ANALISIS PERILAKU KONSUMEN WANITA DALAM PEMBELIAN SHAMPO ANTIKETOMBE DI KOTAMADYA BOGOR
Oleh RESNA YAHYU H02400039
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
ABSTRAK
RESNA YAHYU. Analisis Perilaku Konsumen Wanita dalam Pembelian Shampo Antiketombe di Kotamadya Bogor (dibawah bimbingan WILSON H. LIMBONG)
Potensi pasar shampo antiketombe di Indonesia merupakan peluang bagi produsen shampo antiketombe untuk meningkatkan volume penjualan. Potensi yang sangat besar dalam bisnis shampo antiketombe ini mengakibatkan persaingan antar produsen untuk menarik konsumen semakin ketat. Produsen berusaha menciptakan kesan di mata konsumen bahwa produknya yang terbaik. Dalam hal ini pemahaman perilaku konsumen seperti kebutuhan dan keinginan konsumen menjadi hal yang penting. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis proses keputusan pembelian konsumen shampo antiketombe, mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi proses keputusan pembelian konsumen shampo antiketombe dan mengetahui penilaian konsumen terhadap shampo antiketombe yang dikonsumsi. Responden dalam penelitian ini adalah wanita usia 15-24 tahun yang mengkonsumsi shampo antiketombe dua bulan terakhir sebelum wawancara. Penelitian ini menggunakan metode survei dengan teknik pengambilan sampel purposive sampling (pengambilan sampel secara sengaja). Sesuai dengan kebutuhan penelitian maka sampel yang diambil pada penelitian ini adalah sebanyak 160 responden. Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan metode analisis biplot. Hasil kajian terhadap proses keputusan pembelian konsumen shampo antiketombe menunjukkan bahwa proses keputusan pembelian shampo antiketombe dilakukan konsumen melalui lima tahap. Pengaruh setiap faktor terhadap keputusan pembelian konsumen shampo antiketombe dengan menggunakan analisis biplot dapat dilihat berdasarkan letak antara objek (konsumen) dengan peubah (variabel). Keputusan pembelian konsumen shampo antiketombe dipengaruhi oleh beberapa faktor, yang terdiri dari faktor keluarga, pengetahuan tentang produk, gaya hidup, busa dan sistem distribusi. Dengan menggunakan model analisis biplot, berhasil diketahui penilaian konsumen terhadap shampo antiketombe yang dikonsumsi. Konsumen menilai kualitas shampo antiketombe yang dikonsumsi masih buruk atau kurang bisa menghilangkan ketombe. Manfaat khusus yang diharapkan dari shampo antiketombe dirasakan sedang-sedang saja oleh konsumen. Shampo antiketombe yang dikonsumsi dinilai cukup wangi, kental, mereknya terkenal dan kemasan menarik.
ANALISIS PERILAKU KONSUMEN WANITA DALAM PEMBELIAN SHAMPO ANTIKETOMBE DI KOTAMADYA BOGOR
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Oleh RESNA YAHYU H02400039
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN ANALISIS PERILAKU KONSUMEN WANITA DALAM PEMBELIAN SHAMPO ANTIKETOMBE DI KOTAMADYA BOGOR SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Oleh RESNA YAHYU H02400039
Menyetujui,
2007
Prof. Dr. Ir. W. H. Limbong, MS Dosen Pembimbing
Mengetahui,
Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc Ketua Departemen
Tanggal Lulus: 29 Januari 2007
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Simawang, Sumatera Barat, pada tanggal 7 Oktober 1981. Penulis adalah anak kedua dari lima bersaudara dari keluarga Bapak Lasim Malin Sutan dan Ibu Baiyah. Penulis menempuh pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 03 Simawang dari tahun 1988 sampai tahun 1994. Penulis melanjutkan sekolah menengah lanjutan di MTs Negeri Batu Tebal dari tahun 1994 sampai tahun 1997. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan sekolah ke MAN 02 Batusangkar dan dinyatakan lulus pada tahun 2000. Pada tahun 2000 penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan terdaftar sebagai mahasiswa Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama di bangku kuliah penulis pernah menjadi pengurus ROHIS Ar-Rohman bagian keputerian tahun 2000-2001.
KATA PENGANTAR
Assalaamu’alaikum Alhamdulillaah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat 4JJ1 SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini walaupun disadari masih banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan dalam berbagai hal. Penulis menyadari bahwa dalam menjalani studi hingga penyelesaian skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang setulus-tulusnya kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Ir. W. H. Limbong, MS selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan pengarahan selama penelitian dan penyusunan skripsi ini. 2. Bapak Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc, selaku ketua Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen. 3. Farida Ratna Dewi, SE, MM, atas kesediaannya sebagai dosen penguji yang banyak memberikan masukan dalam perbaikan skripsi ini. 4. Wita Juwita Ermawati, STP, MM, atas kesediaannya sebagai dosen penguji yang banyak memberikan masukan dalam perbaikan skripsi ini. 5. Amak dan ayah tercinta yang dengan do’a dan kasih sayangnya telah mengiringi perjalanan hidup penulis hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 6. Para dosen dan staf-staf Manajemen (Bu hardiana, Pak Acep, Pak Yadi, Mas Adi, Pak Maman, dll) terima kasih atas segala bantuannya. 7. Kakakku (Alizar), terima kasih atas do’a, nasehat dan kasih sayangnya selama ini. 8. Adik-adikku tersayang sikembar Anidar dan Ilyas, sibungsu Iyen, terima kasih atas do’a, dukungan dan kasih sayangnya. 9. Uni Las, Da Pen, Uni Maini, Da Mel, Keponakanku (Darfit, Nedi dan Aldo) serta seluruh keluarga besar di kampung, Jakarta dan Pekan Baru terima kasih atas do’a, kasih sayang dan semangatnya selama ini.
10. Teman-temanku; Ghaye, Wulan, Susi, Yeni Z, Emalia, Lia, Lora, Da Ronal, Dian Agg, Tanto, Shinta, Yayu, Tsahrir, Sri, Dompu, Ester, Putri, Wilda, Ida, Uni Mira, Nopel serta semua anak-anak manajemen ’37 dan ’38 terima kasih atas persahabatan dan kebersamaannya selama ini. 11. Teman-teman Mexindo 10 (T’Dini, Mba Ria, Ambar, Ujle, Quenty, DeWe, Nok Nung, CeuCeu, T’Ai, Rini, Uprit, Mba Suji, Itonk, Dodo, Awink, Yayong, Ami, Fina, Ucriet, Ritma, Alfi, Mira dan yang lainnya) terima kasih atas persaudaraan serta kebersamaannya selama ini.
Akhir kata penulis mengharapkan agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, dan pembaca dapat memberikan saran dan kritikannya untuk mencapai suatu karya yang lebih baik lagi, AMIEN
Bogor, Februari 2007
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI................................................................................................... i DAFTAR TABEL .......................................................................................... iii DAFTAR GAMBAR...................................................................................... v DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. vi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang .................................................................................... 1.2. Perumusan Masalah ............................................................................ 1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................... 1.4. Kegunaan Penelitian .......................................................................... 1.5. Ruang Lingkup Penelitian .................................................................
1 2 3 3 4
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku Konsumen ............................................................................ 2.2. Proses Keputusan Pembelian Konsumen .......................................... 2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian Konsumen .......................................................................................... 2.4. Analisis Biplot ................................................................................... 2.5. Penelitian Terdahulu ..........................................................................
8 12 15
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran........................................................................... 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................. 3.3. Jenis dan Sumber Data ...................................................................... 3.4. Metode Penarikan Sampel ................................................................. 3.5. Metode Pengumpulan Data................................................................ 3.6. Pengolahan Data ................................................................................ 3.7. Analisis Data ...................................................................................... 3.8. Definisi Operasional...........................................................................
17 20 20 20 21 21 22 22
IV. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 4.1. Karakteristik Umum Wilayah Penelitian ........................................... 4.2. Karakteristik Umum Konsumen Shampo Antiketombe .................... 4.3. Karakteristik Umum Produk Shampo Antiketombe ..........................
25 26 29
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Proses Keputusan Pembelian Shampo Antiketombe ......................... 5.1.1. Pengenalan Kebutuhan............................................................. 5.1.2. Pencarian Informasi ................................................................. 5.1.3. Evaluasi Alternatif ................................................................... 5.1.4. Pembelian................................................................................. 5.1.5. Perilaku Pascapembelian.......................................................... 5.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Konsumen dalam Membeli Shampo Antiketombe ..............................................
i
5 5
31 31 34 42 43 50 55
5.3. Penilaian Konsumen Terhadap Atribut Shampo Antiketombe yang dikonsumsi ........................................................................................ 5.4. Relevansi Penelitian ...........................................................................
60 63
KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan .................................................................................................. 2. Saran.............................................................................................................
65 66
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
67
LAMPIRAN....................................................................................................
69
ii
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Jumlah Penduduk Kota Bogor Tahun 1990-2003.............................
25
Tabel 2. Karakteristik Umum Konsumen Shampo Antiketombe, 2004 .........
28
Tabel 3. Karakteristik Umum Produk Shampo Antiketombe Menurut PendapatKonsumen di Kotamadya Bogor, 2004 .............................
30
Tabel 4. Motivasi Konsumen Mengkonsumsi Shampo Antiketombe, 2004 ..
32
Tabel 5. Manfaat Pembelian yang Dicari Konsumen Shampo Antiketombe, 2004............................................................................
33
Tabel 6. Tingkat Keterlibatan Konsumen jika Tidak Mengkonsumsi Shampo Antiketombe, 2004 .............................................................
34
Tabel 7. Tersedianya Waktu Khusus untuk Pencarian Informasi Konsumen, 2004...............................................................................
35
Tabel 8. Sumber Informasi Konsumen Shampo Antiketombe, 2004 .............
36
Tabel 9. Media Informasi yang Paling Berpengaruh bagi Konsumen dalam Memutuskan Pembelian Shampo Antiketombe, 2004 ...........
37
Tabel 10. Hal yang Paling Menarik dari Iklan Shampo Antiketombe, 2004..................................................................................................
38
Tabel 11. Fokus Perhatian Konsumen terhadap Informasi Shampo Antiketombe, 2004 ...........................................................................
39
Tabel 12. Tingkat Pengaruh Iklan terhadap Keputusan Pembelian Konsumen Shampo Antiketombe, 2004 .........................................
40
Tabel 13. Tingkat Pengaruh Teman terhadap Keputusan Pembelian Konsumen Shampo Antiketombe, 2004...........................................
41
Tabel 14. Tingkat Pengaruh Keluarga terhadap Keputusan Pembelian Konsumen Shampo Antiketombe, 2004 ..........................................
42
Tabel 15. Pertimbangan Awal Konsumen dalam Membeli Shampo Antiketombe, 2004 ...........................................................................
42
Tabel 16. Alasan Konsumen Memilih Merek Shampo Antiketombe
iii
Favorit, 2004.....................................................................................
44
Tabel 17. Tempat Pembelian Shampo Antiketombe, 2004..............................
45
Tabel 18. Pertimbangan Konsumen dalam memilih Tempat Pembelian Shampo Antiketombe, 2004.............................................................
46
Tabel 19. Cara Memutuskan Pembelian Shampo Antiketombe, 2004 ............
48
Tabel 20. Pilihan Merek Shampo Antiketombe Favorit yang Dibeli oleh Konsumen, 2004 ......................................................................
49
Tabel 21. Pengeluaran Konsumen untuk Membeli Shampo Antiketombe, 2004..................................................................................................
50
Tabel 22. Sikap Konsumen Setelah Mengkonsumsi Shampo Antiketombe, 2004 .........................................................................................
50
Tabel 23. Sikap Konsumen jika Shampo Antiketombe Favoritnya Tidak Ada di Tempat Pembelian, 2004......................................................
52
Tabel 24. Sikap Konsumen jika Shampo Antiketombe Favorit Mengalami Kenaikan Harga, 2004 ..................................................
52
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Proses Pengambilan Keputusan oleh Konsumen ...........................
6
Gambar 2. Alur Kerangka Pemikiran...............................................................
18
Gambar 3. Tahapan Proses Pembelian Shampo Antiketombe.........................
54
Gambar 4. Biplot Persepsi Konsumen terhadap Variabel yang Dipertimbangkan dalam membeli Shampo Antiketombe ..............
56
Gambar 5. Biplot Penilaian Konsumen terhadap Shampo Antiketombe yang Dikonsumsi............................................................................
61
v
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Kuesioner Penelitian....................................................................
70
Lampiran 2. Bahasa Pemrograman Analisis Biplot (Macro Biplot) untuk Software Statistical Analysis System (SAS)................................
75
Lampiran 3. Nilai Singular, Tingkat Keragaman dan Koordinat Biplot Persepsi Konsumen terhadap Variabel yang Dipertimbangkan dalam membeli Shampo Antiketombe .........................................
85
Lampiran 4. Nilai Singular, Tingkat Keragaman dan Koordinat Biplot Penilaian Konsumen terhadap Shampo Antiketombe yang Dikonsumsi....................................................
86
vi
I.
1.1.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Rambut adalah mahkota manusia dan perlu dijaga keindahannya dengan
melakukan perawatan yang tepat dan cermat. Rambut juga merupakan salah satu bagian penting yang dinilai dari keseluruhan penampilan seseorang. Bila penampilan rambut seseorang indah dipandang, maka kesan yang didapat adalah penampilan keseluruhan dari orang tersebut juga baik. Oleh karena penampilan rambut dirasa cukup penting, maka terkadang orang merasa tidak percaya diri jika mempunyai rambut tidak terawat keindahannya. Apalagi, jika keindahan rambut dihalangi oleh munculnya ketombe pada rambut, yang dapat dikatakan cukup mengganggu. Biasanya, selain membuat rambut tidak indah dan tidak sehat, ketombe juga menyebabkan rasa gatal di kulit kepala dan meninggalkan serpih putih di baju, yang tentu saja membuat semakin tidak percaya diri bila berdekatan dengan orang-orang di sekitarnya. Ketombe bercirikan terlepasnya serpih-serpih berlebihan dari kulit kepala yang biasanya disertai gatal-gatal (Tjay dan Rahardja, 2002). Ketombe merupakan suatu pertumbuhan berlebihan kulit kepala tanpa peradangan. Ketombe atau yang dalam bahasa medisnya dikenal dengan nama ptiriasis sika (dandruff) banyak diderita oleh penduduk Indonesia yang memiliki iklim tropis, suhu tinggi dan udara lembab. Pada dasarnya penyakit ini disebabkan oleh sejenis kapang (jamur) jenis pytirosporum ovale yang banyak mengenai orang yang memiliki kulit berminyak. Jamur ini menyebabkan rontoknya kulit kepala berbentuk sisik putih (Http//
[email protected], 2002). Ketombe tidak bisa disembuhkan total. Penyakit ini hanya bisa dihilangkan sementara dan dicegah datang lagi dengan merawat secara rutin. Tapi, kemungkinan ia muncul kembali tetap ada dikemudian hari (Fluhr, 2004). Perawatan rambut dan kulit secara rutin agar terhindar dari ketombe tentu memerlukan persediaan shampo antiketombe. Berbicara mengenai shampo antiketombe, produk kosmetik untuk rambut yang satu ini telah mengalami perkembangan yang cukup signifikan/nyata. Pada awalnya, shampo antiketombe hanya digunakan untuk menghilangkan ketombe pada rambut dan kulit kepala.
2
Namun sekarang, seiring dengan perkembangan zaman, pertumbuhan usia, serta pola/gaya hidup manusia yang cenderung tidak sehat, masalah rambut pun semakin banyak, seperti rambut rontok, kusam, berminyak, kering dan masalahmasalah rambut lainnya. Maka produk shampo antiketombe yang sekarang beredar di pasaran, tidak sekedar berfungsi untuk menghilangkan ketombe pada rambut dan kulit kepala, tetapi ada juga yang sekaligus mencegah rambut rontok, melembabkan, mengurangi kelebihan minyak dan sebagainya. Potensi yang sangat besar dalam bisnis shampo antiketombe perlu disikapi secara tepat oleh produsen. Dalam hal ini penting sekali pemahaman tentang perilaku konsumen. Bagaimana konsumen mengambil keputusan dan apa yang mempengaruhi keputusan konsumen tersebut akan
membantu produsen
menciptakan produk sesuai kebutuhan dan keinginan konsumen. Pada akhirnya, produsen siap bersaing untuk menarik konsumen shampo antiketombe, tidak terkecuali wanita usia 15-24 tahun, yang bisa dikatakan tergolong kalangan anak muda yang masuk dalam target pasar shampo antiketombe.
1.2.
Perumusan Masalah Persaingan untuk menarik konsumen antar merek shampo antiketombe
pada saat ini semakin ketat. Hal ini didukung dengan semakin banyaknya merek shampo antiketombe yang menawarkan beragam manfaat khusus di samping manfaat
utamanya
menghilangkan
ketombe.
Setiap
produsen
berusaha
menciptakan kesan di mata konsumen bahwa produknya yang terbaik atau bila perlu mengubah pola pikir dan perilaku konsumen. Pengetahuan tentang bagaimana konsumen mengambil keputusan dalam memilih shampo antiketombe yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginannya sangat penting diketahui oleh produsen dalam menghadapi persaingan. Keputusan pembelian produk yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan tersebut tidak terjadi begitu saja, melainkan melalui suatu proses dan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Proses keputusan pembelian konsumen terdiri dari tahap pengenalan kebutuhan, tahap pencarian informasi, tahap evaluasi alternatif, tahap pembelian dan tahap perilaku pascapembelian. Proses keputusan pembelian konsumen
3
tersebut juga di pengaruhi oleh faktor-faktor seperti faktor perbedaan individu, faktor pengaruh lingkungan, faktor proses psikologis dan atribut produk. Berdasarkan kondisi tersebut, maka dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana proses keputusan pembelian konsumen shampo antiketombe? 2. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi proses keputusan pembelian konsumen shampo antiketombe? 3. Bagaimana penilaian konsumen terhadap shampo antiketombe yang dikonsumsi?
1.3.
Tujuan Penelitian Bedasarkan perumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka
penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis proses keputusan pembelian konsumen shampo antiketombe. 2. Mengidentifikasi
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
proses
keputusan
pembelian konsumen shampo antiketombe. 3. Mengetahui penilaian konsumen terhadap shampo antiketombe yang dikonsumsi.
1.4.
Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai masukan bagi
berbagai pihak yang berkepentingan untuk mengidentifikasi konsumen yang mungkin mempunyai minat terhadap produk shampo antiketombe dan mengembangkan produk untuk menarik tanggapan yang kuat dari konsumen. Melalui penelitian ini penulis dapat mengaplikasikan teori yang telah diperoleh selama ini untuk melatih diri dalam mengamati gejala-gejala yang terjadi di masyarakat dan kemudian menghubungkannya berdasarkan teori tersebut.
4
1.5.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini terbatas pada konsumen wanita usia 15-24 tahun di
Kotamadya Bogor. Wanita umumnya memiliki rambut lebih panjang daripada pria sehingga konsumsi shampo antiketombe oleh konsumen wanita dapat dikatakan lebih banyak daripada pria. Rambut panjang cenderung menimbulkan pemicu ketombe seperti lembab dan keringat, sehingga membutuhkan perawatan khusus. Pada usia 15-24 tahun biasanya wanita mulai menentukan shampo antiketombe yang sesuai dengan selera dan cocok dengan rambutnya. Pada usia 15-24 konsumen juga mulai banyak memperhatikan dan kritis terhadap apa yang dipakainya, serta keinginan yang besar untuk mencoba-coba shampo antiketombe yang diinginkan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Perilaku Konsumen Perilaku konsumen merupakan suatu aspek penting yang harus
diperhatikan dalam memenuhi dan melayani kebutuhan dan keinginan konsumen. Menurut Sumarwan (2003), perilaku konsumen merupakan kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan produk dan jasa setelah melakukan hal-hal di atas atau kegiatan mengevaluasi. Perilaku konsumen merupakan proses pengambilan keputusan dan aktivitas masing-masing individu yang dilakukan dalam rangka evaluasi, penggunaan atau mengatur barang-barang dan jasa (Nugroho, 2002). Menurut Mangkunegara (2002), perilaku konsumen adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu, kelompok atau organisasi yang berhubungan dengan proses pengambilan keputusan dalam mendapatkan dan menggunakan barang-barang ekonomis yang dapat dipengaruhi lingkungan. Sementara itu menurut Engel, Blackwell, dan Miniard (1994) perilaku konsumen didefinisikan sebagai tindakan yang secara langsung ditujukan untuk mendapatkan, mengkonsumsi dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses pengambilan keputusan yang mengawali dan mengikuti kegiatan-kegiatan tersebut. Perilaku konsumen mencerminkan tanggapan mereka terhadap berbagai rangsangan, baik dari pemasar berupa rangsangan pemasaran maupun dari diri mereka sendiri yang berupa pengaruh lingkungan, perbedaan individu dan proses psikologis.
