BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN
4.1
Pendekatan Pembahasan Bab ini akan menguraikan tentang pengakuan, pengukuran dan penyajian
yang dilaporkan oleh salah satu perusahaan perkebunan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Pengakuan, pengukuran dan penyajian yang akan dianalisis merupakan aset biolojik berupa tanaman. Aset biolojik dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu aset biolojik pengusung/bearer biological asset dan aset biolojik yang dapat dikonsumsi/consumable biological asset. Aset biolojik pada perusahaan perkebunan kelapa sawit yaitu tanaman/pohon kelapa sawit yang termasuk dalam kategori aset biolojik pengusung/bearer biological asset karena tanaman/pohon kelapa sawit dapat menghasilkan produk agrikultural berupa buah kelapa sawit atau sering dikenal dengan Tandan Buah Segar (TBS). Dalam melakukan analisis terhadap pengakuan, pengukuran dan penyajian aset biolojik, maka akan dilakukan perbandingan dalam penerapan PSAK 16: Aset Tetap model biaya dengan PSAK 16 model revaluasi maupun IAS 41: Agriculture. Perbandingan standar akuntansi ini digunakan untuk mengetahui perbedaan dan dampak dari penerapan standar akuntansi internasional tersebut terhadap laporan keuangan perusahaan.
41
4.2
Pengakuan dan Pengukuran Aset Biolojik (Tanaman Kelapa Sawit)
4.2.1 Pengakuan dan Pengukuran Aset Biolojik (Tanaman Kelapa Sawit) Menurut PSAK 16 : Model Biaya PT Astra Agro Lestari Tbk mendasarkan perlakuan akuntansi untuk pengakuan, pengukuran dan penyajian aset biolojik yang berupa tanaman kelapa sawit sesuai dengan PSAK 16: Aset Tetap Model Biaya. Penerapan PSAK 16 disebabkan karena tanaman kelapa sawit sebagai aset biolojik pengusung / bearer biological asset akan menghasilkan produk agraris berupa buah kelapa sawit atau Tandan Buah Segar (TBS), yang memiliki kesamaan unsur dengan industri yang bergerak di bidang manufaktur. Persamaan keduanya terletak pada penggunaan aset sebagai penghasil suatu produk dan bukan bertujuan untuk menjadikan aset sebagai produk yang akan dijual. Tanaman kelapa sawit sebagai penghasil buah kelapa sawit merupakan aset biolojik yang dapat memberikan keuntungan di masa yang akan datang. Hal ini disebabkan karena buah kelapa sawit/ tandan buah segar (TBS) yang dihasilkannya dapat dijual atau diproses lebih lanjut menjadi minyak kelapa sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) oleh pabrik kelapa sawit. Pemberian keuntungan di masa yang akan datang oleh tanaman kelapa sawit telah memenuhi syarat pengakuan suatu aset oleh entitas atau perusahaan dalam PSAK 16 mengenai Aset Tetap. Dalam pengakuan aset biolojik, PT Astra Agro Lestari Tbk membagi tanaman perkebunannya menjadi dua yaitu tanaman belum menghasilkan (TBM) dan tanaman telah menghasilkan (TM). Tanaman kelapa sawit dinyatakan telah menghasilkan apabila telah berumur tiga sampai dengan empat tahun. Sedangkan umur ekonomis dari tanaman kelapa sawit yaitu 20 (dua puluh) tahun. Total lahan tertanam pada perkebunan inti sebanyak 206.579 Ha. Dari total lahan tertanam
42
tersebut, sebanyak 160.849 Ha merupakan tanaman yang telah menghasilkan (TM) dengan usia rata-rata 14 tahun dan 45.730 Ha merupakan tanaman yang belum menghasilkan (TBM). Di samping pemberian keuntungan di masa mendatang yang berkenaan dengan aset biolojik tersebut, syarat pengakuan aset biolojik lainnya menurut PSAK 16 adalah biaya perolehan dari aset tersebut dapat diukur dengan handal. Persyaratan mengenai biaya perolehan ini berkaitan dengan pengukuran yang akan dilakukan oleh perusahaan terhadap aset biolojik/tanaman kelapa sawit. Pengukuran mengenai aset biolojik dalam PT Astra Agro Lestari Tbk adalah menggunakan biaya atau harga perolehan berdasarkan PSAK 16 Model Biaya. Berdasarkan pengukuran menurut PSAK 16 Model Biaya, suatu aset akan dicatat sebesar biaya perolehan dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi kerugian penurunan nilai. Komponen-komponen biaya perolehan dalam tanaman belum menghasilkan dapat meliputi biaya persiapan lahan, penanaman, pemupukan dan pemeliharaan termasuk kapitalisasi biaya pinjaman yang digunakan untuk membiayai pengembangan tanaman belum menghasilkan. Berikut ini terdapat tabel 4.1 yang menunjukkan rincian biaya perolehan tanaman belum menghasilkan dalam perusahaan.
43
Tabel 4.1 Rincian Biaya Perolehan Tanaman Belum Menghasilkan (Dinyatakan dalam jutaan Rupiah) Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) Saldo Awal Penambahan biaya Reklasifikasi ke Tanaman Menghasilkan (TM)
2011 2.086.413 848.912 (386.908)
Pengurangan oleh pengalihan kebun inti menjadi kebun plasma
(121.212)
2010 1.867.972 852.435 (452.310)
Pengurangan sehubungan dengan pelepasan entitas anak (181.684) Saldo Akhir 2.427.205 2.086.413 Sumber: diolah dari Laporan Keuangan PT AALI tahun 2010-2011 Pengukuran untuk tanaman belum menghasilkan, belum bisa dilakukan perhitungan akan penyusutan terhadap aset. Hal tersebut disebabkan karena tanaman kelapa sawit belum siap untuk menghasilkan produk agraris berupa tandan buah segar (TBS). Perhitungan terhadap penyusutan kelapa sawit dimulai ketika tanaman kelapa sawit dinyatakan telah menghasilkan. Tanaman menghasilkan merupakan tanaman yang telah melewati masa pemeliharaan awal dan telah dapat dipanen sesuai dengan siklus hidupnya. Berikut ini merupakan pencatatan transaksi atas pengakuan tanaman belum menghasilkan yang sesuai dengan rincian biaya perolehan yang telah dijelaskan di atas yaitu sebesar Rp2.086.413 juta untuk tahun 2010 dan Rp2.427.205 juta untuk tahun 2011. Maka jurnal dari transaksi tersebut: a) Pencatatan pengakuan tanaman belum menghasilkan tahun 2010 (dinyatakan dalam jutaan rupiah) (Dr) Tanaman belum menghasilkan (Cr) Kas/ Utang usaha
Rp 2.086.413 -
Rp 2.086.413
44
b) Pencatatan pengakuan tanaman belum menghasilkan tahun 2011 (dinyatakan dalam jutaan rupiah) (Dr) Tanaman belum menghasilkan (Cr) Kas/ Utang usaha
Rp 2.427.205 -
Rp 2.427.205
Tanaman menghasilkan yang merupakan tanaman kelapa sawit yang sudah melewati masa pemeliharaan awal dan telah dapat dipanen sesuai dengan siklus hidupnya diukur berdasarkan biaya perolehan dikurangi dengan akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai aset, jika ada. Biaya perolehan dari tanaman yang sudah menghasilkan merupakan nilai yang telah direklasifikasi dari tanaman belum menghasilkan. Hal ini menyebabkan nilai dari tanaman belum menghasilkan akan mengalami pengurangan sebesar nilai yang direklasifikasi ke tanaman yang sudah menghasilkan. Tanaman kelapa sawit dinyatakan telah menghasilkan apabila telah berumur tiga sampai dengan empat tahun yang pada umumnya mampu menghasilkan tandan buah segar (TBS) dengan rata-rata empat sampai dengan enam ton per hektarnya dalam satu tahun. Dalam pengukuran untuk tanaman yang sudah menghasilkan, dapat dilakukan perhitungan mengenai penyusutan terhadap aset. Perhitungan terhadap penyusutan tanaman menghasilkan dimulai pada tahun tanaman tersebut telah menghasilkan (kisaran umur tiga sampai dengan empat tahun), dengan menggunakan metode garis lurus selama taksiran masa manfaat ekonomis tanaman yaitu 20 (dua puluh) tahun. Oleh karena itu, penyusutan akan dialokasikan selama umur produktif 17 (tujuh belas) tahun. Berikut ini terdapat tabel 4.2 dan 4.3 yang menunjukkan komposisi tanaman menghasilkan pada perusahaan untuk tahun 2010 dan 2011.
