BAB 4 HASIL DAN BAHASAN 4.1 Pengumpulan Data 4.1.1 Proses Bisnis Perusahaan PT Artistika Kreasi Mandiri memiliki 5 departemen pokok dalam proses bisnis mereka, yaitu bagian purchasing yang dipegang oleh owner, bagian marketing, bagian produksi yang terdiri dari divisi pembuatan frame, weaving, dan pengecatan, bagian QC, serta bagian gudang dan logistik. Adapun penjelasan mengenai proses bisnis perusahaan dapat dilihat dibawah ini:
Sumber: PT Artistika Kreasi Mandiri
Gambar 4.1 Proses Bisnis Perusahaan 4.1.2 Data Kecelakaan Kerja Dalam melakukan proses bisnisnya, PT Artistika Kreasi Mandiri sebagai perusahaan yang bergerak di bidang furniture memiliki risiko kecelakaan kerja pada pekerja terlebih perusahaan ini melakukan sebagian besar proses produksi dengan cara tradisional. Kecelakaan kerja tersebut perlu diketahui untuk nantinya dilakukan penanganan lebih lanjut. Perusahaan dituntut untuk memperhatikan aspek keselamatan dan kesehatan kerja dalam menjalankan proses produksi, dikarenakan mereka harus menjaga aset sumber daya mereka yang paling berharga yaitu manusia. Kecelakaan kerja sendiri memungkinkan terjadi di mana saja, akan tetapi perlu diketahui bagian mana di perusahaan yang memiliki risiko terjadinya kecelakaan kerja. Selama pengamatan dan pengumpulan data dilakukan, didapatkan bagian (divisi) dari perusahaan yang memiliki risiko dan sejarah kecelakaan
20
21 kerja tertinggi. Adapun hasil pengamatan dan pengumpulan data kecelakaan kerja periode April 2012 – Maret 2013 adalah sebagai berikut: Tabel 4.1 Total Kecelakaan Kerja Divisi Produksi Frame Produksi Weaving Quality Control Gudang dan Logistik Total
Jumlah Pekerja
Man Hours
Total Incident
19 10 10 4 43
39360 15792 22704 7632 85488
97 40 50 13 200
Sumber: PT Artistika Kreasi Mandiri (2013)
Dalam pengamatan dan pengumpulan data kecelakaan kerja, perlu dilakukan pengelompokkan kategori kecelakaan yang dicatat. Hal ini dilakukan dengan tujuan melihat tingkat keparahan kecelakaan kerja yang dicatat untuk nantinya diolah dengan menggunakan metode LTFR. Adapun tingkatan keparahan dari kecelakaan kerja tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut (International Association of Oil & Gas Producers, 1999, pp. 4-10): - First Aid Case (FAC), merupakan kecelakaan kerja yang berkaitan dengan cidera ringan atau penyakit yang dapat diatasi dengan tindakan pertolongan pertama dan tidak membutuhkan seorang dokter atau paramedis. - Medical Treatment Case (MTC), merupakan cidera atau orang sakit yang membutuhkan perawatan medis oleh dokter atau paramedis. - Restricted Work Day Case (RWDC), merupakan kondisi dimana seorang pekerja tidak dapat bekerja secara normal akibat kecelakaan kerja, tetapi dapat melakukan pekerjaan sementara. Setelah insiden terjadi dan dilakukan penanganan, pekerja masih mampu melanjutkan pekerjaan tersebut walaupun tidak maksimal. - Lost Time Injury (LTI), merupakan cidera atau penyakit akibat dari pekerjaan yang menyebabkan pekerja tidak dapat melanjutkan pekerjaan untuk beberapa hari kedepan setelah mengalami kecelakaan kerja. Berdasarkan penjelasan di atas, maka didapatkan data hasil pengelompokkan kecelakaan kerja berdasarkan FAC, MTC, RWC, dan LTI: Tabel 4.2 Klasifikasi Kecelakaan Kerja Divisi Produksi Frame Produksi Weaving Quality Control Gudang dan Logistik Total
Total FAC
Total MTC
Total RWC
Total LTI
Total Incident
54 30 34 9 127
2 0 1 0 3
41 10 14 3 68
0 0 1 1 2
97 40 50 13 200
Sumber: PT Artistika Kreasi Mandiri (2013)
Data di atas menunjukkan pengelompokkan kecelakaan kerja berdasarkan tingkat keparahan yang dicatat, dimana didapatkan total 127 FAC, 3 MTC, 68 RWC, dan 2 LTI. Dengan demikian, kecelakaan kerja yang
22 dapat dicatat dari hasil pengamatan dan pengumpulan data terdapat sebanyak 200 kecelakaan kerja.
Sumber: penulis
Gambar 4.2 Piramida Kecelakaan Kerja Setelah diketahui jumlah kecelakaan kerja dan klasifikasi tingkat keparahan yang dicatat, maka perlu juga diketahui efek kecelakaan kerja yang diterima oleh pekerja di perusahaan. Adapun keterangan dari efek kecelakaan kerja yang diterima oleh pekerja adalah sebagai berikut: Tabel 4.3 Efek Kecelakaan Kerja Keterangan
Total
LG
Luka Gores
71
LB
Luka Bakar
96
LT
Luka Tusuk
11
MP
Mata Perih
16
Dll
Efek Kecelakaan kerja lainnya
6
Grand Total
200
Sumber: PT Artistika Kreasi Mandiri (2013)
Data di atas menunjukkan dari 200 kecelakaan yang terjadi periode April 2012 – Maret 2013, terdapat 71 kecelakaan kerja yang memberikan efek luka gores, 96 luka bakar, 11 luka tusuk, dan 16 diantaranya mata perih. 4.1.3 Data Pekerja dan Man Hours Pekerja Dalam perhitungan LTFR, kedua data ini dibutuhkan untuk rasio antara kecelakaan kerja yang terjadi dengan jam kerja yang telah dijalani. PT Artistika Kreasi Mandiri mempekerjakan pekerja untuk 8 jam kerja setiap hari. Hari kerja yang ditentukan yakni setiap hari senin – sabtu dengan jam operasional dari pukul 08.00 – 17.00 WIB. Adapun hasil pengamatan dan pengumpulan data untuk jumlah pekerja dan jam kerjanya sebagai berikut:
23 Tabel 4.4 Data Pekerja dan Man Hours Pekerja Divisi Produksi Frame Produksi Weaving Quality Control Gudang dan Logistik Total
Jumlah Pekerja
Total Man Hours
19 10 10 4 43
39360 15792 22704 7632 85488
Sumber: PT Artistika Kreasi Mandiri (2013)
4.1.4 Data Produksi Kecelakaan kerja yang terjadi di perusahaan tentunya akan mempengaruhi produktivitas dari pekerja. Keterkaitan tersebut nantinya perlu dianalisis. Oleh sebab itu, data produksi dari bagian produksi tentunya sangat diperlukan. Adapun hasil pengamatan dan pengumpulan data terkait produksi selama dilakukan observasi dimana di dalamnya terkandung kecelakaan kerja adalah sebagai berikut: Tabel 4.5 Data Unit Produksi Unit yang Dihasilkan (hari) Man Hours/hari Dengan Kecelakaan Tanpa Kecelakaan Kerja Kerja No Produk Frame Frame Frame Weaving Weaving Weaving (6 orang) (6 orang) (6 orang) 1
U Chair
22
0,50
25
0,67
48
8
2
Amberes Arm
25
0,50
30
0,67
48
8
3
Amberes Side
25
0,50
30
0,67
48
8
4
Caddie
25
0,50
30
0,67
48
8
5
Cylon Chair
25
0,33
27
0,50
48
8
6
Lucy Lazy Arm Lucy Dining Arm Chair Lucy Foot Stole
25
0,67
30
1,00
48
8
25
0,50
28
0,67
48
8
25
0,50
28
0,67
48
8
Lucy Center Lucy Coffee Table Rata-rata
25
0,50
30
0,67
48
8
25
0,50
28
0,67
48
8
24,7
0,5
28,6
0,68
48
8
7 8 9 10
Sumber: PT Artistika Kreasi Mandiri (2013)
Dari data di atas, dilihat hasil produksi pekerja dari divisi pembuatan frame dan weaving. Alasan pemilihan divisi produksi frame dan weaving dikarenakan kedua divisi ini memiliki output pasti dan dapat dihitung jumlahnya. Data di atas merupakan hasil produksi dari pekerja untuk beberapa produk continue. Untuk produksi frame, membutuhkan 6 orang berbeda setiap unitnya dikarenakan proses yang berbeda dan berurutan dalam produksinya sehingga man hours untuk frame dikalikan dengan 6. Sedangkan
