BAB 4
HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Pada penelitian ini diawali dengan penentuan kadar vitamin C untuk mengetahui kemurnian vitamin C yang digunakan sebagai larutan baku. Iodium 0,1N digunakan sebagai peniter yang sebelumnya telah dibakukan dahulu menggunakan diarsentrioksida, sedangkan kanji digunakan sebagai indikator. Hasil pengujian menunjukkan kadar vitamin C baku adalah 99,916%. Hal ini sesuai dengan kadar dari monografi vitamin C yang tercantum dalam Farmakope Indonesia IV bahwa kadar vitamin C tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 100.5%. Panjang gelombang eksitasi dan emisi maksimum dari metilen biru ditentukan untuk mengetahui kondisi pengukuran yang maksimum. Dari hasil percobaan didapatkan hasil panjang gelombang eksitasi maksimum adalah 664nm dan emisi maksimum 670nm. Panjang gelombang eksitasi pada spektrofluorometri sama dengan panjang gelombang eksitasi pada spektrofotometri. Hasil spektrum dapat dilihat pada Gambar 4.1, 4.2, 4.3.
664nm
Gambar 4.1 Spektrum UV-Visibel metilen biru
670nm
664nm
20
Gambar 4.2 Kurva Spektrum Emisi
Gambar 4.3 Kurva Spektrum Eksitasi
Hasil intensitas fluoresensi metilen biru baik spektrum emisi dan eksitasi dapat dilihat
Intensitas Fluoresensi Metilen Biru
pada Gambar 4.4. 16 14 12 10
Kurva Emisi Metilen Biru
8
Kurva Eksitasi Metilen Biru
6 4 2 0 600
650
700
750
Panjang gelombang (nm)
Gambar 4.4 Kurva spektrum λ eksitasi dan λ emisi maksimum metilen biru Pengaruh pH larutan vitamin C dan waktu reaksi dengan metilen biru menghasilkan penurunan intensitas fluoresensi metilen biru yang bervariasi. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa pada pH 3,88 menggunakan dapar fosfat penurunan intensitas fluoresensi metilen biru maksimum. Untuk menentukan pH maksimum digunakan metode polinomial. Intensitas fluoresensi metilen biru stabil setelah waktu reaksi antara vitamin C dan metilen biru lebih dari 3menit. Pengaruh pH larutan dan waktu reaksi terhadap penurunan intensitas fluoresensi dapat dilihat pada Gambar 4.5 dan Tabel 4.1
perubahan intensitas fluoresensi
kurva perubahan waktu terhadap intensitas fluoresensi 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
pH2.5 pH3 pH3.5 pH4 pH4.5 pH6 0
25 50
75 100 125 150 175 200 225 250 275 300 325 waktu(detik)
Gambar 4.5
Kurva pengaruh waktu dan pH terhadap perubahan intensitas fluoresensi
21
Tabel 4.1 Pengaruh pH dan waktu Perubahan Intensitas Fluoresensi Metilen Biru Waktu (detik) 0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180 195 210 225 240 255 270 285 300
pH 2,5 pH 3 pH 3,5 pH 4 pH 4,5 pH 6 2,9 2,8 3,8 4,4 1,7 0,5 3,1 2,9 3,7 4,4 1,8 0,5 3,1 2,7 3,5 4,6 1,9 0,6 3,2 2,8 3,7 4,9 1,9 0,6 3,3 2,9 3,5 4,9 2 0,9 3,3 3 3,8 4,9 2 0,8 3,2 3,3 3,8 5,1 2,3 1 3,2 3,5 3,9 5,2 2,2 1 3,3 3,5 4,2 5,4 2,2 1 3,3 3,3 4,1 5,4 2,2 1,1 3,3 3,3 4,3 5,4 2,1 1,2 3,3 3,5 4,2 5,3 2 1 3,3 3,5 4,2 5,3 2 1,1 3,3 3,3 4,3 5,4 2 1,1 3,2 3,4 4 5,4 2,1 1,1 3,1 3,5 4,2 5,4 2,2 1,1 3,3 3,5 4,2 5,4 1,8 1,1 3,3 3,5 4,1 5,3 2 1,2 3 3,5 4 5,3 2,3 1,1 3,2 3,5 4,3 5,4 2,3 1 3,3 3,4 4,2 5,3 2,2 1,1
Waktu reaksi optimum menunjukkan bahwa setelah 3 menit vitamin C teroksidasi, dan konsentrasi vitamin C yang ditambahkan sebanding dengan penurunan intensitas fluoresensi metilen biru. Penentuan pengaruh matriks yang terdapat dalam buah-buahan dapat mengganggu pengukuran antara lain penentuan glukosa, tembaga, dan besi yang dapat mereduksi metilen biru dan menghasilkan penurunan intensitas fluoresensi metilen biru. Itensitas fluoresensi metilen biru diukur setiap 15 detik selama 300 detik pada penentuan pengaruh glukosa. Untuk mengatasi gangguan yang berasal dari ion logam digunakan antikelat etilen diamin tetra asetat(EDTA). Pengaruh glukosa, logam tembaga, logam besi dan EDTA dapat dilihat pada Tabel 4.2, 4.3, 4.4, dan 4.5.