45
Tabel 4.2 Komposisi Tanaman Menghasilkan PT AALI Tahun 2010 (dinyatakan dalam jutaan Rupiah)
Saldo Awal Tanaman menghasilkan (TM) (1 Jan 2010) Penambahan Reklasifikasi Pengurangan Harga Perolehan 1.385.392 452.310 (56.642) Akumulasi Penyusutan (656.141) (90.440) 46.191 729.251 (90.440) 452.310 (10.451) Nilai Buku TM Nilai Buku TBM 1.867.972 852.435 (452.310) (181.684) Total nilai buku tanaman kelapa 761.995 0 (192.135) sawit 2.597.223 Sumber : diolah dari laporan keuangan PT AALI tahun 2010-2011
Saldo Akhir (31 Des 2010) 1.781.060 (700.390) 1.080.670 2.086.413
3.167.083
Tabel 4.3 Komposisi Tanaman Menghasilkan PT AALI Tahun 2011 (dinyatakan dalam jutaan rupiah)
Tanaman menghasilkan (TM) Harga Perolehan Akumulasi Penyusutan
Saldo Awal (1 Jan 2010) 1.781.060 (700.390)
Penambahan Reklasifikasi Pengurangan 386.908 (42.446) (108.932)
-
35.584
(108.932) 386.908 (6.862) Nilai Buku TM 1.080.670 Nilai Buku TBM 2.086.413 848.912 (386.908) (121.212) Total nilai buku tanaman kelapa 739.980 0 (128.074) sawit 3.167.083 Sumber: diolah dari laporan keuangan PT AALI tahun 2010-2011
Saldo Akhir (31 Des 2010) 2.125.522 (773.738) 1.351.784 2.427.205
3.778.989
Berdasarkan tabel di atas, terdapat adanya reklasifikasi dan pengurangan dalam harga perolehan untuk tanaman menghasilkan. Reklasifikasi merupakan jumlah yang sebelumnya berasal dari tanaman yang belum menghasilkan (TBM) yang telah dinyatakan sebagai tanaman yang telah menghasilkan (TM). Pencatatan 46
transaksi atas reklasifikasi tanaman belum menghasilkan menjadi tanaman menghasilkan pada tahun 2010 dan 2011 adalah sebagai berikut: Keterangan (dalam jutaan rupiah) (Dr) Tanaman menghasilkan (TM) (Cr) Tanaman belum menghasilkan (TBM)
2010 452.310 452.310
2011 386.908 386.908
Pengurangan untuk harga perolehan dalam tanaman menghasilkan pada tahun 2010 dan 2011 disebabkan oleh penanaman kembali areal yang tidak produktif. Sehingga pencatatan transaksi atas pengurangan tersebut adalah sebagai berikut: Keterangan (dalam jutaan rupiah) (Dr) Tanaman belum menghasilkan (TBM) (Cr) Tanaman menghasilkan (TM)
2010 56.642 56.642
2011 42.446 42.446
4.2.2 Pengakuan dan Pengukuran Aset Biolojik (Tanaman Kelapa Sawit) Menurut PSAK 16 : Model Revaluasi Pengakuan aset biolojik dalam PSAK 16: Model Revaluasi tidak berbeda dengan PSAK 16: Model Biaya yang telah dibahas sebelumnya. Berdasarkan PSAK 16: Model Revaluasi, pengakuan terhadap aset biolojik juga dibagi menjadi dua yaitu tanaman belum menghasilkan (TBM) dan tanaman menghasilkan (TM). Penentuan pengakuan aset biolojik ini disesuaikan dengan umur dari tanaman, yaitu tanaman diklasifikasikan sebagai tanaman belum menghasilkan apabila memiliki umur di bawah 3 (tiga) tahun, dan akan diklasifikasikan sebagai tanaman menghasilkan apabila telah berumur diatas tiga hingga empat tahun dan dapat menghasilkan tandan buah segar yang telah dapat dipanen. Pengakuan terhadap aset biolojik hanya dapat dilakukan apabila telah memenuhi ketentuan yang berlaku yang salah satunya yaitu aset biolojik dapat memberikan manfaat ekonomis di masa mendatang sesuai dengan PSAK 16 paragraf 7. 47
Berbeda dengan pengakuan aset biolojik, pengukuran aset biolojik antara PSAK 16: Model Biaya dan PSAK 16: Model Revaluasi justru mengalami perbedaan. Perbedaan diantara keduanya disebabkan karena PSAK 16: Model Biaya mengukur aset biolojiknya berdasarkan historical cost yaitu biaya perolehan dikurangi dengan akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai jika ada. Sedangkan PSAK 16: Model Revaluasi mendasarkan pengukuran aset biolojik berdasarkan fair value (nilai wajar) yaitu nilai wajar pada tanggal revaluasi dikurangi dengan akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai setelah revaluasi. Definisi nilai wajar dalam PSAK 16 sama dengan definisi nilai wajar dalam IAS 41. Nilai wajar (fair value) diartikan sebagai jumlah yang dipakai untuk mempertukarkan suatu aset antara pihak-pihak yang berkeinginan dan memiliki pengetahuan memadai dalam suatu transaksi dengan wajar (arm’s length transaction). Berdasarkan hal ini, sepanjang perhitungan nilai wajar menggunakan basis harga pasar yang sama (dalam hal pengukuran aset biolojik) antara PSAK 16 dan IAS 41, maka nilai tercatat tanaman kelapa sawit akan memiliki nilai wajar yang sama, baik itu diukur dengan menggunakan PSAK 16 maupun IAS 41. Dalam PSAK 16 paragraf 35, dijelaskan apabila suatu aset dilakukan revaluasi, maka akumulasi penyusutan pada tanggal revaluasi diperlakukan dengan salah satu cara berikut ini: a) disajikan kembali secara proporsional dengan perubahan dalam jumlah tercatat bruto dari aset sehingga jumlah tercatat aset setelah revaluasi sama dengan jumlah revaluasian. b) dieliminasi terhadap jumlah tercatat bruto dari aset dan jumlah tercatat neto setelah dieliminasi disajikan kembali sebesar jumlah revaluasian dari aset tersebut.
48
Dalam melakukan pengukuran terhadap aset biolojik yang berdasarkan nilai wajar (fair value) sesuai dengan PSAK 16: Model Revaluasi, penulis menggunakan beberapa asumsi. Penggunaan asumsi ini disebabkan karena keterbatasan data dan tidak tersedianya informasi-informasi yang dapat diperoleh melalui data sekunder. Disamping itu, penggunaan asumsi bertujuan untuk memperoleh pemahaman yang seragam mengenai hal-hal yang tidak diketahui secara pasti dan riil. Asumsi-asumsi yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Perusahaan diasumsikan menggunakan jasa penilai independen dalam menentukan nilai wajar aset biolojik dari tanaman menghasilkan dan tanaman belum menghasilkan. Informasi mengenai nilai wajar berdasarkan jasa penilai independen diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dan akan disesuaikan dengan kondisi perusahaan yang akan diteliti tahun 2010 dan 2011. Adapun informasi nilai wajar berdasarkan jasa penilai independen pada tahun 2009 yaitu: Tabel 4.4 Nilai Wajar Tanaman Menghasilkan dan Tanaman Belum Menghasilkan Nilai wajar aset biolojik menurut laporan penilai independen Tanaman menghasilkan (TM) Tanaman belum menghasilkan (TBM) Total nilai wajar aset biolojik
2009 288.082.289.000 118.417.634.000 406.499.923.000
Berikut ini merupakan penjelasan mengenai nilai wajar aset biolojik menurut laporan penilai independen yaitu: a) Nilai
wajar
tanaman
menghasilkan
(TM)
yaitu
sebesar
Rp288.082.289.000 merupakan nilai wajar untuk 3.100 ha dengan asumsi jumlah pohon per hektarnya adalah 125 pohon. Sehingga 49
diketahui informasi nilai wajar per pohon tahun 2009 adalah sebesar Rp743.438 (Rp288.082.289.000/ (3.100ha x 125 pohon). b) Nilai wajar tanaman belum menghasilkan (TBM) yaitu sebesar Rp118.417.634.000 merupakan nilai wajar untuk 7.576 ha dengan asumsi jumlah pohon per hektarnya adalah 125 pohon. Sehingga diketahui informasi nilai wajar per pohon tahun 2009 adalah sebesar Rp125.045 (Rp118.417.634.000/ (7.576ha x 125 pohon). 2. Tingkat inflasi yang terjadi pada periode desember 2010 adalah sebesar 6,96% dan untuk periode desember 2011 adalah sebesar 3,79%. 3. Standar jumlah pohon kelapa sawit yang ditanam per hektar adalah 130 pohon. Hal ini disebabkan karena jarak tanam kelapa sawit sekitar 9m x 9m= 81m2. Sehingga untuk luas 1ha (10.000m2) = 10.000m2/81m2 yaitu sekitar 130 pohon. Selain berdasarkan asumsi-asumsi di atas, data yang diperlukan dalam melakukan perhitungan nilai wajar aset biolojik dari tanaman menghasilkan (TM) dan tanaman belum menghasilkan (TBM) pada PT AALI adalah luas areal lahan sawit pada perkebunan inti milik perusahaan. Berikut ini terdapat tabel 4.5 yang berisi mengenai luas areal lahan sawit pada tahun 2009 hingga 2010. Tabel 4.5 Luas Areal Lahan Sawit Pada Perkebunan Inti Lahan Sawit Tertanam (Ha)
2009
2010
2011
139.875
148.274
160.849
Tanaman belum menghasilkan (TBM) 66.922 Sumber: diolah dari laporan tahunan PT AALI
57.768
45.730
Tanaman menghasilkan (TM)
50
Berikut ini merupakan tahapan dalam perhitungan nilai wajar aset biolojik dari tanaman menghasilkan dan tanaman belum menghasilkan pada PT AALI: 1. Menentukan terlebih dahulu nilai wajar per pohon dari TM dan TBM. a) Tanaman Menghasilkan (TM) -
Nilai wajar per pohon TM tahun 2009 = Rp743.438 (perhitungan dapat dilihat pada asumsi no 1a).