24 data man hours untuk produksi weaving didasarkan pada output yang dihasilkan satu orang. Jika dilihat antara produksi frame dan weaving tidak berimbang, dikarenakan perusahaan memiliki banyak tenaga lepas yang dipekerjakan di luar perusahaan untuk menutupi output yang sedikit di perusahaan. Untuk itu, data yang diambil dan dikumpulkan untuk produksi weaving hanya data produksi yang terjadi di dalam perusahaan. Data di atas didapatkan dengan ketentuan 8 jam kerja per hari, tanpa waktu lembur. Dalam pengumpulan data produksi, output yang didapatkan dikategorikan ke dalam dua garis besar, yaitu output yang dihasilkan mengandung kecelakaan kerja di dalamnya, serta output optimal yang tidak mengandung kecelakaan kerja di dalamnya. Data tersebut berasal dari data perusahaan, hasil wawancara, serta pengamatan langsung di lapangan untuk beberapa hari. 4.2 Pengolahan Data 4.2.1 Diagram Pareto Efek Kecelakaan Kerja Data kecelakaan kerja, baik dari segi jumlah, klasifikasi tingkat keparahan, dan efeknya telah dijelaskan pada pengumpulan data. Akan tetapi efek kecelakaan kerja yang terjadi di perusahaan perlu dijabarkan untuk mengetahui jumlah terbanyak. Berikut frekuensi dari data efek kecelakaan kerja di PT Artistika Kreasi Mandiri: Tabel 4.6 Akumulasi Efek Kecelakaan Kerja Keterangan Total Persentase Cumulative LG Luka Bakar 96 48,0% 48,0% LB Luka Gores 71 35,5% 83,5% LT Mata Perih 16 8,0% 91,5% MP Luka Tusuk 11 5,5% 97,0% Dll Kecelakaan kerja lainnya 6 3,0% 100,0% Grand Total 200 100% 100% Sumber: pengolahan data
Untuk menentukan efek kecelakaan kerja terbesar yang mempengaruhi keselamatan dan kesehatan kerja berdasarkan tabel di atas, maka digunakan diagram Pareto yang dapat dilihat pada gambar berikut:
Sumber: pengolahan data
Gambar 4.3 Diagram Pareto Jenis Kecelakaan Kerja
25 Dari diagram Pareto, dapat dilihat bahwa efek kecelakaan kerja terbanyak yang diterima pekerja terdapat pada jenis luka bakar dan luka gores. Efek luka bakar disebabkan oleh percikan las, radiasi panas, dan terkena solder. Untuk luka gores, disebabkan oleh sayatan silet, pisau, cutter, dan gunting. 4.2.2 Ishikawa Chart Melihat banyaknya kecelakaan kerja sehingga menimbulkan efek terbanyak pada luka bakar dan luka gores, maka dilakukan pemetaan penyebab dari kecelakaan kerja tersebut. Pemetaan tersebut digambarkan pada ishikawa chart berikut ini:
Tools
Method
Maintenance
SOP Atribute Safety Prosedure
Life Cycle
Work Incident Behaviour Noise Sound Machine
Environment
Training Turn over Temperature
Skill Man
Sumber: pengolahan data
Gambar 4.4 Ishikawa Chart Kecelakaan Kerja Berdasarkan hasil observasi, dapat disimpulkan penyebab kecelakaan kerja terbanyak berasal dari faktor tenaga kerja (man). Untuk penyebab lainnya, seperti kesalahan prosedur dan SOP (method), lingkungan, dan peralatan terjadi dalam jumlah kecil di perusahaan. 4.2.3 Lost Time Frequency Rate Pada tahap pengumpulan data, telah dijabarkan jumlah kecelakaan kerja yang terjadi di PT Artistika Kreasi Mandiri. Penjabaran tersebut mengenai kecelakaan kerja yang diklasifikasikan ke dalam FAC, MTC, RWC, dan LTI. Tujuannya yaitu untuk mengetahui sifat kecelakaan kerja yang dicatat oleh perusahaan. Selain itu, diketahui juga jumlah pekerja dan jam kerja mereka. Kedua data tersebut merupakan data pendukung dalam pengolahan LTFR. Perhitungan LTFR, merupakan perhitungan rasio kecelakaan kerja yang mengakibatkan lost time per 1 juta jam kerja pekerja. Perhitungan LTFR dilakukan dengan rumus:
Selain menghitung LTFR, dilakukan juga perhitungan TIFR dan TRIR. Total Incident Frequency Rate (TFIR) merupakan rasio total kecelakaan kerja yang terjadi di perusahaan yang dalam hal ini berarti mulai
26 dari FAC, MTC, RWDC, dan LTI digunakan dalam perhitungan. Perhitungan TIFR dilakukan dengan rumus:
Tahapan akhir yakni melakukan perhitungan TRIR. Total Recordable Incident Frequency Rate (TRIR) merupakan rasio insiden kecelakaan kerja yang dicatat perusahaan. Masih sama dengan LTFR dan TFIR, satuan yang digunakan disini per satu juta jam kerja pekerja. Dalam TRIR, perusahaan hanya mencatat MTC, RWDC, dan LTI dalam perhitungannya. Hal ini dikarenakan perusahaan beranggapan bahwa ketiga hal tersebut merupakan insiden yang lebih perlu diperhitungkan mengingat FAC yang memiliki frekuensi tidak tetap dan tidak terlalu memberikan dampak bagi proses bisnis perusahaan. Perhitungan TRIR dilakukan dengan rumus:
Adapun hasil perhitungan LTFR, TFIR, dan TRIR dari masingmasing divisi yang dilakukan pengamatan adalah sebagai berikut: Tabel 4.7 Perhitungan LTFR, TIFR, TRIR Frame LTFR (Lost Time Frequency Rate) TIFR (Total Incident Frequency Rate) TRIR (Total Recordable Incident Frequency Rate)
Weaving
0
0
2464,43
1092,48
QC
44,05
2532,93
633,23
2202,26
704,72
Gudang dan Logistik
Satuan
Keterangan
131,03
Rasio lost time per 1 juta jam kerja
LTI/Man Hours x 1.000.000
1703,35
Rasio total insiden per 1 juta jam kerja
(FAC+MTC+RWDC+LTI)/ Man Hours x 1.000.000
524,11
Rasio insiden yang dicatat perusahaan per 1 juta jam kerja
(MTC+RWDC+LTI)/Man Hours x 1.000.000
Sumber: pengolahan data
Setelah melakukan perhitungan di tiap divisi, selanjutnya dilakukan perhitungan untuk LTFR, TFIR, dan TRIR total untuk semua jumlah kecelakaan yang terjadi di perusahaan. Adapun hasil perhitungan LTFR, TFIR, dan TRIR keseluruhan adalah sebagai berikut: Tabel 4.8 Perhitungan LTFR, TIFR, TRIR Keseluruhan Nilai
Satuan
Keterangan
LTFR (Lost Time Frequency Rate)
23,395
Rasio lost time per 1 juta jam kerja
LTI/Man Hours x 1.000.000
TIFR (Total Incident
2339,51
Rasio total insiden
(FAC+MTC+RWDC+LTI)/Ma
27 Frequency Rate)
TRIR (Total Recordable Incident Frequency Rate)
853,92
per 1 juta jam kerja
n Hours x 1.000.000
Rasio insiden yang dicatat perusahaan per 1 juta jam kerja
(MTC+RWDC+LTI)/Man Hours x 1.000.000
Sumber: pengolahan data
Sehingga, apabila digambarkan ke dalam bentuk pie chart adalah sebagai berikut:
Sumber: pengolahan data
Gambar 4.5 Pie Chart LTFR, TIFR, TRIR 4.2.4 Produktivitas Produktivitas merupakan hal penting sebagai salah satu faktor dalam pengukuran kinerja. Semakin tinggi tingkat produktivitas, maka semakin baik kinerja dari pekerja yang terkait dalam proses produksi di perusahaan. Semakin banyak produk yang dihasilkan pekerja per satuan waktu tertentu, maka semakin tinggi produktivitas yang dihasilkan. Dalam perhitungan produktivitas, digunakan rumus sebagai berikut:
Setelah perhitungan LTFR kecelakaan kerja, dicari produktivitas dari pekerja. Produktivitas dicari bertujuan untuk melihat keterkaitan antara kecelakaan kerja dengan tingkat produktivitas. Berikut ini hasil perhitungan produktivitas awal yang mengandung kecelakaan kerja dalam melakukan proses produksi: Tabel 4.9 Tingkat Produktivitas dengan Kecelakaan Kerja Unit yang Dihasilkan (hari) Dengan Kecelakaan Kerja No Produk Frame Produktivitas Produktivitas Weaving (6 orang) Frame Weaving
28 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
U Chair Amberes Arm Amberes Side Caddie Cylon Chair Lucy Lazy Arm Lucy Dining Arm Chair Lucy Foot Stole Lucy Center Lucy Coffee Table Rata-rata
22 25 25 25 25 25 25 25 25 25 24,7
0,50 0,50 0,50 0,50 0,33 0,67 0,50 0,50 0,50 0,50 0,5
0,458 0,521 0,521 0,521 0,521 0,521 0,521 0,521 0,521 0,521 0,515
0,063 0,063 0,063 0,063 0,042 0,083 0,063 0,063 0,063 0,063 0,063
Sumber: pengolahan data
Untuk melihat keterkaitan antara kecelakaan kerja dengan tingkat produktivitas, maka perlu dicari produktivitas tanpa adanya kecelakaan kerja dalam proses produksi. Hasil dari kedua produktivitas nantinya dibandingkan dan dilihat apakah terdapat perbedaan antara tingkat produktivitas awal yang mengandung kecelakaan kerja dengan tingkat produktivitas tanpa adanya kecelakaan kerja dalam proses produksi. Adapun hasil perhitungan produktivitas tanpa kecelakaan kerja adalah sebagai berikut: Tabel 4.10 Tingkat Produktivitas tanpa Kecelakaan Kerja Unit yang Dihasilkan (hari) Tanpa Kecelakaan Kerja No Produk Frame Produktivitas Produktivitas Weaving (6 orang) Frame Weaving 1 U Chair 25 0,67 0,521 0,083 0,083 2 Amberes Arm 30 0,67 0,625 0,625 0,083 3 Amberes Side 30 0,67 0,625 0,083 4 Caddie 30 0,67 5 Cylon Chair 27 0,50 0,563 0,063 6 Lucy Lazy Arm 30 1,00 0,625 0,125 7 Lucy Dining Arm Chair 28 0,67 0,583 0,083 0,083 8 Lucy Foot Stole 28 0,67 0,583 0,083 9 Lucy Center 30 0,67 0,625 0,083 10 Lucy Coffee Table 28 0,67 0,583 Rata-rata 28,6 0,683 0,596 0,085 Sumber: pengolahan data
Mengacu pada data di atas, maka dapat dilihat terdapat perbedaan hasil dari produktivitas awal yang mengandung kecelakaan kerja dalam proses produksi dengan produktivitas tanpa kecelakaan kerja dalam proses produksi. Jika produktivitas yang dihasilkan tanpa kecelakaan kerja diasumsikan sebagai hasil maksimal yang dapat dicapai pekerja, maka dapat dikatakan bahwa tingkat produktivitasnya adalah 100%. Adapun hasil perhitungan persentase produktivitas yang mengandung kecelakaan kerja di dalamnya adalah sebagai berikut:
29
No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tabel 4.11 Persentase Tingkat Produktivitas % Produktivitas Dengan Kecelakaan Tanpa Kecelakaan Kerja Kerja Produk Frame Frame Weaving Weaving (6 orang) (6 orang) U Chair 88% 75% 100% 100% Amberes Arm 83% 75% 100% 100% Amberes Side 83% 75% 100% 100% Caddie 83% 75% 100% 100% Cylon Chair 93% 67% 100% 100% Lucy Lazy Arm 83% 67% 100% 100% Lucy Dining Arm Chair 89% 75% 100% 100% Lucy Foot Stole 89% 75% 100% 100% Lucy Center 83% 75% 100% 100% Lucy Coffee Table 89% 75% 100% 100% Rata-rata 87% 73% 100% 100%
Sumber: pengolahan data
4.3 Pembahasan Hasil Teknik Industri 4.3.1 Analisis Penyebab Kecelakaan Kerja Dari hasil pengumpulan dan pengolahan data kecelakaan kerja di PT Artistika Kreasi Mandiri, dapat dilihat jumlah kecelakaan kerja di perusahaan tergolong cukup tinggi. Terdapat total 200 kecelakaan kerja yang terjadi pada periode April 2012 – Maret 2013. Dari total kecelakaan kerja tersebut dapat diklasifikasikan bahwa terdapat 127 kecelakaan yang bersifat First Aid Case (FAC), 3 kecelakaan yang bersifat Medical Treatment Case (MTC), 68 kecelakaan yang bersifat Restricted Work Day Case (RWDC), dan 2 kecelakaan yang bersifat Lost Time Injury (LTI).
Sumber: pengolahan data
Gambar 4.6 Klasifikasi Tingkat Keparahan Kecelakaan Kerja
30 Berdasarkan data tersebut, dapat dilihat bahwa kecelakaan kerja terbanyak adalah kecelakaan kerja yang bersifat FAC, yaitu kecelakaan kerja ringan yang dapat di atasi dengan pengobatan ringan tanpa membutuhkan dokter atau paramedis. Banyaknya Kecelakaan kerja yang bersifat FAC ini dipengaruhi oleh jenis pekerjaan yang dilakukan pekerja dikarenakan sifat pekerjaan yang diterapkan perusahaan masih bersifat semi-tradisional. Kecelakaan kerja ini diakibatkan oleh tergores peralatan yang mengakibatkan luka gores, atau terkena percikan las sehingga mengakibatkan luka bakar ringan. Selanjutnya, terjadi 68 kecelakaan kerja yang bersifat RWDC di perusahaan. Sama halnya dengan kecelakaan kerja yang bersifat FAC, kecelakaan kerja RWDC juga diakibatkan karena jenis pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja. Hanya saja, kecelakaan ini membutuhkan pengobatan medis lebih serius dibandingkan FAC. Kecelakaan kerja bersifat RWDC membutuhkan pengobatan yang tepat, serta catatan dokter atau paramedis. Untuk kecelakaan kerja RWDC, pekerja yang mengalami kecelakaan kerja masih sanggup untuk melanjutkan pekerjaan mereka sehingga tidak menimbulkan lost time. Untuk kecelakaan kerja yang bersifat MTC dan LTI, hanya terjadi beberapa kali saja di perusahaan. Kecelakaan kerja yang bersifat MTC terjadi 3 kali, diakibatkan tertembak paku dan terkena mata bor. Akan tetapi pekerja masih dapat melanjutkan pekerjaan di kemudian harinya tanpa mengakibatkan lost time. Sedangkan kecelakaan kerja yang sampai menimbulkan lost time (LTI) terjadi sebanyak 2 kali diperusahaan. Kecelakaan ini diakibatkan tertembak mata bor sehingga harus diberikan penanganan medis serius sehingga pekerja tidak dapat melanjutkan pekerjaannya dalam kurun waktu tertentu. Dari klasifikasi kecelakaan kerja di atas, perlu diketahui efek kecelakaan kerja apa saja yang terjadi di perusahaan dan digambarkan ke dalam diagram Pareto. Efek terbesar yang diterima oleh pekerja akibat kecelakaan kerja lebih dari 80% merupakan efek luka gores dan luka bakar. Hal ini disebabkan oleh kecelakaan kerja yang diterima pekerja seperti tergores silet, cutter, pisau, obeng, terkena palu dan komponen mesin, serta terkena percikan panas dari proses pengelasan. Luka gores dan luka bakar telah memberikan pengaruh besar terhadap kecelakaan kerja yang terjadi di perusahaan. Oleh sebab itu, perlu dianalisis penyebabnya kecelakaan kerja yang menimbulkan efek luka bakar dan gores seperti yang telah dijelaskan di atas dengan menggunakan Ishikawa Chart. Berdasarkan gambaran dari Ishikawa Chart, penyebab dari kecelakaan kerja yang salah satunya mengakibatkan efek luka bakar dan luka gores adalah masalah tenaga kerja, lingkungan, metode, dan peralatan yang digunakan oleh pekerja. Akan tetapi, permasalahan yang sering ditemui terletak pada faktor tenaga kerja yaitu tidak adanya pelatihan, pengetahuan yang terbatas dari pekerja akan K3, kemampuan yang tidak merata setiap pekerja, serta tingginya turn over dikarenakan pekerja tidak diberikan kontrak melainkan mereka dipekerjakan dan dibayar sesuai output yang mereka hasilkan. Data tersebut didapatkan dari hasil pengamatan dan wawancara langsung kepada pekerja di lapangan. Dari pengamatan yang dilakukan, kecelakaan kerja dapat terjadi salah satunya dikarenakan kurangnya perhatian pihak perusahaan terhadap pekerjanya. Tidak adanya sosialisasi dan regulasi
