13
B A B II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
A.
Kajian Pustaka
1.
Social Cognitive Theory Teori Kognitif Sosial (Social Cognitive Theory) merupakan penamaan baru dari Teori Belajar Sosial (Social Learning Theory) yang dikembangkan oleh Albert Bandura. Penamaan baru dengan nama Teori Kognitif Sosial ini dilakukan pada tahun 1970-an dan 1980-an. Pada beberapa publikasinya, Bandura telah mengelaborasi proses belajar sosial dengan faktor-faktor kognitif dan behavioral yang memengaruhi seseorang dalam proses belajar sosial. Teori ini merupakan perluasan teori pengkondisian operan dari Skinner (1971) yaitu teori yang mangandaikan perilaku sebagai suati fungsi dari konsekuensi-konsekuensinya. Menurut Bandura (1977) dalam Jatmiko (2006), proses dalam pembelajaran sosial meliputi : -
Proses perhatian (attentional) Proses perhatian yaitu orang hanya akan belajar dari seseorang atau model, jika mereka telah mengenal dan menaruh perhatian pada orang atau model tersebut
- Proses penahanan (retention)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
Proses penahanan adalah proses mengingat tindakan suatu model setelah model tidak lagi mudah tersedia - Proses reproduksi motorik Proses reproduksi motorik adalah proses mengubah pengamatan menjadi perbuatan. - Proses penguatan (reinforcement) Proses penguatan adalah proses yang mana individu-individu disediakan rangsangan positif atau ganjaran supata berperilaku sesuai model. Jatmiko (2006) dalam Arum (2012:29) menjelaskan bahwa teori pembelajaran sosial ini relevan untuk menjelaskan perilaku Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya membayar pajak. Seseorang akan taat membayar pajak tepat pada waktunya, jika lewat pengamatan dan pengalaman langsungnya, hasil pungutan pajak itu telah memberikan konstribusi nyata pada pembangunan wilayahnya. Seseorang juga akan taat pajak apabila telah menaruh perhatian terhadap pelayanan pajak, baik fiskus maupun sistem pajaknya.
2.
Theory Planned Behavior Teori ini yang awalnya dinamai Theory of Reasoned Action (TRA) dikembangkan ditahun 1967, selanjutnya teori tersebut direvisi dan diperluas oleh Icek Ajzen dan Martini Fishbein. Fokus utama dari teori planned behavior ini sama seperti teori reason action yaitu intensi individu untuk melakukan perilaku tertentu. Intensi dianggap dapat melihat faktorfaktor motivasi yang mempengaruhi perilaku. Intensi merupakan indikasi
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
seberapa keras orang mau berusaha untuk mencoba dan berapa besar usaha yang akan dikeluarkan individu untuk melakukan suatu perilaku. Teori ini menyediakan suatu kerangka untuk mempelajari sikap terhadap perilaku. Berdasarkan teori tersebut, penentu terpenting perilaku seseorang adalah intensi untuk berperilaku. Intensi individu untuk menampilkan
suatu
perilaku
adalah
kombinasi
dari
sikap
untuk
menampilkan perilaku tersebut dan norma subjektif. Sikap individu terhadap perilaku meliputi kepercayaan mengenai suatu perilaku, evaluasi terhadap hasil perilaku, norma subjektif, kepercayaan-kepercayaan normatif dan motivasi untuk patuh. Jika seseorang mempersepsi bahwa hasil dari menampilkan suatu perilaku tersebut positif, ia akan memiliki sikap positif terhadap perilaku tersebut. Yang sebaliknya juga dapat dinyatakan bahwa jika suatu perilaku dipikirkan negatif. Jika orang-orang lain yang relevan memandang bahwa menampilkan perilaku tersebut sebagai sesuatu yang positif dan seseorang tersebut termotivasi untuk memenuhi harapan orang-orang lain yang relevan, maka itulah yang disebut dengan norma subjektif yang positif. Jika orang-orang lain melihat perilaku yang akan ditampilkan sebagai sesuatu yang negatif dan seseorang tersebut ingin memenuhi harapan orang-orang lain tersebut, itu yang disebut dengan norma subjektif negatif. Sikap dan norma subjektif diukur dengan skala (misalnya skala likert) menggunakan frase suka/tidak suka, baik/buruk, dan setuju/tidak setuju. Intensi untuk
http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
menampilkan suatu perilaku tergantung pada hasil pengukuran sikap dan norma subjektif. Hasil yang positif mengindikasikan intensi berperilaku. Theory of reasoned action paling berhasil ketika diaplikasikan pada perilaku yang dibawah kendali individu sendiri. Jika perilaku tersebut tidak sepenuhnya dibawah kendali atau kemauan individu, meskipun ia sangat termotivasi oleh sikap dan norma subjektifnya, ia mungkin tidak akan secara nyata menampilkan perilaku tersebut. Sebaliknya, Theory of planned behavior dikembangkan untuk memprediksi perilaku-perilaku yang sepenuhnya tidak dibawah kendali individu. Perbedaan utama antara TRA dan TPB adalah tambahan penentu intensi berperilaku yang ke tiga, yaitu perceived behavioral control (PBC). PBC ditentukan oleh dua faktor yaitu control beliefs (kepercayaan mengenai kemampuan dalam mengendalikan) dan perceived power (persepsi mengenai kekuasaan yang dimiliki untuk melakukan suatu perilaku). PBC mengindikasikan bahwa motivasi seseorang dipengaruhi oleh bagaimana ia mempersepsi tingkat kesulitan atau kemudahan untuk menampilkan suatu perilaku tertentu. Jika seseorang memiliki control beliefs yang kuat mengenai faktor-faktor yang ada yang akan memfasilitasi suatu perilaku, maka seseorang tersebut memiliki persepsi yang tinggi untuk mampu mengendalikan suatu perilaku. Sebaliknya, seseorang tersebut akan memiliki persepsi yang rendah dalam mengendalikan suatu perilaku jika ia memiliki control
beliefs
yang kuat
mengenai
faktor-faktor
yang
menghambat perilaku. Persepsi ini dapat mencerminkan pengalaman masa
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
lalu, antisipasi terhadap situasi yang akan datang, dan sikap terhadap normanorma yang berpengaruh disekitar individu. Theory of planned behavior didasarkan pada asumsi bahwa manusia adalah makhluk rasional dan menggunakan informasi-informasi yang mungkin baginya, secara sistematis. Orang memikirkan implikasi dari tindakan mereka sebelum memutuskan untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku-perilaku tertentu. Teori ini menggunakan tiga indikator dalam mengukur kontrol keprilakuan, yaitu pertama, kemungkinan diperiksa oleh fiskus, kedua, kemungkinan dikenakan sanksi dan ketiga, kemungkinan pelaporan pihak ketiga (Blathorne, 2000,Bobek dan Harfiled,2003,Mustikasari,2003).
3.
Deterrence Theory Teori ini ditemukanoleh Gary Becker tahun 1968,yang dianugerahi Penghargaan Nobel dalam bidang Ekonomi tahun 1992.
Berdasarkan
penelitan Gary Becker berjudul Crime and Punishment An Economic Approach.Pada Tahun 2007,Ken Devos melakukan penelitian tentang Measuring and Analysing Deterrence in Taxpayer Compliance Research. Menurut Deterrence theory, Ken Devos (2007) meneliti mengenai kepatuhan wajib pajak. Model ini menggabungkan fitur-fitur yang menonjol dari model sosial dan psikologi dalam mengukur efek jera dan dampaknya pada kepatuhan wajib pajak. Model ini meneliti mengenai peningkatkan sanksi pidana sedemikian rupa untuk menghalangi pelaku mengulangi pelanggaran. Berdasarkan model ini, tindakan hukum dalam meningkatkan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
ancaman jera tidak hanya bagi para penjahat potensial dalam masyarakat, tetapi juga bagi mereka yang telah menerima hukuman dengan mengubah pandangan mereka dalam menanggapi ancaman hukuman di masa depan. Model penelitian tentang kepatuhan pajak didasarkan pada pendekatan pencegahan ekonomi, yang menghubungkan kedua faktor ekonomi dan struktural dalam kaitannya pada kepatuhan.Pendekatan ini menggunakan persamaan
fungsi
utilitas
dan
eksperimental
metode
ekonomi
untukmenjelaskan dan memprediksi tingkat kepatuhan wajib pajak. Pendekatan pencegahan ekonomi menunjukkanbahwa wajib pajak membuat evaluasi biaya dan manfaat (cost benefit analysis) ketika memutuskan untuk menentukan jumlah pajak terhutang dan hal ini berkaitan dengan aturan hukum yang berlaku di setiap negara. Evaluasi biaya dan manfaat memaparkan bahwa kepatuhan evaluasi biaya murah dan manfaat merupakan prosedur yang cepat dan mudah serta pelayanan yang berkualitas sehingga kepatuhan pajak dapat terealisasi. Upaya pencegahanuntuk menjelaskan perubahankepatuhan perilaku daripada tingkat kepatuhan wajib pajak. Tujuanpendekatan dari economic models adalah untuk mengidentifikasi kausalitasdalam perubahan perilaku wajib pajak dalam menanggapi perubahanvariabel. Menurut Ken Devos (2007) menyatakan bahwa memberikan ancaman
hukuman
merupakan
strategi
yang
menjanjikan
dalam
mempengaruhi perilaku seseorang. Misalnya, Australia Taxation Office (ATO) telah dikenal dalam memberikan efek jera bagi wajib pajak. Latar
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
belakang dalam pencegahan ini dieksplorasi dari 3 (tiga) sudut pandang, yang meliputi aspek etika dan moral, ekonomi dan politik. Penyebab wajib pajak tidak patuh bervariasi, sebab utamanya adalah penghasilan yang diperoleh wajib pajak yang utama ditujukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada saat telah memenuhi ketentuan perpajakan timbul kewajiban pembayaran pajak kepada negara. Pada umumnya kepentingan pribadi yang diutamakan. Sebab lain adalah wajib pajak kurang sadar tentang kewajiban bernegara, tidak patuh pada aturan, kurang menghargai hukum, tingginya tarif pajak dan kondisi lingkungan sekitar. Pada
umumnya
masyarakat
disetiap
negara
memiliki
kecenderungan untuk meloloskan diri dari pembayaran pajak. Permasalahan tersebut timbul dari pemikiran bahwa membayar pajak adalah pengorbanan yang dilakukan warga negara dengan menyerahkan sebagian hartanya kepada negara dengan sukarela. Usaha yang dilakukan wajib pajak untuk meloloskan diri dari pajak merupakan usaha yang disebut perlawanan terhadap pajak. Utilitas fungsi persamaan, metode ini menggunakan persamaan matematika aljabar yang menunjukkan bahwa wajib pajak rasional akan memaksimalkan utilitas yang diharapkan dari berjudi penggelapan pajak dengan menimbang utilitas yang diharapkan dari pengurangan hutang pajak terhadap prospek deteksi dan hukuman secara pasti. Penilitian yang dihasilkan dengan metode ini bersifat teoritikal dan tidak didukung oleh
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
data empiris. Temuan dari persamaan ini, yang meneliti perubahan variabel seperti tingkat pendapatan, tarif pajak, audit probabilitas dan denda tarif, adalah sebagai berikut: 1. Ada hubungan langsung antara tingkat
audit
dan menyatakan
Pendapatan(kepatuhan akan meningkat jika ada peningkatan dalam audit probabilitas). 2. Ada hubungan positif antara tingkat hukuman dan kepatuhan. 3. Peningkatan tingkat pendapatan dan tarif pajak memiliki efek ambigu pada kepatuhan. Relevansinya dengan penelitian ini adalah bahwa seseorang dalam menentukan perilaku patuh atau tidak patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakannya dipengaruhi kompleksitas dari undang-undang pajak yang akan berdampak pada ketidakpastian hukum pajak, rasionalitas dalam mempertimbangkan manfaat dari pajak dan juga pengaruh lingkungan yang berhubungan dengan pembentukan norma subjektif yang mempengaruhi keputusan perilaku.