-
Nilai wajar per pohon TM tahun 2010 = nilai wajar per pohon TM 2009 x tingkat inflasi desember 2010 = Rp743.438 x 1,0696 = Rp795.181.
-
Nilai wajar per pohon TM tahun 2011 = nilai wajar per pohon TM 2010 x tingkat inflasi desember 2011 = Rp795.181 x 1,0379 = Rp825.318.
b) Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) -
Nilai wajar per pohon TBM tahun 2009 = Rp125.045 (perhitungan dapat dilihat pada asumsi no 1b).
-
Nilai wajar per pohon TBM tahun 2010 = nilai wajar per pohon TBM 2009 x tingkat inflasi desember 2010 = Rp125.045 x 1,0696 = Rp133.748
-
Nilai wajar per pohon TBM tahun 2011 = nilai wajar per pohon TBM 2010 x tingkat inflasi desember 2011 = Rp133.748 x 1,0379 = Rp138.817
51
2. Menentukan nilai wajar TM dan TBM berdasarkan jumlah luas areal lahan dan jumlah pohon per hektar. Perhitungan nilai wajar TM dan TBM ini dilakukan dengan cara: Nilai wajar TM/TBM : nilai wajar per pohon TM/TBM x luas areal lahan x jumlah pohon per ha Berikut ini terdapat tabel 4.6 yang berisi mengenai nilai wajar dari tanaman menghasilkan (TM) dan tanaman belum menghasilkan (TBM) pada PT AALI tahun 2009 hingga tahun 2011. Tabel 4.6 Nilai Wajar Tanaman Menghasilkan dan Tanaman Belum Menghasilkan PT AALI Nilai wajar aset biolojik (dalam jutaan rupiah) Tanaman menghasilkan (TM) Tanaman belum menghasilkan (TBM)
2009 13.518.490 1.087.873
2010 15.327.606 1.004.426
2011 17.257.704 825.253
Total nilai wajar aset biolojik
14.606.363
16.332.032
18.082.957
Berdasarkan perhitungan nilai wajar dari tanaman menghasilkan dan tanaman belum menghasilkan PT AALI pada tahun 2009 hingga tahun 2011, maka dapat dilakukan pengukuran aset biolojik pada PSAK 16:Model Revaluasi. Gambaran pengukuran aset biolojik berdasarkan PSAK 16:Model Revaluasi dapat dilihat pada tabel 4.7 berikut ini:
52
Tabel 4.7 Gambaran Pengukuran Aset Biolojik Berdasarkan PSAK 16 Model Revaluasi Dalam jutaan rupiah Tanaman menghasilkan (TM) Nilai wajar tanaman_awal tahun Penambahan tanaman tahun berjalan (reklasifikasi)
2010
2011
13.518.490
15.327.606
452.310
386.908
Nilai buku tanaman akhir tahun Nilai wajar tanaman akhir tahun
(56.642) 13.914.158 (90.440) 46.191 13.869.909 15.327.606
(42.446) 15.672.068 (108.932) 35.584 15.598.720 17.257.704
Kenaikan/ (penurunan) surplus revaluasi
1.457.697
1.658.984
Nilai buku tanaman akhir tahun Nilai wajar tanaman akhir tahun
1.087.873 852.435 (452.310) (181.684) 1.306.314 1.004.426
1.004.426 848.912 (386.908) (121.212) 1.345.218 825.253
Kenaikan/ (penurunan) surplus revaluasi
(301.888)
(519.965)
Total kenaikan/ (penurunan) surplus revaluasi tanaman Pajak revaluasi (10%)
1.155.809 (115.581)
1.139.019 (113.902)
Total kenaikan/ (penurunan) surplus revaluasi tanaman setelah pajak
1.040.228
1.025.117
Pengurangan tanaman tahun berjalan (penanaman kembali) Subtotal Tambahan depresiasi tahun berjalan Pengurangan depresiasi tahun berjalan
Tanaman belum menghasilkan (TBM) Nilai wajar tanaman_awal tahun Penambahan biaya Reklasifikasi ke tanaman menghasilkan Pengurangan
Dalam tabel 4.7 mengenai pengukuran aset biolojik, terdapat akun kenaikan/ (penurunan) surplus revaluasi yang diperoleh dari selisih antara nilai buku tanaman dengan nilai wajar tanaman. Kenaikan surplus revaluasi terjadi apabila nilai wajar 53
dari tanaman lebih besar dibandingkan nilai buku dari tanaman, sedangkan penurunan surplus revaluasi terjadi apabila nilai wajar dari tanaman lebih kecil dibandingkan dengan nilai buku dari tanaman. Dalam tabel 4.7 juga diperlihatkan pengenaan pajak atas penilaian kembali/revaluasi aset sebesar 10% sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/ PMK.03/2008 tentang Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan untuk Tujuan Perpajakan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, definisi nilai wajar antara PSAK 16: Model Revaluasi dan IAS 41 memiliki persamaan. Berdasarkan hal ini, sepanjang perhitungan nilai wajar menggunakan basis harga pasar yang sama dalam pengukuran PSAK 16 dan IAS 41, maka nilai tercatat tanaman kelapa sawit akan menghasilkan nilai wajar yang sama baik itu diukur dengan menggunakan PSAK 16 maupun IAS 41. Meskipun perhitungan nilai wajar sama, perbedaan diantara kedua peraturan tersebut disebabkan karena dampak yang terdapat pada laporan laba rugi periode berjalan serta laporan posisi keuangan terutama pada komposisi ekuitas. Pada PSAK 16:Model Revaluasi, kenaikan nilai aset akibat revaluasi akan dicatat sebagai surplus revaluasi pada bagian ekuitas sedangkan penurunan nilai aset akibat revaluasi diakui sebagai beban periode berjalan atau dikurangkan dari surplus revaluasi jika ada kenaikan nilai akibat revaluasi yang sebelumnya sudah diakui. Di lain sisi yaitu berdasarkan IAS 41, pengakuan keuntungan atau kerugian dari suatu aset biolojik harus dimasukkan ke dalam laporan laba rugi pada periode yang bersangkutan.
54
4.2.3 Pengakuan dan Pengukuran Aset Biolojik (Tanaman Kelapa Sawit) Menurut IAS 41: Agriculture Dalam IAS 41: Agriculture, aktivitas agrikultural mencakup berbagai macam aktivitas yang diantaranya merupakan budidaya perkebunan. Aktivitas ini memiliki perbedaan karakteristik dengan aktivitas lainnya karena memiliki kemampuan untuk berubah (transformasi tumbuhan dan hewan biolojik). Proses yang terdapat dalam transformasi biolojik dapat mencakup proses pertumbuhan, degenerasi, produksi, dan prokresi yang menyebabkan perubahan kualitatif maupun kuantitatif dari sebuah aset biolojik. Sebagai suatu aset biolojik yang mengalami transformasi, kelapa sawit dapat diklasifikasikan menjadi aset biolojik yang belum dewasa (immature) dan aset biolojik yang sudah dewasa (mature). Aset biolojik yang belum dewasa memiliki persamaan deskripsi dengan tanaman belum menghasilkan (TBM) yaitu merupakan tanaman yang memiliki umur tanam kurang dari tiga tahun yang pada akhirnya dikonversikan menjadi tanaman menghasilkan yang dapat dipanen produk agrikulturnya. Begitu juga dengan aset biolojik yang sudah dewasa yang memiliki persamaan deskripsi dengan tanaman menghasilkan (TM) yaitu merupakan tanaman yang memiliki umur di atas tiga tahun dan menghasilkan produk agrikultural yang siap dipanen. Selain pembagian dari segi umur tanaman, aset biolojik juga dapat dikategorikan menjadi dua yaitu aset biolojik yang dapat menghasilkan produk agrikultural (aset biolojik pengusung/bearer biological asset) seperti pohon kelapa sawit dan aset biolojik yang nantinya akan menjadi produk agrikultural (aset biolojik yang dapat dikonsumsi/consumable biological asset) seperti pohon jati yang ditebang untuk dijadikan kayu.
