BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1
Lean Definition Lean Manufacturing adalah sistem yang membantu mengidentifikasi dan mengeliminasi dari pemborosan, meningkatkan kualitas, dan mengurangi waktu produksi dan biaya. Sistem ini juga membuat perusahaan lebih fleksibel dan lebih responsif dalam mengurangi pemborosan. (Wilson, 2010, p. 9, 22, 25-26) Menurut Ohno ada tujuh tipe prinsip pemborosan, yakni: 1. Overproduction: Ini adalah sumber utama dari keenam jenis pemborosan lainnya. Overproduction disebabkan karena barang yang kita produksi tidak terjual bisa disebabkan karena produk tersebut defect atau kita terlalu cepat melakukan produksi dari waktu yang telah ditentukan. 2. Waiting: ini disebabkan karena pekerja tidak melakukan pekerjaannya karena suatu alasan. Bisa terjadi dalam bentuk short-term waiting disebabkan karena pekerja menganggur karena ketidakseimbangan lini, atau long-term waiting karena kehabisan stok barang atau kerusakan mesin. 3. Transportation: Ini terjadi ketika produk yang diantarkan ke konsumen tidak efisien. 4. Overprocessing: Ini adalah proses yang dilakukan berlebihan yang tidak diminta oleh konsumen. Melakukan proses yang tidak efisien juga termasuk dalam Overprocessing. 5. Movement: ini adalah gerakan yang tidak diperlukan oleh orang-orang, seperti orang dan mesin berjalan-jalan untuk mencari material atau alat. Ini biasa dianggap sebagai pemborosan karena melakukan aktivitas yang tidak penting karena melakukan pekerjaan yang tidak perlu. 6. Inventory: Terjadi karena inventori tidak terjual langsung dan disimpan di dalam gudang. 7. Making Defective: Pemborosan ini biasa disebut dengan scrap. Making Defective Parts membuat tambahan waktu, usaha, dan energi menjadi terbuang sia-sia. Dengan menerapkan Lean Manufacturing manfaat untuk perusahaan adalah berkurangnya defect, investasi, berkurangnya material yang digunakan, berkurangnya penyimpanan, ruang, dan berkurangnya manusia dalam proses produksi.
2.2
A House of Lean Figur House of Lean adalah alat yang bagus untuk deskripsi grafis tentang inisiatif Lean kepada semua karyawan di perusahaan. Alat ini bisa menunjukkan bagaimana berbagai macam topik yang didiskusikan di dalam Lean Manufacturing berinteraksi satu sama lain. (Wilson, 2010, p. 299)
5
6
Gambar 2.1 House of Lean (Wilson, 2010, p. 300) 2.3
VSM Value Stream Mapping (VSM) adalah teknik yang dikembangkan oleh Toyota dan lalu dipopulerkan oleh buku, Learning to see (The Lean Entreprise Institute, 1998), oleh Rother dan Shook. VSM digunakan untuk menemukan pemborosan dalam produk. Ketika teridentifikasi pabrik bisa langsung mengeliminasi pemborosan tersebut. Kunci keuntungan membuat value stream mapping adalah fokus kepada seluruh value stream untuk menemukan sistem pemborosan dan mengoptimalkan beberapa situasi lokal pada biaya dari keseluruhan value stream. (Wilson, 2010, pp. 128-129)
Gambar 2.2 Contoh current state VSM (Vinodh, M., & K.R., 2013, p. 133)
7
Gambar 2.3 Contoh future state VSM (Vinodh, M., & K.R., 2013, p. 134) Menurut Andrea Chiarini terdapat beberapa lambang yang digunakan dalam pembuatan VSM ialah: Tabel 2.1 Lambang-lambang Dalam VSM (Chiarini, 2013, pp. 36-42) Gambar Keterangan Lambang ini digunakan untuk menandakan pabrik, supplier, dan pelanggan.
Gambar ini merupakan kolom data, dimana didalamnya terdapat informasi mengenai nama proses, waktu siklus, waktu changeover (setup time atau waktu pergantian), jumlah shift, serta data-data lainnya yang diperlukan untuk dapat melihat spesifikasi proses tersebut.