2.2.
Proses Keputusan Pembelian Konsumen Keputusan adalah seleksi terhadap dua pilihan atau lebih (Schiffman dan
Kanuk, 2004). Proses keputusan pembelian konsumen menurut Engel, Blackwell dan Miniard (1994) terdiri dari lima tahap, yaitu: pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, pembelian dan evaluasi pascapembelian. Tahap-tahap tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.
6
Pengenalan kebutuhan selalu dilewati oleh konsumen sebelum memutuskan untuk membeli suatu produk. Pengenalan kebutuhan muncul ketika konsumen menghadapi suatu masalah yaitu suatu keadaan dimana terdapat perbedaan antara keadaan yang diinginkan dengan keadaan yang sebenarnya terjadi (Sumarwan, 2003).
Pengenalan Kebutuhan
Pencarian Informasi
Evaluasi Alternatif
Pembelian
Evaluasi Pascapembelian
Gambar 1. Proses Pengambilan Keputusan oleh Konsumen Timbulnya kebutuhan dapat dipicu oleh stimuli intern, yaitu kebutuhan dasar seseorang yang akan timbul suatu saat pada suatu tingkat tertentu dan menjadi suatu dorongan yang memotivasi orang itu untuk segera memuaskan dorongan tersebut. Selain itu kebutuhan dapat juga berasal dari stimuli ekstern, yaitu lingkungan yang mengkondisikan konsumen untuk mengkonsumsi (Kotler, 1997). Pencarian informasi didefinisikan sebagai suatu kegiatan termotivasi dari pengetahuan yang tersimpan di dalam ingatan (pencarian internal) dan pengetahuan informasi dari pasar (pencarian eksternal). Seberapa besar pencarian yang dilakukan oleh seseorang tergantung pada kekuatan dorongannya, jumlah informasi yang dimiliki, kemudahan memperoleh informasi tambahan, nilai yang ia berikan pada informasi tambahan dan kepuasan yang ia peroleh dari pencarian tersebut. Bila informasi yang didapat dari pencarian internal tidak memadai untuk
7
memberikan arah tindakan yang memuaskan, maka pencarian eksternal akan dilakukan (Kotler, 1997). Menurut Kotler (1997), sumber-sumber informasi konsumen terdiri dari empat kelompok, yaitu: 1. Sumber pribadi
: keluarga, teman, tetangga, kenalan
2. Sumber komersial
: iklan, tenaga penjual, pedagang perantara
3. Sumber umum
: media massa, organisasi penilai konsumen
4. Sumber pengalaman
: penanganan, pemeriksaan penggunaan produk.
Sumber-sumber informasi yang berbeda dapat menuntun konsumen pada keputusan pembelian yang berbeda. Faktor lain yang mempengaruhi tahap pencarian informasi adalah situasi, ciri-ciri produk, lingkungan eceran dan konsumen itu sendiri. Tekanan waktu merupakan salah satu sumber pengaruh situasi. Situasi pembelian yang mendesak menuntut sedikit waktu untuk melakukan pencarian ekstensif dan teliti. Pencarian ekstensif juga akan dilakukan jika konsumen merasakan adanya perbedaan ciriciri produk diantara merek-merek yang ada. Lingkungan eceran akan mempengaruhi pencarian oleh konsumen karena jarak antara pesaing eceran dapat menentukan banyaknya toko yang menjadi tempat belanja konsumen selama pengambilan keputusan. Terakhir, karakteristik konsumen yang meliputi pengetahuan, keterlibatan, kepercayaan, sikap dan karakteristik demografi akan ikut mempengaruhi tahap pencarian informasi (Engel, Blackwell dan Miniard, 1995) Evaluasi alternatif merupakan tahap dimana konsumen mengevaluasi berbagai alternatif dan membuat pertimbangan nilai yang terbaik untuk memenuhi kebutuhan. Konsumen harus: (1) menentukan kriteria evaluasi yang akan digunakan, (2) memutuskan alternatif mana yang akan dipertimbangkan, (3) menilai kinerja dari alternatif yang dipertimbangkan dan (4) memilih dan menerapkan kaidah keputusan untuk membuat suatu pilihan akhir. Pada pemilihan alternatif, konsumen menggunakan atribut tertentu yang disebut kriteria evaluasi. Kriteria evaluasi yang sering digunakan antara lain harga, kepercayaan konsumen akan merek, dan kriteria asal yang bersifat hedonik (prestise,
status). Setelah menentukan kriteria evaluasi yang akan digunakan
8
untuk menilai alternatif, maka konsumen memutuskan alternatif mana yang akan dipertimbangkan. Tahap ini terdiri dari menentukan alternatif-alternatif pilihan, menilai alternatif-alternatif pilihan dan terakhir menyeleksi kaidah keputusan (Engel, Blackwell dan Miniard, 1995). Pembelian meliputi keputusan konsumen mengenai apa yang dibeli, apakah membeli atau tidak, kapan membeli, dimana membeli, dan bagaimana cara membayarnya. Termasuk di dalamnya adalah toko di mana dia akan membelinya serta pembayaran yang akan dilakukannya. Apakah dia membayar tunai atau cicilan (Sumarwan, 2003). Evaluasi pascapembelian dapat berupa konsumen puas atau tidak puas terhadap konsumsi produk atau merek yang telah dilakukannya. Setelah mengkonsumsi suatu produk atau jasa, konsumen akan memiliki rasa puas atau tidak puas terhadap produk atau jasa yang dikonsumsinya. Kepuasan akan mendorong konsumen membeli dan mengkonsumsi ulang produk tersebut. Sebaliknya perasaan yang tidak puas akan menyebabkan konsumen kecewa dan menghentikan pembelian kembali dan konsumsi produk tersebut (Sumarwan, 2003). 2.3.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian Proses keputusan pembelian konsumen dipengaruhi oleh beberapa faktor
sehingga keputusan antara satu konsumen dengan konsumen yang lain berbeda. Faktor-faktor tersebut diantaranya pengaruh lingkungan, pengaruh perbedaan induvidu, pengaruh proses psikologis dan atribut produk. Pengaruh lingkungan terdiri dari : (1) budaya, (2) kelas sosial, (3) pengaruh pribadi, (4) keluarga dan (5) pengaruh situasi. Budaya mengacu pada seperangkat nilai, gagasan, sikap dan simbol lain yang bermakna yang membantu manusia untuk berkomunikasi, membuat tafsiran dan melakukan evaluasi sebagai anggota masyarakat. Walaupun seorang konsumen bebas dalam menentukan pilihan namun karena mereka hidup di lingkungan dengan kebudayaan yang mempunyai batasan-batasan tertentu, maka kebebasan tersebut juga dipengaruhi oleh nilai-nilai sosial budaya dan norma-norma masyarakat tersebut. Budaya mempengaruhi perilaku konsumen dalam tiga faktor yaitu: (1) budaya
9
mempengaruhi struktur konsumsi, (2) budaya mempengaruhi bagaimana individu mengambil keputusan dan (3) budaya adalah variabel utama dalam penciptaan dan komunikasi makna dari sebuah produk (Engel, Blackwell dan miniard, 1994). Budaya juga didefinisikan sebagai hasil kreatifitas manusia dari satu generasi ke generasi berikutnya yang sangat menentukan bentuk perilaku dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat (Mangkunegara, 2002). Budaya merupakan faktor penentu keinginan dan perilaku seseorang yang paling fundamental (Kotler, 1997). Kelas sosial adalah pembagian di dalam masyarakat yang terdiri dari individu-individu dengan berbagai nilai, minat dan perilaku pembelian yang sama. Ukuran-ukuran yang biasa dipakai untuk menggolongkan masyarakat ke dalam kelas sosial antara lain pendapatan, pendidikan, pekerjaan, kekayaan dan sebagainya. Kelas sosial menunjukan preferensi produk dan pemilihan merek yang berbeda-beda dalam berbagai kategori produk tertentu serta pakaian, perabotan rumah, kegiatan waktu luang dan kendaraan (Kotler, 1997). Pengaruh pribadi sering memainkan peranan penting dalam pengambilan keputusan konsumen. Hal ini diekspresikan baik melalui kelompok acuan atau pun melalui komunikasi lisan. Kelompok acuan ini terbagi dua yaitu kelompok primer seperti keluarga, teman, tetangga dan teman kerja di mana orang tersebut secara terus menerus berinteraksi dengan mereka dan sifatnya cenderung informil. Kelompok sekunder yaitu kelompok yang bersifat lebih formil dan mempunyai interaksi yang tidak begitu rutin seperti kelompok keagamaan, profesi dan kelompok asosiasi perdagangan (Engel, Blackwell dan Miniard, 1994). Keluarga merupakan sebuah kelompok yang terdiri atas dua orang atau lebih yang terikat oleh perkawinan, darah (keturunan: anak/cucu) dan adopsi Kelompok orang tersebut biasanya tinggal bersama dalam satu rumah. Namun, bisa saja bahwa semua anggota keluarga tersebut tidak tinggal di dalam satu rumah (Sumarwan, 2003). Keluarga sangat penting dalam perilaku konsumen karena merupakan pemberi pengaruh utama pada sikap dan perilaku individu. Dibandingkan dengan kelompok-kelompok lain dimana seseorang berhubungan langsung, keluarga memainkan peranan terbesar dan terlama dalam pembentukan sikap dan perilaku manusia (Engel, Blackwell dan miniard, 1994).
10
Pengaruh situasi dipandang sebagai pengaruh yang timbul dari faktor yang khusus untuk waktu dan tempat yang spesifik yang lepas dari karakteristik konsumen dan karakteristik objek. Situasi dapat memberikan pengaruh yang kuat dalam perilaku konsumen. Perilaku berubah ketika situasi berubah. Pengaruh situasi dapat timbul dari lingkungan fisik (lokasi, tata ruang, suara, warna ), lingkungan sosial (orang lain), waktu atau moment, tugas (tujuan dan sasaran pembelian) serta keadaan anteseden (suasana hati dan kondisi sementara konsumen) (Engel, Blackwell dan Miniard, 1994). Perbedaan Individu terdiri dari: (1) sumberdaya konsumen, (2) motivasi dan keterlibatan, (3) pengetahuan, (4) sikap dan (5) keperibadian, nilai dan gaya hidup. Sumberdaya konsumen yang digunakan dalam proses pembelian barang dan jasa terdiri dari tiga, yaitu: sumberdaya ekonomi, temporal dan kognitif. Hal ini berarti bahwa pemasar bersaing untuk mendapatkan uang, waktu dan perhatian konsumen. Persepsi konsumen mengenai sumberdaya yang tersedia mungkin mempengaruhi ketersediaan untuk menggunakan uang dan waktu untuk produk. Motivasi yaitu suatu dorongan dalam diri seseorang untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya yang diarahkan pada tujuan memperoleh kepuasan. Sedangkan keterlibatan mengacu pada tingkat hubungan yang didasari dalam tindakan pembelian dan konsumsi (Engel, Blackwell dan Miniard, 1994). Pengetahuan dapat didefinisikan sebagai kumpulan informasi yang disimpan dalam ingatan konsumen. Pengetahuan konsumen terbagi ke dalam tiga kategori yaitu: (1) pengetahuan produk mencakup atribut produk dan kepercayaan merek, (2) pengetahuan membeli (di mana dan kapan membeli) dan (3) pengetahuan pemakaian (dari iklan dan ingatan konsumen). Pengetahuan terbentuk melalui proses pembelajaran. Proses belajar pada suatu pembelian terjadi apabila konsumen ingin memperoleh suatu kepuasan, atau sebaliknya tidak terjadi apabila konsumen merasa dikecewakan oleh produk yang kurang baik (Engel, Blackwell dan Miniard, 1994). Sikap merupakan suatu evaluasi menyeluruh yang memungkinkan orang berespon dengan cara menguntungkan atau tidak menguntungkan secara konsisten berkenaan dengan objek atau alternatif yang diberikan. Sikap seseorang mudah terpengaruh untuk memberikan tanggapan terhadap rangsangan lingkungan yang
11
dapat memulai atau membimbing tingkah laku orang tersebut. Sikap ini dilakukan konsumen berdasarkan pandangannya terhadap produk dan proses belajar, baik dari pengalaman maupun dari yang lain (Kotler, 1995). Kepribadian sebagai karakteristik psikologis yang berbeda dari seseorang yang menyebabkan tanggapan yang relatif konsisten dan tetap terhadap lingkungannya. Kepribadian biasanya dijelaskan dengan ciri-ciri bawaan seperti percaya diri, otonomi, dominasi, perbedaan kondisi sosial, pembelaan diri dan kemampuan beradaptasi (Kotler, 1995) Nilai adalah kepercayaan atau segala sesuatu yang dianggap penting oleh seseorang atau suatu masyarakat. Nilai bisa berarti sebuah kepercayaan tentang suatu hal, namun nilai bukan hanya kepercayaan. Nilai biasanya jumlahnya relatif lebih sedikit. Nilai mengarahkan seseorang untuk berperilaku yang sesuai dengan kepercayaannya. Nilai biasanya berlangsung lama dan sulit berubah. Nilai tidak terkait dengan suatu objek atau situasi. Nilai diterima oleh masyarakat. Gaya hidup adalah pola di mana orang hidup dan menghabiskan waktu serta uang. Bentuk operasional gaya hidup ditunjukkan dalam aktivitas, minat dan opini seseorang (Engel, Blackwell dan Miniard, 1994). Proses Psikologis memiliki tiga tahapan, yaitu (1) pengolahan informasi, (2) proses pembelajaran dan (3) perubahan sikap dan perilaku konsumen. Pengolahan informasi merupakan proses dimana rangsangan pemasaran diterima, ditafsirkan, disimpan dalam ingatan dan kemudian diambil lagi oleh konsumen untuk menilai alternatif-alternatif produk. Pengalaman konsumen didalam melakukan pembelian dapat menyebabkan perubahan dalam pengetahuan dan sikap. Proses ini disebut proses pembelajaran. Kedua proses di atas akan menyebabkan perubahan sikap konsumen (Engel, Blackwell dan Miniard, 1995). Program televisi sering menimbulkan pemicu psikologis pada penonton (misalnya, keinginan besar) yang mempengaruhi dampak pada iklan berikutnya. Atribut produk dibedakan ke dalam atribut fisik dan atribut abstrak. Atribut fisik menggambarkan ciri-ciri fisik dari suatu produk. Atribut abstrak menggambarkan karakteristik subjektif dari suatu produk berdasarkan persepsi konsumen (Sumarwan, 2003). Atribut produk terdiri dari: (1) mutu, (2) merek, (3) kemasan, dan (4) label. Mutu merupakan keseluruhan ciri serta sifat dari suatu
12
produk atau pelayanan yang berpengaruh pada kemampuan untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat (Kotler, 1997). Mutu produk menunjukkan kemampuan sebuah produk untuk menjalankan fungsinya (Kotler dan Armstrong, 1995). Merek adalah sebuah nama, istilah, tanda, simbol atau disain, atau kombinasi dari semuanya ini yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi produk atau jasa dari seorang penjual atau kelompok penjual dan untuk membedakan dari produk atau jasa pesaing. Konsumen memandang sebuah merek sebagai bagian yang penting dari produk dan pemberian merek dapat menambah nilai produk. Nama merek yang kuat memiliki kesetiaan konsumen yang kuat (Kotler dan Armstrong, 1995). Kemasan merupakan wadah-kemas atau pembungkus yang dirancang atau diproduksi untuk suatu produk. Fungsi utama kemasan adalah sebagai tempat produk, akan tetapi pada akhir-akhir ini kemasan harus menjalankan banyak fungsi penjualan, mulai dari menarik perhatian hingga mendeskripsikan produk sampai pada membuat penjualan. Kemasan yang dirancang dengan baik, mempunyai kemampuan untuk secara langsung membuat para konsumen mengenal perusahaan atau merek (Kotler dan Armstrong, 1995) Label adalah bagian dari kemasan dan merupakan informasi tercetak yang memuat keterangan mengenai produk yang bersangkutan, yang tampak pada atau bersatu dengan kemasan. Label mempunyai berbagai fungsi, penjual harus memutuskan label yang mana yang harus digunakan. Label mengidentifikasikan produk atau merek, mendeskripsikan beberapa hal tentang produk, dan mempromosikan produk melalui grafirnya yang menarik (Kotler dan Armstrong, 1995). 2.4.
Analisis Biplot Biplot merupakan teknik statistika deskriptif dimensi ganda yang dapat
disajikan secara visual dengan menyajikan secara simultan segugusan objek dan peubah dalam suatu gugus pada suatu bidang datar sehingga ciri-ciri objek dan peubah serta posisi relatif antara objek dan peubah dapat dianalisis (Jollife, 1986). Statistika deskriptif adalah metode-metode yang berkaitan dengan pengumpulan
13
dan penyajian suatu gugus data sehingga memberikan informasi yang berguna (Walpole, 1982) Gabriel (1971) memperkenalkan metode biplot sebagai suatu alat statistika yang menyajikan posisi relatif n objek dan p peubah secara simultan dalam dua dimensi. Dari analisis ini dapat dikaji hubungan antara objek dan peubah. Selain itu juga menunjukkan kesamaan antar objek dan hubungan antar peubah serta dapat dilihat penciri masing-masing objek. Dengan menggunakan biplot akan diperoleh visualisasi dari segugus objek dan peubah dalam bentuk grafik bidang datar (Nurmalinah dkk, 2003). Dari visualisasi biplot tersebut ada beberapa informasi yang dapat diperoleh, yaitu: 1. Kedekatan
antar
objek/kedekatan
letak
(posisi)
dua
buah
objek
diinterpretasikan sebagai kemiripan sifat dua buah objek. Semakin dekat letak dua buah objek maka sifat yang ditunjukkan oleh nilai-nilai peubahnya semakin mirip. 2. Panjang vektor peubah sebanding dengan keragaman peubah tersebut. Semakin panjang vektor peubah maka keragaman peubah tersebut semakin tinggi. 3. Nilai sudut antara dua vektor peubah menggambarkan korelasi kedua peubah. Semakin sempit sudut yang dibuat antara dua peubah maka semakin tinggi korelasinya. Jika sudut yang dibuat tegak lurus maka korelasi keduanya rendah. Sedangkan jika sudutnya tumpul (berlawanan arah) maka korelasinya negatif. 4. Nilai peubah pada suatu objek dapat menginformasikan keunggulan dari setiap objek. Objek yang terletak searah dengan arah dari suatu peubah maka nilai peubah objek tersebut di atas nilai rata-rata, dan sebaliknya. Analisis biplot didasarkan pada PNS (Penguraian Nilai Singular) atau SVD (Singular Value Decomposition). Misalkan data yang digunakan untuk dianalisis berupa matriks X berpangkat r, berukuran nxp (n banyaknya objek dan p banyaknya peubah atau atribut) yang terkoreksi terhadap rataannya, maka penerapan konsep PNS terhadap matriks X adalah sebagai berikut:
14
X=ULA’ Keterangan: U : Matriks berukuran (nxr) A : Matriks berukuran (pxr) L : Matriks diagonal berukuran rxr Berdasarkan kaedah penguraian nilai singular, dapat dijabarkan bahwa: X=ULαL1-α A’ Jika didefinisikan G=ULα dan H’=L
1-α
A’, maka matriks X dapat difaktorkan
dalam bentuk: X=GH’ Pemilihan bentuk faktorisasi dilakukan dengan memilih α dalam selang tertutup 0 dan 1 (0≤α≤1) (Jollife, 1986), di mana untuk: 1. α=0, hubungan antar peubah dalam matriks X diterangkan oleh hubungan antar vektor pengaruh lajur (peubah). 2. α=1, hubungan antar objek dalam matriks X diterangkan oleh hubungan antar vektor pengaruh baris (objek). 3. α=0,5, menyatakan bahwa hasil kali vektor pengaruh baris (objek) dan vektor pengaruh lajur (peubah) sama dengan unsur-unsur matriks X. Biplot dengan α=0,5 dapat digunakan sebagai pilihan untuk menggambarkan tebaran gabungan vektor-vektor objek dan peubah. Tahapan
analisis
biplot
untuk
menentukan
faktor-faktor
yang
mempengaruhi keputusan pembelian konsumen akan diolah dengan software SAS 8 menggunakan macro biplot sebagai bahasa pemograman analisis biplot. Data yang digunakan dalam analisis biplot adalah data rata-rata dari variabel yang paling dipertimbangkan oleh konsumen dalam memutuskan pembelian shampo antiketombe. Hasil yang akan diperoleh yaitu gambar biplot. Dari gambar biplot akan diperoleh nilai peubah (variabel) suatu objek yang menginformasikan variabel yang dipertimbangkan konsumen dalam memutuskan pembelian. Objek yang terletak searah dengan arah dari suatu variabel maka nilai variabel objek tersebut diatas rata-rata, artinya variabel tersebut sangat dipertimbangkan oleh objek dalam memutuskan pembelian. Informasi lain dari gambar biplot yaitu
15
kemiripan variabel pertimbangan antar objek, keragaman pertimbangan dan hubungan antar variabel. Tahapan analisis biplot untuk mengetahui penilaian konsumen terhadap shampo antiketombe yang dikonsumsi juga akan diolah dengan software SAS 8 menggunakan macro biplot sebagai bahasa pemograman analisis biplot. Data yang digunakan dalam analisis biplot adalah data rata-rata dari penilaian konsumen terhadap atribut shampo antiketombe yang dikonsumsi. Hasil yang akan diperoleh yaitu gambar biplot. Dari gambar biplot akan diperoleh nilai peubah (atribut) suatu objek yang menginformasikan penilaian konsumen terhadap atribut shampo antiketombe yang dikonsumsi. Objek yang terletak searah dengan arah dari suatu atribut maka nilai atribut objek tersebut diatas ratarata, artinya atribut tersebut dinilai sangat baik oleh objek. Informasi lain dari gambar biplot yaitu: kemiripan atribut penilaian antar objek, keragaman penilaian dan hubungan antar atribut.
