas air di Provinsi Gorontalo, Pemerintah Provinsi Gorontalo telah menetapkan Peraturan Daerah Tahun 2004 tentang Pengendalian Pencemaran Air. b. Pemantauan Kualitas Air Pelaksanaan pemantauan kualitas air khususnya air sungai dilaksanakan secara rutin oleh Balihristi dengan pelibatan BLH/KLH kabupaten/kota sejak Tahun 2005 sampai dengan sekarang. Lokasi titik pantau adalah sungaisungai yang lintas kab/kota, sungai strategis sebagai sumber air baku air minum.
II-1
c. Pengendalian Sumber Pencemar Pengendalian sumber pencemar dilaksanakan terkait dengan pelaksanaan pemantauan kualitas air, baik yang bersifat teknis maupun administratif terhadap kegiatan dan atau usaha yang berpotensi mencemari sungai secara rutin bekerja sama dengan laboratorium yang terakreditasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dengan melibatkan Badan/Kantor Lingkungan Hidup kabupaten/kota. d.
Evaluasi dan Analisa Data Evaluasi dan analisa untuk mengetahui status mutu air, maka dilakukan Perbandingan dengan bakumutu dilakukan dengan pengkajian parameter kunci saja dan parameter yang cukup dominan diatas ambang batas, yaitu BOD, COD, DO, TSS, Total Phospat dan
Coliform. Analisis dilakukan pada
titik-titik sample yang parameter tersebut diatas ambang batas yang ditetapkan (kecuali DO) Peraturan Pemerintah No.
82 tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
2. Indikator Status Mutu Air Indikator dan nilai SPM Bidang Lingkungan air serta Batas Waktu Pencapaian SPM Bidang Lingkungan Hidup tahun 2013 dan pelaporannya dilaksanakan pada tahun 2014. Sungai yang di pantau sejumlah 8 sungai strategis, yaitu: Anggaran APBD: 1. Sungai Bone (Air Baku Air Minum) 2. Sungai Biyonga (Air Baku Air Minum) 3. Sungai Paguyaman (Lintas Kabupaten) 4. Sungai Taluduyunu (Air Baku Air Minum) 5. Sungai Buladu (Diusulkan Kabupaten Gorontalo Utara) 6. Sungai Bolango (Air Baku Air Minum) Anggaran APBN (dekonsentrasi) 1. Sungai Andagile 2. Sungai Randangan
3.
Target dan Realisasi Pencapaian Status Mutu Air Standar Pelayanan Minimal (SPM) sebagaimana yang digariskan oleh Pemerintah melalui Kementerian Negara Lingkungan Hidup yang tertuang dalam Peraturan
II-2
Menteri Negara Lingkungan hidup Nomor 19 Tahun 2008, untuk Provinsi Gorontalo menetapkan target waktu pencapaian lebih besar dari pada yang ditetapkan oleh Pemerintah. Target yang ditetapkan Nasional dan Provinsi Gorontalo selama kurun waktu 2009 – 2014 adalah sebagai berikut:
Tabel A. 1. Target pencapaian dan realisasi SPM pelayanan informasi status mutu air
No 1
Jenis Pelayanan
Tahun
Provinsi Gorontalo (%) Target
Realisasi
2009
20
60
100
2010
40
70
100
3
2011
60
80
100
4
2012
80
90
100
5
2013
100
100
-
2
Informasi Status Mutu air
Target Nasional (%)
Keterangan: Seluruh Kabupaten & Kota (5 Kabupaten & 1 Kota) Terpantau
4.
Pelayanan informasi yang telah diberikan Layanan informasi yang diberikan berupa status mutu air sungai Provinsi Gorontalo setiap tahun disampaikan dalam melalui media cetak dalam bentuk leaflet atau Koran lokal, media elektronik TV dan Radio ataupun lewat web site dan Laporan Status Lingkungan Hidup (SLHD Provinsi Gorontalo).
5. Alokasi Anggaran Alokasi Anggaran untuk pelaksanaan Pelayanan Informasi Status Mutu Air disatukan dalam pelaksanaan program Pemulihan Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan dalam kegiatan Pemantauan Kualitas Lingkungan dengan anggaran yang mengalami peningkatan setiap tahun yaitu pada tahun 2009 sebesar Rp. 38.000.000,- dan pada tahun 2012 mencapai Rp.59.000.000,0.
Kegiatan
pemantauan sungai yang dilaksanakan satu kali dalam satu tahun pada tahun 2013 menjadi dua kali dalam satu tahun. Alokasi anggaran untuk Pelayanan Informasi Status Mutu Air secara lengkap dalam tabel berikut:
II-3
Tabel A.2. Alokasi Anggaran untuk Pelayanan Informasi Status Mutu Air Tahun APBD APBN Total 2009
Rp. 38.000.000,-
Rp 500.000.000,-
Rp 538.000.000,-
2010
Rp.41.500.000,-
Rp 500.000.000,-
Rp 541.500.000,-
2011
Rp.47.097.500,-
Rp 500.000.000,-
Rp 547.097.500,-
2012
Rp. 59.000.000,-
Rp. 304.025.000,-
Rp. 363.025.000,-
2013
Rp. 97.000.000,-
Rp. ,-lihat dekon 2013
Rp. 4.900.000.000,-
6. Dukungan Personil Dalam melaksanakan pemantauan kualitas air, Badan Lingkungan Hidup, Riset dan Teknologi Informasi (BALIHRISTI) Provinsi Gorontalo, bekerjasama dengan Balai Laboratorium Kesehatan Departemen Kesehatan Makassar. Personil yang bekerja sebagai tenaga pemantau kualitas air dan penetapan status mutu air adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) dilingkungan Badan Lingkungan Hidup, Riset & Teknologi Informasi (BALIHRISTI) Provinsi Gorontalo.
7. Permasalahan dan Solusi Dalam
pelaksanaan dari pelayanan Informasi Status Mutu Air, kendala
utama adalah belum adanya laboratorium khusus pada Badan lingkungan hidup, Provinsi
Gorontalo,
kebutuhan.
Sumber
Daya
Manusia
belum
tersedia
sesuai
Anggaran untuk pelaksanaan pemantauan kualitas air
dengan yang
bersumber pada APBD Tahun 2009 s/d 2012 untuk satu kali pemantauan. Sehubungan dengan permasalahan tersebut, maka Balihristi dalam melakukan pemantauan dan pengambilan sampling
air sungai dilaksanakan kerja sama
dengan unsur Laboratorium yang telah terakreditasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup. Pada tahun 2013 anggaran pemantauan kualitas air untuk dua kali pemantauan.
B. PELAYANAN INFORMASI STATUS MUTU UDARA
1. Jenis Pelayanan Dasar Berdasarkan hasil pemantauan kualitas udara di Provinsi Gorontalo menunjukkan bahwa kualitas udara di Provinsi Gorontalo baik karena masih berada di bawah baku mutu udara yang dipersyaratkan (Peraturan Pemerintah
II-4
No. 41 Tahun 1999 tentang Baku Mutu Udara Ambient Nasional), walaupun pertumbuhan masyarakat serta aktivitas industri semakin pesat. Hal ini disebabkan beberapa faktor antara lain jumlah penduduk yang masih rendah, aktivitas
industri,
serta
sarana
transportasi
masih
kurang.
Berdasarkan
pemantauan dilapangan kontribusi pencemar udara yang paling tinggi di Provinsi Gorontalo ini adalah dari sektor transportasi dan jumlahnya terjadi peningkatan dari tahun ketahun. Pertambahan penduduk, aktivitas industri dan bertambahnya sarana transportasi di Provinsi Gorontalo. Jenis pencemaran yang timbul akibat kegiatan transportasi adalah pencemaran udara berupa peningkatan kandungan karbon dioksida (SO2), Nitrogen dioksida (NO2), Nitrogen oksida (NOx) dan logam Pb akibat proses pembakaran kendaraan yang tidak sempurna utamanya kendaraan yang umur teknisnya sudah tua. Penurunan kualitas udara akan mobilisasi kendaran trasnportasi potensil menimbulkan dampak terhadap penurunan kualitas udara dan gangguan kesehatan masyarakat. Penurunan kualitas udara akan
berdampak
lanjut
terhadap
gangguan
kesehatan
masyarakat
yang
bermukim di sekitar jalur lalu lintas.
