BAB 2 TINJAUAN TEORI DAN HIPOTESIS 2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Perilaku Konsumen 1. Pengertian Perilaku Konsumen Perilaku konsumen pada hakikatnya untuk memahami “Mengapa konsumen melakukan dan apa yang mereka lakukan”. Schiffman dan Kanuk(2011:6) mengemukakan bahwa studi perilaku konsumen adalah suatu studi mengenai bagaimana seorang individu membuat keputusan untuk mengalokasikan sumber daya yang tersedia (waktu, uang, usaha, dan energi). Konsumen memiliki keragaman yang menarik untuk dipelajari karena meliputi seluruh individu dari berbagai usia, latar belakang budaya, pendidikan, dan keadaan sosial ekonomi lainnya. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk mempelajari bagaimana konsumen berperilaku dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku tersebut. 2. Model Perilaku Konsumen Pemahaman terhadap perilaku konsumen bukanlah suatu hal yang mudah untuk dilakukan, karena terdapat banyak faktor yang berpengaruh dan saling interaksi satu sama lainnya, sehingga pendekatan pemasaran yang dilakukan oleh suatu perusahaan harus benar-benar dirancang sebaik mungkin dengan memperhatikan faktor-faktor tersebut. Menurut Mangkunegara (2009:21) para pemasar harus mampu memahami konsumen, dan berusaha mempelajari 8
9
bagaimana mereka berperilaku, bertindak dan berpikir. Walaupun konsumen memiliki berbagai macam perbedaan namun mereka juga memiliki banyak kesamaan. Para pemasar wajib memahami keragaman dan kesamaan konsumen atau perilaku konsumen agar mereka mampu memasarkan produknya dengan baik. Para pemasar harus memahami mengapa dan bagaimana konsumen mengambil keputusan konsumsi, sehingga pemasar dapat merancang strategi pemasaran dengan lebih baik. Pemasar yang mengerti perilaku konsumen akan mampu memperkirakan bagaimana kecenderungan konsumen untuk bereaksi terhadap informasi yang diterimanya, sehingga pemasar dapat menyusun strategi pemasaran yang sesuai. Tidak dapat diragukan lagi bahwa pemasar yang memahami konsumen akan memiliki kemampuan bersaing yang lebih baik. 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen Perilaku konsumen sangat dipengaruhi oleh keadaan dan situasi lapisan masyarakat dimana ia dilahirkan dan berkembang. Ini berarti konsumen berasal dari lapisan masyarakat atau lingkungan yang berbeda akan mempunyai penilaian, kebutuhan, pendapat, sikap, dan selera yang berbeda-beda, sehingga pengambilan keputusan dalam tahap pembelian akan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen menurut Kotler (2009:25) terdiri dari: a. Faktor Kebudayaan. Faktor kebudayaan berpengaruh luas dan mendalam terhadap perilaku konsumen. Faktor kebudayaan terdiri dari budaya, subbudaya, kelas sosial.
10
b. Faktor Sosial. Selain faktor budaya, perilaku seorang konsumen dipengaruhi oleh faktorfaktor sosial seperti kelompok acuan, keluarga serta status sosial. c. Faktor Pribadi. Faktor pribadi yang memberikan kontribusi terhadap perilaku konsumen terdiri dari usia dan tahap siklus hidup, pekerjaan dan lingkungan ekonomi, gaya hidup, kepribadian dan konsep diri. d. Faktor Psikologis. Pilihan pembelian seseorang dipengaruhi oleh empat faktor psikologi utama yaitu motivasi, persepsi, pembelajaran, serta keyakinan dan pendirian. 4. Tahap-Tahap dalam Proses Keputusan Pembelian Perilaku konsumen akan menentukan proses pengambilan keputusan dalam pembelian mereka. Proses pengambilan keputusan tersebut merupakan sebuah pendekatan penyelesaian masalah yang terdiri atas lima tahap yaitu sebagai berikut: (Kotler, 2009:234) a. Pengenalan Masalah. Penganalisaan keinginan dan kebutuhan ini ditujukan terutama untuk mengetahui adanya keinginan dan kebutuhan yang belum terpenuhi dan belum terpuaskan. Jika kebutuhan tersebut diketahui, maka konsumen akan segera memahami adanya kebutuhan yang belum segera terpenuhi atau masih bisa ditunda pemenuhannya, serta kebutuhan yang sama-sama harus dipenuhi. Jadi dari tahap ini proses pembelian itu mulai dilakukan.
