BAB 2 TINJAUAN TEORI DAN HIPOTESIS
2. Tinjauan Teori 2.1. Good Corporate Governance 2.1.1. Pengertian Good Corporate Governance Good Corporate Governance (GCG) pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury Committee pada tahun 1992 yang menggunakan istilah tersebut pada laporan mereka (Cadbury Report). Menurut Cadbury, Good Corporate Governance adalah mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar tercapai keseimbangan antara kekuatan dan kewenangan perusahaan (Sutedi, 2011). Sulistyanto (2008) menggunakan corporate governance sebagai sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan agar perusahaan itu menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua stakeholdernya. Untuk itu ada dua hal yang ditekankan dalam konsep ini, yaitu hak pemegang saham yang harus dipenuhi perusahaan dan kewajiban yang harus dilakukan perusahaan. CGPI (2009) mendefinisikan setiap kata dari GGC yaitu baik (Good) adalah tingkat pencapaian terhadap suatu hasil upaya yang memenuhi persyaratan, menunjukkan kepatutan dan keteraturan operasional perusahaan sesuai dengan konsep Corporate Governance. Good Corporate Governance adalah sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan dengan tujuan, agar mencapai keseimbangan antara kekuatan
kewenangan
yang
diperlukan
8
perusahaan,
untuk
menjamin
kelangsungan eksistensinya dan pertanggungjawaban kepada stakeholders. Hal ini berkaitan dengan peraturan kewenangan pemilik, direktur, manajer, pemegang saham, dan sebagainya. (I Nyoman Tjager (dalam Darmawati,dkk), 2005). Dari beberapa definisi diatas dapat diketahui bahwa corporate governance adalah upaya yang dilakukan oleh semua pihak yang memiliki kepentingan didalam suatu perusahaan agar perusahaan tersebut dapat berjalan dengan baik sesuai dengan hak dan kewajiban masing-masing. Corporate Governance merupakan tata kelola dalam pengendalian suatu perusahaan serta bentuk perhatian terhadap stakeholders, karyawan, kreditur, dan masyarakat diantara pencapaian dan tujuan masyarakat.
2.1.2
Manfaat dan Tujuan Good Corporate Governance FCGI (2001) mengungkapan bahwa corporate governance memiliki
banyak manfaat bagi perusahaan antara lain: 1. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiesnsi operasional perusahaan serta lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholder. 2. Mempermudah dana pembiayaan yang lebih murah dan tidak rigid (karena faktor kepercayaan) yang pada akhirnya akan meningkatkan Corporate Value. 3. Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. 4. Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena sekaligus akan meningkatkan Shareholders’s Value dan Deviden. Khususnya
bagi BUMN akan dapat membantu penerimaan bagi APBN terutama dari hasil privatisasi. Tujuan dari good corporate governance (GCG) adalah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders), secara teoritis pelaksanaan good corporate governance dapat meningkatkan nilai perusahaan dengan meningkatkan kinerja keuangan mereka, mengurangi resiko yang mungkin dilakukan oleh dewan komisaris dengan keputusan-keputusan yang menguntungkan diri sendiri dan umumnya good corporate governance (GCG) dapat meningkatkan kepercayaan investor dan kreditor dalam berinvestasi maupun memberi pinjaman. 2.1.3 Prinsip – prinsip Dasar Good Corporate Governance Effendi (2009) dalam mewujudkan prinsip GCG disuatu perusahaan publik,
maka
prinsip
independensi
(independency),
transparansi
dan
pengungkapan (transparancy and disclosur), akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban (responsibility) serta kewajaran (fairness) harus menjadi landasan utama bagi aktivitas komite audit. Pelaksanaan prinsip-prinsip GCG dalam aktivitas komite audit akan dijelaskan lebih lanjut dalam bagian berikut : 1.
Prinsip Independensi Komite audit diharapkan bersikap independen terhadap kepentingan pemegang saham mayoritas maupun minoritas. Selain itu, anggota komite audit seharusnya tidak memiliki hubungan bisnis apapun dengan perusahaan maupun hubungan kekeluargaan dengan anggota direksi dan komisaris perusahaan, sehingga terhindar dari benturan kepentingan. Oleh karena itu
nama-nama anggota komite audit (terutama di perusahaan publik) hendaknya diumumkan ke masyarakat atau publik sebagai wujud akuntabilitas terhadap sikap independensi mereka. 2.
Prinsip Transparansi Prinsip ini ditunjukkan melalui piagam komite audit (audit committee charter), program kerja tahunan, serta rapat komite audit secara periodik yang didokumentasikan dalam notulen rapat. Komite audit hendaknya membuat laporan secara berkala kepada komisaris tentang pencapaian kinerjanya sebagai wujud pengungkapan (disclosure). Diharapkan agar laporan tersebut dituangkan dalam laporan tahunan (annual report) perusahaan yang dipublikasikan kepada publik.
3.
Prinsip Akuntabilitas Prinsip ini ditunjukkan oleh frekuensi pertemuan dan tingkat kehadiran anggota komite audit. Selain itu, komite audit seharusnya memiliki kapabilitas, kompetensi dan pengalaman dibidang audit serta proses bisnis perusahaan agar dapat bekerja secara professional.
4.
Prinsip Pertanggungjawaban Prinsip ini ditunjukkan oleh aktivitas komite audit yang dijalankan sesuai dengan peraturan atau ketentuan yang berlaku. Selain itu, kinerja komite audit hendaknya dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada publik, selain pada dewan komisaris.