55
Terdapat beberapa syarat sebagai pengakuan awal pada aset biolojik menurut IAS 41: Agriculture yaitu: 1. Entitas mengendalikan aset sebagai hasil dari kejadian masa lalu. Aset biolojik yang merupakan tanaman kelapa sawit yang dimiliki oleh perusahaan merupakan hasil dari kejadian masa lalu perusahaan. Hasil dari kejadian masa lalu yang dimaksud disini adalah proses yang dilakukan oleh perusahaan
mulai
dari
penanaman
bibit
hingga
menjadi
tanaman
menghasilkan yang memproduksi tandan buah segar. 2. Adanya kemungkinan manfaat ekonomis di masa mendatang yang akan mengalir ke entitas terkait dengan aset. Aset biolojik yang merupakan tanaman kelapa sawit dapat menghasilkan tandan buah segar yang dapat dijual sehingga perusahaan akan memperoleh pendapatan dari penjualan tersebut.Selain itu, tandan
buah segar yang
dipanen juga dapat diolah lebih lanjut untuk menghasilkan minyak sawit mentah (Crude Palm Oil) yang juga memberikan pendapatan apabila dijual. 3. Fair Value (nilai wajar) atau biaya dari aset dapat diukur dengan andal. Biaya-biaya
aset
mulai
dari
penanaman
hingga
menjadi
tanaman
menghasilkan dapat diukur dengan andal. Dengan diketahui biaya-biaya ataupun nilai wajar dari aset biolojik, maka aset biolojik dapat diakui dalam laporan keuangan. Setelah pemenuhan ketentuan dalam pengakuan aset biolojik, maka akan dilakukan pengukuran terhadap aset biolojik. Menurut IAS 41: Agriculture suatu aset biolojik baik itu tanaman belum menghasilkan (TBM) maupun tanaman menghasilkan (TM) harus diukur pada pengakuan awal dan pada setiap akhir periode berdasarkan nilai wajar dikurangi dengan biaya untuk menjual kecuali nilai wajar
56
tidak bisa diandalkan. Dasar acuan yang paling tepat dalam menentukan nilai wajar suatu aset apabila terdapat pasar aktif untuk aset biolojik yang sesuai dengan lokasi dan kondisi saat ini. Namun, pengukuran aset biolojik berdasarkan nilai wajar sesuai dengan pasar aktif sangat sulit diterapkan karena tidak ditemukannya pasar aktif terhadap aset biolojik khususnya tanaman kelapa sawit. Berdasarkan kondisi ini, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK) mengeluarkan instrumen baru tentang Pedoman Penilaian dan Penyajian Laporan Penilaian Properti Perkebunan Kelapa Sawit di Pasar Modal, SE-9/BL/2012 dalam penerapan IAS 41 di Indonesia. Dalam pedoman yang dikeluarkan oleh BAPEPAM-LK, dikatakan bahwa jasa penilai independen memiliki peranan yang penting dalam membantu menentukan nilai wajar aset pada industri perkebunan. Dalam melakukan pengukuran terhadap aset biolojik berdasarkan IAS 41, maka terlebih dahulu harus mengetahui nilai wajar suatu aset. Karena nilai wajar aset biolojik dalam pasar aktif tidak dapat diketahui, maka penentuan nilai wajar untuk mengukur aset biolojik pada PT Astra Agro Lestari Tbk diasumsikan menggunakan jasa penilai independen seperti yang telah dijelaskan sebelumnya (sub subbab 4.2.2 mengenai pengakuan dan pengukuran aset biolojik menurut PSAK 16:Model Revaluasi). Untuk memperoleh gambaran pengukuran aset biolojik menurut IAS 41: Agriculture yaitu nilai wajar dikurangi dengan biaya untuk menjual pada PT AALI, berikut ini merupakan tahapan yang diperlukan dalam pengukuran aset biolojik: 1. Menentukan nilai wajar aset biolojik untuk tanaman menghasilkan dan tanaman belum menghasilkan. Dalam PT AALI, nilai wajar aset biolojiknya adalah sebagai berikut:
57
Nilai wajar aset biolojik (dalam jutaan rupiah) Tanaman menghasilkan (TM) Tanaman belum menghasilkan (TBM)
2009 13.518.490 1.087.873
2010 15.327.606 1.004.426
2011 17.257.704 825.253
Total nilai wajar aset biolojik
14.606.363
16.332.032
18.082.957
2. Menentukan terlebih dahulu biaya untuk menjual (cost to sell) dari aset biolojik. Untuk mengetahui biaya untuk menjual, diasumsikan biaya untuk menjual dari aset biolojik yaitu TM dan TBM meliputi biaya broker atau perantara. Biaya broker diasumsikan sebesar 2,5% dari nilai wajar aset biolojik.
Biaya untuk menjual/cost to sell (dalam jutaan rupiah) Tanaman menghasilkan (TM) Tanaman belum menghasilkan (TBM)
2009 337.962 27.197
2010 383.190 25.111
2011 431.443 20.631
Total biaya untuk menjual aset biolojik
365.159
408.301
452.074
3. Melakukan pengukuran aset biolojik sesuai dengan IAS 41 yaitu berdasarkan nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual untuk TM dan TBM. Pengukuran aset biolojik berdasarkan IAS 41 (dalam jutaan rupiah) Tanaman menghasilkan (TM) Tanaman belum menghasilkan (TBM)
2009 13.180.528 1.060.676
2010 14.944.416 979.315
2011 16.826.261 804.622
Total pengukuran aset biolojik
14.241.204
15.923.731
17.630.883
Pengukuran aset biolojik berdasarkan IAS 41 harus diukur pada pengakuan awal dan pada setiap akhir periode pelaporan berdasarkan nilai wajar dikurang dengan biaya untuk menjual. Melalui pengukuran aset pada awal dan akhir periode
58
mengakibatkan timbulnya pengakuan keuntungan atau kerugian yang harus dimasukkan ke dalam laporan laba rugi. Berikut ini terdapat tabel 4.8 yang menunjukkan keuntungan/kerugian yang akan dilaporkan ke dalam laporan laba rugi sebagai akibat dari kenaikan/penurunan pengukuran aset biolojik yaitu nilai wajar dikurangi dengan biaya untuk menjual pada awal tahun dan akhir tahun. Tabel 4.8 Pengakuan Keuntungan dan Kerugian dari Pengukuran Aset Biolojik Berdasarkan IAS 41: Agriculture Dalam jutaan rupiah Tanaman menghasilkan (TM) Aset biolojik_awal tahun
2010
2011
13.180.528
14.944.416
452.310
386.908
Aset biolojik_akhir tahun
(56.642) 13.576.196 14.944.416
(42.446) 15.288.878 16.826.261
Kenaikan/(penurunan) pengukuran aset biolojik (A)
1.368.220
1.537.383
Aset biolojik_akhir tahun
1.060.676 852.435 (452.310) (181.684) 1.279.117 979.315
979.315 848.912 (386.908) (121.212) 1.320.107 804.622
Kenaikan/(penurunan) pengukuran aset biolojik (B)
(299.802)
(515.485)
1.068.418 (106.842)
1.021.898 (102.190)
961.576
919.708
Penambahan tanaman tahun berjalan (reklasifikasi) Pengurangan tanaman tahun berjalan (penanaman kembali) Total aset biolojik_awal tahun
Tanaman belum menghasilkan (TBM) Aset biolojik_awal tahun Penambahan biaya Reklasifikasi ke tanaman menghasilkan Pengurangan Total aset biolojik_awal tahun
Total kenaikan/(penurunan) pengukuran aset biolojik (A+B) Pajak Revaluasi (10%) Total kenaikan/(penurunan) pengukuran aset biolojik setelah pajak
59
Berdasarkan tabel 4.8 mengenai pengakuan keuntungan dan kerugian dari pengukuran aset biolojik berdasarkan IAS 41:Agriculture, berikut ini akan disajikan ayat jurnal sesuai dengan tabel 4.8 antara lain sebagai berikut: a) Pencatatan kenaikan aset biolojik pada tanaman sudah dewasa (TM) sebesar Rp1.368.220 juta pada tahun 2010 dan sebesar Rp1.537.383 juta pada tahun 2011.
b) Pencatatan penurunan aset biolojik pada tanaman belum dewasa (TBM) sebesar Rp299.802 juta pada tahun 2010 dan sebesar Rp515.485 juta pada tahun 2011
Dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan pasal 4 disebutkan bahwa selisih lebih penilaian kembali aktiva merupakan objek pajak. Selisih lebih penilaian kembali aktiva perusahaan akan dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar 10% sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK 03/2008. Oleh sebab itu dalam tabel 4.8 terdapat perhitungan akan pajak revaluasi sebesar 10% karena terdapat kenaikan pada total pengukuran aset biolojik yaitu sebesar Rp 1.068.418 juta untuk tahun 2010 dan Rp 1.021.898 juta untuk tahun 2011.
4.3
Perbandingan Pengakuan dan Pengukuran Aset Biolojik (Tanaman Kelapa Sawit) Menurut PSAK 16 dan IAS 41 Berdasarkan penjelasan mengenai pengakuan dan pengukuran aset biolojik
yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dapat dilakukan perbandingan terhadap
60
pengakuan dan pengukuran aset biolojik antara PSAK 16 yaitu model biaya dan model revaluasi dengan IAS 41 mengenai Agriculture. Oleh karena itu, untuk mempermudah pemahaman terhadap perbandingan ini, berikut ini akan disajikan tabel 4.9 yang berisi mengenai perbandingan pengakuan dan pengukuran aset biolojik antara PSAK 16 dan IAS 41. Tabel 4.9 Perbandingan Pengakuan dan Pengukuran Aset Biolojik Menurut PSAK 16 dan IAS 41 No
Indikator
1.
