29
BAB 4
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada tahap awal penelitian dilakukan pemeriksaan terhadap bahan baku vitamin C meliputi pemerian, kelarutan, identifikasi dan penetapan kadar. Uji kelarutan dilakukan dalam pelarut air yang digunakan sebagai pelarut dalam formulasi. Hasil pemeriksaan vitamin C dapat dilihat pada tabel 4.1. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C Karakteristik (British Pharmacope, 2002)
Hasil pemeriksaan
Keterangan
Pemerian : hablur atau serbuk putih atau
Berbentuk serbuk
Sesuai
agak kuning
putih
Kelarutan dalam air: 1 : 3,5 Identifikasi
dengan
menggunakan
1: 3,64
Tidak sesuai
266 nm
sesuai
spektrofotometri UV panjang gelombang maksimum pada 260-266 nm Optimasi setiap tahapan dalam pencapaian formula perlu dilakukan untuk memperoleh formula yang paling baik. Pertama-tama dilakukan optimasi jumlah HPMC sebagai gelling agent yang diperlukan untuk dapat membentuk gel dengan konsistensi yang baik. Hasil optimasi dapat dilihat pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Optimasi Jumlah HPMC yang dibutuhkan dalam Formula Persentase bahan dalam sediaan (% b/b)
Bahan
FG1
FG2
FG3
FG4
HPMC
1
2
3
4
Aquadest
99
98
97
96
Viskositas
1060
7510
16750
26820
Kesan saat dioleskan
encer
encer
cukup nyaman
lengket
30 Dari optimasi yang dilakukan dipilih formula FG3 dengan jumlah HPMC 3% (b/b), dilihat dari segi viskositas sediaan yang dihasilkan dan kesan pada saat dioleskan. Untuk sediaan krim dilakukan juga optimasi jumlah setil alkohol yang dibutuhkan sebagai peningkat konsistensi. Hasil optimasi dapat dilihat pada Tabel 4.3. Tabel 4.3 Optimasi Konsentrasi Peningkat Konsistensi (Setil alkohol) Persentase bahan dalam sediaan (% b/b)
Bahan FK1
FK2
FK3
FK4
Parafin cair
20
20
20
20
Setil alkohol
4
6
8
10
Span 60
5
5
5
5
100
100
100
100
Kestabilan
-
-
-
-
Viskositas
9200 cps
42000 cps
58800 cps
88340
encer
lembek
cukup nyaman
agak keras
Tween 60 Air ad.
Kesan saat dioleskan Keterangan:
(+) = Pemisahan fasa (-) = Tidak Terjadi pemisahan fasa
Dari optimasi yang dilakukan dipilih formula FK3 dengan jumlah setil alkohol 8%, dilihat dari segi viskositas sediaan yang dihasilkan dan kesan saat dioleskan. Semakin tinggi jumlah setil alkohol yang ditambahkan semakin tinggi juga viskositas sediaan yang dihasilkan. Hal ini disebabkan kemampuan setil alkohol dalam mengabsorpsi air dalam sistem emulsi minyak dalam air. Berdasarkan data optimasi dibuat sediaan gel dan krim dengan variasi pH yaitu pH 3, pH 5, dan pH 7 dengan menggunakan dapar fosfat seperti yang tercantum dalam Tabel 4.4 dan Tabel 4.5. Alasan pemilihan dapar fosfat adalah karena efektivitas dapar fosfat pada rentang pH yang cukup lebar. Sediaan dengan variasi pH ini selanjutnya digunakan untuk uji difusi.