5.
Prinsip kewajaran
Prinsip ini ditunjukkan oleh sikap komite audit dalam pengambilan keputusan yang didasarkan atas sikap adil (fair) dan objektif terhadap semua pihak. Prinsip-prinsip utama dari GCG yang menjadi indikator, sebagaimana ditawarkan oleh OECD (2004) adalah : 1. Transparancy/Disclosure (Transparansi/Keterbukaan) Transparansi adalah adanya pengungkapan yang akurat dan tepat pada waktunya serta transparansi atas hal penting bagi kinerja perusahaan, kepemilikan, serta pemegang kepentingan. Untuk menjaga objektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang - undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya. 2. Accountability (Akuntabilitas) Akuntabilitas menekankan pada pentingnya penciptaan sistem pengawasan yang efektif berdasarkan pembagian kekuasaan antara komisaris, direksi, dan pemegang saham yang meliputi monitoring, evaluasi, dan pengendalian terhadap manajemen untuk meyakinkan bahwa manajemen bertindak sesuai dengan kepentingan pemegang saham dan pihak-pihak berkepentingan lainnya. Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara terukur
dan
sesuai
dengan
kepentingan
perusahaan
benar,
dengan
tetap
memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan. 3. Responsibility (Responsibilitas) Responsibility (responsibilitas) adalah adanya tanggung jawab pengurus dalam manajemen, pengawasan manajemen serta pertanggungjawaban kepada perusahaan dan para pemegang saham. Prinsip ini diwujudkan dengan kesadaran bahwa tanggungjawab merupakan konsekuensi logis dari adanya wewenang, menyadari akan adanya tanggung jawab sosial, menghindari penyalahgunaan wewenang kekuasaan, menjadi profesional dan menjunjung etika dan memelihara bisnis yang sehat. 4. Independency (Independensi) Untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diinter-vensi oleh pihak lain. Independen diperlukan untuk menghindari adanya potensi konflik kepentingan yang mungkin timbul oleh para pemegang saham mayoritas. Mekanisme ini menuntut adanya rentang kekuasaan antara komposisi komisaris, komite dalam komisaris, dan pihak luar seperti auditor. Keputusan yang dibuat dan proses yang terjadi harus obyektif tidak dipengaruhi oleh kekuatan pihakpihak
tertentu.
Prinsip-prinsip
transparansi,
keadilan,
akuntabilitas,
responsibilitas dan independen GCG dalam mengurus perusahaan, sebaiknya diimbangi dengan good faith (bertindak atas itikad baik) dan kode etik
perusahaan serta pedoman GCG, agar visi dan misi perusahaan yang berwawasan internasional dapat terwujud. 5. Fairness (Keadilan) Prinsip keadilan (fairness) merupakan prinsip perlakuan yang adil bagi seluruh pemegang saham, terutama kepada pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing dari kecurangan dan kesalahan perilaku insider. Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.
2.1.4 Sistem Penilaian pelaksanaan Good Corporate Governance Penilaian terhadap good corporate governance berdasarkan pada pemeringkatan CGPI. The Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG) adalah lembaga organisasi independen yang didirikan untuk memasyarakatkan konsep praktik dan manfaat corporate governance kepada dunia usaha khususnya dan masyarakat luas umumnya (www.iicg.org). GCG melalui penerapan prinsip dasar Transparancy, Accountability, Responsibility, Independency, and Fairness, pada riset ini dicerminkan dan diukur dengan enam cakupan penilaian ruset dan pemeringkatan, yaitu : 1. Komitmen terhadap Tata Kelola Perusahaan Komitmen terhadap Tata Kelola Perusahaan adalah sistem CG yang mendorong anggota perusahaan untuk menyelenggarakan GCG dalam rangka mewujudkan tujuan perusahaan. 2. Hak Pemegang Saham dan Fungsi Kepemilikan Kunci
Hak Pemegang Saham dan Fungsi Kepemilikan Kunci adalah sistem CG yang dapat melindungi dan memfasilitasi pemenuhan hak-hak pemegang saham. 3. Perlakuan yang Setara terhadap Seluruh Pemegang Saham Perlakuan yang Setara terhadap Seluruh Pemegang Saham adalah sistem CG yang dapat menjamin adanya perlakuan yang setara terhadap seluruh pemegang saham, termasuk pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing. Semua pemegang saham harus diberikan kesempatan yang sama untuk mendapatkan tanggapan yang efektif terhadap pelanggaran hak-hak pemegang saham. 4. Peran Stakeholders dalam Tata Kelola Perusahaan Peran Stakeholders dalam Tata Kelola Perusahaan adalah sistem CG yang dapat mengakui hak-hak para stakeholder yang telah ditetapkan oleh hukum atau melalui perjanjian kerjasama, dan mendorong kerja sama yang aktif antara perusahaan dan para stakeholder dalam penciptaan kesejahteraan, lapangan kerja, kondisi keuangan perusahaan yang sehat serta meningkatkan kualitas penyelenggaraan tanggung jawab sosial perusahaan. 5. Pengungkapan dan Transparansi Pengungkapan dan Transparansi adalah sistem CG yang dapat menjamin terlaksananya kelengkapan pengungkapan dengan tepat waktu dan akurat atas semua informasi material yang berkaitan dengan perusahaan melalui berbagai media. 6. Tanggung Jawab Dewan Komisaris dan Dewan Direksi