2.5.
Penelitian Terdahulu Widya (2003), melakukan penelitian mengenai perilaku konsumsi shampo
dan tanggapan konsumen terhadap iklan shampo melalui televisi. Hasil penelitian menyatakan bahwa atribut yang menjadi prioritas responden ketika akan membeli atau mencoba produk shampo adalah manfaat produk, kualitas, tingkat harga, kandungan
pelembab
(conditioner)
kemudahan
memperoleh,
kewangian,
kepopuleran merek dan bentuk kemasan. Dalam hal kemasan ini ternyata responden lebih banyak memilih membeli shampo dalam kemasan botol dibandingkan kemasan sachet dengan alasan tidak perlu sering-sering membeli. Sementara bila dilihat dari lokasi pembelian shampo, untuk jenis shampo kemasan botol tempat pembelian dominan adalah di toko terdekat dan untuk kemasan sachet umumnya di warung terdekat. Menurut sebagian besar responden iklan shampo di televisi mampu mendorong minat beli mereka. Variabel-variabel yang berpengarh nyata pada keputusan pembelian adalah manfaat yang diharapkan, daya tarik dan harga. Penelitian yang dilakukan Rohani (1999), membahas tentang preferensi konsumen wanita di Kotamadya Bogor terhadap beberapa produk shampo. Penelitian
16
tersebut menghasilkan suati simpulan bahwa proses keputusan pembeian shampo oleh wanita usia 15-24 tahun di Kotamadya Bogor dimulai ketika mereka mengenali kebutuhan, mencari informasi, mengevaluasi, hingga pada akhirnya mereka membeli dan merasakan manfaat dari penggunaan shampo yang dibelinya. Sebagian besar manfaat yang dicari responden dari pemakaian shampo adalah untukmenjaga kesehatan rambut, yang berkaitan pula dengan motivasi mereka yaitu ingin mencoba shampo yang sesuai dengan rambut mereka. Informasi mengenai shampo antiketombe yang ingin dicoba umumnya mereka dapatkan dari media massa terutama televisi. Penayangan iklan yang gencar dengan cara yang menarik dan frekuensi yang tinggi lebih mempengaruhi dan membantu mereka dalam memperoleh informasi yang mereka butuhkan. Kualitas dan merek menjadi fokus perhatian pada tahap pencarian informasi. Walaupun kualitas dan merek menarik, tetapi harga merupakan hal utama yang dipertimbangkan responden dalam memilih shampo yang akan dibelu. Keputusan pembalian dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pengaruh lingkungan dalam hal ini keluarga dan teman yang sangat menentukan, kemudian pengaruh bauran pemasaran yang terlihat menonjol dalam hal ini adalah harga dan promosi yang juga didukung oleh produk dan tempat.
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1.
Kerangka Pemikiran Potensi pasar shampo antiketombe di Indonesia sangat besar. Hal ini salah
satunya didukung oleh rentannya penduduk Indonesia menderita ketombe akibat iklimnya yang tropis, suhu tinggi dan udara lembab. Kondisi ini mendorong para produsen untuk memperkenalkan berbagai merek shampo antiketombe yang menawarkan
beragam
manfaat
khusus
di
samping
manfaat
utamanya
menghilangkan ketombe. Produsen berusaha menciptakan kesan di mata konsumen bahwa produknya yang terbaik dan menyesuaikan produk dengan kebutuhan dan keinginan konsumen. Upaya penyesuaian produk dengan kebutuhan dan keinginan konsumen tentu memerlukan pemahaman tentang perilaku konsumen. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis proses keputusan pembelian konsumen
shampo
antiketombe,
mengidentifikasi
faktor-faktor
yang
mempengaruhi proses keputusan pembelian konsumen shampo antiketombe, dan mengetahui penilaian konsumen terhadap shampo antiketombe yang dikonsumsi. Konsumen shampo antiketombe yang diteliti pada penelitian ini adalah konsumen wanita yang berumur 15-24 tahun yang pernah mengkonsumsi shampo antiketombe. Wanita umumnya memiliki rambut lebih panjang daripada pria sehingga konsumsi shampo antiketombe oleh konsumen wanita dapat dikatakan lebih banyak daripada pria. Rambut panjang cenderung menimbulkan pemicu ketombe seperti lembab dan keringat, sehingga membutuhkan perawatan khusus. Pada usia 15-24 tahun biasanya wanita mulai menentukan shampo antiketombe yang sesuai dengan selera dan cocok dengan rambutnya. Selain itu pada usia ini konsumen mulai banyak memperhatikan dan kritis terhadap apa yang dipakainya, serta keinginan yang besar untuk mencoba-coba shampo antiketombe yang diinginkannya Penelitian perilaku pembelian konsumen dimulai dengan menganalisis proses keputusan pembelian konsumen shampo antiketombe pada setiap tahap prosesnya. Tahap proses keputusan pembelian konsumen tersebut adalah pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, pembelian dan
18
evaluasi pascapembelian. Analisis proses keputusan pembelian konsumen dilakukan dengan menggunakan alat analisis tabulasi deskriptif. Ketombe Potensi Pasar Shampo Antiketombe Perilaku Pembelian Konsumen Wanita Usia 15 – 24 Tahun
Proses Keputusan Pembelian Konsumen
Pengaruh Lingkungan: Teman dan keluarga Perbedaan Individu: Harga, pengetahuan dan gaya hidup Proses Psikologis: Iklan Atribut Produk: Merek, kewangian, kemasan, sistem distribusi, kualitas, manfaat khusus, busa, kekentalan, volume/isi
Penilaian Konsumen terhadap Merek Shampo Antiketombe
Tabulasi Deskriptif
Analisis Biplot
Analisis Biplot
Analisis Perilaku Pembelian Konsumen sebagai Masukan bagi Berbagai Pihak yang Berkepentingan
Gambar 2. Alur Kerangka Pemikiran
19
Keputusan pembelian oleh konsumen tidak terjadi begitu saja, tetapi dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang menjadi variabel dalam penelitian ini adalah faktor lingkungan, faktor perbedaan individu, faktor proses psikologis dan atribut produk. Faktor-faktor yang berpengaruh pada proses keputusan pembelian konsumen dianalisis dengan menggunakan alat analisis biplot. Alat analisis ini digunakan dengan tujuan untuk melihat variabel yang dipertimbangkan oleh konsumen dalam memutuskan pembelian merek shampo antiketombe. Penelitian ini dilanjutkan dengan mencari posisi relatif dari merek shampo antiketombe yang dikonsumsi konsumen terhadap atribut yang dimilikinya dengan menggunakan metode analisis biplot. Alat analisis ini dapat menyajikan hubungan antara objek pengamatan dengan peubah, hubungan antar peubah dan kesamaan antar objek pengamatan serta dapat memperlihatkan penciri masingmasing objek. Posisi relatif dari merek shampo antiketombe terhadap atributatributnya menunjukkan penilaian konsumen terhadap shampo antiketombe tersebut. Hasil dari analisis perilaku konsumen di atas diharapkan dapat digunakan sebagai masukan bagi berbagai pihak yang berkepentingan dalam pengembangan produk shampo antiketombe sesuai kebutuhan dan keinginan konsumen. Alur kerangka pemikiran konseptual dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.
3.2.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai perilaku konsumen wanita dalam pembelian shampo
antiketombe mengambil lokasi di wilayah kotamadya Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan dengan cara sengaja (purposive), mengingat keberadaan kota Bogor sebagai daerah penyangga ibukota negara dan sebagai konsentrasi perguruan tinggi sehingga masyarakat kota atau kabupaten Bogor menjadi pasar yang memiliki potensi cukup tinggi untuk pengembangan dan pertumbuhan kegiatan ekonomi, termasuk pengembangan dan pertumbuhan pasar shampo antiketombe. Penelitian ini dilakukan bulan Juni - September 2004.
20
3.3.
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder.
Data
primer
diperoleh
melalui
wawancara
langsung
antara
pewawancara dengan responden dengan menggunakan kuesioner yang telah disiapkan. Kuesioner merupakan suatu daftar atau bentuk formal berisikan suatu rangkaian pertanyaan yang terumuskan dengan baik untuk mendapatkan informasi (Singarimbun, 1989). Data primer yang terdapat di dalam kuesioner yang telah disediakan tersebut terdiri dari data demografi, proses keputusan pembelian konsumen shampo antiketombe, variabel yang dipertimbangkan konsumen dalam memutuskan pembelian shampo antiketombe dan penilaian konsumen terhadap atribut shampo antiketombe yang dikonsumsi (Lampiran 1). Data sekunder diperoleh dengan membaca literatur yang berkaitan dengan topik penelitian yaitu antara lain berasal dari fasilitas internet, majalah, perpustakaan LSI IPB dan MMA IPB, Kantor Statistik Kotamadya Bogor.
3.4.
Metode Penarikan Sampel Metode penarikan sampel yang digunakan adalah metode purposive
sampling. Dengan metode ini sampel dipilih berdasarkan pertimbanganpertimbangan tertentu (Singarimbun, 1989). Sampel purposive merupakan sampel yang dipilih dengan cermat sehingga relevan dengan rancangan penelitian. Sampel yang diambil adalah individu yang menurut pertimbangan peneliti dapat didekati, mudah dan murah untuk dilaksanakan (Soeratno dan Arsyad, 1993). Dalam penelitian ini, yang menjadi populasi adalah wanita, karena wanita umumnya memiliki rambut lebih panjang daripada pria sehingga konsumsi shampo antiketombe oleh konsumen wanita dapat dikatakan lebih banyak daripada pria. Rambut panjang cenderung menimbulkan pemicu ketombe seperti lembab dan keringat, sehingga membutuhkan perawatan khusus. Sementara yang menjadi sampel adalah wanita usia 15-24 tahun yang menggunakan shampo antiketombe dan terpilih menjadi responden. Pada usia 15-24 tahun biasanya wanita mulai menentukan shampo antiketombe yang sesuai dengan selera dan cocok dengan rambutnya. Pada usia 15-24 tahun konsumen juga mulai banyak
21
memperhatikan dan kritis terhadap apa yang dipakainya, serta memiliki keinginan yang besar untuk mencoba-coba shampo antiketombe yang diinginkan. Untuk pengambilan sampel di lapangan, dipilih beberapa lokasi pusat perbelanjaan dan tempat wisata, yaitu: Plaza Jambu Dua, Plaza Bogor, Plaza Ekalokasari dan tempat wisata Kebun Raya Bogor. Diperkirakan di lokasi ini lebih mudah mendapatkan wanita yang memenuhi syarat untuk dijadikan responden dan mewakili wanita di kodya bogor. Banyaknya sampel yang dijadikan responden adalah 160 orang. Penelitian 160 responden dan dilakukan secara sengaja berdasarkan kebutuhan penelitian. Survei terhadap 160 responden menunjukkan bahwa shampo antiketombe merek Clear, Pantene, Sunsilk dan Rejoice merupakan shampo antiketombe yang paling banyak dikonsumsi. Dengan pertimbangan demikian sehingga shampo antiketombe merek Clear, Pantene, Sunsilk dan Rejoice dipilih sebagai shampo antiketombe yang diteliti.
3.5.
Metode Pengumpulan Data Data diperoleh melalui wawancara dengan responden dan pertanyaan-
pertanyaan yang diajukan mengacu kepada kuesioner yang telah disiapkan. Jenis pertanyaan yang dibuat dalam kuesioner adalah pertanyaan berstruktur yang berisikan pertanyaan tertutup, terbuka dan semi tertutup yaitu pertanyaanpertanyaan yang memberi alternatif jawaban kepada responden untuk memilih salah satu jawaban yang tersedia ataupun menjawab lebih dari satu jawaban sesuai dengan pertanyaan yang diajukan. Menurut Singarimbun (1989), penggunaan kuesioner merupakan hal pokok untuk pengumpulan data, terutama pada penelitian survei. Survei dimaksudkan untuk mengumpulkan data yang relatif terbatas dari sejumlah kasus yang relatif besar jumlahnya (Sevilla,1993).
3.6.
Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan editing dan
koding data untuk menyeragamkan data yang telah dikumpulkan. Dilakukan pula perhitungan persentase jawaban responden terhadap pertanyaan demografi dan pertanyaan perilaku, kemudian disajikan dalam bentuk tabulasi sederhana. Data
22
tentang variabel yang dipertimbangkan konsumen dalam mengambil keputusan pembelian dan data tentang penilaian konsumen terhadap shampo antiketombe yang dikonsumsi diolah dengan bantuan excell dan software SAS (Statistical Analysis System). Excell digunakan untuk memasukkan data yang diperoleh dari kuesioner atau daftar pertanyaan yang telah disebarkan. SAS digunakan untuk mengolah data untuk analisis biplot dengan menggunakan macro biplot sebagai bahasa pemrograman analisis biplot.
3.7.
Analisis Data Data dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif dan analisis biplot.
Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis data tentang proses keputusan pembelian konsumen. Data tentang proses keputusan pembelian konsumen ini dibuat ke dalam bentuk tabulasi deskriptif yaitu pengaturan data ke dalam suatu tabel
dan
dikelompokkan
berdasarkan
jawaban
yang
sama,
kemudian
dipersentasekan berdasarkan jumlah responden. Persentase yang terbesar merupakan faktor yang dominan dari masing-masing variabel yang diteliti. Analisis biplot digunakan untuk menentukan faktor yang mempengaruhi proses keputusan pembelian konsumen shampo antiketombe. Analisis biplot juga digunakan untuk mengetahui penilaian konsumen terhadap shampo antiketombe yang dikonsumsi. Analisis data statistik dilakukan agar data dapat disederhanakan ke dalam bentuk yang mudah dibaca dan diinterpretasikan (Rangkuti, 2002)
3.8.
Definisi Operasional Konsep yang digunakan dalam penelitian ini secara operasional
didefinisikan sebagai berikut: Responden adalah wanita usia 15-24 tahun dan sedang berkunjung ke tempat wisata dan pusat perdagangan terpilih, dan mengaku mengkonsumsi shampo antiketombe dalam dua bulan terakhir sebelum pengisian kuesioner. Shampo antiketombe adalah campuran dari bahan kimia tertentu yang dipergunakan untuk mencuci dan membersihkan rambut dan kulit kepala agar terhindar dari ketombe.
23
Tahap pengenalan kebutuhan adalah tahap dimana responden menyadari kebutuhan akan produk shampo antiketombe. Tahap ini diukur dari manfaat utama yang dicari responden, motivasi pembelian shampo antiketombe dan tingkat keterlibatan responden jika tidak mengkonsumsi shampo antiketombe. Tahap pencarian informasi adalah tahap dimana responden mencari informasi tentang merek shampo antiketombe. Tahap ini diukur dari tersedianya waktu khusus untuk mencari informasi, sumber informasi tentang merek shampo antiketombe, media informasi yang paling berpengaruh, unsur informasi yang menarik perhatian dan fokus perhatian responden terhadap informasi. Tahap evaluasi alternatif adalah intensitas responden dalam menilai dan membandingkan informasi tentang merek shampo antiketombe. Tahap ini diukur dengan melihat ciri yang diperbandingkan atau dipertimbangkan oleh responden dalam membeli shampo antiketombe. Tahap pembelian adalah tahap dimana responden mengambil keputusan mengenai produk yang dibeli, kapan membeli, dimana membeli dan bagaimana membeli. Tahap ini diukur dari jawaban responden mengenai alasan memilih merek favorit, tempat pembelian, besar pengeluaran untuk shampo antiketombe setiap bulan dan cara responden memutuskan pembelian shampo antiketombe. Tahap perilaku pascapembelian adalah tahap dimana responden menilai shampo antiketombe yang telah dibelinya. Tahap ini diukur dari kepuasan responden setelah membeli shampo antiketombe, sikap responden ketika shampo antiketombe favoritnya tidak tersedia di tempat pembelian dan ketika harga shampo antiketombe favoritnya mengalami kenaikan. Faktor lingkungan adalah faktor-faktor yang mempengaruhi proses keputusan pembelian responden yang terdiri dari pengaruh pribadi dan keluarga. Pengaruh
pribadi
adalah
karakteristik
pribadi
seseorang
yang
mempengaruhi keputusan pembelian. Faktor ini dilihat dari pengaruh teman terhadap keputusan pembelian responden. Keluarga adalah kelompok yang terdiri dari dua atau lebih orang yang berhubungan melalui darah, perkawinan, atau adopsi dan tinggal bersama.
24
Faktor perbedaan individu adalah faktor-faktor yang mempengaruhi proses keputusan pembelian responden yang terdiri dari sumberdaya konsumen, pengetahuan dan gaya hidup. Sumberdaya konsumen
adalah sumberdaya yang dimiliki oleh
responden, terdiri dari waktu, uang dan perhatian. Faktor ini dilihat dari pengaruh harga terhadap keputusan pembelian responden. Pengetahuan adalah kumpulan informasi yang disimpan dalam ingatan responden. Gaya hidup adalah pola hidup responden yang tercermin dalam kegiatan, minat dan opininya. Faktor proses psikologis adalah faktor yang mempengaruhi proses keputusan pembelian responden yang terdiri dari iklan. Iklan adalah rangsangan pemasaran yang diterima, ditafsirkan, disimpan dalam ingatan responden dan diambil lagi untuk menilai alternatif-alternatif produk. Atribut produk adalah ciri fisik produk shampo antiketombe dan karakteristik subjektif produk shampo antiketombe berdasarkan persepsi konsumen, terdiri dari harga, kepopuleran/ketepercayaan merek, kewangian, kemasan, kemudahan mendapatkan, menghilangkan ketombe, manfaat khusus, kekentalan dan volume.
IV. GAMBARAN UMUM PENELITIAN
4.1.
Karakteristik Umum Wilayah Penelitian Bogor terkenal dengan julukan ”kota hujan” dan udaranya sejuk dengan
suhu udara rata-rata setiap bulannya 26 derajat celcius dan kelembaban udaranya kurang lebih 70 persen. Jarak Kotamadya Bogor dengan ibukota negara kurang lebih 60 km. Lokasinya yang dekat dengan ibukota negara dan berada di tengahtengah wilayah Kabupaten Bogor merupakan potensi bagi perkembangan dan pertumbuhan kegiatan ekonomi, termasuk pasar shampo antiketombe. Terdapat Kebun Raya Bogor dan Istana Bogor di pusat kota sebagai andalan wisata masyarakat Bogor serta kedudukan Kotamadya Bogor diantara jalur wisata Puncak – Cianjur dan Sukabumi juga merupakan potensi bagi peningkatan laju pertumbuhan ekonomi di Kotamadya Bogor.
Tabel 1. Jumlah Penduduk Kota Bogor Tahun 1990-2003 Jumlah Penduduk (jiwa)
Kecamatan 1990
2000
2003
Bogor Selatan
125.084
147.507
160.007
Bogor Timur
62.468
77.000
83.924
Bogor Utara
94.043
132.113
144.590
Bogor Tengah
106.963
91.230
99.790
Bogor Barat
142.225
166.427
181.955
Tanah Sereal
111.565
136.542
150.401
Kota Bogor
642.348
750.819
820.707
Sumber: BPS Kota Bogor
Berdasarkan hasil Pendaftaran Pemilih dan Pendataan Penduduk Berkelanjutan (P4B) tahun 2003, penduduk Kotamadya Bogor berjumlah 820.707 jiwa yang terdiri dari 419.252 laki-laki dan 401.455 perempuan dengan kepadatan penduduknya 6926 jiwa per km2. Dibandingkan dengan hasil Sensus Penduduk (SP) tahun 1990 dengan jumlah penduduk sebesar 642.348 jiwa dan hasil Sensus Penduduk tahun 2000 dengan jumlah penduduk 750.819 jiwa, dapat dilihat bahwa
26
jumlah penduduk Kotamadya Bogor bertambah dengan tingkat pertumbuhan yang masih tinggi (Tabel 1). Kecenderungan jumlah penduduk di Kotamadya Bogor yang terus bertambah dari waktu ke waktu bukan hanya dipengaruhi oleh banyaknya jumlah kelahiran tetapi juga dipengaruhi adanya migrasi masuk. Keberadaan Kotamadya Bogor sebagai daerah penyangga ibukota dan sebagai konsentrasi perguruan tinggi menarik para pendatang dari luar untuk menetap di Kota Hujan ini. Secara garis besar penduduk Kota Bogor terkonsentrasi pada kelompok umur muda yaitu 0-24 tahun. Oleh karena itu struktur penduduknya dapat dikatakan sebagai penduduk muda. Struktur penduduk muda ini berdampak pada banyaknya penduduk yang berstatus pelajar dan mahasiswa (BPS, 2003). Hal tersebut menunjukkan bahwa konsumen usia 15-24 tahun di Kotamadya Bogor yang pada umumnya masih berstatus pelajar dan mahasiswa merupakan salah satu sumber konsumen potensial untuk produk shampo antiketombe.
