BAB 3
ANALISIS DATA
3.1 Sistem politik dan sosial Tokugawa Untuk menganalisis apa penyebab kejatuhan Tokugawa, terlebih dahulu penulis akan menuliskan sistem politik dan sosial yang ditetapkan Tokugawa dan merupakan peraturan yang berlaku dalam negeri Jepang pada saat itu.
3.1.1
Sistem Politik Tokugawa Ieyasu adalah seorang daimyo kecil di Mikawanokuni ( Aichi –
ken ). Ia meluasakan kekuasannya secara perlahan – lahan. Setelah berhasil mengalahkan keluaraga Toyotomi dalam perang Sekigahara pada tahun 1600, Tokugawa Ieyasu diberi gelar Shogun ( 1603 ) oleh kaisar Jepang. Ieyasu yang menjabat sebagai shogun adalah pegawai resmi kekaisaran Jepang. Ia adalah wakil tenno,
kepala
kelas
militer,
dan
penguasa
Jepang.
Tokugawa
memulai
pemerintahannya di Edo sehingga masa pemerintahanya dikenal dengan Edo Bakufu atau Jaman Edo. Sistem politik Jepang di bawah kekuasaan Tokugawa dikenal dengan sistem bakuhan. Bakuhan adalah singkatan dari bakufu dan han. Han sama dengan ke – daimyo – an. Sistem bakuhan adalah sistem pemerintahan yang berdasarkan semi otonomi atau desentralisasi. Para daimyo diberi kebebasan untuk mengatur daerahnya ( otonomi ) selama masih dalam batas peraturan pemerintah pusat ( bakufu ).
15
16
Pemerintahan bakufu bertindak sebagai pemerintahan pusat, sedangkan han sebagai daerah administratif di bawahnya, atau setingkat propinsi. Shogun adalah pemegang kekuasaan tertinggi bakufu, sedangkan daimyo adalah pemegang kekuasaan tertinggi han. Untuk menguasai han di seluruh negeri, bakufu membuat sistem yang sederhana namun jelas, yang disebut Bakuhan Taisei ( sistem bakuhan ). Bakuhan taisei meletakkan peran Rojyu ( para tetua penasehat shogun ) untuk membantu urusan – urusan kenegaraan yang penting. Rojyu berjumlah lima orang dan dipilih dari fudai daimyo. Dalam keadaan darurat, rojyu dibantu oleh Tairo ( penasehat utama ). Tairo merupakan posisi tertinggi di bawah shogun. Tairo dipilih dari daimyo yang masih mempunyai tali saudara dengan Tokugawa atau dipilih dari fudai daimyo yang paling senior. Di bawah Rojyu adalah Bugyo ( pegawai pemerintah ). Tugas bugyo adalah mengurus urusan – urusan kenegaraan yang sudah dibagi – bagi. Untuk mengontrol para daimyo, Ieyasu mengeluarkan peraturan yang dikenal dengan nama Buke Shohatto pada tahun 1615, yakni suatu ketentuan – ketentuan khusus yang harus dipatuhi oleh para daimyo. Berikut ini adalah kutipan mengenai Buke Shohatto berikut isi peraturannya: (武家諸法度、2000) 江戸幕府が大名統制のために発した基本法。武家諸法度は大名に対す る禁令の意味であって,幕府政権維持のために大名の行動に制限を加 えたものであり,その主眼は幕府に対する謀叛を抑えようとすること にあった。徳川家康は豊臣氏を滅ぼした後,金地院崇伝に起草を命じ, 1615 年(慶長 20)7 月 7 日,将軍秀忠の名をもって 13 条の漢文体の 武家諸法度を発布した。条文は,文武奨励遊楽禁止・犯罪者隠匿の 禁・謀叛人や殺害人の追放・他国人の追放・城郭修理の許可制と新築 の厳禁・徒党の告発・私婚の禁止・参勤作法・衣装の統制・乗輿の制 限・倹約奨励・国主の任用について規定している。この後も,将軍の 代替りごとに多少修正を加えて公布した。1635 年(寛永 12)三代将 軍家光のときに大改訂が行われて 19 条となり,将軍権力を m 立させ た。
17
Peraturan yang ditetapkan oleh bakufu untuk mengontrol para daimyo.bakufu menetapkan peraturan – peraturan yang keras berisi apa yang tidak boleh dilanggar oleh para daimyo. Ini dilakukan supaya bakufu dapat lebih mudah mengontrol para daimyo. Peraturan ini ditetapkan pada thaun 1615. di dalam peraturan tersebut berisi bahwa daimyo tidak diperbolehkan memperbaiki benteng – benteng tanpa seijin bakufu. Orang asing tidak diperbolehkan masuk ke Jepang. Membunuh dan menghukum seseorang diperbolehkan selama itu sesuai dengan hukum yang berlaku. Bahan pakaian yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan dikenakan daimyo juga diatur dalam BUke Shohatto ini. Tanpa seijin bakufu tidak diperbolehkan membangun sutau bangunan atau apapun. Para daimyo harus mempunyai etiket kerja keras. Peraturan ini ditetapkan di seluruh han dan beberapa kali direvisi isinya. Dan pada tahun 1635 lagi diadakan sejumlah revisi. Peraturan lain yang ditetapkan adalah peraturan Sankin Kotai atau “ menetap secara bergantian “, yakni peraturan yang menetapkan para daimyo untuk tinggal di Edo dan di daerah kekuasaanya sendriri ( han ) secara bergiliran selama satu tahun. Ketika daimyo pergi menetap di han – nya, maka anak istrinya akan tetap tinggal di Edo. Peraturan ini sebenarnya dibuat hanya untuk para tozama daimyo pada tahun 1635 tetapi akhirnya pada tahun 1642 diberlakukan juga untuk para fudai daimyo. Tujuan utama dari peraturan ini ialah agar bakufu lebih mudah mengontrol para daimyo. Dengan jalan demikian tidak ada kesempatan bagi para daimyo untuk menghimpun kekuatan di daerah dan menggulingkan pemerintahan pusat. Peraturan ini mempunyai dampak yang sangat buruk bagi perekonomian han karena seluruh biaya perjalanan ke Edo dan kembali lagi ke han ditanggung sendiri oleh para daimyo. Efek positif dari sistem Sankin Kotai, menurut Professor Honjo (Sheldon, 1980: 18) adalah meningkatkan kemakmuran bagi kota Edo dan perluasan yang pesat merangsang pertumbuhan industri serta melancarkan sistem pereonomian uang dan membentuk basis perluasan ekonomi walaupun membuat miskin para bangaswan feodal ( daimyo ).
