Bab 3 Analisis Data
3.1 Analisis Pre Test dan Post Test Pada bab ini, penulis akan menganalisis data – data penelitian kelas yang telah penulis kumpulkan selama kurang lebih sebulan, guna mengetahui hasil daripada metode pengajaran yang penulis terapkan pada masing – masing kelas penelitian, dalam hal ini kelas 04 PBN dan 04 PCN. Analisis tersebut akan penulis jabarkan menjadi dua sub bab, yakni analisis persentase nilai pengajaran onomatope melalui lagu, yang penulis terapkan pada mahasiswa – mahasiswi Universitas Bina Nusantara kelas 04 PCN, serta analisis persentase nilai pengajaran onomatope tidak lewat lagu, yang diterapkan pada mahasiswa – mahasiswi Universitas Bina Nusantara kelas 04 PBN.
3.1.1 Analisis Persentase Nilai Pre Test dan Post Test pada Responden yang Mendapat Pengajaran Onomatope Lewat Lagu M enurut hasil penelitian yang dilakukan pada responden, yakni pengajaran onomatope lewat lagu, maka dapat terlihat bahwa sebagian besar responden yang terlibat penelitian ini mengalami kenaikan nilai. Responden yang menjadi objek penelitian penulis dalam menerapkan metode pengajaran lewat lagu, berjumlah sepuluh orang mahasiswa – mahasiswi Universitas Bina Nusantara, yang memiliki rata – rata nilai pre test dan post test sebagai berikut ;
28
Tabel 3.1 Nilai Rata – Rata Pre Test Responden Pengajaran Lewat Lagu Nilai Rata – Rata Pre Test Responden
Nilai Pre Test
Persentase Nilai Rata - rata
Pengajaran Lewat Lagu
67
67 %
Tabel 3.2 Nilai Rata – Rata Post Test Responden Pengajaran Lewat Lagu Nilai Rata – Rata Post Test
Nilai Post Test
Persentase Nilai Rata - rata
Responden Pengajaran Lewat Lagu
87
87%
M elalui tabel – tabel di atas, dapat dilihat bahwa perbandingan nilai rata – rata Pre Test dan Post Test Responden Pengajaran Lewat Lagu, mengalami kenaikan sebesar 20 poin, yang apabila dipersenkan menjadi sebesar 20% kenaikan. Untuk lebih jelasnya, penulis akan memaparkan keseluruhan grafik nilai pre test dan post test responden pengajaran lewat lagu masing – masing responden.
29
Tabel 3.3 Grafik Nilai Pre Test dan Post Test Responden Pengajaran Lewat Lagu Grafik Nilai Pre Test dan Post Test Pengajaran Lewat Lagu 100 90 80 70
Nilai
60 50 40 30 20 10 0 Liana
Sylvia
Lidya Tania
Veni C
Indah Revita
Indah Apriani
Gelia
Git a
Miriam
Paramitha
Responden Series1
Series2
Grafik di atas ini menunjukkan perbandingan nilai pre test dan post test responden yang mendapat pengajaran lewat lagu. Nilai pre test responden ditandai dengan grafik batang yang berwarna biru, sedangkan nilai post test responden ditandai dengan grafik batang berwarna ungu. Dari grafik di atas, dapat dilihat ada peningkatan nilai yang signifikan. Apabila pada pre test yang mendapat nilai tertinggi adalah Liana dan Gita, yaitu sebesar 80 poin, maka pada post test, disamping Liana dan Gita mengalami kenaikan nilai sebesar 20 poin, terdapat tiga responden lain yang juga mendapat nilai sempurna, yakni 100 poin. M ereka adalah Indah Revita, Indah Apriani, dan juga Paramitha. Nilai keseluruhan rata – rata post test pada pengajaran lewat lagu ini, naik sebesar 20 poin, yaitu menjadi 87 poin.
30
Dari perbandingan kedua grafik ini, dapat diamati bahwa sebagian besar responden yang mendapat pengajaran onomatope melalui lagu, mengalami kenaikan nilai yang signifikan.
3.1.2 Analisis Persentase Nilai Pre Test dan Post Test pada Responden yang Mendapat Pengajaran Onomatope Tanpa Lagu M enurut hasil penelitian yang dilakukan pada responden, yakni pengajaran tidak melalui lagu, maka dapat disimpulkan bahwa sebagian responden yang terlibat penelitian ini mengalami penurunan nilai. Responden yang menjadi objek penelitian penulis dalam menerapkan metode pengajaran tidak lewat lagu, berjumlah sepuluh orang mahasiswa – mahasiswi Universitas Bina Nusantara, yang memiliki rata – rata nilai pre test dan post test sebagai berikut ;
Tabel 3.4 Nilai Rata – Rata Pre Test Responden Pengajaran Tidak Lewat Lagu Nilai Rata – Rata Pre Test Responden
Nilai Pre Test
Persentase Nilai Rata - rata
Pengajaran Tidak Lewat Lagu
66
66 %
Tabel 3.5 Nilai Rata – Rata Post Test Responden Pengajaran Tidak Lewat Lagu Nilai Rata – Rata Post Test Responden Pengajaran Tidak Lewat Lagu
Nilai Post Test
Persentase Nilai Rata - rata
42
42%
31
M elalui tabel – tabel di atas, dapat dilihat bahwa perbandingan nilai rata – rata Pre Test dan Post Test Responden Pengajaran Tidak Lewat Lagu, mengalami penurunan sebesar 24 poin, yang apabila dipersenkan menjadi sebesar 24% penurunan. Untuk lebih jelasnya, penulis akan memaparkan keseluruhan grafik nilai pre test dan post test responden pengajaran tidak lewat lagu masing – masing responden.
Tabel 3.6 Grafik Nilai Pre Test dan Post Test Responden Pengajaran Tanpa Lagu Grafik Nilai Pre Test dan Post Test Responden Pengajaran Tanpa Lagu
Nilai
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Sherly
Stephan ie
Devina
Y urida
Paulana
Sri M
Vivi
Sheela
Erwin
Nadindra
Responden Seri es1
Series2
Grafik di atas ini menunjukkan perbandingan nilai pre test dan post test responden yang mendapat pengajaran tidak lewat lagu. Nilai pre test responden ditandai dengan grafik batang yang berwarna biru, sedangkan nilai post test responden ditandai dengan grafik batang berwarna ungu. Dari Grafik di atas, dapat diamati bahwa terdapat dua responden yang mendapatkan nilai tertinggi, yaitu sebesar 90 poin. Para responden tersebut adalah Yurida dan Erwin.
32
Sedangkan nilai keseluruhan rata – rata kelas pada pre test pengajaran onomatope tidak melalui lagu, sebesar 66 poin (66%). Dapat diamati pula, bahwa ada penurunan nilai pada beberapa responden. Apabila pada pre test yang mendapat nilai tertinggi adalah Yurida dan Erwin, yaitu sebesar 90 poin, maka pada post test, Yurida dan Erwin mengalami penurunan nilai. Nilai Yurida turun menjadi 60, sedangkan nilai Erwin turun menjadi 70. Yang menduduki peringkat tertinggi adalah Sherly, yang juga mengalami kenaikan nilai apabila dibandingkan pre test dan post test. Pada saat pre test, Sherly mendapat nilai sebesar 80, dan mengalami kenaikan sebesar 10 poin menjadi 90 pada post test. Nilai keseluruhan rata – rata post test responden pengajaran tidak melalui lagu adalah 42 poin (42%), dimana mengalami penurunan sebanyak 24 poin dari pre test. Dari perbandingan kedua grafik ini, dapat diamati bahwa sebagian besar responden pengajaran onomatope tidak melalui lagu, mengalami penurunan nilai.
3.2 Hubungan Analisis S trategi Pengajaran Melalui Media Lagu Dengan S trategi Pembelajaran Kemp ( 1995 ) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Hal ini berarti ada dua poin penting yang diperlukan dalam kegiatan belajar mengajar, yaitu pengajar dan juga pemelajar. Oleh karena itu, pada sub bab ini, penulis akan menganalisis metode pengajaran onomatope lewat lagu, yang telah penulis terapkan dalam kelas penelitian, dihubungkan dengan strategi pembelajaran, yang ditinjau dari sudut pandang penulis selaku pengajar, serta dari sudut pandang responden selaku pemelajar. 33
Untuk lebih jelasnya, analisis tersebut akan penulis bahas dalam sub bab yang terpisah di bawah ini.
3.2.1 Hubungan Analisis Strategi Pengajaran Melalui Lagu Dengan S trategi Pembelajaran Ditinjau dari Sudut Pandang Pengajar Sesuai dengan metode pengajaran bahasa Jepang yang dikatakan M aeda, et.al. ( 1995 : 91 ) bahwa dalam pengajaran sebuah bahasa, ada metode umum dan juga metode khusus yang dapat dipergunakan agar pemelajar bahasa dapat belajar dengan efisien, sehingga membuahkan hasil. Dalam hal ini, metode khusus yang penulis gunakan dalam pengajaran onomatope pada kelas penelitian yang diadakan, adalah metode pengajaran lewat lagu. Hal ini juga sesuai dengan yang dikatakan Jensen ( 2008 : 32 ) bahwa beberapa aplikasi – aplikasi praktis yang dapat dipakai untuk mendukung dalam pengajaran adalah dengan cara menggunakan nada lagu tertentu yang dihubungkan dengan lirik – lirik yang merepresentasikan pembelajaran baru. M enurut analisis data pada sub bab sebelumnya, dapat terlihat kenaikan nilai yang signifikan, yang dicapai para responden yang mendapat pengajaran onomatope lewat lagu. Sehingga dapat dikatakan bahwa metode pengajaran lewat lagu, dapat menjadi salah satu pilihan pengajaran bahasa dengan metode khusus yang dapat dipraktekkan, sehingga membuahkan hasil. Ziliang dan Renfu dalam Tjahjadi (1996 : 165) juga mengatakan bahwa pengajaran bahasa harus didistribusikan ke dalam empat keterampilan yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Sesuai dengan teori di atas, maka dapat penulis katakan bahwa pengajaran lewat lagu, telah menjadi salah satu alternatif metode pengajaran onomatope yang penulis pilih, 34
sehingga disamping menguasai tentang materi pelajaran yang diberikan, yaitu onomatope, para pemelajar juga sekaligus mempunyai empat keterampilan dalam penguasaan sebuah bahasa, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Untuk lebih jelasnya kegiatan yang dilakukan oleh penulis selaku pengajar di kelas, dalam meningkatkan keterampilan berbahasa para responden, akan penulis gambarkan dengan tabel pada halaman selanjutnya ;
Tabel 3.7 Kegiatan yang Dilakukan Pengajar di Kelas Dalam Meningkatkan Keterampilan Berbahasa Para Responden Empat Keterampilan Berbahasa
Kegiatan yang Dilakukan
M enyimak
Penulis memperdengarkan lagu yang berhubungan dengan onomatope yang diajarkan, kepada para responden
Berbicara
Bersama – sama responden bernyanyi
M embaca
M engajak responden membaca syair lagu (dalam bahasa Jepang )yang berhubungan dengan onomatope
M enulis
M embagikan soal – soal latihan dan tes dalam bentuk tertulis untuk dikerjakan di setiap pertemuan
Pada tabel di atas, dapat dilihat dengan jelas hal – hal yang telah penulis, selaku pengajar lakukan, di kelas penelitian untuk meningkatkan keterampilan berbahasa para responden. Hal ini, penulis mulai dengan cara, penulis bernyanyi untuk memperdengarkan lagu yang telah penulis buat, yang berhubungan dengan onomatope yang diajarkan, kepada para responden. M elalui cara ini, ketrampilan responden dalam hal menyimak dapat 35
terlatih. Setelah itu penulis membagikan syair lagu yang penulis nyanyikan, lalu meminta responden untuk membaca sekilas, untuk melatih ketrampilan mereka dalam hal membaca, kemudian menyanyikan lagu tersebut. Sehingga pada saat bernyanyi, para responden melatih ketrampilan mereka dalam hal berbicara. Di bawah ini, penulis sertakan contoh syair lagu onomatope yang berhubungan dengan berbicara, yang dipergunakan penulis dalam metode pengajaran lewat lagu. にほんご ぺらぺら、 おしゃべり ぺちゃくちゃ はっきり はきはき、 ひみつ ひそひそ いいわけ だめ です、 もごもご はなせない Lagu di atas, penulis bersama – sama responden, nyanyikan sesuai dengan nada lagu Twinkle – Twinkle Little Star yang memiliki nada sederhana dan telah diketahui oleh para responden sebelumnya. Pada setiap pertemuannya, disertakan pula soal – soal latihan maupun tes, untuk dikerjakan para responden. Soal latihan dan tes yang diberikan sangatlah beragam. M ulai dari soal pre test atau latihan – latihan dalam bentuk pilihan ganda, maupun soal post test serta latihan lainnya, dalam bentuk isian. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini adalah contoh soal pre test , latihan, maupun post test yang diberikan penulis pada responden. Contoh soal pre test atau latihan yang diberikan dalam bentuk pilihan ganda ; A : この 映画、 おもしろい ? B : おもしろいよ。 ( a. くすくす
b. げらげら ) 笑いすぎて、 おなか が 痛く
なかった。
36
Contoh soal post test atau latihan yang diberikan dalam bentuk isian ; A : お子さん はお元気? もう すぐ 1 歳 でしたね。 B : ええ、 最近 は _________________ 歩くんですよ。
Seperti contoh soal – soal di atas, yang penulis berikan kepada responden tiap pertemuan pada kelas penelitian, hal ini tentu saja sekaligus melatih para responden untuk mengasah ketrampilan membaca dan menulis mereka. M elalui penjelasan di atas, dapat penulis katakan bahwa, hal – hal yang penulis lakukan dalam kelas penelitian, sesuai dengan teori empat kemampuan bahasa, dimana pengajaran bahasa itu harus didistribusikan ke dalam empat ketrampilan, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Pengajaran onomatope lewat lagu yang penulis terapkan, juga didukung oleh strategi pembelajaran yang penulis gunakan, yang adalah strategi pembelajaran secara langsung. Dalam pengajaran onomatope lewat lagu ini, strategi pembelajaran secara langsung yang penulis terapkan adalah strategi pembelajaran kognitif ( ninchi sutoratejii ), dan strategi pembelajaran memori ( kioku sutoratejii ). Untuk lebih jelasnya analisis metode pengajaran onomatope melalui lagu ini, akan penulis hubungkan dengan strategi pembelajaran kognitif dan juga memori, dalam sub bab yang dipisah, di bawah ini.