2.
Pelayanan informasi Status Mutu Udara Ambien.
a.
Indikator dan nilai SPM Bidang Lingkungan Udara serta Batas Waktu Pencapaian SPM Bidang Lingkungan Hidup. Lokasi Pemantauan Kualitas Udara Ambient Pemantauan kualitas udara ambient telah dilakukan pada semua Kabupaten dan Kota di Provinsi Gorontalo, yaitu: 1)
Kota Gorontalo
2)
Kabupaten Gorontalo
3)
Kabupaten Bone Bolango
4)
Kabupaten Gorontalo Utara
5)
Kabupaten Boalemo
6)
Kabupaten Pohuwato
Titik sampling di ambil pada lokasi yang mewakili transportasi, pemukiman, perdagangan dan pusat perkantoran sebanyak 19 lokasi. 3. Target Pencapaian SPM Pelayanan informasi Status Mutu Udara Ambien Target yang ditetapkan Nasional dan Provinsi Gorontalo selama kurun waktu 2009 – 2013 adalah sebagai berikut:
II-5
Tabel B.1.Target pencapaian dan realisasi SPM pelayanan informasi status mutu udara: No.
Jenis Pelayanan
Tahun
1
Informasi Status Mutu Udara Ambien
2009
Target Nasional 20%
Provinsi Gorontalo % Target Realisasi 100 % 100 %
2
2010
40%
100 %
100 %
3
2011
60%
80 %
100 %
4
2012
80%
90 %
100 %
5
2013
100%
100 %
-
Keterangan: Seluruh Kabupaten & Kota (5 Kabupaten & 1 Kota)Terpantau
4. Realisasi Pada melaksanakan
tahun
anggaran
pengukuran
2012,
status
BALIHRISTI mutu
udara
kabupaten/kota dari 6 (enam) kabupaten/kota
Provinsi ambien
Gorontalo di
6
telah
(enam)
yang ada di wilayah Provinsi
Gorontalo. Sehingga Informasi Status Mutu Udara Ambien telah terealisasi sebesar 100%, melebihi target yang ditetapkan yaitu 80% (Tabel B.1). 5. Alokasi Anggaran Jumlah belanja langsung yang ditetapkan melalui APBD dalam rangka penerapan dan pencapaian Pelayanan Informasi Status Mutu Udara Ambient SPM Bidang Lingkungan Hidup sebagai berikut:
Tahun
B.2. Alokasi Anggaran untuk Pelayanan Informasi Status Mutu Udara Ambien APBD APBN Total
2009
Rp. 58.000.000,-
X
Rp 58.000.000,-
2010
Rp.61.500.000,-
X
Rp 61.500.000,-
2011
Rp.67.097.500,-
X
Rp 67.097.500,-
2012
Rp. 69.000.000,-
X
Rp. 69.000.000,-
2013
Rp. 75.000.000,-
X
Rp. 75.000.000,-
II-6
6. Dukungan Personil Dalam melaksanakan pemantauan kualitas air, Badan Lingkungan Hidup, Riset dan Teknologi Informasi (BALIHRISTI) Provinsi Gorontalo, bekerjasama dengan Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Menular Departemen Kesehatan Manado. Personil yang bekerja sebagai tenaga pemantau kualitas air dan penetapan status mutu air adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) dilingkungan Badan Lingkungan Hidup, Riset dan Teknologi Informasi (BALIHRISTI) Provinsi Gorontalo. 7. Permasalahan dan Solusi Dalam
pelaksanaan dari pelayanan Informasi Status Mutu Air, kendala utama
adalah belum adanya laboratorium di daerah Gorontalo, lebih khusus lagi pada Badan lingkungan hidup, Provinsi Gorontalo, solusi yang diambil yaitu bekerja sama dengan Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Menular Departemen Kesehatan Manado. C. PELAYANAN
TINDAK
LANJUT
PENGADUAN
AKIBAT
ADANYA
DUGAAN
PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LINGKUNGAN 1. Jenis pelayanan dasar yang diberikan adalah pelayanan tindak lanjut pengaduan masyarakat akibat adanya dugaan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah hal yang sangat penting dalam rangka pencapaian pembangunan yang berkelanjutan.
Untuk
mewujudkan esensi pembangunan berkelanjutan, maka pemanfaatan sumberdaya alam perlu memperhatikan norma-norma kelestarian fungsi lingkungan. 2. Indikator dan Nilai SPM a.
Indikatornya adalah jumlah pengaduan masyarakat akibat adanya dugaan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang ditindaklanjuti. Sampai Tahun 2011 jumlah pengaduan yang masuk ada 4 aduan dan ditindaklanjuti 4 (semuanya).
b. Nilai SPM :
Jumlah pengaduan x 100 Jumlah yang ditindaklanjuti
4 x 100% = 100 % 4 3. Batas waktu pencapaian SPM bidang lingkungan secara nasional dan Provinsi Gorontalo
II-7
Tabel C.1 Batas waktu pencapaian. Batas waktu pencapaian Nasional Provinsi Gorontalo Sampai dengan tahun 2009
20 %
70%
Sampai dengan tahun 2010
40 %
75%
Sampai dengan tahun 2011
60 %
85%
Sampai dengan tahun 2012
80 %
95%
Sampai dengan tahun 2013
100 %
100 %
4. Target Pencapaian SPM Oleh Daerah Target
pencapaian
dan
realisasi
SPM
pelayanan
tindak
lanjut
pengaduan
masyarakat akibat adanya dugaan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan disajikan dalam Tabel C.2. Tabel C.2 Target pencapaian dan realisasi SPM pelayanan tindak lanjut pengaduan masyarakat akibat adanya dugaan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan. No
Jenis Pelayanan
Target
Realisasi
1
Tindak lanjut pengaduan masyarakat akibat adanya dugaan pencemaran dan atau perusakan lingkungan
70%
100%
5. Realisasi Kasus yang diadukan di tahun 2009 ada 3 dan ditindaklanjuti semuanya sehingga prosentase jumlah pengaduan masyarakat akibat adanya dugaan pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup yang ditindaklanjuti adalah 100% dari target yang ditetapkan 70%. Adapun kasus-kasus tersebut adalah: 1.
Pengaduan tentang tumpahan tetes tebu ke laut dari kapal di Pelabuhan Anggrek di desa Ilangata, Kec. Anggrek, Kab.Gorontalo Utara Kegiatan Lapangan Tim verifikasi bertemu dengan: 1. Bapak Okstivanus (Staf) kantor pelabuhan Anggrek; 2. Menghubungi Bapak Stanley (Kakanpel Pelabuhan Anggrek) dan Bapak Kasim (Kakanpel sebelumnya) via telepon untuk menanyakan dokumen AMDAL dan berita acara penanggulangan kejadian tumpahan tetes tebu pada bulan Desember 2009;
II-8
3. Verifikasi lapangan ke lokasi pelabuhan, termasuk melakukan pengambilan photo dan membuat Berita Acara Verifikasi Pengaduan.