Tanggung Jawab Dewan Komisaris dan Dewan Direksi adalah sistem CG yang dapat menjamin pelaksanaan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Dewan Direksi terhadap pengelolaan perusahaan. Sistem CG yang menjadi sorotan khusus dalam riset dan pemeringkatan ini meliputi peran dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Dewan Direksi dalam memenuhi hakhak pemegang saham dengan tetap menjaga profesionalisme dan independensi dari pengaruh dan kepentingan pemegang saham kunci atau mayoritas. Kedua area tersebut memiliki bobot penilaian yang paling besar dalam riset dan pemeringkatan ini (www.iicg.org). Bobot penilaian disajikan dalam tabel 1 berikut ini : Tabel 1 Aspek dan Bobot Penilaian CGPI No
Aspek
Bobot (%) 15
1
Komitmen terhadap Tata Kelola Perusahaan
2
Hak Pemegang Saham dan Fungsi Kepemilikan Kunci
20
3
Perlakuan yang Setara terhadap Seluruh Pemegang Saham
15
4
Peran stakeholders dalam Tata Kelola Perusahaan
15
5
Pengungkapan dan Transparansi
15
6
Tanggung Jawab Dewan Komisaris dan Dewan Direksi
20
Sumber : Laporan CGPI, 2009
Tahapan berikutnya adalah penyusunan makalah yang merefleksikan program dan hasil penerapan GCG sebagai sebuah sistem di perusahaan. Penyusunan masalah ini dimaksudkan untuk membantu pihak perusahaan memaparkan upaya dalam menerapkan GCG pada saat observasi. Tahapan observasi ini merupakan kegiatan peninjauan langsung ke seluruh perusahaan
peserta CGPI. Penilaian CGPI meliputi empat tahapan dengan bobot nilai yang berbeda. Bobot penilaian tersebut disajikan dalam tabel 2 berikut ini : Tabel 2 Tahapan dan Bobot Penilaian Riset dan Pemeringkatan CGPI No
Tahapan
1
Self assessment
2
Kelengkapan Dokumen
3
Makalah yang merefleksikan program dan hasil penerapan good corporate governance sebagai sebuah sistem di perusahaan yang bersangkutan Observasi
4
Bobot (%) 20 20 20 40
Sumber : Laporan CGPI, 2009 Penahapan atau urutan proses riset dan pemeringkatan GCG dapat dijelaskan sebagai berikut ( IICG, 2008) : 1. Self Assessment Adalah sebuah proses penilaian objektif dari perusahaan atas dirinya sendiri yang dikaitkan dengan penyelarasan sistem GCG dalam semua proses bisnis melalui penetapan, pelaksanaan dan evaluasi strategi perusahaan untuk mencapai tujuan dan sasaran perusahaan yang berkelanjutan (manajemen stratejik). Self assessment dilaksanakan melalui pengisian kuesioner oleh seluruh stakeholder perusahaan. 2. Pengumpulan Dokumen Perusahaan Pada tahap ini perusahaan diminta untuk mengumpulkan dokumen dan bukti yang mendukung penerapan corporate governance di perusahaan, serta yang terkait dengan penyelarasan sistem GCG dalam proses bisnis perusahaan. Bagi perusahaan yang telah mengirimkan dokumen terkait pada penyelenggaraan CGPI tahun sebelumnya, cukup memberikan pernyataan konfirmasi pada
dokumen sebelumnya yang masih berlaku, dan jika terjadi perubahan, dokumen yang direvisi harus dilampirkan. 3. Pembuatan Makalah dan Presentasi Pada tahap ini perusahaan diminta untuk membuat penjelasan kegiatan perusahaan dalam menyeleraskan sistem GCG pada proses bisnis melalui manajemen stratejik selama tahun berjalan dalam bentuk makalah dengan sistematika penyusunan yang telah ditentukan dan kemudian dilakukan diskusi serta tanya jawab.
4. Observasi ke Perusahaan Pada tahap ini peneliti CGPI akan berkunjung ke lokasi perusahaan peserta untuk menelaah kepastian dari penyelarasan sistem GCG di perusahaan. Pelaksanaan observasi di setiap perusahaan peserta CGPI dilakukan maksimal selama ½ (setengah) hari kerja (3jam) setelah presentasi, diskusi, dan tanya jawab. Pihak perusahaan yang diminta untuk hadir pada saat observasi adalah perwakilan dari dewan komisaris, dewan direksi serta manajemen. Penilaian yang dilakukan oleh IICG dalam observasi mencakup hal-hal berikut : 1. Komitmen Yaitu wujud kesungguhan organ perusahaan dalam merumuskan inisiatif dan strategi serta kebijakan perusahaan dalam rangka menerapkan konsep corporate governance, dan kesungguhan ini dapat dirasakan serta dapat mendorong anggota perusahaan untuk ikut melakukannya secara bersamasama. 2. Transparansi Yaitu wujud kesungguhan organ perusahaan dalam menyampaikan berbagai informasi perusahaan secara tepat waktu dan akurat, termasuk informasi tentang proses merumuskan, mengimplementasikan, serta mengevaluasi strategi dan kebijakan perusahaan, dan kesungguhan ini dapay dirasakan serta dapat mendorong anggota perusahaan untuk ikut melakukannya secara bersama-sama.