31 terkait keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu penyebab tingginya kecelakaan kerja di perusahaan. 4.3.2 Analisis Tingkat Lost Time dan Insiden Dengan hasil perhitungan LTFR, maka didapatkan rasio kecelakaan kerja keseluruhan yang mengakibatkan lost time sebesar 23,395 atau 24 kecelakaan kerja per satu juta jam kerja dari pekerja. Dalam pencatatan lost time, perusahaan mengasumsikan bahwa setiap kecelakaan kerja yang terjadi dikatakan lost time apabila pekerja berhenti bekerja seharian pada hari tersebut atau pada hari esoknya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa satuan dari nilai rasio lost time dapat diartikan dalam satuan hari. Jika di konversikan dalam jam, maka dapat dikatakan bahwa terdapat 187,16 jam lost time dari satu juta jam kerja. Hasil ini dapat dikatakan cukup rendah jika dilihat dari sistem kerja semi-tradisional perusahaan, jumlah kecelakaan kerja yang terjadi serta jam kerja (man hours) dari pekerja di perusahaan. PT Artistika Kreasi Mandiri memiliki 43 pekerja dengan man hours 85.488 jam. Dengan jam kerja yang tidak mencapai 100.000 jam setiap tahunnya, maka apabila dihubungkan dengan hasil LTFR yang menggunakan satuan satu juta jam kerja yang dicapai, maka kecelakaan kerja yang menyebabkan lost time diperusahaan dapat dikatakan cukup rendah. Selain didapatkannya hasil perhitungan LTFR, diketahui juga hasil dari perhitungan Total Incident Frequency Rate (TIFR) dan Total Recordable Incident Frequency Rate (TRIR). Rasio Total Incident Frequency Rate (TIFR) yang dimiliki oleh perusahaan dikatakan sangat tinggi, yaitu sebesar 2339,51 kasus per satu juta jam kerja pekerja. Hal ini dipengaruhi oleh kecelakaan ringan (FAC) yang dimasukkan ke dalam perhitungan TFIR. Perlu diketahui bahwa, jumlah FAC merupakan jenis kecelakaan terbanyak yang terjadi di perusahaan yakni sebesar 127 kasus dari total 200 kasus kecelakaan kerja atau 63,5% dari total keseluruhan. Untuk rasio Total Recordable Incident Frequency Rate (TRIR) yang merupakan rasio dari frekuensi kecelakaan kerja yang dicatat oleh perusahaan pada umumnya memiliki jumlah yang cukup tinggi, yakni sebesar 853,92 kasus per satu juta jam kerja pekerja. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat RWDC yang dimasukkan ke dalam perhitungan TRIR. Kecelakaan kerja yang bersifat RWDC sendiri memiliki jumlah kedua terbanyak dari keseluruhan kecelakaan kerja yang terjadi di perusahaan. Dari data yang didapatkan, terdapat 68 kasus RWDC dari 200 kasus kecelakaan kerja yang terjadi di perusahaan atau sekitar 34% dari total keseluruhan. 4.3.3 Analisis Tingkat Produktivitas Data produktivitas yang diambil berasal dari hasil produksi pembuatan frame dan weaving. Dari data tersebut, dilakukan perhitungan produktivitas awal dimana pekerja menghasilkan produk yang didalamnya terkandung unsur kecelakaan kerja. Dari data awal, kesepuluh produk yang diambil yang merupakan produk continue lebih dari 2 tahun, diketahui rata-rata pekerja dapat menyelesaikan 22-25 frame per hari. Dengan demikian, untuk pembuatan frame memiliki produktivitas dengan nilai sebesar 0,458-0,521. Sedangkan untuk weaving dimana jenis pekerjaannya seperti melakukan pengikatan, penganyaman, dan membuat jari-jari pada produk, rata-rata pekerja dapat menyelesaikan 0,33-0,67 proses weaving per hari. Dengan demikian, proses weaving memiliki produktivitas dengan nilai sebesar 0,0420,083.
32 Setelah data awal diketahui, maka perlu diketahui pula produktivitas pekerja tanpa adanya kecelakaan kerja di dalam prosesnya. Produktivitas tanpa kecelakaan ini diasumsikan sebagai produktivitas maksimal yang dapat dicapai pekerja atau memiliki tingkat produktivitas sebesar 100%. Dengan pengamatan beberapa hari, didukung dengan data dari perusahaan dan hasil wawancara langsung, maka didapatkan data bahwa untuk pembuatan frame optimalnya dihasilkan oleh pekerja sebanyak 25-30 frame per hari. Hal ini meningkatkan produktivitas pekerja menjadi 0,521-0,625. Sedangkan untuk weaving, pekerja optimalnya dapat menghasilkan 0,5-1 produk setiap harinya. Hal ini juga meningkatkan produktivitas pekerja menjadi 0,063-0,125. Dengan demikian, maka dapat dilihat terdapat perubahan dan perbedaan signifikan yang terjadi antara ketika pekerja melakukan pekerjaan yang di dalamnya terkandung unsur kecelakaan kerja dengan pekerjaan yang terbebas dan tanpa adanya kecelakaan kerja. Tabel 4.12 Besar Kenaikan Produktivitas Besar Kenaikan Produktivitas No Produk Frame Weaving (6 orang) 1 U Chair 12% 25% 2 Amberes Arm 17% 25% 3 Amberes Side 17% 25% 4 Caddie 17% 25% 5 Cylon Chair 7% 33% 6 Lucy Lazy Arm 17% 33% 7 Lucy Dining Arm Chair 11% 25% 8 Lucy Foot Stole 11% 25% 9 Lucy Center 17% 25% 10 Lucy Coffee Table 11% 25% Rata-rata 13% 27% Sumber: pengolahan data
Produktivitas untuk pembuatan kesepuluh frame dapat meningkat sebesar 7-17% atau rata-rata 13% dan untuk proses weaving meningkat sebesar 25-33% atau rata-rata 27% untuk kesepuluh produk. Hal ini menyadarkan bahwa kecelakaan kerja dapat memberikan dampak besar dalam mempengaruhi tingkat produktivitas. Semakin kecil kecelakaan kerja yang terjadi di perusahaan, maka akan semakin besar tingkat produktivitas para pekerjanya. Begitu juga sebaliknya, apabila kecelakaan kerja semakin sering terjadi maka produktivitas dari para pekerja akan semakin rendah. 4.3.4 Analisis Usulan Perbaikan dengan Siklus PDSA Usulan perbaikan tentunya diperlukan untuk mengurangi jumlah kecelakaan kerja di perusahaan terlebih jika dapat menghilangkan lost time yang terjadi di perusahaan. Setelah dilakukan analisis di atas, dapat dilihat bahwa kecelakaan kerja cukup mempengaruhi kinerja dan produktivitas pekerja, yang tentunya jika tidak diatasi maka akan mengancam keselamatan dan kesehatan kerja serta dapat menurunkan pendapatan perusahaan. Perbaikan didasari dari penyebab terjadinya kecelakaan kerja di perusahaan, yang terkonsentrasi pada faktor tenaga kerja, prosedur, dan SOP perusahaan.