37
3.2.1.1 Hubungan Analisis S trategi Pengajaran Onomatope Melalui Lagu Dengan S trategi Pembelajaran Kognitif ( 認知 ストラテジー
) Ditinjau dari Sudut
Penulis Selaku Pengajar Seperti yang telah penulis jelaskan sebelumnya pada bab dua, berisikan tentang teori yang penulis pakai sebagai dasar penelitian kelas ini, bahwa salah satu strategi pembelajaran yang penulis gunakan adalah strategi kognitif ( 認知 ストラテジー ), yang menurut O xford ( 1995 : 43 ) adalah hal tentang melakukan latihan, menerima dan mengirim pesan, melakukan analisa dan penarikan kesimpulan, serta membuat struktur input dan output. Untuk lebih jelasnya mengenai hal – hal yang penulis lakukan di kelas penelitian yang penulis adakan, akan digambarkan dengan tabel di bawah ini. Tabel 3.8 S trategi Pembelajaran Kognitif (認知 ストラテジー
)
yang Telah Dilakukan Penulis pada Kelas Penelitian S trategi Kognitif
Hal yang dilakukan
Ya
Repetisi atau pengulangan
√
M elakukan
Latihan dengan sistem suara dan tulisan
√
Latihan
M emakai ekspresi yang tepat untuk mengingat
√
( 練習をする)
M embuat kombinasi yang baru
√
Latihan di dalam kondisi yang sebenarnya
√
M enerima maksud atau pengertian dengan cepat
√
M endapat dan M engirim Informasi ( 情報内容を受け 取ったり、 送ったりする)
Tidak
M enggunakan bermacam – macam data untuk mendapat dan mengirim isi informasi
√
M enarik kesimpulan dengan cara meringkas
√
38
M elakukan analisis dan penarikan kesimpulan ( 分析したり、 推論したりする) M embuat struktur input dan output (インプット と アウトプット の ための 構造を作る)
M enganalisis ekspresi
√
M elakukan analisis, sambil membandingkan bahasa
√
M enerjemahkan
√
M elakukan transfer bahasa ibu
√
M embuat catatan
√
M embuat ringkasan
√
M embuat penegasan
√
Dari tabel di atas, dapat diamati dengan jelas, hal – hal apa saja yang telah penulis lakukan, selaku pengajar di kelas penelitian yang penulis adakan. Sesuai dengan strategi pembelajaran kognitif yang pertama, bahwa yang perlu dilakukan pengajar adalah berlatih, maka pada setiap pertemuannya, penulis selalu melakukan persiapan dengan cara mengadakan latihan dalam bentuk pengulangan atau repetisi, latihan dengan sistem suara dan tulisan, latihan dengan memakai ekspresi yang tepat, membuat kombinasi baru, serta latihan di dalam kondisi yang sebenarnya ( Oxford, 1995 : 43 ). Salah satu latihan dalam bentuk pengulangan yang penulis lakukan, adalah mengulang terlebih dahulu materi pelajaran yang akan penulis ajarkan pada kelas penelitian, dengan cara mengulang lagu – lagu yang telah penulis siapkan untuk diajarkan, serta membuat soal soal latihan dalam bentuk pilihan ganda maupun isian untuk setiap pertemuannya. Sehingga dengan pengulangan atau repetisi, penulis benar – benar yakin serta menguasai materi pelajaran yang akan disampaikan kepada responden. Strategi kognitif tentang latihan dengan berulang ini, juga penulis selaku pengajar terapkan pada responden, dengan cara memberi latihan dalam bentuk pengulangan –
39
pengulangan materi di kelas, serta latihan dalam bentuk tertulis setiap pertemuannya ( Oxford, 1995 : 45 ). M elalui pengajaran onomatope lewat lagu, penulis berlatih dengan sistem suara dan tulisan dengan cara, berlatih terlebih dahulu lagu yang akan dipakai responden sebagai materi pelajaran, untuk menghindari kesalahan pada saat penyampaian materi pelajaran. Selain itu, penulis juga berlatih membuat soal yang tepat dan sesuai bagi responden, sehingga apa yang diajarkan di dalam kelas, sesuai dengan apa yang menjadi soal latihan bagi para responden. Latihan dengan sistem suara dan tulisan juga penulis terapkan pada kelas penelitian penulis dengan cara memberi latihan – latihan dan tes yang mendukung sistem suara dan tulisan, yaitu dengan cara bernyanyi dan pemberian latihan atau tes dalam bentuk tertulis ( Oxford, 1995 : 45 ). Pengajaran onomatope lewat lagu yang dipraktekkan, juga memberikan penulis dan responden suasana latihan di dalam kondisi yang sebenarnya. Hal ini ditunjukkan dengan cara, bukan hanya penulis selaku pengajar yang aktif di kelas, namun penulis juga mengajak responden untuk turut serta mengambil bagian dalam kegiatan pembelajaran yang diadakan, dengan cara bernyanyi bersama – sama. Sehingga keterlibatan pengajar dan juga pemelajar dapat dirasakan dalam suasana belajar dengan media lagu ( O xford, 1995 : 45 ). Selain membuat kombinasi yang baru dalam kegiatan pembelajaran, yakni mengkombinasikan lagu sebagai salah satu media dalam penyampaian materi pengajaran, sambil bernyanyi, penulis juga mengekspresikan maksud atau isi dari lagu yang diajarkan tersebut, melalui gerakan sehari – hari yang tepat dan sesuai. Hal ini bertujuan agar responden dapat lebih menangkap makna yang terdapat dalam lagu tersebut ( Oxford, 1995 : 45 ). 40
Untuk lebih jelasnya hal – hal yang penulis selaku pengajar lakukan dalam kelas penelitian yang diadakan, yang sesuai dengan strategi pembelajaran kognitif yang pertama, yaitu melakukan latihan, akan penulis sertakan contoh lagu yang diajarkan, dihubungkan dengan strategi yang digunakan, di bawah ini ; あかちゃん よちよち いそいで すたすた しつれん とぼとぼ まわる うろうろ ふとった おきい ひと、 のしのし あるく Di atas adalah contoh lirik dari salah satu onomatope yang penulis ajarkan, yaitu onomatope yang berhubungan dengan cara berjalan. Lagu di atas, penulis nyanyikan tiap pertemuannya, sesuai dengan nada lagu Twinkle – Twinkle Little Star. Ekspresi yang penulis pakai untuk membantu responden dalam mengingat adalah, misalkan pada lirik あかちゃん
よちよち , penulis akan meniru cara jalan bayi yang masih belum
seimbang, belum mantap, dan mempunyai langkah kecil. Sedangkan, pada lirik selanjutnya, いそいで すたすた, penulis akan berjalan tegap, terburu - buru, langkah orang dewasa, dan berjalan lemah, letih, tidak bersemangat, berjalan dengan perasaan kecewa pada lirik しつれん とぼとぼ. Pada lirik まわる うろうろ, penulis berjalan tidak tentu arah, berjalan berputar – putar di tempat, seperti orang tidak bertujuan yang kebingungan, serta menirukan gaya berjalan pesumo dan hewan – hewan besar seperti beruang, untuk mengekspresikan lirik ふとった おきい ひと、 のしのし あるく.
41
Sedangkan contoh soal yang penulis berikan sehubungan dengan onomatope di atas adalah seperti di bawah ini; A : お子さん はお元気? もう すぐ 1 歳 でしたね. B : ええ、 最近 は _________________ 歩くんですよ. Strategi pembelajaran kognitif yang kedua, yaitu mendapat dan mengirim informasi, yang berarti pengajar mengirimkan info berupa materi pelajaran yang telah ia pelajari kepada murid – murid didiknya. Hal ini penulis lakukan dalam bentuk mempelajari dan mengerti terlebih dahulu bahan pelajaran yang akan penulis sampaikan di kelas, sehingga tidak terjadi kesalahan penyampaian materi pelajaran dan para pelajar dapat menangkap maksud pengajaran yang diberikan dengan cepat. Penulis juga menggunakan berbagai sumber dari bermacam – macam buku yang berhubungan, sebagai pedoman dalam materi pengajaran yang penulis sampaikan di kelas, serta untuk membuat soal latihan bagi para responden, yang kemudian soal – soal tersebut dibagikan penulis kepada para responden untuk dikerjakan sebagai latihan di kelas penelitian pada setiap pertemuannya. Buku – buku yang penulis gunakan sebagai pedoman dalam mempelajari terlebih dahulu materi pelajaran yang akan penulis sampaikan di kelas, diantaranya adalah buku karangan Hiroko Fukuda, Yamamoto Hiroko, Hinata Shigeo, serta Hibiya Jyunko ( Oxford, 1995 : 46 ). Pada strategi pembelajaran kognitif yang ketiga, yaitu melakukan analisis dan penarikan kesimpulan, terdapat lima hal yang perlu dilakukan baik oleh pengajar maupun pemelajar. Hal – hal tersebut adalah menarik kesimpulan dengan cara peringkasan, menganalisis ekspresi, melakukan analisis sambil membandingkan bahasa, menerjemahkan, serta melakukan transfer bahasa ibu ( Oxford, 1995 : 46 ).
42
Penulis selaku pengajar, telah menerapkan kelima hal ini dalam strategi pengajaran lewat lagu, dimana untuk membuat lagu – lagu tersebut, penulis melakukan penarikan kesimpulan dengan cara membuat ringkasan dari bahan – bahan atau data yang penulis pakai sebagai panduan dalam materi pelajaran yang penulis sampaikan dalam kelas penelitian. Sehingga dari ringkasan yang penulis buat, dapat penulis tarik kesimpulan dan kemudian penulis kembangkan menjadi kata – kata yang terdapat di dalam sebuah lagu yang akan penulis pakai sebagai materi pengajaran pada kelas penelitian. Penulis juga melakukan analisis ekspresi dari data – data yang menjadi panduan penulis dalam memberi materi pelajaran onomatope, sehingga ekspresi yang penulis sampaikan di kelas penelitian, tepat dan sesuai. Kemudian penulis akan menerapkan hal ini juga kepada para pemelajar, dengan cara meminta mereka untuk menganalisis ekspresi yang penulis berikan di kelas. Sambil melakukan analisis, penulis juga membandingkan bahasa Jepang yang menjadi bahasa pengantar penulis dalam memberikan materi pengajaran onomatope dalam bentuk lagu, dengan bahasa Indonesia yang merupakan bahasa ibu pemelajar, sehingga dalam penyampaian materi pelajaran, dirasa lebih mudah dan lebih dimengerti oleh para pemelajar. Hal menerjemahkan dan melakukan transfer bahasa ibu juga penulis lakukan pada saat mempelajari bahan – bahan sebagai materi pelajaran onomatope yang akan disampaikan. Pertama – tama, pada saat penulis mempelajari materi pelajaran tersebut, penulis menerjemahkan isi dari bahan tersebut yang menggunakan bahasa Jepang ke dalam bahasa Indonesia secara satu - satu sehingga dapat penulis pahami maksudnya, lalu penulis sesuaikan arti terjemahan tersebut dengan konteks kalimat, yang kemudian penulis kembangkan dalam bentuk lagu dan latihan – latihan yang penulis berikan pada para responden pada tiap pertemuan. Contohnya pada onomatope yang berhubungan dengan cara berbicara. Salah satu 43
onomatope yang penulis ajarkan yang berhubungan dengan cara berbicara adalah はき はき 話す。Dikatakan Yamamoto ( 1993 : 22 ) bahwa はきはき 話す mempunyai maksud 大きい声で、 一語一語 よく わかるように話す。Setelah membaca maksud dari pada はきはき 話す yang dijelaskan oleh Yamamoto ( 1993 : 22 ) dalam bahasa Jepang, penulis terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, menjadi suara besar dengan, satu kata satu kata baik mengerti supaya berbicara, yang kemudian apabila disesuaikan dengan bahasa Indonesia menjadi, dengan suara besar, berbicara per kata supaya dapat dimengerti. Kemudian, penulis analisis ekspresi , menarik kesimpulan dari onomatope yang dijelaskan, lalu mengembangkannya menjadi sebuah lirik lagu singkat, tapi mempunyai inti atau maksud yang sama, menjadi はっきり はきはき, yang はっ きり sendiri mempunyai arti dengan jelas. Strategi terakhir yang merupakan strategi pembelajaran kognitif adalah membuat struktur input dan output, yang didalamnya terdiri dari tiga hal yang perlu dilakukan, yaitu membuat catatan, membuat ringkasan, serta membuat penegasan ( Oxford, 1995 : 47 ). Sebagai pengajar, penulis telah melakukan tiga hal tersebut dengan cara, membuat catatan serta meringkas apa saja yang menjadi input penulis selaku pengajar, dari para responden. Input dari para responden, penulis dapat dari nilai – nilai latihan tiap pertemuannya, saran – saran ataupun pertanyaan dari para responden. Contoh input yang penulis terima dalam bentuk nilai, akan penulis gambarkan pada tabel di bawah ini, yang adalah tabel nilai pre test responden pengajaran onomatope lewat lagu.