22
Tabel 4.2 Pengaruh glukosa dan waktu
Waktu (detik) 0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180 195 210 225 240 255 270 285 300
Glukosa 0M 10,6 10,8 11,0 11,1 11,2 11,4 11,3 11,4 11,4 11,4 11,5 11,4 11,3 11,6 11,5 11,4 11,4 11,4 11,4 11,4 11,5
Intensitas Fluoresensi Metilen Biru Glukosa Glukosa Glukosa Glukosa 10-6M 2.10-6M 5.10-6M 8.10-6M 10,3 10,2 9,9 10,0 10,4 10,3 10,2 10,3 10,5 10,4 10,3 10,3 10,5 10,7 10,5 10,5 10,9 10,9 10,5 10,7 11,1 11,2 10,7 11,0 10,8 10,9 10,5 10,7 10,9 11,0 10,5 10,7 10,8 11,0 10,6 10,5 11,0 11,1 10,8 10,6 11,3 11,2 11,1 10,8 10,9 10,9 10,9 10,6 10,8 10,8 10,8 10,4 11,0 11,0 10,9 10,6 11,0 10,8 10,6 10,5 11,1 11,0 10,9 10,6 11,0 10,9 10,7 10,7 11,1 11,1 10,9 10,7 11,0 11,0 10,9 10,6 11,2 11,0 10,9 10,8 11,1 10,9 10,9 10,7
Glukosa 10.10-6M 10,3 10,1 10,4 10,3 10,4 10,5 10,1 10,2 10,1 10,1 10,4 10,0 10,0 10,1 10,0 10,0 10,1 10,1 10,0 10,1 10,0
Tabel 4.3 Pengaruh Logam Tembaga Konsentrasi logam tembaga dalam larutan vitamin C 0 µg/ml 2 µg/ml 4 µg/ml 6 µg/ml 8 µg/ml 10 µg/ml
Intensitas fluoresensi Metilen Biru 11,43±0,06 11,42±0,14 9,26±1,31 7,99±0,10 7,16±0,06 6,76±0,06
% Intensitas Fluoresensi 93,72±0,47 93,15±1,17 75,51±4,33 65,17±2,03 58,38±1,17 55,29±1,17
Tabel 4.4 Pengaruh Logam Besi Konsentrasi logam besi dalam larutan vitamin C 0 µg/ml 2 µg/ml 4 µg/ml 6 µg/ml 8 µg/ml 10 µg/ml
Intensitas fluoresensi Metilen Biru 11,43±0,06 9,83±0,57 9,36±0,66 7,93±0,29 7,10±0,89 5,69±0,14
23
% Intensitas Fluoresensi 93,72±0,47 80,37±4,69 76,58±5,37 64,84±2,34 58,03±2,95 46,57±1,17
Tabel 4.5 Pengaruh EDTA mmol EDTA dalam larutan vitamin C yang mengandung logam tembaga dan besi 0 6,84.10-5 1,37.10-4 2,05.10-4 2,74.10-4
Intensitas fluoresensi Metilen Biru 9,33±0,14 10,33±0,38 11,37±0,14 11,40±0,25 11,43±0,14
% Intensitas Fluoresensi 76,50±1,17 84,69±3,11 93,16±1,17 93,44±2,04 93,71±1,17
Validasi metode analisis adalah proses pembuktian ilmiah dalam suatu percobaan laboratorium untuk menilai parameter analitik untuk membuktikan bahwa metode tersebut memenuhi syarat untuk tujuan penggunaan tertentu. Parameter validasi metode analisis meliputi kelinieran, kepekaan (nilai batas deteksi dan batas kuantisasi), kecermatan dan keseksamaan (ICH,1996). Kelinieran suatu metode diuji untuk membuktikan adanya hubungan linier antara konsentrasi analit dengan respon instrumen.(Ibrahim,2005). Penentuan linieritas dilakukan dengan pembuatan kurva kalibrasi antara intensitas fluoresensi metilen biru terhadap konsentrasi vitamin C. Dari percobaan didapatkan hasil bahwa persamaan garis linier pada rentang konsentrasi vitamin C 1.10-7 mol/L sampai dengan 8.10-7mol/L. Persamaan kurva kalibrasi adalah y = 0,7081x + 0,0108, dengan koefisien korelasi,r = 0,9996. Nilai simpangan baku regresi (Sy/x) sebesar 0,122 dan nilai koefisien variasi fungsi regresi (Vxo) adalah 4,90%. Nilai t hitung adalah 70,68 sedangkan nilai t tabel pada aras α =0,05 sebesar 2,776, dari hasil tersebut terlihat bahwa nilai t hitung lebih besar dari nilai t tabel yang menunjukkan adanya korelasi antara konsentrasi vitamin C dengan respon intensitas fluoresensi metilen biru. Gambar kurva kalibrasi dapat dilihat pada gambar 4.6
Penurunan intensitas fluoresensi
6 5 y = 0.7081x + 0.0108 r = 0.9996
4 3 2 1 0 0
2
4
6
8
10
konsentrasi Vitam in C (10-7M)