Fakta dan Temuan Lapangan 1. Umum & Administrasi a). Pelabuhan Aggrek telah memiliki dokumen AMDAL yang disahkan pada tanggal 20 Desember 2005 oleh Kepala Balitbang Pedalda Provinsi Gorontalo; b). Pelabuhan Anggrek Gambar 2.1. Pelabuhan Anggrek merupakan pelabuhan nasional dan mulai beroperasi pada Tahun 1996; c). Penanggung jawab pelabuhan Anggrek adalah Dinas Perhubungan Provinsi Gorontalo dan Dirjen Perhubungan Laut. 2. Fakta dan Temuan Lapangan a). Pelabuhan Anggrek memiliki dokumen AMDAL yang disetujui pada tahun 2005; b). Ada rencana jangka panjang sampai dengan Th 2020 tentang peningkatan fungsi pelabuhan dari pelabuhan nasional menjadi pelabuhan internasional, namun hal ini belum dikoordinasikan dengan Balihristi Provinsi Gorontalo dan BLH Kabupaten Gorontalo Utara tentang revisi dokumen AMDAL; c). Pernah terjadi kebocoran dan tumpahan tetesan tebu dari kapal ke laut di sekitar dermaga pelabuhan Anggrek pada bulan Desember 2009, namun telah dilakukan penanggulangan oleh Adpel setempat berkoordinasi dengan Adpel Kota Bitung, namun tidak memiliki dokumen berita acara. Peristiwa kebocoran dan penanggulangan tersebut juga tidak diinformasikan dan dikoordinasikan dengan BLH Kab.Gorontalo Utara; d). Kantor Pelabuhan Anggrek tidak menyimpan dokumen AMDAL, jadi ada dugaan kuat pihak penanggung jawab pelabuhan tidak memiliki acuan dan tidak melakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan. e). Pelabuhan Anggrek tidak melaporkan pelaksanaan RKL dan RPL kepada Balihristi Provinsi Gorontalo dan BLH Kab. Gorontalo Utara. f). Belum memiliki penampungan bahan kimia dan bahan pelumas di sertai treatment. g). Belum melakukan pemantauan kualitas lingkungan (kualitas air) di kawasan sekitar pelabuhan seperti tertuang pada dokumen RPL.
II-9
h). Luas lahan pelabuhan, lahan darat 24,4 ha dan laut 37, 8 ha.
3.
Upaya yang dilakukan oleh Pemda Balihristi Provinsi Gorontalo telah melakukan pemantauan kualitas air laut disekitar pelabuhan pada tahun 2008 dan hasil analisa laboratorium masih memenuhi baku mutu air laut. Analisis Yuridis 1.
Pelabuhan Anggrek tidak melaksanakan pengelolaan dan pemantauan lingkungan sebagaimana tercantum dalam dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL). Hal ini telah melanggar RKL dan RPL Pelabuhan Anggrek dan Pasal 67 Undang-undang No. 32 Th 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang berbunyi :
Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
2.
Pelabuhan Anggrek tidak melaporkan pelaksanaan RKL dan RPL, Hal ini telah melanggar Pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah No.27 Th 1999 tentang AMDAL yang berbunyi: Pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan wajib menyampaikan laporan pelaksanaan rencana pengelolaan lingkungan hidup dan rencana pemantauan lingkungan hidup kepada instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan, instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan dan Gubernur
Saran Tindak Lanjut Memberikan surat rekomendasi kepada Kepala Kantor Pelabuhan Anggrek dengan tembusan Kepada Dirjen Perhubungan Laut yang pokok isinya agar Kepala Kantor Pelabuhan Anggrek : a. Memiliki dokumen AMDAL ( KA-ANDAL, ANDAL, dan RKL/RPL) dan menggunakan acuan dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan. b. Melaksanakan dan melaporkan pelaksanaan RKL dan RPL secara rutin kepada BLH Kab. Gorontalo Utara, Balihristi Provinsi Gorontalo, Deputi MENLH bidang Tata Lingkungan dan Kapusreg Sumapapua. c. Mengkoordinasikan rencana jangka panjang peningkatan fungsi pelabuhan kepada Balihristi Provinsi Gorontalo dan BLH Kab. Gorontalo Utara. d. Membuat Berita Acara pada setiap kejadian darurat seperti tumpahan tetesan tebu/minyak dll dan mengkoordinasikan dengan instansi terkait. 2.
Pengolahan air limbah pabrik pengolahan rumput laut di Desa Pongongaila, Kec. Pulubala, Kab. Gorontalo.
II-10
Kegiatan Lapangan Tim verifikasi bertemu dengan: 1. Bpk Gani (Bagian Produksi) pabrik; 2. Bpk Sutrisno (Wakil Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Gorontalo); 3. Bpk. Rony Kaluku (Direktur operasi PT. GFM) 4. Verifikasi lapangan ke lokasi kegiatan pabrik, termasuk melakukan pengambilan photo instalasi produksi dan pengolahan air limbah serta melakukan pengambilan air limbah di outlet IPAL. Fakta dan Temuan Lapangan 1. Umum & Administrasi a) Pabrik telah memiliki dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) yang disahkan pada bulan Desember Th 2008 oleh Kepala BLH Kabupaten Gorontalo; b) Menurut Bpk Gani (bagian produksi) dan Bpk Sutrisno (Wakadis Perikanan & Kelautan Provinsi Gorontalo). bahwa kegiatan pabrik mulai beroperasi pada bulan Pebruari th 2010 tidak bisa menunjukkan izin usaha pabrik; c) Pabrik tidak memiliki Izin Pembuangan air limbah dari Bupati Gorontalo; d) Pabrik pengolahan rumput laut ini merupakan kerjasama antara Dinas Perikanan & Kelautan Provinsi Gorontalo dengan PT.GFM dan Departemen Perikanan & Kelautan RI, namun belum ada serah terima aset pabrik dari Dinas Perikanan & Kelautan Provinsi Gorontalo ke PT.GFM.
2. Fakta dan Temuan Lapangan a) Pabrik pengolahan rumput laut mengolah bahan baku rumput laut menjadi tepung rumput laut kasar untuk di ekspor ke Malaysia dengan kapasitas produksi 1,6 ton bahan baku yang menghasilkan tepung rumput laut sekitar 390 kg/hari. b) Banyak rencana proyek yang belum terealisasi seperti pembangunan gedung kantor, aula serbaguna, rumah genset, musholla, kantin. c) IPAL (Instalasi Pengolah Air Limbah) tidak dioperasikan secara kontinyu, namun hanya pada saat proses produksi Gambar 2.4. Bak pengendapan akhir membuang air limbah.
II-11
d) Bak pengendap air limbah awal berkapasitas 1,5 meter kubik, yang seharusnya berkapasitas 3 meter kubik (sesuai dengan kapasitas air limbah).Tidak dipasang flow meter di outlet IPAL. e) Terjadi rembesan di bak kontrol (bak terakhir)/terjadi retakan dinding di bak kontrol sehingga air limbah menyebar ke luar bak dan akhirnya tidak pernah terbuang ke sungai. f) Pengolahan air limbah tidak sesuai dengan yang tercantum dalam UKL dan UPL, misalnya : Tidak ada tangki sebagai wadah penyuplai bahan kimia (asam klorida atau HCl, asam sulfat) yang berfungsi sebagai penetralisir PH di bak Equalisasi dan bak aerasi. Bak pengendapan akhir 1 dan 2 tidak dilengkapi dengan filter dari media batu. Bak Flokulasi Gambar 2.2. Bak Pengendapan air limbah dan bak filter tidak ada, jadi dari bak pengendap akhir 1 dan 2 langsung ke bak kontrol.
Gambar 2.3. Outlet yang tidak dipasangi flowmeter g) Belum melakukan swapantau air limbah di outlet IPAL. h) Belum melaporkan pelaksanaan UKL dan UPL ke BLH Kab. Gorontalo dan BLH Provinsi Gorontalo. i) Laboratorium produksi tidak berfungsi. j) Hasil analisa Lab. Air limbah di outlet IPAL menunggu dari Lab WLN Manado, dibandingkan dengan Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha Dan/Atau Kegiatan Pengolahan Rumput Laut. k) Karyawan bagian produksi tidak disediakan alat K3 (masker)
II-12
No
Parameter
Hasil
Satuan
Baku Mutu
Keterangan
1.
TDS
528
mg/l
(-)
MS
2.
TSS
48
mg/l
100
MS
3.
pH
8,24
--
6-9
MS
4.
BOD
5
mg/l
100
MS
5.
COD
35
mg/l
250
MS
Analisis Yuridis a.
Pabrik Pengolahan Rumput Laut tidak memiliki limbah
izin pembuangan air
b.
Hal ini telah melanggar:
c.
Pasal 40 ayat (1) PP No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air yang berbunyi: Setiap usaha dan atau kegiatan yang akan membuang air limbah ke air atau sumber air wajib mendapatkan izin tertulis dari Bupati/Walikota.
d.