18
Sistem Sankin Kotai telah membuat lalu lintas di Jepang menjadi ramai dan jalan – jalan pun bertambah. Dengan berpusat di Edo, dibangunlah lima jalan raya, seperti jalan raya Tokaido yang menyusuri pantai menuju Kyoto, jalan raya Koshukaido yang menuju Kyushuu, jalan raya Oshukaido yang menuju Oshu ( Tohokuchiho ), jalan raya Nikkoaido yang menuju Nikko, dan dibangun juga tempat pemberhentian di Kaido. Selain itu, bakufu juga mendirikan pos –pos pemeriksaan di berbagai daerah untuk memeriksa orang yang lalu lalang untuk kepentingan militer. Bakufu juga mendirikan jembatan – jembatan di sungai – sungai besar seperti: Sungai Bi ( Bi gawa ) dan sungai Tenryu ( Tenryu gawa ) Untuk mengangkut barang yang banyak dan berat dipergunakanlah kapal, sehingga jalur pelayaran pun berkembang. Sejalan perkembangan lalu lintas dan industri, perdagangan pun menjadi banyak. Pajak beras yang dikumpulkan bakufu dan daimyo, karena dikumpulkan di Osaka dan ditukar dengan uang tunai maka muncul pedagang – pedagang besar seperti Konoike dari Osaka dan Mitsui dari Edo. Dan Edo yang menjadi pusat pemerintahan menjadi kota besar yang penduduknya hampir 1 juta orang. sementara itu Osaka, karena merupakan pusat perekonomian maka disebut “ Tenka no Daidokoro “ yaitu dapur seluruh negeri. Selain biaya untuk perjalanan yang sudah dirasakan berat, para daimyo harus menanggung biaya pembangunan khusus ( pembangunan jalan – jalan raya seperti yang disebutkan di atas ) di seluruh negeri. Karena itulah perekonomian daimyo sangat
susah
dan
tidak
memungkinkannya
menghimpun
kekuatan
untuk
menggulingkan kekuasaan pemerintah pusat walaupun ia sangat menderita akibat peraturan ini.
19
Diberlakukannya sistem Sankin Kotai telah menaikkan pamor pedagang. Para penguasa daerah ( daimyo ), akibat sistem ini mengalami kesulitan keuangan. Mereka sering meminjam uang kepada para pedagang kaya di Edo, Osaka dan Kyoto. (Sheldon, 1980:18). Karena itu daimyo ( penguasa daerah ) lebih menarik simpati kepada pedagang daripada kepada para petani. Meskipun kelas petani ada di urutan kedua sedangkan pedagang ada di urutan terakhir. Peraturan lain yang dikeluarkan bakufu adalah tentang pengaturan istana Kyoto. Peraturan yang dikeluarkan oleh shogun ke – 2, Tokugawa Hidetada ini dikenal dengan nama Kinchu Narabini Kuge Shohatto. Isi terpenting dari peraturan ini di antaranya adalah ketidakbolehan kaisar ( tenno ) untuk melibatkan diri dalam kegiatan politik, tetapi tenno harus memperdalam ilmu dan kebudayaan Jepang, seperti puisi waka; kenaikan pangkat para bangsawan istana ( kuge ) harus seiijin bakufu; dan para daimyo tidak diijinkan memasuki atau menghadap langsung kaisar di istana Kyoto. Dengan melihat isi peraturan ini jelaslah bahwa tujuan dari diberlakukannya peraturan ini ialah untuk mengawasi kaisar dalam kegiatan politik, termasuk menghindari agar kaisar tidak berkomplot dengan para bangsawan istana dan para daimyo. Jumlah daimyo pada masa Tokugawa berkisar 260 – 270 orang, atau satu orang untuk satu han. Para daimyo ini dibagi atas tiga golongan oleh Tokugawa: Shinpan daimyo, para daimyo yang merupakan keturunan langsung dari keluarga Tokugawa; Fudai daimyo, keluarga bangsawan yang telah mengabdi padanya sejak dari Mikawa atau dengan kata lain pengikut setia Tokugawa sejak sebelum ia berkuasa; Tozama daimyo, daimyo yang mengikuti Tokugawa setelah meletusnya perang Sekigahara, yang kesetiannya masih diragukan. (Sheldon, 1973:6)
20
Untuk menghindari perebutan kekuasaan atau memperkuat pertahanan, bakufu menempatkan para daimyo yang paling setia di sekitar wilayah Edo, dan menempatkan para daimyo yang agak diragukan kesetiaannya ( biasanya dari tozama daimyo ) di wilayah – wilayah yang letaknya jauh dari Edo, seperti Kyushu di sebelah barat daya Jepang dan Hokkaido di timur laut Jepang. Tanah yang dikontrol langsung oleh bakufu luasnya kira – kira seluas tanah yang menghasilkan 4,2 juta koku beras per tahun. Tanah – tanah tersebut disebut tenryo ( tanah milik langit ) yang terletak di Kyoto, Osaka, Nagasaki, Nara, Sado. Fudai daimyo dan shinpan daimyo menguasai daerah yang menghasilakan 9,3 juta koku beras. Dan tozama daimyo menguasai daerah dengan pendapatan sekitar 9,8 juta koku beras. Untuk politik luar negeri, Tokugawa Ieyasu semula mengizinkan kapal – kapal asing untuk berlabuh di pelabuhan – pelabuhan Jepang. Tetapi tidak adanya pemeriksaan yang ketat terhadap para pedagang asing tersebut membuat Tokugawa mulai curiga. Ia mempunyai kecurigaan terhadap orang – orang Eropa yang mempunyai ambisi mencari daerah jajahan baru dengan memakai penyebaran agama Kristen sebagai alat. Akibatnya, bakufu mengeluarkan perintah untuk mengusir para msisionaris keluar dari Jepang Pada tahun 1637, Tokugawa ke – 3, yaitu Tokugawa Iemitsu, melarang secara resmi melarang orang Jepang untuk meninggalkan Jepang dan mengusir orang – orang Portugis yang saat itu ada di Jepang. Ini adalah masa dimulainya politik closed country ( sakoku ) di Jepang. Hanya pada negara – negara tertentu ( Belanda dan Cina ) yang dianggap tidak membahayakan, Tokugawa masih membolehkan adanya interaksi.
21
Pada tahun 1853, armada Amerika di bawah komando Commodore Matthew Perry datang ke Jepang dan memaksa bakufu untuk membuka Jepang ( kaikoku ). Selang selama 9 tahun kedatangan Perry, pada tahun 1867, bakufu di bawah pemerintahan shogun Tokugawa jatuh, setelah sebelumnya berhasil menguasai negeri Jepang selama 267 tahun dan sudah 15 keturunannya menjabat sebagai shogun. Kejatuhan ini ditandai dengan pengembalian kekuasaan dari Tokugawa Yoshinobu kepada kaisar Meiji.