44
Tabel 3.9 Nilai Pre Test Responden Pengajaran Onomatope Lewat Lagu Nama Mahasiswa
Nilai yang Diperoleh
Liana
80
Sylvia
70
Lidya Tania
60
Veni C
60
Indah Revita
70
Indah Apriani
60
Gelia
60
Gita
80
M iriam
70
Paramitha
60
Tabel di atas yang adalah tabel nilai pre test responden pengajaran onomatope lewat lagu, yang menjadi input bagi penulis, sebagai tolak ukur kemampuan responden pada mulanya. Sedangkan input lain yang penulis terima dari responden, misalnya dari Indah Revita, yang pada pertemuan kedua, hari Senin, 6 April 2009, memberi masukkan bahwa lagu yang digunakan pada onomatope yang berhubungan dengan tertawa, sedikit sulit untuk diingat. Hal ini menjadi masukkan bagi penulis untuk mencari lagu lain yang lebih memudahkan para responden mengingat materi yang disampaikan.
45
Oleh karena itu, input dari para responden kepada pengajar sangatlah penting, sehingga pengajar dapat melihat ada atau tidaknya perkembangan dengan metode pengajaran yang diterapkan. Hal pembuatan input ini juga penulis terapkan pada responden dengan cara meminta mereka membuat catatan, ringkasan, maupun penegasan pada saat penulis memberi materi pengajaran di kelas. Sedangkan output dari penulis selaku pengajar adalah hal – hal yang menjadi materi pengajaran yang disampaikan oleh penulis kepada para responden yang penulis sampaikan dalam bentuk nyanyian. Untuk menyampaikan output yang penulis punya kepada para responden, penulis juga membuat catatan dan ringkasan, sehingga pada saat mengajar, penulis telah tahu dengan pasti apa saja yang akan penulis bicarakan, bahas, dan latih pada tiap – tiap pertemuan penelitian kelas. Catatan yang penulis buat, berupa rangkuman atau ringkasan setiap penjelasan bahan – bahan onomatope yang akan penulis ajarkan di kelas penelitian, kata – kata sulit yang terdapat dalam bahan pengajaran yang akan disampaikan, juga langkah – langkah yang harus penulis lakukan tiap pertemuannya. Contoh catatan mengenai langkah – langkah yang harus penulis lakukan, misalnya pada catatan untuk pertemuan pertama, di bawah ini ; Pertemuan 1 : a) Penjelasan kelas penelitian yang diadakan, waktu serta jam untuk pertemuan – pertemuan berikutnya. b) Tanyakan pada responden apa sudah mengenal tentang onomatope yang akan menjadi materi pengajaran dalam empat pertemuan kelas penelitian.
46
c) Beri pre test dalam bentuk soal pilihan ganda, dengan waktu mengerjakan lebih kurang sepuluh menit. d) Setelah itu, mengajarkan onomatope yang berhubungan dengan わらう dan のむ dalam bentuk lagu e) M engingatkan kembali hal – hal yang perlu dilakukan selanjutnya oleh para responden. Hal lain yang juga menjadi catatan penulis berupa saran maupun pertanyaan – pertanyaan yang diajukan para responden yang dapat berguna bagi penulis dikemudian hari dalam mengajar pada kelas penelitian selanjutnya. Penulis juga membuat penegasan pada setiap onomatope yang penulis ajarkan dengan melakukan penekanan – penekanan suara pada lirik yang dianggap perlu saat beryanyi, serta meminta responden untuk menggaris bawahi, atau memberi tanda pada kata – kata yang mereka anggap sulit, pada saat materi tersebut disampaikan. Hal ini tentunya juga penulis lakukan pada saat mempersiapkan materi pengajaran, yaitu menandai hal – hal yang penulis anggap penting untuk disampaikan pada responden. M elalui analisis di atas, dapat dikatakan bahwa keseluruhan strategi pembelajaran kognitif ( ninchi sutoratejii ) telah penulis praktekkan, guna memberikan pengajaran kepada seluruh responden penelitian kelas yang mendapat pengajaran onomatope lewat lagu.
47
3.2.1.2 Hubungan Analisis S trategi Pengajaran Onomatope Melalui Lagu Dengan S trategi Pembelajaran Memori ( 記憶 ストラテジー ) Ditinjau dari S udut Penulis Selaku Pengajar Selain strategi pembelajaran kognitif ( 認知 ストラテジー), sebagai dasar penelitian kelas ini, penulis juga menggunakan strategi memori ( 記憶 ストラテジー ), yang menurut Oxford ( 1995 : 21 ) adalah hal tentang membuat rangkaian kecerdasan, menerapkan gambar dan suara, pengulangan dan memeriksa ulang, serta pemakaian gerakan. Untuk lebih jelasnya mengenai hal – hal yang penulis lakukan di kelas penelitian yang penulis adakan, akan digambarkan dengan tabel pada halaman selanjutnya.
Tabel 3.10 S trategi Pembelajaran Memori (記憶 ストラテジー
)
yang Telah Dilakukan Penulis pada Kelas Penelitian
S trategi Memori
Hal yang dilakukan
Ya Tidak
M embuat rangkaian kecerdasan secara fisik ( 知的連鎖を作る)
M embagi menjadi kelompok
√
M enghubungkan dengan pemikiran secara cukup
√
jelas M emasukkan kata baru ke dalam konteks
√
M enerapkan gambar
M emakai gambar
√
dan suara
M embuat peta arti
√
(イメージや音を
M emakai keyword atau kata kunci
√
Suara yang telah diingat, diekspresikan
√
48
結びつける) Pengulangan dan memeriksa ulang
M emeriksa ulang secara sistematik
√
Secara fisik menggunakan reaksi dan perasaan
√
(繰り返し 復習する) Pemindahan gerakan (働作に移す)
Secara mekanik menggunakan tehnik
√
Dari tabel di atas, dapat diamati dengan jelas, hal – hal apa saja yang telah penulis lakukan selaku pengajar pada kelas penelitian yang penulis adakan. Sesuai dengan strategi pembelajaran memori yang pertama, bahwa pengajar perlu membuat rangkaian kecerdasan secara fisik, yang terdiri dari tiga hal yang perlu dilakukan, yaitu membagi menjadi kelompok, menghubungkan dengan pemikiran secara cukup jelas, serta memasukkan kata baru ke dalam konteks, maka penulis telah menerapkan ketiga hal tersebut dalam metode pengajaran yang penulis terapkan pada kelas penelitian ( O xford, 1995 : 40 ). M ateri pelajaran yang penulis berikan, yaitu onomatope, telah penulis bagi menjadi lima kelompok, sesuai kegunaannya, yakni onomatope yang berhubungan dengan menangis ( 泣く), berbicara ( 話す ), minum ( 飲む ), tertawa ( 笑う), dan juga tidur ( 寝る). M isalnya kelompok onomatope yang berhubungan dengan tertawa ( 笑う), terdapat empat macam yang penulis ajarkan di dalamnya, yaitu にこにこ笑う、 にや にや笑う、 くすくす 笑う 、dan juga
げらげら笑う. Onomatope yang telah
berkelompok inilah yang kemudian penulis jadikan materi pengajaran yang penulis sampaikan tiap pertemuannya kepada para responden. Sehingga tiap minggunya para
49
responden belajar onomatope sesuai dengan klasifikasi yang telah penulis rancang. Hal ini dimaksudkan agar pengajaran yang diberikan dapat lebih mudah diingat oleh pemelajar, sehingga suasana pembelajaran berlangsung efektif ( O xford, 1995 : 40 ). Pembuatan lagu yang akan dipakai dalam pengajaran onomatope, juga penulis hubungkan dengan jelas, dari segi lirik yang sesuai dengan pemahaman yang dapat dipahami para responden ( Oxford, 1995 : 40 ). M isalnya pada lirik ひみつ ひそひそ. ひそひそ 話す adalah berbicara pelan – pelan seperti berbisik, dan pada umumnya, kita berbicara pelan – pelan secara berbisik, apabila kita membicarakan rahasia. Oleh karena itu penulis menghubungkannya dengan ひみつ yang mempunyai arti sebuah rahasia, dan lalu menjelaskannya kepada para responden sehingga mereka mengerti dan melakukan strategi ini. Sedangkan, pemasukkan kata – kata baru ke dalam konteks, penulis lakukan dengan cara memasukkan onomatope yang menjadi bahan pengajaran penulis, ke dalam nada lagu sederhana yang dipakai dalam penyampaian materi pengajaran, yang onomatope tersebut dianggap baru oleh para responden ( Oxford, 1995 : 40 ). Contohnya memasukkan onomatope yang berhubungan dengan tertawa / tersenyum ( 笑う) yang terdiri dari にこにこ、 にやにや、 げらげら、 くすくす、sebagai pengganti kata dalam lagu sederhana yang dikenal dengan judul “ Si Semut “. Pada strategi pembelajaran memori yang kedua, yaitu menerapkan gambar dan suara, terdapat empat hal yang perlu dilakukan yaitu memakai gambar, membuat peta arti, memakai keyword / kata kunci, serta mengekspresikan suara yang telah diingat. Dari keempat hal tersebut, penulis menerapkan pemakaian gambar dan pembuatan peta arti pada metode pengajaran lewat lagu ini. Gambar yang penulis pakai, berupa gambar kecil
50
yang menggambarkan ekspresi dari onomatope yang berhubungan, yang apabila ditarik garis antara gambar dan juga kata – kata dalam lagu tersebut, terdapat kesesuaian. Gambar tersebut penulis tempelkan pada setiap syair lagu berisikan onomatope yang diajarkan, sehingga pada saat bernyanyi, para responden juga mendapat gambaran mengenai ekspresi yang berhubungan dengan lagu tersebut. Contohnya pada salah satu lirik onomatope yang berhubungan dengan suara tidur ( dengkuran ), yaitu いびき の おと は うるさい があがあ。Pada lirik lagu ini, yang mempunyai maksud suara dengkuran yang berisik, penulis tempelkan gambar kecil, ada orang sedang tidur, dengan tanda bahwa suara dengkuran yang dikeluarkan sangatlah keras. Hal ini penulis lakukan sehingga onomatope yang diajarkan, dapat lebih diingat oleh para responden ( Oxford, 1995 : 41 ). Pengulangan dan memeriksa ulang, adalah strategi pembelajaran memori yang ketiga. Hal ini penulis lakukan dengan cara, mengulang materi pelajaran tiap minggunya secara sekilas, dan selalu memeriksa ulang latihan – latihan yang penulis berikan pada responden tiap pertemuannya, sehingga dapat diketahui kenaikan / penurunan yang diperoleh masing – masing responden ( Oxford, 1995 : 42 ). Hasil dari pemeriksaan ulang secara sistematik yang penulis lakukan adalah, seperti digambarkan tabel nilai secara keseluruhan, empat pertemuan kelas penelitian yang telah diadakan.