4.
Teori Efektivitas Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Menurut kamu besar bahasa Indonesia (2008:352), efektivitas adalah keefektifan, yaitu keberhasilan suatu usaha, tindakan. Dalam bahasa Belanda effectief memiliki makna berhasil guna. Sedangkan,efektivitas hukum secara tata bahasa dapat diartikan sebagai keberhasilgunaan hukum, hal ini berkenaan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
dengan keberhasilan pelaksanaan hukum itu sendiri, sejauh mana hukum atau peraturan itu berjalan optimal dan efisien atau tepat sasaran. Menurut para ahli, efektivitas adalah (Samodra Wibawa,1992 :32) : a. Richard M.Steers, keberhasilan kepemimpinan dan organisasi diukur dengan konsep efektivitas. Efektivitas itu paling baik dapat dimengerti jika dilihat dari sudut sejauh manan suatu organisasi berhasil mendapatkan dan memanfaatkan sumber daya dalam usahanya mengerjakan tujuan organisasi. b. J.L.Gibson, konsep efektivitas dapat didekati dari dua segi, yaitu tujuan dan teori sistem. Pendekatan tujuan memandang bahwa organisasi itu dibentuk dengan suatu tujuan dan oleh karena itu orang-orang didalamnya berusaha secara rasional agar tujuan tercapai. Dengan demikian, efektivitas diartikan sebagai pencapaian yang telah disepakati bersama. Sedangkan pendekatan sistem memandang bahwa organisasi mendapatkan sumber dari lingkungannya. Organisasi adalah suatu unsur dari sejumlah unsur lain, saling berhubungan dan saling bergantung. Dalam hal ini, efektivitas menggambarkan seluruh siklus input-prosesoutput dan hubungan timbal-balik antara organisasi dan lingkungannya. c. Barnard (1938:16)
mendefinisikan efektivitas organisasi sebagai
pencapaian tujuan-tujuan organisasi d. Etzioni mendefinisikan efektivitas sebagai tingkat terwujudnya sasaran dan tujuan organisasi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
e. Sampson
(1966:144)
memberikan
definisi
yang
agak
berbeda,
menurutnya dimensi-dimensi efektivitas adalah sebagai berikut : 1. Goal attainment, yakni kemampuan manajer untuk mewujudkan kebutuhan ekonomi bagi para anggotanya. 2. Adaptation, yakni usaha untuk mencangkokkan diri pada lingkungan. 3. Integration, yakni sejauh mana manajer mampu menyatukan berbagai departemen dan fungsi didalam organisasinya. 4. Latency, yakni langkah yang diambil untuk menjaga komitmen dan para partisipasi. Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan efektivitas adalah suatu ukuran seberapa jauh target (kuantitas,kualitas dan waktu) yang telah dicapai oleh manajemen, yang mana target tersebut sudah ditentukan terlebih dahulu. Semakin besar presentase target yang dicapai, semakin tinggi efektivitasnya.
5.
Konsep dan teori pajak Definisi pajak menurut Rochmat Soemitro, pajak adalah : iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Pemungutan pajak diatur dan sesuai dengan undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, yiatu :”Pajak dan pungutan lain
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan Undangundang”. Menurut Pasal 1 UU No. 28 tahun 2007 Tentang Ketentuan UmumDan Tata Cara Perpajakan, yang dimaksud dengan pajak adalah konstribusi wajib pajak kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsurunsur: 1. Iuran dari rakyat kepada negara Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang). 2. Berdasarkan undang-undang Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya. 3. Tanpa jasa timbal balik atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. 4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaranpengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
6.
Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 Pemungutan pajak Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2013 tentang “Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu” PP No. 46 tahun 2013 dikeluarkan berdasarkan : 1. Ketentuan Pasal 4 ayat (2) huruf e Undang-undang Nomor 36 tahun tentang pajak penghasilan menyebutkan :Penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. 2. Ketentuan Pasal 17 ayat (7) Undang-undang Nomor 36 tahun tentang pajak pajak penghasilan menyebutkan : dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan tarif pajak tersendiri atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (2), sepanjang tidak melebihi tarif pajak tertinggi sebagaimana tersebut pada ayat (1).
Menurut ketentuan Pasal 2 Ayat (1), juncto Pasal 3 Ayat (1) dan (2), juncto Pasal 4 ayat (1) PP No. 46 Tahun 2013, atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu, dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar 1% dari peredaran bruto setiap bulannya. Sedangkan yang dimaksud dengan wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu adalah wajib pajak yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Wajib pajak orang pribadi atau wajib pajak badan tidak termasuk bentuk usaha tetap; dan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
b. menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00 dalam 1 Tahun Pajak. 3. Wajib pajak yang dikecualikan dari ketentuan PP No. 46 Tahun 2013 adalah sebagai berikut: 1. untuk wajib pajak orang pribadi yang terbagi atas: a. wajib pajak orang pribadi yang memperoleh penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, yaitu meliputi: 1) tenaga ahli yang
melakukan
pekerjaan
bebas,
yang
terdiri
dari
:
pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris; 2) pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/ peragawati, pemain drama, dan penari; 3) olahragawan;
4)
penasihat,
pengajar,
pelatih,
penceramah,
penyuluh, dan moderator; 5) pengarang, peneliti, dan penerjemah; 6) agen iklan; 7) pengawas atau pengelola proyek; 8) perantara; 9) petugas penjaja barang dagangan; 10) agen asuransi; dan 11) distributor
perusahaan
pemasaran
berjenjang
(multilevel
marketing) atau penjualan langsung (direct selling) dan kegiatan sejenis lainnya; b. wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yang dalam usahanya menggunakan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik yang menetap maupun tidak menetap; atau c. wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yang dalam usahanya menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum yang tidak diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan. 2. Untuk wajib pajak badan: a. wajib pajak badan yang memperoleh penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas; b. wajib wajak badan yang belum beroperasi secara komersial; atau c. wajib pajak badan yang dalam jangka waktu 1 tahun setelah beroperasi secara komersial memperoleh peredaran bruto melebihi Rp4.800.000.000,00.
7.
Aturan terkait PP No. 46 tahun 2013 a.
Peraturan
Menteri
Keuangan
Republik
Indonesia
nomor
107/pmk.011/2013 tentang tata cara penghitungan, penyetoran, dan pelaporan pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu yang merupakan aturan pelaksana dari Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang memiliki Peredaran Bruto Tertentu, adapun mengenai Tata Cara Penghitungan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari
http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. Adapun aturan pelaksananya diantaranya: Pengenaan Pajak Penghasilan didasarkan pada peredaran bruto dari usaha dalam 1 (satu) tahun dari Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak yang bersangkutan. - Peredaran bruto yang tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) peredaran bruto ditentukan berdasarkan peredaran bruto dari usaha seluruhnya termasuk dari usaha cabang, tidak termasuk peredaran bruto dari: a. jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas b. penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri; c. usaha yang atas penghasilannya telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat
final dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan tersendiri; dan d. penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak. - Dalam hal peredaran bruto dari usaha pada Tahun Pajak terakhir sebelum tahun Pajak tidak meliputi jangka waktu 12 (dua belas) bulan, pengenaan Pajak Penghasilan didasarkan pada jumlah peredaran bruto Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak bersangkutan yang disetahunkan. - Dalam hal Wajib Pajak baru terdaftar pada tahun pajak 2013 sebelum Peraturan Menteri ini
berlaku,
pengenaan Pajak
Penghasilan didasarkan pada jumlah peredaran bruto dari bulan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
saat Wajib Pajak terdaftar sampai dengan bulan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini yang disetahunkan. - Dalam hal Wajib Pajak baru terdaftar sejak berlakunya Peraturan Menteri ini, pengenaan Pajak Penghasilan didasarkan pada jumlah peredaran bruto pada bulan pertama diperolehnya penghasilan dari usaha yang disetahunkan. - Besarnya tarif Pajak Penghasilan yang bersifat adalah 1% (satu persen). - Dasar pengenaan pajak yang digunakan untuk menghitung Pajak Penghasilan yang bersifat final adalah jumlah peredaran bruto setiap bulan, untuk setiap tempat kegiatan usaha. - Dalam hal peredaran bruto kumulatif Wajib Pajak pada suatu bulan telah melebihi jumlah Rp4.800.000.000,00 dalam suatu Tahun Pajak, Wajib Pajak tetap dikenai tarif Pajak Penghasilan 1 % sampai dengan akhir Tahun Pajak yang bersangkutan. - Dalam hal peredaran bruto Wajib Pajak telah melebihi jumlah Rp4.800.000.000,00
pada suatu Tahun Pajak, atas penghasilan
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak pada Tahun Pajak berikutnya dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif umum Undang-Undang Pajak Penghasilan berlaku sampai dengan akhir Tahun Pajak berikutnya. - Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib dilakukan pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
29
yang tidak bersifat final, dapat dibebaskan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak lain diberikan melalui Surat Keterangan Bebas yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atas nama Direktur Jenderal Pajak berdasarkan permohonan Wajib Pajak. - Wajib Pajak yang dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif umum Undang-Undang Pajak Penghasilan sampai dengan jangka waktu 1 (satu) tahun sejak beroperasi secara komersial. - Wajib Pajak yang dikenai Pajak penghasilan bersifat final yang menyelenggarakan pembukuan dapat melakukan kompensasi kerugian dengan penghasilan yang tidak dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final. Ketentuan kompensasi kerugian adalah: a. kompensasi kerugian dilakukan mulai tahun Pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) Tahun Pajak; b. Tahun Pajak dikenakannya Pajak Penghasilan yang bersifat final tetap diperhitungkan sebagai bagian dari jangka waktu c. kerugian pada suatu Tahun Pajak dikenakannya Pajak Penghasilan yang bersifat final tidak dapat dikompensasikan pada Tahun Pajak berikutnya. - Wajib Pajak yang hanya menerima atau memperoleh penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan yang diwajibkan melakukan pembayaran
http://digilib.mercubuana.ac.id/
bersifat final tidak
angsuran pajak Pasal 25
30
Undang-Undang Pajak Penghasilan. - Dalam hal Wajib Pajak selain menerima atau memperoleh penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final juga menerima atau memperoleh enghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif umum Undang-Undang Pajak Penghasilan, atas penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif umum tersebut wajib dibayar angsuran pajak Pasal 25 Undang-Undang Pajak Penghasilan. - Besarnya angsuran pajak Pasal 25 Undang-Undang Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak yang memenuhi Pajak pertama Wajib Pajak tidak dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat ketentuan sebagai berikut: a. bagi Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (7) huruf b dan huruf c Undang-Undang Pajak Penghasilan, besaran angsuran pajak adalah sesuai dengan besarnya angsuran pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai besarnya angsuran pajak bagi Wajib Pajak tersebut; b. bagi Wajib Pajak selain Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a, penghitungan besarnya angsuran pajak diberlakukan seperti Wajib Pajak baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (7) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan. - Untuk Wajib Pajak orang pribadi, jumlah penghasilan neto yang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
disetahunkan dikurangi terlebih dahulu dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak. - Angsuran pajak yang dimaksud dalam Pasal 25 Undang-Undang Pajak Penghasilan dan pajak yang telah dipotong dan/atau dipungut pihak lain boleh dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang untuk Tahun Pajak yang bersangkutan, kecuali untuk penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final. - Wajib Pajak wajib menyetor Pajak Penghasilan terutang 1 % ke kantor pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan Surat Setoran Pajak, yang telah mendapat validasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara, paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. dianggap telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan - Wajib Pajak yang melakukan pembayaran Pajak Penghasilan wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir, ketentuan pelaporan diberlakukan mulai masa pajak Januari 2014. - Kerugian pada bulan Januari 2013 sampai dengan Juni 2013 dapat dilakukan kompensasi dengan penghasilan yang tidak dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final pada Tahun Pajak berikutnya. - Wajib
Pajak
yang
melakukan
kompensasi
http://digilib.mercubuana.ac.id/
kerugian,wajib
32
melampirkan laporan rugi laba bulan Januari 2013 sampai dengan Juni 2013 dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun 2013. b.