Pengolahan air limbah tidak sesuai dengan yang tercantum dalam UKL dan UPL dan tidak melaporkan pelaksanaan UKL da UPL secara rutin.
e.
Hal ini melanggar dokumen UKL dan UPL Pabrik dan Pasal 3 ayat (4) Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang AMDAL yang berbunyi: Bagi rencana usaha dan/atau kegiatan di luar usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib melakukan upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup.
f.
Perusahaan tidak memasang alat ukur debit (flow meter) pada outlet IPAL, tidak melakukan pencatatan debit air limbah dan tidak melakukan pemeriksaan kadar parameter baku mutu air limbah secara periodik serta terjadi retakan dan rembesan air limbah pada bak kontrol IPAL.
g.
Hal ini melanggar pasal 6 huruf b,c,e, Kepmen LH No. 51 tahun 1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Industri yang berbunyi : Setiap penanggung jawab kegiatan industri sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) Keputusan ini wajib: a. membuat saluran pembuangan limbah cair yang kedap air sehingga tidak terjadi perembesan limbah cair ke lingkungan; b. memasang alat ukur debit atau laju alir limbah cair dan melakukan pencatatan debit harian limbah cair tersebut; c. memeriksakan kadar parameter Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana tersebut dalam Lampiran Keputusan ini secara periodik sekurang-kurangnya satu kali dalam sebulan;
II-13
3.
Pencemaran sungai di desa Mekar Kabupaten Boalemo akibat PETI.
Jaya
Kecamatan
Wonosari
Kegiatan Lapangan Tim verifikasi bertemu dengan:
Gambar 2.6. Tim bertemu Kepala Desa Mekar Jaya 1. Kepala Desa Mekar Jaya, Kecamatan Wonosari Kabupaten Boalemo. 2. Verifikasi lapangan ke lokasi Desa Mekar Jaya, pengambilan photo dan membuat Berita Acara Verifikasi Pengaduan. Fakta dan Temuan Lapangan 1. Umum & Administrasi a) Sapi yang mati terjadi pada waktu yang berbeda dalam bulan September dan awal Oktober 2011 dan menjadi berita dalam harian Gorontalo post pada tanggal 4 Oktober 2011; b) Jumlah sapi yang mati mencapai delapan ekor, sebagian sempat disembelih dan dikonsumsi; c) Tempat sapi mati dari dusun yang berbeda; d) Terdapat kegiatan pertambangan emas tanpa izin (PETI) dalam lahan perkebunan tebu perusahaan gula PT. Naga Manis yang berbatasan dengan Desa Mekar Jaya; e) Lumpur pengolahan PETI dalam areal perkebunan PT. Naga Manis masuk kedalam aliran sungai Dulango-Bolihuangga yang melintasi Desa Mekar Jaya; f) Sungai Dulango-Bolihuangga mengalir melintasi di tengah Desa Mekar Jaya adalah anak sungai kecil lebar 2 – 3 meter dan kedalamannya pada musim kemarau 15 cm tetapi pada musim hujan bisa mencapai 2 meter dan menimbulkan banjir di daerah yang dilalui. g) Pertambangan emas tanpa izin dalam lahan perkebunan tebu PT Naga Manis dilakukan oleh pendatang dengan metoda semprotan air. Terdapat sekitar 7 – 10 lubang galian. Sebagian besar berada di aliran Dulango-Bolihuangga. h) Pengolahan bijih emas dilakukan dengan proses amalgamasi.
II-14
i)
j) k)
Terjadi konflik antara penambang dengan masyarakat sekitar termasuk warga Desa Mekar Jaya karena sejak ada PETI aliran sungai menjadi keruh berlumpur dan tidak bisa digunakan mengairi pesawahan. Masyarakat menduga sapi-sapi mati karena meminum air sungai yang diperkirakan tercemar aktivitas pertambangan. Hasil pengukuran terhadap 6 parameter PH, Konduktifitas, turbiditas, DO, temperatur, dan salinitas, menggunakan alat ukur portabel:
No.
Parameter
Nilai
1
pH
4,46
2
Konduktifitas
466
3
Turbiditas
117
4
DO
0,29
5
Temperatur
32,1 ˚C
6
Salinitas
0,01
Pengamatan terhadap kondisi sungai menunjukkan airnya keruh dan banyak endapan lumpur. Ditemukan masih ada ikan-ikan kecil yang hidup di dalamnya.
Gambar 2.7. Lumpur galian pertambangan emas ilegal
II-15
Gambar 2.8. Pengukuran 6 parameter air Sungai Dulango Bolihuangga
2. Upaya yang dilakukan oleh Pemda Pemda Boalemo sudah melakukan rapat koordinasi sebanyak 5 (lima) kali untuk memediasi antara penambang dengan masyarakat sekitar. Hasil pertemuan terakhir merekomendasikan penutupan kegiatan PETI. Analisis Yuridis 1. Kegiatan pertambangan emas oleh masyarakat di dalam areal perkebunan tebu PT Naga Manis adalah ilegal. Hal ini bertentangan dengan Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kabupaten Boalemo dimana daerah tempat kegiatan PETI peruntukkannya sebagai wilayah perkebunan yang saat itu dikelola oleh PT Naga Manis. 2. Kegiatan pertambangan emas oleh masyarakat ini juga tidak dapat dibenarkan dari sisi hukum kepemilikan karena melakukan aktivitas diatas tanah yang menjadi hak pihak lain, dalam hal ini PT Naga Manis. Saran Tindak Lanjut Kegiatan pertambangan emas oleh masyarakat yang berada diwilayah perkebunan
melanggar
ketentuan.
Proses
pengolahan
bijih
yang
menggunakan amalgamsi merkuri yang berbahaya dan beracun. Akibat pencemaran merkuri kepada manusia dan makhluk hidup bersifat akumulatif dan berlangsung bertahun-tahun. Karena itu belum bisa disimpulkan kematian sapi-sapi di Desa Mekar Jaya diakibatkan oleh
II-16
kegitan pertambangan emas ini. Perlu penelitian yang lebih lanjut untuk mengetahui penyebab kematian sapi-sapi itu. Oleh
karena
itu
Badan
Lingkungan
Hidup,
Riset,
dan
Teknologi
Informasi (Balihristi) Provinsi Gorontalo meminta kepada aparat di Desa Mekar Jaya agar sesegera mungkin menghubungi Balihristi dan instansi terkait
bila
ada
kejadian
yang
sama
sehingga
dapat
dilakukan
pengambilan sampel untuk diuji di laboratorium.
Tahun
Tabel A.2. Alokasi Anggaran Bidang Pengelolaan Lingkungan BALIHRISTI Provinsi Gorontalo APBD APBN Total
2009
Rp. 1.075.000.000,-
Rp 500.000.000,-
Rp 1.575.000.000,-
2010
Rp. 1.201.013.000,-
Rp 500.000.000,-
Rp 1.701.013.000,-
2011
Rp. 1.147.097.500,-
Rp 500.000.000,-
Rp 1.647.097.500,-
2012
Rp. 1.350.000.000,-
Rp. 3.500.000.000,-
Rp. 4.850.000.000,-
2013
Rp. 1.000.000.000,-
Rp. 3.900.000.000,-
Rp. 4.900.000.000,-
II-17
BAB III PROGRAM DAN KEGIATAN Program dankegiatan yang terkait dengan penerapan dan pencapaian SPM bidang lingkungan hidup Provinsi Gorontalo, adalah: 1.
PELAYANAN INFORMASI STATUS MUTU AIR Penetapan status mutu air pada dasarnya merupakan suatu bentuk kegiatan lanjutan yang bersifat evaluasi dari hasil pelaksanaan kegiatan pemantauan mutu air yang merupakan bagian kegiatan pengelolaan sumber daya air secara umum. Di Provinsi Gorontalo pemantauan mutu air dimulai sejak Tahun 2008. Adapun secara detail dalam rangka penetapan status mutu air melalui program pengendalian pencemaran dan perusakan lingkungan hidup dilaksanakan beberapa kegiatan yang harus dikerjakan mencakup: a.