3.1.2 Sistem Pelapisan Sosial Sistem pelapisan sosial yang dicanangkan oleh Oda Nobunaga dan Toyotomi Hideyoshi pada zaman Azuchi Momoyama, pada zaman Edo diketatkan. Bakufu menjalankan politik konfusianisme membentuk masyarkat feodal (Sakamoto, 1982:39). Konfusianisme memilah – milah masyarakat feodal ke dalam empat kelas yang disebut Shinokosho. Kelas teratas diduduki oleh golongan Shi artinya bushi atau militer, lapisan kedua adalah no artinya nomin atau petani, lapisan atau kelas ketiga adalah ko artinya kosakunin atau tukang dan lapisan terbawah adalah sho artinya shonin atau kelas pedagang. Di bawah ini masih ada kelas terendah yang disebut eta atau hinin. Pemerintah pusat menetapkan para hinin untuk tinggal di daerah – daerah yang tandus serta ditugaskan sebagai pengurus bangkai – bangkai, sebagai algojo pelaksanaan hukuman pengganti tangan para pejabat. Dari tigapuluh juta penduduk Jepang pada awal jaman Edo, 6 persen di antaranya adalah kelas militer, 85 persen kelas petani, 6 persen kelas pedagang dan tukang, dan kelas – kelas lain termasuk eta dan hinin berjumlah 3 persen (Surajaya,
22
1996:46). Kaum militer yang jumlahnya sedikit menguasai kaum petani yang jumlahnya banyak dan kelompok masyarakat di bawahnya. Pada masa itu, kaum militer yang posisiya paling atas, belajar ilmu pengetahuan dan bela diri, dan menyelipkan dua belah pedang di pinggangnya. Kaum petani dan orang kota diharuskan untuk duduk di jalan dan menundukkan kepala ( dogeza ) sebagai tanda penghormatan bila bertemu dengan iringan daimyo. Apabila kaum petani dan orang kota ( kaum tukang dan pedagang ) bertindak tidak sopan, mereka bolah dibunuh saat itu dan di tempat itu juga. Konfusianisme menekankan pada hal – hal tentang menjaga tatanan atas dan bawah. Pemikiran yang membedakan atas bawah ini diibaratkan seperti; dalam masyarakat militer, seperti hubungan antara atasan dan bawahan; dalam rumah tangga seperti hubungan antara anak dan orang tua serta hubungan suami dan istri. Dengan melakasankan sistem seperti ini, bakufu mempertahankan masyarakat feodal ( hoken shakai ) yang telah berlangsung sejak zaman Kamakura. Kelas – kelas sosial yang ada itu pun terbagi lagi atas sub – sub kelas. Kelas militer yang merupakan lapisan teratas adalah shogun, selanjutnya hatamoto. Kelas petani terdiri atas dua lapisan utama, yaitu honbyakushoo, tuan atau petani yang memiliki tanah, dan mizunomibyakushoo, petani miskin, buruh tani atau semacam petani gurem di Jawa. Bakufu mengontrol para petani melalui susunan/struktur mekanisme bakufu, yakni membentuk unit – unit desa terkecil yang disebut gonin gumi ( rukun tetangga yang terdiri dari lima buah rumah tangga ). Merekalah yang bertindak menjaga sistem keamanan lingkungan, mengumpulkan pajak, dan melaporkan penyelewengan – penyelewengan di desa kepada kepala desa. Kepala desa biasanya dijabat oleh
23
honbyakushoo. Laporan – laporan ini kemudian diteruskan kepala desa ke penguasa han – nya ( daimyo ), kemudian diteruskan daimyo ke pemerintah pusat atau bakufu. Jepang di bawah pemerintahan Tokugawa adalah negara agraris (Beasley: 1972:41). Pertanian merupakan satu – satunya sumber produksi negara sehingga menjadi pilar negara. Ini berarti sumber pendapatan utama
adalah dari sektor
pertanian. Ini juga berarti aktivitas petani adalah sumber pendapatan negeri Jepang. Tidaklah heran jika petani mendapat lebih banyak aturan – aturan oleh Tokugawa daripada kelas tukang dan pedagang yang berada di bawahnya. Bakufu mengeluarkan peraturan – peraturan lain untuk mengontrol para petani. Di antaranya adalah: petani dilarang berpindah tempat tinggal, dilarang menjual sawah atau ladangnya, dilarang pindah pekerjaan; dilarang menanami sawah atau ladang dengan tanam – tanaman lain kecuali tanaman yang ditetapkan bakufu; wajib menyetor pajak yang jumlahnya telah ditentukan; dan yang terpenting adalah petani diwajibkan berhemat. Tokugawa berusaha mengatur kehidupan para petani sampai kepada hal – hal yang kecil. Mereka dipaksa bangun pagi – pagi sekali, tidak minum teh atau sake, tidak menghisap rokok, namun makan biji – bijian yang keras, bahkan akan menceraikan istrinya yang minum teh. Hasil dari kelas petani hampir semuanya diperuntukkan bagi pemerintah pusat atau daerah ( han ). Tokugawa Ieyasu sebagai shogun pertama pernah berkata: “ Pungutlah pajak dari petani supaya mereka tidak hidup dan juga tidak mati.” (Sadao, 1984: 52). Pemerintah pusat ataupun penguasa daerah ( daimyo ) dengan patuh melaksanakan kebijaksanaan ini. Mereka berusaha menekan kehidupan petani serendah mungkin, juga ikut campur mengatur kehidupan sehari – hari seperti yang
24
ditulis di atas, dengan maksud mencegah petani jangan terlalu miskin sehingga tidak berdaya membayar pajak. Para petani juga dilarang menjual – belikan sawah ladang serta membatasi pemisahan keluarga petani dalam usaha yang sama. Para pengrajin atau tukang dan pedagang, tempat tinggal mereka dipusatkan di satu tempat di dalam kota. Melalui perantara para pedagang, para tukang diperintahkan untuk melengkapi dan menyediakan perlengkapan yang dibutuhkan oleh penguasa. Ditinjau dari segi status sosial, kelas tukang dan pedagang memang berada dalam urutan paling bawah tetapi sesungguhnya mereka memiliki kenikmatan hidup yang lebih dari pada petani. Para petani senantiasa dibebani oleh pajak dan aturan – aturan dari pemerintah. Kelas tukang dan pedagang lebih banyak tinggal di kota – kota. Akan tetapi, sistem pengawasan terhadap mereka pun menyerupai sistem gonin gumi. Hanya saja, kebebasan orang – orang kota jauh lebih besar daripada petani. Kenyataan tersebut ditandakan dengan banyaknya pengusaha – pengusaha besar yang lahir pada zaman Edo sperti Mitsui dan Sumitomo.
3.2 Faktor Kejatuhan Tokugawa Dari penjelasan di atas, penulis berpendapat bahwa penyebab kejatuhan Tokugawa bukanlah dari dalam negeri Jepang sendiri. Karena dapat dilihat meskipun Tokugawa menetapkan peraturan – peraturan yang membuat rakyat dan pejabatnya susah, negeri Jepang tetap berhasil dikuasai oleh Tokugawa selama lebih dari 250 tahun tanpa adanya pemberontakan – pemberontakan yang berarti yang hendak menentang kekuasaan Tokugawa ataupun pemberontakan – pemberontakan yang
25
bisa menjatuhkan Tokugawa ( pemberontakan Shimabara, pemberontakan di Iwaki karena tingginya pajak ). Menurut penulis, Tokugawa jatuh karena tekanan dari luar negeri ( dalam hal ini khususnya, Amerika ). Ini dapat dilihat rentang waktu antara kedatangan armada Amerika di bawah komando Perry ( 1858 ) dan kejatuhan Tokugawa ( 1867 ) hanya berselang 9 tahun. Hal ini merupakan waktu yang sangat singkat dibanding keberhasilan kekuasannya selama lebih dari 250 tahun atas negeri Jepang. Memang, sebelumnya telah ada rasa ketidakpuasan rakyat, khususnya petani atas pajak dan aturan – aturan ketat yang ditetapkan Tokugawa. Sedangkan para penguasa daerah juga menderita kemiskinan dan terlilit hutang akibat sistem Sankin Kotai dan biaya – biaya pembangunan yang dibebankan Tokugawa. Akan tetapi hal itu tidaklah menyulut keberanian rakyat untuk terang – terangan menentang peraturan bakufu sampai kedatangan Amerika yang diwakili oleh Commodore Perry. Dilihat dari hal ini, maka teori yang sesuai dengan karangan ilmiah ini adalah teori dari Totman ( 1980 ) yang juga menyatakan hal yang sama, yaitu tekanan luar negeri lah yang merupakan faktor utama kejatuhan Tokugawa.