Tata cara pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan pajak penghasilan bagi wajib pajak yang dikenai pajak UMKM Peraturan direktur jenderal pajak nomor PER-32/PJ./2013 tentang tata cara pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan pajak penghasilan bagi wajib pajak yang dikenai pajak penghasilan berdasarkan peraturan pemerintah nomor 46 tahun 2013 tentang pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu merupakan pelaksanaan dari Pasal 14 huruf c Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107/PMK.011/2013 tentang Tata Cara Penghitungan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu; - Permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak diajukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak menyampaikan kewajiban Surat Pemberitahuan Tahunan dengan syarat: a. telah
menyampaikan
Surat
Pemberitahuan
Tahunan
Pajak
Penghasilan Tahun Pajak sebelum Tahun Pajak diajukan permohonan, untuk Wajib Pajak yang telah terdaftar pada Tahun
http://digilib.mercubuana.ac.id/
33
Pajak sebelum Tahun Pajak diajukannya Surat Keterangan Bebas b. menyerahkan surat pernyataan yang ditandatangani Wajib Pajak atau kuasa Wajib Pajak yang menyatakan bahwa peredaran bruto usaha yang diterima atau diperoleh termasuk dalam kriteria untuk dikenai Pajak Penghasilan bersifat final disertai lampiran jumlah peredaran bruto setiap bulan sampai dengan bulan sebelum diajukannya Surat Keterangan Bebas, untuk Wajib Pajak yang terdaftar pada Tahun Pajak yang sama dengan Tahun Pajak saat diajukannya Surat Keterangan Bebas; c. menyerahkan dokumen-dokumen pendukung transaksi seperti Surat Perintah Kerja, Surat Keterangan Pemenang Lelang dari Instansi Pemerintah, atau dokumen pendukung sejenis lainnya. d. ditandatangani oleh Wajib Pajak, atau dalam hal permohonan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak harus dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 Undang-Undang KUP. - Permohonan
diajukan
untuk
setiap
pemotongan
dan/atau
pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 21, Pasal 22, Pasal 22 impor, dan/atau Pasal 23. - Atas
permohonan
pembebasan
dari
pemotongan
dan/atau
pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana Kepala Kantor Pelayanan Pajak harus menerbitkan Surat Keterangan Bebas; atau surat penolakan permohonan Surat Keterangan Bebas,dalam jangka
http://digilib.mercubuana.ac.id/
34
waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap.Apabila dalam jangka waktu 5 hari kerja Kepala Kantor
Pelayanan
Pajak
belum
memberikan
keputusan,
permohonan Wajib Pajak dianggap diterima. Kepala Kantor Pelayanan Pajak wajib menerbitkan Surat Keterangan Bebas dalam jangka waktu 2 (dua) hari kerja setelah jangka waktu terlewati. - Surat Keterangan Bebas berlaku sampai dengan berakhirnya Tahun Pajak yang bersangkutan. - Pemotong dan/atau pemungut pajak tidak melakukan pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan untuk setiap transaksi yang merupakan objek pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan yang tidak bersifat final apabila telah menerima fotokopi Surat Keterangan Bebas yang
telah dilegalisasi oleh
Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak - Permohonan legalisasi fotokopi Surat Keterangan Bebas diajukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak menyampaikan kewajiban Surat Pemberitahuan Tahunan dengan syarat: a. menunjukkan Surat Keterangan Bebas b. menyerahkan bukti penyetoran Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran
http://digilib.mercubuana.ac.id/
35
Bruto Tertentu untuk setiap transaksi yang akan dilakukan dengan pemotong dan/atau pemungut berupa Surat Setoran Pajak lembar ke-3 yang telah mendapat validasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara, kecuali untuk transaksi yang dikenai pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas: 1)
impor;
2)
pembelian bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas;
3)
pembelian hasil produksi industri semen, industri kertas, industri baja, industri otomotif dan industri farmasi;
4)
pembelian kendaraan bermotor di dalam negeri;
c. mengisi identitas Wajib Pajak pemotong dan/atau pemungut Pajak Penghasilan dan nilai transaksi pada kolom yang tercantum dalam Surat Keterangan Bebas. d. ditandatangani oleh Wajib Pajak, atau dalam hal permohonan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak harus dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 Undang-Undang KUP. c.
Tata cara pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. Peraturan Menteri Keuangan nomor 10/PMK.03/2013 tentang tata cara pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang yang mengalami perubahan pada peraturan menteri
http://digilib.mercubuana.ac.id/
36
keuangan republik indonesia nomor 198/pmk.03/2013 tentang pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak bagi wajib pajak yang memenuhi persyaratan tertentu, Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak meliputi: a. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas yang menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan lebih bayar restitusi; b. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas yang menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan lebih bayar restitusi dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. Wajib Pajak badan yang menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan lebih bayar restitusi dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah); atau d. Pengusaha Kena Pajak yang menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai lebih bayar restitusi dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak harus didasarkan pada analisis risiko yang pedomannya ditetapkan oleh Direktur Jenderal pajak. Analisis risiko harus mempertimbangkan perilaku dan kepatuhan Wajib pajak yang dapat berupa:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
37
a. kepatuhan penyampaian Surat Pemberitahuan; b. kepatuhan dalam melunasi utang pajak; dan c. Kebenaran Surat Pemberitahuan untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak sebelum-sebelumnya. Berdasarkan hasil penelitian Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak paling lama: a. 15 (lima belas) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap, untuk permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran Pajak Penghasilan orang pribadi; b. 1 (satu) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap, untuk permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran Pajak Penghasilan badan; dan c. 1 (satu) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap, untuk permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai Apabila setelah lewat jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkan keputusan, permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak dianggap dikabulkan. Dalam hal permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak dianggap dikabulkan Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah jangka waktu berakhir.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
38
Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak tidak diterbitkan dalam hal berdasarkan hasil penelitian menunjukkan: a. tidak terdapat kelebihan pembayaran pajak; b. Surat Pemberitahuan beserta lampirannya tidak lengkap; c. penulisan dan penghitungan pajak tidak benar; d. kredit pajak atau Pajak Masukan berdasarkan sistem aplikasi Direktorat Jenderal Pajak tidak benar; e. pembayaran pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak tidak benar; atau f. Wajib Pajak dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan atau Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan. Dalam hal Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak tidak diterbitkan, Direktur Jenderal Pajak memberitahukan secara tertulis kepada Wajib Pajak dan Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar tersebut ditindaklanjuti berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang KUP.
d.
Pemeriksaan pajak
Pemeriksaan pajak diatur dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan tata cara perpajakan, pada pasal 28 dan diatur dalam PMK nomor : 17/PMK.03/2013 dengan perubahan terakhir PMK nomor : 184/PMK.03/2015 pasal 1 angka 2 tentang tata cara pemeriksaan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
39
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional
berdasarkan
standar
pemeriksaan
untuk
menguji
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan. e.
Daluwarsa penagihan pajak Daluwarsa penagihan pajak diatur dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan tata cara perpajakan, pada pasal 22 menyebutkan daluwarsa penagihan pajak 5 (lima) tahun dihitung sejak surat tagihan pajak dan surat ketetapan pajak diterbitkan.
f.
Kewajiban Penyimpanan dokumen Kewajiban penyimpanan dokumen diatur dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan tata cara perpajakan, pada pasal 28 menyebutkan Buku,catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi on-line wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun.
8.