51
Tabel 3.11 Keseluruhan Nilai Latihan dan Tes yang Diperoleh Responden Nama Responden
Pre Test
Latihan 1
Latihan 2
Post Test
Liana
80
100
90
100
Sylvia
70
87
100
90
Lidya Tania
60
100
100
80
Veni C
60
62
90
90
Indah Revita
70
100
95
100
Indah Apriani
60
100
85
100
Gelia
60
87
85
30
Gita
80
100
95
100
M iriam
70
100
100
80
Paramitha
60
100
100
100
Keterangan : a) Nilai Pre Test penulis dapatkan dan penulis periksa pada pertemuan pertama, Kamis 2 April 2009 b) Nilai Latihan 1 penulis dapatkan dan penulis periksa pada pertemuan kedua, Senin 6 April 2009 c) Nilai Latihan 2 penulis dapatkan dan penulis periksa pada pertemuan ketiga, Kamis 16 April 2009
52
d) Nilai Post Test penulis dapatkan dan penulis periksa pada pertemuan keempat, Kamis 7 M ei 2009 Hal ini juga penulis sarankan pada para responden untuk mengulang pelajaran yang telah diberikan apabila ada kesempatan. Pada strategi pembelajaran ini, penulis menggunakan perasaan penulis dalam memahami onomatope yang akan penulis ajarkan dengan cara membayangkan perasaan yang sesuai dengan teks lagu yang dinyanyikan, kemudian dilakukan pemindahan ke dalam bentuk gerakan. Dalam hal ini, penulis juga mengajak para responden untuk melakukan hal yang sama dengan yang penulis lakukan. Hal ini sesuai dengan strategi belajar – mengajar yang keempat, yaitu pemindahan gerakan ( O xford, 1995 : 43 ). M elalui analisis di atas, dapat dikatakan bahwa sebagian besar strategi pembelajaran memori ( 記 憶 ス ト ラ テ ジ ー ) telah penulis praktekkan dan diterapkan guna memberikan pengajaran kepada seluruh responden penelitian kelas yang mendapat pengajaran onomatope lewat lagu.
3.2.2 Hubungan Analisis Strategi Pengajaran Melalui Lagu Dengan S trategi Pembelajaran Ditinjau dari Sudut Pandang Pemelajar Analisis metode pengajaran melalui strategi pembelajaran ditinjau dari sudut pandang responden selaku pemelajar, memiliki hubungan yang erat, apabila dibandingkan dari sudut pandang penulis selaku pengajar. Untuk lebih jelasnya, pada sub bab ini, penulis akan menganalis is metode pengajaran onomatope lewat lagu yang diterapkan para responden, sebagai salah satu cara
53
menerima pengajaran, dihubungkan dengan strategi pembelajaran, yang ditinjau dari sudut pandang responden, selaku pemelajar. Sesuai dengan metode pengajaran bahasa Jepang yang dikatakan M aeda, et.al. ( 1995 : 91 ) bahwa dalam pengajaran sebuah bahasa, ada metode umum dan juga metode khusus yang dapat dipergunakan agar pemelajar bahasa dapat belajar dengan efisien, sehingga membuahkan hasil. Dalam hal ini, metode khusus yang menjadi cara bagi para responden belajar di kelas, adalah responden belajar melalui lagu yang telah pengajar siapkan. Analisis data pada sub bab sebelumnya menunjukkan kenaikan nilai yang dicapai para responden pada latihan – latihan serta tes tentang onomatope yang diajarkan lewat lagu. Sehingga dapat dikatakan bahwa metode pengajaran lewat lagu, dapat menjadi salah satu pilihan cara belajar bahasa dengan metode khusus, yang dapat dipraktekkan para responden sehingga membuahkan hasil. Hal ini juga sesuai dengan yang dikatakan Jensen ( 2008 : 342 ) bahwa beberapa aplikasi – aplikasi praktis yang dapat dipakai untuk mendukung dalam pengajaran adalah dengan cara menggunakan nada lagu tertentu yang dihubungkan dengan lirik – lirik yang merepresentasikan pembelajaran baru. Ziliang dan Renfu dalam Tjahjadi (1996 : 165) juga mengatakan bahwa pengajaran bahasa harus didistribusikan ke dalam empat keterampilan yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Sesuai dengan teori di atas, maka dapat penulis katakan bahwa pengajaran lewat lagu, telah menjadi salah satu alternatif metode pengajaran onomatope yang responden terapkan, sehingga disamping menguasai tentang materi pelajaran yang diberikan, yaitu
54
onomatope, para pemelajar juga sekaligus mempunyai empat keterampilan dalam penguasaan sebuah bahasa, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Untuk lebih jelasnya kegiatan yang dilakukan oleh responden selaku pemelajar di kelas dalam meningkatkan keterampilan berbahasa, akan penulis gambarkan dengan tabel di bawah ini.
Tabel 3.12 Kegiatan yang Dilakukan Pemelajar di Kelas Dalam Meningkatkan Keterampilan Berbahasa Empat Keterampilan Berbahasa
Kegiatan yang Dilakukan
M enyimak
Responden menyimak lagu yang berhubungan dengan onomatope yang diajarkan oleh pengajar
Berbicara
Responden bersama – sama penulis, bernyanyi
M embaca
Sebelum bernyanyi, responden membaca terlebih dahulu syair lagu (dalam bahasa Jepang ) yang berhubungan dengan onomatope
M enulis
Soal – soal latihan dan tes secara tertulis yang dikerjakan para responden di setiap pertemuan
Pada tabel di halaman sebelumnya, dapat dilihat dengan jelas hal – hal yang telah responden, selaku pemelajar lakukan, di kelas penelitian untuk meningkatkan keterampilan berbahasa. Hal ini dimulai dengan cara, responden menyimak lagu yang telah pengajar buat, yang berhubungan dengan onomatope yang diajarkan. M elalui cara ini, keterampilan responden dalam hal menyimak dapat terlatih. Setelah itu, responden membaca sekilas
55
syair lagu yang penulis bagikan, yang dengan hal ini, responden melatih kemampuan mereka dalam membaca. Lalu para responden menyimak dan turut bernyanyi bersama pengajar sesuai nyanyian pada syair lagu yang dibagikan . Sehingga pada saat bernyanyi, para responden melatih keterampilan mereka dalam hal berbicara. Pada setiap pertemuannya, responden melakukan latihan – latihan maupuan tes secara tertulis yang telah disediakan pengajar, sesuai dengan topik pengajaran yang disampaikan. Hal ini tentu saja sekaligus melatih para responden untuk mengasah keterampilan membaca dan menulis mereka. Penjelasan di atas menunjukkan bahwa, hal – hal yang pemelajar lakukan dalam kelas penelitian, sesuai dengan teori empat kemampuan bahasa, dimana pengajaran bahasa itu harus didistribusikan ke dalam empat keterampilan, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Pengajaran onomatope lewat lagu yang diterapkan para pemelajar, juga didukung oleh strategi belajar – mengajar yang digunakan, yang adalah strategi pembelajaran secara langsung. Dalam pengajaran onomatope lewat lagu ini, strategi pembelajaran secara langsung yang diterapkan responden adalah strategi pembelajaran kognitif (認知 ストラテジー), dan strategi belajar – mengajar memori (記憶 ストラテジー). Untuk lebih jelasnya analisis metode pengajaran onomatope melalui lagu, yang ditinjau dari sudut responden selaku pemelajar ini, akan penulis hubungkan dengan strategi pembelajaran kognitif dan juga memori, dalam sub bab yang dipisah, di bawah ini.
56
3.2.2.1 Hubungan Analisis S trategi Pengajaran Onomatope Melalui Lagu Dengan S trategi Pembelajaran Kognitif ( 認 知 ス ト ラ テ ジ ー ) Ditinjau dari Sudut Responden S elaku Pemelajar Apabila pada sub bab sebelumnya penulis menganalisis metode pengajaran onomatope melalui lagu dihubungkan dengan strategi pembelajaran kognitif dari sudut penulis selaku pengajar, maka pada sub bab ini akan penulis analisis dari sudut responden selaku pemelajar. Strategi kognitif (認知 ストラテジー), menurut Oxford ( 1995 : 43 ) adalah hal tentang melakukan latihan, menerima dan mengirim pesan, melakukan analis is dan penarikan simpulan, serta membuat struktur input dan output. Untuk lebih jelasnya mengenai hal – hal yang dilakukan para pemelajar di kelas penelitian yang penulis adakan, akan digambarkan dengan tabel di halaman selanjutnya.
Tabel 3.13 S trategi Pembelajaran Kognitif (認知 ストラテジー
)
yang Telah Dilakukan Responden pada Kelas Penelitian S trategi Kognitif
Hal yang dilakukan
Ya
Repetisi atau pengulangan
√
M elakukan
Latihan dengan sistem suara dan tulisan
√
Latihan
M emakai ekspresi yang tepat untuk mengingat
√
( 練習をする)
M embuat kombinasi yang baru
√
Latihan di dalam kondisi yang sebenarnya
√
M enerima maksud atau pengertian dengan cepat
√
M endapat dan M engirim Informasi ( 情報内容を受け
Tidak
M enggunakan bermacam – macam data untuk
57
取ったり、 送ったりする) M elakukan analisis dan penarikan kesimpulan ( 分析したり、 推論したりする) M embuat struktur input dan output (インプット と アウトプット の ための 構造を作る)
mendapat dan mengirim isi informasi
√
M enarik kesimpulan dengan cara meringkas
√
M enganalisis ekspresi
√
M elakukan analisis sambil membandingkan bahasa
√
M enerjemahkan
√
M elakukan transfer bahasa ibu
√
M embuat catatan
√
M embuat ringkasan
√
M embuat penegasan
√
Dari tabel di atas, dapat diamati dengan jelas, hal – hal apa saja yang telah responden lakukan, selaku pemelajar di kelas penelitian yang penulis adakan. Sesuai dengan strategi pembelajaran kognitif yang pertama, bahwa yang perlu dilakukan pemelajar adalah latihan pada setiap pertemuannya, maka para responden selalu mengadakan latihan dalam bentuk pengulangan atau repetisi, latihan dengan sistem suara dan tulisan, latihan dengan memakai ekspresi yang tepat, membuat kombinasi baru, serta latihan di dalam kondisi yang sebenarnya ( Oxford, 1995 : 43 ). Salah satu latihan dalam bentuk pengulangan yang responden lakukan, adalah dengan cara mengulang kembali materi pelajaran di dalam kelas maupun di luar kelas, berupa lagu - lagu yang diajarkan pada tiap pertemuan, serta mengerjakan latihan – latihan dalam bentuk soal pilihan ganda maupun isian pada setiap pertemuannya, yang berisikan materi yang diajarkan pada pertemuan sebelumnya. Sehingga dengan pengulangan atau repetisi, para pemelajar lebih hafal, serta menguasai materi pelajaran yang diajarkan ( Oxford, 1995 : 45 ). 58
M elalui pengajaran onomatope lewat lagu, para responden bersama – sama menyanyikan lagu yang telah diajarkan, kemudian mengerjakan latihan yang diberikan secara tertulis. Dengan bernyanyi, para responden berlatih dengan sistem suara, dan dengan mengerjakan latihan yang penulis berikan secara tertulis, para responden berlatih dengan sistem tulisan. Sehingga latihan dengan sistem suara dan tulisan, dapat dipraktekkan melalui cara tersebut ( Oxford, 1995 : 45 ). Pengajaran onomatope lewat lagu yang dipraktekkan responden, juga memberikan para responden suasana latihan di dalam kondisi yang sebenarnya. Hal ini ditunjukkan dengan cara, bukan hanya pengajar yang aktif di kelas, namun responden juga ikut turut serta mengambil bagian dalam kegiatan pembelajaran yang diadakan, dengan cara bernyanyi bersama – sama, sehingga keterlibatan pengajar dan pemelajar sangat terasa melalui cara belajar lewat lagu ini ( O xford, 1995 : 45 ). Selain membuat kombinasi yang baru dalam kegiatan pembelajaran, yakni mengkombinasikan lagu sebagai salah satu media dalam mempelajari materi pengajaran yang diberikan, sambil bernyanyi, responden bersama – sama penulis, mengekspresikan maksud atau isi dari lagu yang diajarkan tersebut, melalui gerakan sehari – hari yang tepat dan sesuai.