Penetapan Baku Mutu Air Dalam rangka pelayanan status mutu air di Provinsi Gorontalo, Pemerintah Provinsi Gorontalo telah menetapkan Peraturan Daerah No 4 Tahun 2004 tentang Pengendalian Pencemaran Air
b.
Penetapan Kelas Air Dalam rangka pelayanan status mutu air di Provinsi Gorontalo, Pemerintah Provinsi Gorontalo telah menetapkan Peraturan Daerah No 5 Tahun 2004 tentangPengelolaan Lingkungan Hidup.
c.
Pemantauan Kualitas Air 1)
Pembentukan Tim Pemantau Sejak tahun 2008 di Provinsi Gorontalo, pelaksanaan pemantauan kualitas air (air sungai, air danau dan air laut) sudah dilaksanakan walaupun belum seluruhnya dilakukan pemantauan namun pada Tahun 2011
sebagaimana
halnya
tahun-tahun
sebelumnya,
Kepala
Bidang
Lingkungan Hidup Provinsi Gorontalo selalu menetapkan Tim Pelaksana Pemantauan Kualitas Air.Tim Pemantau Kualitas Air dibentuk berdasarkan kebutuhan
saat
melaksanakan
kegiatan
di
lapangan
maupun
saat
penyusunan laporan.
2)
Pelaksanaan Pemantauan Kualitas Air Lokasi pemantauan adalah lokasi yang ditetapkan terutama untuk sumber air yang diperuntukan untuk Air Baku Air Minum (S. Bone dan S.
III-1
Biyonga) juga untuk pemantauan kegiatan PETI yang terjadi di hulu sungai (S. Buladu dan S. Taluduyunu) serta pemantauan sungai yang berada di lintas kab (S. Paguyaman) dan lintas provinsi (S. Andagile).Dengan parameter sesuai kelas 1 (satu) dan Kelas II sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Kualitas Air d.
Pengendalian Sumber Pencemar Kegiatan ini merupakan kegiatan yang bersifat pendukung sekaligus sebagai materi pendukung dalam melaksanakan evaluasi hasil pemantauan mutu air secara umum. Pengendalian sumber pencemar dilaksanakan terkait dengan pelaksanaan pemantauan kualitas air, baik yang bersifat teknis maupun administratif.
e.
Evaluasi dan Analisa Data Dalammengevaluasidanmenganalisis data untuk mengetahui status mutu air, BidangLingkunganHidupbekerjasamadenganlaboratorium-laboratorium
yang
sudah terakreditasi yang direkomendasikan dari Kementrian Lingkungan Hidup, agar diperoleh analisis evaluasi dan interpretasi data pemantauan kualitas air. 2.
PELAYANAN INFORMASI STATUS MUTU UDARA AMBIEN Program dan kegiatan yang mendukung penerapan dan pencapaian SPM pelayanan informasi
status
mutu
udara
ambient
di
pengendalian pencemaran dan kerusakan
Provinsi
Gorontalo
lingkungan
hidup
yaitu
program
dengan kegiatan
pemantauan kualitas udara ambient. Pada dasarnya penetapan baku mutu udara ambient adalah bentuk kegiatan lanjutan yang bersifat evaluasi dari hasil pelaksanaan kegiatan pemantauan kualitas udara. Di Provinsi Gorontalo pemantauan kualitas udara ambient dimulai sejak Tahun 2008/2009.Adapun secara detail dalam rangka penetapan baku mutu udara ambient melalui
program
pengendalian
pencemaran
danperusakan
lingkungan
hidupdilaksanakan beberapa kegiatan yang harus dikerjakan mencakup: 1)
Pembentukan Tim Pemantau Sejak tahun 2008 di Provinsi Gorontalo, pelaksanaan pemantauan kualitas udara ambient sudah dilaksanakan. Sebagaimana halnya tahun-tahun sebelumnya, pada
Tahun
2012
Kepala
Bidang
Lingkungan
Hidup
Provinsi
Gorontalo
menetapkan Tim Pelaksana Pemantauan Kualitas Udara. Tim Pemantau Kualitas Udara dibentuk berdasarkan kebutuhan saat melaksanakan kegiatan di lapangan maupun saat penyusunan laporan.
III-2
2)
Pelaksanaan Pemantauan Kualitas Air Lokasi pemantauan adalah lokasi yang ditetapkan terutama yang banyak aktivitas penduduknya yaitu lokasi yang mewakili pemukiman, perkantoran, tranportasi dan pusat perbelanjaan. Dengan parameter-parameter(SO2, CO, NO2, dan O3) sesuai standar yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Baku Mutu Udara Ambient Nasional.
3)
Pengendalian Sumber Pencemar Kegiatan ini merupakan kegiatan yang bersifat pendukung sekaligus sebagai materi pendukung dalam melaksanakan evaluasi hasil pemantauan baku mutu udara secara umum. Pengendalian sumber pencemar dilaksanakan terkait dengan pelaksanaan pemantauan kualitas udara, baik yang bersifat teknis maupun administratif.
4)
Evaluasi dan Analisa Data Dalam
mengevaluasi
dan
menganalisis
data
untuk
mengetahui
bakumutuudara, Bidang Lingkungan Hidup bekerjasama dengan laboratoriumlaboratorium yang sudah terakreditasi yang direkomendasikan dari Kementrian Lingkungan Hidup, agar diperoleh analisis evaluasi dan interpretasi data pemantauan baku mutu udara.
3.
PELAYANAN INFORMASI STATUS LIMBAH CAIR Pada dasarnya penetapan baku mutu limbah cair juga adalah bentuk kegiatan lanjutan yang bersifat evaluasi dari hasil pelaksanaan kegiatan pemantauan baku mutu limbah cair. Di Provinsi Gorontalo pemantauan baku mutu limbah cair dimulai sejak Tahun 2008/2009. Adapunsecara detail dalam rangka penetapan baku mutu limbah cair melalui program pengendalian pencemaran dan perusakan lingkungan hidup dilaksanakan beberapa kegiatan yang harus dikerjakan mencakup: 1)
Pembentukan Tim Pemantau Sejak tahun 2008 di Provinsi Gorontalo, pelaksanaan pemantauan baku mutu limbah cair sudah dilaksanakan. Sebagaimana halnya tahun-tahun sebelumnya, pada Tahun 2011 Kepala Bidang Lingkungan Hidup Provinsi Gorontalo selalu menetapkan Tim Pelaksana Pemantauan baku mutu limbah cair. Tim Pemantau baku mutu limbah cair dibentuk berdasarkan kebutuhan saat melaksanakan kegiatan di lapangan maupun saat penyusunan laporan.
2) Pelaksanaan Pemantauan Baku MutuLimbahCair Lokasi pemantauan adalah lokasi yang ditetapkan terutama yang banyak aktivitas penduduknya yaitu lokasi yang mewakili rumahsakit, industry dan hotel. Dengan parameter-parameter (BOD, COD, TSS dan PH) sesuai standar
III-3
yang
diatur
dalam
peraturan-peraturan
yang
terkait
dengan
kegiatan
pemantauan tersebut misalnya Permen LH Nomor 03 Tahun 2010 tentang Baku Mutu air Limbah bagi Kawasan industri. 3) Pengendalian Sumber Pencemar Kegiatan ini merupakan kegiatan yang bersifat pendukung sekaligus sebagai materi pendukung dalam melaksanakan evaluasi hasil pemantauan baku mutu limbah cair secara umum. Pengendalian sumber pencemar dilaksanakan terkait dengan pelaksanaan pemantauan baku mutu limbah cair, baik yang bersifat teknis maupun administratif. 4) Evaluasi dan Analisa Data Dalam mengevaluasi dan menganalisis data untuk mengetahui baku mutu limbah cair, Bidang Lingkungan Hidup bekerjasama dengan laboratoriumlaboratorium yang sudah terakreditasi yang direkomendasikan dari Kementrian Lingkungan Hidup, agar diperoleh analisis evaluasi dan interpretasi data pemantauan baku mutu limbah cair.