3. Akuntabilitas Yaitu wujud kesungguhan organ perusahaan dalam pertanggungjawaban seluruh proses pencapaian kinerja secara transparan dan wajar, termasuk mempertanggung
jawabkan
seluruh
proses
dalam
merumuskan,
mengimplementasikan serta mengevaluasi strategi dan kebijakan perusahaan. 4. Responsibilitas Yaitu wujud kesungguhan organ perusahaan dalam menjamin terlaksananya peraturan perundang-undangan dan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan, termasuk dalam menjamin terlaksananya proses perumusan, implementasi serta evaluasi strategi dan kebijakan perusahaan. 5. Independensi Yaitu wujud kesungguhan organ perusahaan dalam menjamin tidak adanya dominasi atau intervensi dari satu partisipan terhadap partisipan lainnya, dalam proses merumuskan, mengimplementasikan serta mengevaluasi strategi dan kebijakan perusahaan. 6. Keadilan Yaitu wujud kesungguhan organ perusahaan dalam memberikan perlakukan yang setara dan wajar kepada seluruh pemegang saham (stakeholders), mempertimbangkan merumuskan,
seluruh
mengimplementasikan
kebijakan perusahaan. 7. Kompetensi
kepentingan
serta
stakeholder mengevaluasi
dalam
proses
strategi
dan
Yaitu wujud kesungguhan organ perusahaan untuk menunjukkan kemampuan dalam menggunakan otoritasnya sesuai dengan peran dan fungsinya, inovatif dan kreatif, termasuk menunjukkan kemampuannya untuk merumuskan, mengimplementasikan serta mengevaluasi strategi dan kebijakan perusahaan sesuai dengan prinsip-prinsip GCG secara tepat. Dan kesungguhan ini dapat dirasakan
serta
dapat
mendorong
anggota
perusahaan
untuk
ikut
melakukannya secara bersama-sama. 8. Kepemimpinan Yaitu wujud kesungguhan organ perusahaan dalam menunjukkan corak kepemimpinan yang dapat mentransformasikan perusahaan ke arah yang lebih baik, termasuk dalam menunjukkan corak kepemimpinan yang dapat membimbing anggota perusahaan untuk merumuskan, mengimplementasikan serta mengevaluasi strategi dari kebijakan perusahaan sesuai dengan prinsipprinsip GCG, dan kesungguhan ini dapat dirasakan serta dapat mendorong anggota perusahaan untuk ikut melakukannya secara bersama-sama. 9. Kemampuan Bekerja Sama Yaitu wujud kesungguhan organ perusahaan dalam dalam membangun kerja sama guna mencapai tujuan bersama secara bermartabat, termasuk dalam membangun kerja sama untuk merumuskan, mengimplementasikan, serta mengevaluasi strategi dan kebijakan perusahaan sesuai dengan prinsip-prinsip GCG, dan keunggulan ini dapat dirasakan serta dapat mendorong anggota perusahaan untuk ikut melakukannya secara bersama-sama. 10. Pernyataan Visi, Misi, dan Tata Nilai
Yaitu acuan dalam mewujudkan kesungguhan organ perusahaan untuk memahami pokok-pokok yang terkandung di dalam pernyataan visi, misi dan tata nilai perusahaan dan menjadikan pokok-pokok tersebut sebagai panduan perusahaan dalam merumuskan, mengimplementasikan serta mengevaluasi strategi dan kebijakan perusahaan sesuai dengan prinsip-prinsip GCG, dan kesungguhan ini dapat dirasakan serta dapat menumbuhkan tekad dan semangat para angota perusahaan untuk mencapai pokok-pokok tersebut secara bersama-sama. Nilai CGPI dapat dithitung dengan menjumlahkan nilai akhir dari tahapan diatas. Hasil program riset dan pemeringkatan penerapan GCG pada peserta perusahaan dengan memberikan skor sesuai dengan acuan yang telah dibuat. Pemeringkatan CGPI dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan tingkat terpercaya yang dapat dijelaskan menurut skor penerapan GCG yang disajikan pada tabel 3 berikut ini : Tabel 3 Kategori Pemeringkatan CGPI No
Skor Penilaian
Predikat
1
>85-100
Sangat Terpercaya
2
>70-85
Terpercaya
3
55-70
Kurang Terpercaya
Sumber : Laporan CGPI, 2009 2.1.5
Faktor yang Mempengaruhi Penerapan Good Corporate Governance Daniri (2005) menyatakan bahwa keberhasilan penerapan GCG juga
memiliki prasyarat tersendiri. Di sini, ada dua faktor yang memegang peranan yaitu faktor eksternal dan internal :
1. Faktor Eksternal Yang dimaksud faktor eksternal adalah beberapa faktor yang berasal dari luar perusahaan yang sangat mempengaruhi keberhasilan penerapan GCG, di antaranya: a. Terdapatnya sistem hukum yang baik sehingga mampu menjamin berlakunya supremasi hukum yang konsisten dan efektif. b. Dukungan pelaksanaan GCG dari sektor publik/lembaga pemerintahaan yang diharapkan dapat pula melaksanakan Good Governance dan Clean Government menuju Good Government Governance yang sebenarnya. c. Terdapatnya contoh pelaksanaan GCG yang tepat (best practices) yang dapat menjadi standar pelaksanaan GCG yang efektif dan profesional. Dengan kata lain, semacam benchmark (acuan). d. Terbangunnya sistem tata nilai sosial yang mendukung penerapan GCG di masyarakat. Ini penting karena lewat sistem ini diharapkan timbul partisipasi aktif berbagai kalangan masyarakat untuk mendukung aplikasi serta sosialisasi GCG secara sukarela. e. Hal lain yang tidak kalah pentingnya sebagai prasyarat keberhasilan implementasi GCG terutama di Indonesia adalah adanya semangat anti korupsi yang berkembang di lingkungan publik di mana perusahaan beroperasi disertai perbaikan masalah kualitas pendidikan dan perluasan peluang kerja. Bahkan dapat dikatakan bahwa perbaikan lingkungan publik sangat mempengaruhi kualitas dan skor perusahaan dalam implementasi GCG. 2. Faktor Internal
