B A B II LANDASAN TEORI
2.1. Pengertian Manajemen
Begitu luasnya pengertian manajemen sehingga tidak ada definisi yang pasti digunakan oleh semua orang.
James A. F. Stoner dalam bukunya “Management” yang diterjemahkan oleh Willhelmus W. Bakawatun, SE (1992:4), menyatakan sebagai berikut : Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan pengendalian upaya anggota organisasi dan proses penggunaan semua sumber daya organisasi untuk tercapainya tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
Sedangkan Sofjan Assauri (1993:1), menyatakan sebagai berikut : Manajemen adalah kegiatan atau usaha yang dilakukan untuk mencapai tujuan dengan menggunakan atau mengkoordinasikan kegiatan orang lain. Manajemen merupakan suatu fungsi untuk melaksanakan kegiatankegiatan melalui dan bersama-sama orang lain.
19
2.2. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen sumber daya manusia adalah merupakan cabang dalam ilmu manajemen yang mengkhususkan diri dalam bidang personalia dan kepegawaian. Menurut Dr. A.A. Anwar Prabu Mangkunegara, Drs., M.Si. Psi. dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan (2004:2), manajamen sumber daya manusia adalah merupakan suatu perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian,
pelaksanaan
dan
pengawasan
terhadap
pengadaan,
pengembangan, pemberian balas jasa, pengintegrasian, pemeliharaan dan pemisahan tenaga kerja dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
Sedangkan menurut Hendry Somamora (2006), mengatakan manajemen sumber daya manusia juga menyangkut desain dan implementasi sistem perencanaan, penyusunan karyawan, pengembangan karyawan, pengelolaan karir, evaluasi kerja, kompensasi karyawan dan ketenagakerjaan yang baik.
Sedangkan menurut Malayu S. P. Hasibuan, manajemen sumber daya manusia adalah ilmu dan seni yang mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu terwujudnya perusahaan, karyawan dan masyarakat.
20
2.3. Kompensasi 2.3.1. Pengertian Kompensasi Ada beberapa pengertian kompensasi yang dapat dikemukakan dari berbagai sumber lain : Samsudin (2006) mengatakan bahwa : “Kompensasi merupakan pemberian balas jasa, baik secara langsung berupa uang (financial), maupun tidak langsung berupa penghargaan (non financial)” Sedangkan menurut B. Siswanti Sastrohadiwiryo (2005), mengatakan bahwa : “Kompensasi imbalan jasa atau balas jasa yang diberikan oleh organisasi/ perusahaan kepada tenaga kerja, karena mereka telah memberikan sumbangan tenaga dan pikiran demi kemajuan organisasi/ perusahaan guna mencapai tujuan yang telah ditentukan oleh perusahaan.”
2.3.2. Sistim Kompensasi 1. Menghargai Prestasi Kerja Pemberian kompensasi yang memadai adalah sebagai suatu penghargaan organisasi terhadap prestasi kerja para pegawainya. Selanjutnya akan mendorong prilaku-prilaku pegawai sesuai yang diinginkan organisasi.
21
2. Menjamin Keadilan Sistim kompensasi yang baik akan menjamin keadilan diantara para pegawai dalam organisasi. Para pegawai akan memperoleh imbalan yang sesuai dengan tugas, fungsi, jabatan dan prestasi kerja.
3. Mempertahankan pegawai Dengan kompensasi yang baik akan membuat karyawan betah bekerja dalam organisasi tersebut. Hal ini berarti mencegah keluarnya pegawai yang potensial dari organisasi tersebut untuk mencari pekerjaan yang lebih baik.
4. Memperoleh Pegawai yang Bermutu Sistim kompensasi yang baik akan menarik lebih banyak calon pegawai. Dengan banyaknya pelamar atau calon pegawai maka organisasi memiliki peluang memilih pegawai yang bermutu tinggi.
5. Pengendalian Biaya Dengan adanya sistim kompensasi yang baik maka akan mengurangi seringnya recruitment, sebagi akibat dari makin seringnya pegawai keluar, hal ini berarti menghemat biaya recruitment dan seleksi calon pegawai baru.
22
6. Memenuhi Peraturan. Sistim administrasi yang baik merupakan tuntutan dari pemerintah (hukum), suatu organisasi yang baik dituntut adanya sistim administrasi kompensasi yang baik pula.