4.
PELAYANAN TINDAK LANJUT PENGADUAN MASYARAKAT AKIBAT ADANYA DUGAAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LINGKUNGAN Berbagai kasus pencemaran dan kerusakan lingkungan selalu muncul setiap saat. Hal ini sebagai dampak dari kegiatan/ aktitifitas manusia termasuk di dalamnya kegiatan industri, pelayanan kesehatan dan jasa pariwisata. Di sisi lain sekarang masyarakat
sangat
sensitif
terhadap
berbagai
permasalahan
hukum
dan
berkecenderungan berbuat menurut caranya sendiri dengan mengerahkan masa mendatangi kegiatan usaha yang mereka anggap sebagai penyebab pencemaran dan atau kerusakan lingkungan. Bertolak dari itu dirasakan betapa pentingnya peran pemerintah yang berfungsi
sebagai
fasilitator,
mediator
untuk
menjadi
penengah
dalam
menyelesaikan berbagai kasus permasalahan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. Untuk itu Pemerintah Provinsi Gorontalo dalam hal ini Gubernur Gorontalo bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat untuk meningkatkan peran koordinasi dalam upaya penyelesaian sengketa lingkungan hidup melalui suatu wadah yaitu Kaukus Lingkungan pada tahun 2007 sedangkan di Bidang Lingkungan Hidup Provinsi Gorontalo Juga melalui wadah berupa pos pengaduan SMS link yang dibentuk pada tahun 2008 dimana hal-hal yang diadukan langsung ditanggapi. Adapun dasar pelaksanaannya dengan:
III-4
a.
SK GubernurTahun 2007 tentang Kaukus Lingkungan.
b.
SK Kepala Badan Lingkungan Hidup Riset dan Teknologi Informasi Tahun 2008 tentang Pos Pengaduan.
Dengan keputusan dimaksud, maka akan dapat menyelesaikans engketa lingkungan hidup secara cepat, terarah dan terpadu dengan mengedepankan pada musyawarah, diantara pihak bersengketa dan koordinasi antar instansi terkait. Hal ini dengan tujuan agar dapat: a.
Terselesaikannya permasalahan lingkungan hidup diluar pengadilan dengan prinsip win-win solution tanpa mengorbankan kepentingan lingkungan.
b.
Terselesaikannya permasalahan lingkungan hidup melalui pengadilan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.
Program dan kegiatan yang terkait dengan penerapan dan pencapaian SPM Pelayanan tindak lanjut pengaduan masyarakat akibat adanya dugaan pencemaran dan/atau perusakan LH adalah: Program Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup berupa pos pengaduan, yaitu penyelesaian sengketa lingkungan hidup baik melalui pengadilan maupun di luar pengadilan. Dengan methode Chek langsung ke lapangan untuk mengetahui posisi kasus secara nyata dengan disertai pengambilan sample untuk memastikan kebenaran kasus pencemaran baik dari sumber maupun yang terkena dampak dilanjutkan dengan mengundang para pihak yang bersengketa untuk duduk bersama dengan Tim Balihristi (sebagai mediator) untuk menyelesaikan kasus dengan tujuan akhir adalah kesepakatan para pihak dengan prinsip win-win solution.
III-5
BAB IV PENUTUP
Pencapaian penerapan standar pelayanan minimal bidang lingkungan hidup yang dilaksanakan oleh Provinsi lebih ditekankan pada penyampaian informasi sebagaimana diatur dalam pasal 62 Undang-undang No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan pengelolaan lingkungan Hidup dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 19 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Lingkungan Hidup Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota, pelaksanaan program dan kegiatan Provinsi diprioritaskan telah mencapai 100 % walaupun untuk cakupan pemantauan kualitas yang seharusnya dilakukan 2 kali dalam setahun , namun untuk Provinsi Gorontalo masih dilaksanakan 1 kali. Adapun
cakupan layanan
sebagai berikut:
1. Pelayanan informasi status mutu air 2. Pelayanan informasi status mutu udara ambien; dan 3. Pelayanan tindak lanjut pengaduan masyarakat akibat adanya dugaan pencemaran dan/atau perusakan LH.
IV-1
LAMPIRAN TEKNIS STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI GORONTALO 1. PELAYANAN INFORMASI STATUS MUTU AIR a. Matrik Pemantauan NO
SUMBER AIR
LOKASI PEMANTAUAN
(1)
(2)
(3)
1
Sungai Bone
Hulu: Desa Dumbaya Bulan Kec. Suwawa Kab.BoneBolango
TARGET TAHUN PEMANTAUAN (4) 2008
2009
2010
2011
2012
2013
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
Tengah: DesaTumbiheKec. Kabila Kab. BoneBolngo Hilir: KelurahanTalumolo, Kec. KotaTimur Kota Gorontalo Sungai Biyonga
Hulu: Desa Biyonga Kab.Gorontalo
3
Sungai Paguyaman
Hulu: Kec. Wonosari Kab.Boalemo
4
Sungai Buladu
Hulu: Desa Buladu Kec. Tolinggula Kab.Gorontalo Utara Tengah: Desa Buladu Kec. Tolinggula Kab.Gorontalo Utara Hilir: Sumalata Kab.Gorontalo Utara
V
V
V
V
V
V
5
Sungai Taluduyunu
V
V
V
V
V
V
6
Sungai Andagile
-
-
V
V
V
V
7
Sungai Randangan
-
-
-
-
V
V
8
Sungai Alopohu
Hulu: Desa BuntuliaSelatan Kec. Marisa Kab.Pohuwato Tengah: Desa Buntulia Hilir: Kec. Marisa Selatan kab. Pohuwato Hulu: Kab. BolmongSelatan Tengah: Kec. Atinggola Kab Gorontalo Utara Hilir: Desa Kota Jin Kec. Atinggola kab. Gorontalo Utara Hulu: JembatanTaludi Tengah:Desa Sukamakmur Hilir: Jembatan Jalan Trans Hulu: Desa Tengah: Hilir:Kelurahan
-
-
-
V
V
-
2
Tengah: Kelurahan Kayu Bulan Hilir: Kec. Limboto Tengah: Kec. Tibawa Kab. Gorontalo Hilir: Kec. Tibawa Kab. Gorontalo
1-LampiranTeknis
b.
Penyebaran Informasi
1 2 3
Media informasi Elektronik Cetak Cetak
c.
Format Pencapaian Target
No
No
Tempat dan waktu publikasi Situs web Balihristi,RRI Jurnal Brosur
Keterangan http://balihristi.gorontaloprov.go.id JurnalInovasiGorontalo
Tahun Pelaksanaan
Jml. sumber air yg dipantau kualitasnya, ditetapkan status mutunya dan diinformasikan
Jml sumber air yang ditetapkan Dari Hasil identifikasi
% Jml.sumber air yg dipantau kualitasnya, ditetapkan status mutunya dan diinformasikan
1
2008
5
5
100 %
2
2009
6
6
100 %
3
2010
6
6
100 %
4
2011
6
6
100 %
5
2012
7
7
100 %
6
2013
d.
Ket
Sumber Data Sumber data yang dipergunakan dalam penyusunan Standart Pelayanan Minimal ini berasal dari data Badan Lingkungan Hidup, Riset dan Teknologi Informasi (BALIHRISTI) Provinsi Gorontalo, dan hasil
analisis
kualitas
air
sungai
yang
dilaksanakan
oleh
Laboratorium Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Manado, Water Laboratory
Nusantara
Manado
dan
Balai
Besar
Kesehatan
Masyarakat Makassar.
2-LampiranTeknis
e.