Asas- asas Pemungutan pajak Dalam buku An Inquiry into the Nature and Causes of the weakth of nations yang ditulis oleh Adam Smith pada abab ke – 18 mengajarkan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
40
tentang asas-asas pemungutan pajak yang dikenal dengan nama The four Cannos atau The fours cannons of taxation atau yang terkenal dengan The Four Maxims yaitu : 1)
Keadilan (equality) Merupakan asas keseimbangan dengan kemampuan atau asas keadilan. Asas keadilan menyatakan bahwa pajak harus dibebankan kepada masing-masing subjek pajak sesuai dengan kemampuannya. Negara tidak boleh mengadakan diskriminasi terhadap sesama wajib pajak dan objek pajak. Azas equality menurut Smith sebagaimana dikutip oleh Mansury, mensyaratkan bahwa pajak itu harus adil dan merata yaitu dikenakan kepada orang-orang sebanding dengan kemampuannya untuk membayar (ability to pay) pajak tersebut, dan juga sesuai dengan manfaat yang diterimanya. Pembebanan pajak itu adil, apabila setiap Wajib Pajak menyumbangkan suatu jumlah untuk dipakai
guna
kepentingannya
pengeluaran dan
dengan
pemerintah manfaat
yang
sebanding
dengan
diterimanya
dari
Pemerintah.Terkait keadilan dalam pemungutan pajak tersebut, Musgrave sebagaimana dikutip oleh Mansury mengatakan bahwa ada dua macam azas keadilan yaitu benefit principle dan ability to pay principle. Dalam pendekatan benefit principle, dalam sistem perpajakan yang adil, setiap wajib pajak harus membayar sejalan dengan manfaat yang dinikmatinya dari pemerintah. Jadi, untuk mengetahui pembebanan pajak melalui pendekatan ini perlu diketahui
http://digilib.mercubuana.ac.id/
41
besarnya manfaat yang dinikmati Wajib Pajak yang bersangkutan dari kegiatan pemerintah yang memerlukan pengeluaran yang dibiayai dari penerimaan pajak tersebut. Tetapi, Musgrave mengakui bahwa pendekatan ini sulit kepada restribusi, seperti pemakai jalan tol yang sebenarnya bukan pajak. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan keadilan yang lain yang dapat dipakai untuk mengumpulkan uang pajak yang masih diperlukan, tetapi pengumpulan tersebut harus bisa dibagi secara adil kepada masyarakat. Pendekatan ini disebut dengan ability to pay approach yang menyarankan agar pajak itu dibebankan kepada para wajib pajak berdasarkan kemampuan untuk membayar masing-masing. Keadilan dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu keadilan horizontal dan keadilan vertikal. Keadilan horizontal adalah mengenai beban pajak atas orang-orang yang jumlah besar penghasilannya sama dengan besar tanggungannya adalah sama. Jadi suatu pemungutan pajaknya adalah sama atas semua wajib pajak yang mendapatkan penghasilan yang sama dengan jumlah tanggungan yang sama, tanpa membedakan jenis penghasilan atau sumber penghasilan. Disini penting adalah pengertian penghasilan yang menjadi objek pajak. Sedangkan keadilan vertikal, Harvey S.Rosen sebagaimana dikutip oleh Mansury mengatakan “ It is widely agreed tah tax system should have have vertical equity: it should distirubute burdens fairly across people with different abilities to pay” Mansury menekankan hal-hal
http://digilib.mercubuana.ac.id/
42
yang harus dipegang teguh jika pemungutan PPh sesuai dengan azas keadilan sebagai berikut : A. Memenuhi syarat keadilan horizontal : 1. Definisi penghasilan : semua tambahan kemampuan ekonomis, yaitu semua tambahan kemampuan untuk dapat menguasai barang atau jasa, dimasukkan dalam pengertian Objek pajak atau definisi penghasilan. 2. Globality : semua tambahan kemampuan itu merupakan ukuran dari keseluruhan kemampuan membayar atau “the global ability to pay” oleh karena itu harus dijumlahkan menjadi satu sebagai objek pajak. 3. Net income : yang menjadi ablitiy to pay adalah jumlah netto setelah dikurangi semua biaya untuk mendapatkan,menagih, dan memelihara penghasilan itu, sebab penerimaan atau perolehan yang dipakai untuk mendapatkan penghasilan, tidak dapat dipakai lagi untuk kebutuhan Wajib Pajak jadi yang dipakai untuk biaya tersebut tidak merupakan tambahan kemampuan ekonomis Wajib Pajak. 4. Personal Exemption : Untuk wajib pajak orang pribadi suatu pengurangan
untuk
memelihara
diri
diperkenankan (PTKP).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Wajib
Pajak
harus
43
5. Equal treatment for the equals : jumlah seluruh penghasilan yang memenuhi
definis
penghasilan,
apabila
jumlahnya
sama,
dikenakan pajak dengan tarif yang sama, tanpa membedakan jenisjenis penghasilan dan sumber penghasilan. B. Memenuhi syarat keadilan vertikal : 1. Unequal treatment for the unequals : yang membedakan besarnya tarif adalah jumlah seluruh penghasilan atau jumlah seluruh tambahan kemampuan ekonomis, bukan karena perbedaan sumber penghasilan atau perbedaan jenis penghasilan. 2. Progression : apabila jumlah penghasilan seorang wajib pajak lebih besar, dia harus membayar pajak lebih besar dengan menerapkan tarif pajak yang prosentasenya lebih besar. Terkait azas horizontal equity, Musgrave dan Musgrave sebagaimana dikutip oleh Rosdiana dan Irianto mengemukakan bahwa suatu pemungutan pajak dikatakan memenuhi keadilan horizontal apabila wajib pajak yang berada pada “kondisi” yang sama diperlakukan sama (equal treatment for the equals). Pengertian sama (equal) adalah sama besarnya seluruh tambahn kemampuan ekonomi netto. Menurut Gunadi, secara fiskal lebih ditujukan pada keadaan pemerataan, dalam arti sama rata sama distribusi beban penerimaan negara (pajak) yang harus didukung. Keadilan, (equitas) dalam sistem pajak meliputi dua aspek yaitu horizontal dan vertikal Keadilan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
44
horizontal menyangkut ekualitas (kesamaan) perlakuan perpajakan antar orang yang berada pada kemampuan pajak yang sama, sedangkan keadilan vertikal menunjuk kepada perbedaan perlakuan pemajakan antar orang yang berada dalam keadaan kemampuan yang berbeda. 2)
Kepastian (certainly) Merupakan asas kepastian hukum.
Semua pungutan pajak harus
berdasarkan dengan UU, sehingga bagi yang melanggar akan dikenakan sanksi hukum. Dalam asas ini, kepastian hukum yang diutamakan adalah mengenai pembayaran pajak. Asas “pay as you earn” menunjukkan saat yang tepat untuk pemungutan pajak. Sebagaimana
dikutip
oleh
Mansury,
Smith
pandangannya tentang certainty yaitu pajak
mengemukakan
itu tidak ditentukan
secara sewenang-wenang, sebaliknya pajak itu harus semula jelas bagi semua wajib pajak dan seluruh masyarakat : berapa jumlah yang harus dibayar, kapan harus dibayar dan bagaimana cara membayarnya. Menurut Mansury, kalau kepastian tersebut dihubungkan dengan empat pertanyaan pokok akan menjadi sebagai berikut : 1. Harus pasti, siapa-siapa yang harus dikenakan pajak 2. Harus pasti, apa yang menjadi dasar untuk mengenakan pajak kepada subjek pajak.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
45
3. Harus pasti, berapa jumlah yang harus dibayar berdasarkan ketentuan tentang tarif pajak 4. Harus pasti, bagaimana jumlah pajak yang terhutang tersebut dibayar. Kepastian mengandung arti bahwa ketentuan-ketentuan perpajakan yang diimplementasikan dalam peraturan-peraturan pajak diatur dengan jelas,tegas, dan tidak mengandung arti ganda atau memberikan peluang untuk ditafsirkan lain. Menurut Mansury,Smith berpandangan bahwa azas certainty lebih penting dari azas keadilan. Jadi suatu sistem yang telah dirancang menganut azas keadilan, apabila tanpa kepastian
bisa
ada
kalanya
tidak
adil.
Tanpa
kepastian,
pelaksanaannya bisa tidak adil atau lebih tepat tidak selalu adil. Namun demikian, Mansury kurang sependapat dengan pandangan Smith bahwa kepastian lebih penting dari keadilan. Mansury berpendapat, seharusnya kepastian itu menjamin tercapainya keadilan dalam pemungutan pajak yang di inginkan kepastian tentang subjek pajak,objek pajak,tarif pajak dan prosedur pajak yang disarankan atas keadilan itulah yang harus pasti dari semula. Rosdiana dan Irianto mengatakan, azas kepastian merupakan hal yang paling mendasar dalam suatu sistem perpajakan, karena kepastian akan memperbesar potensi terjadinya dispute (perselisihan atau perbedaan pendapat) antara wajib pajak dan fiskus. Dalam praktik dilapangan, sering kali peraturan paling rendah, misalnya surat edaran
http://digilib.mercubuana.ac.id/
46
Dirjen Pajak, justru lebih powerfull dibandingkan dengan undangundangnya sendiri. Jika hal ini dibiarkan berlarut-larut, tentu akan menjadi preseden yang buruk, apalagi Surat Edaran dibuat tanpa harus mendapatkan persetujuan DPR. 3)
Ketepatan (conviency) Merupakan asas pemungutan pajak yang tepat waktu. Pajak hendaknya dipungut pada saat yang paling baik bagi wajib pajak, yaitu
saat
yang
paling
dekat
dengan
saat
diterimanya
penghasilan/keuntungan yang dikenakan pajak. 4)
Efisiensi (efficiency) Merupakan asas efisien atau asas ekonomis. Pemungutan pajak hendaknya dilakukan sehemat dan seefisien mungkin, jangan sampai biaya pemungutan pajak lebih besar dari penerimaan pajak itu sendiri. Sommerfeld Ray M. dan kawan-kawan, mengungkapkan bahwa dalam rangka mendesain suatu sistem perpajakan, kriterianya tidak lagi
terbatas
pada
“the
cannons
of
taxation”
yaitu
equity,certainty,convenience dan economy, yang di cetuskan oleh Adam
Smith,
tetapi
saat
ini
perlu
ditambah
lagi
dengan
productivity,visibility, dan political considerations. 1) Productivity disini dimaksudkan secara relatif, berapa besar jumlah pajak yang dihasilkan yang umumnya disorot oleh para politikus dalam
rangka
mengevaluasi
kinerja
http://digilib.mercubuana.ac.id/
pemerintah
tanpa
47
mempersoalkan apakah itu memenuhi persyaratan the cannons of taxation atau tidak. 2) Visibility disini lebih bersifat ukuran yang dipakai oleh para pembayar pajak, berapa besar kenikmatan yang dapat diperolehnya dari jumlah pembayaran pajaknya yang sering kali dieksploitir oleh para politikus untuk menabur janji-janji peningkatan kesejahteraan dibanding dengan bagaimana usaha meningkatkan penerimaan pajak. 3) Political considerations lebih mencerminkan bagaimana para anggota perwakilan rakyat melobi dan melakukan pendekatan agar ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tersebut menguntungkan kelompoknya. Teori mengenai kemampuan untuk membayar pajak. Secara teoritis berbicara
mengenai
kemampuan
membayar
berdasarkan pengorbanan (kehilangan guna).
pajak
yang
diukur
Misalnya pendapatan,
kekayaan atau juga konsumsi. Teorinya adalah bahwa orang yang mendapatkan lebih banyak uang mampu untuk membayar pajak lebih banyak. Teori kemampuan membayar pajak mensyaratkan bahwa individu dengan penghasilan tinggi dapat membayar persentase yang lebih tinggi dari penghasilan terhadap pajak.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
48
9.
Sistem Pemajakan Global dan Schedular Menurut Janet Stotsky (1995,halamanan 21) ada dua macam sistem pajak penghasilan yaitu sistem pemajakan global dan sistem pemajakan schedular. Sistem pemajakan global adalah sistem yang mengenakan pajak atas seluruh sumber penghasilan baik yang bersumber dari dalam negeri maupun luar negeri secara bersama-sama. Sedangkan sistem pemajakan schedular adalah sistem pemajakan dengan setiap sumber/jenis penghasilan dikenakan pajak secara terpisah. Menurut Janet Stotsky, beberapa keuntungan sistem pemajakan scheduler (1995, halaman 121-122) adalah sebagai berikut : 1. Mempermudah pengawasan atas penerimaan pajak pada negara dengan sistem administrasi pajak yang masih belum bagus. 2. Pengurangan jumlah Wajib Pajak yang harus melaporkan Surat Pemberitahuan Pajak secara signifikan karena pajak umumnya dipungut oleh pemberi penghasilan 3. Memberikan keuntungan administratif yang lebih tinggi bila jumlah Wajib Pajak yang memiliki beberapa sumber penghasilan sedikit 4. Memungkinkan adanya perlakuan pajak yang berbeda untuk tiap jenis penghasilan. Beberapa keuntungan dari sistem pemajakan global (1995, halaman 121122) adalah sebagai berikut :
http://digilib.mercubuana.ac.id/
49
1. Memungkinkan tercapainya keadilan secara vertikal karena pajak dikenakan atas seluruh penghasilan 2. Mengurangi kewajiban pelaporan Wajib Pajak yang memiliki beberapa sumber penghasilan karena setiap Wajib Pajak hanya perlu melaporkan 1 Surat Pemberitahuan Pajak. 10.