3.3 Analisis Faktor Utama Kejatuhan Tokugawa Akibat Tekanan Dari Luar Negeri Interaksi pertama Jepang dengan negara – negara Barat dimulai pada saat seorang Portugis terdampar secara kebetulan di Tanegashima, suatu pantai di daerah Kyuushu tahun 1543. Awal interaksi ini dilanjutkan dengan hubungan dagang dan penyebaran agama Kristen yang dimulai ketika seorang misionaris Kristen Portugis, Fransiskus Xavier tiba di Jepang pada tahun 1549.
26
Lewat hubungan ini Jepang banyak menyerap teknologi pembuatan senapan untuk mendukung perang – perang saudara yang saat itu sedang melanda seluruh Jepang. Periode interaksi yang berpusat pada perdagangan dan agama ini berlangsung sampai tahun 1639 pada saat penguasa Tokugawa menjalanlan politik isolasi ( sakoku ). Agama Kristen yang dibawa masuk ke Jepang oleh orang – orang Portugis ini pada mulanya mendapat sambutan yang baik. Sedikitnya ada tiga daya tarik yang menyebabkan agama Kristen dapat diterima, baik di kalangan daimyo maupun rakyat biasa. Pertama, dengan memberikan izin penyebaran agama ini, maka bahan peledak dan senjata dapat dengan mudah masuk ke Jepang. Kedua, dengan izin mendirikan sekolah, khususnya sekolah pendeta, maka perkembangan yang terjadi di Barat secara tidak langsung dapat diketahui oleh Jepang. Ketiga, pendirian rumah sakit dan rumah yatim piatu oleh misionaris Kristen juga menjadi sebab semakin banyaknya pengikut agama ini di Jepang. Pada tahun 1614, shogun pertama, Tokugawa Ieyasu mengeluarkan perintah larangan yang sangat keras ( hukuman mati bagi pelanggarnya ) terhadapa masuknya agama Kristen karena melihat luasnya kekuatan yang luar biasa dari agama ini. Para pendeta agama Kristen diusir ke luar Jepang, sedangkan pengikutnya dipaksa untuk meninggalkan agama Kristen dan menggantinya dengan agama Budha. Gereja – gereja juga turut dihancurkan. Orang – orang yang tidak mau menginjak gambar Jesus dan gambar Maria ( Fumi e ), maka orang tersebut akan dipenggal lehernya. Tetapi meskipun demikian, tetap ada orang – orang percaya yang sembunyi – sembunyi masih memeluk agama kristen ( kakure kirishitan ). Tekanan bakufu terus berlanjut dan banyak orang kristen yang meninggal demi agama.
27
Larangan agama in disusul kemudian dengan peraturan pelarangan orang Jepang ke luar negeri pada tahun 1635. Namun pemerintah mengalami kesulitan pada saat menumpas agama Kristen, khususnya di daerah Shimabara dan Amakusa. Pada tahun 1637 kedua penduduk daerah ini kurang lebih tiga puluh ribu para petani mengadakan pemberontakan di bawah pimpinan Kasuda Tokisada yang masih remaja. Pemberontakan ini dapat ditumpas oleh pemerintah dengan mengerahkan seratus dua puluh ribu pasukan bakufu. Pemberontakan ini dikenal dengan nama “ Pemberontakan Shimabara.” Pemberontakan petani yang bertendensi agama itu pecah bukan hanya karena melawan penekanan terhadap agama Kristen, tetapi juga karena diberlakukannya peraturan yang sangat keras oleh pemerintahan bakufu. Sejak berakhirnya Pemberontakan Shimabara, shogun ke – 3, Tokugawa Iemitsu, memaksa penduduk untuk memeluk agama Budha dan nama mereka dicatat dalam keanggotaan kuil Budha untuk memuadahkan pengontrolan. Kebijakan lain setelah pemberontakan ini adalah bakufu melarang datangnya orang – orang Portugis ke Jepang ( kanei no kikorei ), hanya pada orang Belanda dan Cina yang tidak mempunyai hubungan dengan
agama Kristen sajalah bakufu mengizinkan
perdagangan di Pulau Dezima.1 Orang – orang Jepang dilarang untuk ke luar negeri dan orang Jepang yang sedang berada di luar negeri dilarang pulang. Ia menjatuhkan hukuman mati bagi yang melanggar peraturan ini. Periode ini juga sebagai tanda dimulainya penutupan Jepang atau isolasi Jepang dengan dunia luar. Karena politik isolasi negeri ini,
1
Dezima adalah sebuah pulau kecil di Teluk Nagasaki, Jepang Barat. Hanya pedagang Belanda dan Cinalah yang diberikan hak untuk mengadakan perdagangan. Melalui Dezima, informasi mengenai perkembangan yang terjadi di Barat dapat diperoleh. Demikian pula informasi mengenai negara – negara Selatan termasuk Hindia Belanda ( Indonesia ). Kapal – kapal Belanda yang berlayar dari Batavia ke Belanda biasanya singgah di Dezima. Dezima sekarang hampir tidak kelihatan batas – batasnya, karena merupakan bagian pelabuhan laut Nagaski. Pada masa sekarang ini sering dijadikan sebagai salah satu objek pariwisata.
28
Jepang terisolasi dari peradaban barat, namun industri dan kebudayaan yang khas Jepang mengalami perkembangan. Selama lebih dari dua ratus tahun masa isolasi, Jepang berturut – turut diperintah oleh keturunan Tokugawa yang berpusat di Edo ( Tokyo ). Lima belas keturunan Tokugawa yang berturut – turut menjabat sebagai shogun dan menguasai bakufu adalah: Tokugawa Ieyasu, Tokugawa Hidetada, Tokugawa Iemitsu, Tokugawa Iesutna, Tokugawa Tsunayoshi, Tokugawa Ienobu, Tokugawa Ietsugu, Tokugawa Yoshimune, Tokugawa Ieshige, Tokugawa Ieharu, Tokugawa Ienari, Tokugawa Ieyashu, Tokugawa Iesada, Tokugawa Iemochi, dan terakhir Tokugawa Yoshinobu. Shogun - lah yang menguasai pemerintahan dan kaisar ( tenno ) yang menjadi lambang dan pemegang kekuasaan negara sebelumnya dikucilkan di Kyoto. Kaisar tidak diperbolehkan melibatkan diri dalam kegiatan politik. Selama masa isolasi, hubungan Jepang dengan negara – negara luar, khususnya barat tidak putus sama sekali. Melalui Dezima, bakufu memaksa kapal – kapal asing yang singgah untuk memberikan informasi mengenai perkembangan yang terjadi, khususnya ilmu pengetahuan dan perdagangan di barat. Lewat kapal dagang ini pula banyak buku – buku Barat yang dimasukkan, khususnya buku berbahasa Belanda. Walaupun demikian buku – buku ini tidak boleh disebarkan langsung pada masyarakat. Buku ini disimpan di gudang – gudang sebelum diadakan penyensoran. Tokugawa Yoshimune yang merupakan shogun ke – 8 mengizinkan secara resmi pengimporan buku – buku teknologi barat. Kondisi ini pulalah yang mendorong keinginan atau minat untuk mempelajari ilmu Barat dan bahasa Belanda yang dikenal dengan nama Rangaku ( Ilmu Belanda ).
