1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Istilah “corporate governance” pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury Committee, di Inggris tahun 1992 yang menggunakan istilah tersebut dalam laporannya yang kemudian dikenal sebagai Cadbury Report (Agoes dan Ardana, 2009). Menurut Cadbury Committee of United Kingdom (1992) dalam Agoes dan Ardana (2009), tata kelola korporat yaitu seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditor, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka; atau dengan kata lain suatu system yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan. Agoes dan Ardana (2009) mendefinisikan tata kelola perusahaan yang baik sebagai suatu system yang mengatur hubungan peran Dewan Komisaris, peran Dewan Direksi, pemegang saham, dan pemangku kepentingan lainnya. Tata kelola perusahaan yang baik juga disebut sebagai suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaiannya, dan penilaian kinerjanya. Menurut Mas Ahmad Daniri (2005), tata kelola perusahaan yang baik dapat didefinisikan sebagai suatu pola hubungan sistem, dan proses yang digunakan oleh organ perusahaan (Direksi, Dewan Komisaris, RUPS) guna memberikan nilai tambah kepada pemegang saham secara berkeseimbangan dalam jangka panjang dengan tetap
2
memperhatikan pemangku kepentingan lainnya, berlandaskan peraturan dan perundangan dan norma yang berlaku. Tata kelola perusahaan yang baik merupakan suatu sistem pengawasan, pengendalian, dan pengaturan perusahaan yang dapat dilihat dari mekanisme hubungan antar berbagai pihak yang mengurus perusahaan dari mulai komitmen, aturan main serta praktik penyelanggaraan bisnis secara sehat dan beretika. Menurut Khomsiyah (2003) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara penerapan tata kelola perusahaan dengan pengungkapan informasi perusahaan. Semakin baik praktik tata kelola perusahaan yang baik, semakin banyak informasi yang diungkapkan oleh perusahaan. Menurut Suwardjono (2005), asumsi dasar yang menghubungkan faktor ukuran perusahaan dan pengungkapan informasi adalah pengungkapan memerlukan cost yang tinggi, sehingga perusahaan besar seharusnya lebih mampu menyediakan pengungkapan informasi yang lebih baik. Alasan lainnya adalah perusahaan besar memiliki hubungan eksternal yang lebih luas dan berkepentingan dengan banyak pihak, baik itu pemerintah, investor asing, bank internasional dan sebagainya. Hal ini yang menekan perusahaan besar untuk meningkatkan kualitas transparansi dalam pemberian informasi. Tata kelola perusahaan yang baik berkaitan erat dengan dewan perusahaan. Untuk dapat menerapkan tata kelola perusahaan yang baik, suatu perusahaan setidaknya harus memiliki dewan komisaris, dewan direksi dan komite audit (Pedoman Umum Good Corporate Governance, 2006). Komposisi dewan dalam sebuah perusahaan diyakini dapat mempengaruhi nilai perusahaan baik dalam jangka
3
pendek maupun dalam jangka panjang (Cox dan Blake 1991, Robinson dan Dechant 1997, sebagaimana dikutip oleh Carter et al. 2003). Dalam ketiga komite tersebut, bisa saja terdiri atas struktur atau komposisi individu yang beragam. Keragaman (diversitas) adalah variasi identitas social dan budaya
antara
kumpulan
orang
dalam
rangka
kepegawaian
atau
pasar,
pengidentifikasian social dan budaya diartikan sebagai afiliasi personal dengan kelompok yang dalam penelitian ini ditunjukkan memiliki pengaruh signifikan pada pengalaman hidup utama orang tersebut, kelompok umur dan spesialisasi kerja (Cox 2001 dalam Marimuthu 2005). Padahal, komposisi dewan direksi yang semakin heterogen dipercaya dapat memberikan efek yang positif bagi perusahaan terutama dalam proses pengambilan keputusan serta memberikan karakteristik yang unik bagi perusahaan yang dapat menciptakan nilai tambah (Kusumastuti et al. 2005). Sementara itu, para ahli tata kelola korporat juga menyatakan bahwa diversitas dewan dapat secara langsung maupun tak langsung memberikan keuntungan bagi perusahaan. Dengan adanya diversitas dewan dapat memberikan altenatif-alternatif keputusan yang bervariasi untuk pengambilan keputusan yang optimal. Transparansi