Konsep Presumptive Taxation Dalam volume pertama bukunya yang berjudul Tax Law Design, Victor Thuronyi (1996, bab 12 halaman 1 – 2) menyatakan bahwa presumptive taxation adalah adanya asumsi bahwa jumlah penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak tidak lebih kecil dari jumlah penghasilan yang ditentukan secara tidak langsung. Terdapat beberapa alasan penggunaan teknik presumptive yaitu : 1. Kemudahan terutama untuk Wajib Pajak dengan turnover yang sangat rendah (dan beban administratif untuk melakukan pemeriksaan atas Wajib Pajak tersebut) 2. Untuk mengatasi penghindaran pajak (yang berfungsi bila indikator yang menjadi dasar presumption lebih sulit untuk disembunyikan daripada pencatatan akuntansi) 3. Metode presumptive dapat meratakan beban pajak melalui indikator pengenaan pajak yang objektif, terutama bila metode akuntansi tidak dapat lagi diandalkan karena Wajib Pajak tidak mentaati peraturan dan adanya korupsi
http://digilib.mercubuana.ac.id/
50
4. Dapat meningkatkan Wajib Pajak melakukan pencatatan secara benar, karena akan menyebabkan pengenaan pajak yang lebih besar bila catatan tersebut tidak tersedia 5. Adanya efek insentif yaitu Wajib Pajak dengan jumlah penghasilan yang lebih besar tidak harus membayar pajak lebih besar. 6. Alasan penerimaan negara, keadilan,kesulitan politis atau teknik Presumptive taxation dapat digunakan untuk seluruh jenis pajak yang didasarkan dari pencatatan akuntansi seperti pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, bea cukai atau pajak penjualan, namun lebih umum digunakan untuk pajak penghasilan. Metode presumptive dapat dibedakan berdasarkan jenis Wajib Pajak yang dituju yaitu untuk Wajib Pajak usaha kecil dan tenaga ahli, Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan secara keseluruhan, termasuk perusahaan besar. Metode penentuan penghasilan dalam metode presumptive adalah sebagai berikut : 1. Metode net worth Bila informasi penting mengenai pendapatan Wajib Pajak tidak tersedia, metode yang umum digunakan untuk memperkirakan pendapatan adalah dengan menentukan besarnya perubahan net worth selama tahun pajak tertentu dan menambahkan besarnya konsumsi Wajib Pajak dengan memeriksa gaya hidup Wajib Pajak. Kesulitan yang dihadapi dalam menggunakan
metode
ini
untuk
menentukan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
penghasilan
adalah
51
mendapatkan informasi mengenai kekayaan dan pengeluaran dari Wajib Pajak yang tidak mau bekerjasama. 2. Metode tabungan pada bank Metode lain yang dapat digunakan untuk menentukan penghasilan adalah tabungan Wajib Pajak (baik pada bank lokal maupun luar negeri) dan untuk membuat asumsi. Seluruh tabungan dianggap sebagai penghasilan kecuali Wajib Pajak dapat membuktikan sebaliknya. Metode ini dapat menyebabkan kelebihan atau kekurangan perkiraan penghasilan tergantung dari praktek usaha Wajib Pajak. Bila Wajib Pajak merasakan bahwa pengenaan pajak dengan metode ini tidak adil maka Wajib Pajak diperbolehkan untuk membuktikan dengan pembukuan laba rugi yang aktual. 3. Metode pengeluaran Metode ini digunakan bila informasi mengenai kekayaan Wajib Pajak tidak tersedia, sehingga penghasilan ditentukan berdasarkan jumlah uang yang telah dikeluarkan oleh Wajib Pajak. Metode ini digunakan di Perancis dan Jerman. 4. Persentase peredaran bruto Dalam metode ini yang menjadi dasar penentuan penghasilan adalah peredaran bruto. Keuntungan dari metode ini adalah sangat mudah untuk diterapkan dan dapat meningkatkan penerimaan negara. Adapun kelemahan dari metode ini adalah korelasi yang kecil antara penghasilan dan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
52
peredaran bruto yang diterima oleh Wajib Pajak untuk suatu tahun tertentu. Disamping itu, persentase peredaran bruto yang dimiliki oleh setiap industri berbeda-beda dan tergantung pada tingkat integrasi suatu perusahaan tertentu dan jenis produk atau jasa yang diberikan. Penggunaan persentase yang sama untuk semua perusahaan akan menyebabkan penentuan penghasilan bersih yang tidak akurat. 5. Persentase aktiva Dalam metode ini yang menjadi dasar penentuan penghasilan adalah persentase tertentu dari aktiva yang dimiliki oleh perusahaan untuk menghasilkan pendapatan.
11.
Stel - stel pemungutan pajak Sistem pemungutan pajak di Indonesia terdiri atas : 1)
Official Assesment System Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-cirinya : - Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus. - Wajib pajak bersifat pasif
http://digilib.mercubuana.ac.id/
53
- Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus 2)
Self Assesment System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciri-cirinya : - Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri - Wajib Pajak Aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang - Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
3)
With holding system Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-cirinya : Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ke tiga, pihak selain fiskus dan wajib pajak.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
54
12.
Konsep Penghasilan : Berikut adalah definisi penghasilan menurut para ahli dari berbagai bidang ilmu seperti bidang akuntansi, ekonomi dan perpajakan di Indonesia. 1. Pengertian dalam bidang akuntansi Menurut standar akuntansi keuangan (2007) sebagaimana tertulis dalam kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan, penghasilan adalah “ kenaikan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi tertentu dalam bentuk pemasukan atau penambahan aset atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari konstribusi penanaman modal” (halaman 13). Lebih lanjut dalam paragraf 74 kerangka Dasar penyusunan dan penyajian Laporan Keuangan dinyatakan bahwa“Definisi penghasilan (income) meliputi pendapatan (revenues) dan keuntungan (gain). Pendapatan timbul dalam pelaksanaan aktivitas perusahaan yang biasa dan dikenal dengan sebutan yang berbeda seperti penjualan,penghasilan jasa meliputi, misalnya pos yang timbul dalam pengalihan aset tidak lancar. Definisi penghasilan juga mencakup keuntungan yang belum direalisasi; misalnya, yang timbul dari revaluasi sekuritas yang dipasarkan (marketable) dan dari kenaikan jumlah aset jangka panjang” (halaman 14). Dengan demikian, dapat disimpulkan pengertian penghasilan dalam bidang akuntansi adalah kenaikan manfaat ekonomi yang diperoleh
http://digilib.mercubuana.ac.id/
55
dalam suatu periode akuntansi tertentu yang panjang yang dimiliki oleh perusahaan. 2. Pengertian dalam bidang ekonomi Harvey S.Rosen (2005) menyatakan bahwa para ahli ekonomi dibidang
kebijakan
penghasilan
yang
publik mereka
mempunyai namakan
definisi
definisi
sendiri
Haig-Simon
tentang (H-S)
(dinamakan sesuai dengan pencetus ide awalnya yaitu Robert M.Haig dan Henry c. Simons, ekonom pada masa awal abab 20-an) yang mendefinisikan penghasilan sebagai “The money value of the net increase to an individual’s power to consume during a period. This is equal to the ammount actually consumed during the period plus net additions to wealth” (halaman 360-361). Dengan kata lain, penghasilan di definisikan sebagai nilai uang dari kenaikan kemampuan belanja individu netto selama periode tertentu yang senilai dengan jumlah konsumsi aktual (berkonsumsi) selama suatu periode tertentu ditambah penambahan jumlah kekayaan netto (tabungan). Tabungan juga merupakan unsur penghasilan karena mereka menunjukkan peningkatan kemampuan konsumsi yang potensial. 3. Pengertian dalam bidang perpajakan Dalam pasa 4 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana diubah terakhir dengan undangundang Nomor 36 tahun 2008, yang dimaksud dengan penghasilan adalah :
http://digilib.mercubuana.ac.id/
56
“ Setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaah Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun”. Penghasilan sebagai subjek pajak mempunyai lima unsur (mansury, 2000,halaman 42-46): a. Penghasilan adalah tambahan kemampuan ekonomi yaitu setiap tambahan kemampuan untuk menguasai barang dan jasa yang didapat oleh wajib pajak dalam tahun pajak tertentu (accretion concept of income atau comprehensive tax base). Yang dimaksud dengan tambahan jumlah penerimaan atau perolehan bruto setelah dikurangi dengan biaya mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan itu. b. Yang diterima atau diperoleh oleh wajib pajak. Hal ini berarti pengenaan pajak atas setiap tambahan kemampuan ekonomis itu bilamana telah terealisasi (saat pengakuan) yang menurut konsep akuntansi dapat terjadi pada saat diperoleh (accrual basic), atau pada saat diterima (cash basic). c. Baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia (world wide income) tanpa melihat letak dari sumber penghasilan berada untuk wajib pajak dalam negeri. d. Yang dipakai untuk konsumsi maupun yang dipakai untuk menambah harta. Unsur ini merupakan cara menghitung atau mengukur besarnya penghasilan yang dikenakan pajak, yaitu sebagai hasil penjumlahan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
57
seluruh pengeluaran untuk kebutuhan konsumsi dan sisanya yang ditabung menjadi kekayaan Wajib Pajak termasuk yang dipakai untuk membeli harta sebagai investasi (investasi disini adalah penggunaan tabungan wajib pajak untuk mengembangkan harta wajib pajak, seperti dibelikan saham untuk memperoleh dividen dan capital gains atau dibelikan tanah yang dapat memberikan sewa dan juga capital gain e. Dengan nama dan dalam bentuk apapun. Hakikat ekonomis lebih penting dalam menentukan ada tidaknya penghasilan yang dikenakan pajak dibandingkan dengan bentuk formal (yuridis). Lebih lanjut, Dr.Gunadi M.Sc.Akt. (2006) menyatakan bahwa konsep penghasilan untuk tujuan pajak penghasilan dapat berbeda dari konsep penghasilan pada akuntansi komersial, karena perpajakan umumnya berkaitan dengan keadilan vertikal dan keadilan horizontal serta dapat dipakai sebagai suatu instrument kebijakan ekonomi dan sosial (halaman 132). Untuk keperluan perpajakan terdapat beberapa pendekatan pendefinisian istilah penghasilan (Gunadi,2006,halaman 132133), yaitu :
13.