33 Untuk itu perlu penerapan perbaikan atau solusi dengan analisis siklus PDSA (Plan-Do-Study-Act) sebagai bentuk continous improvement untuk perbaikan perusahaan kedepannya. Adapun tahapan penerapan siklus ini dalam perusahaan adalah sebagai berikut: 1. Tahap awal: Plan, pada tahapan ini dilakukan perencanaan usulan perbaikan dengan landasan data kecelakaan terbanyak, efek yang diterima pekerja, serta penyebab kecelakaan kerja terbanyak. Dari analisis yang ada, faktor tenaga kerja merupakan penyebab yang sering muncul dalam permasalahan kecelakaan kerja di perusahaan. Maka perlu dilakukan beberapa perencanaan usulan perbaikan, diantaranya: a. Untuk penyebab yang muncul dari faktor tenaga kerja: - Dalam mengatasi tingkat turn over yang tinggi, perusahaan harus merubah sistem perekrutan pekerja menjadi sistem kontrak jangka pendek yang di dalamnya terdapat beberapa peraturan seperti sistem pembayaran, punishment apabila tidak masuk kerja, dan sebagainya. - Dalam mengatasi keterampilan pekerja yang berbeda akibat tingkat turn over yang muncul, maka dibutuhkan pelatihan singkat mengenai jobdesk yang akan dijalankan pekerja. Tujuannya agar pekerja baru memahami betul mengenai pekerjaan mereka dan prosedur yang berlaku. b. Mengatasi pengetahuan dan sifat pekerja yang berbeda-beda, maka dibutuhkan sebuah instruksi kerja dan peraturan yang nyata dan tertulis yang di dalamnya terdapat secara jelas mengenai aturan masing-masing pekerjaan, prosedur masing-masing pekerjaan, dampak dan hukuman dari pelanggaran yang dilakukan. Instruksi kerja, dan peraturan ini tentunya perlu disosialisasikan secara berkala sebagai bentuk peringatan dan langkah konkret perusahaan dalam menjunjung k3 dalam bekerja. Hal ini penting dilakukan, terlebih apabila perusahaan akan berkembang ke arah yang lebih besar. 2. Tahap kedua: Do, pada tahapan ini dilakukan masa percobaan terhadap beberapa usulan dari perencanaan perbaikan di atas. 3. Tahap ketiga: Study, pada tahapan ini dilakukan evaluasi mengenai hasil uji coba. Jika perencanaan usulan perbaikan memberikan dampak yang positif, seperti meningkatkan produktivitas, mengurangi kecelakaan kerja, mengurangi biaya pengobatan dan kesehatan pekerja, serta hal lainnya maka perencanaan tersebut dapat di coba untuk diterapkan dalam jangka waktu tertentu. Apabila perencanaan usulan perbaikan tidak memberikan efek perubahan apapun, bahkan menimbulkan efek negatif bagi perusahaan maka perlu dilakukan tahapan awal dimana dilakukan perencanaan ulang mengenai alternatif perbaikan. 4. Tahap akhir: Act, pada tahapan ini dilakukan penerapan dari perencanaan usulan perbaikan yang telah dilakukan. Perencanaan usulan perbaikan tersebut tentunya dapat saja mengalami perubahan dalam perjalanannya sehingga didapatkan usulan perbaikan yang terbaik untuk diterapkan. Dalam melakukan penerapan, dilakukan juga monitoring dengan tujuan melihat apakah usulan perbaikan tersebut memenuhi harapan dan tujuan yang diinginkan oleh pihak perusahaan.
34
Sumber: pengolahan data
Gambar 4.7 Siklus PDSA Perbaikan dan pengembangan berkelanjutan dinilai sangat penting perihal permasalahan kecelakaan kerja yang terjadi di perusahaan. Kecelakaan kerja sering terjadi walaupun banyak diantaranya memiliki tingkat keparahan yang rendah, akan tetapi akan menjadi bom waktu kedepannya jika tidak ditindaklanjuti. Apabila perusahaan berkembang nantinya, tentu jumlah pekerja dan peluang dari munculnya kecelakaan kerja akan semakin tinggi. Jika perbaikan tidak dilakukan, tidak menutup kemungkinan nilai lost time perusahaan akan meningkat dan hal ini akan merugikan perusahaan jika dilihat dari segi produktivitas. Hubungan yang ada, jika kecelakaan kerja semakin banyak dan semakin parah, maka produktivitas yang dihasilkan akan semakin rendah. 4.4 Pembahasan Hasil Sistem Informasi 4.4.1 Analisis Sistem Informasi PT Artistika Kreasi Mandiri merupakan perusahaan yang bergerak dalam pembuatan furniture dengan bahan baku rotan sintetis. Salah satu aspek yang kurang diperhatikan oleh perusahaan adalah aspek kesehatan dan keselamatan kerja (K3). Dalam melakukan manajemen K3, perusahaan tidak membuat sistem yang terstruktur dalam mencatat data kecelakaan kerja yang terjadi. Pencatatan hanya dilakukan secara langsung pada kertas, tanpa pencatatan menggunakan sistem atau program. Padahal, kecelakaan kerja dapat memberikan pengaruh langsung terhadap perusahaan khususnya dalam hal produktivitas dan finansial. Pada awalnya, kecelakaan kerja yang terjadi hanya dilakukan penanganan langsung. Jika kecelakaan kerja dikategorikan berat, korban dilakukan penanganan di perusahaan dan dirujuk ke rumah sakit terdekat. Jika kecelakaan kerja dikategorikan ringan, penanganan berupa pengobatan dilakukan dengan obat-obat yang tersedia di perusahaan saja. Tidak ada aktor yang mencatat kecelakaan mulai dari data korban (pekerja) sampai dengan data penanganan dan kronologis. Pengaruh terbesar dari terjadinya
35 kecelakaan kerja adalah terhentinya proses kerja. Hal ini tentunya akan mempengaruhi produktivitas pekerja dan perusahaan. Ini juga dapat mengurangi pendapatan perusahaan, jika produktivitas pekerja dalam menghasilkan produk menurun. Kejadian seperti ini akan berdampak terhadap proses bisnis perusahaan. Proses bisnis perusahaan akan terganggu stabilitasnya jika hal seperti ini tidak ditanggulangi dan diperbaiki. Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis dari sisi teknik industri, dikatakan bahwa kecelakaan kerja terjadi banyak disebabkan oleh faktor manusia. Salah satunya dikarenakan tingkat turn over yang tinggi dari pekerja di perusahaan. Turn over sendiri memberikan dampak seperti, pekerja baru belum memiliki pengetahuan yang baik mengenai prosedur dan sistem kerja perusahaan. Keahlian dari pekerja baru juga tidak sepenuhnya baik dikarenakan faktor pengalaman. Dari penjelasan diatas, maka dibutuhkan sebuah perancangan sistem yang terintegrasi antara kecelakaan kerja, produktivitas, dan data pekerja. Integrasi sistem ini nantinya bertujuan untuk mengatasi permasalahan di atas. Sistem informasi yang dirancang akan bertugas untuk menyimpan data dari kecelakaan kerja, sehingga data tersebut nantinya dapat dilakukan review untuk perbaikan dan continuous improvement. Sistem ini juga mencatat data produktivitas pekerja, serta pemeriksaan dan perbaikan untuk melihat dampak dari kecelakaan kerja yang terjadi. Di dalam sistem ini, manajer produksi dapat mencetak laporan kecelakaan kerja dan produktivitas perusahaan. Selain itu, pencatatan data pekerja pada masing-masing divisi juga dapat dilakukan. Hal ini bertujuan untuk mengontrol data pekerja yang masuk dan keluar di perusahaan, dimana hal ini merupakan salah satu faktor utama penyebab kecelakaan kerja di perusahaan 4.4.1.1 Requirement Analysis Pada tahapan ini membahas kebutuhan dari sistem informasi dengan tools dari model UML. Hasil anaslisis kebutuhan ini nantinya dibutuhkan dalam mendesain sistem informasi kesehatan dan keselamatan kerja di PT Artistika Kreasi Mandiri. 1. Activity Diagram Tahapan awal dalam melakukan requirement analysis adalah mengidentifikasi proses bisnis perusahaan. Penggambaran tersebut akan menggunakan activity diagram sebagai tools modeling. Activity diagram ini nantinya menggambarkan aktivitas dari pekerja yang berkaitan dengan sistem K3, pemeriksaan, dan produksi (produktivitas). Aktor yang berkaitan tersebut terletak pada divisi produksi frame, weaving, QC, gudang dan logistik. Penjelasan mengenai activity diagram dapat digambarkan dibawah ini:
36
Gambar 4.8 Activity Diagram 2. Event Table Setelah diketahui proses bisnis perusahaan yang digambarkan dalam activity diagram, maka dilakukan pengumpulan data terkait aktor dan fungsinya dalam sistem. Hasil dari pengumpulan data tersebut dicatat di dalam tabel yang dinamakan event table. Dalam event table secara rinci berisikan aktor yang berinteraksi dengan sistem, event, pemicu terjadinya event, source, respon dari dilakukannya event, dan tujuan event tersebut dilakukan. Dari event table inilah, muncul use case diagram. Dalam event table hanya mencatat aktivitas yang dilakukan aktor di dalam sistem. Untuk penjelasan gambar dapat dilihat pada lampiran 2 halaman 57. 3. Use Case Diagram Di dalam event table, salah satu kolom berisikan use case yang merupakan fungsi aktor dalam sistem. Use case ini digambarkan lebih rinci di dalam use case diagram. Diagram ini menggambarkan hubungan antara aktor dengan fungsi yang mereka jalankan. Aktor dalam sistem yang akan dirancang yaitu berupa bagian produksi frame, bagian produksi weaving, bagian quality control, bagian gudang dan logistik, serta manajer produksi. Masing-masing aktor memiliki tanggung jawab fungsi dalam sistem. Untuk penjelasan fungsi dari masing-masing aktor dalam sistem, dijelaskan pada gambar dibawah ini.