29
Ilmu pengetahuan barat yang masuk dari Belanda berkembang di antaranya adalah penelitian kedokteran. Dua orang dokter bernama Maeno Ryootaku dan Sugita Genpaku menerjemahkan ilmu anatomi Belanda ke dalam bahasa Jepang yang berjudul Kaitaishinsho. Ternyata gambar susunan tubuh manusia sangat cocok dengan keadaan susunan tubuh manusia sesungguhnya yang kebetulan mereka bedah dari mayat seorang penjahat. Ilmu Belanda inilah yang membuka pemikiran yang bersifat rasional. Hiraga Genai, menerapkan pengetahuan yang baru dipelajari dengan membuat pembangkit listrik pertama di Jepang ( Erekiter ). Inotadakata, dengan mengambil teknik barat, membuat peta seluruh Jepang dengan skala yang sebenarnya. Berdasarkan ilmu barat, dapat diketahui situasi barat. Karenanya makin banyak orang yang menekankan perlunya pembukaan negara Jepang dan menentang kebijaksanaan bakufu tentang sakoku. Bersamaan dengan itu kokugaku ( studi nasional ) yang dipelopori oleh Motoori Norinaga berkembang dan menghasilkan pemikiran untuk mengembalikan penghormatan kepada kaisar ( tenno ) yang menyebabkan gerakan anti bakufu. Ini adalah akibat atau senjata makan tuan dari Tokugawa sendiri karena dialah yang menggalakkan studi kokugaku ( mempelajari sejarah dan sastra Jepang kuno ) yang berakar pada Kojiki2 dan agama Shinto. Hasil dari studi ini dan mengikuti kepercayaan Shinto, kaisar Jepang adalah keturunan dewa matahari ( Amaterasu ). Berdasarkan kepercayaan tersebut orang Jepang
2
berpendapat bahwa kaisarlah yang seharusnya berkuasa dan dihormati,
Kojiki adalah catatan kuno sejarah Jepang, khususnya tentang silsilah kasiar Jepang. Tujuan penulisan buku yang selesai ditulis pada tahun 721 adalah untuk memperkuat kedudukan tenno ( kaisar ).
30
bukanlah bakufu. Dengan ini muncul golongan yang ingin mengembalikan kekuasaan kaisar dan menjatuhkan Tokugawa. Pada saat bakufu mulai mengalami krisis ekonomi sebagai akibat pertumbuhan penduduk yang pesat, kebijakan Sankin Kotai dan upacara ritual yang menghamburkan uang negara untuk penghormatan shogun, bersamaaan dengan ini semakin banyak kapal asing seperti Inggris, Rusia, dan Amerika mendekati pelabuhan Jepang dan mendesak untuk berlabuh. Paruh akhir abad ke – 18, Inggris mengadakan revolusi industri. Inggris mengadakan ekspansi ke seluruh dunia dan memperluas pasar di luar negeri. Amerika pun bermaksud untuk meluaskan jangkauannya ke Asia. Di akhir abad ke – 18, Rusia memohon dengan sangat agar dapat berdagang dengan Jepang, namun bakufu tetap melanjutkan penutupan negeri. Setelah itu berulang kali kapal – kapal Amerika dan Inggris datang ke pelabuhan Jepang untuk meminta air dan bahan makanan. Bakufu menjadi semakin waspada dan memastikan bahwa kebijakan penutupan negeri ( sakoku ) tetap akan dilanjutkan. Dengan demikian hal tersebut memperkuat penjagaan di garis pantai. Pada tahun 1825 dihasilkan sebuah perintah untuk menolak kapal – kapal asing ( dikenal dengan Gaikokusen uchihairei ), dan juga menghukum orang – orang yang berkeras menginginkan pembukaan negeri. Pertengahan abad ke – 19, negara – negara Barat menuntut keras pembukaan negeri Jepang. Pada tangal 8 Juli 1853, Jepang dikagetkan dengan kedatangan sebuah armada yang terdiri dari 4 kapal perang yang dilengkapi dengan meriam ( orang Jepang menyebutnya kurofune ). Armada ini di bawah komando, Commodore Matthew Perry muncul di pantai Uraga ( Prefektur Kanagawa ). Meriam – meriam dari kapal – kapal ini diarahkan dari arah lepas pantai ke Jepang.
31
Perry membawa serta surat dari presiden Amerika yang meminta agar Jepang mengizinkan kapal – kapalnya singgah di pelabuhan Jepang untuk mengisi bahan bakar, air dan persediaan makanan sehingga mereka dapat membuka rute transportasi kapal laut Pasifik ke Cina dan mengoperasikan kapal – kapal penangkap ikan paus di Pasifik Utara. Dalam surat itu, presiden Amerika menulis bahwa ia telah menekankan kepada Commodore Perry agar menjauhi segala tindakan yang dapat mengganggu ketenangan negeri Jepang. Himbauan dari presiden Amerika ini dikutip oleh Beasley (1972: 88) yang diambil dari narasi tulisan Hawk ( 238:1856 ), “ I have particularly charged Commodore Perry to abstain from every act which could possibly disturb the tranquillity of your imperial majesty’s dominions. “ Pemerintahan Jepang yang terlihat ingin menolak kedatangan armada dari Amerika ini diberikan peringatan oleh Perry. Dia mengatakan jika terpaksa ia akan menggunakan kekuatan dan tekanan bila Jepang tetap menolak surat atau proposal yang ditulis oleh presiden Amerika kepada ke –shogun - an. Dan menurutnya adalah lebih baik bagi Jepang untuk menghindari pertentangan dan menerima proposal dari Amerika ini. Ke – shogun - an dikejutkan dengan permintaan sekaligus ancaman ini. Mereka akhirnya bersedia menerima surat atau proposal dari presiden Amerika ini dan meminta Perry untuk kembali tahun berikutnya dengan janji Jepang akan memberikan jawabannya pada saat kembali nanti. Commodore Perry bersedia dengan usulan ini dan mengatakan bahwa ia akan kembali tahun depan dengan armada yang lebih banyak lagi untuk menuntut jawaban. Tindakan Perry ini mengakibatkan gejolak kekhawatiran dan ketakutan dalam negeri Jepang. Setelah perang Sekigahara berakhir, bakufu Tokugawa bisa hidup
32
tenang selama 250 tahun karena tidak ada ancaman atau pemberontakan dari dalam negeri karena seluruh wilayah Jepang bisa dipersatukan dalam penguasaan Tokugawa. Dengan politik isolasinya, Jepang banyak ketinggalan dari negara Barat. Contohnya pada masa Barat telah maju dalam bidang industrialisasi, Jepang masih merupakan negara feodal terbelakang. Akibatnya ketika berhadapan dengan pasukan Amerika yang mempunyai kapal dan senjata lebih canggih, Jepang menyadari tidak mungkin bisa menang melawan Amerika dengan senjata dan teknologi yang dimilikinya. Jepang juga menyadari cepat atau lambat pasti akan timbul perang jika tetap tidak bersedia menerima permohonan Amerika ini. Keadaan dalam negeri Jepang menjadi kacau. Seorang penulis yang hidup pada zaman itu menuliskan reaksi orang – orang Jepang saat itu. (Beasley, 1972: 89) The military class had during a long peace neglected military arts; they had given themselves up to pleasure and luxury, and there were very few who had put on armour for many years. So they were greatley alarmed at the prospect that war might break out at moment’s notice, and began to run hither and thither in search of arms. The city of Edo and the surrounding villages were in great tumult; in anticipation of the war which seemed imminent, the people carried their valuables and furniture in all directions to conceal them in the house of some friend living farther off. Kaum militer telah terbiasa hidup dalam keadaan tenang yang telah berlangsung lama. Mereka hidup dalam kesenangan dan kemewahan. Dan selama bertahun - tahun sangat sedikit dari mereka yang masih memperdulikan soal keamanan. Karena itu, mereka sangat kaget dan sadar bahwa perang kemungkinan sebentar lagi akan meletus. Dan mereka mulai lari ke sana sini untuk mencari tempat perlindungan yang aman. Edo dan desa – desa yang berada di sekitarnya dalam suatu kegemparan besar. Untuk mengantisipasi perang besar yang akan terjadi, penduduk membawa perabotan dan barang – barang berharaga mereka untuk mengungsi ke rumah teman – teman yang letaknya berjauhan dari Edo.