Langkah Kegiatan 1) Pemantauan kualitas air. a). Pengumpulan data sekunder Penentuan status mutu air maka perlu tersedia data sekunder (pendukung) secara lengkap sehingga dapat dipergunakan untuk menginterpretasikan kondisi suatu badan secara tepat. Dalam penetapan status mutu air dilakukan pemantauan kualitas air sungai. Penentuan status mutu air sungaimenggunakanmetode Index Pencemaran (IP) Sesuai Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 115 Tahun 2003. Data Sumber Air No
Nama Sungai (Sumber Air)
Lintas Wilayah
1
Sungai Bone
Kab.Bone Bolango-Kota Gorontalo
2
Sungai Biyonga
Kab.Gorontalo
3
Sungai Paguyaman
Kab.Boalemo– Kab. Gorontalo
4
Sungai Buladu
Kab.Gorontalo Utara
5
Sungai Taluduyunu
Kab. Pohuwato
6
Sungai Andagile
Prov.Sulawesi Utara-Prov. Gorontalo
b). Penyusunan tim pemantauan kualitas lingkungan. Pembentukan Tim teknis pemantauan kualitas air dengan SK Kepala Badan Lingkungan Hidup, Riset & Teknologi Informasi Provinsi Gorontalo tentang Susunan tim swakelola kegiatan pemantauan kualitas lingkungan.
3-LampiranTeknis
2) Pelaksanaan Pemantauan Dalam penetapan status mutu air dilakukan pemantauan kualitas air sungai. Penentuan status mutu air sungai menggunakan metode Index Pencemaran (IP) Sesuai Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 115 Tahun 2003. Untuk melakukan analisis data Badan Lingkungan Hidup, Riset dan Teknologi Informasi Provinsi Gorontalo bekerja sama dengan Laboratorium Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Manado dan Water Laboratory Nusantara Manado.
Sumber Air yang Dipantau, Hasil Analisis dan Interpretasi Penetapan Status Mutu Air
No
PemantauanTahun 2010
Nama Sungai (Sumber Air)
Jumlah Titik Pemantauan
Periode Pemantauan Per Tahun
Status Mutu Air Kelas I
Kelas 2
1
Sungai Bone
3 Titik
1 kali
Cemar Sedang
Cemar Ringan
2
Sungai Biyonga
3 Titik
1 Kali
Cemar Sedang
Cemar Sedang
3
Sungai Paguyaman
1 Kali
Cemar Ringan
Cemar Ringan
4
Sungai Buladu
1 Kali
Cemar Ringan
Cemar Ringan
5
Sungai Taluduyunu
1 Kali
Cemar Sedang Cemar Sedang
6
Sungai Andagile
3 Titik 3 Titik 3 Titik 3 Titik
1 Kali
Cemar Berat
Cemar Sedang
Sumber : Analisis dan Interpretasi Data Tahun 2010
4-LampiranTeknis
- PemantauanTahun 2011 No
Nama Sungai (Sumber Air)
Jumlah Titik Pemantauan
Periode Pemantauan Per Tahun
Status Mutu Air Kelas I
Kelas 2
1
Sungai Bone
3 Titik
1 kali
Cemar Ringan
CemarRingan
2
Sungai Biyonga
3 Titik
1 Kali
Cemar Ringan
CemarRingan
3
Sungai Paguyaman
1 Kali
Cemar Ringan
CemarRingan
4
Sungai Buladu
1 Kali
Cemar Sedang
CemarRingan
5
Sungai Taluduyunu
1 Kali
Cemar Sedang
CemarSedang
6
Sungai Andagile
1 Kali
Cemar Sedang
CemarSedang
3 Titik 3 Titik 3 Titik 3 Titik
Sumber :AnalisisdanInterpretasi Data Tahun 2011
Pemantauan 2012 No
Nama Sungai (Sumber Air)
Jumlah Titik Pemantauan
Periode Pemantauan Per Tahun
Status Mutu Air Kelas I
Kelas 2
1
Sungai Bone
3 Titik
1 kali
Cemar Sedang
CemarRingan
2
Sungai Biyonga
3 Titik
1 Kali
CemarSedang
CemarSedang
3
Sungai Paguyaman
1 Kali
CemarRingan
CemarRingan
4
Sungai Buladu
1 Kali
CemarRingan
CemarRingan
5
Sungai Taluduyunu
1 Kali
CemarSedang
CemarSedang
6
Sungai Andagile
1 Kali
CemarBerat
CemarSedang
7
Sungai Randangan
1 Kali
CemarSedang
CemarRingan
3 Titik 3 Titik 3 Titik 3 Titik 3 Titik
Sumber : Analisis dan Interpretasi Data Tahun 2012
5-LampiranTeknis
2.
PELAYANAN INFORMASI STATUS MUTU UDARA AMBIEN a. MATRIK PEMANTAUAN TAHUN PEMANTAUAN
KAB/KOTA YANG NO
DIPANTAU KUALITAS UDARA AMBIENNYA
2009
2010
2011
2012
2013
1
Kota Gorontalo
V
V
V
V
V
2
Kabupaten Bone Bolango
V
V
V
V
V
3
Kabupaten Gorontalo
V
V
V
V
V
4
Kabupaten Bolalemo
V
V
V
V
V
5
Kabupaten Pohuwato
V
V
V
V
V
6
Kabupaten Gorontalo Utara
V
V
V
V
V
b. PENYAMPAIAN INFORMASI No 1 2 3
Media informasi Elektronik Cetak Cetak
Tempat dan waktupublikasi Situs web Balihristi JurnalInovasi Brosur
Keterangan
c. FORMAT PENCAPAIAN TARGET No.
Tahun Pelaksanaan
Jml Kab/Kota yang dipantau kualitas udara ambien dan diinformasikan status mutu udara ambiennya
Jumlah Kab/Kota yang ada di wilayahnya
Prosentase jumlah Kab/kota yang dipantau kualitas udara ambien dan diinformasikan status mutu udara ambiennya (3)/(4)x100%
1
2009
6
6
100
2
2010
6
6
100
3
2011
6
6
100
4
2012
6
6
100
5
2013
6
6
100
6-LampiranTeknis
d. SUMBER DATA 1) Sumber data yang dipergunakan dalam penyusunan Standart Pelayanan Minimal ini berasal dari data Badan Lingkungan Hidup, Riset dan Teknologi Informasi (BALIHRISTI) Provinsi Gorontalo, dan hasil analisis kualitas air sungai yang dilaksanakan oleh Laboratorium Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Manado dan Water Laboratory Nusantara Manado.