Maksud faktor internal adalah pendorong keberhasilan pelaksanaan praktik GCG yang berasal dari dalam perusahaan. Beberapa faktor yang dimaksud antara lain: a. Terdapatnya budaya perusahaan (corporate culture) yang mendukung penerapan GCG dalam mekanisme serta sistem kerja manajemen di perusahaan. b. Berbagai peraturan dan kebijakan yang dikeluarkan perusahaan mengacu pada penerapan nilai-nilai GCG. c. Manajemen pengendalian risiko perusahaan juga didasarkan pada kaidahkaidah standar GCG. d. Terdapatnya sistem audit (pemeriksaan) yang efektif dalam perusahaan untuk menghindari setiap penyimpangan yang mungkin akan terjadi. e. Adanya keterbukaan informasi bagi publik untuk mampu memahami setiap gerak dan langkah manajemen dalam perusahaan sehingga kalangan publik
dapat
memahami
dan
mengikuti
setiap
derap
langkah
perkembangan dan dinamika perusahaan dari waktu ke waktu. 2.1.6 Tantangan atau Hambatan dalam Penerapan Good Corporate Governance Menurut IICG (2002) tantangan atau hambatan dalam penerapan good corporate governance (GCG) meliputi sebagai berikut : 1. Faktor internal meliputi kurangnya komitmen dari pimpinan dan karyawan perusahaan tentang prinsip-prinsip good corporate governance (GCG), kurangnya panutan atau teladan yang diberikan oleh pimpinan, belum adanya budaya perusahaann yang mendukung terwujudnya prinsip-prinsip good
corporate governance (GCG), serta belum efektifnya sistem pengendalian internal. 2. Faktor eksternal dalam pelaksanaan good corporate governance (GCG) terkait dengan perangkat hukum, aturan dan penegakan hukum. Indonesia tidak kekurangan produk hukum. Secara implisit ketentuan-ketentuan mengenai good corporate governance (GCG) telah ada tersebar dalam UUPT, Undangundang dan Peraturan Perbankan, Undang-undang Pasar Modal dan lain-lain. Namun penegakannya oleh pemegang otoritas, seperti Bank Indonesia, Bapepam, BPPN, Kementerian Keuangan, BUMN, bahkan pengadilan sangat lemah. Oleh karena itu diperlukan test-case dalam menyelesaikan praktikpraktik pelanggaran hukum perusahaa. 3. Faktor stuktur kepemilikan berdasarkan prosentase kepemilikan dalam saham, kepemilikan terhadap perusahaan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kepemilikan
yang
terkonsentrasi
dan
kepemilikan
yang
menyebar.
Kepemilikan yang terkonsentrasi terjadi pada saat suatu perusahaan dimiliki secara dominan oleh seseorang atau sekelompok orang saja (40,00% atau lebih). Kepemilikan yang menyebar terjadi pada saat suatu perusahaan dimiliki oleh pemegang saham yang banyak dengan jumlah saham yang kecilkecil (satu pemegang saham hanya memiliki saham sebesar 5% atau kurang). Salah satu dampak negatif yang ditimbulkan oleh struktur kepemilikan adalah perusahaan tidak dapat mewujudkan prinsip keadilan dengan baik karena pemegang saham yang terkonsentrasi pada seseorang atau sekelompok orang
dapat menggunakan sumber daya perusahaan secara dominan sehingga dapat mengurangi nilai perusahaan.
2.1.7 Perkembangan Good Corporate Governance di Indonesia Good corporate governance menarik perhatian masyarakat Indonesia sejak pertengahan 1998-an karena menurut penelitian Asian Development Bank (ADB), Political and Economic Risk Consultancy (PERC), Booz-Allen & Hamilton, World Bank, dan Pricewaterhouse Coopers salah satu penyebab memburuknya perekonomian dan krisis financial di Negara ini adalah tidak dipenuhinya syaratsyarat pengelolaan korporasi yang memadai. Selain sistem regulatory yang lemah, standar akuntansi dan audit yang inkonsisten, dan pratek perbankan yang buruk, upaya pengelola perusahaan untuk mencari loopholes (celah) dari berbagai aturan yang ada demi keuntungan mereka sendiri juga ditengarai sebagai penyebab kegagalan korporasi dalam menerapkan good corporate governance secara konsisten (Warta Ekonomi, 2002). Maka untuk mendorong penerapan good corporate governance dan meningkatkan
kualitas
keterbukaan
informasi
maka
KNKG
(2006)
menyempurnakan pedoman CG yang telah di terbitkan pada tahun 2001 agar sesuai dengan perkembangan. Pada Pedoman GCG tahun 2001 hal-hal yang dikedepankan adalah mengenai pengungkapan dan transparansi, sedangkan halhal yang disempurnakan pada Pedoman Umum GCG tahun 2006 adalah : 1. Memperjelas peran tiga pilar pendukung (Negara, dunia usaha, dan masyarakat) dalam rangka penciptaan situasi kondusif untuk melaksanakan GCG.