2.3.3. Jenis-Jenis Kompensasi Sebagai mana telah diuraikan diatas, kompensasi adalah gaji/ upah tetap ditambah fasilitas dan insentif lainnya. Dengan demikian gaji, tunjangan, obatobatan, kredit rumah, kredit mobil dan fasilitas lainnya yang diberikan oleh perusahaan kepada pegawainya adalah kompensasi. Menurut Wilson (2003), ada empat jenis kompensasi, yaitu : 1. Gaji atau upah adalah pembayaran yang diterima secara teratur oleh seseorang untuk pekerjaan selama bekerja pada suatu perusahaan. 2. Bonus atau pembayaran insentif, didasarkan pada kinerja individu, bisnis unit atau perusahaan, biasanya disebut dengan variable kompensasi. 3. Benefit biasanya berupa asuransi kesehatan, jaminan hari tua dan transportasi 4. Penghargaan kepada pegawai karena kontribusi mereka, dapat berbentuk sertifikat, ketenaran, surat rekomendasi atau promosi.
23
2.3.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Kompensasi. Menurut
Prasetyo
Irawan,
secara
garis
besar
faktor-faktor
yang
mempengaruhi dibagi menjadi tiga, yaitu faktor intern oraganisasi, pribadi pegawai yang bersangkutan dan faktor ekstern pegawai dan organisasi.
1. Faktor Intern Organisasi. a. Dana Organisasi Kemampuan organisasi untuk melaksanakan kompensasi sangat tergantung kepada dana yang terhimpun untuk keperluan tersebut. Terhimpunnya dana tentunya juga sebagai akibat prestasi-prestasi kerja yang telah ditunjukkan oleh pegawainya. Semakin besar prestasi kerja, maka semakin besar pula dana yang dapat dihimpun oleh organisasi.
b. Serikat Pegawai Para pegawai yang tergabung dalam serikat pekerja juga dapat mempengaruhi pelaksanaan atau pendapatan kompensasi dalam suatu organisasi. Serikat pegawai dapat menjadi symbol kekuatan pekerjaan didalam menuntut perbaikan nasib. Keberadaan serikat pegawai perlu mendapatkan perhatian atau diperhitungkan oleh pihak pimpinan.
24
2. Faktor Pribadi Pegawai. a. Produktivitas Kerja Produktivitas kerja dipengaruhi oleh prestasi kerja. Prestasi kerja merupakan faktor yang diperhitungkan dalam penetapan kompensasi. Pengaruh ini memungkinkan pegawai pada posisi dan jabatan yang sama mendapatkan kompensasi yang berbeda. Penerimaan kompensasi ini dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas kerja pegawai.
b. Posisi dan Jabatan Posisi dan jabatan yang berbeda berdampak pada perbedaan besarnya kompensasi. Posisi dan jabatan seseorang dalam perusahaan menunjukan keberadaan dan tanggung jawabnya dalam hirarki perusahaan. Semakin tinggi posisi dan jabatan seseorang dalam perusahaan, semakin besar tanggung jawabnya, maka semakin besar pula kompensasi yang diterimanya.
c. Pendidikan dan Pengalaman Selain posisi dan jabatan, pendidikan dan pengalaman kerja juga merupakan faktor yang mempengaruhi besarnya kompensasi. Pegawai yang lebih pengalaman dan pendidikan yang tinggi akan mendapatkan kompensasi yang lebih besar dari pegawai
yang
kurang
pengalaman
dan
kurang
tingkat
pendidikannya.
25
Pertimbangan faktor ini merupakan wujud penghargaan perusahaan pada kemampuan seseorang. Pertimbangan ini juga dapat memacu pegawai untuk senantiasa meningkatkan pengetahuannya. d. Jenis dan Sifat Pekerjaan Besar kompensasi pegawai yang bekerja dilapangan berbeda dengan pegawai yang bekerja didalam ruangan, begitu juga dengan pekerjaan manajemen berbeda dengan pekerjaan teknik. Pemberian kompensasi yang berbeda ini selain karena pertimbangan kemampuan pegawai juga karena besarnya resiko dan tanggung jawab yang dipikul oleh pegawai.
3. Faktor Ekstern a. Penawaran dan Permintaan Kerja Mengacu pada hukum perekonomian pasar bebas, kondisi dimana penawaran tenaga kerja lebih besar dari pada permintaan akan menyebabkan rendahnya kompensasi yang diberikan. Sebaliknya bila kondisi pasar penawaran hanya sedikit, maka kompensasi yang diberikan perusahaan akan besar. b. Biaya Hidup Besarnya kompensasi terutama upah/gaji harus disesuaikan dengan besarnya biaya hidup. Biaya hidup yang dimaksud disini adalah biaya hidup minimal.
26
c. Kebijakan Pemerintahan Sebagai pemegang kebijakan, pemerintah berupaya melindungi rakyatnya dari kesewenangan pengusaha. Kaitannya dengan kompensasi, pemerintah menentukan upah minimum, jam kerja perhari dan batasan umur pekerja.