11
b. Pencarian Informasi. Konsumen yang tergugah kebutuhannya akan terdorong untuk mencari informasi yang lebih banyak mengenai produk atau jasa yang ia butuhkan. Pencarian informasi dapat bersifat aktif maupun pasif. Informasi yang bersifat aktif dapat berupa kunjungan terhadap beberapa toko untuk membuat perbandingan harga dan kualitas produk, sedangkan pencarian informasi pasif, dengan membaca suatu pengiklanan di majalah atau surat kabar tanpa mempunyai tujuan khusus dalam perkiraanya tentang gambaran produk yang diinginkan. c. Evaluasi Alternatif. Tahap ini meliputi dua tahap, yaitu menetapkan tujuan pembelian dan menilai serta mengadakan seleksi terhadap alternatif pembelian berdasarkan tujuan pembeliannya. Tujuan pembelian bagi masing-masing konsumen tidak selalu sama, tergantung pada jenis produk dan kebutuhannya. Ada konsumen yang mempunyai tujuan pembelian untuk meningkatkan prestasi, ada yang sekedar ingin memenuhi kebutuhan jangka pendeknya dan sebagainya. d. Keputusan Pembelian. Keputusan untuk membeli disini merupakan proses pembelian yang nyata. Jadi, setelah tahap-tahap dimuka dilakukan maka konsumen harus mengambil keputusan apakah membeli atau tidak. Bila konsumen memutuskan untuk membeli, konsumen akan menjumpai serangkaian keputusan yang harus diambil menyangkut jenis produk, merek, penjual, kuantitas, waktu pembelian dan cara pembayarannya. Perusahaan perlu mengetahui beberapa jawaban atas
12
pertanyaan–pertanyaan yang menyangkut perilaku konsumen dalam keputuan pembeliannya. e. Perilaku Pasca Pembelian. Setelah membeli produk, konsumen akan mengalami level kepuasan atau ketidakpuasan. Tugas pemasar tidak berakhir saat produk dibeli, melainkan berlanjut hingga periode pasca pembelian. Pemasar harus memantau kepuasan pasca pembelian, tindakan pasca pembelian, dan pemakaian produk pasca pembelian. 5. Tipe-Tipe Keputusan Pembelian Setiap konsumen melakukan berbagai macam keputusan tentang pencarian, pembelian, penggunaan beragam produk, dan merk pada setiap periode tertentu. Berbagai macam aktivitas kehidupan seringkali harus dilakukan oleh setiap konsumen pada setiap hari. Konsumen melakukan keputusan setiap hari atau setiap periode tanpa menyadari bahwa mereka telah mengambil keputusan. Pengambilan keputusan konsumen berbeda-beda tergantung pada jenis keputusan pembelian. Kotler (2009:25) membedakan empat jenis perilaku pembelian konsumen berdasarkan tingkat keterlibatan pembeli dan tingkat perbedaan merekmerek. Berikut merupakan gambar jenis pengambilan keputusanbeli: a. Keputusan Pembelian Yang Rumit (Complex Decision Making). Perilaku pembelian yang rumit terdiri dari proses tiga langkah. Pertama, pembeli mengembangkan keyakinan tentang produk tersebut. Kedua, pembeli membangun sikap tentang produk tersebut. Ketiga, pembeli membuat pilihan pembelian yang cermat. Konsumen terlibat dalam perilaku pembelian yang
13
rumit bila mereka sangat terlibat dalam pembelian dan sadar akan adanya perbedaan-perbedaan besar di antara merek. Perilaku pembelian yang rumit itu sering terjadi bila produknya mahal, jarang dibeli, berisiko dan sangat mengekspresikan diri. Konsumen pada tipe ini, urutan hirarki pengaruhnya adalah kepercayaan, evaluasi, dan perilaku. Konsumen yang melakukan pembeliannya dengan pembuatan keputusan (timbul kebutuhan, mencari informasi dan mengevaluasi merek serta memutuskan pembelian), dan dalam pembeliannya memerlukan keterlibatan tinggi. Dua interaksi ini menghasilkan tipe perilaku pembelian yang kompleks (Complex Decision Making). Para