Biaya Administrasi Setiap proses bisnis memakan biaya administrasi saat melakukan kegiatan penciptaan penghasilan, pajak pun mengalami hal serupa. Jumlah penerimaan pajak selalu lebih besar daripada jumlah neto yang kemudian
http://digilib.mercubuana.ac.id/
58
dapat digunakan. Selisih antara jumlah pajak yang didapat dengan yang neto dapat digunakan disebut biaya kepatuhan (compliance cost). Biaya ini termasuk biaya tenaga yang dikeluarkan dan biaya lain yang muncul saat proses administrasi pajak yang mematungi hukum dan perundangan di bidang perpajakan Ilmu administrasi adalah cabang atau disiplin ilmu sosial yang melakukan studi terhadap”administrasi” sebagai salah satu fenomena masyarakat modern. Administrasi sebagai objek studi Ilmu Administrasi paling sedikitnya mempunyai 10 (sepuluh) aspek yang penting yakni administrasi merupakan suatu fenomena sosial, suatu perwujudan tertentu di dalam masyarakat (modern). Eksistensi daripada “Administrasi” ini berkaitan dengan “organisasi (dalam arti modern…), artinya: “administrasi” itu terdapat di dalam suatu “organisasi”. Jadi, barang siapa hendak mengetahui adanya “administrasi” dalam masyarakat dia harus mencari terlebih dahulu suatu “organisasi” yang masih hidup; di situ terdapat “administrasi”. Administrasi merupakan suatu hayat atau kekuatan yang memberikan hidup atau gerak kepada suatu “organisasi”. Tanpa “administrasi”,
maka
setiap
“organisasi”
akan
mati,
dan
tanpa
“administrasi” yang sehat, maka “organisasi” itu pun tidak sehat pula. Pembangkit daripada “administrasi” sebagai “kekuatan” atau “energi” atau “hayat” ini adalah Administrator, yang harus pandai menggerakkan seluruh sistemnya yang terdiri atas para manager, staffer, dan personil lainnya. Administrasi merupakan suatu fungsi yang tertentu untuk mengendalikan,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
59
menggerakkan, mengembangkan dan mengarahkan suatu “organisasi”, yang dijalankan oleh Administrator dibantu oleh tim bawahannya, terutama para manager dan staffer. Administrasi merupakan kelompok orang-orang yang secara bersama-sama merupakan “badan pimpinan” (the governing body) daripada suatu “organisasi”, yang merupakan pimpinan atau tim pimpinan. Dalam pengertian ini orang di Amerika Serikat berbicara tentang “the Ford Administration”, the Carter Administration”, the Reagen Administration”. Administrasi merupakan suatu seni (art, kunst) yang memerlukan bakat, dan ilmu (science, knowledge, wetenschap, kennis) yang selain pengetahuan memerlukan pula pengalaman. Administrasi merupakan proses penyelenggaraan bersama atau proses kerjasama, antara sekelompok orang-orang secara tertentu untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang telah ditentukan dan direncanakan sebelumnya. Kerjasama antara orang-orang tersebut berlangsung secara dan melalui “organisasi”. Administrasi merupakan suatu jenis tingkah laku atau sikap kelakuan sosial
yang tertentu (administative behaviour
or
“administration” as a special type of social behaviour) yang memerlukan sikap serta kondisi mental yang tertentu, dan merupakan suatu tipe tingkah laku manusia yang tertentu (special type of human behaviour). Administrasi merupakan suatu praktik (practice) atau teknik (technique) yang tertentu, suatu tata cara melakukan atau mengerjakan sesuatu, yang memerlukan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
60
kemampuan, kemahiran, keterampilan (skills) atau kebiasaan yang tertentu yang hanya dapat diperoleh melalui pendidikan dan latihan. Administrasi merupakan suatu sistem (system) atau sistema (systems) yang tertentu, yang memerlukan input, trasportasi, pengolahan dan output yang tertentu. Administrasi merupakan suatu tipe manajemen (management) tertentu yang merupakan “overall management” daripada suatu organisasi. Administrasi dalam arti sempit pada umumnya hanya meliputi kegiatan-kegiatan atau pekerjaan-pekerjaan tulis menulis, mengetik, steno, agenda, pembukuan sederhana dan sebagainya Administrasi Pajak dalam arti luas dapat dilihat sebagai fungsi, sistem, lembaga dan manajemen publik. Administrasi Pajak dalam arti sempit adalah penatausahaan dan pelayanan terhadap kewajiban-kewajiban dan hak-hak wajib pajak, baik penatausahaan dan pelayanan tersebut dilakukan di kantor fiskus maupun di kantor wajib pajak. Yang termasuk dalam kegiatan penata usahaan (clerical works) adalah pencatatan (recording), penggolongan (classifying) dan penyimpanan (filing). Sebagai unsur pelaksana Direktorat Jenderal Pajak di Kanwil Ditjen Pajak terdapat Kantor Pelayanan Pajak (KPP), Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan, Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak, Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
61
14.
Pengertian Kepatuhan Definisi kepatuhan perpajakan menurut James yang dikutip oleh Gunadi (2005,5) menyatakan bahwa : “Kepatuhan pajak (tax compliance) berarti bahwa Wajib Pajak mempunyai kesediaan untuk memenuhi kewajiban pajaknya sesuai aturan yang berlaku tanpa perlu diadakan pemeriksaan, investigasi seksama (obtrusive investigasi) peringatan, ataupun ancaman dan penerapan sanksi baik hukum maupun administrasi”. Kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela merupakan tulang punggung self assement system, dimana Wajib Pajak bertanggung jawab menetapkan sendiri kewajiban perpajakannya dan kemudian secara akurat dan tepat waktu membayar serta melaporkan pajaknya tersebut. Menurut Safri Nurmantu (2003,86) terdapat dua macam kepatuhan yaitu Kepatuhan material dan kepatuhan formal. Kepatuhan material adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak secara substantif/hakekat memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa undangundang perpajakan. Sedangkan yang dimaksud kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi kewajiban perpajakan secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang perpajakan. Kewajiban perpajakan formal diatur dalam undang-undang Nomor 28 tahun 2007 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan. Kriteria Kepatuhan Wajib Pajak
http://digilib.mercubuana.ac.id/
62
Kepatuhan perpajakan yang dikemukan oleh Norman D.Nowak sebagai “suatu iklim” kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan tercermin dalam situasi (Devano,2006 : 110) sebagai berikut : a. Wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. b. Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas c. Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar d. Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya Berdasarkan
Peraturan
Menteri
Keuangan
Nomor
192/PMK.03/2007, yang mengalami perubahan terakhir PMK Nomor 74/PMK.03/2012 Wajib Pajak dimasukkan dalam kategori Wajib Pajak apabila memenuhi kriteria sebagai berikut : a. Tepat waktu dalam menyampaikan surat pemberitahuan b. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak yang telah memperoleh izin mengangsur atau menunda pembayaran pajak c. Laporan keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian selama 3 (tiga) tahun berturut-turut d. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana dibidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
63
Kepatuhan Wajib Pajak yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar dan melaporkan SPT Masa sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku.
15.
Pembukuan Pembukuan adalah pencatatan transaksi keuangan. Transaksi meliputi penjualan,
pembelian,
pendapatan,
dan pengeluaran oleh
perseorangan maupun organisasi. Pembukuan biasanya dilakukan oleh seorang ahli pembukuan. Pembukuan berbeda dengan akuntansi. Proses akuntansi biasanya dilakukan oleh seorang akuntan. Akuntan membuat laporan dari transaksi keuangan tercatat yang ditulis oleh ahli pembukuan. Terdapat beberapa metode umum pembukuan, semisal sistem pembukuan masukan-tunggal dan pembukuan berpasangan, kedua-dua sistem ini dapat dilihat sebagai pembukuan "nyata". Setiap proses yang melibatkan pencatatan
tansaksi
keuangan
adalah
proses
pembukuan
(https://id.wikipedia.org/wiki/Pembukuan)
Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
64
Pencatatan yaitu pengumpulan data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final.
A. Yang Wajib Menyelenggarakan Pembukuan 1. Wajib Pajak (WP) Badan; 2. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, kecuali Wajib Pajak Orang Pribadi yang peredaran brutonya dalam satu tahun kurang dari Rp 4.800.000.000,00 (Empat milyar delapan ratus juta rupiah). B. Yang Wajib Menyelenggarakan Pencatatan 1. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya dalam satu tahun kurang dari Rp 4.800.000.000,00 (empat milyar delapan ratus juta rupiah), dapat menghitung penghasilan neto dengan menggunakan norma penghitungan penghasilan neto, dengan syarat memberitahukan ke Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan; 2. Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. C. Syarat-Syarat Penyelenggaraan Pembukuan/Pencatatan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
65
1. Diselenggarakan
dengan
memperhatikan
itikad
baik
dan
mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya. 2. Diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan. 3. Diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas. 4. Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah dapat diselenggarakan oleh WP setelah mendapat izin Menteri Keuangan. 5. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang. D. Syarat-Syarat Penyelenggaraan Pencatatan 1. Pencatatan
harus
menggambarkan
antara
lain
:
a. Peredaran atau penerimaan bruto dan/atau jumlah penghasilan bruto
yang
diterima
dan/atau
diperoleh;
b. Penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final. 2. Bagi WP yang mempunyai lebih dari satu jenis usaha dan/atau tempat usaha, pencatatan harus menggambarkan secara jelas untuk
http://digilib.mercubuana.ac.id/
66
masing-masing
jenis
usaha
dan/atau
tempat
usaha
yang
bersangkutan. 3. Selain kewajiban untuk menyelenggarakan pencatatan, WP orang pribadi harus menyelenggarakan pencatatan atas harta dan kewajiban.
E. Tujuan Penyelenggaraan Pembukuan/Pencatatan Tujuannya adalah untuk mempermudah: 1. Pengisian SPT; 2. Penghitungan Penghasilan Kena Pajak; 3. Penghitungan PPN dan PPnBM; 4. Penyelenggaraan pembukuan juga untuk mengetahui posisi keuangan dan hasil kegiatan usaha/pekerjaan bebas.
16.
Hasil Penelitian terdahulu Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Radihta Kharisma,et al dengan metode yuridis normatif (legal research) tentang pengaruh pelaksanaan PP No. 46 tahun 2013 terhadap kelangsungan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), dari hasil penelitian tersebut menghasilkan adanya dampak negatif dan positif, dampak negatif diantaranya : - pemungutan pajak satu persen dari peredaran bruto/omset dianggap sebagai kebijakan yang memberatkan pelaku usaha - Pengenaan
pajak
penghasilan
final
sebesar
satu
persen
mencerminkan kemampuan membayar masing-masing wajib pajak.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
tidak
67
- mengajukan kompensasi atas kerugian pada tahun pajak berikutnya. - Tidak ada sanksi yang tegas untuk wajib pajak yang melanggar kewajibannya, sehingga terdapat kemungkinan wajib pajak tersebut tidak melaksanakan peraturan ini.
Dampak positif dari PP No. 46 menurut penelitian yang dilakukan oleh Raditha Kharisma,et al diantaranya :
- Pelaku UMKM yang sudah terdaftar dan rutin membayar pajak, memudahkan mereka dalam menghitung,membayar, dan melaporkan kewajiban perpajakannya. - Jumlah pajak yang dibayarkan oleh pelaku UMKM akan berkurang bila dibandingkan dengna penghitungan menggunakan pasal 17 Undangundang pajak penghasilan. - UMKM akan mendapatkan NPWP. Dengan mendapatkan NPWP, pelaku UMKM tersebut akan beralih dari usaha informal menuju usaha formal. Maka usaha tersebut akan mendapatkan akses kredit perbankan untuk mengembangkan usahanya menjadi perusahaan menengah dan kemudian menjadi besar.
Hal tersebut senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Etha Yunny Agustina Butar-Butar yang menggunakan metode deskriptif kualitatif, membuktikan perhitungan PPh badan dengan PP No. 46 tahun 2013 lebih sederhana, yang tidak mengharuskan wajib pajak menyewa jasa
http://digilib.mercubuana.ac.id/
68
konsultan pajak untuk menentukan besarnya PPh badan yang terutang. Namun hal tersebut tidak senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Annisa Nurpratiwi, Muhammad Saifi & Otto Budiharjo yang melakukan penelitian dengan menggunakan metode
penelitian kuantitatif yang
menunjukan adanya persepsi wajib pajak tentang kesederhanaan dalam pemungutan pajak PP No. 46 tahun 2013, sehingga dapat berkurangnya beban administrasi wajib pajak. Namun dalam hal keadilan pemungutan pajak, persepsi wajib pajak menunjukkan bahwa pemungutan PP No. 46 tahun 2013 dinilai tidak adil.