2.4. Kartu Kredit 2.4.1. Pengertian Kartu Kredit Dalam Peraturan Bank Indonesia No. 10/2/PBI/2008 tanggal 20 Februari 2008 perihal Perubahan Peraturan Bank Indonesia No. 7/52/PBI/2005 tanggal 28 Desember 2005 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan menggunakan kartu, definisi kartu kredit adalah : “Alat pembayaran dengan menggunakan kartu yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan dan/atau penarikan uang tunai dimana kewajiban pembayaran pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh acquirer atau penerbit, dan pemegang kartu berkewajiban melakukan pelunasan pembayaran tersebut pada waktu yang ditentukan baik secara sekaligus (charge card) ataupun secara angsuran”.
27
Dalam Wikipedia (2008). Sistem kartu kredit adalah suatu jenis penyelesaian transaksi ritel (retail) dan sistem kredit, yang namanya berasal dari kartu plastik yang diterbitkan kepada pengguna sistem tersebut. Sebuah kartu kredit berbeda dengan kartu debit di mana penerbit kartu kredit meminjamkan konsumen uang dan bukan mengambil uang dari rekening. Kebanyakan kartu kredit memiliki bentuk dan ukuran yang sama, seperti yang dispesifikasikan oleh standar ISO 7810.
A L UR B IS N IS K A R T U K R E D IT MERCHANT
CARDHOLDER
CREDIT CARD DIPAKAI
BARANG/JASA INFO TRANSAKSI
PEMBAYARAN MERCHANT
PEMBAYARAN
INFO
CREDIT
ACQUIRER
ACQUIRER
TAGIHAN
INFO
DEBIT ISSUER
PENERBIT KARTU
Gambar 2.1. Alur bisnis kartu kredit
2.4.2. Perkembangan Kartu Kredit di Indonesia
Industri perbankan merupakan salah satu bidang industri yang menjanjikan yang luar biasa dan sarat dengan persaingan. Saat ini perbankan dituntut untuk melayani semua transaksi ekonomi. Persaingan di bisnis perbankan mengharuskan manajemen melakukan terobosan baru yang inovatif mengenal produk, prosedur, 28
maupun teknik kerja, agar tetap pada posisi yang kompetitif. Kartu kredit dalam bisnis perbankan merupakan produk andalan karena memiliki pangsa pasar yang luas dan merupakan salah satu sumber pendapatan penting bagi perusahaan. Produk kartu kredit di Indonesia semakin berkembang dengan banyaknya bank penerbit kartu kredit yang menawarkan berbagai macam kemudahan, fasilitas, dan tingkat bunga yang kompetitif (bersaing). Dengan jumlah bank penerbit kartu kredit yang semakin banyak itu berarti tingkat persaingan semakin ketat yang menuntut perusahaan perbankan untuk bekerja lebih profesional lagi.
Kartu kredit sudah menjadi kebutuhan yang dirasakan penting bagi nasabah. Penggunaan kartu kredit telah merambah sebagian besar sektor perdagangan dan bisnis untuk mempermudah transaksi. Sejalan dengan hal tersebut, bank-bank mulai berlomba mengadakan berbagai macam program untuk nasabahnya melalui kartu krdit, seperti program diskon, cicilan tanpa bunga, member get member, maupun program-program lainnya termasuk free annual fee tahun pertama.
Industri kartu kredit merupakan salah satu jasa perbankan yang perkembangannya sangat pesat. Hal ini dapat dilihat dari melonjaknya jumlah kartu kredit yang beredar maupun nilai transaksinya. Serta jumlah pengguna kartu kredit yang terus meningkat setiap tahunnya dan beragamnya produk yang ditawarkan. Karena begitu banyaknya saingan dalam bidang ini membuat bankbank penerbit kartu kredit berusaha untuk memberikan kepuasan yang lebih kepada nasabahnya. Hal ini membuat para penerbit kartu kredit harus cermat
29
dalam mengevaluasi nasabahnya agar dapat terus mempertahankan nasabah yang ada. Mempertahankan nasabah yang ada merupakan hal yang sangat penting karena biaya menarik nasabah baru lebih besar dari pada biaya untuk mempertahankan yang ada.
Tabel 2.1. Perkembangan Nilai Transaksi dan Jumlah Kartu Kredit. TAHUN
JUMLAH
GROWTH
NILAI
GROWTH
KARTU
(%)
TRANSAKSI
(%)
(Rp. JUTA) 2003
4.515.624
28.699.871
2004
5.502.166
21,85 %
37.115.043
29,32 %
2005
6.795.600
23,51 %
46.396.051
25,01 %
2006
8.276.761
21,80 %
58.361.009
25,79 %
2007
9.148.104
10,53 %
72.604.207
24,41 %
2008 *)
10.014.625
23.417.866
Tabel 2.2. Perkembangan Volume Transaksi dan Outstanding Kartu Kredit TAHUN
VOLUME
GROWTH
OUTSTANDING
GROWTH
TRANSAKSI
(%)
KREDIT (Rp.