4.2.
Karakteristik Umum Konsumen Shampo Antiketombe Karakteristik umum konsumen shampo antiketombe dalam penelitian ini
dilihat dari usia konsumen, pendidikan formal terakhir atau yang sedang ditempuh konsumen, pekerjaan dan pengeluaran konsumen per bulan. Konsumen shampo antiketombe didominasi oleh konsumen yang berusia 21-24 tahun, yaitu sebanyak 45,00 persen. Persentase terbesar kedua berada pada selang usia 18-20 tahun sebanyak 33,12 persen. Persentase terkecil berada pada selang 15-17 tahun sebanyak 21,88 persen. Seiring dengan pertambahan usia, maka aktifitas yang dilakukan untuk seseorang juga bertambah banyak, sehingga rambut dan kulit kepala khususnya juga mulai rentan terhadap masalah-masalah rambut dan kulit kepala. Masalah rambut yang sering ditemui adalah masalah rambut berketombe. Karakteristik
umum
konsumen
shampo
antiketombe
berikutnya
berdasarkan tingkat pendidikan formal terakhir atau yang sedang ditempuh konsumen. Tingkat pendidikan dari konsumen shampo antiketombe didominasi oleh konsumen yang mengecap pendidikan sarjana sebanyak 41,25 persen dan SLTA sebanyak 40,00 persen. Berikutnya adalah konsumen dengan tingkat pendidikan diploma sebanyak 14,38 persen dan SLTP sebanyak 4,37 persen. Bila
27
dilihat dari pekerjaan konsumen, konsumen shampo antiketombe lebih banyak bekerja sebagai mahasiswa, yaitu sebanyak 49,38 persen, diikuti pelajar sebanyak 26,88 persen, konsumen yang bekerja sebagai karyawati baik swasta maupun negeri sebanyak 15,00 persen, wiraswasta sebanyak 5,62 persen dan yang tidak bekerja (pengangguran) sebanyak 3,12 persen. Sebagian besar konsumen dalam penelitian ini bekerja sebagai mahasiswa dan pelajar, hal ini dapat dimaklumi karena memang pada usia 15-24 tahun rata-rata adalah usia yang masih dalam tahap mencari ilmu. Selanjutnya karakteristik konsumen berdasarkan jumlah uang yang dikeluarkan setiap bulan untuk biaya hidup sehari-hari. Persentase konsumen dengan pengeluaran per bulan kecil dari Rp 300.000,00, antara Rp 300.000,00 – Rp 400.000,00, antara Rp 400.000,00 – Rp 500.000,00 masing-masing adalah 27,30 persen, 26,25 persen dan 25,00 persen. Dapat dikatakan bahwa pengeluaran per bulan 78,75 persen konsumen shampo antiketombe memiliki sebaran yang merata yaitu sekitar Rp 300.000,00 – Rp 500.000,00. Sementara itu, hanya 21,25 persen konsumen yang memiliki pengeluaran per bulan lebih besar dari Rp 500.000,00. Keadaan ini dapat dipahami karena sebagian besar konsumen masih berstatus mahasiswa dan pelajar dimana konsumen belum memiliki penghasilan sendiri sehingga biaya hidup masih berasal dari orangtua/wali. Selengkapnya karakteristik umum konsumen shampo antiketombe dapat dilihat pada Tabel 2.
28
Tabel 2. Karakteristik Umum Konsumen Shampo Antiketombe, 2004 Karakteristik Umum Konsumen
Jumlah
Persentase
(orang)
(%)
15 – 17
35
21,88
18 – 20
53
33,12
21 – 24
72
45,00
Total
160
100
SD
-
-
SLTP
7
4,37
SLTA
64
40,00
Diploma
23
14,38
Sarjana
66
41,25
Total
160
100
Pelajar
43
26,88
Mahasiswa
79
49,38
Karyawati
24
15,00
Wiraswasta
9
5,62
Tidak bekerja
5
3,12
160
100
< Rp 300.000
44
27,50
Rp 300.000 – Rp 400.000
42
26,25
Rp 400.000 –Rp 500.000
40
25,00
> Rp 500.000
34
21,25
Total
160
100
Usia
Pendidikan
formal
terakhir/
sedang
ditempuh
Pekerjaan
Total Pengeluaran pribadi per bulan
29
4.3.
Karakteristik Umum Produk Shampo Antiketombe Karakteristik umum produk shampo antiketombe dalam penelitian ini
dilihat dari pengetahuan konsumen tentang merek shampo antiketombe dan jenis kemasan yang di pergunakan. Pengetahuan merek konsumen diukur dari pengenalan konsumen terhadap merek shampo antiketombe secara spontan yang disebutkan pertama kali dan merek shampo antiketombe yang diingat. Berdasarkan hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner, dapat dilihat bahwa merek shampo antiketombe terbanyak yang disebutkan secara spontan pertama kali oleh konsumen adalah merek Clear yaitu mencapai 46,87 persen. Merek terbanyak kedua yang disebutkan secara spontan adalah Pantene sebanyak 18,75 persen. Selanjutnya secara berurutan adalah merek Sunsilk sebanyak 16,87 persen, Head & Shoulder sebanyak 8,75 persen, Rejoice sebanyak 5,63 persen dan merek lain sebanyak 3,13 persen. Dari pertanyaan dengan multiple respon mengenai lima merek yang diingat oleh konsumen, maka merek shampo antiketombe yang paling banyak diingat adalah Clear sebanyak 22,60 persen. Selanjutnya secara berurutan adalah Pantene sebanyak 18,64 persen, Sunsilk sebanyak 18,00 persen, Rejoice sebanyak 16,75 persen, Head & Shoulder sebanyak 11,05 persen, Zinc sebanyak 7,91 persen dan lainnya sebanyak 5,05 persen. Produk shampo antiketombe yang dipasarkan kepada konsumen dikemas dalam dua bentuk kemasan, yaitu kemasan sachet dan kemasan botol. Kemasan sachet biasanya memiliki volume 5-10 ml, sementara kemasan botol biasanya berisi 75ml, 100ml, 150ml, 200ml, 300ml atau lebih dari 300ml. Berdasarkan data yang terkumpul, sebanyak 61,25 persen dari jumlah total konsumen shampo antiketombe biasa membeli shampo antiketombe kemasan botol dan 38,75 persen membeli shampo antiketombe kemasan sachet. Selengkapnya karakteristik produk shampo antiketombe menurut pendapat konsumen wanita di Kotamadya Bogor dapat dilihat pada Tabel 3.
30
Tabel 3. Karakteristik Umum Produk Shampo Antiketombe Menurut Pendapat Konsumen di Kotamadya Bogor, 2004 Karakteristik Produk
Persentase (%)
Merek shampo antiketombe yang disebutkan pertama kali oleh konsumen Clear
46,87
Pantene
18,75
Sunsilk
16,87
Head & Shoulder
8,75
Rejoice
5,63
Lainnya (Zinc, Emeron, Sel Sun)
3,13
Total
100
Merek shampo antiketombe yang diingat konsumen Clear
22,60
Pantene
18,64
Sunsilk
18,00
Rejoice
16,75
Head & Shoulder
11,05
Zinc
7,91
Lainnya (Emeron, Lifebuoy, Sel Sun, Rudy Hadi Suwarno, Sari
5,05
Ayu) Total
100
Jenis kemasan shampo antiketombe yang biasa dibeli konsumen Botol
61,25
Sachet
38,75
Total
100
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1.
Proses Keputusan Pembelian Shampo Antiketombe Keputusan konsumen yang dilaksanakan dalam bentuk tindakan membeli
tidak muncul begitu saja tetapi melalui suatu proses yang terdiri dari tahapan pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, pembelian dan perilaku pascapembelian.
5.1.1. Pengenalan Kebutuhan Proses keputusan pembelian shampo antiketombe dimulai saat konsumen mengenali sebuah masalah atau kebutuhan akan shampo antiketombe tersebut. Konsumen merasakan perbedaan antara keadaan sebenarnya dengan keadaan yang diinginkannya. Kesadaran akan adanya kebutuhan yang harus dipenuhi membuat konsumen berusaha mencari produk yang dapat mengatasi masalah yang mereka rasakan. Pada saat seperti ini tentu akan memberikan keuntungan bagi pihak produsen shampo antiketombe, karena mereka dapat mendeteksi kapan konsumen mengenali suatu kebutuhan dan menawarkan produk yang sesuai dengan kebutuhan konsumen tersebut. Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa sebanyak 28,75 persen konsumen termotivasi mengkonsumsi shampo antiketombe karena memang menderita ketombe. Keadaan sebenarnya yang dihadapi konsumen biasanya memotivasi konsumen tersebut untuk mengkonsumsi suatu produk agar masalahnya dapat diatasi. Begitu pula dengan konsumen yang memiliki masalah rambut berketombe, terdorong mengambil manfaat dari shampo antiketombe agar masalah yang sedang dihadapi dapat diatasi. Motivasi atau alasan diurutan kedua yang mendorong 21,88 persen konsumen lain melakukkan pembelian shampo antiketombe adalah karena harganya terjangkau. Konsumen yang sebagian besar adalah mahasiswa dan pelajar, dimana mereka belum memiliki penghasilan sendiri dan harus bisa menyesuaikan shampo antiketombe yang dibeli dengan kondisi keuangan yang ada, apalagi shampo antiketombe merupakan salah satu produk yang
32
penggunaannya rutin. Disamping itu pengaruh iklan juga menjadi motivasi atau alasan bagi konsumen dalam mengkonsumsi shampo antiketombe. Sebanyak 20,62 persen konsumen shampo antiketombe mengkonsumsi shampo antiketombe karena menginginkan agar rambut seperti di iklan. Rambut bagus seperti seorang tokoh iklan dalam sebuah iklan shampo antiketombe tentunya sangat diharapkan oleh setiap konsumen, apalagi konsumen wanita. Untuk mendapatkan rambut seperti itu konsumen biasanya cenderung mengikuti anjuran dan produk yang dipakai tokoh iklan tersebut. Manfaat khusus dari shampo antiketombe selain manfaat utamanya menghilangkan ketombe menjadi alasan bagi 15,00 persen konsumen dalam mengkonsumsi shampo antiketombe. Manfaat khusus dari shampo antiketombe yang tidak didapatkan dari shampo biasa seperti menghilangkan gatal, membuat konsumen memiliki alasan untuk mengkonsumsi shampo antiketombe tersebut. Sisanya sebanyak 13,75 persen konsumen termotivasi mengkonsumsi shampo antiketombe karena melihat orang lain pakai. Orang disekitar konsumen yang mengkonsumsi shampo antiketombe dan memperoleh hasil yang memuaskan akan mendorong konsumen untuk melakukan hal yang sama yaitu mengkonsumsi shampo antiketombe tersebut.
Tabel 4. Motivasi Konsumen Mengkonsumsi Shampo Antiketombe, 2004 Motivasi Mengkonsumsi
Jumlah
Persentase
(orang)
(%)
Rambut berketombe
46
28,75
Harganya terjangkau
35
21,88
Agar rambut seperti di iklan
33
20,62
Manfaat khusus
24
15,00
Melihat orang lain pakai
20
13,75
Total
160
100
Dari Tabel 5 dapat dilihat data mengenai manfaat pembelian yang dicari oleh konsumen shampo antiketombe. Manfaat yang paling banyak dicari konsumen dari pembelian tersebut adalah merawat kesehatan rambut dan kulit
33
kepala agar terhindar dari ketombe, dengan persentase mencapai 94,38 persen. Kemampuan shampo antiketombe mengatasi ketombe pada rambut dan kulit kepala diharapkan membantu konsumen dalam merawat kesehatan rambut dan kulit kepala. Manfaat lain yang dicari oleh konsumen dari pembelian shampo antiketombe adalah agar rambut tetap rapi dan menarik. Sebanyak 5,62 persen konsumen mengharapkan shampo antiketombe membantu mengatasi masalah penampilan yang mereka rasakan. Serpihan putih dan rasa gatal yang ditimbulkan oleh ketombe tentu mengganggu penampilan konsumen. Dengan adanya shampo antiketombe, ketombe yang diderita konsumen dapat diatasi, sehingga penampilan konsumen tetap terjaga. Sesuai dengan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa konsumen lebih mengutamakan manfaat fungsional (utilitarian) shampo antiketombe yaitu merawat kesehatan rambut dan kulit kepala agar terhindar dari ketombe. Setelah rambut dan kulit kepala terhindar dari ketombe maka dengan sendirinya akan berpengaruh baik pada penampilan. Konsumen benar-benar menginginkan suatu manfaat nyata yang dapat diperoleh dari produk shampo antiketombe tersebut.
Tabel 5. Manfaat pembelian yang Dicari Konsumen Shampo Antiketombe, 2004 Manfaat Pembelian Jumlah Persentase
Agar terhindar dari ketombe (kesehatan) Agar rambut rapi dan menarik (penampilan) Total
(orang)
(%)
151
94,38
9
5,62
160
100
Tabel 4 menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil konsumen yang termotivasi mengkonsumsi shampo antiketombe karena mereka menderita ketombe. Sebagian besar konsumen justru termotivasi karena harga shampo antiketombe terjangkau, ingin rambut seperti di iklan, ingin mendapatkan manfaat khusus dan karena melihat orang lain memakai shampo antiketombe. Hal ini dapat disebabkan konsumen mengkonsumsi shampo antiketombe bukan karena menderita ketombe tapi bisa jadi untuk berjaga-jaga agar terhindar dari ketombe. Dengan melihat motivasi konsumen dalam mengkonsumsi shampo antiketombe
34
tersebut maka dapat dipahami kalau sebagian besar konsumen shampo antiketombe merasa biasa saja jika tidak mengkonsumsi shampo antiketombe. Sementara konsumen yang mengkonsumsi shampo antiketombe karena rambut benar-benar berletombe cenderung merasakan ada yang kurang jika tidak mengkonsumsi shampo antiketombe. Tingkat keterlibatan konsumen jika tidak mengkonsumsi shampo antiketombe dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Tingkat Keterlibatan Konsumen jika Tidak Mengkonsumsi Shampo Antiketombe, 2004 Tingkat Keterlibatan
Jumlah
Persentase
(orang)
(%)
56
35,00
Biasa saja
104
65,00
Total
160
100
Merasa ada yang kurang
5.1.2. Pencarian Informasi Setelah memahami manfaat shampo antiketombe dan termotivasi untuk membeli shampo antiketombe maka konsumen akan mencari informasi mengenai shampo antiketombe yang ingin dibeli. Pencarian informasi merupakan kegiatan termotivasi dari pengetahuan yang tersimpan dalam ingatan (pencarian internal) dan
pengumpulan
informasi
dari
pasar
(pencarian
eksternal).
Dengan
mengumpulkan informasi, konsumen belajar tentang merek yang ada dan ciri masing-masing merek. Berdasarkan waktu yang dialokasikan konsumen untuk melakukan pencarian informasi, sebagian besar konsumen, yaitu sebanyak 80 persen tidak melakukan pencarian informasi secara khusus untuk memutuskan pembelian suatu merek shampo antiketombe. Pencarian informasi oleh konsumen umumnya dilakukan secara tidak sengaja melalui sumber informasi seperti televisi. Hal ini dapat dimaklumi karena shampo antiketombe sudah dianggap oleh konsumen sebagai kebutuhan sehari-hari yang produknya sangat mudah dijumpai dan telah dikenal masyarakat luas. Pengalaman yang diperoleh konsumen dari pembelian shampo antiketombe sebelumnya dan pengetahuan yang cukup mengenai shampo
35
antiketombe dapat memberikan informasi yang memadai kepada konsumen untuk menentukan pilihan sehingga tidak perlu menyediakan waktu khusus untuk pencarian informasi. Tersedianya waktu khusus untuk pencarian informasi konsumen dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Tersedianya Waktu Khusus untuk Pencarian Informasi Konsumen, 2004 Menyediakan Waktu Khusus untuk Jumlah Persentase Pencarian Informasi Tidak Ya Total
(orang)
(%)
128
80,00
32
20,00
160
100
Berdasarkan hasil kuesioner yang ditampilkan pada Tabel 8, dapat dilihat bahwa informasi yang konsumen peroleh berasal dari berbagai sumber. Sebagian besar konsumen menyatakan bahwa informasi tentang produk shampo antiketombe yang mereka peroleh berasal dari televisi dengan persentase mencapai 66,25 persen. Televisi sebagai media elektronik memiliki jangkauan luas yang dapat memberikan informasi kepada konsumen termasuk informasi tentang shampo antiketombe terbaru. Televisi dapat menampilkan pesan baik yang diucapkan, tertulis maupun berupa gambar, ilustrasi atau simbol sehingga mampu memberikan lebih banyak informasi kepada konsumen. Selain itu, konsumen yang umumnya belum memiliki pekerjaan atau masih berstatus pelajar dan mahasiswa biasanya memiliki kesempatan menonton televisi lebih banyak daripada wanita yang sudah bekerja. Informasi mengenai shampo antiketombe diperoleh secara tidak sengaja pada saat konsumen menonton acara favoritnya. Sedangkan sebanyak 13,12 persen konsumen menjadikan teman sebagai sumber informasi. Hal ini dapat dimungkinkan karena sebagian besar waktu konsumen dihabiskan di lingkungan kampus dan sekitarnya. Selanjutnya sebanyak 9,37 persen konsumen shampo antiketombe memperoleh informasi tentang produk shampo antiketombe dari keluarganya. Masing-masing anggota dalam sebuah keluarga yang telah membeli atau menggunakan shampo antiketombe tentu dapat menjadi sumber informasi bagi
36
konsumen ketika akan membeli produk tersebut. Mereka dapat memberikan saran atau pilihan kepada konsumen mengenai produk shampo antiketombe yang ada di pasaran. Namun, ada pula konsumen yang memperoleh informasi dari surat kabar/majalah, radio, dan sumber lain, dimana masing-masing sumber informasi tersebut berpersentase sebesar 7,50 persen, 1,88 persen dan 1,88 persen. Sumber informasi konsumen shampo antiketombe dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Sumber Informasi Konsumen Shampo Antiketombe, 2004 Sumber informasi
Jumlah
Persentase
(orang)
(%)
Televisi
106
66,25
Teman
21
13,12
Keluarga/saudara
15
9,37
Surat kabar/majalah
12
7,50
Radio
3
1,88
Lainnya (brosur, pakar kecantikan/dokter)
3
1,88
160
100
Total
Dari sumber informasi konsumen di atas, maka tidak heran kalau media televisi yang diakui 83,13 persen konsumen sebagai media yang paling mempengaruhi keputusan konsumen sehingga membeli shampo antiketombe. Televisi merupakan media audio visual yang dapat menyampaikan informasi atau pesan dengan cara menarik dan dengan frekuensi yang cukup tinggi sehingga mempengaruhi
minat
konsumen
untuk
membeli.