Pengakuan aset
-Pengakuan terhadap aset
-Pengakuan terhadap aset
biolojik
biolojik hanya dapat
biolojik hanya dapat dilakukan
dilakukan apabila (a)
apabila (a) entitas
memiliki kemungkinan
mengendalikan aset sebagai
manfaat ekonomis di masa
hasil kejadian masa lalu (b)
mendatang (b) biaya
memiliki kemungkinan
perolehan dapat diukur
manfaat ekonomis di masa
dengan andal.
mendatang (c) fair value/nilai
-Aset biolojik terdiri dari
wajar aset dapat diukur dengan
tanaman menghasilkan
andal.
(TM) dan tanaman belum
-Aset biolojik terdiri dari aset
menghasilkan (TBM).
biolojik yang belum dewasa
PSAK 16
IAS 41
(TBM) dan aset biolojik yang sudah dewasa (TM).
2.
Pengukuran aset
a)PSAK 16:Model Biaya
Aset biolojik dicatat sebesar
biolojik
Aset biolojik dicatat
nilai wajar dikurangi biaya
sebesar biaya perolehan
untuk menjual.
dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi
61
rugi penurunan nilai aset b)PSAK 16: Model Revaluasi Aset biolojik dicatat sebesar nilai wajar pada tanggal revaluasi dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai aset.
Perbedaan yang paling mendasar antara PSAK 16 khususnya model biaya dengan IAS 41 adalah dalam pengukuran aset biolojiknya. PSAK 16 mendasarkan pengukurannya berdasarkan biaya perolehan, sedangkan IAS 41 mendasarkan pengukurannya berdasarkan nilai wajar aset biolojik. Perbedaan diantara kedua standar ini dapat terlihat pada tabel 4.10 mengenai perbandingan nilai tercatat tanaman kelapa sawit.
62
Nilai tercatat tanaman belum menghasilkan pada PSAK 16 dipengaruhi oleh adanya penambahan biaya yang berhubungan dengan biaya penanaman dan biaya pemeliharaan hingga tanaman belum menghasilkan dapat dinyatakan sebagai tanaman menghasilkan. Sedangkan nilai tercatat tanaman belum menghasilkan pada IAS 41 diukur berdasarkan nilai wajar dikurangi dengan biaya untuk menjual, yang penjelasan dari perhitungan dapat dilihat pada sub subbab 4.2.3 mengenai pengakuan dan pengukuran aset biolojik berdasarkan IAS 41. Nilai tercatat tanaman menghasilkan pada PSAK 16 dipengaruhi oleh adanya reklasifikasi dari tanaman belum menghasilkan menjadi tanaman menghasilkan serta pengurangan yang disebabkan oleh penanaman kembali areal yang tidak produktif. Perhitungan nilai tercatat tanaman menghasilkan ini juga berubah akibat depresiasi tahun berjalan. Sedangkan nilai tercatat tanaman menghasilkan pada IAS 41 juga diukur berdasarkan nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual. Dalam pengukuran aset biolojik berdasarkan IAS 41 tidak dilakukan perhitungan terhadap penyusutan.
4.4
Penyajian dan Pengungkapan Aset Biolojik (Tanaman Kelapa Sawit)
4.4.1 Penyajian dan Pengungkapan Aset Biolojik (Tanaman Kelapa Sawit) Menggunakan PSAK 16:Model Biaya Berikut ini merupakan penyajian dan pengungkapan aset biolojik yang dilakukan oleh PT Astra Agro Lestari Tbk pada laporan keuangan per 31 Desember 2011. PT Astra Agro Lestari Tbk melakukan penyajian dan pengungkapan aset biolojik berdasarkan PSAK 16:Model Biaya. Adapun penyajian dan pengungkapan yang akan dibahas pada sub subbab ini hanya yang berkaitan dengan aset biolojik dalam perusahaan. Penyajian aset biolojik dalam laporan posisi keuangan akan disajikan di dalam tabel di bawah ini:
63
Tabel 4.11 Penyajian Aset Biolojik dalam Laporan Posisi Keuangan PT AALI (PSAK 16:Model Biaya)
Setelah mengetahui penyajian aset biolojik dalam laporan posisi keuangan, berikut ini terdapat tabel 4.12 yang menyajikan laporan laba rugi konsolidasian pada PT Astra Agro Lestari Tbk: Tabel 4.12 Laporan Laba Rugi Konsolidasian PT AALI (PSAK 16:Model Biaya) (dalam jutaan rupiah) Pendapatan bersih Beban pokok pendapatan Laba bruto Beban penjualan Beban umum dan administrasi Total beban usaha Laba sebelum pajak penghasilan Beban pajak penghasilan (25%) Laba tahun berjalan
2011 10.772.582 (6.837.674) 3.934.908 (291.269) (310.707) (601.976)
2010 8.843.721 (5.234.372) 3.609.349 (206.527) (438.782) (645.309)
3.332.932 (833.233)
2.964.040 (741.010)
2.499.699 Diolah: dari laporan keuangan PT AALI 2011
2.223.030
64
Dalam PSAK 16, terdapat pengaturan mengenai pengungkapan atas aset dalam laporan keuangan. Pengungkapan untuk setiap aset dalam laporan keuangan dapat meliputi yaitu: a) dasar pengukuran yang digunakan dalam menentukan jumlah tercatat bruto; b) metode penyusutan yang digunakan; c) umur manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan; d) jumlah tercatat bruto dan akumulasi penyusutan (dijumlahkan dengan akumulasi rugi penurunan nilai jika ada) pada awal dan akhir periode; dan e) rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang menunjukkan: (i)
penambahan;
(ii)
aset yang diklasifikasikan sebagai tersedia untuk dijual atau termasuk dalam kelompok yang akan dilepaskan yang diklasifikasikan sebagai tersedia untuk dijual;
(iii)
akuisisi melalui penggabungan usaha;
(iv)
peningkatan atau penurunan nilai akibat dari revaluasi;
(v)
penyusutan; dan
(vi)
perubahan lainnya.
Pengungkapan mengenai aset biolojik terdapat pada catatan atas laporan keuangan dalam perusahaan. Adapun pengungkapan mengenai aset biolojik berdasarkan PSAK 16:Model Biaya tersebut yaitu: PT ASTRA AGRO LESTARI Tbk DAN ENTITAS ANAK Catatan Atas Laporan Keuangan Konsolidasi 31 Desember 2011 dan 2010 (Dinyatakan dalam jutaan rupiah) 2) IKHTISAR KEBIJAKAN AKUNTANSI SIGNIFIKAN
65
f. Tanaman Perkebunan Tanaman belum menghasilkan dinyatakan sebesar harga perolehan yang meliputi biaya persiapan lahan, penanaman, pemupukan, dan pemeliharaan termasuk kapitalisasi biaya pinjaman yang digunakan untuk membiayai pengembangan tanaman belum menghasilkan. Pada saat tanaman sudah menghasilkan, akumulasi harga perolehan tersebut akan direklasifikasi ke tanaman menghasilkan. Tanaman perkebunan ini diukur pada biaya perolehan dikurangi dengan akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai aset. Penyusutan tanaman menghasilkan dimulai pada tahun tanaman tersebut menghasilkan dengan menggunakan metode garis lurus selama taksiran masa manfaat ekonomis yaitu 20 tahun. Tanaman kelapa sawit dinyatakan menghasilkan bila telah berumur tiga sampai empat tahun yang pada umumnya telah menghasilkan TBS rata-rata empat sampai dengan enam ton per hektar dalam satu tahun. 9. TANAMAN PERKEBUNAN
Saldo reklasifikasi tanaman menghasilkan pada tahun 2011 dan 2010 merupakan saldo yang berasal dari tanaman belum menghasilkan yang telah dinyatakan sebagai tanaman menghasilkan. Pengurangan tanaman menghasilkan pada tahun 2011 dan 2010, terutama sehubungan dengan penanaman kembali areal yang tidak produktif. 66
Penambahan dan pengurangan akumulasi penyusutan pada 2011 dan 2010 disebabkan penyesuaian dari reklasifikasi dan pengurangan yang terdapat pada tanaman menghasilkan. Seluruh penyusutan tanaman menghasilkan untuk tahun 2011 sebesar Rp108.932 juta dialokasikan ke beban pokok pendapatan (tahun 2010: Rp90.440 juta).