33
Dengan mengabaikan segala peraturan yang ada, Abe Masahiro selaku anggota senior dalam bakufu atau keshogunan melaporkan kedatangan Perry dan meminta pendapat dari daimyo dan hatamoto ( pembantu shogun ). Keshogunan tidak pernah melakukan hal semacam itu sebelumnya jadi dapat dilihat jelas bahwa kekuatan shogun sedang menurun. Dari hasil diskusi antara ke –shogun - an dan para daimyo ini dihasilkan pendapat yang berbeda – beda. Sembilan belas orang menyatakan setuju untuk membuka pelabuhan Jepang dan berdagang tetapi sembilan belas orang yang lain mendorong bakufu untuk menolak permintaan Perry, empat belas orang lebih menekankan agar jangan sampai terjadi perang, tujuh orang berpendapat supaya bakufu mengulur – ngulur waktu dalam mengambil keputusan dan dengan cerdik mengadopsi peralatan yang dimiliki barat, dan dua orang menyatakan akan menghormati apapun keputusan yang diambil oleh bakufu. (Beasley, 1972:90) Pihak – pihak yang mengeluarkan pendapat yang bertentangan adalah anggota – anggota senior dalam bakufu ( antara fudai daimyo dan keluarga Tokugawa ). Karena itu bakufu tidak bisa mengabaikan pendapat – pandapat mereka meskipun bertentangan satu sama lain. Hal ini membuat bakufu menjadi semakin sulit untuk membuat keputusan. Di antara yang menyetujui untuk membuka pelabuhan Jepang dan mengadakan perjanjian dengan orang asing sambil menguatkan negeri Jepang adalah; Hotta Masayoshi, seorang fudai daimyo. Ia berpendapat bahwa (Beasley, 1955:90) He believed, as Abe himself was inclined to do, not only Japan was incapable of offering military resistance to the West, but also that she might find trade to her advantages.
34
Hotta Masayoshi percaya, sama seperti Abe, Jepang tidak akan sanggup menggunakan kekuatan militernya untuk menghadapi negara Barat, tetapi lewat perdagangan Jepang akan menemukan keuntungan.
Pendapat – pendapat serupa dikeluarkan daimyo – daimyo lain. Abe Masahiro berpendapat bahwa Jepang belum siap untuk berperang melawan Amerika sampai beberapa tahun ke depan dan sementara itu adalah lebih baik bagi Jepang untuk berkompromi dengan Amerika. Kuroda Narihiro juga berpendapat serupa. Menurutnya sebaiknya bakufu menunda mengambil keputusan dalam hal ini dengan mengulur – ngulur waktu setidaknya selama tiga tahun sambil memperkuat militer dalam negeri Jepang agar siap bertempur dengan Amerika pada waktunya nanti. Di pihak lain, Tokugawa Nariaki menentang Jepang dibuka untuk orang asing. Ia mengatakan bahwa bakufu akan menjadi tidak dihormati oleh orang Jepang sendiri apabila tunduk untuk menerima proposal ini. Dia berpendapat bahwa bangsa Barat itu terlalu sombong dan tidak tahu sopan santun dan tindakan ancaman mereka itu adalah sebuah kekasaran bagi bangsa Jepang. Lebih lanjut lagi Nariaki berpendapat: (Beasley, 1955:83 - 84) If we put our trust in war the whole country’s morale will be increased and even if we sustain intial defeat we will in the end expel the foreigner; while if we pur our trust in peace, even though things may seem tranquil for atime, the morale of the country will be greatly lowered and we will come in the end to complete collapse. Jika kita memutuskan untuk berperang, maka moral bangsa ini akan meningkat dan meskipun kita menderita akibat peperangan ini kita akan tetap bisa mengusir orang asing. Tetapi apabila kita menyerah dengan dalih supaya Jepang tetap damai, moral bangsa ini akan menurun tajam meskipun negara dalam keadaan tenang. Dan kita ( bakufu ) akan berakhir dan jatuh.
35
Tetapi yang mendukung keputusan seperti Nariaki lebih sedikit dibanding yang setuju Jepang dibuka untuk orang asing. Untuk menyelesaikan perbedaan pendapat ini, 1 Desember 1853, bakufu mengeluarkan pengumuman untuk menjembatani perbedaan pendapat antara kubu Hotta dan kubu Nariaki. Dikatakan, bahwa semua usaha harus dilakukan untuk menghindarkan Jepang dari perang dengan Amerika ketika Perry kembali nanti. Bagaimanapun, jika negoisasi dengan Amerika tidak tercapai, Jepang harus bersiap – siap dengan resiko terburuk, yaitu perang untuk mempertahankan negerinya. Jepang sangat menyadari tidak mungkin bisa menolak Amerika, karena itu berarti akan terjadi perang. Sedangkan peralatan perang Jepang tidak bisa menandingi peralatan perang Amerika. Perry kembali tahun berikutnya, dengan mengomandani sebuah armada yang terdiri dari 8 kapal perang, berlabuh di Teluk Edo untuk menuntut jawaban yang telah dijanjikan oleh Jepang sebelumnya. Berdasarkan keputusan dari bakufu pada 1 Desember 1853 untuk melakuakn negoisasi dan juga karena tersudut, ke – shogun an tidak mempunyai cara lain selain menandatangani sebuah perjanjian persahabatan Amerika – Jepang dan membuka dua pelabuhan untuk kapal – kapal Amerika di Shimoda ( Shizuoka-ken ) dan Hokkodate ( Hokkaido ). Mereka setuju untuk menyediakan bahan bakar, air dan makanan untuk kapal – kapal Amerika dan mengijinkan pendirian markas konsul Amerika di Shimoda. Hal ini diikuti oleh penandatanganan perjanjian serupa dengan Inggris, Rusia, dan Belanda. Setelah perjanjian ini disetujui dan Jepang menyetujui semua permintaan Amerika, maka Perry mengeluarkan statement kepada dunia luar, “ Japan has been opened to the nation’s of the West. “ (Beasley (1972: 88)
36
Setelah perjanjian pertama dengan Amerika ditandatangani, beberapa tahun berikutnya, yaitu tahun 1856, Townsend Harris, yang memegang jabatan Konsul Jenderal Amerika pertama di Shimoda memaksa agar perjanjian yang lain segera ditandatangani, yaitu perjanjian perdagangan, supaya kedua negara dapat memulai perdagangan. Dan juga Harris meminta agar pelabuhan – pelabuhan Jepang lainnya dibuka dan hak untuk mendirikan tempat kediaman sementara bagi wakil – wakil Amerika ( resident minister ) di Edo. Harris mengatakan bahwa ia tidak mau menerima hal lain selain yang diminta itu. Ia juga mengatakan bakufu boleh memilih untuk menyetujui permintaan itu atau mengutus lima puluh orang dari orang Jepang yang sanggup berperang ke pesisir pantai untuk melawan Amerika. Ia akan merendahkan bakufu di depan semua orang Jepang yang akan memperlemah kekuatan bakufu sendiri. (Beasley, 1955:485 – 486). Mengenai permintaan Amerika ini, sekali lagi terjaadi pertentangan antara yang menyetujui dan yang tidak. Hotta yang menyetujui permintaan Amerika ini brependapat agar Jepang bisa memanfaatkan kesempatan dari perjanjian ini. Jepang bisa berteman dengan negara – negara barat dan mempelajari dan mengkopi semua yang menjadi kehebatan mereka sehingga Jepang bisa memperbaiki kekuatan dalam negerinya. Di lain pihak, Mizuno Tadanori yang sebelumnya menyetujui Jepang mengadakan perjanjian dengan Amerika, mengatakan adalah berbahaya jika bakufu mengizinkan Amerika mendirikan tempat tinggal sementara bagi wakil – wakil Amerika di Edo yang adalah pusat pemerintahan karena Amerika dapat berkoalisi dengan daimyo – daimyo yang menentang bakufu untuk menjatuhkan bakufu. Melihat banyak yang berbeda pendapat, maka bakufu meminta pendapat dan izin dari istana tetapi kaisar Jepang