Gambar 4.6 Kurva kalibrasi penurunan intensitas fluoresensi metilen biru terhadap konsentrasi vitamin C 24
Penentuan kepekaan analisis ditentukan dengan parameter batas deteksi dan batas kuantisasi. Batas deteksi adalah konsentrasi analit terkecil yang memberi sinyal instrumen yang berbeda nyata dari sinyal blanko dan sinyal latar belakang. Batas kuantisasi adalah konsentrasi analit terkecil yang dapat dikuantisasi secara cermat dan seksama (Ibrahim,2004). Dari hasil perhitungan (menggunakan metode Miller dan Miller) nilai batas deteksi adalah 5,67.10-8mol/L dan batas deteksi adalah 1,72.10-7mol/L. Keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara sekelompok hasil pengujian secara individual dimana metode analisis digunakan berulang pada beberapa sampel. Keseksamaan dilakukan terhadap larutan baku vitamin C dengan berbagai konsentrasi dan sampel jus buah-buahan. Data keseksamaan beberapa konsentrasi vitamin C baku diukur sebanyak tiga kali selama tiga hari dapat dilihat pada Tabel 4.6
Tabel 4.6 Data Keseksamaan Pengukuran Intensitas Fluoresensi Metilen Biru pada berbagai Konsentrasi Vitamin C
Konsentrasi (mol/L)
Intensitas Fluoresensi Metilen Biru Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 1,2,3
KV (%)
2(1-0,5logC)
F hitung
1.10-7
11,43±0,28
11,36±0,14
11,23±0,29
11,34±0,09
1,09
14,69
3,11
-7
2.10
10,93±0,14
10,83±0,14
10,76±0,14
10,84±0,07
0,85
13,24
6,33
4.10-7
9,33±0,52
9,43±0,14
9,27±0,29
9,34±0,11
1,52
11,93
1,05
6.10-7
7,90±0,43
8,03±0,14
7,93±0,52
7,97 ±0,12
2,01
11,22
0,56
8.10-7
6,70±0,25
6,83±0,38
6,83±0,79
6,79 ±0,15
2,83
10,75
0,13
Dari hasil percobaan menggunakan analisis variansi pada hari pertama, kedua, dan ketiga menunjukkan tidak ada perbedaan yang berarti, terbukti nilai F hitung lebih kecil dibandingkan dengan nilai F tabel pada batas kepercayaan 90%. Nilai koefisien variasi kurang dari 2(1-0,5 logC) (dengan C adalah konsentrasi analit dalam fraksi desimal). Sehingga keseksamaan metode ini memenuhi syarat. Penentuan keseksamaan dilakukan juga terhadap sampel jus buah. Pengukuran dilakukan berulang sebanyak 10 kali dari salah satu sampel jus buah. Intensitas fluoresensi metilen biru menunjukan keseksamaan hasil pengukuran dengan koefisien variasi 1,52%.
25
Hasil penentuan keseksamaan intensitas fluoresensi metilen biru pada salah satu sampel jus buah dapat dilihat pada Tabel 4.7
Tabel 4.7 Data Keseksamaan Pengukuran Intensitas Fluoresensi pada Sampel Pengukuran 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 X Sb KV
Intensitas Fluoresensi Metilen Biru 9,7 9,8 10,1 10 9,6 9,9 9,9 9,8 9,8 9,7 9,83 0,149 1,52
% Intensitas Fluoresensi Metilen Biru 79,51 80,32 83,61 81,97 78,69 81,15 81,15 80,33 80,33 79,50 80,57 1,224 1,52
Keterangan: C = konsentrasi, KV (%) = persen koefisien variasi Kecermatan adalah ukuran kedekatan hasil analisis dengan nilai yang sebenarnya dan dinyatakan dalam persen perolehan kembali (Ibrahim,2001). Kecermatan penentuan vitamin C dalam jus buah-buahan diperoleh dari persen perolehan kembali menggunakan metode simulasi dari larutan vitamin C. Sampel diukur masing-masing sebanyak tiga kali. Pemilihan metode ini karena untuk melihat persen perolehan kembali akibat adanya pengaruh glukosa pada pengukuran secara spektrofluorometri. Hasil perhitungan persen perolehan kembali dapat dilihat pada tabel 4.8 dan 4.9.