Responden penulis ajak untuk ikut berekspresi dengan cara
membayangkan ekspresi yang penulis ekspresikan di depan kelas serta ikut serta berekspresi. Hal ini membuat responden lebih mudah menangkap makna yang terdapat dalam lagu tersebut ( Oxford, 1995 : 45 ). Untuk lebih jelasnya hal – hal yang responden lakukan dalam kelas penelitian yang diadakan, yang sesuai dengan strategi pembelajaran kognitif yang pertama, yaitu melakukan latihan, akan penulis sertakan contoh lagu yang dinyanyikan dan soal yang dikerjakan responden, di bawah ini ; 59
あかちゃん よちよち いそいで すたすた しつれん とぼとぼ まわる うろうろ ふとった おきい ひと、 のしのし あるく Lirik lagu di atas adalah salah satu lagu yang dinyanyikan para responden untuk mempelajari onomatope yang berhubungan dengan cara berjalan. Lirik lagu ini dipelajari responden pada pertemuan kedua, yang kemudian diulang kembali pada pertemuan ke 3. Hal ini sesuai dengan salah satu strategi pembelajaran kognitif yaitu melakukan latihan dengan pengulangan ( O xford, 1995 : 45 ). Contoh soal yang dikerjakan responden sehubungan dengan onomatope di atas yang dapat melatih sistem suara dan tulisan mereka, adalah seperti pada halaman selanjutnya:
A : 山田さん の 足 の けがはもう だいじょうぶですか? B : ええ、 もう 元気 に ( a. すたすた
b. うろうろ )歩いていますよ.
Strategi pembelajaran kognitif yang kedua, yaitu mendapat dan mengirim informasi, yang berarti responden mendapat informasi berupa materi pelajaran yang disampaikan penulis selaku pengajar, dalam bentuk lagu – lagu yang berhubungan dengan onomatope yang diajarkan.
Setelah mendapat pelajaran dan
belajar, responden kembali
mengirimkan informasi kepada penulis berupa hasil dari tes ataupun latihan yang dikerjakan, serta pertanyaan, saran, maupun pendapat mereka tentang belajar onomatope melalui lagu ( O xford, 1995 : 46 ). Dari informasi yang dikirim oleh responden, dapat
60
menjadi acuan penulis untuk membuat kesimpulan apakah responden tersebut telah paham dan mengerti materi yang selama ini penulis ajarkan. Contoh hasil tes atau latihan yang menjadi informasi bagi penulis selaku pengajar adalah nilai pre test, nilai latihan pada pertemuan kedua, ketiga, serta nilai post test. Pada strategi pembelajaran kognitif yang ketiga, yaitu melakukan analisis dan penarikan kesimpulan, terdapat lima hal yang perlu dilakukan baik oleh pengajar maupun pemelajar. Hal – hal tersebut adalah menarik kesimpulan dengan cara peringkasan, menganalisis ekspresi, melakukan analisis sambil membandingkan bahasa, menerjemahkan, serta melakukan transfer bahasa ibu. Responden selaku pemelajar, telah menerapkan kelima hal ini dalam strategi pengajaran lewat lagu. Penarikan kesimpulan dengan cara peringkasan, dilakukan para responden pada saat pengajar menerangkan onomatope melalui lagu yang dinyanyikan dengan cara yang disesuaikan masing – masing responden. Responden juga menganalisis ekspresi yang pengajar gunakan sambil bernyanyi, sehingga ekspresi yang dtangkap responden, membantu mereka untuk lebih memahami onomatope yang disampaikan. Contohnya pada lirik lagu onomatope yang berhubungan dengan senyuman ( 笑う), yang salah satu liriknya adalah きこえない ようにくすくすわらう。Pada saat menyanyikan lirik ini, penulis menyanyikannya dengan suara yang terdengar berbisik, sambil tersenyum, yang kemudian dianalisis para responden bahwa onomatope ini bisa dipergunakan pada saat kita ingin menertawakan orang di dekat kita, tanpa ingin diketahui orang tersebut, sehingga ekspresi yang ditunjukkan adalah tertawa atau senyum kecil secara diam – diam.
61
Sambil melakukan analisis, responden juga membandingkan bahasa Jepang yang menjadi bahasa yang digunakan pengajar dalam memberikan materi pengajaran onomatope dalam bentuk lagu, dengan bahasa ibu responden, yaitu bahasa Indonesia, sehingga dapat lebih menangkap maksud yang disampaikan pengajar (O xford, 1995 : 46 ). Hal menerjemahkan dan melakukan transfer bahasa ibu juga responden lakukan pada saat mempelajari materi pelajaran onomatope yang disampaikan pengajar. Pertama – tama, pada saat responden mempelajari materi pelajaran tersebut, responden menerjemahkan isi dari bahan tersebut yang menggunakan bahasa Jepang ke dalam bahasa Indonesia secara satu – satu, kemudian disesuaikan dengan konteks kalimat, sehingga dapat responden pahami maksudnya, lalu responden kembangkan dalam bentuk imajinasi ataupun kalimat yang bagi responden itu sendiri, mudah dimengerti, yang tentunya sesuai dengan bahasa ibu para responden, yang adalah bahasa Indonesia. Hal ini juga responden lakukan saat mengerjakan materi onomatope yang diberikan di kelas setiap pertemuannya.( Oxford, 1995 : 46 ). Untuk lebih jelasnya akan penulis paparkan beserta contoh kalimat, di bawah ini ; たのしい うれしい にこにこします。 Pada saat responden menyanyikan lirik lagu onomatope yang berhubungan dengan
笑 う seperti contoh ini, maka responden
menerjemahkan ke dalam bahasa Indonesia yang berarti pada saat senang, bahagia, ekspresi senyuman yang dapat dipakai dalam bahasa Jepang adalah にこにこ. Dan pada umumnya orang baiklah yang selalu memiliki senyuman yang manis, dan tanpa maksud jahat di belakangnya. Tidak seperti にやにや yang senyumannya memiliki maksud
62
buruk. Sehingga pada salah satu latihan yang dikerjakan responden, misalkan pada soal latihan seperti di bawah ini; A : 田中 さん は どの 人 ですか? B : いつも ( a にこにこ
b にやにや ) して、 感じ が いい ですよ。
responden mengetahui bahwa jawaban yang sesuai untuk pertanyaan di atas adalah jawaban a, yaitu にこにこ .Hal ini dapat dicapai para responden dengan menerjemahkan soal tersebut, melakukan transfer bahasa ibu, serta melakukan analisis sambil membandingkan bahasa tentunya. Strategi terakhir yang merupakan strategi pembelajaran kognitif adalah membuat struktur input dan output, yang didalamnya terdiri dari tiga hal yang perlu dilakukan, yaitu membuat catatan, membuat ringkasan, serta membuat penegasan ( Oxford, 1995 : 47 ). Sebagai pemelajar, responden telah melakukan tiga hal tersebut dengan cara, membuat catatan serta meringkas apa saja yang menjadi input responden selaku pemelajar, dari pengajar. Input dari pengajar, responden dapat dari onomatope yang diajarkan tiap pertemuannya, dalam bentuk lagu – lagu yang menjadi bahan pelajaran onomatope yang bersangkutan. Dari materi tersebut, responden mencatat dan juga membuat ringkasan yang responden anggap penting, pada kertas lagu yang dibagikan pengajar. Catatan yang responden buat berupa hal – hal yang penulis ajarkan di kelas yang dianggap penting oleh responden, yang kemudian diringkas oleh para responden menurut pengertian mereka masing – masing. Oleh karena itu input dari pengajar kepada para pemelajar sangatlah penting, karena input yang baik, akan menghasilkan output yang baik pula. Sedangkan output dari responden adalah jawaban, hasil daripada latihan
63
– latihan yang diulang tiap pertemuannya, maupun tes yang diberikan, yaitu nilai pre test, latihan pada pertemuan kedua, ketiga, serta nilai post test. Responden juga membuat penegasan dengan cara menggaris bawahi pengertian tiap – tiap onomatope atau intinya yang ada dalam teks lagu yang dibagikan. Sehingga bagian – bagian yang menurut masing – masing responden penting, dapat mendapat perhatian yang lebih dari responden, dengan adanya penegasan berupa penggaris bahawan, maupun penandaan kata – kata yang dianggap penting oleh masing – masing responden. M elalui analisis di atas, dapat dikatakan bahwa keseluruhan strategi pembelajaran kognitif ( ninchi sutoratejii ) telah responden praktekkan dalam metode pengajaran onomatope lewat lagu yang diterapkan pengajar.
3.2.2.2 Hubungan Analisis S trategi Pengajaran Onomatope Melalui Lagu Dengan S trategi Pembelajaran Memori ( 記 憶 ス ト ラ テ ジ ー ) Ditinjau dari Sudut Responden S elaku Pemelajar Selain strategi pembelajaran kognitif ( 認 知 ス ト ラテ ジ ー ) yang diterapkan responden dalam kelas ini, responden juga menggunakan strategi memori ( 記憶 スト ラテジー ), yang menurut Oxford ( 1995 : 21 ) adalah hal tentang membuat rangkaian kecerdasan, menerapkan gambar dan suara, pengulangan dan memeriksa ulang, serta pemakaian gerakan. Untuk lebih jelasnya mengenai hal – hal yang responden lakukan di kelas penelitian diadakan, akan digambarkan dengan tabel di bawah ini.
64
Tabel 3.14 S trategi Pembelajaran Memori ( 記憶 ストラテジー
)
yang Telah Dilakukan Responden pada Kelas Penelitian S trategi Memori
Hal yang dilakukan
Ya Tidak
M embuat rangkaian kecerdasan secara fisik ( 知的連鎖を作る)
M embagi menjadi kelompok
√
M enghubungkan dengan pemikiran secara cukup
√
jelas M emasukkan kata baru ke dalam konteks
√
M enerapkan gambar
M emakai gambar
√
dan suara
M embuat peta arti
√
(イメージや音を
M emakai keyword atau kata kunci
√
結びつける)
Suara yang telah diingat, diekspresikan
√
Pengulangan dan memeriksa ulang M emeriksa ulang secara sistematik
√
Secara fisik menggunakan reaksi dan perasaan
√
(繰り返し 復習する) Pemindahan gerakan (働作に移す)
Secara mekanik menggunakan tehnik
√
Dari tabel di atas, dapat diamati dengan jelas, hal – hal apa saja yang telah responden lakukan sehubungan dengan strategi pembelajaran memori yang digunakan. Sesuai dengan strategi pembelajaran memori yang pertama, bahwa pemelajar perlu membuat rangkaian kecerdasan secara fisik, yang terdiri dari tiga hal yang perlu dilakukan, yaitu membagi menjadi kelompok, menghubungkan dengan pemikiran secara cukup jelas, serta memasukkan kata baru ke dalam konteks, maka pemelajar telah menerapkan ketiga hal tersebut dalam metode pengajaran yang penulis terapkan pada kelas penelitian ( Oxford, 1995 : 40 ). 65
M ateri pelajaran onomatope yang diberikan kepada responden, dikelompokkan menjadi lima kelompok, sesuai kegunaannya, yakni onomatope yang berhubungan dengan menangis ( 泣く), berbicara ( 話す ), minum ( 飲む ), tertawa ( 笑う), dan juga tidur ( 寝る). M isalnya onomatope yang berhubungan dengan tertawa ( 笑う), terdapat empat macam di dalamnya, yaitu にこにこ 笑う、 にやにや 笑う、 くすくす 笑う、 dan juga げら げら 笑う. Sehingga onomatope – onomatope yang dipelajari responden adalah dalam bentuk kelompok , dengan tujuan agar tidak tercampur dengan banyaknya kata atau jenis dalam onomatope lainnya, sehingga mudah diingat dan memberi keefektifitasan dalam proses pembelajaran. Responden juga menghubungkan lirik lagu onomatope yang diberikan penulis dengan pemikiran mereka masing – masing, yang mereka anggap jelas ( Oxford, 1995 : 40 ).
M isalnya pada salah satu lirik lagu onomatope yang berhubungan dengan
berbicara, yaitu ひみつ ひそひそ. Dari lirik ini, responden hubungkan dengan ひみつ yang mempunyai arti rahasia, yang berarti ひそひそ 話す adalah berbicara pelan – pelan seperti berbisik, dan pada umumnya, kita berbicara pelan – pelan secara berbisik, apabila kita membicarakan rahasia yang tidak ingin diketahui orang lain. Sedangkan, pemasukkan kata – kata baru ke dalam konteks, responden lakukan pada saat responden mengerjakan latihan yang diberikan penulis. Hal ini dilakukan dengan cara memasukkan onomatope yang diajarkan melalui lagu, ke dalam konteks baru, yaitu sebuah kalimat, yang ada di dalam latihan – latihan maupun tes yang diberikan. Contohnya pada salah satu lirik onomatope yang berhubungan dengan cara minum, yaitu カバ のように、 がぶがぶ のみます。Pertama – tama responden mengartikan
66
kalimat ini bahwa がぶがぶ のみます adalah cara minum dengan membuka mulut besar – besar seperti kuda nil. Namun mari kita lihat soal seperti di bawah ini. テニスのあと、 のどがかわいて、 水を ( a ちびちび
b がぶがぶ) 飲んだ。
Pada soal di atas, jawabannya adalah b, がぶがぶ. M elalui latihan seperti ini, para responden memasukkan kata がぶがぶ ke dalam konteks kalimat yang berbeda, yaitu bisa juga dipakai pada saat seseorang sangat haus, sehingga pada saat minum, ia membuka mulut dengan lebar, dan minum dengan kuantitas air yang banyak. Pada strategi belajar – mengajar memori yang kedua, yaitu menerapkan gambar dan suara, terdapat empat hal yang perlu dilakukan responden yaitu memakai gambar, membuat peta arti, memakai keyword atau kata kunci, serta mengekspresikan suara yang telah diingat ( Oxford, 1995 : 41 ). Dari keempat hal tersebut, responden menerapkan pemakaian gambar dan pembuatan peta arti pada metode pengajaran lewat lagu. Gambar yang sengaja penulis tempelkan pada teks lagu yang dibagikan untuk responden pelajari di kelas, akan membantu responden untuk lebih mengerti onomatope yang sedang dipelajari. Sehingga sambil bernyanyi, responden juga melihat gambar yang sesuai dengan teks lagu tersebut. Contohnya pada salah satu lirik onomatope yang berhubungan dengan suara tidur ( dengkuran ), yaitu いびき の おと は うるさい があがあ。Pada lirik lagu ini, yang mempunyai maksud suara dengkuran yang berisik, terdapat gambar kecil yang dapat diamati responden, bahwa ada orang sedang tidur, dengan tanda bahwa ada suara dengkuran yang keluar dengan kerasnya. Dengan responden belajar juga memakai gambar, onomatope yang diajarkan oleh penulis, dapat lebih diingat oleh para responden.