menegaskan
menolak mentah - mentah
37
permintaan Harris dan memerintahkan untuk mengusir orang – orang asing yang ada di Jepang. Tetapi Ii Naosuke, yang kala itu menjabat sebagai tairo ( penasihat senior ) mengantikan Hotta Mayashiro mengatakan adalah lebih baik untuk menentang permintaan kaisar Jepang daripada harus berperang dengan Amerika karena Jepang belum mampu untuk menghadapi Amerika. (Beasley, 1955:183). Akhirnya walaupun ditentang, pada tahun 1858 Ii Naosuke menandatangani perjanjian yang memuat apa yang diinginkan Harris. Perjanjian dagang dan persahabatan dengan Amerika itu dikenal dengan nama Nichibei Shukoo Tsushoo Jooyaku Dengan adanya perjanjian ini, empat pelabuhan selain Hakkodate dan Shimoda, dibuka untuk perdagangan bebas yaitu Kanagawa ( Yokohama ), Nagasaki, Niigata, Hyogo ( Kobe ), Amerika diperbolehkan untuk membangun resident minister di Edo, orang – orang amerika yang ada di Jepang mempunyai hak – hak ekstrateritorial,3 barang – barang impor dikenakan pajak 5 – 20 persen.. tidak lama setelah itu, perjanjian tidak seimbang yang sama juga ditandatangani Jepang dengan Belanda, Rusia, Inggris dan Prancis. Perjanjian tidak seimbang yang ditandatangani itu mendatangkan reaksi keras dari orang Jepang. Banyak yang tidak menyetujui isi perjanjian yang dianggap merugikan Jepang itu. Mereka membenci sifat pengecut bakufu dalam menghadapi tekanan Harris juga orang yang memaksa menandatangani perjanjian itu dan bagaimana bakufu tidak mengindahkan pendapat kaisar. Yoshida Shoin, seorang tokoh pergerakan Jepang berpendapat bahwa ke – shogun - an tidak memperdulikan pendapat rakyat, mempermalukan bangsa Jepang dengan tunduk pada permintaan Harris, dan tidak menghormati kaisar sebagai pemegang tertinggi negeri Jepang. 3 Orang – orang asing yang melakukan tindak kriminal di Jepang tidak bisa diadili dengan hukum Jepang.
38
Hirano Kuniomi, salah seorang samuari mengatakan bahwa bakufu sangat takut dengan ancaman orang – orang barbar sampai – sampai mematuhi semua permintaan mereka. Dan Takechi Zuizan, sahabat Hirano berpendapat: Acceding more and more to the insatiable demands of the foreigners, they take no account of the country’s improverishment or the people’s distress. They show no trace of patriotic feeling. (Zuizan, 1916:119) Bakufu mengizinkan semua permintaan orang – orang asing yang sangat tamak tanpa memperdulikan kesengsaraan dan kemiskinan rakyat. Mereka benar – benar menunjukkan sikap yang tidak patriotik.
Tak lama setelah itu, muncul sebuah pemikiran yang berusaha untuk mengusir orang – orang asing ke luar Jepang ( joishisho ). Dan juga muncul pergerakan dari kelompok yang berpikir untuk menghormati kaisar dan menghidupkan kembali pemerintahan langsung oleh kaisar ( tenno ) serta mengembalikan status kaisar sebagai penguasa Jepang ( sonnooshisho ). Dua pergerakan ini bergabung dan berkembang menjadi sebuah pergerakan yang dinamai Sonno Joi – “ Muliakan kaisar, usir orang – orang bar – bar. “ Pergerakan ini menjadi ancaman bagi Shogun. Serta semakin banyak orang yang menentang bakufu karena perjanjian tidak seimbang yang dibuat Jepang dengan negara – negara Barat. Gerakan untuk mengembalikan kekuasaan kepada kaisar adalah hasil dari studi kokugaku yang dipelopori Mootori Norinaga. Berdasarkan hasil studi yang didasarkan pada kojiki dan shinto adalah, kaisar Jepang adalah keturunan dari dewa matahari ( Amaterasu ). Karena itu seharusnya kaisarlah yang
berkuasa dan
dihormati, bukan bakufu. Mootori Norinaga berpendapat: “ Simply to obey, venetrate, and serve him, is the true way. ( hormati dan layanilah kaisar, itulah jalan yang paling benar. )
39
Salah seorang ahli politik yang juga berpendapat demikian adalah Seishai Shinron berependapat (Ryuusaku, 1958:600) Revering the ancestor ( the sun goddess Amaterasu ) and reigning over the people, the sovereign becomes one with heaven. Therefor, that his line should endure as long as heaven endures ia a natural consequence of the order of things. Menghormati kaisar ( dewa matahari ) dan memerintah atas rakyat adalah kedaulatan yang menjadi satu dengan surga. Karena itu, peraturan itu seharusnya tetap berlaku dan merupakan konsekuensi dalam garis itu setiap keputusan yang diambil Takeuchi Shikibu dan Yamagata Daini, dua orang yang mendukung pemikiran ini berpendapat bahwa orang Jepang memang harus hormat kepada shogun dan kaisar tetapi penghormatan kepada kaisar menduduki peringkat pertama baru setelah itu penghormatan kepada shogun. Dengan ini muncul golongan yang ingin mengembalikan kekuasaan kaisar dan menjatuhkan Tokugawa. Sayangnya pemikiran – pemikiran seperti ini muncul pada saat yang tidak tepat. Pada saat bakufu mulai dipersalahkan atas tindakannya yang membuat perjanjian yang merugikan. Dan juga sikapnya yang dinilai pengecut oleh orang – orang Jepang karena tunduk bergitu saja pada permintaan – permintaan orang barat. Orang – orang Jepang sendiri juga mulai tidak menyukai orang barat atas sikap mereka yang dinilai arogan. Maka itu timbul pemikiran untuk mengusir orang asing. Timbullah niat untuk mengusir orang barat dengan berperang tanpa memperdulikan bakufu yang mulai ditentang oleh orang – orang Jepang sendiri. Satsuma – han berperang dengan armada Inggris yang disebut satsueiserso pada tahun 1863. Choshu – han berpeang dengan armada sekutu yang terdiri dari 4 negara: Inggris, Perancis, Amerika dan Belanda yang disebut perang shimonoseki pada tahun 1864.