konsumen makin terlibat dalam kegiatan membeli bila produk yang akan dibeli itu mahal, jarang dibeli, beresiko, dan amat berkesan. Biasanya konsumen tidak hanya mengetahui tentang penggolongan produk dan tidak banyak belajar tentang produk. b. Perilaku Pembelian Pengurang Ketidaknyamanan (Brand Loyalty) Kadang-kadang konsumen sangat terlibat dalam sebuah pembelian namun melihat sedikit perbedaan di antara berbagai merek. Keterlibatan yang tinggi didasari oleh fakta bahwa pembelian tersebut mahal, jarang dilakukan dan berisiko. Dalam kasus ini, pembeli akan berkeliling untuk mempelajari apa yang tersedia namun akan membeli dengan cukup cepat, barangkali pembeli sangat peka terhadap harga atau terhadap kenyamanan berbelanja.Konsumen pada tipe ini, urutan hirarki pengaruhnya adalah perilaku. Perilaku konsumen tipe ini adalah melakukan pembelian terhadap satu merek tertentu secara berulang-ulang dan konsumen mempunyai keterlibatan yang tinggi dalam
14
proses pembeliannya. Perilaku pembelian seperti ini menghasilkan tipe perilaku konsumen yang loyal terhadap merek (BrandLoyalty). c. Perilaku Pembelian Yang mencari Variasi (Limited Decision Making) Banyak produk dibeli dengan kondisi rendahnya keterlibatan konsumen dan tidak adanya perbedaan merek yang signifikan. Mereka pergi ke toko dan mengambil merek tertentu. Jika mereka tetap mengambil merek yang sama, hal itu karena kebiasaan, bukan karena kesetiaan terhadap merek yang kuat. Terdapat bukti yang cukup bahwa konsumen memiliki keterlibatan yang rendah dalam pembelian sebagian besar produk yang murah dan sering dibeli. Konsumen pada tipe ini, hirarki pengaruhnya adalah kepercayaan, perilaku dan evaluasi. Tipe ini adalah perilaku konsumen yang melakukan pembeliannya dengan pembuatan keputusan, dan pada proses pembeliannya konsumen
merasa
kurang
terlibat.
Perilaku
pembelian
seperti
ini
menghasilkan tipe perilaku konsumen limited decision making. Konsumen dalam tipe ini akan mencari suatu toko yang menawarkan produk berharga murah, jumlahnya banyak, kupon, contoh cuma-cuma, dan mengiklankan ciriciri suatu produk sebagai dasar atau alasan bagi konsumen untuk mencoba sesuatu yang baru. 6. Motivasi Belanja Konsumen Motivasi dapat digambarkan sebagai tenaga pendorong dalam diri individu yang memaksa mereka untuk bertindak (Schiffman dan Kanuk, 2011:72). Tenaga pendorong tersebut dihasilkan oleh keadaan tertekan, yang timbul sebagai akibat kebutuhan yang tidak terpenuhi. Individu secara sadar maupun tidak sadar
15
berjuang untuk mengurangi ketegangan tersebut melalui perilaku yang mereka harapkan akan memenuhi kebutuhan mereka dan dengan demikian akan membebaskan mereka dari tekanan yang mereka rasakan. Tujuan tertentu yang mereka pilih dan pola tindakan yang mereka lakukan untuk mencapai tujuan tersebut merupakan hasil pemikiran dan proses belanjar inidividu (Schiffman dan Kanuk, 2011:72). Banyak faktor yang memotivasi konsumen untuk pergi berbelanja. Motivasi konsumen dalam berbelanja memberikan kontribusi positif terhadap konsumen untuk melakukan pembelian suatu produk atau jasa. Berikut ini dipaparkan motivasi belanja konsumen menurut Kim (2010): Jin dan Kim dalam penelitiannya yang dilakukan terhadap konsumen pembeli toko diskon di Korea menemukan tiga motif belanja konsumen. Ke tiga motif belanja tersebut adalah Kim (2010:406): a. Pengalihan( Diversion) Manusia memiliki aktivitas yang bersifat rutin dimana aktivitas atau kegiatan tersebut dilakukan secara berkelanjutan dengan metode yang sama setiap hari. Perilaku yang monoton tersebut menyebabkan orang merasa jenuh dan menginginkan sebuah perubahan dalam aktivitas kesehariannya. Hal ini yang menyebabkan orang ingin keluar dari rutinitas sehari-hari dengan suatu hal yang berbeda seperti pergi berbelanja di pusat-pusat perbelanjaan (mall). b. Sosialisasi (Socialization) Social shopping yaitu suatu bentuk kegiatan belanja untuk mencari kesenangan yang dilakukan bersama dengan teman atau keluarga dengan