Media
televisi
dapat
menampilkan seorang tokoh pembawa pesan yang biasanya diperagakan oleh seorang model dan diiringi penyampaian pesan yang dapat menarik perhatian pemirsa televisi baik melalui jingle iklannya maupun pesan-pesan yang disampaikannya. Media kedua yang mempengaruhi keputusan konsumen lainnya dalam pembelian shampo antiketombe dengan persentase 8,12 persen adalah keluarga atau saudara. Keluarga berpengaruh dalam memberikan saran mengenai produk shampo antiketombe yang akan dibeli. Alasan keluarga memberikan saran kepada konsumen adalah karena mereka pernah membeli atau menggunakan
37
produk shampo antiketombe tersebut. Walaupun pada akhirnya keputusan tetap berada ditangan konsumen itu sendiri. Selain itu, teman juga menjadi media informasi yang berpengaruh bagi 6,20 persen konsumen shampo antiketombe yang diteliti. Secara langsung maupun tidak langsung, teman menjadi sumber informasi yang dapat mempengaruhi konsumen dalam memberikan saran mengenai produk shampo antiketombe yang pernah mereka beli atau konsumsi sebagai bahan pertimbangan konsumen dalam melakukan pembelian shampo antiketombe. Namun, ada pula keputusan konsumen yang dipengaruhi oleh media informasi seperti surat kabar/majalah dan radio, dengan persentase untuk masing-masing media sebanyak 1,88 persen dan 0,62 persen. Media informasi yang paling berpengaruh bagi konsumen dalam memutuskan pembelian shampo antiketombe dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Media Informasi yang Paling Berpengaruh bagi Konsumen dalam Memutuskan Pembelian Shampo Antiketombe, 2004 Media Informasi
Jumlah
Persentase
(orang)
(%)
133
83,13
Keluarga/saudara
13
8,12
Teman
10
6,25
Surat kabar/majalah
3
1,88
Radio
1
0,62
Total
160
100
Televisi
Sementara itu ketika ditanya mengenai hal yang paling menarik dari informasi atau pesan tentang shampo antiketombe, maka jawaban sebagian besar konsumen shampo antiketombe adalah isi dari pesan tersebut. Hal ini ditunjukkan oleh persentase yang cukup besar, yaitu sebanyak 52,50 persen. Sesuai dengan usia konsumen dalam penelitian ini yang hampir sebagian besar berusia 21-24 tahun dan berprofesi sebagai mahasiswa, maka mereka lebih cenderung mementingkan pengetahuan produk dan menginginkan iklan yang penyampaian informasi atau pesannya lebih jelas, dibandingkan dengan hal-hal lainnya. Isi
38
pesan dapat memberikan pengetahuan kepada konsumen mengenai manfaat shampo antiketombe baik manfaat utama untuk menghilangkan ketombe maupun manfaat khususnya, harga, merek dan kandungan nutrisi shampo antiketombe.
Tabel 10. Hal yang Paling Menarik dari Iklan Shampo Antiketombe, 2004 Hal yang Paling Menarik
Jumlah
Persentase
(orang)
(%)
Isi pesan
84
52,50
Cara penyampaian Pesan
57
35,62
Tokoh pembawa pesan
19
11,88
Total
160
100
Cara penyampaian pesan dari sebuah iklan shampo antiketombe menjadi urutan kedua yang dapat menarik perhatian konsumen shampo antiketombe, dengan persentase mencapai 35,62 persen dari jumlah total konsumen. Pesan yang disampaikan dengan cara menarik baik melalui kata-kata, gambar, foto atau simbol dinilai sebagai bagian iklan yang menarik oleh konsumen. Tanpa adanya penyampaian pesan yang baik, maka isi pesan dari iklan tersebut dapat dimungkinkan tidak dipahami dengan baik oleh konsumen. Pesan yang disampaikan dengan cara menarik dapat diterima dengan mudah dan ditafsirkan secara tepat oleh konsumen. Pada urutan ketiga yang menjadi hal menarik berikutnya dari sebuah iklan shampo antiketombe adalah tokoh pembawa pesan, yang dikemukakan oleh konsumen sebanyak 11,88 persen. Tokoh atau model suatu iklan umumnya memiliki daya tarik yang cukup besar untuk mendorong konsumen agar mau melihat iklan produk shampo antiketombe yang dipromosikan suatu perusahaan dalam media tertentu. Hal yang paling menarik dari iklan shampo antiketombe dapat dilihat pada Tabel 10. Berikut adalah fokus perhatian konsumen terhadap informasi tentang shampo antiketombe. Sebanyak 86,88 persen konsumen menyatakan bahwa manfaat dari produk shampo antiketombe menjadi fokus perhatian utama. Manfaat ini meliputi manfaat utamanya menghilangkan ketombe dan manfaat khusus lainnya. Selain menghilangkan ketombe, konsumen juga menginginkan
39
kombinasi manfaat dari shampo antiketombe yang mereka konsumsi. Misalnya, konsumen yang memiliki rambut rontok dan berketombe akan mencari shampo antiketombe yang sekaligus mempunyai manfaat untuk mengatasi masalah korontokan pada rambut. Semakin banyak kombinsi manfaat yang ditawarkan oleh produsen shampo antiketombe akan membuat konsumen menjadi lebih tertarik terhadap shampo antiketombe tersebut.
Tabel 11.
Fokus Perhatian Konsumen terhadap Informasi Shampo Antiketombe, 2004 Fokus Perhatian Jumlah Persentase (orang)
(%)
139
86,88
Harga
9
5,62
Merek
9
5,62
Lainnya (rambut tokoh, kandungan nutrisi)
3
1,88
160
100
Manfaat shampo antiketombe
Total
Menurut konsumen shampo antiketombe lainnya, yang menjadi fokus perhatian dari informasi tentang shampo antiketombe adalah harga, dengan persentase sebanyak 5,62 persen. Harga yang mahal secara tidak langsung menunjukkan produk dengan kualitas baik, karena produk dengan harga mahal biasanya dilengkapi dengan berbagai keunggulan. Selanjutnya, tidak berbeda dengan harga, merek juga menjadi fokus perhatian 5,62 persen konsumen shampo antiketombe. Merek merupakan atribut suatu produk yang terkadang dapat menunjukkan kualitas dari produk tersebut. sisanya, sebanyak 1,88 persen konsumen fokus pada hal-hal lain dari shampo antiketombe yang diinformasikan. Fokus perhatian konsumen terhadap informasi tentang shampo antiketombe dapat dilihat pada Tabel 11. Iklan
merupakan
salah
satu
cara
untuk
memperkenalkan
dan
meningkatkan penjualan produk. Dengan gaya persuasifnya iklan telah menggiring citra sebagai panduan bagi konsumen untuk memutuskan membeli dan menggunakan shampo antiketombe yang bersangkutan. Pengaruh iklan terhadap keputusan pembelian konsumen shampo antiketombe sangat besar.
40
Sedikit sekali konsumen yang mengatakan tidak terpengaruh oleh iklan. Pada penelitian ini sebanyak 85 persen konsumen shampo antiketombe menyatakan terpengaruh oleh iklan sehingga mencoba shampo antiketombe yang diiklankan tersebut. Konsumen usia 15-24 tahun biasanya mudah terpengaruh dan memiliki keinginan yang besar untuk mencoba-coba sesuatu yang baru, termasuk mencoba shampo antiketombe. Kecenderungan untuk mencoba shampo antiketombe ini dapat disebabkan karena shampo antiketombe sudah dianggap sebagai kebutuhan sehari-hari yang sering dibeli, harganya relatif murah dan dapat dibeli dalam jumlah kecil. Semakin besar kesempatan untuk mencoba suatu produk, semakin mudah konsumen menilainya dan pada akhirnya dapat menyebabkan mereka ganti merek. Tingkat pengaruh iklan terhadap keputusan pembelian konsumen shampo antiketombe dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Tingkat Pengaruh Iklan terhadap Keputusan Pembelian Shampo Antiketombe, 2004 Tingkat Pengaruh Iklan
Ganti merek Mencoba Tidak terpengaruh Total
Konsumen
Jumlah
Persentase
(orang)
(%)
14
8,75
136
85,00
10
6,25
160
100
Teman juga merupakan sumber informasi yang dapat membuat konsumen tertarik membeli suatu produk. Konsumen biasanya terpengaruh oleh bukti dari khasiat produk yang ingin dibeli berdasarkan pengalaman orang lain, begitu juga dengan wanita remaja melihat bukti dari khasiat produk yang akan dibeli berdasarkan pengalaman teman-teman yang telah menggunakan shampo antiketombe. Namun, sebanyak 65 persen konsumen menyatakan bahwa teman tidak memiliki pengaruh terhadap keputusan pembelian mereka, sementara sisanya menyatakan terpengaruh oleh teman sehingga mencoba shampo antiketombe yang disarankan dan bahkan ada yang sampai ganti merek. Hal ini wajar karena sebagian besar konsumen adalah pelajar dan mahasiswa. Jika
41
seorang pencari informasi merasa bahwa ia hanya sedikit mengenal suatu produk shampo antiketombe, maka ia akan mencari sumber yang berhubungan erat dengannya (misalnya teman), tetapi jika konsumen tersebut sebelumnya telah mempunyai pengetahuan mengenai suatu produk shampo antiketombe dan memiliki pengalaman dengan produk tersebut, maka ia tidak akan mudah terpengaruh oleh saran seorang teman. Tingkat pengaruh teman terhadap keputusan pembelian shampo antiketombe dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Tingkat Pengaruh Teman terhadap Keputusan Pembelian Konsumen Shampo Antiketombe, 2004 Tingkat Pengaruh Teman
Ganti merek
Jumlah
Persentase
(orang)
(%)
9
5,62
47
29,38
Tidak terpengaruh
104
65,00
Total
160
100
Mencoba
Keluarga sangat penting dalam perilaku pembelian konsumen karena merupakan pemberi pengaruh langsung. Keluarga juga memainkan peranan terbesar dan terlama dalam pembentukan perilaku pembelian. Tapi kenyataannya pembelian shampo antiketombe oleh konsumen wanita usia 15-24 tahun tidak terlalu terpengaruh oleh keluarga. Sebanyak 81,25 persen konsumen menyatakan bahwa tidak ada pengaruh keluarga dalam pembelian mereka. Hal ini biasanya disebabkan karena konsumen menganggap bahwa shampo antiketombe sudah merupakan kebutuhan sehari-hari yang sering dibeli, harganya relatif murah dan konsumen mungkin sudah mempunyai pengalaman dengan produk tersebut sehingga pertimbangan keluarga tidak terlalu dibutuhkan ataupun berpengaruh bagi konsumen. Sebaliknya, keluarga juga tidak terlalu ikut campur dalam pembelian produk yang sudah biasa dibeli anggotanya. Namun, ada sebagian kecil konsumen yang terpengaruh oleh keluarga sehingga mencoba shampo antiketombe yang disarankan tersebut karena memang sudah tersedia dan telah dibuktikan khasiatnya oleh anggota lain dalam keluarga. Konsumen yang merasakan kecocokan shampo antiketombe dengan rambut dan kulit kepalanya
42
akan beralih ke merek shampo antiketombe tersebut. Tingkat pengaruh keluarga terhadap keputusan pembelian konsumen shampo antiketombe dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel
14.
Tingkat Pengaruh Keluarga terhadap Konsumen Shampo Antiketombe, 2004
Tingkat Pengaruh Keluarga
Ganti merek
Keputusan
Pembelian
Jumlah
Persentase
(orang)
(%)
6
3,75
24
15,00
Tidak terpengaruh
130
81,25
Total
160
100
Mencoba
5.1.3. Evaluasi Alternatif Tahap ketiga adalah evaluasi alternatif, yaitu suatu proses dimana suatu alternatif dievaluasi dan dipilih oleh konsumen untuk memenuhi kebutuhan. Pada tahap ini konsumen menentukan kriteria-kriteria yang berhubungan dengan keinginannya untuk dapat membuat suatu keputusan yang dirasa paling bermanfaat dalam memecahkan masalahnya. Kriteria ini dapat dijadikan pertimbangan awal konsumen dalam memilih shampo antiketombe yang akan dibeli. Tabel 15 menunjukkan pertimbangan awal konsumen dalam membeli shampo antiketombe. Tabel 15. Pertimbangan Awal Konsumen dalam Membeli Shampo Antiketombe, 2004 Pertimbangan Awal
Jumlah
Persentase
(orang)
(%)
Manfaat
71
44,38
Harga
69
43,12
Merek
20
12,50
Total
160
100
43
Manfaat shampo antiketombe baik manfaat utama menghilangkan ketombe maupun manfaat khusus merupakan hal yang menjadi pertimbangan awal bagi 44,38 persen konsumen dalam membeli shampo antiketombe. Selain menderita ketombe terkadang konsumen juga mempunyai masalah lain dengan rambut dan kulit kepala sehingga konsumen mengharapkan adanya manfaat khusus dari shampo antiketombe yang mampu mengatasi masalah selain ketombe. Konsumen akan menyesuaikan shampo antiketombe yang dibeli atau dikonsumsi dengan keadaan rambut dan kulit kepala mereka. Konsumen menganggap khasiat dari manfaat shampo antiketombe yang ditawarkan sangat menentukan apakah shampo antiketombe tersebut merupakan produk yang tepat untuk membantu mengatasi masalah kesehatan ataupun penampilan yang mereka rasakan. Harga merupakan urutan kedua yang dipertimbangkan oleh konsumen dalam memilih shampo antiketombe yang akan dibeli, yaitu sebanyak 43,12 persen. Hal ini berkaitan dengan daya beli dan keterbatasan yang dimiliki konsumen. Konsumen yang sebagian besar merupakan mahasiswa dan pelajar harus bisa menyesuaikan diri dengan dana yang telah disediakan oleh orangtua atau wali. Bagi sebagian konsumen , harga tidak menjadi masalah selama produk memiliki kualitas yang baik dan cocok dengan rambut dan kulit kepala tetapi bagi sebagian konsumen lainnya harga tetap menjadi pertimbangan awal dalam keputusan pembelian. Pertimbangan
awal
konsumen
dalam
membeli
produk
shampo
antiketombe pada urutan ke tiga adalah kepopuleran/ketepercayaan merek, yaitu sebanyak 12,50 persen. Biasanya konsumen akan memilih shampo antiketombe dengan merek yang lebih dikenalnya, karena mereka merasa kualitasnya lebih terjamin. Masih banyak konsumen yang beranggapan bahwa merek dapat dijadikan indikator dari suatu kualitas produk. Oleh karena itu kepercayaan terhadap nama merek shampo antiketombe yang terkenal dengan reputasi kualitas yang sudah lama akan menumbuhkan loyalitas terhadap merek.
5.1.4. Pembelian Pada tahap evaluasi alternatif konsumen menyusun daftar peringkat pilihan dari berbagai merek yang ada. Produk yang dinilai dapat memecahkan
44
masalah dan merupakan pilihan terbaik dari alternatif yang ada akan dibeli oleh konsumen. Pemilihan merek yang dianggap sebagai favorit oleh konsumen didasarkan pada kecocokan dengan rambut dan kulit kepala, memiliki manfaat khusus yang diharapkan, merek terkenal, harga terjangkau dan mudah didapatkan. Alasan konsumen memilih merek shampo antiketombe favorit dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Alasan Konsumen Memilih Merek Shampo Antiketombe Favorit, 2004 Alasan Konsumen
Jumlah
Persentase
(orang)
(%)
105
65,62
Memiliki manfaat khusus
32
20,00
Merek terkenal/terpercaya
9
5,63
Tidak mahal
9
5,63
Mudah didapat
5
3,12
Cocok dengan rambut dan kulit kepala
Total
160
100
Alasan utama sebagian besar konsumen shampo antiketombe yaitu sebanyak 65,62 persen dalam memilih suatu merek shampo antiketombe adalah karena cocok dengan rambut dan kulit kepala. Hal ini sangat wajar, karena jika shampo antiketombe tersebut cocok dengan rambut dan kulit kepala berketombe atau dapat memenuhi fungsinya seperti yang diharapkan oleh konsumen, maka konsumen akan memilih merek tersebut sebagai merek favoritnya. Sebanyak 20 persen dari jumlah total konsumen shampo antiketombe memilih suatu merek shampo antiketombe sebagai merek favorit karena merek tersebut memiliki manfaat khusus yang diharapkan mampu mengatasi masalah konsumen selain manfaat utamanya menghilangkan ketombe. Konsumen akan memilih shampo antiketombe merek tertentu untuk mendapatkan manfaat khusus yang tidak didapatkan dari shampo antiketombe merek lain. Shampo antiketombe dengan merek terkenal menjadi alasan bagi 5,63 persen konsumen untuk memilih shampo antiketombe tersebut sebagai favoritnya. Merek suatu produk memang terkadang dijadikan acuan oleh konsumen dalam
45
melakukan pemilihan produk yang diinginkan. Hal ini sesuai dengan adanya anggapan bahwa merek yang terkenal akan dapat menjamin kualitas yang baik, walaupun tidak semua demikian. Alasan berikutnya adalah harga yang tidak mahal, dikemukakan oleh konsumen dengan persentase sebanyak 5,63 persen. Harga yang tidak mahal membuat konsumen tetap memilih salah satu merek shampo antiketombe sebagai favoritnya. Sedangkan 3,12 persen dari jumlah total konsumen shampo antiketombe menyatakan bahwa alasan mereka memilih merek shampo antiketombe favorit tersebut adalah karena mudah didapatkan. Kemudahan
mendapatkan
shampo
antiketombe
merek
tertentu
dapat
menimbulkan rangsangan untuk tetap membeli shampo antiketombe tersebut.
Tabel 17. Tempat Pembelian Shampo Antiketombe, 2004 Tempat Pembelian
Jumlah
Persentase
(orang)
(%)
Supermarket
98
61,25
Toko/warung
62
38,75
Total
160
100
Perkembangan dunia perdagangan dewasa ini telah mempengaruhi perilaku pembelian konsumen. Sebagian konsumen kini lebih memilih berbelanja di supermarket daripada di warung atau pasar tradisional. Kenyataan ini dapat dilihat dari hasil penelitian di lapangan pada Tabel 17 yang menunjukkan bahwa sebagian besar konsumen shampo antiketombe, yaitu sebanyak 61,25 persen melakukan pembelian di supermarket yang berada di pusat-pusat perbelanjaan. Konsumen yang melakukan pembelian shampo antiketombe di supermarket cenderung membeli shampo antiketombe dalam bentuk kemasan botol. Konsumen sengaja membeli shampo antiketombe kemasan botol untuk persediaan bulanan agar tidak sering-sering melakukan pembelian. Di urutan ke dua, sebanyak 38,75 persen konsumen menyatakan membeli shampo antiketombe di toko atau di warung. Umumnya konsumen yang membeli shampo antiketombe di toko atau di warung membeli shampo antiketombe kemasan sachet. Konsumen yang cenderung menggunakan shampo antiketombe
46
kemasan sachet biasanya konsumen yang ingin memakai shampo antiketombe sesuai dengan kebutuhan rambutnya tetapi tidak mampu membeli shampo antiketombe dengan ukuran banyak (kemasan botol) karena harganya yang lebih mahal bila dibanding sachet. Selain itu shampo antiketombe kemasan sachet praktis untuk sekali coba atau untuk bepergian. Apabila dihubungkan dengan data pada Tabel 3, dapat kita lihat bahwa tempat pembelian shampo antiketombe tersebut sangat berhubungan dengan jenis kemasan shampo antiketombe yang biasa dibeli konsumen.
Tabel 18. Pertimbangan Konsumen dalam Memilih Tempat Shampo Antiketombe, 2004 Pertimbangan Konsumen
Pembelian
Jumlah
Persentase
(orang)
(%)
Sekalian berbelanja
84
52,50
Dekat dengan pusat aktivitas
37
23,13
Harganya lebih murah
25
15,62
Nyaman
14
8,75
Total
160
100
Dalam memilih tempat pembelian, konsumen pun mempertimbangkan beberapa hal. Hal utama yang dipertimbangkan oleh 52,50 persen konsumen adalah bisa sekalian berbelanja. Supermarket menjual berbagai jenis produk, sehingga selain membeli shampo antiketombe konsumen juga dapat membeli produk-produk lain yang dibutuhkan. Bahkan konsumen sengaja menyesuaikan waktu pembelian shampo antiketombe dengan waktu berbelanja bulanan agar sekalian berbelanja. Begitu pula pembelian yang dilakukan di toko atau di warung dekat rumah. Shampo antiketombe dibeli sekalian dengan membeli beberapa produk yang dibutuhkan saat itu. Berkaitan dengan faktor kemudahan tempat pembelian sebanyak 23,13 persen konsumen memilih tempat pembelian shampo antiketombe dengan pertimbangan dekat dari pusat aktifitas. Supermarket biasanya terletak di tempattempat strategis atau pusat kota dimana terdapat pusat aktifitas konsumen sehingga memudahkan konsumen berbelanja. Bagi konsumen yang aktifitasnya di
47
rumah dan tidak ingin pergi ke tempat pembelian yang lebih jauh cenderung melakukan pembelian di toko atau di warung dekat rumah. Hal lainnya seperti harga yang murah juga menjadi pertimbangan bagi 15,62 persen dari jumlah total konsumen dalam memilih tempat pembelian shampo antiketombe. Harga murah yang ditawarkan di supermarket apalagi disertai diskon menjadikan supermarket sebagai tempat yang dipertimbangkan konsumen untuk melakukan pembelian. Harga murah juga dirasakan oleh konsumen yang melakukan pembelian di toko atau di warung dimana dengan uang terbatas konsumen dapat melakukan pembelian, misalnya dalam bentuk sachet. Kemudian sebanyak 8,75 persen konsumen shampo antiketombe lebih mempertimbangkan tempat pembelian yang nyaman. Kenyamanan pada saat berbelanja di supermarket membuat konsumen memilih tempat ini untuk berbelanja. Sementara konsumen yang ingin membeli shampo antiketombe dalam bentuk sachet dan tidak ingin pergi ke tempat pembelian yang lebih jauh merasa nyaman melakukan pembelian di toko atau di warung dekat rumah. Pertimbangan konsumen dalam memilih tempat pembelian shampo antiketombe dapat dilihat pada Tabel 18. Berkaitan dengan keputusan untuk mengkonsumsi shampo antiketombe biasanya konsumen pengambil keputusan mempunyai cara dalam memutuskan pembelian yang dilakukan. Adapun cara memutuskan pembelian yang dilakukan oleh sebagian besar konsumen, yaitu 56,88 persen adalah pembelian yang tergantung situasi. Cara ini dilakukan konsumen ketika mereka memang merasa membutuhkan shampo antiketombe, misalnya shampo antiketombe yang biasa dipakai telah habis atau karena dipengaruhi situasi lainnya. Sedangkan cara pembelian yang terencana dikemukakan oleh 31,87 persen konsumen shampo antiketombe, dimana konsumen telah merencanakan pembelian shampo antiketombe sejak di rumah. Sisanya sebanyak 11,25 persen dari jumlah total konsumen shampo antiktombe melakukan pembelian secara mendadak, dimana niat membeli baru dirasakan ketika berada di toko, yang niat awalnya hanyak untuk melihat-lihat saja. Cara memutuskan pembelian shampo antiketombe dapat dilihat pada Tabel 19.