31 Tabel 4.4 Formula Sediaan Gel yang digunakan untuk Uji Difusi Bahan
Persentase bahan dalam sediaan (% b/b)
Vitamin C
FG5 (pH 3) 5
FG6 (pH 5) 5
FG7 (pH 7) 5
HPMC
3
3
3
Dapar fosfat pH 3
92
-
-
Dapar fosfat pH 5
-
92
-
Dapar fosfat pH 7
-
-
92
Tabel 4.5 Formula Sediaan Krim yang digunakan untuk Uji Difusi Persentase bahan dalam sediaan (% b/b)
Bahan
Vitamin C
FK5 (pH 3) 5
FK6 (pH 3) 5
FK7 (pH 3) 5
Parafin cair
20
20
20
Setil alkohol
8
8
8
Span 60
5
5
5
Dapar fosfat pH 3
62
-
-
Dapar fosfat pH 5
-
62
-
Dapar fosfat pH 7
-
-
62
Tween 60
Formula FG5, FG6, FG7, FK5, FK6, FK7 digunakan untuk uji difusi. Prinsip percobaan ini adalah mengukur jumlah zat aktif yang telah berdifusi melalui membran berlemak pada interval waktu tertentu. Membran yang digunakan adalah kertas Whatman no.1 yang rendam dalam larutan Spangler. Tujuannya adalah agar membran yang dihasilkan mirip dengan komposisi stratum korneum, dimana komposisi dari larutan spangler mirip dengan komponen penyusun stratum korneum manusia. Membran yang digunakan adalah membran yang memenuhi syarat uji keseragaman membran yaitu jika persentase cairan Spangler terserap antara 102,19-131,22 %. Pada uji difusi digunakan dapar fosfat sebagai cairan penerima yang disambungkan dengan pompa peristaltik. Dapar fosfat melewati sediaan yang ada di dalam sel difusi, melarutkan zat aktif yang ada dalam sediaan dan dibawa ke cairan penerima. Sampling dilakukan pada
32 menit ke-5, 15, 30, 45, 60, 75, 90, 105, 120, 135, 150, 160, 170, 180. Hasil yang diperoleh disampaikan pada Tabel 4.6 dan Gambar 4.1. Tabel 4.6 Vitamin C yang berdifusi dari Sediaan Gel dan Krim Jumlah Vitamin C yang berdifusi persatuan luas membran (µg/cm2)
t FG5
FG6
FG7
FK5
FK6
FK7
5
8,69±1,56
8,58 ± 1,41
8,52±0,08
5,47±1,02
5,34±0,07
5,07±1,04
15
19,74±3,32
18,34 ± 3,56
17,01±189
11,56±2,88
11,49±1,11
9,05±2,46
30
32,27±2,56
26,52±4,47
23,93±5,08
18,04±4,86
15,18±1,88
13,74±3,98
45
45,44±3,79
36,12±5,12
29,57±3,67
24,10±6,99
19,09±3,46
19,37±7,02
60
52,30±5,35
45,39±9,12
35,31±7,22
30,59±6,45
22,43±5,68
23,09±7,56
75
59,40±4,02
51,65±7,26
41,47±8,96
38,90±4,23
24,85±6,89
24,70±7,66
90
66,81±8,67
56,33±6,51
45,29±7,45
45,89±8,03
28,52±7,02
27,08±9,12
105
75,94±8,58
59,66±8,24
47,55±10,22
49,14±7,63
32,46±6,22
29,71±4,32
120
81,68±9,82
62,55±9,21
50,27±11,24
52,64±6,88
35,62±7,98
33,35±9,16
135
86,29±5,29
70,68±11,23
52,09±6,08
53,68±9,06
38,65±6,24
37,48±10,22
150
90,92±6,86
74,38±15,46
54,71±7,07
55,32±7,09
41,83±5,78
40,68±8,12
160
95,45±9,36
75,45±6,07
58,11±9,02
57,01±8,02
44,47±11,93 43,64±10,33
170
95,70±11,49
75,94±7,92
58,51±11,03
57,48±6,33
44,99±9,98
44,41±10,66
180
96,10±10,43
76,14±12,03 58,99±10,35 57,68±10,04 45,15±10,25
44,54±8,84
Keterangan : t = waktu (menit) n = 3 batch
33
Gambar 4.1 Profil laju difusi vitamin C dari sediaan gel dan krim Keterangan: Formula gel dengan pH 3 (FG5), Formula gel dengan pH 5 (FG6), Formula gel dengan pH 7 (FG7), Formula krim dengan pH 3 (FK5), Formula krim dengan pH 5 (FK6), Formula krim dengan pH 7 (FK7). Pada Tabel 4.6 dan Gambar 4.1 dapat dilihat adanya perbedaan profil difusi vitamin C dari bentuk dan pH sediaan yang berbeda. Bentuk sediaan gel memberikan kecepatan difusi yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang diberikan oleh sediaan krim dan kenaikan pH menurunkan difusi vitamin C dari sediaan. Jumlah vitamin C yang berdifusi dari sediaan gel dengan pH 3, 5 dan 7 berturut-turut adalah 96,10 µg/cm2 (4,57 %); 76,14 µg/cm2 (3,62 %); 58.99324 µg/cm2 (2,80 %). Sedangkan dari sediaan krim dengan pH 3, 5 dan 7 berturut-turut adalah 57,68 µg/cm2 (2,74 %) ; 45,15 µg/cm2 (2,15 %); 44.54 µg/cm2 (2,12 %). Dari data yang diperoleh dilakukan analisis statistika dengan metode analisis variansi. Hasil dapat dilihat pada Tabel 4.7.