Tabel 4.8 Penentuan Kecermatan dengan Perolehan Kembali (Metode Iodimetri)
Vitamin C + air Vitamin C +sukrosa Vitamin C + sukrosa +glukosa X KV Galat relatif
Perolehan kembali(%) Penambahan 1 2.10-2 mol/L 98,69± 2,47 99,51±1,42
Perolehan kembali(%) Penambahan 2 6.10-2 mol/L 97,05±2,17 97,87±0,82
Perolehan kembali(%) Penambahan 3 8.10-2 mol/L 98,49±0.36 99,10±1,28
100,33±3,77
98,96±0,47
98,69±0,62
99,51±2,47 2,48 0,48
97,96±1,45 1,48 2,04
98,76±0,78 0,79 1,24
26
Tabel 4.9 Penentuan Kecermatan dengan Perolehan Kembali (Metode spektrofluorometri) Perolehan kembali(%) Penambahan 1 2.10-7 mol/L 94,03±4,06 100,01±4,08
Perolehan kembali(%) Penambahan 2 6.10-7 mol/L 99,25±1,35 98,26±3,62
Vitamin C + air Vitamin C +sukrosa Vitamin C + sukrosa 116,87±4,33 103,95±1.44 +glukosa X 103,73±10,81 100,49±3,34 KV 10,42 3,33 Galat relatif 3,73 0,49 Keterangan : untuk nilai simpangan baku digunakan n=3
Perolehan kembali(%) Penambahan 3 8.10-7 mol/L 100,78±2,68 100,95±1,78 96,71±1,08 99,48±2,68 2,69 0,52
Persen perolehan kembali dari larutan simulasi vitamin C dalam air dan dalam larutan yang mengandung sukrosa dengan menggunakan metode iodimetri menunjukkan kemiripan dengan persen perolehan kembali dari metode fluorometri. Hal ini membuktikan bahwa sukrosa tidak berpengaruh terhadap intensitas fluoresensi metilen biru. Sedangkan dalam larutan vitamin C yang mengandung glukosa didapatkan hasil perolehan kembali yang lebih besar dengan menggunakan metode fluorometri dibandingkan dengan iodimetri. Hal ini disebabkan karena adanya pengaruh glukosa yang dapat mereduksi metilen biru menghasilkan leuko metilen biru. Secara keseluruhan baik metode spektrofluorometri maupun iodimetri memiliki rentang persen perolehan kembali yang memenuhi persyaratan untuk makanan yaitu 80-120%. Penetapan kadar vitamin C dilakukan dengan menggunakan metode fluorometri dan iodimetri terhadap jus buah belimbing, lemon dan jeruk nipis. Perhitungan kadar vitamin C pada jus buah-buahan telah dikonversi terhadap berat sampel awal. Dari hasil penentuan kadar vitamin C menggunakan metode iodimetri hasilnya lebih kecil dibandingkan dengan metode fluorometri, hal ini disebabkan karena pada penentuan secara fluorometri terdapat gangguan glukosa pada pengukuran. Perbandingan kedua metode menggunakan uji t berpasangan pada buah belimbing, lemon dan jeruk nipis menunjukkan nilai t hitung yang lebih besar dibandingkan t tabel pada aras keberartian 0,05 (kedua metode tersebut berbeda secara nyata). Tabel 4.10 menunjukkan kadar vitamin C dalam sampel jus buah-buahan, pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali untuk masing-masing sampel.
27
Tabel 4.10 Penentuan kadar vitamin C dalam Jus Buah-buahan
No 1 2 3
Sampel (*) Belimbing Lemon Jeruk Nipis
Berat sampel ( gram) 158,95 118,75 121,41
Metode iodimetri
Metode spektrofluorometri
% kadar vitamin C ( b/b) 0,019±0,002 0,041±0,006 0,024±0,003
% kadar vitamin C ( b/b) 0,028±0,004 0,047±0,005 0,031±0,008
* Keterangan : Sampel dalam keadaan basah.
28