16
tujuan untuk berinterkasi dengan orang lain. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri. Manusia mebutuhkan interaksi dengan orang lain termasuk dalam kegiatan berbelanja mereka. Tujuan dari bersosialisasi antara lain adalah konsumen dapat mengetahuiinformasi yang berhubungan dengan aktivitas belanja mereka. c. Manfaat(Utilitarian) Dalam aktivitas belanja, konsumen memiliki suatu motivasi yang hampir sama antar satu konsumen dengan konsumen yanglainnya. Motivasi tersebut adalah untuk mendapatkan manfaat dari kegiatan belanja tersebut. Manfaat dari kegiatan belanja tersebut antara lain adalah memperoleh barang yang dibutuhkan, memperoleh harga yang murah, memperoleh barang yang baik, memperoleh promosi penjualan dan lain sebagainya. 7. Keterlibatan Konsumen Keterlibatan sangat berarti untuk mengerti dan menjelaskan perilaku konsumen. Definisi keterlibatan adalah tingkat kepentingan pribadi yang dirasakan dan atau minat yang dibangkitkan oleh stimulus di dalam situasi spesifik hingga jangkauan kehadirannya, konsumen bertindak dengan sengaja untuk meminimumkan resiko dan memaksimumkan manfaat yang diperoleh dari pembelian dan pemakaian. Menurut Sutisna (2011:11)Keterlibatan paling banyak dipahami sebagai fungsi dari orang, objek dan situasi. Motivasi yang mendasari adalah kebutuhan dan nilai yang merupakan refleksi dari konsep diri. Keterlibatan diaktifkan ketika objek (produk, jasa atau pesan promosi) dirasakan membantu dalam memenuhi kebutuhan, tujuan dan nilai penting.
17
2.1.2. Konsep Motivasi Belanja Hedonis (Hedonic Shopping Motivation) Motivasi belanja hedonis adalah motivasi konsumen untuk berbelanja karena berbelanja merupakan suatu kesenangan tersendiri sehingga tidak memperhatikan manfaat dari produk yang dibeli. Lestari., (2014:11), mengatakan bahwa aspek hedonis berkaitan dengan emosional konsumen sehinngga ketika berbelanja konsumen benar-benar merasakan sesuatu seperti senang, benci, marah, ataupun merasa bahwa berbelanja merupkan suatu petualangan. Seseorang akan berbelanja karena orang tersebut merasa mendapatkan kesenangan dan merasa bahwa berbelanja itu adalah sesuatu hal yang menarik. Jadi, motivasi ini didasarkan pada pemikiran yang subjektif atau emosional karena mencangkup respon emosional, kesenangan panca indera, mimpi, dan pertimbangan estetis. Contoh: seseorang yang membeli barang karena ada program cuci gudang dari pihak toko vans. Alasan dikembangkannya motivasi belanja adalah bahwa dalam aktivitas belanja seseorang termotivasi oleh berbagai kebutuhan psikologis disamping juga faktor dari nilai guna suatu produk. Motivasi hedonis (Utami, 2010:47) adalah motivasi konsumen untuk berbelanja karena berbelanja merupakan suatu kesenangan tersendiri sehingga tidak memperhatikan manfaat dari produk yang dibeli. Menurut Arnold dan Reynold (dalam Utami, 2010:49) motivasi hedonic shopping terdiri dari enam dimensi utama, yaitu: 1. Petualangan berbelanja (Adventure Shopping). Yaitu kegiatan belanja merupakan sebuah petualangan, dapat membangkitkan semangat, dan dengan berbelanja mereka merasa memiliki dunianya sendiri.