48
Tabel 19. Cara Memutuskan Pembelian Shampo Antiketombe, 2004 Cara Memutuskan Pembelian
Jumlah
Persentase
(orang)
(%)
Tergantung situasi
91
56,88
Terencana
51
31,87
Mendadak
18
11,25
Total
160
100
Pada Tabel 20, dapat dilihat berbagai macam pilihan merek-merek shampo antiketombe favorit yang dibeli oleh konsumen shampo antiketombe. Persentase dari jawaban konsumen shampo antiketombe memperlihatkan bahwa shampo antiketombe merek Clear memiliki persentase yang cukup besar dibanding dengan shampo antiketombe merek lain, yaitu 24,38 persen. Hal ini dikarenakan shampo antiketombe merek Clear adalah salah satu merek shampo antiketombe yang sangat terkenal, selain itu shampo antiketombe merek Clear merupakan shampo antiketombe khusus untuk mengatasi ketombe. Dalam hal pengembangan produk shampo antiketombe merek Clear cukup bisa menjawab masalah konsumen yang berhubungan dengan dengan rambut dan kulit kepala. Kombinasi antara manfaat utama dengan manfaat khusus dari shampo antiketombe merek Clear sangat bervariasi sehingga konsumen memiliki banyak pilihan untuk mengatasi masalahnya. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika konsumen dalam penelitian ini banyak yang membeli dan menggunakan merek Clear. Diurutan kedua, terdapat dua merek favorit lainnya, yaitu shampo antiketombe merek Pantene dan Sunsilk yang masing-masing dibeli oleh 23,12 persen konsumen shampo antiketombe. Keunggulan tersendiri yang dimiliki oleh merek Pantene dan Sunsilk membuat shampo antiketombe tersebut tetap dipilih konsumen sebagai shampo antiketombe favorit. Merek shampo antiketombe favorit konsumen berikutnya yaitu Rejoice yang dibeli oleh konsumen shampo antiketombe dengan persentasenya adalah sebanyak 18,75 persen. Selanjutnya, untuk konsumen sisanya dengan persentase yang tidak terlalu besar ada yang membeli merek Head&Shoulder sebanyak 4,38 persen, Zinc sebanyak 3,75 persen dan lainnya sebanyak 2,50 persen. Hampir semua merek shampo antiketombe
49
yang dipilih oleh konsumen merupakan merek yang dikenal di pasaran. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa merek juga menjadi pertimbangan konsumen pada saat melakukan pembelian shampo antiketombe.
Tabel 20. Pilihan Merek Shampo Antiketombe Favorit yang Dibeli oleh Konsumen, 2004 Merek Shampo Antiketombe
Jumlah
Persentase
(orang)
(%)
Clear
39
24,38
Pantene
37
23,12
Sunsilk
37
23,12
Rejoice
30
18,75
Head&shoulder
7
4,38
Zinc
6
3,75
Lainnya (Emeron, Lifebouy, Rudy Hadi
4
2,50
160
100
Suwarno) Total
Setelah mempertimbangkan merek shampo antiketombe yang akan dibeli serta dimana tempat pembeliannya, maka konsumen akan membeli shampo antiketombe yang mereka inginkan. Hampir sebagian besar konsumen shampo antiketombe dalam penelitian ini yaitu sebanyak 48,75 persen menyatakan bahwa dana yang dikeluarkan untuk membeli shampo antiketombe per bulan kurang dari Rp 10.000,00. Hal ini diikuti pula oleh 41,25 persen konsumen shampo antiketombe lain yang menyatakan bahwa pengeluarannya untuk pembelian shampo antiketombe per bulan adalah antara Rp 10.000,00 – Rp 20.000,00. Sedangkan, untuk konsumen sisanya yaitu sebanyak 8,12 persen mengeluarkan dana antara Rp 20.000,00 – Rp 30.000,00 dan bahkan sebanyak 1,88 persen konsumen sampai mengeluarkan dana lebih dari Rp 30.000,00 per bulan untuk membeli shampo antiketombe. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dana yang dikeluarkan untuk membeli shampo antiketombe oleh 90 persen konsumen adalah kurang dari Rp 20.000,00 per bulan. Hal ini dapat dimaklumi karena
50
shampo antiketombe yang dibeli hanya untuk konsumsi pribadi dan umumnya shampo antiketombe ini digunakan konsumen setiap dua hari sekali. Sekarang harga shampo antiketombe naik, sehingga pengeluaran konsumen perbulan untuk membeli shampo antiketombe tentu ikut naik. Pengeluaran konsumen untuk membeli shampo antiketombe dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 21. Pengeluaran Konsumen untuk Membeli Shampo Antiketombe, 2004 Pengeluaran Konsumen
Jumlah
Persentase
Per Bulan
(orang)
(%)
< Rp 10.000,00
78
48,75
Rp 10.000,00 – Rp 20.000,00
66
41,25
Rp 20.000,00 – Rp 30.000,00
13
8,12
> Rp 30.000,00
3
1,88
160
100
Total
5.1.5. Perilaku Pascapembelian Setelah membeli shampo antiketombe yang diinginkan, konsumen membandingkan apakah kenyataan atau hasil yang didapatkan dari penggunaan produk memuaskan atau tidak memuaskan. Sikap yang terbentuk akan mempengaruhi niat pembelian selanjutnya di masa yang akan datang. Tabel 22 di bawah ini menunjukkan sikap konsumen setelah mengkonsumsi shampo antiketombe.
Tabel 22. Sikap Konsumen Setelah Mengkonsumsi Shampo Antiketombe, 2004 Sikap Konsumen
Jumlah
Persentase
(orang)
(%)
Puas
83
51,88
Biasa saja
71
44,37
Tidak puas
6
3,75
160
100
Total
51
Dari Tabel 22 di atas dapat dilihat bahwa sedikit sekali konsumen yang menyatakan tidak puas terhadap shampo antiketombe yang mereka konsumsi. Lebih dari sebagian konsumen yaitu sebanyak 51,88 persen menyatakan puas dengan shampo antiketombe yang dikonsumsi selama ini. Tidak puas dapat disebabkan karena hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan, ada merek lain yang lebih cocok atau harganya mahal. Sebaliknya, shampo antiketombe yang mampu memberikan hasil lebih dari yang diharapkan, harganya tidak mahal atau tidak ada merek lain yang cocok dapat membuat konsumen puas terhadap shampo antiketombe yang dikonsumsinya. Selain itu, hampir sebagian konsumen merasa biasa saja setelah mengkonsumsi shampo antiketombe. Ini mungkin disebabkan manfaat shampo antiketombe yang dikonsumsi tidak terlalu dirasakan konsumen, dengan kata lain biasa saja. Shampo antiketombe yang dikonsumsi tidak menimbulkan dampak negatif pada rambut dan tidak pula mengatasi masalah yang dirasakan konsumen. Kepuasan yang dirasakan konsumen dapat menumbuhkan loyalitas (kesetiaan) terhadap produk atau merek. Hal ini dapat diketahui dari tindakan konsumen ketika menghadapi masalah ketersediaan dan kenaikan harga shampo antiketombe favoritnya. Pada Tabel 23 dapat dilihat bahwa 59,38 persen konsumen menyatakan akan mencari ke tempat lain jika shampo antiketombe favoritnya tidak tersedia di tempat pembelian dan sebanyak 12,50 persen konsumen menyatakan tidak jadi membeli. Sedangkan sisanya akan membeli shampo antiketombe merek lain yang tersedia di tempat pembelian. Dari sikap konsumen yang akan mencari ke tempat lain atau sikap tidak jadi membeli jika merek shampo antiketombe yang disukainya tidak ada di tempat pembelian menunjukkan adanya kesetiaan konsumen terhadap merek favorit yang diinginkan sehingga tidak rela untuk menggantinya dengan merek shampo antiketombe lain.
52
Tabel 23. Sikap Konsumen jika Shampo Antiketombe Favorit Tidak Ada di Tempat Pembelian, 2004 Sikap Konsumen
Jumlah
Persentase
(orang)
(%)
Mencari ke tempat lain
95
59,38
Membeli merek lain
45
28,12
Tidak jadi membeli
20
12,50
Total
160
100
Loyalitas konsumen terhadap suatu produk shampo antiketombe juga dapat dilihat dari tindakan yang dilakukan konsumen jika shampo antiketombe favoritnya mengalami kenaikan harga (Tabel 24). Kelompok konsumen terbanyak adalah kelompok yang menyatakan akan tetap membeli shampo antiketombe favorit walaupun shampo antiketombe tersebut mengalami kenaikan harga yaitu sebanyak 73,75 persen. Sikap 20,62 persen konsumen lainnya menyatakan untuk memilih mencari shampo antiketombe lain dengan harga yang lebih murah dan sisanya sebanyak 5,63 persen memilih untuk tidak jadi membeli. Hal ini menunjukkan tingginya loyalitas konsumen yang tetap membeli shampo antiketombe favoritnya, walaupun shampo antiketombe tersebut mengalami kenaikan harga.
Tabel 24. Sikap Konsumen jika Shampo Antiketombe Favorit Mengalami Kenaikan Harga, 2004 Sikap Konsumen Jumlah Persentase
Tetap membeli Mencari yang lebih murah Tidak jadi membeli Total
(orang)
(%)
118
73,75
33
20,62
9
5,63
160
100
Berdasarkan analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa seluruh konsumen melalui tahap-tahap proses keputusan pembelian shampo antiketombe. Akan tetapi, terdapat beberapa hal yang berbeda dalam setiap tahapnya, dimana tidak
53
semua tahap harus dilalui konsumen pada setiap proses pembelian. Hal ini dapat terjadi pada pembelian yang bukan untuk pertama kali dan pada konsumen yang sangat loyal terhadap produk atau merek tertentu. Kesimpulan dari tahapantahapan proses keputusan pembelian shampo antiketombe yang dilakukan oleh sebagian besar konsumen wanita usia 15-24 tahun dapat dilihat pada Gambar 3.
54
Pengenalan Kebutuhan
Konsumen Shampo Antiketombe
- Motivasi
- Rambut berketombe
- Manfaat yang dicari
- Terhindar dari ketombe (kesehatan)
- Keterlibatan
- Biasa saja
Pencarian Informasi
Konsumen Shampo Antiketombe
- Ketersediaan waktu khusus
- Tidak ada
- Sumber informasi
- Televisi
- Media yang paling berpengaruh
- Televisi
- Fokus perhatian
- Manfaat shampo antiketombe
Evaluasi Alternatif - Pertimbangan awal
Konsumen Shampo Antiketombe - Manfaat - Harga
Pembelian
Konsumen Shampo Antiketombe
- Alasan pemilihan merek
- Cocok dengan rambut dan kulit kepala
- Tempat pembelian
- Supermarket
- Cara memutuskan pembelian
- Tergantung situasi
Perilaku Pascapembelian
Konsumen Shampo Antiketombe
- Tingkat kepuasan
- Puas
- Jika merek favorit tidak tersedia
- Mencari ketempat lain
- Jika harga shampo favorit naik
- Tetap membeli
Gambar 3. Tahapan Proses Pembelian Shampo Antiketombe
55
5.2.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian Konsumen Shampo Antiketombe Dalam proses pembelian shampo antiketombe, keputusan pembelian
konsumen dipengaruhi oleh beberapa faktor. Berikut adalah analisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian konsumen shampo antiketombe. Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian konsumen shampo antiketombe diwakili oleh 16 variabel. Variabel teman (l) dan keluarga (m) mewakili faktor lingkungan. Variabel harga (a), pengetahuan (o) dan gaya hidup (n) mewakili faktor perbedaan individu. Variabel iklan (k) mewakili faktor proses psikologis. Variabel merek (b), kewangian (c), kemasan (d), sistem distribusi (e), kualitas (f), manfaat khusus (g), busa (h), kekentalan (i) dan volume/isi (j) mewakili faktor atribut produk. Data untuk variabel-variabel ini diperoleh dari kuesioner tentang variabel-variabel yang dianggap penting untuk dipertimbangkan dalam membeli shampo antiketombe. Data yang digunakan untuk analisis biplot adalah data rata-rata persepsi konsumen terhadap variabel-variabel yang dipertimbangkan dalam membeli shampo antiketombe. Data yang diperoleh diolah dengan bantuan program SAS 8, sehingga menghasilkan output berupa nilai singular, tingkat keragaman, koordinat biplot (Lampiran 3) dan Gambar biplot. Gambar biplot persepsi konsumen terhadap variabel-variabel yang dipertimbangkan dalam membeli shampo antiketombe dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar biplot tersebut mampu memberikan informasi sebanyak 91 persen dari total informasi yang terdapat pada data yang sebenarnya. Dari gambar biplot dapat dilihat bahwa posisi antara objek Clear, Pantene, Sunsilk dan Rejoice terletak berjauhan, ini berarti konsumen Clear, Pantene , Sunsilk dan Rejoice memiliki persepsi berbeda tentang variabel yang dipertimbangkan atau mempengaruhi dalam memutuskan pembelian shampo antiketombe. Posisi objek Clear terletak searah dengan variabel/pengetahuan (o). Ini berarti bahwa pengetahuan tentang produk dipertimbangkan untuk konsumen Clear dalam memutuskan pembelian shampo antiketombe. Pengetahuan yang baik mengenai suatu produk seringkali mendorong konsumen untuk menyukai produk tersebut. Sama halnya dengan shampo antiketombe yang dibeli konsumen Clear,
56
bergantung pada pengetahuan konsumen mengenai keberadaan merek tersebut dan bagaimana merek tersebut berbeda dengan merek lain. Keputusan pembelian konsumen Clear tidak terpengaruh oleh variabel gaya hidup dan variabel busa. Hal ini dapat dilihat dari posisi objek Clear yang bertolak belakang dengan variabel busa (h) dan gaya hidup (n). Pengetahuan konsumen Clear tentang produk shampo membuat busa shampo antiketombe maupun gaya hidup tidak lagi menjadi pertimbangan konsumen Clear dalam memutuskan pembelian shampo antiketombe.
Dimension 2 (11.5%) 0.6
Clear
0.5 0.4
k
0.3 0.2
f a lg d b
0.1
o m
0.0
Sunsilk e
c j
-0.1 -0.2
i n
-0.3Pantene
Rejoice h -0.4 -0.5
-0.4
-0.3
-0.2
-0.1
0.0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1.0
Dimension 1 (79.5%)
Gambar 4.
Biplot Persepsi Konsumen terhadap Variabel yang Dipertimbangkan dalam membeli Shampo Antiketombe
Keterangan gambar: a. harga b. merek c. kewangian d. kemasan e. sistem distribusi f: kualitas g. manfaat khusus h. busa
i. kekentalan j. volume/isi k. iklan l. teman m. keluarga n. gaya hidup o. pengetahuan
57
Berbeda dengan Clear, posisi objek Rejoice justru searah dengan variabel busa (h) dan gaya hidup (n), tetapi bertolak belakang dengan pengetahuan (o). Artinya, dalam memutuskan pembelian shampo antiketombe konsumen Rejoice cenderung mempertimbangkan banyaknya busa shampo antiketombe dan pengaruh gaya hidup, tetapi tidak mempertimbangkan pengetahuan tentang produk. Konsumen Rejoice senang dengan shampo antiketombe yang busanya banyak. Ada anggapan busa yang banyak dinilai lebih bisa membersihkan rambut dan kulit kepala. Konsumen bisa menghemat pemakaian shampo antiketombe karena cukup dengan sedikit shampo antiketombe sudah bisa membersihkan rambut dan kulit kepala. Minat dan opini konsumen tentang busa shampo antiketombe secara langsung mencerminkan gaya hidup mereka. Gaya hidup ini juga tercermin dari kegiatan konsumen sebagai pelajar dan mahasiswa, dimana hampir sebagian besar waktunya dihabiskan untuk kegiatan di sekolah dan di kampus. Seringnya kegiatan di luar rumah rawan menyebabkan ketombe karena terdapat banyak pemicu timbulnya ketombe seperti, produksi keringat berlebihan dan debu. Kegiatan, minat dan opini ini menjadi pertimbangan bagi konsumen Rejoice dalam memutuskan pembelian shampo antiketombe. Tampilan biplot pada Gambar 4 memperlihatkan bahwa variabel keluarga terletak searah dengan arah objek Pantene. Artinya keluarga menjadi pertimbangan konsumen pantene dalam memutuskan pembelian shampo antiketombe. Keluarga sebagai pemberi pengaruh memainkan peranan terbesar dan terlama dalam pembentukan perilaku pembelian, terutama bagi konsumen Pantene. Keluarga memiliki banyak kesempatan untuk memberi saran tentang shampo antiketombe yang telah mereka konsumsi dan rasakan manfaatnya. Konsumen sebagai anggota keluarga juga sering mengerjakan kebanyakan hal secara bersama, dan barangkali memilih dan menggunakan merek shampo antiketombe yang sama seperti anggota lain dalam keluarga. Variabel harga (a) teman (l) dan iklan (k) berada pada posisi yang benarbenar bertolak belakang dengan objek Pantene. Artinya harga, pengaruh teman dan iklan tidak menjadi persoalan yang cukup berarti bagi konsumen Pantene. Dengan kata lain, walaupun harga shampo antiketombe Pantene mahal ataupun
58
naik dan bagaimanapun pengaruh teman dan iklan kepadanya, konsumen Pantene akan tetap membeli shampo antiketombe pilihannya. Harga yang dibayarkan konsumen terhadap shampo antiketombe yang dibeli merupakan apresiasi konsumen terhadap kepuasan yang diperoleh dari pembelian-pembelian sebelumnya. Variabel lain yang tidak terlalu dipertimbangkan oleh konsumen Pantene dalam memutuskan pembelian shampo antiketombe adalah manfaat khusus (g) kemasan (d) dan merek (b). banyaknya variabel yang tidak dipertimbangkan atau berpengaruh bagi konsumen Pantene dalam memutuskan pembelian shampo antiketombe dapat disebabkan karena konsumen telah terbiasa mengkonsumsi shampo antiketombe merek Pantene dan merasakan kecocokan dan kepuasan dari shampo antiketombe tersebut. Konsumen percaya terhadap shampo antiketombe yang biasa dikonsumsi dalam keluarga. Di sisi lain terlihat bahwa posisi objek Sunsilk searah dengan variabel sistem distribusi (e), merek (b), kemasan (d) dan manfaat khusus (g). Artinya, konsumen Sunsilk dalam memutuskan pembelian shampo antiketombe lebih mempertimbangkan ketersediaan shampo tersebut sehingga mudah didapatkan, merek yang terkenal atau terpercaya, kemasannya menarik dan memiliki manfaat khusus disamping manfaat utamanya menghilangkan ketombe. Ketersediaan shampo antiketombe merek Sunsilk dapat merangsang konsumen untuk membeli shampo antiketombe tersebut. Mudahnya mendapatkan shampo antiketombe merek Sunsilk bisa menghemat waktu, uang dan tenaga konsumen dan menutup peluang konsumen untuk mencari merek lain yang lebih mudah didapatkan sebagai shampo antiketombe alternatif. Merek yang telah dikenal atau dipercaya menjadi pertimbangan bagi konsumen Sunsilk dalam memutuskan membeli shampo antiketombe. Konsumen menganggap bahwa merek dapat dijadikan indikator dari suatu kualitas produk. Biasanya konsumen akan memilih shampo antiketombe dengan merek yang lebih dikenalnya, karena mereka merasa kualitasnya lebih terjamin. Kemasan shampo antiketombe yang menarik memicu konsumen untuk memperhatikan dan mengenal produk tersebut. Dari kemasan konsumen juga dapat memperoleh informasi tentang produk sehingga menarik konsumen untuk membeli dan mengkonsumsi produk tersebut. Shampo antiketombe yang tersedia dalam
59
berbagai ukuran kemasan memberi keringanan pada konsumen untuk membeli shampo antiketombe sesuai selera dan keuangan. Adanya kemasan kecil memungkinkan konsumen mencoba shampo antiketombe merek Sunsilk hingga akhirnya memutuskan untuk benar-benar mengkonsumsi shampo antiketombe merek Sunsilk. Konsumen yang menderita masalah ketombe dan masalah lain dengan rambut dan kulit kepala tentu mencari shampo antiketombe yang memiliki manfaat khusus yang dapat mengatasi masalah lain pada rambut dan kulit kepala selain manfaat utamanya menghilangkan ketombe. Tidak hanya itu, ternyata dalam memutuskan membeli shampo antiketombe konsumen Sunsilk juga dipengaruhi oleh variabel harga (a) dan teman (l). Sebagian konsumen masih berstatus pelajar dan mahasiswa dimana biaya hidup masih berasal dari orang tua/wali sehingga wajar bila harga menjadi salah satu pertimbangan konsumen dalam memutuskan pembelian shampo antiketombe, apalagi shampo antiketombe termasuk produk yang penggunaannya rutin. Sebagian kegiatan dilakukan konsumen di sekolah dan perkuliahan sehingga pengaruh teman lebih dirasakan oleh konsumen dalam memutuskan pembelian. Posisi konsumen Sunsilk yang berseberangan dengan variabel keluarga (m) menunjukkan bahwa keluarga sama sekali tidak mempengaruhi keputusan konsumen Sunsilk dalam membeli shampo antiketombe. Hal ini bisa disebabkan karena konsumen sudah terbiasa mengkonsumsi shampo antiketombe merek Sunsilk sejak lama sehingga keluarga percaya dengan pilihan anggotanya. Shampo antiketombe sebagai kebutuhan sehari-hari dan dapat dibeli dalam jumlah kecil dengan dana yang tidak terlalu besar menyebabkan konsumen merasa pertimbangan keluarga tidak berpengaruh. Selanjutnya kekentalan dan pengaruh iklan menjadi pertimbangan atau berpengaruh bagi konsumen Sunsilk dalam memutuskan pembelianshampo antiketombe. Hal ini dilihat dari posisi objek Sunsilk terletak searah dengan variabel kekentalan (i) dan variabel iklan (k). Informasi lain yang dapat diambil dari gambar 4 adalah keragaman jawaban konsumen mengenai persepsi mereka tentang variabel-variabel yang dipertimbangkan atau mempengaruhi keputusan pembelian shampo antiketombe. Keragaman jawaban konsumen ini digambarkan oleh panjang vektor tiap variabel. Variabel kekentalan (i) dan iklan (k) memiliki vektor terpanjang, sehingga dapat
60
diinterpretasikan bahwa keragaman jawaban oleh setiap konsumen terhadap variabel tersebut tinggi. Sedangkan jawaban konsumen untuk variabel keluarga (m) dan pengetahuan (o) cenderung seragam. Hal ini dilihat dari vektor variabel keluarga dan variabel pengetahuan yang memiliki panjang vektor terpendek. Sudut yang terbentuk antara vektor-vektor variabel pada gambar biplot juga mampu menunjukkan korelasi atau hubungan antar variabel. Sudut terkecil terbentuk antara vektor merek (b) dengan vektor kemasan (d) dan antara vektor gaya hidup (n) dengan vektor busa (h), berarti terdapat korelasi yang tinggi antara merek dengan kemasan dan antara gaya hidup dengan busa shampo antiketombe. Hal ini dapat diterjemahkan bahwa, kemasan yang baik akan mendukung kepopuleran atau keterpercayaan konsumen pada merek. Merek sebagai tanda pengenal dan simbol dari suatu produk dapat diketahui dari kemasan dan dari kemasan konsumen dapat mengetahui informasi tentang merek tersebut. Selanjutnya korelasi antara gaya hidup dan busa shampo antiketombe. Semakin banyak busa shampo antiketombe semakin besar minat konsumen terhadap shampo antiketombe tersebut. Sementara sudut antara vektor keluarga (m) dengan vektor gaya hidup (n) lebih besar dari 90 derajat, berarti korelasi antara keduanya adalah negatif. Secara aktual dapat dijelaskan bahwa, bertambahnya pengaruh keluarga akan mengurangi pengaruh gaya hidup pada konsumen dalam memutuskan pembelian shampo antiketombe.