(%)
JUTA) 2003
65.402.779
9.809.228
2004
82.153.668
25,61 %
12.294.562
25,34 %
2005
98.285.932
19,64 %
16.857.271
37,11 %
2006
114.271.964
16,26 %
19.168.487
13,71 %
2007
129.292.524
13,14 %
23.965.596
23,03 %
2008 *)
39.353.851
25.121.046
*) sampai dengan bulan April 2008 Sumber Majalah SWA No. 13/XXIV tanggal 26 Juni – 6 Juli 2008 30
Dari data tersebut, pasar kartu kredit di Indonesia masih besar. Dari 250 juta penduduk Indonesia, baru sekitar 10 juta kartu kredit yang diterbitkan atau baru 4 % dari penduduk Indonesia, itupun banyak yang memiliki kartu kredit lebih dari satu, itu artinya bisnis kartu kredit di Indonesia masih sangat potensial untuk digarap bank. Atas dasar itulah bank terus gencar memasarkan kartu kredit (Infobank No. 346 edisi Januari 2008) Kartu kredit menjadi andalan bank-bank karena mereka dapat meraup laba besar di bisnis ini. Selain laba, bank memperoleh fee based income dari penerbitan kartu kredit.
2.4.3. Permasalahan Kartu Kredit Sejak 10 tahun terakhir, bisnis consumer banking terus maju pesat. Tak aneh jika bank-bank terpikat memberikan kredit ke bisnis ini. Apalagi sektor korporasi belum mampu menggenjot setelah dihantam krisis moneter pada 10 tahun lalu. Sebelum krisis moneter menghampiri negeri ini, sektor korporasi banyak dikucuri kredit perbankan. Bisnis consumer banking yang banyak diberi suntikan dana perbankan, antara lain KPR dan kartu kredit. (InfoBank
No. 346
edisi Januari 2008). Namun pertumbuhan kartu kredit tidak diimbangi dengan penjagaan tingkat Non Performing Loan (NPL). Dalam InfoBank No. 346 edisi Januari 2008, Bank Indonesia memprediksi ada beberapa hal yang menyebabkan rasio NPL kartu kredit meningkat : (1) daya beli masyarakat melemah, (2) ketentuan bank sentral menikkan pembayaran minimum menjadi 10 % dari tagihan, (3) nasabah kurang memahami perhitungan bunga dan denda kartu kredit, (4) nasabah tidak menyadari bahwa memiliki terlalu
31
banyak kartu kredit bisa mengancam kondisi keuangannya, apalagi bunga yang ditawarkan kartu kredit cukup besar, yaitu rata-rata 3 % – 4 % per bulan.
2.5.
Kredit Bemasalah Prof. Dr. H. Veithzal Rivai, M.B.A dan Andria Permata Veithzal, B. Acct.
M.B.A (2006) menyebutkan kualitas kredit pada hakikatnya didasarkan pada risiko kemungkinan terhadap kondisi dan kepatuhan nasabah memenuhi kewajiban-kewajibannya untuk membayar bunga, mengangsur pokok pinjaman sampai dengan lunas. Jadi unsur menentukan kualitas kredit apakah lancar atau macet, pada dasarnya ditentukan pada kesanggupan membayar dari nasabah terhadap bunga dan pokok hutang sampai dengan lunas, dan tingkatan kualitas kredit dapat dikategorikan berdasarkan jumlah hari keterlambatan pembayaran kewajibannya, sebagai berikut : 1. Kredit Lancar Kredit digolongkan lancar bila nasabah dapat memenuhi kewajiban membayar bunga dan mengangsur pokok hutang secara tepat waktu.
2. Kredit Dalam Perhatian Khusus. Pada umumnya terjadi pada nasabah yang mengalami keterlambatan pembayaran bunga maupun pokok pinjaman sampai dengan delapan puluh sembilan hari.
32
3. Kredit Kurang Lancar Bila kemampuan bayar sudah mengalami penundaan sampai sembilan puluh hari, maka nasabah tersebut sudah perlu lebih diperhatikan sumber-sumber pendapatannya agar dapat dibantu untuk penyelesaian kewajibannya.
4. Kredit Diragukan Kemampuan bayar sudah sama sekali diragukan, misalnya karyawan yang terkena pemutusan hubungan kerja dan sudah lama tidak mempunyai pekerjaan tetap atau anggota keluarga yang sakit berkepanjangan sehingga tidak lagi dapat melakukan kewajiban pembayaran bunga dan pokok pinjaman sampai seratus tujuh puluh sembilan hari.
5. Kredit Macet Kredit dikatakan macet bila nasabah tidak dapat melakukan pembayaran lebih dari seratus delapan puluh hari dan bagi bank yang memberikan kredit hal ini menyebabkan kerugian, karena 100 % harus dicadangkan sebagai biaya yang mengurangi keuntungan perusahaan.
33