18
2. Kepuasan berbelanja(Gratification Shopping). Yaitu kegiatan belanja merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi stres, untuk mengobati suasana hati yang tidak enak, serta sebagai sarana untuk melupakan masalah dan kepenatan. 3. Peran berbelanja(Role Shopping). Kategori role shopping adalah dimana banyak konsumen lebih suka berbelanja untuk orang lain daripada untuk dirinya sendiri, seperti memberi hadiah pada orang lain. 4. Nilai berbelanja (Value Shopping). Kategori value shopping adalah berbelanja yang dilakukan pada saat konsumen mencari tempat perbelanjaan yang menawarkan diskon ataupun obralan. 5. Sosial berbelanja (Social Shopping). Dimana sebagian besar konsumen beranggapan bahwa kenikmatan berbelanja akan tercipta ketika mereka menghabiskan waktu bersama-sama dengan keluarga atau teman, sebagai suatu kegiatan sosialisasi, berbelanja bersamasama dengan keluarga ataupun teman, mereka mendapat banyak informasi mengenai produk yang akan dibeli. 6. Ide berbelanja (Idea Shopping). Kategori idea shopping adalah dimana konsumen berbelanja untuk mengikuti tren model fashionterbaru, dan untuk melihat produk serta inovasi yang baru.
19
2.1.3 Konsep Pembelian Impulsif 1. Pengertian Pembelian Impulsif Impulsive buying atau pembelian suatu barang secara impulsif terjadi ketika konsumen merasakan pengalaman, terkadang keinginan kuat, untuk membeli barang secara tiba-tiba tanpa ada rencana terlebih dahulu. Menurut Mowen dan Minor (2009:32), impulse buying didefinisikan sebagai tindakan membeli yang sebelumnya tidak diakui secara sadar sebagai hasil dari suatu pertimbangan atau niat membeli yang terbentuk sebelum memasuki toko. Pembelian secara impulsif sering kali muncul secara tiba-tiba, cepat, spontan, lebih emosional dan lebih sering dianggap sebagai sesuatu yang buruk daripada sesuatu yang baik, dan konsumen cenderung merasa tidak terkontrol ketika membeli barang secara impulsif. Produk impulsif kebanyakan adalah produk-produk baru, contohnya produk dengan harga yang tidak terduga. Beberapa macam dari barang-barang pelanggan berasal dari pembelian tidak terencana (impulse buying). Sebagian orang menganggap kegiatan belanja dapat menjadi alat untuk menghilangkan stress, menghabiskan uang dapat mengubah suasana hati seseorang berubah secara signifikan, dengan kata lain uang adalah sumber kekuatan. Kemampuan untuk menghabiskan uang membuat seseorang merasa berkuasa. Pembelian tidak terencana, berarti kegiatan untuk menghabiskan uang yang tidak terkontrol, kebanyakan pada barang-barang yang tidak diperlukan. Barang-barang yang dibeli secara tidak terencana produk impulsif lebih banyak pada barang yangdiinginkan untuk dibeli, dan kebanyakan dari barang itu tidak diperlukan oleh pelanggan.
20
Perilaku pembelian secara impulsif adalah keadaan secara tiba-tiba, perilaku pembelian secara hedonis yang kompleks dimana kecepatan dalam penentuan proses pembelian lebih cepat daripada penentuan alternatif lain dan pertimbangan-pertimbangan pembelian barang yang lain secara lebih bijaksana. Oleh karena itu, impulsive buying behavior dapat menginisiasi munculnya pembelian secara tidak terencana. Hal ini dapat disebabkan karena konsumen yang melakukan impulsive buying tidak berpikir secara jernih dalam melakukan proses keputusan pembelian, konsumen akan lebih melakukan proses keputusan pembelian melalui perasaan daripada logika. Untuk pakaian, keinginan membeli berorientasi fashion mengacu pada kesadaran seseorang atau persepsi terkait mode dengan desain yang inovatif atau gaya. Artinya, keinginan membeli secara impulsif pada produk-produk fashion terjadi ketika konsumen melihat produk fashion baru dan membelinya karena mereka termotivasi oleh saran untuk membeli produk baru (Han et al., 2009). Penelitian awal dalam perilaku keinginan membeli yang dimiliki oleh konsumen berkonsentrasi pada keinginan membeli dan memahami peran dari keterlibatan fashion dalam memprediksi keinginan konsumen untuk membeli produk-produk fashion. Menurut Han et al. (2009), keinginan membeli diklasifikasikan sebagai empat jenis, yaitu : 1. Keinginan membeli yang direncanakan 2. Keinginan membeli yang teringat 3. Keinginan membeli yang berorientasi fashion 4. Keinginan membeli yang sebenarnya