H.Abdul Rohman, Zulaikha,Shiddiq Nur Rahardjo, Puji Harto melakukan penelitian terhadap hubungan antara kapabilitas pembukuan dengan perilaku kepatuhan wajib pajak yang menunjukan hasil yang signifikan bahwa pembukuan perusahaan
memiliki peran yang penting
dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak, yang memberikan kemudahan bagi wajib pajak dalam membuat keputusan mengenai pajak yang akan mereka bayar. Yang menunjukan 40 % dari sampel UMKM melakukan pembukuannya sendiri oleh pemilik perusahaan secara sederhana, namun adanya hubungan negatif berkaitan dengan resiko pemeriksaan yang dihadapi oleh wajib pajak yang justru semakin rendah perilaku kepatuhan mereka, karena mereka enggan berurusan dengan aparat pemeriksa pajak, hal tersebut membuat mereka tak berdaya diperiksa pajak.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
69
Beberapa hasil penelitian menunjukkan masih adanya pelaku UMKM yang belum memahami perpajakan secara umum, diantaranya penelitian dilakukan oleh Titik Setyaningsih & Ahmad Ridwan menunjukan bahwa pelaku usaha UMKM kurang memahami mana yang merupakan pajak yang bersifal final serta mana yang tidak, hasil penelitian juga menunjukan pelaku UMKM merasa terbebani dengan berlakunya PP No. 46 tahun 2013 karena UMKM melakukan pembayaran pajak karena tidak ada pilihan lain kecuali harus membayar untuk menggugurkan kewajiban membayar pajaknya. Hal tersebut senada dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Mutiara Mutiah,Gita Arasy Harwida, Fitri Ahmad
Kurniawan yang melakukan penelitian dengan metode kualitatif yang menunjukan bahwa dalam implementasi pajak masih ada beberapa wajib pajak yang kurang tepat mengimpelemtasikan pajaknya yang mengarah adanya kerepotan terkait adanya pajak yang dikenakan, berkaitan dengan ekstensifikasi belum maksimalnya pajak yang berjalan, hendaknya DJP kedepan mengandeng dinas koperasi dan UMKM untuk melakukan ekstensifikasi pajak.
Rangkuman beberapa hasil penelitian
terdahulu
terkait pelaksanaan PP No. 46 tahun 2013 disajikan dalam tabel 2.1 berikut:
Tabel 2.1. Rangkuman Beberapa Hasil Penelitian PP No. 46 Terdahulu No. 1.
Peneliti
Metode Penelitian
Raditha Kharisma,et al.
Hasil Penelitian
yuridis normatif Berlakunya PP No. 46 tahun 2013 memiliki dampak negative dan “Pengaruh Pelaksanaan (legal research) positif. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
http://digilib.mercubuana.ac.id/
70
46 tahun 2013 Terhadap Kelangsungan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)” 2.
I Putu Gede Diatmika
pendekatan “Penerapan Akuntansi Pajak deskriptif dengan Atas PP No. 46 tahun 2013 penghitungan Tentang PPh atas secara ekonomi Penghasilan Dari Usaha Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu”
PP No. 46 tahun 2013 berpihak pada pengusaha menengah kecil yang berada di lingkungan masyarakat perkotaan maupun pedesaan yang mempunyai peredaran usaha kurang dari 4, 8 M setahun.
3.
H.Abdul metode analisis Rohman,Zulaikha,Shiddiq secara kuantitatif Nur Rahardjo,Puji Harto dengan judul : “Kajian Terhadap Kapabilitas Pembukuan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Dalam Mendukung Perilaku Kepatuhan Wajib Pajak”
Hasil analisis menunjukkan bahwa hubungan antara kapabilitas pembukuan dan perilaku kepatuhan wajib pajak menunjukkan hasil yang signifikan dan positif. juga memiliki hubungan negatif dengan kepatuhan wajib pajak, meskipun tidak cukup kuat untuk menerima hipotesis ketiga.
4.
Annisa Nurpratiwi
Metode penelitian kuantitatif
Persepsi wajib pajak tentang kebijakan pajak penghasilan final terhadap UMKM ditinjau dari keserhanaan dalam pemungutan atau asas convenience, efficiency dinyatakan pada kategori setuju, namun untuk asas certainty dan equality dinyatakan tidak setuju. Peraturan Pemerintah No. 46 tahun 2013 memenuhi asas tersebut.
5.
Etha Yuny Agustina Butar- deskriptif Butar dengan judul : kualitatif “Penerapan PP No. 46 tahun 2013 pada UMKM (Studi kasus pada CV.Lestari Malang”
Membuktikan perhitungan PPh badan dengan PP No. 46 tahun 2013 lebih sederhana selain itu juga meminimalisir kesalahan dalam penghitungan besarnya PPh badan yang harus disetor.
6.
Eunike Jacklyn Susilo metode dengan judul :”Pemahaman penelitian Wajib Pajak Terhadap kualitatif Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak UMKM (Studi kasus pada Wajib Pajak yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Palembang Ilir
Pemahaman Wajib Pajak mengenai peraturan No.46 Tahun 2013 masih minim. Dari hasil penelitian juga ditemukan kurangnya upaya dari pemerintah untuk menerapkan peraturan ini kepada wajib pajak agar mereka memahami peraturan pajak UKM yang baru diberlakukan ini dan mau membayar pajak atas UKM
Muhammad Saifi Otto Budihardjo
http://digilib.mercubuana.ac.id/
71
Barat
yang mereka maksimal.
Titik Setyaningsih & metode kualitatif Ahmad Ridwan yang berjudul : “Persepsi Wajib Pajak UMKM Terhadap Kecenderungan Negosiasi Kewajiban Membayar Pajak Terkait Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013”
Partisipan UMKM belum
8.
Mutiara Mutiah,Gita Arasy metode Harwida,Fitri Ahmad penelitian Kurniawan tulisannya yang kualitatif dimuat padaa Simposium nasional akuntansi XIV Aceh 2011 yang berjudul “Interpretasi Pajak dan Implikasinya Menurut Perspektif Wajib Pajak Usaha Mikro,Kecil dan Menengah” (sebuah studi interpretif)
Implikasi dari adanya pajak UMKM menunjukkan bahwa dari pernyataan ketiga informan, tampaknya dengan adanya pajak memberikan dampak atau implikasi yang cenderung mengarah pada suatu kerepotan, mereka merasa banyak yang harus dikerjakan terkait adanya pajak yang dikenakan.
9.
Siti Aliyah yang berjudul metode kualitatif “Makna Pajak dan Implikasinya Dalam Bingkai Perspektif Wajib Pajak UMKM” (studi interpretatif pada Wajib Pajak UMKM di Kabupaten Jepara).
Wajib Pajak sudah cukup mampu memahami makna pajak, sehingga informan mampu mendefinisikan pajak berdasarkan persepsinya masing-masing. Adapun Wajib Pajak menyebutkan implikasi dari pajak lebih mengarah ke implikasi negatif, hal tersebut disebabkan karena adanya beberapa kasus penggelapan pajak yang menjadi minimnya kepercayaan masyarakat terhadap pengelola pajak.
10
Messy Marista, Betri, Icha Metode kualitatif Fajriana dengan judul “ dan kuantitatif Pengaruh Pemahaman Wajib Pajak UMKM Terhadap Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No.46 Tahun 2013 (Studi Empiris Wajib Pajak UMKM Yang Terdaftar di KPP Pratama
Pemahaman Wajib Pajak UMKM Berpengaruh Signifikan Terhadap Kesadaran dan Kepatuhan Pelaksanaan PP No.46 Tahun 2013
7.
miliki
belum
memahami perpajakan secara umum serta tata cara perhitungan pajak, juga kurang memahami mana yang merupakan pajak yang bersifat final dan mana pajak yang bersifat tidak final serta merasa terbebani dengan berlakunya ketentuan PP No. 46 tahun 2013 dan cenderung melakukan negosiasi pajak.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
72
Palembang Ilir Barat)” 11
12
Saifhul Annuar Syahdan,Asfida Parama Rani dengan judul :”Dimensi keadilan atas perlakuan PP No. 46 tahun 2013 dan peningkatan kepatuhan wajib pajak” Susmiatun ,Kusmuriyanto (2014) dengan judul :”Pengaruh pengetahuan perpajakan, ketegasan sanksi perpajakan dan keadilan perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak umkm di kota semarang”.
13
Septian fahmi fahluzy, linda agustina (2014) dengan judul : “Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan membayar pajak umkm di Kabupaten Kendal”
14
DolgihI.N., ZhdanovaA.B., BannovaK.A. (2014)“The influence of taxation on small enterprise development in Russia
Metode deskritif Tingkat kepatuhan Wajib Pajak Badan lebih dipengaruhi oleh kualitatif ketatnya sistem perpajakan yang berlaku dibandingkan persepsi mereka mengenai keadilan perpajakan. Secara parsial variabel pengetahuan pajak berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak, sedangkan ketegasan sanksi dan keadilan perpajakan tidak berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Secara simultan variabel pengetahuan, ketegasan sanksi dan keadilan perpajakan berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak UMKM. Persepsi yang baik atas Metode efektifitas sistem perpajakan, kuantitatif pengetahuan dan pemahaman tentang peraturan perpajakan secara parsial berpengaruh terhadap kepatuhan membayar pajak UMKM di Kabupaten Kendal, sedangkan tingkat kepercayaan terhadap sistem hukum dan pemerintahan secara parsial tidak berpengaruh terhadap kepatuhan membayar pajak UMKM di Kabupaten Kendal. Metode desktritif Untuk menciptakan iklim yang menguntungkan bagi kualitatif pengembangan usaha kecil harus disederhanakan peraturan dan prosedur administratif di bidang peraturan perpajakan dan informasi lainnya untuk mendukung pengusaha. Metode kuantitatif
http://digilib.mercubuana.ac.id/
73
B.
Rerangka Pemikiran
Perekonomian Indonesia sesungguhnya secara riil digerakkan oleh para pelaku UMKM. Sebagian besar tenaga kerja diserap pada sektor ini. UMKM memberikan konstribusi yang nyata terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional dan ekspor. Dari besarnya penerimaan negara yang berasal dari sektor UMKM, maka akan berpotensi besar pula jumlah penerimaan pajak, khususnya pajak penghasilan, dari sektor tersebut. UMKM yang bisa bertahan pada saat kondisi perekonomian Indonesia sedang krisis.