diartikan
sebagai
keterbukaan
informasi
dalam
proses
pengambilan keputusan dan dalam mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai perusahaan. Walaupun demikian, perbedaan kepentingan dan kebutuhan informasi oleh pihak pengguna menyebabkan adanya beda pendapat dalam hal sejauh mana luas pengungkapan laporan keuangan seharusnya dilakukan. Tiga konsep tentang luas pengungkapan laporan keuangan, yaitu pengungkapan cukup (adequated
4
disclosure), pengungkapan wajar (fair disclosure), pengungkapan penuh
(full
disclosure). Menurut KEP-117/M-MBU/2002 prinsip utama tata kelola perusahaan yang baik yaitu keadilan (fairness), transparansi (transparancy), pertanggungjelasan (accountability), pertanggungjawaban (responsibility), kemandirian (independence). Dengan menerapkan tata kelola perusahaan yang baik secara benar dan konsisten, berarti perusahaan sudah menerapkan sistem pengelolaan perusahaan sesuai dengan pembagian peran masing-masing (dewan direksi, dewan komisaris, komite audit) serta aturan main yang baku berdasarkan kelima prinsip tata kelola perusahaan yang baik. Tak kalah pentingnya, terciptanya keseimbangan kekuatan di antara struktur internal perusahaan, sehingga, pengambilan keputusan bisa menjadi lebih dipertanggungjawabkan, juga hati-hati dan bijaksana (prudent). Karakter perusahaan yang telah menerapkan sistem tata kelola perusahaan yang baik bisa dilihat dari adanya komisaris independen, adanya kode tata kelola perusahaan yang baik yang sudah dibakukan, adanya keterbukaan informasi yang bisa dibantu oleh teknologi informasi, penerapan prosedur hukum yang lebih melindungi hak-hak pemegang saham, penerapan prosedur akuntansi yang melibatkan pihak komisaris independen sebagai ketua tim audit. Diversitas anggota dewan diartikan sebagai keragaman struktur atau komposisi dari suatu dewan direksi. Komposisi yang dimaksud adalah hal-hal yang berkaitan dengan individu yang terlibat didalamnya yang berbeda satu sama lain seperti misalnya perbedaan budaya yang meliputi gender atau jenis kelamin, orientasi seksual, ras, etnis, dan umur. Ahn et al. (2008) menyatakan bahwa dalam suatu
5
perusahaan mungkin terdapat suatu dewan yang terklasifikasi yakni bagian dari struktur perusahaan yang membagi dewan direksi ke dalam kelas-kelas terpisah, dengan satu kelas untuk direktur yang bertahan untuk dipilih kembali setiap tahunnya. Dengan demikian, bila teori di atas valid, maka dalam hubungannya antara implementasi tata kelola korporat yang baik dengan pengungkapan sukarela, diharapkan bahwa tingkat kebagusan tata kelola korporat akan mempengaruhi semakin banyaknya pengungkapan sukarela. Kusumatuti et al. (2006) meneliti pengaruh diversitas dewan terhadap nilai perusahaan. Diversitas dewan diukur dengan lima variabel yaitu keberadaan dewan direksi wanita, keberadaan etnis Tionghoa dalam anggota dewan (sebagai proksi dari minoritas), proporsi direksi independen, usia anggota dewan direksi, dan latar belakang pendidikan anggota dewan. Penelitian ini menggunakan variable kontrol ukuran dewan dan ukuran perusahaan terhadap nilai perusahaan. Nilai perusahaan diukur dengan menggunakan rasio Tobin‟s Q. Hasil penelitian menunjukkan bahwa empat variable yaitu keberadaan wanita dalam dewan, proporsi direksi independen, usia anggota dewan, dan proporsi anggota dewan yang berlatar belakang pendidikan ekonomi dan bisnis secara parsial ditemukan tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Sementara itu variabel keberadaan etnis Tionghoa dalam anggota dewan ditemukan secara parsial berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan. Penelitian ini replikasi penelitian yang dilakukan oleh Kusumastuti et al. (2006). Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian Kusumastuti et al. (2005) adalah variable dependen. Penelitian ini menggunakan variable dependen
6
pengungkapan
sukarela,
sedangkan
penelitian
Kusumastuti
et
al.