2. Pedoman pokok pelaksanaan etika bisnis dan pedoman perilaku. 3. Kelengkapan Organ Perusahaan seperti komite penunjang dewan komisaris (komite audit, komite kebijakan risiko, komite nominasi dan remunerasi, komite kebijakan corporate governance). 4. Fungsi pengelolaan perusahaan oleh Direksi yang mencakup lima hal dalam kerangka
penerapan
GCG
yaitu
kepengurusan,
manajemen
risiko,
pengendalian internal, komunikasi, dan tanggung jawab sosial. 5. Kewajiban perusahaan terhadap pemangku kepentingan lain selain pemegang saham seperti karyawan, mitra bisnis, dan masyarakat serta pengguna produk dan jasa. 6. Pernyataan tentang penerapan GCG. 7. Pedoman praktis penerapan Pedoman GCG.
2.2. Kualitas Laba Laba merupakan indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja operasional perusahaan. Informasi tentang laba mengukur keberhasilan atau kegagalan bisnis dalam mencapai tujuan operasi yang ditetapkan (Theresis, 2005238-247). Baik kreditur maupun investor, menggunakan laba untuk: mengevaluasi kinerja manajemen, memperkirakan earnings power, dan untuk memprediksi laba dimasa yang akan datang. Kualitas laba merupakan ukuran yang biasa digunakan guna menilai kinerja keuangan, yaitu kondisi keuangan dan prestasi perusahaan, analisis memerlukan beberapa tolak ukur yang digunakan adalah rasio dan indeks, yang menghubungkan dua data keuangan antara satu dengan yang lain (Sawir, 2005).
Bagi perusahaan pada umumnya masalah kualitas laba adalah lebih penting daripada masalah laba, karena laba yang besar bukan merupakan ukuran bahwa perusahaan itu telah dapat bekerja dengan efisiensi. Efisiensi barulah dapat diketahui dengan membandingkan laba yang diperoleh dengan kekayaan atau modal yang menghasilkan laba atau dengan kata lain ialah menghitung rentabilitasnya. Rentabilitas ekonomi menurut Riyanto (2008:36) adalah perbandingan antara laba usaha dengan modal sendiri dan modal asing yang dipergunakan untuk menghasilkan laba dan dinyatakan dalam prosentase. Oleh karena itu, pengertian rentabilitas sering dipergunakan untuk mengukur efisiensi penggunaan modal kerja didalam suatu perusahaan, maka rentabilitas ekonomi sering pula dimaksudkan sebagai kemampuan suatu perusahaan dengan seluruh modal yang bekerja didalamnya untuk menghasilkan laba. Modal yang diperhitungkan untuk menghitung rentabilitas ekonomi hanyalah modal yang bekerja di dalam perusahaan. Dengan demikian maka yang ditanamkan dalam perusahaan lain
atau modal yang ditanamkan dalam efek
(kecuali perusahaan-perusahaan kredit) tidak diperhitungkan dalam menghitung rentabilitas ekonomi. Demikian pula laba yang diperhitungkan untuk menghitung rentabilitas ekonomi hanyalah laba yang berasal dari operasi perusahaan yaitu yang disebut laba usaha (net operating income). Dengan demikian maka laba yang diperoleh dari usaha dan di luar usaha perusahaan atau dari efek tidak di perhitungkan dalam menghitung rentabilitas ekonomi.
Hal – hal yang diperhatikan oleh para investor dan partisipan di dalam perusahaan adalah perkembangan laba perusahaan, dan kondisi keuangan yang ada di dalam perusahaan tersebut, dimana perkembangan laba perusahaan tersebut dapat dilihat dari laporan keuangan perusahaan itu sendiri. Pada awalnya laporan keuangan hanya digunakan sebagai “alat penguji“ dari pekerjaan bagian pembukuan namun laporan keuangan pada saat ini tidak hanya digunakan sebagai alat penguji saja namun telah dijadikan sebagai alat ukur kinerja perusahaan, dimana laporan keuangan tersebut dapat dijadikan sebagai alat untuk mengukur perkembangan perusahaan dan menilai posisi keuangan perusahaan tersebut. Laporan keuangan perusahaan juga dapat memperlihatkan hasil – hasil yang telah dicapai oleh suatu perusahaan, oleh karena beberapa alasan tersebut maka laporan keuangan adalah salah satu hal terpenting yang harus ada di dalam suatu perusahaan. 2.3. Nilai Perusahaan 2.3.1. Pengertian Nilai Perusahaan Nilai perusahaan sebagai nilai sekarang dari arus kas tunai yang diharapkan perusahaan, atau nilai perusahaan masa depan yang didiskon pada tingkat biaya modal (Manurung;2005:5). Sedangkan Weston dan Thomas (1997) memaksimumkan nilai berarti mempertimbangkan pengaruh waktu terhadap nilai uang, dana yang diterima tahun ini bernilai lebih tinggi daripada dana yang diterima tahun yang akan datang dan berarti juga mempertimbangkann berbagai resiko terhadap arus pendapatan.