37
Gambar 4.9 Use Case Diagram 4. Use Case Description Berdasarkan event table dan hasil requirement analysis, perlu sebuah model yang menggambarkan fungsi dari perencanaan sistem yang akan di bangun (function requirement model). Salah satunya adalah use case description. Use case description hanya sebatas penggambaran logika sistem, belum sampai kepada perancangan fisik dari sistem. Use case description merupakan penjelasan rinci dari use case diagram. Di dalam use case description terdapat penjelasan lengkap sampai dengan langkah-langkah aktor dalam berinteraksi dengan sistem. Untuk penjelasan gambar dapat dilihat pada lampiran 2 halaman 58-63. 5. Domain Class Diagram Selain use case description, domain class diagram juga merupakan salah satu function requirement model yang menggambarkan logika dari sistem. Domain class diagram merupakan diagram yang
38 menggambarkan struktur data dan asosiasi antar kelas. Dari masingmasing data dalam kelas, memiliki atribut yang merupakan informasi. Informasi ini nantinya dibutuhkan untuk perancangan sistem informasi. Asosiasi sendiri merupakan hubungan kebutuhan dari antar kelas. Misalkan, dalam kecelakaan kerja dibutuhkan data pekerja dan divisi. Artinya, kelas yang saling berhubungan merupakan kelas kecelakaan, pekerja, dan divisi. Dalam asosiasi, terdapat notasi yang melambangkan banyaknya proses yang terjadi dalam sistem.
Gambar 4.10 Domain Class Diagram 6. Database Structure Merupakan struktur database yang dirancang untuk mencatat data master dan transaksi pada sistem informasi yang akan dibuat. Dalam struktur ini terdapat field beserta tipe, panjang, dan keterangan data. Adapun struktur database tersebut adalah sebagai berikut. Tabel 4.13 Database Master Divisi Nama Database: Nama Tabel:
ArtistikaKreasiMandiri MsDivisi
Keterangan:
Tabel ini digunakan untuk mengelola data divisi
Primary Key:
IDDivisi
Foreign Key: Field
Tipe Data
Panjang
CHAR
6
ID divisi
NamaDivisi
VARCHAR
30
Nama divisi
Deskripsi
VARCHAR
60
Deskripsi divisi
IDDivisi
Keterangan
39 Tabel 4.14 Database Master Klasifikasi Kecelakaan Nama Database: Nama Tabel: Keterangan: Primary Key: Foreign Key: Field IDKlasifikasi NamaKlasifikasi Deskripsi
ArtistikaKreasiMandiri MsKlasifikasi Tabel ini digunakan untuk mengelola data klasifikasi kecelakaan kerja IDKlasifikasi Tipe Data CHAR VARCHAR VARCHAR
Panjang 6 30 60
Keterangan ID Klasifikasi Nama klasifikasi Deskripsi klasifikasi kecelakan kerja
Tabel 4.15 Database Master Produk Nama Database: Nama Tabel:
ArtistikaKreasiMandiri MsProduk
Keterangan:
Tabel ini digunakan untuk mengelola data produk
Primary Key:
IDProduk
Foreign Key: Field
Tipe Data
Panjang
CHAR
6
ID produk
NamaProduk
VARCHAR
30
Nama produk
Jenis Produk
VARCHAR
20
Deskripsi produk
NUMBER
5
Lama pembuatan Produk
IDProduk
Lama Pembuatan
Keterangan
Tabel 4.16 Database Master Pekerja Nama Database: Nama Tabel: Keterangan: Primary Key: Foreign Key: Field IDPekerja IDDivisi NamaPekerja JenisKelamin Alamat NoTelp TanggalLahir Pekerjaan JumlahAbsen TanggalMasuk TanggalKeluar
ArtistikaKreasiMandiri MsPekerja Tabel ini digunakan untuk mengelola data pekerja IDPekerja Tipe Data CHAR VARCHAR VARCHAR VARCHAR VARCHAR NUMBER DATE VARCHAR NUMBER DATE DATE
Panjang 6 30 60 10 60 15 10 30 5 10 10
Keterangan ID pekerja Nama pekerja Nama pekerja Jenis Kelamin Pekerja Alamat Pekerja No Telp Pekerja Tanggal Lahir Pekerja Pekerjaan Jumlah Absen Pekerja Tanggal Masuk Pekerja Tanggal Keluar Pekerja
40 Manhours
NUMBER
10
Manhours Pekerja
Tabel 4.17 Database Transaksi Detail Kecelakaan Kerja Nama Database: Nama Tabel: Keterangan: Primary Key: Foreign Key: Field IDDetailKK IDKK IDPekerja
ArtistikaKreasiMandiri TrDetailKecelakaanKerja Tabel ini digunakan untuk mencatat dan menyimpan data form detail kecelakaan kerja IDDetailKecelakaanKerja Tipe Data CHAR CHAR CHAR
Panjang 6 6 6
IDKlasifikasi
CHAR
6
EfekKK Kronologis Penanganan
VARCHAR VARCHAR VARCHAR
30 60 60
Keterangan ID detail kecelakaan kerja ID kecelakaan kerja ID pekerja ID klasifikasi kecelakaan kerja Efek Kecelakaan Kerja Kronologis Kecelakaan Kerja Penanganan Medis
Tabel 4.18 Database Transaksi Detail Produksi Nama Database: Nama Tabel: Keterangan: Primary Key: Foreign Key: Field IDDetailProduksi IDProduksi IDDivisi IDProduk JumlahProduksi
ArtistikaKreasiMandiri TrDetailProduksi Tabel ini digunakan untuk mencatat dan menyimpan data form detail produksi IDDetailProduksi Tipe Data CHAR CHAR CHAR CHAR NUMBER
Panjang 6 6 6 6 10
Keterangan ID detail produksi ID produksi ID divisi ID produk Jumlah produksi
Tabel 4.19 Database Transaksi Detail Quality Control Nama Database: Nama Tabel: Keterangan: Primary Key: Foreign Key: Field IDDetailQC IDQC IDProduk JumlahPemeriksaan Keterangan
ArtistikaKreasiMandiri TrDetailQC Tabel ini digunakan untuk mencatat dan menyimpan data form detail quality control IDDetailQC Tipe Data CHAR CHAR CHAR NUMBER VARCHAR
Panjang 6 6 6 6 30
Keterangan ID detail quality control ID quality control ID produk Jumlah pemeriksaan produk Keterangan
41 Tabel 4.20 Database Transaksi Kecelakaan Kerja Nama Database: Nama Tabel: Keterangan: Primary Key: Foreign Key: Field IDKK TanggalKejadian
ArtistikaKreasiMandiri TrKecelakaanKerja Tabel ini digunakan untuk mencatat dan menyimpan data form kecelakaan kerja IDKecelakaanKerja Tipe Data CHAR DATE
Panjang 6 10
Keterangan ID kecelakaan kerja Tanggal kejadian kecelakaan kerja
Tabel 4.21 Database Transaksi Produksi Nama Database: Nama Tabel: Keterangan: Primary Key: Foreign Key: Field IDProduksi TanggalProduksi
ArtistikaKreasiMandiri TrProduksi Tabel ini digunakan untuk mencatat dan menyimpan data form produksi IDProduksi
Nama Database: Nama Tabel:
ArtistikaKreasiMandiri TrQualityControl Tabel ini digunakan untuk mencatat dan menyimpan data form quality control IDQC
Tipe Data CHAR DATE
Panjang 6 10
Keterangan ID produksi Tanggal produksi
Tabel 4.22 Database Transaksi Quality Control
Keterangan: Primary Key: Foreign Key: Field IDQC TanggalQC IDPekerja
Tipe Data CHAR DATE CHAR
Panjang 6 10 6
Keterangan ID quality control Tanggal quality control ID pekerja
7. Activity-Data Matrix Setelah tahapan analisis kebutuhan sebelumnya dilakukan, maka diperlukan perencanaan activity data matrix untuk mencatat aktivitas data dalam sistem. Ini nantinya dibutuhkan dalam proses design system dan user interface. Dalam matrix ini, terdapat kegiatan data dalam sistem. Matrix menggambarkan hubungan antara aktivitas dalam use case dengan data dalam kelas. Hubungan tersebut disimbolkan dengan CRUD (Create, Read, Update, Delete) yang merupakan fungsi dasar dari sebuah data. Misalnya, dalam melakukan pencatatan kecelakaan kerja, dibutuhkan data pekerja dan divisi. Data pekerja dan divisi tersebut dibaca dari kelasnya, sedangkan dalam pencatatan kecelakaan kerja dapat melakukan penambahan dan menghapus data.