8
Tabel 2.1 Lambang-lambang Dalam VSM (Chiarini, 2013, pp. 36-42) (lanjutan) Gambar Keterangan Gambar ini melambangkan sebuah penumpukan antara satu proses ke proses lainnya. Terkadang dapat diekpresikan sebagai WIP atau waktu. Panah bergaris yang lebih besar melambangkan alur material secara “push” dari proses satu ke proses lainnya, sedangkan panah bergaris yang lebih tipis melambangkan alur secara “pull”. Panah ini melambangkan adanya proses shipping Lambang ini menunjukkan alur informasi antar proses. Alur informasi ini dapat secara informal atau formal Sama halnya dengan lambang sebelumnya, namun informasi ini lebih mengarah kepada komunikasi secara elektronik (via-email, internet, dsb.)
Lambang ini melambangkan safety stock
Lambang ini disebut “supermarket”, yakni sebuah WIP khusus yang terkadang diperlukan ketika aliran tidak dapat memenuhi kebutuhan pada proses selanjutnya yang jauh lebih cepat prosesnya. Biasanya supermarket ini dikombinasikan dengan sistem kanban. Simbol ini melambangkan kanban yang artinya mengorganisir produksi kembali dari proses sebelumnya. Gambar ini melambangkan adanya proses penarikan proses ulang berdasarkan permintaan pelanggan dari supermarket.
9 Tabel 2.1 Lambang-lambang Dalam VSM (Chiarini, 2013, pp. 36-42) (lanjutan) Gambar Keterangan Lambang ini merupakan kartu kanban baik satuan maupun per lot, dimana kartu putih tersebut melambangkan produksi dan yang bergaris ialah penarikan Kanban Rack Lambang aluran proses first-in-first-out (FIFO) dari proses satu ke proses selanjutnya Lambang ini menunjukkan segmentasi waktu, dimana terdapat 2 segmentasi waktu, yakni lead time dan waktu siklus proses Lambang ini merupakan lambang peringatan akan perencanaan yang tidak sesuai antar proses dan WIP Lambang ini melambangkan adanya project perbaikan antar proses maupun proses yang ada
2.4
5S di Perusahaan. 5 S adalah teknik yang dikembangkan di Jepang yang bertujuan untuk membersihkan penghalang dan limbah dalam pekerjaan, yang melibatkan pengeleminasian pergerakan manusia yang tidak perlu dengan memindahkan barang dan waktu yang terbuang karena mencari barang atau material. Berikut adalah penjelasan singkat mengenai 5S: 1. Sort atau Seiri. Memindahkan dan merapikan barang yang jarang digunakan. 2. Straighten atau Seiton. Mengatur dan melabel tempat-tempat di stasiun kerja serta menata barang yang berguna agar mudah dicari dan aman. 3. Shine atau Seiso. Pembersihan barang yang telah ditata dengan rapi agar tidak kotor, termasuk tempat kerja dan lingkungan serta mesin. 4. Standarize atau Seiketsu. Penjagaan lingkungan kerja yang sudah rapi dan bersih menjadi suatu standar kerja. 5. Sustain atau Shitsuke. Penyadaran akan etika kerja. (Liker & Meier, 2006, p. 64-65) Di dalam perusahaan 5S berguna untuk meningkatkan kinerja di tempat kerja yang membantu kontrol visual operator serta mendukung implementasi Lean Manufacturing.
2.5
Takt Time Takt adalah rata-rata dimana konsumen akan mengambil produk, ketika pabrik memproduksi barang itu. Kunci pemborosan itu sendiri
10 mengupayakan konsep untuk menghindari pemborosan dari overproduction, pemborosan yang terbesar dari semua jenis pemborosan. (Wilson, 2010) Rumus Takt time: Takt time = 2.6
SPC (Statistical Process Control) SPC adalah metode dalam pemecahan masalah yang berguna dalam mencapai stabilitas proses dan meningkatkan kemampuan melalui pengurangan variabilitas. (Montgomery, 2009, p. 199) Menurutnya terdapat tujuh alat utama dalam SPC ini, yaitu histogram, check sheet, Pareto diagram, cause-and-effect diagram, defect concentration diagram, scatter diagram, dan control chart (X & R chart, CP, dan CPK).