21
2. Karakteristik Pembelian Impulsif Menurut penelitian Miniard (2011 : 156), pembelian secara impulsif mungkin memiliki satu atau lebih karakteristik berikut ini : a. Spontanitas. Pembelian ini tidak diharapkan dan memotivasi konsumen untuk membeli sekarang, sering digunakan sebagai respon terhadap stimuli visual langsung di tempat penjualan. b. Kekuatan, kompulsi, dan intensitas. Mungkin ada motivasi untuk mengesampingkan semua yang lain dan bertindak dengan seketika. c. Kegairahan dan stimulasi Desakan mendadak untuk membeli sering disertai dengan emosi yang dicirikan sebagai “menggairahkan“ atau ”liar”. d. Ketidakpedulian akan akibat. Desakan untuk membeli dapat menjadi begitu sulit ditolak sehingga akibat yang mungkin negatif diabaikan. 2.1.4 Emosi Positif Menurut Kim dan Young (2012:433), emosi merupakan sebuah efek dari suasana hati yang merupakan faktor penting dalam pengambilan keputusan konsumen. Biasanya, emosi diklasifikasikan menjadi dua dimensi ortogonal, yaitu positif dan negatif (Watson dan Telegen, dalam Lestari .2014). Beberapa penelitian kualitatif melaporkan bahwa konsumen mengalami perasaan yang
22
bersemangat dan bergairah dalam hidup setelah berbelanja (Bayley dan Nancarrow; Dittmar et al.,; Rook, 1987 dalam Kim dan Young 2012). Emosi positif dapat ditimbulkan oleh suasana hati individu yang sudah ada sebelumnya, kecondongan sifat afektif seseorang dan reaksi terhadap pertemuan arus lingkungan yang mendukung seperti ketertarikan pada item barang yang diinginkan ataupun adanya promosi penjualan. Suasana hati seseorang merupakan faktor yang sangat penting untuk konsumen dalam mengambil keputusan. Suasana hati yang positif ketika melakukan pembelian dapat ditimbulkan dari suasana hati konsumen ketika masuk ke dalam toko atau lingkungan toko tersebut. Emosi sangat mempengaruhi tingkah laku seseorang dalam membeli suatu barang termasuk pembelian secara impulsif. Penelitian menunjukkan bahwa pengaruh emosi positif dapat memperluas ruang lingkup berpikir dan dapat disimpulkan juga bahwa emosi positif dapat memperluas ruang lingkup tindakan yang akan diambil (Fredrickson, 2009:22). Fredrickson juga mengatakan hal ini dapat meningkatkan perilaku konsumen yang sebenarnya maupun intensitas yang dapat ditimbulkan karena emosi positif tersebut. Konsumen yang berada di dalam tingkat emosional yang positif akan lebih mengurangi kompleksitas dalam memilih suatu produk dan memiliki waktu lebih singkat dalam menentukan keputusan pembelian. Selain itu, jika dibandingkan
dengan
emosi
negatif,
konsumen
dengan
emosi
positif
menunjukkan dorongan yang lebih besar dalam membeli karena memiliki perasaan yamg tidak dibatasi oleh keadaan lingkungan sekitarnya, memiliki
23
keinginan untuk menghargai diri mereka sendiri, dan tingkat energi yang lebih tinggi (Gardner, 2012:87). Saat berbelanja, emosi di dalam toko dapat mempengaruhi niat seseorang untuk membeli suatu produk yang dapat dipicu oleh kualitas barang, kepuasan konsumen, dan nilai dari barang tersebut (value). Konsumen yang sedang mengalami keadaan emosional yang positif juga memiliki keinginan lebih tinggi untuk melakukan pembelian secara impulsif. Hal ini menunjukkan bahwa konsumen yang membeli suatu produk secara impulsif ternyata lebih emosional daripada yang membeli secara terencana (Weinberg dan Gottwald, 2013:44). Karena pembelian secara impulsif menunjukkan perasaan positif yang lebih besar (kesenangan, kegembiraan, kebahagiaan) maka konsumen akan cenderung lebih boros dalam berbelanja (Donovan dan Rossiter, 2014). Mehrabian dan Russel dalam Babin dan Darden (2011) menyatakan bahwa respon afektif lingkungan atas perilaku pembelian dapat diuraikan oleh 3 variabel yaitu : a. Kesenangan (Pleasure) Mengacu pada tingkat di mana individu merasakan baik, penuh kegembiraan, bahagia yang berkaitan dengan situasi tersebut. Kesenangan diukur dengan penilaian reaksi lisan ke lingkungan (bahagia sebagai lawan sedih, menyenangkan sebagai lawan tidak menyenangkan, puas sebagai lawan tidak puas, penuh harapan sebagai lawanberputus asa, dan santai sebagai lawan bosan). Konseptualisasi terhadap kesenangan dikenal dengan pengertian lebih suka, kegemaran, perbuatan positif.