67
Pengulangan dan memeriksa ulang, adalah strategi pembelajaran memori yang ketiga, yang dilakukan responden dengan cara mendapat pengajaran materi onomatope secara berulang, serta memeriksa ulang latihan – latihan maupun tes yang diberikan, sebelum latihan atau tes tersebut dikumpulkan. Setelah dikumpulkan, responden bersama – sama penulis juga turut memeriksa kembali jawaban sebenarnya dari soal – soal tersebut, dengan tujuan tidak terjadi pengulangan kesalahan pada latihan – latihan selanjutnya ( Oxford, 1995 : 42 ). Sehubungan dengan strategi pembelajaran memori yang keempat, yang adalah pemindahan gerakan, pengajar meminta pemelajar untuk menggunakan perasaan mereka dalam memahami onomatope yang diajarkan dengan cara membayangkan perasaan yang sesuai dengan teks lagu yang sedang dinyanyikan. M isalnya pada lagu onomatope yang berhubungan dengan tertawa ( 笑う) yang mempunyai lirik sebagai berikut ; たのしい うれしい にこにこします わるいわらいかたにやにやわらう きこえないようにくすくすわらう おきくて わらいます げらげら Pada lirik yang pertama, たのしい うれしい にこにこします, responden diajak penulis untuk membayangkan wajah senang, tersenyum bahagia, sambil mengeluarkan perasaan bahagia tersebut dalam ekspresi senyuman bahagia. Sedangkan pada lirik selanjutnya, わるいわらいかたにやにやわらう, responden membayangkan wajah orang tersenyum, tapi memiliki maksud jahat dibaliknya, sambil mengekspresikannya dalam bentuk menyeringai. Pada lirik yang ketiga, yaitu きこえないようにくすくす
68
わらう, responden penulis ajak untuk membayangkan ada tiga orang yang berada di sebuah tempat yang sama, namun ada dua orang lainnya sedang tertawa kecil ( diam – diam ),
menertawakan satu orang yang berada tidak jauh dari mereka ( ekspresi
menggosip ). Sedangkan untuk lirik おきくて わらいます げらげら, bayangan yang ada pada responden adalah orang yang tertawa terbahak – bahak, berisik, karena suatu hal yang sangat lucu dan menarik. Hal ini tentu saja sesuai dengan strategi belajar – mengajar yang keempat, yaitu pemindahan gerakan ( O xford, 1995 : 43 ). M elalui analisis di atas, dapat dikatakan bahwa sebagian besar strategi belajar – mengajar memori ( 記憶 ストラテジー) telah responden praktekkan di dalam kelas penelitian yang mendapat pengajaran onomatope lewat lagu.
3.3 Hubungan Analisis Angket Responden Dengan Perolehan Nilai Responden Pengajaran Onomatope Lewat Lagu Dalam sub bab ini, penulis akan menghubungkan masing – masing nilai para responden dengan angket yang telah penulis bagikan pada pertemuan terakhir penelitian kelas yang telah penulis adakan. Seperti yang telah penulis cantumkan sebelumnya, keseluruhan responden yang mendapat pengajaran onomatope lewat lagu, mengalami kenaikan nilai yang cukup signifikan. Hal ini diakui sebagian besar responden pengajaran lewat lagu, pada angket yang diberikan tanggal 7 M ei 2009, bahwa belajar lewat lagu adalah salah satu metode pengajaran yang menarik, karena lebih menyenangkan dan tidak membosankan. Lagu yang dipakai dalam pengajaran onomatope, diakui responden pada angket tanggal 7 M ei 2009, menarik karena responden mengetahui lagu tersebut. Sebagian besar para
69
responden juga berpendapat, bahwa belajar lewat lagu membantu mereka dalam mengingat pelajaran yang diberikan di kelas penelitian. Di bawah ini adalah analisis masing – masing responden yang mendapat pengajaran onomatope lewat lagu, dihubungkan dengan angket yang telah dibagikan.
3.3.1 Hubungan Analisis Angket Responden Pertama Dengan Perolehan Nilai Responden Pertama Responden pertama yang akan penulis analisis, bernama Liana. Responden yang telah mempelajari bahasa Jepang selama kurang lebih 2 tahun di Universitas Bina Nusantara, telah lulus Ujian Kemampuan Bahasa Jepang (Noryoku Shiken) level 4. Pada angket yang telah penulis bagikan tanggal 7 M ei 2009 pertanyaan nomor 1, responden mengakui bahwa sebelumnya, ia belum pernah mengetahui tentang onomatope yang telah penulis pilih untuk dijadikan sebagai materi pengajaran. Pada test yang penulis berikan untuk pertama kalinya dalam format soal pilihan ganda (pre test), responden memperoleh nilai 80, yang kemudian mengalami kenaikan sebanyak 20 poin pada post test yang penulis berikan dalam format soal isian. Sehingga responden berhasil mencapai nilai sempurna, yaitu 100 pada tes akhir yang diberikan (post test). Di bawah ini adalah grafik kenaikan nilai pre test dan post test responden pertama.
70
Tabel 3.15 Grafik Nilai Pre Test dan Post Test Responden Pertama Grafik Nilai Pre Test dan Post Test Responden (Liana)
N ilai yan g d ip ero leh
100 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
80
Pre test
Post test
M elalui angket tanggal 7 M ei 2009, dalam menjawab pertanyaan nomor 3, responden mengatakan bahwa belajar lewat lagu dirasa menarik, karena lebih menyenangkan sehingga tidak membosankan. Lagu – lagu yang dipakai dalam pengajaranpun, dirasa menarik oleh responden, karena lagu – lagu tersebut mudah untuk dipelajari, walaupun ia belum tahu tentang lagu tersebut sebelumnya. Hal ini diakui responden pada angket yang penulis bagikan tanggal 7 M ei 2009 pertanyaan nomor 4. Responden juga berpendapat bahwa pengajaran onomatope lewat lagu yang telah penulis berikan sangat membantunya dalam mengingat onomatope yang diajarkan. Hal ini dikatakan responden pada saat menjawab pertanyaan angket tanggal 7 M ei 2009, pertanyaan nomor 5. M enurut responden, onomatope yang telah diajarkan lewat lagu, tanpa disadari dapat diingat olehnya sehingga ia dapat mengingat – ingat kembali onomatope tersebut di waktu luangnya, seperti misalnya di rumah. Pernyataan ini dinyatakan responden dalam angket 7 M ei 2009 pertanyaan nomor 9. 71
Hal ini juga sesuai dengan teknik memori yang dikemukakan Gunawan (2003 : 108), bahwa salah satu metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi otak dalam menyerap dan menyimpan informasi adalah dengan cara memasukkan informasi ke dalam otak yang sesuai dengan cara kerja otak. Yang salah satunya adalah dengan cara melibatkan irama atau musik. M elalui analisis angket yang dihubungkan dengan nilai yang diperoleh responden pertama, dapat disimpulkan bahwa metode pengajaran lewat lagu berhasil diterapkan oleh responden pertama, sehingga responden pertama mendapat kenaikan nilai yang signifikan.
3.3.2 Hubungan Analisis Angket Responden Kedua Dengan Perolehan Nilai Responden Kedua Responden kedua yang akan penulis analisis, bernama Sylvia. Responden yang telah mempelajari bahasa Jepang selama kurang lebih 2 tahun di Universitas Bina Nusantara, telah lulus Ujian Kemampuan Bahasa Jepang (Noryoku Shiken) level 4. Pada angket yang telah penulis bagikan tanggal 7 M ei 2009 pertanyaan nomor 1, responden mengakui bahwa sebelumnya, responden pernah mengetahui tentang onomatope yang telah penulis pilih untuk dijadikan sebagai materi pengajaran, namun masih tidak paham tentang onomatope. M enurut angket 7 M ei 2009 pertanyaan nomor 2, diketahui bahwa responden mengetahui onomatope sebelumnya dari pelajaran pada buku M inna no Nihongo. Pada test yang penulis berikan untuk pertama kalinya dalam format soal pilihan ganda (pre test), responden memperoleh nilai 70, yang kemudian mengalami kenaikan sebanyak 20 poin pada post test yang penulis berikan dalam format soal isian. Sehingga 72
responden berhasil mencapai nilai 90 pada tes akhir yang diberikan (post test). Di bawah ini adalah grafik kenaikan nilai pre test dan post test responden kedua.
Tabel 3.16 Grafik Nilai Pre Test dan Post Test Responden Kedua
Nilai yang diperoleh
Grafik Nilai Pre Test dan Post Test Responden Kedua ( Sylvia ) 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
90 70
pre test
post test
M elalui angket tanggal 7 M ei 2009, dalam menjawab pertanyaan nomor 3, responden mengatakan bahwa belajar lewat lagu dirasa menarik, karena lebih menyenangkan sehingga tidak membosankan. Lagu – lagu yang dipakai dalam pengajaranpun, dirasa menarik oleh responden, karena responden pernah menyimak dan tahu tentang lagu – lagu yang diajarkan penulis dalam mengajarkan onomatope. Hal ini diakui responden pada angket yang penulis bagikan tanggal 7 M ei 2009 pertanyaan nomor 4. Responden juga berpendapat bahwa pengajaran onomatope lewat lagu yang telah penulis berikan sangat membantunya dalam mengingat onomatope yang diajarkan. Hal ini dikatakan responden pada saat menjawab pertanyaan angket tanggal 7 M ei 2009, pertanyaan nomor 5. M enurut responden, onomatope yang telah diajarkan lewat lagu, 73
tanpa disadari dapat diingat olehnya sehingga ia dapat mengingat – ingat kembali onomatope tersebut di waktu luangnya. Pernyataan ini dinyatakan responden dalam angket 7 M ei 2009 pertanyaan nomor 9. Hal ini juga sesuai dengan teknik memori yang dikemukakan Gunawan (2003 : 108), bahwa salah satu metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi otak dalam menyerap dan menyimpan informasi adalah dengan cara memasukkan informasi ke dalam otak yang sesuai dengan cara kerja otak. Yang salah satunya adalah dengan cara melibatkan irama atau musik. M elalui analisis angket yang dihubungkan dengan nilai yang diperoleh responden kedua, dapat disimpulkan bahwa metode pengajaran lewat lagu berhasil diterapkan oleh responden kedua, sehingga responden kedua mendapat kenaikan nilai yang signifikan.
3.3.3 Hubungan Analisis Angket Responden Ketiga Dengan Perolehan Nilai Responden Ketiga Responden ketiga yang akan penulis analisis, bernama Lidya Tania. Responden yang telah mempelajari bahasa Jepang selama kurang lebih 2 tahun di Universitas Bina Nusantara, telah lulus Ujian Kemampuan Bahasa Jepang (Noryoku Shiken) level 4. Pada angket yang telah penulis bagikan tanggal 7 M ei 2009 pertanyaan nomor 1, responden mengakui bahwa sebelumnya, responden pernah mengetahui tentang onomatope yang telah penulis pilih untuk dijadikan sebagai materi pengajaran, namun masih tidak paham tentang onomatope. M enurut angket 7 M ei 2009 pertanyaan nomor 2, diketahui bahwa responden mengetahui onomatope sebelumnya dari komik – komik Jepang.
74
Pada test yang penulis berikan untuk pertama kalinya dalam format soal pilihan ganda (pre test), responden memperoleh nilai 60, yang kemudian mengalami kenaikan sebanyak 20 poin pada post test yang penulis berikan dalam format soal isian. Sehingga responden berhasil mencapai nilai 80 pada tes akhir yang diberikan (post test). Di bawah ini adalah grafik kenaikan nilai pre test dan post test responden ketiga.