2.6.1
CTQ Teknik pengendalian kualitas setiap produk memiliki paremeterparameter yang dideskripsikan sebagai kualitas oleh konsumen. Parameter tersebut adalah karakteristik kualitas yang disebut juga karakteristik critical to quality (CTQ). CTQ terdiri dari beberapa tipe yaitu: • Fisik: panjang, berat, voltase, vikositas. • Sensor: rasa, penampilan, warna. • Orientasi waktu: reliabilitas, durabilitas, mudah diperbaiki. Tim pengendalian kualitas berfokus pada CTQ untuk mengurangi variasi seperti waktu siklus, produk gagal, biaya, dan aktifitas yang tidak memberikan nilai tambah (Montgomery, 2009, p. 8, 55)
2.6.2 Check Sheet Check Sheet merupakan salah satu dari 7 alat penyelesaian masalah yang banyak digunakan oleh seluruh perusahaan di dunia. Check Sheet juga digunakan untuk mencari kesempatan untuk melakukan perbaikan dan juga mengurangi variabilitas dan pemborosan. Di awal perbaikan proses, data historis sangat penting untuk dikumpulkan karena sabagai dasar investigasi. Untuk itulah digunakan Check Sheet untuk mencatat pengukurannya. Pencatatan di Check Sheet merupakan langkah yang umum di aktifitas pengukuran dalam perbaikan proses. (Montgomery, 2009, p. 199-200)
11 Gambar 2.4 Check sheet (Montgomery, 2009, p. 200) 2.6.3 Pareto Chart Diagram Pareto adalah suatu diagram yang menggambarkan klasifikasi data dengan menunjukan serangkaian seri diagram batang. Diagram diatur mulai dari yang tertinggi sampai terendah. Hal tersebut dapat membantu menemukan permasalahan dengan mudah yang kemudian akan diselesaikan (Ariani, 2004,p.19). Prinsip dari diagram pareto aturan 80/20 yang artinya 100% masalah yang ada, cukup dengan memfokuskan 80% yang ada, sedangkan 20% sisanya dibiarkan saja. 80% tersebut merupakan masalah besar yang dihadapi, sedangkan 20% sisanya merupakan masalah-masalah kecil yang timbul. (Schubert, 2008, p.27).
Gambar 2.5 Pareto diagram (Montgomery, 2009, p. 201) 2.6.4
Peta Kendali Fraction Nonconforming (NP Chart) Fraksi ketidaksesuaian merupakan salah satu control chart dengan variabel atribut pada SPC dengan memperhitungkan rasio sejumlah ketidaksesuaian benda dalam sebuah populasi dari jumlah keseluruhan populasi (Montgomery, 2009). Rumus yang digunakan untuk Np chart adalah:
Center Line =
Gambar 2.6 Diagram Np chart (Montgomery, 2009, p. 303)
12 2.6.5
Peta Kontrol X & R Chart Saat menganalisa karakteristik kualitas terutama variabel, nilai ratarata/mean dari karakteristik kualitas dan variabilitasnya harus terus dimonitor. Kontrol dari rata-rata proses tersebut biasanya dilakukan dengan menggunakan peta kontrol x. Peta kontrol untuk jarak data disebut R chart (Montgomery, 2009, p. 227-229) Rumus yang digunakan untuk X Chart adalah:
Rumus yang digunakan untuk R Chart adalah:
Manfaat penggunaan peta kontrol untuk perusahaan adalah untuk menentukan apakah suatu proses berada dalam pengendalian batas statistikal, memantau proses terus-menerus sepanjang waktu agar proses tetap stabil dan hanya mengandung variasi penyebab umum, serta menentukan kemampuan proses.