42
Gambar 4.11 Matrix CRUD 8. State Transition Diagram Salah satu analisis yang dilakukan dalam requirement analysis adalah mengawasi perubahan status dari suatu objek. Perubahan tersebut menandakan sampai mana suatu aktivitas diproses. Suatu aktivitas sendiri memiliki awalan (start) dan akhir (end). Diagram ini menjelaskan perubahan status tersebut pada objek yang penting dalam suatu proses bisnis dengan tujuan mengontrol perubahan yang terjadi. Dalam sistem yang dirancang, pengontrolan status hanya terletak pada transaksi sistem seperti kecelakaan kerja, hasil produksi, dan pemeriksaan. Untuk penjelasan gambar dapat dilihat pada lampiran 2 halaman 63-64. 9. System Sequence Diagram Dalam melakukan interaksi dengan sistem, aktor membutuhkan input yang sesuai agar output yang diinginkan dapat diperoleh. Tugas sistem sendiri nantinya adalah memproses input-an yang diberikan aktor. Input-an sendiri dapat berupa data-data seperti nilai, tanggal, nama, divisi,
43 jumlah, dan lain sebagainya. Dalam merancang sistem, perancang harus menganalisis hal tersebut agar dapat menyesuaikan antara input-an dan output yang diberikan sistem. Penjelasan ini digambarkan ke dalam model SSD, dimana merupakan diagram yang menjelaskan interaksi aktor terhadap sistem, input-an apa yang dilakukan dan output yang diberikan sistem sebagai reaksi timbal balik. Untuk penjelasan gambar dapat dilihat pada lampiran 2 halaman 64-71. 10. Storyboard Tahapan akhir dari requirement analysis adalah merencanakan navigasi dari sistem. Ini bertujuan untuk memberikan gambaran dalam merancang sistem secara fisik nantinya, mengenai dokumen atau UI apa yang diperlukan dan dilakukan perancangan. Storyboard merupakan diagram yang menampilkan navigasi setiap tampilan (user interface) dalam sistem. Dalam gambar dibawah, tampilan dikelompokkan ke dalam empat warna, dimana warna biru merupakan form login dan menu utama, warna hijau merupakan master data, warna oranye merupakan data transaksi, dan warna kuning adalah laporan.
Gambar 4.12 Storyboard 4.4.1.2 Design Systems Setelah dilakukan analisis kebutuhan, dilakukan desain arsitektur dan infrastruktur sistem dengan bantuan model UML sebagai alat bantu. 1. First-Cut Class Diagram Merupakan pengembangan dari domain class diagram, dimana didalam first cut class diagram diberikan panah. Panah tersebut
44 menandakan navigation visibility, yang berarti kelas dari data membutuhkan kelas mana dalam pengambilan informasi. Misal, terdapat panah dari kelas pekerja ke arah kelas divisi. Hal ini berarti, kelas pekerja membutuhkan atribut dari kelas divisi. Untuk penjelasan gambar dapat dilihat pada lampiran 3 halaman 72. 2. Deployment Environment (DE) and Application Architecture (AA) Sistem ini nantinya akan digunakan dalam PC dengan spesifikasi minimum, yang ditujukan untuk menjalankan aplikasi dan penyimpanan ke dalam database. Dalam pengembangan deployment environment, bahasa pemrograman yang digunakan adalah bahasa Java dengan database MYSQL. Untuk perangkat keras (hardware), prosesor yang digunakan adalah Intel core i3-i5, memori 2GB DDR 3, VGA intel minimal 500Mb VRAM dan Hard Disk 320 GB SATA. Sesuai dengan kebutuhan perusahaan, nantinya sistem ini tidak membutuhkan jaringan internet tetapi hanya mengintegrasikan komputer di masing-masing divisi dengan jaringan LAN. Nantinya, akan ada satu PC yang berfungsi sebagai server dari penyimpanan data. Alasan tidak digunakan internet dikarenakan sistem ini hanya digunakan dan berfungsi untuk internal perusahaan, tidak berpengaruh langsung dengan pihak eksternal perusahaan. Komponen software tambahan dalam penggunaan sistem ini yaitu Microsoft Office dan software lain yang mendukung sistem.
Gambar 4.13 Arsitektur Sistem Penggunaan bahasa dalam sistem ini menggunakan dua bahasa, yaitu bahasa Indonesia dan Inggris (English). Penggunaan Bahasa Indonesia terletak pada kolom isian form, hal ini bertujuan untuk membantu pengguna sistem dalam melakukan pengisian dikarenakan pengguna merupakan warga Negara Indonesia. Penggunaan Bahasa Inggris (English) banyak terdapat pada nama produk dan navigasi sistem. Dalam implementasinya nanti, setiap divisi yang memiliki komputer diberikan printer untuk mencetak laporan atau data-data yang dibutuhkan seperti data pekerja, data kecelakaan kerja, data produksi, dan
45
3.
4.
5.