Tabel 3.17 Grafik Nilai Pre Test dan Post Test Responden Ketiga Grafik Nilai Pre test dan Post Test Responden Ketiga ( Lidya Tania ) 100
Nilai yan g diperoleh
90
80
80 70
60
60 50 40 30 20 10 0 Pre tes t
Pos t tes t
M elalui angket tanggal 7 M ei 2009, dalam menjawab pertanyaan nomor 3, responden mengatakan bahwa belajar lewat lagu dirasa menarik, karena memudahkan responden dalam mengingat pelajaran yang diajarkan. Lagu – lagu yang dipakai dalam pengajaranpun, dirasa menarik oleh responden, karena responden pernah menyimak dan tahu tentang lagu – lagu yang diajarkan penulis dalam mengajarkan onomatope. Hal ini diakui responden pada angket yang penulis bagikan tanggal 7 M ei 2009 pertanyaan nomor 4.
75
Responden juga berpendapat bahwa pengajaran onomatope lewat lagu yang telah penulis berikan sangat membantunya dalam mengingat onomatope yang diajarkan. Hal ini dikatakan responden pada saat menjawab pertanyaan angket tanggal 7 M ei 2009, pertanyaan nomor 5. M enurut responden, onomatope yang telah diajarkan lewat lagu, tanpa disadari sering terngiang di telinga responden, sehingga ia dapat mengingat – ingat kembali onomatope tersebut di waktu luangnya. Pernyataan ini dinyatakan responden dalam angket 7 M ei 2009 pertanyaan nomor 9. Hal ini juga sesuai dengan teknik memori yang dikemukakan Gunawan (2003 : 108), bahwa salah satu metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi otak dalam menyerap dan menyimpan informasi adalah dengan cara memasukkan informasi ke dalam otak yang sesuai dengan cara kerja otak. Yang salah satunya adalah dengan cara melibatkan irama atau musik. M elalui analisis angket yang dihubungkan dengan nilai yang diperoleh responden ketiga, dapat disimpulkan bahwa metode pengajaran lewat lagu berhasil diterapkan oleh responden ketiga, sehingga responden ketiga mendapat kenaikan nilai yang signifikan.
3.3.4 Hubungan Analisis Angket Responden Keempat Dengan Perolehan Nilai Responden Keempat Responden keempat yang akan penulis analisis, bernama Veni C. Responden yang telah mempelajari bahasa Jepang selama kurang lebih 2 tahun di Universitas Bina Nusantara, telah lulus Ujian Kemampuan Bahasa Jepang (Noryoku Shiken) level 4. Pada angket yang telah penulis bagikan tanggal 7 M ei 2009 pertanyaan nomor 1, responden mengakui bahwa sebelumnya, responden pernah mengetahui tentang onomatope yang telah penulis pilih untuk dijadikan sebagai materi pengajaran, namun 76
masih tidak paham tentang onomatope. M enurut angket 7 M ei 2009 pertanyaan nomor 2, diketahui bahwa responden mengetahui onomatope sebelumnya dari komik – komik Jepang. Pada test yang penulis berikan untuk pertama kalinya dalam format soal pilihan ganda (pre test), responden memperoleh nilai 60, yang kemudian mengalami kenaikan sebanyak 30 poin pada post test yang penulis berikan dalam format soal isian. Sehingga responden berhasil mencapai nilai 90 pada tes akhir yang diberikan (post test). Di bawah ini adalah grafik kenaikan nilai pre test dan post test responden keempat.
Tabel 3.18 Grafik Nilai Pre Test dan Post Test Responden Keempat Grafik Nilai Pre Test dan Post Test Responden Keempat ( Veni C ) 100
90
Nilai yang d iperoleh
90 80 70
60
60 50 40 30 20 10 0 Pre tes t
Pos t tes t
M elalui angket tanggal 7 M ei 2009, dalam menjawab pertanyaan nomor 3, responden mengatakan bahwa belajar lewat lagu dirasa menarik, karena memudahkan responden dalam mengingat pelajaran yang diajarkan. Lagu – lagu yang dipakai dalam pengajaranpun, dirasa menarik oleh responden, karena responden pernah menyimak dan
77
tahu tentang lagu – lagu yang diajarkan penulis dalam mengajarkan onomatope. Hal ini diakui responden pada angket yang penulis bagikan tanggal 7 M ei 2009 pertanyaan nomor 4. Responden juga berpendapat bahwa pengajaran onomatope lewat lagu yang telah penulis berikan sangat membantunya dalam mengingat onomatope yang diajarkan. Hal ini dikatakan responden pada saat menjawab pertanyaan angket tanggal 7 M ei 2009, pertanyaan nomor 5. M enurut responden, onomatope yang telah diajarkan lewat lagu, tanpa disadari dapat diingat olehnya sehingga ia dapat mengingat – ingat kembali onomatope tersebut di waktu luangnya. Pernyataan ini dinyatakan responden dalam angket 7 M ei 2009 pertanyaan nomor 9. Hal ini juga sesuai dengan teknik memori yang dikemukakan Gunawan (2003 : 108), bahwa salah satu metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi otak dalam menyerap dan menyimpan informasi adalah dengan cara memasukkan informasi ke dalam otak yang sesuai dengan cara kerja otak. Yang salah satunya adalah dengan cara melibatkan irama atau musik. M elalui analisis angket yang dihubungkan dengan nilai yang diperoleh responden keempat, dapat disimpulkan bahwa metode pengajaran lewat lagu berhasil diterapkan oleh responden keempat, sehingga responden keempat mendapat kenaikan nilai yang signifikan.
78
3.3.5 Hubungan Analisis Angket Responden Kelima Dengan Perolehan Nilai Responden Kelima Responden kelima yang akan penulis analisis, bernama Indah Revita. Responden yang telah mempelajari bahasa Jepang selama kurang lebih 2 tahun di Universitas Bina Nusantara, telah lulus Ujian Kemampuan Bahasa Jepang (Noryoku Shiken) level 4. Pada angket yang telah penulis bagikan tanggal 7 M ei 2009 pertanyaan nomor 1, responden mengakui bahwa sebelumnya, responden pernah mengetahui tentang onomatope yang telah penulis pilih untuk dijadikan sebagai materi pengajaran, namun masih kurang paham tentang onomatope. M enurut angket 7 M ei 2009 pertanyaan nomor 2, diketahui bahwa responden mengetahui onomatope sebelumnya dari anime yang ditonton. Pada test yang penulis berikan untuk pertama kalinya dalam format soal pilihan ganda (pre test), responden memperoleh nilai 70, yang kemudian mengalami kenaikan sebanyak 30 poin pada post test yang penulis berikan dalam format soal isian. Sehingga responden berhasil mencapai nilai sempurna, yaitu 100 pada tes akhir yang diberikan (post test). Di halaman selanjutnya adalah grafik kenaikan nilai pre test dan post test responden kelima.
79
Tabel 3.19 Grafik Nilai Pre Test dan Post Test Responden Kelima Grafik Nilai Pre Test dan Post Test Responden Kelima ( Indah Revita ) 100 100
Nilai yang d iperoleh
90 80
70
70 60 50 40 30 20 10 0 Pre Tes t
Pos t Test
M elalui angket tanggal 7 M ei 2009, dalam menjawab pertanyaan nomor 3, responden mengatakan bahwa belajar lewat lagu dirasa menarik, karena responden memang menyukai musik dan bernyanyi. Lagu – lagu yang dipakai dalam pengajaranpun, dirasa menarik oleh responden, karena responden pernah menyimak dan tahu tentang lagu – lagu yang diajarkan penulis dalam mengajarkan onomatope. Hal ini diakui responden pada angket yang penulis bagikan tanggal 7 M ei 2009 pertanyaan nomor 4. Responden juga berpendapat bahwa pengajaran onomatope lewat lagu yang telah penulis berikan sangat membantunya dalam mengingat onomatope yang diajarkan, karena responden mengaku bahwa cara menghafal lewat lagu lebih mudah daripada cara menghafal tidak dengan lagu. Hal ini dikatakan responden pada saat menjawab pertanyaan angket tanggal 7 M ei 2009, pertanyaan nomor 5. M enurut responden, onomatope yang telah diajarkan lewat lagu, tanpa disadari dapat diingat olehnya
80
sehingga ia dapat mengingat – ingat kembali onomatope tersebut di waktu luangnya. Pernyataan ini dinyatakan responden dalam angket 7 M ei 2009 pertanyaan nomor 9. Hal ini juga sesuai dengan teknik memori yang dikemukakan Gunawan (2003 : 108), bahwa salah satu metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi otak dalam menyerap dan menyimpan informasi adalah dengan cara memasukkan informasi ke dalam otak yang sesuai dengan cara kerja otak. Yang salah satunya adalah dengan cara melibatkan irama atau musik. M elalui analisis angket yang dihubungkan dengan nilai yang diperoleh responden kelima, dapat disimpulkan bahwa metode pengajaran lewat lagu berhasil diterapkan oleh responden kelima, sehingga responden kelima mendapat kenaikan nilai yang signifikan.
3.3.6 Hubungan Analisis Angket Responden Keenam Dihubungkan dengan Perolehan Nilai Responden Keenam Responden keenam yang akan penulis analisis, bernama Indah Apriani. Responden yang telah mempelajari bahasa Jepang selama kurang lebih 2 tahun di Universitas Bina Nusantara, telah lulus Ujian Kemampuan Bahasa Jepang (Noryoku Shiken) level 4. Pada angket yang telah penulis bagikan tanggal 7 M ei 2009 pertanyaan nomor 1, responden mengakui bahwa sebelumnya, responden pernah mengetahui tentang onomatope yang telah penulis pilih untuk dijadikan sebagai materi pengajaran, namun masih tidak paham tentang onomatope. M enurut angket 7 M ei 2009 pertanyaan nomor 2, diketahui bahwa responden mengetahui onomatope sebelumnya dari pelajaran pada buku M inna no Nihongo. Pada test yang penulis berikan untuk pertama kalinya dalam format soal pilihan ganda (pre test), responden memperoleh nilai 60, yang kemudian mengalami kenaikan 81
sebanyak 40 poin pada post test yang penulis berikan dalam format soal isian. Sehingga responden berhasil mencapai nilai sempurna, yaitu 100 pada tes akhir yang diberikan (post test). Di bawah ini adalah grafik kenaikan nilai pre test dan post test responden keenam. Tabel 3.20 Grafik Nilai Pre Test dan Post Test Responden Keenam
Grafik Nilai Pre Test dan Post Test Responden Keenam ( Indah Apriani )
Nilai yang d iperoleh
100 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
60
pre tes t
post test
M elalui angket tanggal 7 M ei 2009, dalam menjawab pertanyaan nomor 3, responden mengatakan bahwa belajar lewat lagu dirasa menarik, karena lebih menyenangkan sehingga tidak membosankan. Lagu – lagu yang dipakai dalam pengajaranpun, dirasa menarik oleh responden, karena responden pernah menyimak dan tahu tentang lagu – lagu yang diajarkan penulis dalam mengajarkan onomatope. Hal ini diakui responden pada angket yang penulis bagikan tanggal 7 M ei 2009 pertanyaan nomor 4. Namun responden berpendapat bahwa pengajaran onomatope lewat lagu maupun tidak lewat lagu sama saja. Hal ini dikatakan responden pada saat menjawab pertanyaan angket tanggal 7 M ei 2009, pertanyaan nomor 5. M enurut responden, onomatope yang telah diajarkan lewat lagu, tanpa disadari sering terngiang pada ingatan responden 82
sehingga responden dapat mengingat – ingat kembali onomatope tersebut di waktu luangnya. Pernyataan ini dinyatakan responden dalam angket 7 M ei 2009 pertanyaan nomor 9. Hal ini juga sesuai dengan teknik memori yang dikemukakan Gunawan (2003 : 108), bahwa salah satu metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi otak dalam menyerap dan menyimpan informasi adalah dengan cara memasukkan informasi ke dalam otak yang sesuai dengan cara kerja otak. Yang salah satunya adalah dengan cara melibatkan irama atau musik. M elalui analisis angket yang dihubungkan dengan nilai yang diperoleh responden keenam, dapat disimpulkan bahwa metode pengajaran lewat lagu berhasil diterapkan oleh responden keenam, sehingga responden keenam mendapat kenaikan nilai yang signifikan.