5.3.
Penilaian
Konsumen
Terhadap
Shampo
Antiketombe
yang
KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis yang telah dibahas dan disajikan sebelumnya, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:. 1. Televisi merupakan sumber informasi konsumen untuk mendapatkan shampo antiketombe dan sekaligus sebagai media yang sangat mempengaruhi keputusan konsumen dalam membeli shampo antiketombe. 2. Konsumen menjadikan manfaat fungsional dan harga sebagai pertimbangan awal dalam membeli shampo antiketombe, sementara kecocokan dengan rambut dan kulit kepala menjadi alasan konsumen memilih merek shampo antiketombe favorit. 3. Keputusan pembelian konsumen shampo antiketombe dipengaruhi oleh beberapa faktor, yang terdiri dari faktor keluarga, pengetahuan tentang produk, gaya hidup, busa dan sistem distribusi. 4. Konsumen menilai kualitas shampo antiketombe yang dikonsumsi masih buruk atau kurang bisa menghilangkan ketombe. Manfaat khusus yang diharapkan dari shampo antiketombe dianggap biasa saja atau tidak terlalu dirasakan oleh konsumen. Shampo antiketombe yang dikonsumsi dinilai cukup wangi, kental, mereknya terkenal dan kemasan menarik.
66
2. Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat diberikan beberapa saran yang perlu kiranya mendapat perhatian dari pihak-pihak yang berkepentingan sebagai berikut: 1. Bagi produsen shampo antiketombe yang ingin memperkenalkan produk shampo antiketombe, sebaiknya menggunakan media informasi berupa iklan di televisi. 2. Bagi perusahaan shampo antiketombe, hendaknya lebih bijaksana dalam menetapkan harga sehingga konsumen tetap dapat membeli merek-merek favoritnya. 3. Mengingat bahwa masih banyak konsumen yang belum merasakan kualitas dari shampo antiketombe sebagai pencegah ketombe, maka disarankan supaya produsen meningkatkan manfaat kemampuan menghilangkan ketombe pada shampo antiketombe yang ditawarkan. 4. Melihat bahwa manfaat khusus dari shampo antiketombe masih pada rata-rata atau belum terlalu dirasakan oleh konsumen, maka pihak produsen shampo antiketombe sebaiknya terus melakukan riset-riset dan pengembangan produk untuk memberikan manfaat khusus yang diinginkan konsumen.
DAFTAR PUSTAKA
BPS. 2003. Profil Kota Bogor 2003. BPS Kota Bogor. Bogor. Engel, J. F, Blackwell, R. D dan Miniard, P. W. 1994. Perilaku Konsumen. Jilid 1. Edisi Keenam. Binarupa Aksara. Jakarta. ______________. 1995. Perilaku Konsumen. Jilid 2. Edisi Keenam. Binarupa Aksara. Jakarta. Fluhr, 2004. Kecantikan. Majalah Femina No. 49/XXXII (9-15 Desembar 2004): 74-75 Jollife, L. T. 1986. Principal Component Analysis. Springer-Verlag. New York. Kotler, P. 1995. Manajemen Pemasaran. Edisi Bahasa Indonesia. Salemba Empat. Jakarta. Kotler, P. 1997. Manajemen Pemasaran. Jilid 1. Edisi Bahasa Indonesia. Prenhallindo. Jakarta. Kotler, P dan Armstrong, G. 1995. Dasar-Dasar Manajemen Pemasaran. Jilid 1. Edisi Keenam.Intermedia. Jakarta. Mangkunegara, A. P. 2002. Perilaku Konsumen. Edisi Revisi. PT Refika Aditama. Bandung. Nugroho, A. 2002. Perilaku Konsumen. PT Studia Press. Jakarta. Nurmalinah, Sundari, M, Dwi, S, Diatna, K dan Kumala, M. 2003. Multivariate Analisis. Primbon Volume 6. Departemen Statistika. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. Bogor. (Tidak dipublikasikan). Rangkuti, F. 2002. Riset Pemasaran. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Rohani, L. 1999. Analisis Preferensi Konsumen Wanita di Kotamadya Bogor Terhadap Beberapa Produk Shampo. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. Schiffman, L. G dan Kanuk, L. L. 2004. Perilaku Konsumen. Edisi Bahasa Indonesia. PT Indeks Kelompok Gramedia. Jakarta. Sevilla, C. G, Ochave, J. A, Dunsalan, T. G, Regala, B. P, Uliarte, G. G. 1993. Pengantar Metode Penelitian. Universitas Indonesia (UI- Press). Jakarta. Singarimbun, M dan Effendi, S. 1989. Metode Penelitian Survei. LP3ES. Jakarta.
68
Soeratno dan Arsyad, L. 1993. Metodologi Penelitian untuk Ekonomi dan Bisnis. Edisi Revisi. Unit Penerbit Percetakan Akademi Manajemen Perusahaan YKPN. Jakarta. Sumarwan, U. 2003. Perilaku Konsumen Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran. PT Ghalia Indonesia. Jakarta. Tjay, T. H dan Rahardja, R. 2002. Obat-Obat Penting, Khasiat, Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya. Edisi kelima. PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia. Jakarta. Walpole, R. E. 1982. Pengantar Statistika. Edisi Ketiga. Terjemahan Bambang Sumantri. PT Gramedia. Jakarta. Widya, N. 2003. Perilaku Konsumsi Shampo dan Tanggapan Konsumen terhadap Iklan Shampo Melalui Televisi. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. http://www.PRCM@Pikiran_Rakyat.com. Accessed on September 2004
LAMPIRAN
70
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian Pewawancara: ………………….
No. Responden: ……………
Kuesioner ini digunakan sebagai bahan untuk penyusunan skripsi mengenai “ANALISIS PERILAKU KONSUMEN WANITA DALAM PEMBELIAN SHAMPO ANTIKETOMBE DI KOTAMADYA BOGOR”, oleh Resna Yahyu (H02400039). Mahasiswa Departemen Manajemen. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Petunjuk: Isilah/ berilah tanda silang (X) pada jawaban yang Anda pilih dan pada tempat yang telah disediakan.
IDENTITAS RESPONDEN
Nama
: .....................................................................
Alamat
: .....................................................................
Usia
: .......................... Tahun
Pendidikan terakhir/yang sedang ditempuh : .................................... Pekerjaan
: .....................................................................
Apakah Anda pernah menggunakan shampo antiketombe dua bulan terakhir ini?
DAFTAR PERTANYAAN
1. Hal-hal apakah yang membuat Anda pertama kalinya memutuskan untuk mencoba shampo antiketombe yang paling sering Anda gunakan? a. Rambut berketombe
d. Harga terjangkau
b. Agar rambut seperti di iklan
e. Manfaat khusus
c. Melihat orang lain pakai
f. Lainnya, sebutkan: .....................
2. Manfaat apa yang Anda cari dari shampo antiketombe tersebut? a. Agar terhindar dari ketombe (kesehatan) b. Kemudahan / kepraktisan c. Agar terlihat rapi dan menarik (penampilan) d. Lainnya, sebutkan: ...................................... 3. Apa yang Anda rasakan jika tidak membeli shampo antiketombe? a. Merasa ada yang kurang
b. Biasa saja
71
4. Apakah Anda melakukan pencarian informasi secara khusus sebelum membeli shampo antiketombe? a. Ya
b.
Tidak
5. Dari mana Anda mengetahui tentang shampo antiketombe yang sering/ pernah Anda beli? a. Keluarga/saudara
d.
Radio
b. Teman
e. Televisi
c. Surat kabar/majalah
f. Lainnya, sebutkan: .....................
6. Media apa yang paling mempengaruhi keinginan Anda sehingga Anda ingin/telah membeli shampo antiketombe kesukaan Anda? a. Keluarga/saudara
d. Radio
b. Teman
e. Televisi
c. Surat kabar/majalah
f. Lainnya, sebutkan: .....................
7. Menurut Anda, apa yang paling menarik dari iklan tentang shampo antiketombe? a. Tokoh pembawa pesan
c. Isi pesan
b. Cara penyampaian pesan 8. Informasi apa yang paling Anda perhatikan pada iklan shampo antiketombe tersebut?
9.
a. Harga
c. Manfaat/mutu
b. Merek
d.
Lainnya, sebutkan, ....................
Bagaimana tingkat pengaruh iklan terhadap keputusan pembelian shampo antiketombe Anda? a. Membuat mencoba
c. Tidak ada pengaruh
b. membuat ganti merek. 10. Bagaimana tingkat pengaruh teman terhadap keputusan pembelian shampo antiketombe Anda? a. Membuat tertarik mencoba
c. Tidak ada pengaruh
b. Membuat ganti merek 11. Bagaimana tingkat pengaruh keluarga terhadap keputusan pembelian shampo antiketombe Anda? a. Membuat tertarik mencoba
c. Tidak ada pengaruh
72
b. Membuat ganti merek 12. Saat membeli shampo antiketombe, jika terdapat beberapa pilihan, maka yang menjadi dasar pertimbangan Anda dalam menentukan pilihan adalah: a. Harga
c. Manfaat
b. Merek
d.
Lainnya, sebutkan: ....................
13. Sebutkan secara spontan satu merek shampo antiketombe yang Anda ketahui: ....................................... 14. Merek shampo antiketombe apa yang Anda ingat? a. ..............................................
d.
....................................................
b. ..............................................
e. ....................................................
c. ..............................................
f. ....................................................
15. Merek shampo antiketombe yang sering Anda beli atau konsumsi adalah: .................................................... 16. Alasan Anda untuk memilih merek shampo antiketombe tersebut adalah: a. Cocok
d.
Manfaatnya
b. Tidak mahal
e. Merek terkenal/tepercaya
c. Mudah didapat
f. Lainnya, sebutkan: …………….
17. Dimana biasanya Anda membeli shampo antiketombe? a. Supermarket
c. Pasar tradisional
b. Toko/warung terdekat
d.
Lainnya, sebutkan: ....................
18. Pertimbangan apa yang Anda gunakan dalam memilih tempat pembelian tersebut? a. Dekat dengan pusat aktivitas
c. Sekalian belanja
b. Harga lebih murah
d.
Lainnya, sebutkan: ....................
19. Untuk kemasan, kesan kemasan mana yang paling Anda sukai? a. Sachet
b. Botol
20. Ukuran kemasan berapakah yang paling sering Anda beli? a. Sachet
c. Besar
b. Sedang 21. Berapa kali dalam seminggu Anda menggunakan shampo antiketombe? a. Setiap hari
d. 2-3 kali dalam seminggu
b. 2 hari sekali
e. Tidak tentu
73
c. 4-6 kali dalam seminggu
f. Lainnya, sebutkan: ......................
22. Berapa besar pengeluaran yang Anda keluarkan untuk membeli shampo antiketombe per bulan? a. Kurang dari Rp.10.000
c. Rp.20.000 – Rp.30.000
b. Rp.10.000 – Rp.20.000
d.
Lebih dari Rp.30.000
23. Berapa rata-rata pengeluaran Anda per bulan? a. Kurang dari Rp.300.000
c. Rp.400.000 – Rp.500.000
b. Rp.300.000 – Rp.400.000
d. Besar dari Rp.500.000
22. Bagaimana Anda memutuskan pembelian shampo antiketombe? a. Terencana
c. Mendadak
b. Tergantung situasi 23. Apakah Anda merasa puas terhadap merek shampo antiketombe yang biasa Anda beli? a. Ya
c. Biasa saja
b. Tidak 24. Jika merek shampo antiketombe yang biasa Anda beli tidak tersedia, maka Anda: a. Akan mencari ke tempat lain
c. Tidak jadi membeli
b. Akan membeli merek lain 25. Jika harga shampo antiketombe yang biasa Anda beli mengalami kenaikan, maka Anda: a. Akan tetap membeli b. Mencari yang lebih murah
c. Tidak jadi membeli
74
Seberapa penting variabel–variabel berikut Anda pertimbangkan dalam membeli shampo antiketombe? Atribut
1 2 3 4 5
a Harga b Merek c Kewangian d Kemasan e Sistem distribusi f Kualitas g Manfaat khusus h Busa I Kekentalan j Volume/isi k Iklan l Teman m Keluarga n Gaya hidup o Pengetahuan Keterangan: 1 = Sangat tidak penting, 2 = Tidak penting, 3 = Cukup penting, 4 = Penting, 5 = Sangat penting
Bagaimana Penilaian Anda Terhadap Merek Shampo Antiketombe yang Anda gunakan? Merek shampo antiketombe: .................... 1 2 3 4 5 Harga Merek Kewangian Kemasan Sistem distribusi Kualitas Manfaat khusus Busa Kekentalan Volume/isi
sgt mahal tdk terkenal tdk wangi tdk menarik tdk tersedia sgt buruk sgt sedikit sgt sedikit tdk kental sgt sedikit
mahal krg terkenal krg wangi krg menarik krg tersedia buruk sedikit sedikit krg kental sedikit
sdg sdg sdg sdg sdg sdg sdg sdg sdg sdg
murah terkenal wangi menarik tersedia baik banyak banyak kental banyak
sgt murah sgt terkenal sgt wangi sgt menarik sgt tersedia sgt baik sgt banyak sgt banyak sgt kental sgt banyak
75
Lampiran 2. Bahasa Pemrograman Analisis Biplot (Macro Biplot) untuk Software Statistical Analysis System (SAS) /*-------------------------------------------------------------------* * Name: biplot.sas * * Title: Generalized biplot of observations and variables * * Uses IML. * * Doc: http://www.math.yorku.ca/SCS/vcd/biplot.html * *-------------------------------------------------------------------* * Author: Michael Friendly
* * Created: 1 Mar 1989 13:16:36 * * Revised: 9 Nov 2000 11:33:21 * * Version: 1.9 * * 1.5 Added dimension labels, fixed problem with dim=3, * * Added colors option, Fixed problem with var=_NUM_ * * 1.6 Added power transformation (for log(freq)) * * Added point symbols, marker styles (interp=) * * Made ID optional, can be char or numeric * * Fixed bug introduced with ID * * 1.7 Added code to equate axes if HAXIS= and VAXIS= are omitted * * Added code to preserve case of variable names * * Fixed positioning of variable names * * 1.8 Allow abbreviated variable lists (X1-X5, etc.) * * Allow glm-style input (var=A B, response=Y, id=) * * Added VTOH for PPLOT printer plots * * Added FACTYPE=COV and VARDEF=N-1 (Tokuhisa SUZUKI) * * 1.9 Aded POWER= for analysis of log freq & other generalizations * * Added HTEXT= to control size of obs/var labels * * * * From ``SAS System for Statistical Graphics, First Edition'' * * Copyright(c) 1991 by SAS Institute Inc., Cary, NC, USA * * ``Visualizing Categorical Data'', Michael Friendly (2000) * *-------------------------------------------------------------------*/ /*= =Description: The BIPLOT macro produces generalized biplot displays for multivariate data, and for two-way and multi-way tables of either quantitative or frequency data. It also produces labeled plots of the row and column points in 2 dimensions, with a variety of graphic options, and the facility to equate the axes automatically. ==Input data: The macro takes input in one of two forms: (a) A data set in table form, where the columns are separate variables and the rows are separate observations (identified by a row ID variable). In this arrangment, use the VAR= argument to specify this list of variables and the ID= variable to specify an additional variable whose values are labels for the rows.
Assume a dataset of reaction times to 4 topics in 3 experimental tasks, in a SAS dataset like this: TASK TOPIC1 Easy 2.43 Medium 3.41 Hard 4.21
TOPIC2 3.12 3.91 4.65
TOPIC3 3.68 4.07 5.87
TOPIC4 4.04 5.10 5.69
For this arrangment, the macro would be invoked as follows: %biplot(var=topic1-topic4, id=task); (b) A contingency table in frequency form (e.g., the output from PROC FREQ), or multi-way data in the univariate format used as input to PROC GLM. In this case, there will be two or more factor (class) variables, and one response variable, with one observation per cell. For this form, you must use the VAR= argument to specify the two (or more) factor (class) variables, and specify the name of response variable as the RESPONSE= parameter. Do not specify an ID= variable for this form. For contingency table data, the response will be the cell frequency, and you will usually use the POWER=0 parameter to perform an analysis of
76
the log frequency. The same data in this format would have 12 observations, and look like: TASK Easy Easy Easy ... Hard
TOPIC 1 2 3
RT 2.43 3.12 3.68
4
5.69
For this arrangment, the macro would be invoked as follows: %biplot(var=topic task, response=RT); In this arrangement, the order of the VAR= variables does not matter. The columns of the two-way table are determined by the variable which varies most rapidly in the input dataset (topic, in the example). =Usage: The BIPLOT macro is defined with keyword parameters. The VAR= parameter must be specified, together with either one ID= variable or one RESPONSE= variable. The arguments may be listed within parentheses in any order, separated by commas. For example: %biplot(); The plot may be re-drawn or customized using the output OUT= data set of coordinates and the ANNO= Annotate data set. The graphical representation of biplots requires that the axes in the plot are equated, so that equal distances on the ordinate and abscissa represent equal data units (to perserve distances and angles in the plot). A '+', whose vertical and horizontal lengths should be equal, is drawn at the origin to indicate whether this has been achieved. If you do not specifiy the HAXIS= and YAXIS= parameters, the EQUATE macro is called to generate the AXIS statements to equate the axes. In this case the INC=, XEXTRA=, and YEXTRA=, parameters may be used to control the details of the generated AXIS statements. By default, the macro produces and plots a two-dimensional solution. ==Parameters: * DATA=
Specifies the name of the input data set to be analyzed. [Default: DATA=_LAST_]
* VAR=
Specifies the names of the column variables when the data are in table form, or the names of the factor variables when the data are in frequency form or GLM form. [Default: VAR=_NUM_]
* ID=
Observation ID variable when the data are in table form.