6.
data pemeriksaan dan perbaikan. Sedangkan untuk manajer produksi, penggunaan komputer dan printer bertujuan untuk melakukan pemantauan produksi dan kecelakaan kerja serta mencetak laporanlaporan terkait yang dibutuhkan. Completed Three-Layer Sequence Diagram Tahap akhir dalam pengembangan sequence diagram setelah SSD. Diagram ini menjelaskan secara rinci urutan dari apa yang dilakukan aktor terhadap sistem maupun oleh sistem itu sendiri. Logika dari sistem juga dijabarkan disini dan lebih lengkap dikarenakan seluruh kelas dan database yang terkait dalam sistem juga digambarkan keterkaitannya. Untuk penjelasan gambar dapat dilihat pada lampiran 3 halaman 73-81. Updated Design Class Diagram Setelah domain class diagram, first-cut design class diagram, tahapan terakhir dalam pembuatan class diagram ialah updated design class diagram. Diagram ini lebih lengkap dan merupakan pengembangan dari perancangan kelas diagram sebelumnya. Diagram ini menambahkan method-method yang ada di dalam sistem dari masing-masing kelas yang berkaitan. Sebagai contoh, method InfoPekerja = getInfoPekerja() merupakan method untuk mengambil data pekerja ketika dilakukan pencatatan kecelakaan kerja dan pemeriksaan. Untuk penjelasan gambar dapat dilihat pada lampiran 3 halaman 82. Sedangkan untuk penjelasan rinci (partial) dapat dilihat pada lampiran 3 halaman 82-84. Package Diagram Setelah didapatkan keterkaitan objek dan class yang digambarkan dalam model class diagram dan sequence diagram, maka dilakukan pengelompokkan objek-objek ke dalam layer. Terdapat tiga layer yang dikelompokkan oleh tools model package diagram yaitu view layer, domain layer, dan data access layer. Seluruh tampilan atau UI dalam sistem yang dibuat seperti yang tertera pada storyboard dikelompokkan ke dalam view layer. Terdapat sepuluh UI yang dikelompokkan ke dalam view layer seperti UI Main Menu, UI Kecelakaan Kerja, UI Hasil Produksi, dan lain sebagainya. Selanjutnya, dilakukan pengelompokkan class beserta handler seperti yang tertera pada three layer sequence diagram ke dalam domain layer. Setiap class yang ada memiliki handler sebagai penangkap informasi transaksi, sebagai contoh class pekerja memiliki pekerjahandler dan lain sebagainya. Terakhir, dilakukan pengelompokkan database dari masing-masing class ke dalam data access layer. Selain itu, package diagram juga menggambarkan hubungan antar layer yang menggambarkan komunikasi dan kebutuhan antara satu layer dengan layer lainnya. Hubungan ini disimbolkan dengan garis putus-putus. Untuk penjelasan gambar dapat dilihat pada lampiran 3 halaman 85. Design of User Interfaxe Tahapan akhir dari design system adalah melakukan perancangan tampilan antar muka (user interface). Sebelumnya, terkait dengan penggambaran UI telah disinggung pada bagian storyboard. UI merupakan salah satu bentuk komunikasi antara user dengan sistem, dimana user melakukan input kedalam sistem yang nantinya dilakukan proses oleh sistem. UI inilah yang membantu user dalam melakukan input ke dalam sistem. Output dari proses dapat berupa tampilan grafik,
46 diagram, atau laporan sesuai dengan kebutuhan dan pilihan layanan pada sistem yang telah dibentuk. Pedoman dasar dalam merancang UI berasal dari hasil analisis kebutuhan (requirement analysis) yang telah dilakukan, yakni secara garis besar pada model event table, use case, dan SSD. UI dibuat berdasarkan pembagian fungsi dari user. Nantinya, dalam UI ada kolom isian yang dapat berupa text box, text area, combo box, dan lain sebagainya dimana kolom tersebut merupakan tempat input-an dari user dimasukkan. Hasil dari input-an nantinya diproses oleh sistem, dimana logika dari proses tersebut telah digambarkan pada three layer sequence diagram. Dalam sistem yang dibuat pada studi kasus ini, terdapat sebelas tampilan dari sistem, yang diantaranya sebagai berikut: - Menu Utama, merupakan tampilan awal ketika aktor menggunakan sistem. Dalam menu utama, terdapat banyak pilihan sub-menu sebagai intepretasi layanan dan fungsi dari sistem seperti manajemen operasional dan manajemen data. Dari masing-masing sub-menu tersebut, nantinya memiliki sub-sub menu di dalamnya. - Form login, merupakan tampilan ketika aktor melakukan login ke dalam sistem. Login dimaksudkan untuk membatasi akses dari aktor, sehingga setiap aktor memiliki tanggung jawab berbeda dalam menjalankan sistem. - Form kecelakaan kerja, bagian dari tampilan menu manajemen operasional. Merupakan form pengisian data kecelakaan kerja yang terjadi di perusahaan, yang nantinya akan disimpan di dalam database. - Form pencatatan hasil produksi merupakan bagian dari tampilan menu manajemen operasional. Merupakan form pengisian hasil produksi perusahaan yang tepatnya ditujukan untuk divisi pembuatan frame dan weaving, nantinya akan disimpan di dalam database perusahaan. - Form pekerja merupakan bagian dari tampilan menu manajemen data. Merupakan form pengisian data pekerja perusahaan di seluruh departemen, baik yang baru masuk ataupun yang telah bekerja lama di perusahaan, yang nantinya akan disimpan di dalam database perusahaan. - Form pencatatan hasil pemeriksaan merupakan bagian dari tampilan menu manajemen operasional. Merupakan form pengisian hasil pemeriksaan perusahaan yang tepatnya ditujukan untuk divisi quality control. Pemeriksaan disini sudah termasuk pada perbaikan produk. Data pemeriksaan dan perbaikan nantinya akan disimpan di dalam database perusahaan. - Form laporan kecelakaan kerja LTFR, merupakan tampilan laporan yang sebagai gambaran dari data kecelakaan dan perhitungan LTFR serta perhitungan lainnya dalam sistem. Laporan digambarkan dalam data tabel dan grafik. - Form laporan hasil produksi, merupakan tampilan laporan yang sebagai gambaran dari pencatatan hasil produksi pekerja di perusahaan. Hal ini nantinya sebagai alat bantu dalam melihat produktivitas kerja di perusahaan. Laporan digambarkan dalam data tabel dan grafik.
47 -
Form klasifikasi kecelakaan kerja, ditujukan untuk memelihara data klasifikasi kecelakaan kerja. Pada dasarnya, kecelakaan kerja di klasifikasikan ke dalam empat kelompok, FAC, MTC, RWDC, dan LTI. Apabila terjadi penambahan klasifikasi kecelakaan kerja, maka dilakukan dengan pengisian form ini. - Form divisi ditujukan untuk memelihara data divisi di perusahaan. Apabila terjadi penambahan divisi ke dalam sistem, maka dilakukan dengan pengisian form ini. - Form produk ditujukan untuk memelihara data produk di perusahaan. Apabila terjadi penambahan produk ke dalam sistem, maka dilakukan dengan pengisian form ini. Untuk penjelasan gambar dapat dilihat pada lampiran 3 halaman 85-90. 4.4.2 Hasil Uji Coba Sistem Setelah sistem dirancang baik secara arsitektur dan infrastrukturnya, maka dilakukan uji coba hasil untuk melihat pengaruh yang dihasilkan dari penerapan sistem nantinya. Uji coba juga bertujuan untuk melihat perubahan yang terjadi dari sistem lama ke sistem baru. Secara keseluruhan, hasil uji coba sistem adalah sebagai berikut: - Setiap divisi yang berinteraksi dengan sistem, dapat melakukan manajemen data dengan mudah. - Tingkat akurasi data dan keamanan data lebih terjamin. - Dengan penggunaan sistem, dapat melihat data-data pada periode sebelumnya dikarenakan data tersebut disimpan ke dalam database. Sedangkan sistem sebelumnya, banyak data hilang dikarenakan manajemen data masih dilakukan secara manual yaitu dengan pencatatan di atas kertas. - Adanya sistem yang sistematis dan terintegrasi di masing-masing divisi maupun antar divisi. Jadi, ketika suatu divisi memerlukan data di divisi lain, mereka dapat menghubungkan kebutuhan tersebut dalam sistem tanpa harus melakukan pencarian dokumen secara manual. Hal ini tentunya lebih praktis dibandingkan dengan sistem kerja sebelumnya. - Untuk pihak top management, sistem sangat membantu dalam pengambilan keputusan. Sistem ini dapat dikatakan sebagai DSS (Decision Support System). Mereka dapat dengan mudah melakukan review terhadap sistem kerja mereka, terlebih terhadap hal yang menyangkut kecelakaan kerja dan produktivitas. Dengan penyajian data di dalam laporan yang diberikan oleh sistem, pihak top management dapat dengan mudah menafsirkan rasio kecelakaan kerja dan produktivitas di perusahaan. Hal ini tidak dimiliki oleh sistem sebelumnya, sehingga pihak top management tidak memperhatikan masalah kecelakaan kerja dan keterkaitannya terhadap produktivitas perusahaan.