Nilai perusahaan, yang sering dikaitkan dengan harga saham, adalah persepsi investor terhadap perusahaan. Semakin tinggi harga saham maka semakin tinggi pula nilai perusahaan (Fakhrudin dan Sopian, 2001). Nilai perusahaan lazim diindikasikan dengan price to book value, yang merupakan tingkat kepercayaan pasar pada prospek perusahaan ke depan (Soliha dan Taswan, 2002). Pada kenyataannya, tidak semua perusahaan menginginkan harga saham tinggi karena takut tidak laku dijual atau tidak menarik investor untuk membelinya. Itulah sebabnya harga saham harus dapat di buat seoptimal mungkin, harga saham tidak boleh terlalu tinggi atau terlalu rendah. Harga saham yang terlalu murah dapat berdampak buruk pada citra perusahaan dimata investor.
2.3.2. Jenis Nilai Perusahaan Menurut Keown et al. (2004; 86) terdapat variabel-variabel kuantitatif yang dapat digunakan untuk memperkirakan nilai suatu perusahaan, antara lain: 1. Nilai buku Nilai buku merupakan jumlah aktiva dari neraca dikurangi kewajiban yang ada atau modal pemilik. Nilai buku tidak menghitung nilai pasar dari suatu perusahaan secara keseluruhan karena perhitungan nilai buku berdasarkan pada data historis dari aktiva perusahaan. 2. Nilai pasar perusahaan Nilai pasar saham adalah suatu pendekatan untuk memperkirakan nilai bersih dari suatu bisnis. Apabila saham didaftarkan dalam bursa sekuritas dan secara luas diperdagangkan, maka pendekatan nilai dapat dibangun berdasarkan nilai pasar. Pendekatan nilai merupakan suatu pendekatan yang paling sering digunakan dalam menilai perusahaan besar, dan nilai ini dapat berubah dengan cepat. 3. Nilai appraisal Perusahaan yang berdasarkan appraiser independent akan mengijinkan pengurangan terhadap goodwill apabila harga aktiva perusahaan meningkat. Goodwill dihasilkan sewaktu nilai pembelian perusahaan melebihi nilai buku aktivanya. 4. Nilai arus kas yang diharapkan Nilai ini dipakai dalam penilaian merger atau akuisisi. Nilai sekarang dari arus kas yang telah ditentukan akan menjadi maksimum dan harus dibayar oleh
perusahaan yang ditargetkan (target firm), pembayaran awal kemudian dapat dikurangi untuk menghitung nilai bersih sekarang dari merger. Nilai sekarang (present value) adalah arus kas bebas dimasa yang akan datang. Sedangkan menurut
Rahayu dalam Lifessy (2011), mengungkapkan
beberapa konsep nilai yang menjelaskan nilai suatu perusahaan adalah nilai nominal, nilai pasar, nilai intrinsik, nilai buku dan nilai likuidasi. Nilai nominal adalah nilai yang tercantum secara formal dalam anggaran dasar perseroan, disebutkan secara eksplisit dalam neraca perusahaan dan juga ditulis jelas dalam surat saham kolektif. Nilai pasar adalah harga yang terjadi dari proses tawar menawar di pasar saham. Nilai ini hanya bisa ditentukan jika saham perusahaan dijual di pasar saham. Nilai pasar merupakan nilai perusahaan, karena nilai perusahaan yang dapat memberikan kemakmuran pemegang saham secara maksimum apabila harga saham perusahaan meningkat. Nilai intrinsik merupakan konsep yang paling abstrak, karena mengacu pada perkiraan nilai riil suatu perusahaan. Sedangkan nilai buku adalah nilai perusahaan yang dihitung dengan dasar konsep akuntansi. Secara sederhana dihitung dengan membagi selisih antara total aktiva dan total utang dengan jumlah saham yang beredar. Nilai likuidasi adalah nilai jual seluruh aset perusahaan setelah dikurangi semua kewajiban yang harus dipenuhi. Nilai sisa merupakan bagian para pemegang saham. 2.4. Pengaruh Penerapan Skor The Indonesian Institute For Corporate Governance (IICG), Kualitas Laba Terhadap Nilai Perusahaan Corporate Governance merupakan interaksi antara pemilik dan manajer dalam pengawasan dan pengarahan perusahaan. Good Governance secara tradisional
menunjukkan apakah sistem dan prosedur menjamin secara baik bahwa manajer bertanggungjawab terhadap aset yang mereka percayakan. Prinsip-prinsip dari Good Corporate Governance adalah: pemenuhan hak pemegang saham, perlakuan yang adil terhadap pemegang saham, peran shareholder, penjelasan dan transparansi, dan pertanggungjawaban lembaga. Harapan terhadap penerapan Corporate Governance adalah tercapainya nilai perusahaan. Firm value (nilai perusahaan) merupakan konsep penting bagi investor, karena merupakan indikator bagi pasar menilai perusahaan secara keseluruhan (Mahendra, 2012; 130-138) menyebutkan bahwa nilai perusahaan merupakan harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli jika perusahaan tersebut dijual. Nilai perusahaan yang tinggi menunjukkan kinerja perusahaan yang diukur melalui kualitas laba perusahaan juga baik. Kualitas laba (Kinerja keuangan) perusahaan merupakan salah satu faktor yang dilihat oleh calon investor untuk menentukan investasi saham. Semakin baik pertumbuhan kinerja keuangan perusahaan berarti prospek perusahaan di masa depan dinilai semakin baik, artinya nilai perusahaan juga akan dinilai semakin baik di mata investor. Apabila kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba meningkat, maka harga saham juga akan meningkat (Husnan, 2002 : 317).