(2005)
menggunakan variable dependen nilai perusahaan. Penelitian ini mencoba melihat hubungan antara implementasi tata kelola korporat dengan tingkat pengungkapan informasi sukarela. Implementasi prinsip
tata kelola korporat diukur dengan
diversitas dewan yang menggunakan lima kriteria pengukuran yaitu keberadaan dewan direksi wanita, keberadaan etnis Tionghoa dalam anggota dewan (sebagai proksi dari minoritas), proporsi direksi independen, usia anggota dewan direksi, dan latar belakang pendidikan anggota dewan. Diversitas dewan dinyatakan tinggi apabila terdapat variasi makin banyak keberadaan dewan direksi wanita, makin banyak keberadaan etnis Tionghoa dalam anggota dewan (sebagai proksi dari minoritas), makin banyak proporsi direksi independen, makin tinggi usia anggota dewan direksi, dan makin tinggi latar belakang pendidikan anggota dewan yang tinggi.
1.2. Rumusan Masalah Adanya diversitas dewan dalam perusahaan dianggap mewakili prinsip keadilan, transparansi, akuntabilitas, independensi dan responsibilitas pembuatan keputusan, sehingga akan meningkatkan banyaknya pengungkapan sukarela. Dengan kata lain, keberadaan dewan yang beragam dapat dianggap sebagai sinyal bahwa perusahaan telah melaksanakan tata kelola korporat yang baik dan seharusnya meningkatkan pengungkapan sukarela perusahaan. Tata kelola perusahaan yang baik telah memberikan argumen bahwa komposisi dewan direksi akan berpengaruh terhadap baik kinerja maupun nilai perusahaan. Komposisi dewan yang tepat akan meningkatkan kualitas pembuatan
7
keputusan, begitu juga dengan keputusan seberapa luas pengungkapan sukarela yang akan diungkapkan, maka rumusan masalah penelitian ini adalah: 1. Perusahaan yang dewan direksinya mempunyai anggota wanita, mengungkapkan informasi sukarela lebih banyak dari pada yang tidak mempunyai anggota wanita. 2. Perusahaan yang dewan direksinya mempunyai anggota etnis Tionghoa, mengungkapkan informasi sukarela lebih banyak dari pada yang tidak mempunyai anggota etnis Tionghoa. 3. Perusahaan yang dewan direksinya mempunyai anggota direksi independen, mengungkapkan informasi sukarela lebih banyak dari pada yang tidak mempunyai anggota direksi independen. 4. Perusahaan yang dewan direksinya mempunyai anggota senior, mengungkapkan informasi sukarela lebih banyak dari pada yang tidak mempunyai anggota senior. 5. Perusahaan yang dewan direksinya mempunyai anggota berlatar belakang pendidikan beragam, mengungkapkan informasi sukarela lebih banyak dari pada yang tidak mempunyai anggota berlatar belakang pendidikan beragam.
1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Menguji kembali secara empiris pengaruh diversitas dewan direksi pada luas pengungkapan sukarela. 2. Mengajukan penjelasan yang berkaitan dengan pengaruh diversitas dewan direksi pada luas pengungkapan sukarela.
8
3. Menguji validitas penjelasan tersebut apakah diversitas dewan direksi mempunyai dampak positif terhadap luas pengungkapan sukarela.
1.4. Kegunaan Penelitian Berdasarkan tujuan di atas, maka penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut: 1) Manfaat Teoretis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan, referensi penelitian dan bukti secara empiris bahwa keberadaan dewan yang beragam merupakan sinyal bahwa perusahaan telah melaksanakan tata kelola korporat yang baik dan seharusnya meningkatkan pengungkapan sukarela perusahaan.
2) Manfaat Praktis Bagi para investor dan regulator penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan
informasi
yang
berkaitan
dengan
diversitas
dewan
yang
menggunakan lima kriteria pengukuran yaitu keberadaan dewan direksi wanita, keberadaan etnis Tionghoa dalam anggota dewan (sebagai proksi dari minoritas), proporsi direksi independen, usia anggota dewan direksi, dan latar belakang pendidikan anggota dewan merupakan sinyal bahwa perusahaan telah melaksanakan tata kelola korporat yang baik dan seharusnya meningkatkan pengungkapan sukarela perusahaan.