Penambahan tanaman belum menghasilkan (kelapa sawit) pada tahun 2011 dan 2010, dikarenakan adanya penambahan biaya-biaya seperti biaya penanaman, pemupukan dan pemeliharaan yang berhubungan dengan proses perkembangan dari tanaman belum menghasilkan hingga menjadi tanaman menghasilkan. Pengurangan tanaman belum menghasilkan (kelapa sawit) pada tahun 2011 dan 2010, terutama dikarenakan pengalihan kebun inti menjadi kebun plasma. (2010: terutama sehubungan dengan pelepasan entitas anak).
4.4.2 Penyajian dan Pengungkapan Aset Biolojik (Tanaman Kelapa Sawit) Menggunakan PSAK 16:Model Revaluasi Penyajian aset biolojik antara PSAK 16: Model Revaluasi dan Model Biaya tidak mengalami banyak perbedaan karena adanya persamaan penyajian aset biolojik berupa tanaman perkebunan pada aset tidak lancar dalam laporan posisi keuangan. Namun, dalam penyajian pada laporan posisi keuangan menurut PSAK 16:Model Revaluasi terdapat akun penambahan. Penambahan akun tersebut disebabkan karena
67
pengukuran aset biolojik yang dicatat berdasarkan nilai wajar (fair value) pada tanggal revaluasian. Dalam PSAK 16 paragraf 39 dan 40 dijelaskan bahwa terdapat dua kondisi dalam melakukan revaluasi yaitu: 1. Jika jumlah tercatat aset meningkat akibat revaluasi, maka kenaikan tersebut diakui dalam pendapatan komprehensif dan terakumulasi dalam ekuitas pada bagian surplus revaluasi. 2. Jika jumlah tercatat aset turun akibat revaluasi, maka penurunan diakui dalam pendapatan komprehensif. Penurunan nilai yang diakui ini mengurangi akumulasi dalam ekuitas pada bagian surplus revaluasi. Berikut ini merupakan gambaran penyajian aset biolojik berupa tanaman perkebunan
pada aset tidak lancar dalam laporan posisi keuangan yang akan
disajikan dalam tabel berikut ini: Tabel 4.13 Gambaran Penyajian Aset Biolojik Pada Laporan Posisi Keuangan PT AALI Menurut PSAK 16:Model Revaluasi (dinyatakan dalam jutaan rupiah) ASET TIDAK LANCAR Piutang jangka panjang Aset pajak tangguhan, bersih Tanaman perkebunan - Tanaman menghasilkan
2011
2010
91.120 99.613
96.220 58.291
17.257.704 15.327.606
- Tanaman belum menghasilkan Aset tetap, bersih Goodwill, bersih Perkebunan plasma, bersih Tagihan restitusi pajak Aset lain-lain
825.253 3.424.194 55.951 351.344 214.947 285.155
1.004.426 2.686.910 53.327 232.362 249.402 180.232
Total aset tidak lancar 22.605.281 19.888.776 Sumber: data diolah dari laporan keuangan PT AALI
68
Meskipun penyajian aset biolojik berupa tanaman perkebunan sama diantara PSAK 16 Model Revaluasi dan Model Biaya, namun nilai yang tercatat untuk masing-masing tanaman perkebunan yaitu tanaman menghasilkan(TM) dan tanaman belum menghasilkan tidaklah sama. Hal tersebut disebabkan karena nilai yang tercatat untuk tanaman perkebunan pada PSAK 16:Model Revaluasi diukur menggunakan nilai wajar pada tanggal revaluasi dikurangi dengan akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai aset, jika ada. Berikut ini merupakan penyajian atas akun surplus revaluasi pada laporan posisi keuangan sebagai akibat dilakukannya revaluasian atas aset. Penyajiannya akan disajikan pada tabel berikut ini: Tabel 4.14 Gambaran Penyajian Surplus Revaluasi Pada Laporan Posisi Keuangan PT AALI Menurut PSAK 16: Model Revaluasi EKUITAS (dalam jutaan rupiah) Modal saham Surplus revaluasi
2011 787.373 2.065.345
2010 787.373 1.040.228
Berdasarkan tabel 4.14, dapat dilihat bahwa akun surplus revaluasi terdapat pada bagian ekuitas dalam laporan posisi keuangan. Surplus revaluasi pada tahun 2010 adalah sebesar Rp1.040.228 juta yang merupakan total kenaikan surplus revaluasi pada tanaman menghasilkan dan tanaman belum menghasilkan setelah pajak. Sedangkan surplus revaluasi pada tahun 2011 sebesar Rp2.065.345 juta merupakan penjumlahan antara total kenaikan surplus revaluasi tanaman setelah pajak pada tahun 2010 dan 2011 (yaitu Rp1.040.228 juta pada tahun 2010 ditambah Rp1.025.117
juta
pada
tahun
2011).
Perhitungan
lebih
rinci
mengenai
kenaikan/(penurunan) surplus revaluasi dapat dilihat pada tabel 4.7 mengenai gambaran pengukuran aset biolojik berdasarkan PSAK 16:Model Revaluasi. 69
Berikutnya akan disajikan tabel 4.15 mengenai gambaran laporan laba rugi konsolidasian berdasarkan PSAK 16:Model Revaluasi. Dalam format penyajian laporan laba rugi, tidak terdapat perbedaan diantara PSAK 16 Model Biaya dan Model Revaluasi. Perbedaan dalam penyajian laporan keuangan terdapat pada beban pokok pendapatan. Beban pokok pendapatan dalam PSAK 16:Revaluasi mengalami peningkatan karena adanya tambahan penyusutan akibat revaluasi sebesar Rp1.931.213 juta untuk tahun 2010 dan sebesar Rp2.554.601 juta untuk tahun 2011. Perhitungan penambahan penyusutan ini dilakukan dengan membagi nilai wajar tanaman untuk masing-masing tahun dengan umur sisa dari tanaman. Untuk tahun 2011, diketahui bahwa umur rata-rata tanaman sekitar 14 tahun dengan masa manfaat ekonomis selama 20 tahun, sehingga dapat diperkirakan rata-rata umur sisa tanaman adalah sekitar 6 tahun selama tahun 2011. Tabel 4.15 Gambaran Laporan Laba Rugi Konsolidasian PT AALI Menurut PSAK 16: Model Revaluasi (Dinyatakan dalam jutaan rupiah) Pendapatan bersih Beban pokok pendapatan Laba bruto Beban penjualan Beban umum dan administrasi Total beban usaha Laba sebelum pajak penghasilan Beban pajak penghasilan (25%)
2011 2010 10.772.582 8.843.721 (9.392.275) (7.165.585) 1.380.307 (291.269) (310.707)
1.678.136 (206.527) (438.782)
(601.976) 778.331 (194.583)
(645.309) 1.032.827 (258.207)
Laba tahun berjalan 583.748 Sumber: data diolah dari laporan keuangan PT AALI
774.620
Pengaturan pengungkapan aset biolojik pada PSAK 16:Model Revaluasi sama dengan PSAK 16:Model Biaya yang telah dijelaskan sebelumnya. Maka pengungkapan dalam model revaluasi ini adalah sebagai berikut: 70
PT ASTRA AGRO LESTARI Tbk DAN ENTITAS ANAK Catatan Atas Laporan Keuangan Konsolidasi 31 Desember 2011 dan 2010 (Dinyatakan dalam jutaan rupiah) 2) IKHTISAR KEBIJAKAN AKUNTANSI SIGNIFIKAN f. Tanaman Perkebunan Tanaman belum menghasilkan dicatat sebesar nilai wajar pada tanggal revaluasi. Perhitungan nilai wajar tanaman ditentukan oleh jasa penilai independen. Untuk tanaman menghasilkan, dicatat sebesar nilai wajar setelah revaluasi dikurangi dengan akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai jika ada. Perhitungan terhadap penyusutan dimulai pada tahun tanaman tersebut menghasilkan dengan menggunakan metode garis lurus selama taksiran masa manfaat ekonomis selama 20 tahun. Tanaman kelapa sawit dinyatakan telah menghasilkan apabila telah berumur tiga sampai dengan empat tahun. Hasil dari revaluasi pada tanaman kelapa sawit akan diakui pada ekuitas dalam akun surplus revaluasi. 9. TANAMAN PERKEBUNAN
71
Sampai akhir tahun 2011, PT Astra Agro Lestari Tbk memiliki luas areal perkebunan inti untuk tanaman menghasilkan dan tanaman belum menghasilkan sekitar 160.849ha (2010: 148.274 ; 2009: 139.875) dan 45.730ha (2010: 57.768 ; 2009: 66.922). Nilai wajar pada tanaman kelapa sawit yaitu tanaman menghasilkan dan tanaman belum menghasilkan ditentukan oleh jasa penilai independen pada tahun 2009. Sehingga untuk mendapatkan nilai wajar tanaman untuk tahun 2010 dan 2011 terdapat beberapa asumsi yang digunakan yaitu: a) Tingkat inflasi yang terjadi pada desember tahun 2010 adalah sebesar 6,96% dan untuk periode desember tahun 2011 adalah sebesar 3,79%. b) Jumlah pohon kelapa sawit yang ditanam per hektar adalah sekitar 130 pohon.