24
b. Gairah (Arousal) Mengacu pada tingkat di mana seseorang merasakan siaga, digairahkan, atau situasi aktif. Gairah secara lisan dianggap sebagai laporan responden, seperti pada saat ditentang atau diperlonggar. Beberapa ukuran non verbal telah diidentifikasi dapat dihubungkan dan sesungguhnya membatasi sebuah ukuran dari gairah dalam situasi sosial. c. Kekuasaan (Dominance) Ditandai dengan laporan responden yang merasa dikendalikan sebagai lawan mengendalikan, mempengaruhi sebagai lawan dipengaruhi, terkendali sebagai lawan diawasi, penting sebagai lawan dikagumi, dominan sebagai lawan bersikap tunduk dan otonomi sebagai lawan dipandu. Menurut Peter dan Olson (2014:251)menyatakan bahwa ada beberapa keputusan yang dibuat oleh konsumen yang didorong oleh perasaan benci, cinta atau cemburu bukan berdasarkan penalaran yang ekonomis akan tetapi berdasarkan pemikiran secara deduktif. Oleh karena itu, keadaan emosional dari konsumen menjadi faktor yang penting dalam memprediksi pembelian yang dilakukan secara impulsif di dalam toko. 2.1.5 Hubungan Motivasi Belanja Hedonis, Pembelian Impulsif dan Emosi Positif Arifianti (2011) mengeksplorasi model struktural yang menguji hubungan antara keterlibatan perilaku, emosi positif dan kecenderungan konsumsi hedonis yang dilakukan oleh mahasiswa di Amerika Serikat. Penelitian ini memberikan wawasan bagi penjual dan peneliti untuk memahami hubungan struktural antara
25
karakteristik
konsumen
dan
perilaku
petunjuk.Dari perspektif hedonik,
pembelian
emosi
dorongan
berorientasi
positif meningkatkan
motivasi
pembelian, sedangkan konsumsi hedonis tidak berhubungan langsung dengan perilaku pembelian. Temuan ini menunjukkan bahwa untuk jenis konsumen tertentu, motivasi pembelian lebih sejajar dengan faktor emosional yang dapat melatarbelakangi pembelian pakaian yang tidak terencana sebelumnya . Selain itu, penemuan ini mendukung kepuasan akan kebutuhan hedonis atau kepuasan emosional melalui impulse buying (Hausman, 2012) dan menunjukkan konsumsi hedonis memiliki pengaruh tidak langsung terhadap motivasi pembelian. Pengecer harus memperhatikan kondisi emosi positif konsumen dan pengalaman hedonis mereka di dalam toko, karena hal ini memicu pembelian tidak terencana dari produk fashion. Selain itu, pengecer terus mendorong impulsif pembelian konsumen dan emosi positif melalui desain toko,tampilan produk, desain kemasan, dan juga penjualan. Upaya untuk meningkatkan pangsa pasar fashion yang bergeser dari satu keunggulan produk dengan keluasan barang dagangan, kedalaman, dan kualitas untuk menyertakan penekanan pada penciptaan pengalaman yang menyenangkan, menghibur bagi konsumen yang lebih tertarik dari hanya sekedar produk. 2.1.6. Penelitian Terdahulu Penelitian ini relevan dengan penelitian-penelitian terdahulu, ringkasan penelitian terdahulu disajikan dalam tebel berikut:
26
Tabel 1 Ringkasan Penelitian Terdahulu Nama Peneliti
Judul Penelitian
Variabel Penelitian
Teknik Hasil Penelitian Analisis Data
Rachmawati (2011)
Hubungan antara Hedonic Shopping Value, Positive Emotion, dan Perilaku Impulse Buying pada Konsumen Ritel
Dependen: Impulse Buying Intervening: Positive Emotion Independen: Hedonic Shopping Value
Multiple Regression dan Hierarchical Regression
Jondry (2011)
Peran Peran Emosi Emosi Positif Positif sebagai sebagai Mediator Mediator Stimulus Stimulus Lingkungan Lingkungan Toko Toko dan dan Faktor Faktor Sosial Sosial terhadap terhadap Impulse Impulse Buying Buying Tendency Tendency pada pada Matahari Matahari Department Departement Store Store Kota Kota Ambon Ambon
Endogen: Endogen : Analisis Analisisjalur jalur Impulse (Path ( Path BuyingTend Buying Analysis) Analysis ) ency Tendency Intervening: Emosi Emosi,Positif Positif Eksogen: Eksogen : Lingkungan Toko dan Faktor Sosial
Lestari
Pengaruh
Hasil pengujian menunjukkan bahwa variabel Hedonic Shopping Value dan Positive Emotionmempunyai pengaruh terhadap variabel Impulse Buying terbukti kebenarannya. Variabel Positive Emotion merupakan variabel mediasi antara variabel Hedonic Shopping Value terhadap Impulse Buying menjadi terbukti kebenarannya.