Gambar 2.7 Diagram X dan R chart (Montgomery, 2009, p. 210) 2.6.6 Proses kapabilitas Kapabilitas proses adalah kemampuan dari proses dalam menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi. Jika proses memiliki kapabilitas yang baik maka proses akan menghasilkan produk yang berada dalam batas-batas spesifikasi Sebaliknya jika kapabilitas proses buruk, maka proses tersebut akan menghasilkan banyak produk di luar batas-batas
13 spesifikasi sehingga menimbulkan kerugian. Kapabilitas Proses (Cp) yang menggunakan spesifikasi dua sisi dihitung menggunakan formula berikut:
Dimana: Cp = Indeks Kapabilitas Proses (Process Capability Index) USL = Batas Spesifikasi Atas (Upper Specification Limit) LSL = Batas Spesifikasi Bawah (Lower Specification Limit) 6s = Enam Simpangan Baku. Biasanya indeks kapabilitas proses (Cp) dipergunakan bersamaan dengan indeks performansi (performance index) atau Cpk disebut juga spesifikasi satu sisi, yang merefleksikan kedekatan nilai rata-rata dari proses sekarang terhadap salah satu batas spesifikasi atas (USL) atau batas spesifikasi bawah (LCL). Indeks performa ini berdasarkan pada formula: Cpk = min (CPL,CPU) Cpl = Cpu = µ = Batas Tengah Spesifikasi. Besaran nilai Cp, Cpl, & Cpu dibandingkan dengan kriteria sebagai berikut: 1. Jika Cp, Cpl, & Cpu > 1,33, maka proses dianggap mampu memenuhi spesifikasi. 2. Jika Cp, Cpl, & Cpu = 1,00 – 1,33, berarti proses dianggap mampu namun perlu pengendalian ketat jika rasionya mendekati 1,00. 3. Jika Cp, Cpl, & Cpu < 1,00 maka proses dianggap tidak mampu. Angka-angka Cp = 1,0 dan Cp = 1,33 adalah berdasarkan referensi kualitas 3 sigma & defective ppm (part per million), misalnya angka Cp = 1,0 adalah sama dengan kemampuan proses pada tingkat 3 sigma atau 2700 ppm dalam spesifikasi dua sisi (Cp), angka Cp = 1,3 adalah sama dengan kemampuan proses dengan tingkat 4 sigma atau 48 ppm dalam spesifikasi satu sisi (Cpk). (Montgomery, 2009, p. 351-355) 2.6.7
Tabel Factors for Constructing Variables Control Charts Tabel 2.2 Factors for Constructing Variables Control Charts
14 2.7
Time Motion Study Istilah Time and Motion Study mengacu pada cabang pengetahuan yang luas yang berhubungan dengan penentuan sistematis metode kerja lebih baik, dengan penentuan waktu yang dibutuhkan untuk penggunaan manusia atau mesin melakukan kerja dengan metode yang ditetapkan, dan dengan pengembangan bahan yang dibutuhkan untuk membuat penggunaan praktis dari data. Time and Motion Study memiliki tujuan untuk menghilangkan pekerjaan yang tidak diperlukan, metode desain dan prosedur yang paling efektif, yang memerlukan sedikit usaha, dan sesuai dengan individu yang menggunakannya. Selain itu, ia menyediakan sebuah metode untuk mengukur kinerja atau untuk menentukan indeks produksi indeks untuk kerja individu atau kelompok, masing-masing bagian, atau seluruh pabrik. (Bon & Daim, 2010)
2.7.1
Waktu Normal Waktu siklus merupakan waktu yang dibutuhkan oleh operator untuk menyelesaikan sebuah produk, dengan kata lain waktu siklus adalah waktu penyelesaian satu satuan produksi sejak bahan baku mulai diproses di tempat kerja yang bersangkutan (Wignjosoebroto, 2003, p. 200). Waktu normal = Waktu Siklus x
2.7.2
Tabel Westinghouse Performance Rating Tabel 2.3 The Westinghouse Rating System (Salvendy, 2001)
Skill ratings +0.15 A1 +0.13 A2 +0.11 B1 +0.08 B2 +0.06 C1 +0.03 C2 0.00 D -0.05 E1 -0.10 E2 -0.16 F1 -0.22 F2
2.7.3
Superskill Superskill Excellent Excellent Good Good Average Fair Fair Poor Poor
Effort ratings +0.13 A1 +0.12 A2 +0.10 B1 +0.08 B2 +0.05 C1 +0.02 C2 0.00 D -0.04 E1 -0.08 E2 -0.12 F1 -0.17 F2
Excessive Excessive Excellent Excellent Good Good Average Fair Fair Poor Poor
Environmental condition ratings +0.06 A Ideal +0.04 B Excellent +0.02 C Good 0.00 D Average -0.03 E Fair -0.07 F Poor Consistency ratings +0.04 A Perfect +0.03 B Excellent +0.01 C Good 0.00 D Average -0.02 E Fair -0.04 F Poor
Waktu Standard Waktu standard merupakan waktu yang telah dibakukan yang digunakan sebagai acuan untuk operator dapat bekerja secara wajar (tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat) dalam sistem kerja terbaik. Penentuan waktu baku ini dilakukan dengan mempertimbangkan nilai kelonggaran terhadap hal-hal yang tidak dapat dihindari sewaktu operator melakukan pekerjaannya (Wignjosoebroto, 2003, pp. 202-203). Berikut ini adalah rumus perhitungan waktu standard: Waktu Standard = Waktu Normal x (100% + %Kelonggaran)