4.4.3 Penyajian dan Pengungkapan Aset Biolojik (Tanaman Kelapa Sawit) Menggunakan IAS 41: Agriculture Dalam IAS 41 mengenai Agriculture terdapat ketentuan yang mengatur mengenai penyajian dan pengungkapan aset biolojik. Aset biolojik harus dibedakan menjadi dua yaitu aset biolojik yang sudah dewasa (mature) dan aset biolojik yang belum dewasa (immature) tergantung dari jenis umur tanaman tersebut. Untuk memperjelas penerapan IAS 41, maka berikut ini terdapat tabel 4.16 yang memberikan gambaran terhadap penyajian dan pengungkapan kembali khususnya aset biolojik dalam laporan keuangan PT Astra Agro Lestari Tbk. Pada laporan posisi keuangan menurut IAS 41 (tabel 4.16), terdapat satu akun yang berganti nama, yaitu akun tanaman perkebunan yang diubah namanya menjadi aset biolojik. Nilai yang tercatat pada masing-masing aset biolojik yaitu tanaman menghasilkan dan tanaman belum menghasilkan diukur berdasarkan nilai wajar dikurangi dengan biaya untuk menjual. Perhitungan mengenai nilai tercatat dalam
72
aset biolojik berdasarkan IAS 41 dapat dilihat pada sub subbab 4.2.3 mengenai pengakuan dan pengukuran aset biolojik menurut IAS 41: Agriculture.
Berikut ini terdapat tabel 4.17 yang menyajikan gambaran laporan laba rugi menurut IAS 41:Agriculture pada PT AALI yaitu sebagai berikut:
73
Berdasarkan
laporan
laba
rugi
IAS
41,
terdapat
akun
yaitu
keuntungan/kerugian dari nilai wajar aset biolojik. Akun tersebut sesuai dengan ketentuan yang terdapat di dalam IAS 41 yang menyatakan bahwa keuntungan atau kerugian yang timbul sebagai akibat dari perubahan pengukuran aset biolojik pada awal dan akhir periode berdasarkan nilai wajar dikurang biaya untuk menjual, harus dimasukkan ke dalam laporan laba rugi periode berjalan. Setelah pembahasan mengenai penyajian aset biolojik, IAS 41 juga memiliki ketentuan terhadap pengungkapan yang harus dilakukan oleh perusahaan. Beberapa item pokok yang harus diungkapkan itu antara lain: 1. Pengungkapan agregat keuntungan atau kerugian yang timbul dari perubahan nilai wajar aset. 2. Pemberian deskripsi mengenai masing-masing kelompok aset biolojik. 3. Pengungkapan metode dan asumsi yang signifikan dalam menentukan nilai wajar. Penjelasan lebih rinci mengenai pengungkapan aset biolojik dapat dilihat pada sub subbab 2.3.6 mengenai pengungkapan. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka pengungkapan aset biolojik PT AALI yang sesuai dengan IAS 41 adalah sebagai berikut: PT ASTRA AGRO LESTARI Tbk DAN ENTITAS ANAK Catatan Atas Laporan Keuangan Konsolidasi 31 Desember 2011 dan 2010 (Dinyatakan dalam jutaan rupiah) 2) IKHTISAR KEBIJAKAN AKUNTANSI SIGNIFIKAN f. Aset Biolojik
74
Aset biolojik pada perkebunan kelapa sawit merupakan aset biolojik pengusung (bearer biological asset). Aset biolojik terdiri dari tanaman sudah dewasa/tanaman menghasilkan dan tanaman belum dewasa/tanaman belum menghasilkan. Pembagian aset biolojik ditentukan berdasarkan umur dari tanaman tersebut. Tanaman dinyatakan sudah dewasa/menghasilkan apabila telah berumur tiga hingga empat tahun dan umumnya telah menghasilkan tandan buah segar. Aset biolojik diukur pada pengakuan awal dan pada setiap akhir periode pelaporan berdasarkan nilai wajar dikurangi dengan biaya untuk menjual. Hasil dari keuntungan atau kerugian yang berasal dari perubahan nilai wajar akan diakui pada laporan laba rugi periode yang bersangkutan. Penentuan nilai wajar dalam pengukuran aset biolojik menggunakan jasa penilai independen. Dalam pengukuran aset biolojik pada IAS 41 tidak dilakukan perhitungan terhadap penyusutan. 9. ASET BIOLOJIK
75
Sampai akhir tahun 2011, PT Astra Agro Lestari Tbk memiliki luas areal perkebunan inti untuk tanaman menghasilkan dan tanaman belum menghasilkan sekitar 160.849ha (2010: 148.274 ; 2009: 139.875) dan 45.730ha (2010: 57.768 ; 2009: 66.922). Pengukuran yang dilakukan pada aset biolojik dicatat sebesar nilai wajar dikurang biaya untuk menjual. Nilai wajar pada aset biolojik yaitu tanaman menghasilkan dan tanaman belum menghasilkan ditentukan oleh jasa penilai independen pada tahun 2009. Nilai wajar yang diketahui adalah nilai wajar keseluruhan untuk masing-masing aset biolojik. Sehingga terlebih dahulu ditentukan nilai wajar aset biolojik per pohon untuk masing-masing aset biolojik pada tahun 2009 yang kemudian disesuaikan dengan kondisi perusahan pada tahun 2010 dan 2011 dengan menggunakan asumsi sebagai berikut: a) Tingkat inflasi yang terjadi pada desember tahun 2010 adalah sebesar 6,96% dan untuk periode desember tahun 2011 adalah sebesar 3,79%. Tingkat inflasi ini digunakan untuk memperkirakan perubahan yang terjadi pada nilai wajar setiap tahunnya. b) Jumlah pohon kelapa sawit yang ditanam per hektar adalah sekitar 130 pohon. c) Sehingga perhitungan nilai wajar aset biolojik keseluruhan untuk tahun 2010 dan 2011 adalah nilai wajar per pohon masing-masing aset biolojik x luas areal lahan x jumlah pohon per ha. Setelah melakukan perhitungan nilai wajar aset biolojik, selanjutnya melakukan perhitungan terhadap biaya untuk menjual (cost to sell) yang diasumsikan sebesar 2,5% dari nilai wajar aset biolojik.
76
4.5
Analisis Penyajian Aset Biolojik (Tanaman Kelapa Sawit)
4.5.1 Analisis Penyajian Aset Biolojik pada Laporan Laba Rugi PT AALI Menurut PSAK 16 dan IAS 41 PT AALI menerapkan PSAK 16:Metode Biaya dalam melakukan pengukuran terhadap aset biolojiknya. Penerapan standar ini disebabkan karena tanaman kelapa sawit sebagai bearer biological asset memiliki kesamaan unsur dengan industri yang bergerak di bidang manufaktur yaitu sebagai penghasil suatu produk dan tidak ditujukan untuk dijual. Berdasarkan pembahasan sebelumnya, telah dijelaskan bahwa terdapat perbedaan pengukuran aset biolojik antara PSAK 16 khususnya model biaya dengan IAS 41. Pada PSAK 16:Model Biaya, pengukuran aset biolojiknya menggunakan historical cost yaitu biaya perolehan dikurangi dengan akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai, jika ada. Sedangkan dalam IAS 41, aset biolojik harus diukur pada pengakuan awal dan pada setiap akhir periode pelaporan berdasarkan nilai wajar dikurangi dengan biaya untuk menjual, yang keuntungan atau kerugian dari perubahan nilai wajar tersebut harus dimasukkan dalam laporan laba rugi periode bersangkutan. Perbedaan dari pengukuran aset biolojik ini pada akhirnya juga menyebabkan perbedaan penyajian dalam laporan keuangan PT AALI. Oleh karena itu, untuk mempermudah pemahaman terhadap perbedaan penyajian tersebut, berikut ini akan disajikan perbandingan penyajian pada laporan laba rugi menurut PSAK 16:Model Biaya dan IAS 41.