Hasil Hasil pengujian pengujian menunjukan bahwa menunjukkan variabel Impulse Buying bahwa Tendency dipengaruhi variabel oleh stimulus Impulse lingkungan toko dan Buying faktor sosial toko baik Tendency secara langsung maupun dipengaruhi secara tidak langsung oleh yangstimulus dimediasi oleh lingkungan emosi positif terbukti toko kebenarannya. dan faktor sosial toko baik secara langsung maupun secara tidak Analisis Jalur langsung Hasil Pengujian
27
(2014)
Japarianto dan Sugiharto (2011)
Hedonic Shopping Motivation terhadap Impulse Buying melalui Positive Emotion Customer Flashy Shop Surabaya
Endogen : Impulse Buying Intervening : Positive Emotion Eksogen : Hedonic Shopping Motivation
: (Path Analysis)
Pengaruh Shopping Life Style dan fashion Involvement terhadap Impulse Buying Behavior Masyarakat High Income Surabaya
Dependen: Impulse Buying Behavior Independen: Shopping Life Style dan fashion Involvement
Regresi Linier Berganda
yang menunjukkan bahwa dimediasi variabel Hedonic oleh Shopping emosi Motivation positif dan Positive Emotion terbukti mempunyai pengaruh kebenaranny signifikan terhadap a.variabel Impulse Buying terbukti kebenarannya. Variabel Positive Emotion merupakan variabel mediasi antara variabel Hedonic Shopping Motivation terhadap Impulse Buying menjadi terbukti kebenarannya. Hasil pengujian menunjukkan bahwa variabel Shopping lifestyle, Fashion involvement mempunyai pengaruh terhadap variabel Impulse Buying terbukti kebenarannya.
28
2.2. Rerangka Pemikiran Rerangka pemikiran disusun atas dasar tinjauan teoritis, untuk kemudian melakukan analisis dan pemecahan masalah yang dikemukakan penelitian. Gambar 1 Rerangka Pemikiran
Perilaku Konsumen
Keputusan Pembelian
Keterlibatan Konsumen
Motivasi Belanja Hedonis
Positive Emotion
Pembelian Impulsif Sumber: Arifianti dan Ria (2010:146)
29
2.2.1. Model Konseptual Dari gambaran rerangka pemikiran pada halaman sebelumnya, didapatkan model konseptual yang digambarkan sebagai berikut: Gambar 2 Model Konseptual
Emosi Positif H1
H2 H4
Motivasi Belanja Hedonis
Pembelian Impulsif H3
2.3 Perumusan Hipotesis Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : H1 :
Variabel motivasi belanja hedonis mempunyai pengaruh signifikan terhadap emosi positif pada pelanggan vans store Surabaya.
H2:
Variabel emosi positif mempunyai pengaruh signifikan terhadap pembelian impulsif pada pelanggan vans store Surabaya.
H3 :
Variabel motivasi belanja hedonis mempunyai pengaruh secara langsung terhadap pembelian impulsif pada pelanggan vans store Surabaya.
H4 :
Terdapat pengaruh secara tidak langsung motivasi belanja hedonis terhadap pembelian impulsif melalui emosi positif sebagai variabel mediasi.
30