Tetapi dalam peperangan ini baik Satsuma maupun Choshu
40
mengakui kekuatan dari orang – orang asing dan mengakui pemikiran untuk mengusir orang asing adalah hal yang tidak mungkin. Kaum militer dari kedua han berpikir untuk menjatuhkan bakufu dan menyelenggarakan pemerintahan baru yang berpusat pada kaisar serta melanjutkan gerakan yang menjunjung tinggi kaisar. Selanjutnya mereka mendekati Inggris dan menata persenjataan militer mereka seperti orang barat. Sementara itu, bakufu menerima bantuan dari Perancis membeli kapal perang dan persenjataaan militer untuk memperkuat peralatan militernya. Kemudian bakufu menyerang han – Choshu sebanyak dua kali. Namun penyerangan ini mengalami kegagalan. Melihat hal itu, bangsawan – bangsawan yang ingin menjatuhkan bakufu melanjutkan rencana untuk menjatuhkan bakufu dengan kekuatan militer. Pada saat kekacauan politik terjadi di Jepang, kekacauan ekonomi juga terjadi akibat perjanjian dagang dengan barat. Dengan penandatanganan perjanjian – perjanjian dagang dan pembukaan perdagangan, Jepang mulai mengimpor barang – barang wol dan katun serta senjata – senjata. Di samping itu
Jepang juga
mengekspor sutra dan teh dalam jumlah besar karena permintaan yang terus meningkat dari barat. Jumlah ekspor yang besar menyebabkan kekurangan sutra mentah di Jepang dan di daerah Kanto Utara. Karena barang persediaan dalam negeri tidak cukup, maka harga barangpun naik dan perekonomian menjadi kacau. Karena itu, tingkat kehidupan rakyat semakin susah Ditambah lagi impor mesin murah pembuat katun dalam jumlah besar, mempersulit kelangsungan hidup bagi industri – industri katun tenunan tangan yang telah berkembang di desa – desa pertanian seperti Mikawa ( Prefektur Aichi ) dan Kawachi ( Prefektur Osaka ).
41
Puncak permasalahan ini adalah telah dibawanya mata uang emas keluar dari Jepang oleh pedagang – pedagang asing dalam jumlah yang besar 4 , sehingga keshogunan mulai membuat mata uang emas dengan kualitas yang rendah. Dengan perekonomian negara yang buruk, bakufu membuat pajak yang harus dibayar oleh petani semakin berat. Petani mengalami kesulitan dalam kehidupannya mendesak penguasa han dan pegawai pemerintah untuk meringankan pajak tahunan. Permintaan tersebut tidak didengar, akibatnya mereka mulai menggunakan kekerasan ( pemberontakan hyakushoiki ). Bakufu melarang keras hal tersebut. Namun pemberontakan berulang kali terjadi. Orang – orang kota yang menderita kemiskinan dan kelaparan akibat semua peraturan yang ditetapkan Tokugawa dan juga perjanjian yang dibuat Tokugawa dengan negara Barat menyerang pedagang besar yang merupakan pedagang toko beras. Dan mereka juga menyerang rentenir yang meninggikan harga beras setelah memborong beras di Edo dan Osaka. Selain itu, mereka juga merampas barang – barang, merusak dan membakar rumah. Peristiwa ini dikenal dengan nama Uchiwokasi. Pada saat itu, banyak yang berbondong - bondong pergi berziarah ke kuil Ize ( Ize Jinja ) untuk memohon pertolongan dari rasa ketidakamanan dalam masyarakat ini. Kerusuhan seperti ini seperti yang pernah terjadi di Indonesia pada Mei 1998, di mana rakyat menjarah, membakar toko – toko dan bangunan karena kemiskinan dan kelaparan yang sudah tidak dapat ditanggung lagi. Tetapi pemerintah tidak melakukan suatu apapun untuk membantu meringankan penderitaan rakyatnya. Hal seperti ini sama seperti apa yang terjadi pada pemeritahan Tokugawa. 4
Di Jepang rasio pertukaran antara emas dan perak pada saat itu adalah emas = 1, perak = 5 sedangkan di luar negeri emas = 1, perak = 15. Dengan demikian pedagang asing bisa memperoleh keuntungan yang lebih besar dengan menukarkan koin perak mereka dengan emas di Jepang.
42
Di tengah kekacauan ini, pada tahun 1867 shogun ke – 15 yang bernama Tokugawa Yoshinobu ( 1837 – 1913 ) mengusulkan pengembalian pemerintahan kepada kaisar. Pemerintah istana mendeklarasikan bangkitnya kembali pemerintahan kaisar ( Oseifukko ). Dengan demikian pemerintahan Edo yang telah berlangsung selama 267 tahun pun berakhir. Berikut ini adalah kutipan surat yang ditulis oleh Tokugawa Yoshinobu kepada kaisar (Shibusawa Eichi, 1918: 251 – 254 oleh Totman, 1980: 412 - 413) I, your servant Yoshinobu, although unworthy, have hitherto received great favor unfailingly, and my gratitude is immeasureable. I have worried and labored unceasingly to understand fully prospects of the world, to unify politics, and establish the nation’s prestige on a par with that all nations. I have struggled to arrange broad discussion of matters, and my sole wish has been to secure a lasting foundation for affairs. I returned the hereditary authority of my ancestors, hoping to promote a system for unity and cooperation. I urged the many han to present their opinions, and I even resigned my office of shogun, but was instructed to handle matters as before until the lords had assembled at Kyoto and the conference had been arranged. I have had absolutely no desire expect thet the lords assemble, work together in harmony, engage in fruitful publis discussion, and so establish a supremely just system of rule. My humble heart has been burdened with dedication, and day and night I have hoped and worked thus. Saya, pengabdi Anda, Yoshinobu, meskipun hina tetapi telah mendapat mandat terbesar dan rasa terima kasih saya sangatlah besar dan tidak dapat diukur. Saya khawatir dan telah disusahkan hatinya terus menerus untuk memenuhi harapan – harapan dunia, mempersatukan politik dan mendirikan sebuah bangsa yang mempunyai martabat dan kedudukan yang sama dengan bangsa lain. Saya telah berupaya untuk memperluas diskusi tentang masalah ini dan harapan semata – mata saya sendiri adalah mempertahankan fondasi yang telah ada. Saya mengembalikan kekuasaan yang telah berlangsung turun temurun sejak dari nenek moyang saya dan saya berharap adanya kemajuan dalam sistem yang ada untuk bisa mempersatukan politik dan adanya saling kerja sama. Saya mendorong han – han yang ada untuk menyatakan pendapat mereka masing – masing. Dan bahkan saya telah meletakkan jabatan saya sebagai shogun tetapi saya masih diperintahkan untuk menangani masalah – masalah yang ada sampai tuan – tuan tanah telah dikumpulan di Kyoto dan konferensi diadakan. Saya benar – benar tidak mempunyai keinginan lain selain para tuan – tuan tanah berkumpul dan saling bekerja sama dengan harmonis, menghasilkan sesuatu yang bermanfaat dalam diskusi tersebut dan dengan demikian
43
menghasilkan supremasi hukum yang baik. Hati saya begitu menyala – nyala dengan dedikasi ini dan siang malam saya terus berharap demikian.