Ada sebuah fenomena menarik tentang UMKM dan perpajakan. UMKM semakin banyak dan berkembang yang berarti semakin besar pula potensi penerimaan pajak dari sektor ini. Pajak penghasilan memberikan konstribusi besar pada potensi penerimaan pajak. Dalam rangka meningkatkan penerimaan pajak serta mendorong konstribusi penerimaan negara dari UMKM, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2013 tentang penghasilan (PPh) yang bersifat final atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dengan batasan bruto tertentu. Selain berlaku PP No. 46 tahun 2013 yang selanjutnya disebut juga berlaku aturan pelaksana serta aturan terkait terhadap aturan PP No. 46 tahun 2013. Diantaranya aturan pelaksana terhadap penyetoran dan pelaporan PP No. 46 juga aturan pelaksana yang ada pengaruhnya terhadap berlakunya PP No. 46 serta aturan terkait atas berlakunya PP No. 46.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
74
Menurut asas – asas pemungutan pajak oleh Adam Smith, yaitu asas certainty ketentuan perpajakan seharusnya bersifat mudah dipahami dan tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda sehingga menimbulkan kejelasan dan kepastian. Sebelum berlakunya PP No. 46 tahun 2013, bagi UMKM yang memiliki batasan omset sampai dengan Rp. 4, 8 Milyar, Wajib Pajak diberi pilihan menggunakan norma penghitungan khusus atau menggunakan pembukuan dalam menghitung jumlah pajak yang terutang, namun setelah berlakunya PP No. 46 penghitungan pajak terutang hanya dengan mengalikan tarif 1 % dari peredaran bruto. Kapabilitas pembukuan menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan dengan perilaku kepatuhan wajib
pajak
karenam
(H.Abdul.Rohman,2013).
mengenai
jumlah
pajak
yang
dibayar
Menurut asas pemungutan pajak convience
pemungutan pajak hendaknya pelayanan yang diberikan oleh fiskus kepada wajib, baik
kenyamanan dan kemudahan prosedur hingga waktu
pemungutan yang sesuai dengan kondisi pajak.
Penetapan PP No. 46 tahun 2013 tentang pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto berlaku mulai 1 Juli 2013. Omset Rp 4,8 Milyar sebagai batasan peredaran bruto . PP No. 46 tahun 2013 merupakan pajak final dan penyederhanaan
pasal 17 undang-undang PPh. Tujuan dari
diterbitkannya PP No. 46 tahun 2013 adalah untuk kesederhanaan dalam pemungutan pajak, berkurangnya beban administrasi baik bagi Wajib Pajak maupun DJP, serta memperhatikan perkembangan ekonomi dan moneter.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
75
Bagi sebagian wajib pajak berlakunya PP No. 46 dianggap tidak adil selain karena kerugian usaha tidak bisa dikompensasi juga PP No. 46 tidak melihat kemampuan wajib pajak dalam membayar pajak, wajib pajak yang mengalami kerugian tetap dikenakan pajak sebesar 1 % dari peredaran bruto. Menurut asas pemungutan pajak adam Smith, asas equality pemungutan pajak bahwa pajak itu harus adil dan merata yaitu dikenakan kepada orang-orang sebanding dengan kemampuannya untuk membayar (ability to pay) pajak tersebut, dan juga sesuai dengan manfaat yang diterimanya.
Diawal berlakunya PP No. 46 tahun 2013 tidak ada kewajiban menyampaikan surat pemberitahuan masa PPh , namun setelah awal Januari 2014 ketentuan tersebut berubah adanya kewajiban untuk menyampaikan surat pemberitahuan masa. Berlakunya PP No. 46 tahun 2013 dianggap sebagai kebijakan yang memberatkan pelaku usaha (Raditha Kharisma, 2013).
Dalam PP No. 46 tahun 2013 tidak ada kewajiban pembukuan, namun dalam aturan terkait ada kewajiban Wajib Pajak untuk menyimpan dokumen selama 10 tahun, serta adanya kadaluwarsa penetapan pajak selama 5 tahun. Dokumen tersebut diperlukan jika sewaktu-waktu ada pemeriksaan pajak karena pada saat pemeriksaan pajak ada keharusan wajib pajak untuk meminjamkan berkas atau dokumen. Resiko pemeriksaan pajak memiliki hubungan negatif dengan kepatuhan Wajib Pajak karena setiap
http://digilib.mercubuana.ac.id/
76
pemeriksaan umumnya justru meningkatkan pajak yang terutang, karena kondisi pembukuan yang relatif sederhana, setiap dilakukan pemeriksaan pajak untuk menganggap pelaporan pajak dari pelaku UKM terlalu rendah serta Wajib Pajak juga enggan berurusan lebih jauh dengan aparat pemeriksa pajak (H.Abdul Rohman, 2013). Bukankah hal tersebut menambah beban administrasi wajib pajak karena adanya biaya tambahan dan untuk menyimpan dokumen dan tenaga yang profesional untuk menyusun pembukuan. Setiap proses bisnis memakan biaya administrasi saat melakukan kegiatan penciptaan penghasilan, pajak pun mengalami hal serupa. Jumlah penerimaan pajak selalu lebih besar daripada jumlah neto yang kemudian dapat digunakan. Selisih antara jumlah pajak yang didapat dengan yang neto dapat digunakan disebut biaya kepatuhan (compliance cost). Biaya ini termasuk biaya tenaga yang dikeluarkan dan biaya lain yang muncul saat proses administrasi pajak yang mematungi hukum dan perundangan di bidang perpajakan. Dalam self assesment system, kepatuhan Wajib Pajak merupakan salah satu kunci utama pendukung suksesnya
pemungutan pajak.
Kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya dipengaruhi oleh banyak faktor. Jika dilihat dari sisi Wajib Pajak, Mardiasmo (1997 : 104) mengatakan alasan orang kurang antusias membayar pajak (kurang patuh pajak) ialah karena kurangnya pengetahuan tentang pajak. Administrasi perpajakan mempunyai peranan yang sangat penting dalam rangka menunjang keberhasilan suatu kebijakan perpajakan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
77
yang telah diambil. Tujuan dari administrasi perpajakan menurut Rosdiana (2003 :10), adalah mendorong terjadinya suatu kepatuhan pajak secara sukarela (voluntary tax compliance). Kepatuhan pajak secara sukarela dapat terus dibina dengan baik apabila ada suatu administrasi perpajakan yang efektif. Berdasarkan
pada
penelitian-penelitian
sebelumnya
dan
pembahasan diatas, bisa ditarik kesimpulan bahwa, tujuan berlakunya PP No. 46 tahun 2013 hendaknya dibarengin dengan aturan pelaksana dan aturan terkait serta selaras dengan asas pemungutan pajak yaitu : asas equality,asas certaintly, asas conviency, asas efficiency dan hendaknya rumusan undang-undang pajak dalam hal ini PP No. 46 tahun 2013 dan aturan pelaksana dan aturan terkait harus mudah dipahami dan dilaksanakan (understandability) dan adanya keselarasan isi dan koordinasi antara undang-undang
tersebut
dengan
undang-undang
pajak
lainnya
(organization) serta adanya keselarasan antara undang-undang pajak dengan sistem hukum dan cara penyusunan undang-undang pajak (integrated) karena hal tersebut berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Sehingga gambaran kerangka pemikiran adalah sebagai berikut:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
78
Gambar 2.1 Model konseptual Pemahaman Wajib Pajak PP No. 46 tahun 2013
Aturan pelaksana
Aturan terkait
Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak
Efektivitas sistem pemungutan pajak
C.
Hipotesis
C. Hipotesis 1. Pengaruh pemahaman Wajib Pajak atas PP No. 46 tahun 2013 terhadap kepatuhan Wajib Pajak Penetapan kebijakan pajak penghasilan final sesuai Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 yang dinilai mendadak dan diputuskan pada pertengahan tahun menimbulkan banyak pertanyaan mengenai apakah wajib pajak diberikan pilihan antara tetap menggunakan tarif Pasal 17 Undang-undang Pajak Penghasilan dengan fasilitas berupa pengurangan tarif pada Pasal 31E untuk para pelaku usaha dengan omset sampai dengan Rp4.800.000.000 dengan konsekuensi melakukan pembukuan dan melaporkan laba/rugi sebagai Dasar Pengenaan Pajak atau menggunakan omset sebagai Dasar Pengenaan Pajak dengan tarif 1% dan tidak perlu melakukan pembukuan. Mengenai hal tersebut
http://digilib.mercubuana.ac.id/
79
berlakunya Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 menimbulkan penafsiran ganda antar undang-undang atau peraturan yang lain. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Annisa Nurpratiwi, Muhammad Saifi, dan Budihardjo menyebutkan rata-rata responden tidak setuju jika PP No. 46 tahun memenuhi aspek certainty karena dikarenakan ada peraturan-peraturan yang menimbulkan penafsiran ganda satu sama lain diantaranya PMK No. 255/PMK.03/2008 dan peraturan tentang WPOPPT. Hal tersebut mempengaruhi Wajib Pajak UMKM dapat memahami PP No. 46 tahun 2013. Menurut social learning theory sesorang akan taat membayar pajak tepat pada waktunya, jika lewat pengamatan dan pengalaman langsung. Tingkat pemahaman Wajib Pajak menjadi hal penting dalam menentukan sikap perpajakan dan perilaku Wajib Pajak karena dengan pengetahuan dan pemahama yang dimiliki oleh Wajib Pajak UMKM dapat menumbuhkan kesadaran dalam diri Wajib Pajak UMKM untuk secara sukarela memenuhi kewajiban perpajakan sesuai dengan self assesment system, yaitu menghitung sendiri besarnya pajak terutang,membayar pajak sesuai dengan jumlah yang harus dibayar dan melaporkan SPT benar,lengkap dan tepat waktu. Sehingga semakin tinggi tingkat pengetahuan yang dimiliki Wajib Pajak UMKM maka dapat meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H1 : Pemahaman Wajib Pajak atas PP No. 46 tahun 2013 berpengaruh terhadap kepatuhan WP UMKM.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
80
2. Pengaruh efektivitas sistem pemungutan pajak terhadap kepatuhan Wajib Pajak PP No. 46 tahun 2013 diterbitkan untuk kemudahan dan penyederhanaan
dalam
pemungutan
pajak,
berkurangnya
administrasi baik bagi Wajib Pajak maupun DJP.
beban
Pada peraturan
sebelum pajak penghasilan final Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 yaitu tarif Pasal 17 Undang-undang Pajak Penghasilan dengan fasilitas berupa pengurangan tarif pada Pasal 31E untuk para pelaku usaha dengan omset sampai dengan Rp4.800.000.000 atau UMKM dituntut untuk melakukan pembukuan untuk menentukan laba rugi dan pajak penghasilan yang terutang. Wajib pajak pemilik UMKM memiliki keterbatasan
kemampuan
administrasi
dan
penyusunan
laporan
keuangan. Dengan keterbatasan tersebut, wajib pajak pemilik UMKM dituntut untuk menggunakan jasa konsultan pajak. Terkadang jasa konsultan pajak yang digunakan memberatkan biaya bagi wajib pajak pemilik UMKM. Maka dengan diberlakukannya Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 wajib pajak pemilik UMKM diberikan kemudahan untuk mengurangi beban administrasi dalam penghitungan pajak terhutang. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Annisa Nurpratiwi, Muhammad Saifi, dan Budihardjo menunjukkan rata-rata persepsi Wajib Pajak setuju jika PP No. 46 tahun 2013 dapat mengurangi beban administrasi
pemungutan
pajak,
sehingga
diharapkan
dengan
berkurangnya beban administrasi pemungutan pajak dapat berpengaruh
http://digilib.mercubuana.ac.id/
81
terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak. Sistem pemungutan pajak yang efisiensi menurut Wajib Pajak adalah jika biaya yang dikeluarkan oleh Wajib Pajak untuk memenuhi kewajibannya dapat seminimal mungkin, sedang efisiensi menurut fiskus pajak dapat diukur dengan 2 hal yakni administrative cost dan enforcement cost. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H2
: Efektivitas sistem pemungutan PP No. 46 tahun 2013
berpengaruh terhadap kepatuhan WP UMKM
http://digilib.mercubuana.ac.id/