3.3.7 Hubungan Analisis Angket Responden Ketujuh Dengan Perolehan Nilai Responden Ketujuh Responden ketujuh yang akan penulis analisis, bernama Gelia. Responden yang telah mempelajari bahasa Jepang selama kurang lebih 2 tahun di Universitas Bina Nusantara, telah lulus Ujian Kemampuan Bahasa Jepang (Noryoku Shiken) level 4. Pada angket yang telah penulis bagikan tanggal 7 M ei 2009 pertanyaan nomor 1, responden mengakui bahwa sebelumnya, responden pernah mengetahui tentang onomatope yang telah penulis pilih untuk dijadikan sebagai materi pengajaran, namun masih kurang paham tentang onomatope. M enurut angket 7 M ei 2009 pertanyaan nomor 2, diketahui bahwa responden mengetahui onomatope sebelumnya dari komik – komik Jepang. 83
Pada test yang penulis berikan untuk pertama kalinya dalam format soal pilihan ganda (pre test), responden memperoleh nilai 60, yang kemudian mengalami penurunan sebanyak 30 poin pada post test yang penulis berikan dalam format soal isian. Sehingga mendapat nilai 30 pada tes akhir yang diberikan (post test). Di bawah ini adalah grafik penurunan nilai pre test dan post test responden ketujuh.
Tabel 3.21 Grafik Nilai Pre Test dan Post Test Responden Ketujuh Grafik Nilai Pre Test dan Post Test Responden Ketujuh ( Gelia ) 100
Nilai yang d iperoleh
90 80 70
60
60 50 40
30
30 20 10 0 pre test
post test
M elalui angket tanggal 7 M ei 2009, dalam menjawab pertanyaan nomor 3, responden mengatakan bahwa belajar lewat lagu dirasa menarik, karena lebih menyenangkan sehingga tidak membosankan. Lagu – lagu yang dipakai dalam pengajaranpun, dirasa menarik oleh responden, karena mudah dipelajari, walaupun responden belum pernah menyimak lagu yang diajarkan sebelumnya. Hal ini diakui responden pada angket yang penulis bagikan tanggal 7 M ei 2009 pertanyaan nomor 4.
84
Responden juga berpendapat bahwa pengajaran onomatope lewat lagu yang telah penulis berikan sangat membantunya dalam mengingat onomatope yang diajarkan. Hal ini dikatakan responden pada saat menjawab pertanyaan angket tanggal 7 M ei 2009, pertanyaan nomor 5. M enurut responden, onomatope yang telah diajarkan lewat lagu, tanpa disadari sering terngiang di telinga responden sehingga ia dapat mengingat – ingat kembali onomatope tersebut di waktu luangnya. Pernyataan ini dinyatakan responden dalam angket 7 M ei 2009 pertanyaan nomor 9. Namun penurunan nilai sebesar 30 poin yang didapat responden saat post test, menyimpulkan bahwa metode pengajaran lewat lagu belum berhasil diterapkan oleh responden ketujuh, sehingga responden ketujuh mendapat penurunan nilai akhir.
3.3.8 Hubungan Analisis Angket Responden Kedelapan Dengan Perolehan Nilai Responden Kedelapan Responden kedelapan yang akan penulis analisis, bernama Gita. Responden yang telah mempelajari bahasa Jepang selama kurang lebih 2 tahun di Universitas Bina Nusantara, telah lulus Ujian Kemampuan Bahasa Jepang (Noryoku Shiken) level 3. Pada angket yang telah penulis bagikan tanggal 7 M ei 2009 pertanyaan nomor 1, responden mengakui bahwa sebelumnya, responden pernah mengetahui tentang onomatope yang telah penulis pilih untuk dijadikan sebagai materi pengajaran, namun masih kurang paham tentang onomatope. M enurut angket 7 M ei 2009 pertanyaan nomor 2, diketahui bahwa responden mengetahui onomatope sebelumnya dari komik – komik Jepang, anime, dan juga pelajaran pada buku M inna no Nihongo. Pada test yang penulis berikan untuk pertama kalinya dalam format soal pilihan ganda (pre test), responden memperoleh nilai 80, yang kemudian mengalami kenaikan 85
sebanyak 20 poin pada post test yang penulis berikan dalam format soal isian. Sehingga responden berhasil mencapai nilai sempurna, yaitu 100 pada tes akhir yang diberikan (post test). Di bawah ini adalah grafik kenaikan nilai pre test dan post test responden kedelapan. Tabel 3.22 Grafik Nilai Pre Test dan Post Test Responden Kedelapan Grafik Nilai Pre Test dan Post Test Responden Kedelapan ( Gita ) 100 100
Nilai yang d iperoleh
90
80
80 70 60 50 40 30 20 10 0 pre test
pos t test
M elalui angket tanggal 7 M ei 2009, dalam menjawab pertanyaan nomor 3, responden mengatakan bahwa belajar lewat lagu dirasa menarik, karena responden memang menyukai musik dan bernyanyi. Lagu – lagu yang dipakai dalam pengajaranpun, dirasa menarik oleh responden, karena responden pernah menyimak dan tahu tentang lagu – lagu yang diajarkan penulis dalam mengajarkan onomatope. Hal ini diakui responden pada angket yang penulis bagikan tanggal 7 M ei 2009 pertanyaan nomor 4. Responden juga berpendapat bahwa pengajaran onomatope lewat lagu yang telah penulis berikan sangat membantunya dalam mengingat onomatope yang diajarkan. Hal
86
ini dikatakan responden pada saat menjawab pertanyaan angket tanggal 7 M ei 2009, pertanyaan nomor 5. M enurut responden, onomatope yang telah diajarkan lewat lagu sering terngiang pada ingatan responden sehingga tanpa disadari dapat diingat oleh responden. Responden juga terkadang mengingat kembali onomatope yang telah diajarkan di waktu luangnya. Pernyataan ini dinyatakan responden dalam angket yang diberikan pada tanggal 7 M ei 2009 pertanyaan nomor 9. Hal ini juga sesuai dengan teknik memori yang dikemukakan Gunawan (2003 : 108), bahwa salah satu metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi otak dalam menyerap dan menyimpan informasi adalah dengan cara memasukkan informasi ke dalam otak yang sesuai dengan cara kerja otak. Yang salah satunya adalah dengan cara melibatkan irama atau musik. M elalui analisis angket yang dihubungkan dengan nilai yang diperoleh responden kedelapan, dapat disimpulkan bahwa metode pengajaran lewat lagu berhasil diterapkan pada responden kedelapan, sehingga responden kedelapan mendapat kenaikan nilai yang signifikan.
3.3.9 Hubungan Analisis Angket Responden Kesembilan Dengan Perolehan Nilai Responden Kesembilan Responden kesembilan yang akan penulis analisis, bernama M iriam. Responden yang telah mempelajari bahasa Jepang selama kurang lebih 2 tahun di Universitas Bina Nusantara, telah lulus Ujian Kemampuan Bahasa Jepang (Noryoku Shiken) level 3. Pada angket yang telah penulis bagikan tanggal 7 M ei 2009 pertanyaan nomor 1, responden mengakui bahwa sebelumnya, responden pernah mengetahui tentang onomatope yang telah penulis pilih untuk dijadikan sebagai materi pengajaran, namun 87
masih kurang paham tentang onomatope. M enurut angket 7 M ei 2009 pertanyaan nomor 2, diketahui bahwa responden mengetahui onomatope sebelumnya dari komik – komik Jepang dan juga pelajaran pada buku M inna no Nihongo. Pada test yang penulis berikan untuk pertama kalinya dalam format soal pilihan ganda (pre test), responden memperoleh nilai 70, yang kemudian mengalami kenaikan sebanyak 10 poin pada post test yang penulis berikan dalam format soal isian. Sehingga responden berhasil mencapai nilai 80 pada tes akhir yang diberikan (post test). Di bawah ini adalah grafik kenaikan nilai pre test dan post test responden kesembilan.
Tabel 3.23 Grafik Nilai Pre Test dan Post Test Responden Kesembilan Grafik Nilai Pre Test dan Post Test Reponden Kesembilan ( Miriam ) 100
Nilai yang d iperoleh
90 80
80 70
70 60 50 40 30 20 10 0 pre test
pos t test
M elalui angket tanggal 7 M ei 2009, dalam menjawab pertanyaan nomor 3, responden mengatakan bahwa belajar lewat lagu dirasa menarik, karena terasa lebih menyenangkan dan tidak membosankan. Lagu – lagu yang dipakai dalam pengajaranpun, dirasa menarik oleh responden, karena responden pernah menyimak dan tahu tentang lagu – lagu yang
88
diajarkan penulis dalam mengajarkan onomatope. Hal ini diakui responden pada angket yang penulis bagikan tanggal 7 M ei 2009 pertanyaan nomor 4. Responden juga berpendapat bahwa pengajaran onomatope lewat lagu yang telah penulis berikan sangat membantunya dalam mengingat onomatope yang diajarkan. Hal ini dikatakan responden pada saat menjawab pertanyaan angket tanggal 7 M ei 2009, pertanyaan nomor 5. M enurut responden, onomatope yang telah diajarkan lewat lagu tanpa disadari dapat diingat oleh responden. Responden juga terkadang mengingat kembali onomatope yang telah diajarkan di waktu luangnya. Pernyataan ini dinyatakan responden dalam angket yang diberikan pada tanggal 7 M ei 2009 pertanyaan nomor 9. Hal ini juga sesuai dengan teknik memori yang dikemukakan Gunawan (2003 : 108), bahwa salah satu metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi otak dalam menyerap dan menyimpan informasi adalah dengan cara memasukkan informasi ke dalam otak yang sesuai dengan cara kerja otak. Yang salah satunya adalah dengan cara melibatkan irama atau musik. M elalui analisis angket yang dihubungkan dengan nilai yang diperoleh responden kesembilan, dapat disimpulkan bahwa metode pengajaran lewat lagu berhasil diterapkan pada responden kesembilan, sehingga responden kesembilan mendapat kenaikan nilai yang signifikan.
3.3.10 Hubungan Analisis Angket Responden Kesepuluh Dengan Perolehan Nilai Responden Kesepuluh Responden kesepuluh yang akan penulis analisis, bernama Paramitha. Responden yang telah mempelajari bahasa Jepang selama kurang lebih 2 tahun di Universitas Bina Nusantara, telah lulus Ujian Kemampuan Bahasa Jepang (Noryoku Shiken) level 4. 89
Pada angket yang telah penulis bagikan tanggal 7 M ei 2009 pertanyaan nomor 1, responden mengakui bahwa sebelumnya, responden pernah mengetahui tentang onomatope yang telah penulis pilih untuk dijadikan sebagai materi pengajaran, namun masih tidak paham tentang onomatope. M enurut angket 7 M ei 2009 pertanyaan nomor 2, diketahui bahwa responden mengetahui onomatope sebelumnya dari anime dan juga pelajaran pada buku M inna no Nihongo. Pada test yang penulis berikan untuk pertama kalinya dalam format soal pilihan ganda (pre test), responden memperoleh nilai 60, yang kemudian mengalami kenaikan sebanyak 40 poin pada post test yang penulis berikan dalam format soal isian. Sehingga responden berhasil mencapai nilai sempurna, yaitu 100 pada tes akhir yang diberikan (post test). Di bawah ini adalah grafik kenaikan nilai pre test dan post test responden kesepuluh.
Tabel 3.24 Grafik Nilai Pre Test dan Post Test Responden Kesepuluh Grafik Nilai Pre Test dan Post Test Re sponde n Ke sepuluh ( Paramitha ) 100 100
Nilai yand diperoleh
90 80 70 60
60
50 40 30 20 10 0 Pre Test
Post Tes t
90
M elalui angket tanggal 7 M ei 2009, dalam menjawab pertanyaan nomor 3, responden mengatakan bahwa belajar lewat lagu dirasa menarik, karena terasa lebih menyenangkan dan tidak membosankan. Lagu – lagu yang dipakai dalam pengajaranpun, dirasa menarik oleh responden, karena responden pernah menyimak dan tahu tentang lagu – lagu yang diajarkan penulis dalam mengajarkan onomatope. Hal ini diakui responden pada angket yang penulis bagikan tanggal 7 M ei 2009 pertanyaan nomor 4. Responden juga berpendapat bahwa pengajaran onomatope lewat lagu yang telah penulis berikan sangat membantunya dalam mengingat onomatope yang diajarkan. Hal ini dikatakan responden pada saat menjawab pertanyaan angket tanggal 7 M ei 2009, pertanyaan nomor 5. M enurut responden, onomatope yang telah diajarkan lewat lagu tanpa disadari dapat diingat oleh responden. Responden juga terkadang mengingat kembali onomatope yang telah diajarkan di waktu luangnya. Pernyataan ini dinyatakan responden dalam angket yang diberikan pada tanggal 7 M ei 2009 pertanyaan nomor 9. Hal ini juga sesuai dengan teknik memori yang dikemukakan Gunawan (2003 : 108), bahwa salah satu metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi otak dalam menyerap dan menyimpan informasi adalah dengan cara memasukkan informasi ke dalam otak yang sesuai dengan cara kerja otak. Yang salah satunya adalah dengan cara melibatkan irama atau musik. M elalui analisis angket yang dihubungkan dengan nilai yang diperoleh responden kesepuluh, dapat disimpulkan bahwa metode pengajaran lewat lagu berhasil diterapkan pada responden kesepuluh, sehingga responden kesepuluh mendapat kenaikan nilai yang signifikan.
91