34 Tabel 4.7 Analisis Variansi Jumlah vitamin C yang berdifusi Formula
FG pH 3
FG pH 5
FG pH 7
FK pH 3
FK pH 5
FK pH 7
FG pH 3
-
BB
BB
BB
BB
BB
FG pH 5
BB
-
BB
BB
BB
BB
FG pH 7
BB
BB
-
TB
BB
BB
FK pH 3
BB
BB
TB
-
BB
BB
FK pH 5
BB
BB
BB
BB
-
TB
FK pH 7
BB
BB
BB
BB
TB
-
Keterangan:
BB = berbeda bermakna TB = tidak berbeda bermakna
Analisis variansi menunjukkan bahwa formula gel pH 3 berbeda bermakna dengan formula gel pH 5 dan pH 7 hal ini menunjukkan semakin tinggi pH sediaan gel, akan semakin tinggi laju difusi zat aktif yang bersifat asam. Dengan peningkatan pH, koefisien partisi obat yang bersifat asam akan menurun sedangkan koefisien partisi obat yang bersifat basa akan meningkat. Semakin tinggi pH sediaan maka jumlah zat aktif obat yang bersifat asam dalam bentuk terionisasi semakin banyak. Untuk zat aktif yang bersifat asam lemah:
pH = pKa + Log
Obat dalam bentuk tidak terionisasi yang cenderung bersifat lipofil memiliki kemampuan untuk berdifusi menembus membran, semakin tinggi jumlah obat yang tidak terionisasi semakin banyak jumlah obat yang dapat menembus membran. Sifat inilah yang menyebabkan difusi pasif obat berubah-ubah tergantung pada bentuk obat dalam sediaan. Bentuk sediaan juga mempengaruhi laju difusi vitamin C dimana difusi dari sediaan gel lebih tinggi dibandingkan sediaan krim. Hal ini disebabkan sediaan krim yang terdiri dari 2 fasa yaitu fasa minyak dan fasa air, dimana vitamin C dapat berada pada kedua fasa tersebut. Sehingga waktu yang dibutuhkan vitamin C berdifusi lebih lama. Pada krim pH 5 dan pH 7 ditemukan perbedaan yang tidak bermakna, hal ini diduga karena viskositas krim pH 7 yang lebih rendah dari viskositas krim pH 5, sehingga meskipun dari faktor pH, pH 7 memberikan jumlah yang tidak terionisasi lebih kecil, dari faktor viskositas difusi zat aktif lebih besar. Hal ini kemungkinan berkaitan dengan hukum Stokes
35 – Einstein dimana dalam media dengan viskositas yang tinggi difusi sesuatu zat akan semakin rendah, dengan difusi zat aktif dalam media yang rendah maka difusi yang menembus membran juga akan semakin rendah. Hal ini menunjukkan bahwa selain pH, kecepatan difusi juga dipengaruhi oleh viskositas sediaan. Hukum Stokes – Einstein D =
dimana k’ = tetapan Boltzman ; T = suhu
mutlak medium ; r = jari – jari molekul; η = viskositas medium Dalam penelitian ini juga telah dicoba dilihat stabilitas vitamin C dalam berbagai sediaan yang dibuat dengan cara menentukan kadar vitamin C pada hari ke-25 dengan menggunakan metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dengan fasa gerak dapar fosfat pH 3 : metanol (75:25). Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 4.8. Tabel 4.8 Uji Stabilitas vitamin C dalam gel dan krim Sediaan
AUC
C (ppm)
FG pH 3
7508,97
107,87
Vitamin C yang tersisa (%) 21,57
FG pH 5
8721,40
132,23
26,44
FG pH 7
7518,50
108,06
21,61
FK pH 3
3368,20
24,67
24,67
FK pH 5
4780,00
53,04
53,04
FK pH 7
4418,90
45,78
45,78
Dari hasil yang diperoleh vitamin C yang bersisa paling banyak ada pada pH 5 dibandingkan dengan pH 3 dan pH 7. Hasil yang diperoleh mendekati pH stabilitas menurut literatur yaitu pada pH 5,4. Vitamin C mudah mengalami oksidasi dengan adanya oksigen yang akan membentuk asam dehidroaskorbat. Untuk mencegah oksidasi dapat ditambahkan antioksidan ke dalam sediaan. Vitamin C juga tidak stabil dalam larutan hal ini dapat dilihat dimana vitamin C yang ada dalam krim lebih stabil dibandingkan dengan vitamin C yang ada dalam gel.