77
Tabel 4.18 Perbandingan Penyajian Laporan Laba Rugi PT AALI Menurut PSAK 16:Model Biaya dengan IAS 41
(dalam jutaan rupiah) Pendapatan bersih Beban pokok pendapatan Keuntungan/(Kerugian) dari nilai wajar aset biolojik Laba bruto Beban penjualan Beban umum dan administrasi Total beban usaha Laba sebelum pajak penghasilan Beban pajak penghasilan (25%)
2011 2010 PSAK 16 IAS 41 PSAK 16 IAS 41 10.772.582 10.772.582 8.843.721 8.843.721 (6.837.674) (6.728.742) (5.234.372) (5.143.932) -
1.021.898
-
1.068.418
3.934.908 (291.269) (310.707)
5.065.738 (291.269) (310.707)
3.609.349 (206.527) (438.782)
4.768.207 (206.527) (438.782)
(601.976)
(601.976)
(645.309)
(645.309)
3.332.932
4.463.762
2.964.040
4.122.898
(833.233)
(1.115.941)
(741.010)
(1.030.725)
2.223.030
3.092.174
Laba tahun berjalan 2.499.699 3.347.822 Sumber: data diolah dari laporan keuangan PT AALI
Pada tabel 4.18 di atas, terdapat perbandingan laporan laba rugi PT AALI yang menggunakan PSAK 16:Model Biaya dengan IAS 41. Berdasarkan tabel tersebut, dapat dilihat bahwa dalam penerapan IAS 41 terdapat adanya pengurangan beban pokok pendapatan sebesar Rp108.932 juta untuk tahun 2011 dan sebesar Rp90.440 juta untuk tahun 2010. Hal ini disebabkan karena dalam IAS 41 tidak dilakukan perhitungan terhadap penyusutan. Penerapan IAS 41 pada laporan laba rugi ini juga mengakui adanya keuntungan dari nilai wajar aset biolojik sebesar Rp1.021.898 juta untuk tahun 2011 dan sebesar Rp1.068.418 juta untuk tahun 2010. Akun keuntungan dari nilai wajar aset biolojik ini berasal dari perubahan nilai wajar aset biolojik dikurangi biaya untuk menjual pada awal dan akhir periode pelaporan yang sesuai dengan ketentuan yang terdapat pada IAS 41 paragraf 26. Dengan adanya pengakuan keuntungan dari nilai wajar aset biolojik ini, menyebabkan
78
terjadinya peningkatan laba tahun berjalan pada laporan laba rugi perusahaan. Akan tetapi, kenaikan nilai wajar aset biolojik ini tidak akan pernah terealisasi karena karakteristik tanaman kelapa sawit yang memang tidak ditujukan untuk dijual melainkan hanya sebagai penghasil produk agrikultural berupa tandan buah segar. Keuntungan atas kenaikan nilai wajar cenderung akan terus terjadi hingga masa produktif dari tanaman kelapa sawit. Namun apabila masa manfaat dari tanaman kelapa sawit habis, maka keuntungan atas kenaikan nilai wajar akan dibuang dan tidak direalisasikan sehingga mengakibatkan terjadinya pengurangan laba secara drastis. Sebagai akibat pengakuan keuntungan dari perubahan nilai wajar yang tidak akan direalisasikan ini, perusahaan akan cenderung mengalami kerugian terutama dalam hal perpajakan. Hal ini disebabkan karena dengan adanya pengakuan keuntungan tersebut, laba sebelum pajak penghasilan menurut IAS 41 akan mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan PSAK 16 sehingga pada akhirnya perusahaan harus membayar pajak lebih atas kenaikan laba yang muncul dari pengakuan keuntungan yang sebenarnya tidak akan terealisasi. Pembayaran lebih atas pajak ini dapat dilihat bahwa pada tahun 2011, perusahaan harus membayar pajak sebesar Rp1.115.941 juta (dalam perhitungan IAS 41) sedangkan dalam penerapan PSAK 16, perusahaan hanya akan membayar pajak sebesar Rp833.233 juta. Pajak penghasilkan ini dihitung berdasarkan tarif pajak PPh badan di Indonesia yaitu sebesar 25%. Berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan pasal 4 disebutkan bahwa selisih lebih penilaian kembali aktiva merupakan objek pajak. Pengenaan pajak final atas selisih lebih penilaian kembali aktiva ini adalah 10%. Dengan adanya UndangUndang tersebut, maka keuntungan dari nilai wajar yang diperoleh perusahaan pada
79
tahun 2011 dan 2010 yaitu sebesar Rp1.021.898 juta dan Rp1.068.418 juta akan dikenakan pajak sebesar 10% meskipun keuntungan atas nilai wajar tersebut merupakan keuntungan yang tidak terealisasi.
4.5.2 Analisis Penyajian Aset Biolojik pada Laporan Posisi Keuangan PT AALI Menurut PSAK 16 dan IAS 41 Berikut ini merupakan analisis perbandingan penyajian aset biolojik pada laporan posisi keuangan PT AALI menurut PSAK 16 dan IAS 41. Tabel 4.19 Perbandingan Penyajian Laporan Posisi Keuangan PT AALI Menurut PSAK 16 dan IAS 41
Pada laporan posisi keuangan di atas, apabila PT AALI menerapkan IAS 41, maka terdapat satu akun yang berganti nama di bagian aset tidak lancar yaitu tanaman perkebunan menjadi aset biolojik. Sedangkan pembagian dari aset biolojik tidak mengalami perbedaan dengan PSAK 16. Dari tabel di atas, penerapan IAS 41 tidak hanya berdampak pada perubahan nama akun, melainkan juga jumlah tercatat pada aset biolojik. Berdasarkan 80
pengukuran menurut IAS 41, total aset biolojik pada PT AALI tahun 2011 adalah sebesar Rp17.630.883 juta dan tahun 2010 sebesar Rp15.923.731 juta. Aset biolojik ini diukur menggunakan nilai wajar dikurang biaya untuk menjual. Nilai wajar yang diperoleh berasal dari jasa penilai independen. Penggunaan nilai wajar untuk aset biolojik perusahaan akan mengakibatkan laporan posisi keuangan perusahaan lebih sering mengalami kenaikan/penurunan apabila dibandingkan dengan biaya perolehannya karena dengan menggunakan nilai wajar, nilai aset biolojik akan mencerminkan nilai yang sebenarnya dan disesuaikan dengan kondisi pasar saat itu. Apabila aset mengalami peningkatan, maka juga dapat berdampak pada peningkatan dari sisi ekuitas sebesar jumlah yang sama dengan peningkatan aset tersebut, begitu juga sebaliknya. Selain itu, penggunaan nilai wajar aset biolojik akan menyebabkan volatilitas pada laporan keuangan, misalnya ketika tanaman kelapa sawit berada dalam masa produktif, maka nilai wajar dari aset biolojik akan mengalami peningkatan, dan apabila tanaman kelapa sawit sudah mencapai usia tua, nilai wajar aset biolojik akan mengalami penurunan.
4.6
Dampak Penggunaan Nilai Wajar atas Aset Biolojik (Tanaman Kelapa Sawit) dalam IAS 41 Berdasarkan pembahasan mengenai analisis penyajian aset biolojik
sebelumnya maka dapat diketahui bahwa penggunaan nilai wajar dalam IAS 41 akan berdampak pada laporan laba rugi dan laporan posisi keuangan. Adapun dampak penggunaan nilai wajar tersebut tersebut yaitu: 1. Dalam laporan laba rugi Pada IAS 41, perusahaan mengakui keuntungan atau kerugian atas selisih nilai wajar aset biolojik. Keuntungan terjadi apabila nilai wajar pada akhir
81
periode lebih besar dibandingkan dengan awal periode, begitu juga sebaliknya. Keuntungan/kerugian yang ditimbulkan akan mengakibatkan peningkatan atau penurunan dari laba yang dapat berpengaruh pada pembayaran pajak oleh perusahaan. Berdasarkan tabel perbandingan penyajian pada laporan laba rugi, dampak penggunaan nilai wajar akan terlihat lebih signifikan pada saat perubahan awal dalam metode pengukuran PSAK 16:Model Biaya ke IAS 41. Apabila perusahaan sudah menerapkan nilai wajar dalam IAS 41 pada periode selanjutnya, perubahan akan penggunaan nilai wajar tersebut tidak terlalu signifikan jika dibandingkan dengan penerapan awal. 2. Dalam laporan posisi keuangan Penggunaan nilai wajar untuk aset biolojik akan menyebabkan adanya peningkatan atau penurunan dari sisi aset apabila dibandingkan dengan penggunaan biaya perolehan. Namun, di satu sisi penerapan nilai wajar ini menyebabkan nilai aset biolojik akan memberikan gambaran yang lebih realistis karena disesuaikan dengan kondisi pasar. Selain itu, dampak yang ditimbulkan apabila penerapan IAS 41 yang berbasis nilai wajar yaitu adanya kesulitan untuk menentukan nilai wajar aset biolojik (tanaman kelapa sawit). Dalam menentukan nilai wajar aset biolojik, dasar acuan yang paling tepat adalah apabila terdapat pasar aktif untuk aset biolojik tersebut. Namun, nilai wajar pada pasar aktif sulit untuk ditemukan, sehingga dalam menentukan nilai wajar, digunakan beberapa metode alternatif seperti melakukan perhitungan terhadap present value of expected net cash flow. Masalah yang cukup kompleks yang timbul dari penggunaan metode ini adalah penggunaan asumsi yang cukup subjektif karena disesuaikan dengan kondisi perusahaan. Berdasarkan kondisi
82
tersebut, BAPEPAM-LK menerbitkan Pedoman Penilaian dan Penyajian Laporan Penilaian Properti Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas penyajian dan pengungkapan yang memadai. Dalam pedoman tersebut dijelaskan bahwa jasa penilaian independen memiliki peranan penting untuk membantu dalam menentukan nilai wajar terutama pada industri perkebunan. Dengan dikeluarkannya pedoman ini oleh BAPEPAM menunjukkan bahwa Indonesia sudah lebih maju untuk mulai mendalami kebutuhan akan penerapan nilai wajar (fair value) terutama bagi perusahaan perkebunan yang telah go public.
83