IICG (2002) menyatakan bahwa kualitas laba (kinerja keuangan) perusahaan ditentukan sejauh mana keseriusan dalm menerapkan good corporate governance (GCG). Perusahaan yang terdaftar dalam skor pemeringkatan corporate governance yang dilakukan oleh The Indonesian
Institute for
Corporate Governance (IICG) telah menerapkan good corporate governance
(GCG) dengan baik secara tidak langsung menaikan nilai saham. Semakin tinggi penerapan good corporate governance yang diukur dengan Corporate Governance Perception Indeks (CGPI) semakin tinggi pula dalam menghasilkan kinerja (kualitas laba) perusahaan yang baik. Penerapan good corporate governance yang baik apabila membawa dampak yang baik bagi perusahaan tersebut sehingga secara tidak langsung dapat meningkatkan kualitas laba atau kinerja keuangan suatu perusahaan, yang pada akhirnya dapat memperbaiki nilai suatu perusahaan dimata para penanam modal dan pihak–pihak yang meminjamkan uang pada perusahaan tersebut sehingga perusahaan tersebut dapat lebih mudah mendapatkan pinjaman apabila perusahaan membutuhkan uang untuk menjalankan proses operasionalnya dan mengurangi resiko untuk para pemegang saham dan dapat pula meningkatkan kemampuan bersaing di pasar global. 2.5. Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu yang telah dilakukan sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian ini antara lain ; Hidayah (2005) yang melakukan penelitian berkaitan dengan “Pengaruh Kualitas Pengungkapan Informasi Terhadap Hubungan Antara Penerapan Good Corporate Governance Dengan Kinerja Perusahaan Di Bursa Efek Jakarta”.
Penelitian ini bertujuan untuk
membuktikan keterkaitan corporate governance yang diterapkan dalam suatu perusahaan dengan kinerja perusahaan yang bersangkutan serta membuktikan pengaruh pengungkapan wajib dan ketapatwaktuan penyampaian informasi terhadap hubungan antara corporate governance dengan kinerja perusahaan.
Teknik analisa dalam penelitian tersebut menggunakan Moderating Regression Analysis (MRA). Hasil analisis menunjukkan bahwa penerapan corporate governance ternyata tidak mempengaruhi kinerja pasar perusahaan. Demikian juga untuk pengungkapan wajib dan ketapatwaktuan penyampaian informasi, teryata bukan merupakan variabel Moderating. Penelitian yang dilakukan oleh Hastuti (2005) yang melakukan penelitian berkaitan dengan “Hubungan Antara Good Corporate Governance Dan Struktur Kepemilikan Dengan Kinerja Keuangan”. Populasi dalam penelitian ini adalah semua perusahaan yang listing di Bursa Efek Jakarta pada tahun 2001 dan 2002. Sampel penelitian diambil atas dasar purposivesampling. Sedangkan teknik analisa yang digunakan adalah regressi liier berganda. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara struktur kepemilikan dengan kinerja perusahaan. Demikian juga antara disclosure dengan kinerja perusahaan menunjukkan hubungan yang signifikan. Sedangkan hubungan antara manajemen laba dengan kinerja perusahaan tidak terdapat hubungan yang signifikan.
2.6. Rerangka Pemikiran Berdasarkan hasil kesimpulan penelitian terdahulu bahwa terdapat pengaruh, maka penulis membuat rerangka pemikiran atas penelitian ini yang disajikan pada gambar 1 berikut ini :
Skor IIGC
Kualitas Laba
Gambar 1 Kerangka Pemikiran
Nilai Perusahaan
Terdapat dugaan bahwa skor The Indonesian Institute For Corporate Governance (IICG) yang dijalankan oleh suatu perusahaan akan dapat lebih meningkatkan kredibilitas perusahaan tersebut. Jika nilai yang dimiliki suatu perusahaan itu tinggi maka citra
perusahaan tersebut juga akan baik dimata
stakeholdersnya. Kondisi ini akan membuat perusahaan dapat lebih mudah untuk menjalankan aktivitas operasionalnya. Pelaksanaan Good Corporate Governance dapat mempengaruhi laba perusahaan yang diproksi atau diwakili oleh retabilitas ekonomi. Penerapan GCG diharapkan dapat meningkatkan pencapaian nilai suatu perusahaan agar perusahaan dapat beroperasi dalam memenuhi laba atau keuntungan yang telah ditargetkan. Selain itu salah satu manfaat penerapan GCG didalam suatu perusahaan adalah dapat meningkatkan produktivitas yang dapat mempengaruhi terhadap hasil penjualan. Dengan adanya penjualan yang baik maka dapat berpengaruh juga pada meningkatnya rentabilitas ekonomi.
2.3 Perumusan Hipotesis Berdasarkan pada masalah penelitian terdahulu yang telah dilakukan maka hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah : H1 : Skor The Indonesian Institute For Corporate Governance (IICG)) mempunyai pengaruh secara langsung yang signifikan terhadap nilai perusahaan. H2 : Kualitas laba mempunyai pengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan.
H3 : Kualitas laba merupakan variabel yang dapat memediasi pengaruh Skor The Indonesian Institute For Corporate Governance (IICG) terhadap nilai perusahaan.