Hasil Pemantauan Udara Ambient Di Provinsi Gorontalo Tahun
2009 Kabupaten Pohuwato Mewakilipusatperkantoran
Sumber: Data Primer
7-LampiranTeknis
MewakiliTransportasi
MewakiliPemukiman
8-LampiranTeknis
Kabupaten Boalemo Mewakili Perkantoran
Mewakili Transportasi
9-LampiranTeknis
Mewakili Pemukiman
Mewakili Transportasi
10-LampiranTeknis
Kabupaten Bone Bolango Mewakli Perkantoran
MewakiliPemukiman
11-LampiranTeknis
MewakiliTransportasi
KabupatenGorontalo Mewakili Pemukiman
12-LampiranTeknis
Mewakili Transportasi
Mewakili Pusat Pertokoan
13-LampiranTeknis
Kota Gorontalo Mewakili Pusat Perkantoran
Mewakili Transportasi
14-LampiranTeknis
Mewakili Pusat Pertokoan
Mewakili Pemukiman
15-LampiranTeknis
KabupatenGorontalo Utara MewakiliPerkantoran
MewakiliTransportasi
16-LampiranTeknis
MewakiliPusatPertokoan
17-LampiranTeknis
Hasil Pemantauan Udara Ambient Di Provinsi Gorontalo Tahun 2010 Parameter
Satuan
Baku MutuUdara Ambien Nasional No. 41 Tahun 1999
LOKASI KOTA GORONTALO
SO2
µg/m3
900
MewakiliPemu kiman PerumahanAw ara 50
CO
µg/m3
30.000
5000
5000
5000
5000
NO2
µg/m3
400
20
20
20
20
O3
µg/m3
235
10
10
10
10
Parameter
SO2 KarbonMon oxida CO Nitrogen dioksida NO2 Ozon O3
Parameter
Satu an
µg/ m3 µg/ m3 µg/ m3 µg/ m3
Satuan
Baku MutuU dara Ambie n Nasion al No. 41 Tahun 1999
MewakiliPerkantor an Kantor Walikota
MewakiliPerbel anjaanPasarSe ntral
MewakiliTra nsportasi Terminal 42
50
50
50
LOKASI KABUPATEN GORONTALO MewakiliPemukimanKeluraha nHunggaluwa
MewakiliPerka ntoran, Kantor BLH
MewakiliPusatPerbelanjaanSh opingLimboto
900
50
50
50
30.000
5000
5000
5000
400
20
20
20
235
10
30
10
Baku MutuUdara Ambien Nasional No. 41 Tahun 1999
LOKASI KABUPATEN BOALEMO
SO2
µg/m3
900
MewakilitransportasiJalan Trans Sulawesi DesaLamu 50
CO
µg/m3
30.000
5000
Mewakili Pusat Perkantoran, Kantor Bupati 50
Terminal Umum
5000
5000
50
18-LampiranTeknis
NO2
µg/m3
400
20
20
20
O3
µg/m3
235
10
10
10
19-LampiranTeknis
Parameter
Satuan
Baku MutuUdara Ambien Nasional No. 41 Tahun 1999
LOKASI KABUPATEN POHUWATO
SO2
µg/m3
900
Mewakili Pemukiman Depan Penginapan Nagit 50
CO2
µg/m3
30.000
5000
5000
5000
NO2
µg/m3
400
20
20
20
O3
µg/m3
235
10
10
10
Paramet er
SO2 CO NO2 O3
Paramete r
Satua n
µg/m 3 µg/m 3 µg/m 3 µg/m 3
Satua n
Baku MutuUda ra Ambien Nasional No. 41 Tahun 1999 900
Mewakili Pusat Perkantoran, Kantor Bupati
Mewakilitransportasi Terminal Marisa
50
50
LOKASI KABUPATEN BONE BOLANGO MewakiliPemukimanDesaOl uhuta
MewakilitransportasiJalanNaniWar tabone
50
Mewakili PUsat Perkantor an, Kantor Bupati 50
30.000
5000
5000
5000
400
20
20
20
235
10
10
10
Baku MutuUdar a Ambien Nasional No. 41 Tahun 1999
MewakiliPemukimanDesaMolingkap oto
50
LOKASI KABUPATEN GORONTALO UTARA
SO2
µg/m3
900,0
50
Mewakili Pusat Perkantora n, Kantor Bupati 50
CO
µg/m3
30.000,0
5000
5000
MewakilitransportasiJal an Trans Sulawesi Kec. Kwandang
5000
50
20-LampiranTeknis
NO2
µg/m3
400,0
20
20
20
O3
µg/m3
235,0
10
10
10
21-LampiranTeknis
Hasil Pemantauan Udara Ambient Di Provinsi Gorontalo Tahun 2011 Kota Gorontalo
Kabupaten Gorontalo
22-LampiranTeknis
Kabupaten Boalemo
Kabupaten Pohuwato
23-LampiranTeknis
Kabuapten Bone Bolango
Kabupaten Gorontalo Utara
24-LampiranTeknis
e. LANGKAH KEGIATAN 1) Pengumpulan data sekunder
b) Pembentukantim sampling, denganmelibatkanlaboratorium (Laboratorium BTKL Manado) c) Pengambilan sampling udaradilokasi. d) Analisishasilpemantauan. e) Evaluasihasilanalisis f) PenyampaianInformasi
PemantauanKualitasUdaraTahun 2010
PemantauanKualitasUdaraTahun 2011
25-LampiranTeknis
3.
PELAYANAN TINDAK LANJUT PENGADUAN MASYARAKAT AKIBAT ADANYA DUGAAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LINGKUNGAN
NO 1.
a. MATRIK PEMANTAUAN Pengaduan Masyarakat Yang ditindaklanjuti Kasus dugaan pencemaran sungai Bongo oleh PETI di Kecamatan Tolangohula Kabupaten Gorontalo
2009 V
Tahun pemantauan 2010 2011 2012
2.
Kasus dugaanpencemaran air lautolehtumpahantetestebu di PelabuhanAnggrek
V
3.
Kasus dugaan pencemaran oleh limbah cair pabrik pengolahan rumput laut Kecamatan Pulubala Kabupaten Gorontalo.
V
4.
KasusPencemaran Sungai di DesaMekar Jaya KecamatanWonosariKabupatenBoalemoakibat PETI Pengaduan PETI di Tombulilato tahun 2012
5
2013
V
V
26-LampiranTeknis
b. Jumlahpengaduan yang diterima TindakLanjut (7)
(5) 2009
(6) KepalaDesa Bongo
(a) Peninjauanlapangan&Pen gambilansampel air
BeritaGorontal o Post
2010
KepalaPelabuha nAnggrek
Masyarakat
BLH Kab. Gorontalo
2010
KaryawanPabrik , Komisaris Perusahaan
Masyarakat
BeritaHarianG orontaloPos
2011
KepaladesaMek ar Jaya
Peninjauan lapangan bersama Asdep Penegakan Hukum KLH Peninjauanlapanganbersa maAsdepPenegakanHuku m KLH danpengambilansampelli mbahcair Peninjauanlapangan, Pengambilansampel air danKoordinasidenganPe mdaKab. Boalemo
Pokok Aduan
Pengadu
(1) 1
(2) dugaan pencemaran sungai Bongo oleh PETI di Kecamatan Tolangohula Kabupaten Gorontalo
(3) Masyarakat & PT. PG Rajawali
(4) Balihristi Prov. Gorontalo
2
dugaan pencemaran air laut oleh tumpahan tetes tebu di Pelabuhan Anggrek dugaan pencemaran oleh limbah cair pabrik pengolahan rumput laut Kecamatan Pulubala Kabupaten Gorontalo dugaan Pencemaran Sungai di Desa Mekar Jaya Kecamatan Wonosari Kabupaten Boalemo akibat PETI dugaanpencemaran di Kabupaten Bone Bolango, Kec, Tombulilato, akibat PETI
Masyarakat
3
4
5
Waktu diterimanya pengaduan
Sumber klasifikasi pengaduan
Pejabat/instansi tujan pengaduan
No
Masyarakat
2012
PeninjauanLapangantanp a sampling
/
27-LampiranTeknis
c. PENCAPAIAN TARGET NO Tahun Pelaksanaan
Target Pencapaian Nasional
Target Pencapaian
Jumlah Pengaduan yang ditindaklanjuti
Jumlah pengaduan yang diterima
Prosentase jumlah pengaduan yang ditindaklanjuti (3)/(4) X 100%
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
1.
2009
20 %
50 %
1
1
100%
2.
2010
40 %
75 %
2
2
100%
3.
2011
60 %
85 %
1
1
100%
4.
2012
80 %
95 %
-
-
5.
2013
100 %
100 %
-
-
28-LampiranTeknis
MEKANISME TINDAK LANJUT PENGADUAN MASYARAKAT AKIBAT ADANYA DUGAAN PENCEMARAB DA/ATAU KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP
Instansi LH Provinsi
Pengaduan secara tertulis atau lisan
7 Hari
Telaahan dan Klasifikasi Pengaduan 7 Hari Bukan pengaduan kasus LH
Instansi teknis yg berwenang
Usulan penanganan kepada pejabat yang berwenang
Pengaduan kasus LH bukan kewenangan provinsi
Instansi terkait di Provinsi
Pengaduan kasus LH 14 Hari Verifikasi
KNLH
Instansi LH Kab./Kota
30 Hari + 30 Hari
Usulan penangan oleh tim 7 Hari
Atasan 14 Hari pengawas/ 14 Hari menolak menerima pemberi perintah
Arah tindak lanjut
29-LampiranTeknis
Informasi Melalui Leaflet/Brosur
9- Lampiran
10- Lampiran
Informasi Melalui Website Website Lingkungan Hidup Provinsi Gorontalo http://lingkunganhidup.gorontaloprov.go.id/
11- Lampiran
Website Pengaduan Lingkungan Hidup berbasis SMS http://lingkunganhidup.gorontaloprov.go.id/p3slh/sms-pengaduan
12- Lampiran