* RESPONSE=
Name of the response variable (for GLM form)
* DIM=
Specifies the number of dimensions of the biplot solution. Only two dimensions are plotted by the PPLOT and GPLOT options, however. [Default: DIM=2]
* FACTYPE=
Biplot factor type: GH, SYM, JK or COV [Default: FACTYPE=SYM]
* VARDEF=
Variance def for FACTYPE=COV: DF | N [Default: VARDEF=DF]
* SCALE=
Scale factor for variable vectors [Default: SCALE=1]
* POWER=
Power transform of response [Default: POWER=1]
* OUT=
Specifies the name of the output data set of coordinates. [Default: OUT=BIPLOT]
* ANNO=
Specifies the name of the annotate data set of labels produced by the macro. [Default: ANNO=BIANNO]
* STD=
How to standardize columns: NONE|MEAN|STD [Default: STD=MEAN]
* COLORS=
Colors for OBS and VARS [Default: COLORS=BLUE RED]
* SYMBOLS=
Symbols for OBS and VARS [Default: SYMBOLS=NONE NONE]
77
* INTERP=
Markers/interpolation for OBS and VARS. [Default: INTERP=NONE VEC]
* LINES=
Lines for OBS and VARS interpolation [Default: LINES=33 20]
* PPLOT=
Produce a printer plot? [Default: PPLOT=NO]
* VTOH=
The vertical to horizontal aspect ratio (height of one character divided by the width of one character) of the printer device, used to equate axes for a printer plot, when PPLOT=YES. [Default: VTOH=2]
* GPLOT=
Produce a graphics plot? [Default: GPLOT=YES]
* PLOTREQ=
The dimensions to be plotted [Default: PLOTREQ=DIM2*DIM1]
* HAXIS=
AXIS statement for horizontal axis. If both HAXIS= and VAXIS= are omitted, the program calls the EQUATE macro to define suitable axis statements. This creates the axis statements AXIS98 and AXIS99, whether or not a graph is produced.
* VAXIS=
The name of an AXIS statement for the vertical axis.
* INC=
The length of X and Y axis tick increments, in data units (for the EQUATE macro). Ignored if HAXIS= and VAXIS= are specified. [Default: INC=0.5 0.5]
* XEXTRA=
# of extra X axis tick marks at the left and right. allow extra space for labels. [Default: XEXTRA=0 0]
* YEXTRA=
# of extra Y axis tick marks at the bottom and top. [Default: YEXTRA=0 0]
* M0=
Length of origin marker, in data units. [Default: M0=0.5]
* DIMLAB=
Prefix for dimension labels [Default: DIMLAB=Dimension]
* NAME=
Name of the graphics catalog entry [Default: NAME=BIPLOT]
Use to
=*/ %macro biplot( data=_LAST_, /* Data set for biplot var=_NUM_, /* Variables for biplot id=, /* Observation ID variable (obs x var input) response=, /* Name of response variable (glm input) dim=2, /* Number of biplot dimensions factype=SYM, /* Biplot factor type: GH, SYM, JK or COV */ vardef=DF, /* Variance def for factype=COV: DF | N scale=1, /* Scale factor for variable vectors power=1, /* Power transform of response out=BIPLOT, /* Output dataset: biplot coordinates anno=BIANNO, /* Output dataset: annotate labels std=MEAN, /* How to standardize columns: NONE|MEAN|STD colors=BLUE RED, /* Colors for OBS and VARS symbols=none none, /* Symbols for OBS and VARS interp=none vec, /* Markers/interpolation for OBS and VARS lines=33 20, /* Lines for OBS and VARS interpolation pplot=NO, /* Produce printer plot? vtoh=2, /* PPLOT cell aspect ratio gplot=YES, /* Produce hi-res plot? plotreq=, /* dimensions to be plotted haxis=, /* AXIS statement for horizontal axis vaxis=, /* and for vertical axis- use to equate axes inc=0.5 0.5, /* x, y axis tick increments xextra=0 0, /* # of extra x axis tick marks yextra=0 0, /* # of extra y axis tick marks m0=0.5, /* Length of origin marker dimlab=, /* Dimension label htext=1.5, name=biplot /* Name for graphics catalog entry ); %let %let %let %let
abort=0; std=%upcase(&std); pplot=%upcase(&pplot); gplot=%upcase(&gplot);
%if %length(&vardef) = 0 %then %let vardef=N; %if %upcase(&vardef) = DF %then %let vardef = %str( N - 1 ) ;
*/ */ */ */ */ */ */ */ */ */ */ */ */ */ */ */ */ */ */ */ */ */ */ */ */ */ */
78
%let factype=%upcase(&factype); %if &factype=GH %then %let p=0; %else %if &factype=SYM %then %let p=.5; %else %if &factype=JK %then %let p=1; %else %if &factype=COV %then %let p=0 ; %else %do; %put BIPLOT: FACTYPE must be GH, SYM, JK, or COV "&factype" is not valid.; %let abort=1; %goto done; %end; %if &data=_LAST_ %then %let data=&syslast; %* --- Transform variable lists (X1-X10) into expanded form for IML ---; %if %index(&var,-) >0 or "%upcase(&var)"="_NUM_" or "%upcase(&var)"="_NUMERIC_" %then %do; %let ovar = &var; data _null_; set &data (obs=1); %*-- convert shorthand variable list to long form; length _vname_ $ 8 _vlist_ $ 200; array _xx_ &var; _vname_ = ' '; i=0; do over _xx_; call vname(_xx_,_vname_); _vlist_ = trim(_vlist_)|| ' ' || trim(_vname_); i+1; end; call symput( 'VAR', trim(_vlist_) ); call symput( 'NV', trim(put(i,2.0)) ); put "NOTE: Variable list (&ovar) expanded to VAR=" _vlist_; run; %if &nv=0 %then %do; %put ERROR: No variables were found in the VAR=&ovar list; %goto DONE; %end; %end; %if %length(&id) = 0 %then %do; %if %bquote(%scan(&var,2,%str( ))) = %str() or %length(&response)=0 %then %do; %put ERROR: When no ID= variable is specified, you must supply two+ VAR= variable names, and the name of the RESPONSE= variable.; %goto DONE; %end; %end; %*-- Set defaults which depend on other options; %if %length(&plotreq)=0 %then %do; %if &dim=2 %then %let plotreq = dim2 * dim1; %if &dim=3 %then %let plotreq = dim2 * dim1 = dim3; %else %let plotreq = dim2 * dim1; %end; %if %length(&dimlab)=0 %then %do; %if &dim=2 %then %let dimlab = Dimension; %if &dim=3 %then %let dimlab = Dim; %end; proc iml; start biplot(y,id,vars,out, g, scale); N = nrow(Y); P = ncol(Y); %if &std = NONE %then Y = Y - Y[:] %str(;); /* remove grand mean */ %else Y = Y - J(N,1,1)*Y[:,] %str(;); /* remove column means */ %if &std = STD %then %do; S = sqrt(Y[##,] / ( &vardef ) ); Y = Y * diag (1 / S ); %end; print "Standardization Type: &std (VARDEF = &vardef) " ; *-- Singular value decomposition: Y is expressed as U diag(Q) V prime Q contains singular values, in descending order; call svd(u,q,v,y); reset fw=8 noname; percent = 100*q##2 / q[##];
79
cum = cusum(percent); c1={'Singular Values'}; c2={'Percent'}; c3={'Cum % '}; ls = 40; do i=1 to nrow(q); row = cshape('*', 1, 1, round(ls#percent[i]/max(percent))); hist = hist // cshape(row,1,1,ls,' '); end; print "Singular values and variance accounted for",, q [colname=c1 format=9.4 ] percent [colname=c2 format=8.2 ] cum [colname=c3 format=8.2 ] hist [colname={'Histogram of %'}]; d = &dim ; *-- Assign macro variables for dimension labels; lab = '%let p' + char(t(1:d),1) + '=' + left(char(percent[t(1:d)],8,1)) + ';'; call execute(lab); *-U = V = Q =
Extract first U[,1:d]; V[,1:d]; Q[1:d];
d
columns of U & V, and first
d
elements of Q;
*-- Scale the vectors by QL, QR; * Scale factor 'scale' allows expanding or contracting the variable vectors to plot in the same space as the observations; QL= diag(Q ## g ); QR= diag(Q ## (1-g)); A = U * QL; B = V * QR; ratio = max(sqrt(A[,##])) / max(sqrt(B[,##])); if scale=0 then scale=ratio; print 'OBS / VARS ratio:' ratio 'Scale:' scale; B = B # scale; %if %upcase( &factype ) = COV %then %do ; A = sqrt( &vardef ) # A ; B = ( 1 / sqrt(&vardef) ) # B ; %end ; OUT=A // B; *-- Create observation labels; id = shape(id,n,1) // shape(vars,p,1); type = repeat({"OBS "},n,1) // repeat({"VAR "},p,1); id = concat(type, id); if upcase("&factype")='COV' then factype='COV'; else factype = {"GH" "Symmetric" "JK"}[1 + 2#g]; print "Biplot Factor Type", factype; cvar = concat(shape({"DIM"},1,d), char(1:d,1.)); print "Biplot coordinates", out[rowname=id colname=cvar f=9.4]; create &out from out[rowname=id colname=cvar]; append from out[rowname=id]; finish; start power(x, pow); if pow=1 then return(x); if any(x <= 0) then x = x + ceil(min(x)+.5); if abs(pow)<.001 then xt = log(x); else xt = ((x##pow)-1) / pow; return (xt); finish; start str2vec(string); *-- String to character vector; free out; i=1; sub = scan(string,i,' '); do while(sub ^=' '); out = out || sub; i = i+1; sub = scan(string,i,' '); end; return(out); finish;
80
/* -------------------------------------------------------------------Routine to read frequency and index/label variables from a SAS dataset and construct the appropriate levels, and lnames variables Input:
dataset - name of SAS dataset (e.g., 'mydata' or 'lib.nydata') variable - name of variable containing the response vnames - character vector of names of index variables Output: dim (numeric levels vector) lnames (K x max(dim)) --------------------------------------------------------------------*/ start readtab(dataset, variable, vnames, table, dim, lnames); if type(vnames)^='C' then do; print 'VNAMES argument must be a character vector'; show vnames; return; end; if nrow(vnames)=1 then vnames=vnames`; call execute('use ', dataset, ';'); read all var variable into table; run readlab(dim, lnames, vnames); call execute('close ', dataset, ';'); reset noname; print 'Variable' variable 'read from dataset' dataset, 'Factors ordered:' vnames lnames; reset name; finish; /* Read variable index labels from an open dataset, construct a dim vector and lnames matrix so that variables are ordered correctly for mosaics and ipf (first varying most rapidly). The data set is assumed to be sorted by all index variables. the observations were sorted by A B C, the output will place C first, then B, then A. Input: vnames (character K-vector) */
If
start readlab( dim, lnames, vnames); free span lnames dim; nv = nrow(vnames); spc = ' '; do i=1 to nv; vi = vnames[i,]; read all var vi into cli; if type(cli) = 'N' then do; tmp = trim(left(char(cli,8))); tmp = substr(tmp,1,max(length(tmp))); cli = tmp; end; cli = trim(cli); span = span || loc(0=(cli[1,] = cli))[1]; d=design( cli ); dim = dim || ncol(d); free row1; *-- find position of each first distinct value; do j=1 to ncol(d); row1 = row1 || loc(d[,j]=1)[1]; end; *-- sort elements in row1 so that var labels are in data order; order = rank(row1); tmp = row1; row1[,order]=tmp; li = t(cli[row1]); if i=1 then lnames = li; else do; if ncol(lnames) < ncol(row1) then lnames=lnames || ncol(row1)-ncol(lnames)); if ncol(lnames) > ncol(row1) then li = li || ncol(lnames)-ncol(li)); lnames = lnames // li; end; end;
repeat(spc, repeat(spc,
*-- sort index variables by span so that last varies most slowly;
i-1, 1,
81
order = rank(span); tmp = span; span[,order] = tmp; tmp = dim; dim[,order] = tmp; tmp = lnames; lnames[order,] = tmp; tmp = vnames; vnames[order,] = tmp; finish; start cellname(dim,lnames); cn = ''; d = dim; if nrow(dim)=1 then d = dim`; do f=nrow(d) to 1 by -1; r = nrow(cn); ol = repeat( cn, 1, d[f]); ol = shape(ol, r#d[f], 1); nl = repeat( (lnames[f,(1:d[f])])`, r,1); if f=nrow(d) then cn = trim(nl); else cn = trim(nl)+':'+trim(ol); end; return(cn); finish; /*--- Main routine */ %if %length(&id) = 0 %then %do; run readtab("&data", "&response", {&var}, y, dim, lnames); cvar = 1; rvar = (cvar+1):ncol(dim); y = shape(y, (dim[rvar])[#], dim[1:cvar]); vars = lnames[1,1:dim[1]]; if ncol(dim)=2 then id = t(lnames[2,1:dim[2]]); else id = cellname( dim[rvar], lnames[rvar,]); %end; %else %do; use &data; read all var{&var} into y; read all var{&id} into id; vars = str2vec("&var"); *-- Preserve case of var names; %end; %if &power ^= 1 %then %do; y = power(y, &power); %end; scale = &scale; run biplot(y, id, vars, out, &p, scale ); quit; /*----------------------------------* | Split ID into _TYPE_ and _NAME_ | *----------------------------------*/ data &out; set &out; drop id; length _type_ $3 _name_ $16; _type_ = substr(id,1,3); _name_ = substr(id,5); label %do i=1 %to &dim; dim&i = "&dimlab &i (&&p&i%str(%%))" %end; ; /*--------------------------------------------------* | Annotate observation labels and variable vectors | *--------------------------------------------------*/ %local c1 c2 v1 v2 i1 i2 h1 h2; %*-- Assign colors and symbols; %let c1= %scan(&colors,1); %let c2= %scan(&colors,2); %if &c2=%str() %then %let c2=&c1; %let v1= %upcase(%scan(&symbols,1)); %let v2= %upcase(%scan(&symbols,2)); %if &v2=%str() %then %let v2=&v1; %let i1= %upcase(%scan(&interp,1)); %let i2= %upcase(%scan(&interp,2)); %if &i2=%str() %then %let i2=&i1;
82
%let l1= %upcase(%scan(&lines,1)); %let l2= %upcase(%scan(&lines,2)); %if &l2=%str() %then %let l2=&l1; %if %length(&htext) %then %do; %let h1= %upcase(%scan(&htext,1)); %let h2= %upcase(%scan(&htext,2,%str( ))); %if &h2=%str() %then %let h2=&h1; %end; %*-- Plot increments; %let n1= %scan(&inc,1,%str( )); %let n2= %scan(&inc,2,%str( )); %if &n2=%str() %then %let n2=&n1; %*-%let %let %let
Find ya = xa = za =
dimensions to be ploted; %scan(&plotreq,1,%str(* )); %scan(&plotreq,2,%str(* )); %scan(&plotreq,3,%str(=* ));
%if &pplot = YES %then %do; %put WARNING: Printer plots may not equate axes (using VTOH=&vtoh); %if &sysver < 6.08 %then %do; %put WARNING: BIPLOT cannot label points adequately using PROC PLOT in SAS &sysver - use SAS 6.08 or later; %let symbol = %str( = _name_ ); %let place =; %let axes=; %end; %else %do; %let symbol = $ _name_ = '*'; %let place = placement=((h=2 -2 : s=right left) (v=1 -1 * h=0 -1 to -3 by alt)) ; %let axes = haxis = by &n1 vaxis = by &n2 ; %end; proc plot data=&out vtoh=&vtoh; plot &ya * &xa &symbol / &axes &place box; %end; data &anno; set &out; length function color $8 text $16; xsys='2'; ysys='2'; %if &dim > 2 %then %str(zsys='2';); text = _name_; if _type_ = 'OBS' then do; /* Label observations (row points) */ color="&c1"; %* if "&i1" = 'NIL' then return; if "&i1" = 'VEC' then link vec; x = &xa; y = &ya; %if &dim > 2 %then %str(z = &za;); %if &v1=NONE %then %str(position='5';); %else %do; if &xa >=0 then position='>'; /* rt justify */ else position='<'; /* lt justify */ if &ya >=0 then position='2'; /* up justify */ else position='E'; /* down justify */ %end; size = &h1; function='LABEL '; output; end; if _type_ = 'VAR' then do; /* color="&c2"; if "&i2" = 'VEC' then link x = &xa; y = &ya; %if &dim > 2 %then %str(z = &za;); %if &v2=NONE %then %str(position='5';); %else %do; if &ya >=0 then position='2'; /* else position='E'; /* %end; size = &h2; function='LABEL '; output; /* end;
Label variables (col points) */ vec;
up justify down justify
*/ */
variable name
*/
83
return; vec:
/* Draw line from the origin to point */ x = 0; y = 0; %if &dim > 2 %then function='MOVE' x = &xa; y = &ya; %if &dim > 2 %then function='DRAW' return;
%str(z = 0;); ; output; %str(z = &za;); ; output;
/*--------------------------------------------------* | Mark the origin | *--------------------------------------------------*/ %if &m0 > 0 %then %do; data _zero_; xsys='2'; ysys='2'; %if &dim=3 %then %do; zsys='2'; z=0; %end; x = -&m0; y=0; function='move'; output; x = &m0; function='draw'; output; x = 0; y = -&m0; function='move'; output; y = &m0; function='draw'; output; data &anno; set &anno _zero_; %end; %if %length(&vaxis)=0 and %length(&haxis)=0 %then %do; %let x1= %scan(&xextra,1); %let x2= %scan(&xextra,2); %if &x2=%str() %then %let x2=&x1; %let y1= %scan(&yextra,1); %let y2= %scan(&yextra,2); %if &y2=%str() %then %let y2=&y1; %equate(data=&out, x=&xa, y=&ya, plot=no, vaxis=axis98, haxis=axis99, xinc=&n1, yinc=&n2, xmextra=&x1, xpextra=&x2, ymextra=&y1, ypextra=&y2); %let vaxis=axis98; %let haxis=axis99; options nonotes; %end; %else %do; %if %length(&vaxis)=0 %then %do; %let vaxis=axis98; %put WARNING: You should use an AXISn statement and specify VAXIS=AXISn to equate axis units and length; axis98 label=(a=90); %end; %if %length(&haxis)=0 %then %do; %let haxis=axis99; %put WARNING: You should use an AXISm statement and specify HAXIS=AXISm to equate axis units and length; axis99 offset=(2); %end; %end; symbol1 v=&v1 c=&c1 i=&i1 l=&l1; symbol2 v=&v2 c=&c2 i=&i2 l=&l2; %if &gplot = YES %then %do; %if &i1=VEC %then %let i1=NONE; %if &i2=VEC %then %let i2=NONE; %let legend=nolegend; /* %let warn=0; %if %length(&haxis)=0 %then %do; %let warn=1; axis2 offset=(1,5) ; %let haxis=axis2; %end; %if %length(&vaxis)=0 %then %do; %let warn=1; axis1 offset=(1,5) label=(a=90 r=0); %let vaxis=axis1; %end; %if &warn %then %do; %put WARNING: No VAXIS= or HAXIS= parameter was specified, so the biplot axes have not; %put WARNING: been equated. This may lead to incorrect interpretation of distance and; %put WARNING: angles. See the documentation.;
84
*/
*
%end; proc gplot data=&out &GOUT; plot &ya * &xa = _type_/ anno=&anno frame &legend %if &m0=0 %then %do; href=0 vref=0 lvref=3 lhref=3 %end; vaxis=&vaxis haxis=&haxis vminor=1 hminor=1 name="&name" des="Biplot of &data"; run; quit; goptions reset=symbol; %end; /* %if &gplot=YES */
%done: %mend BIPLOT;
data; input$ ; cards; ; %biplot(var= ,id=); run;
85
Lampiran 3. Nilai Singular, Tingkat Keragaman dan Koordinat Biplot Persepsi Konsumen terhadap Variabel yang Dipertimbangkan dalam Membeli Shampo Antiketombe. The SAS System 11:46 Sunday, June 15, 2003 Standardization Type: MEAN (VARDEF = N - 1 ) Singular values and variance accounted for Singular Values 1.2432 0.4725 0.4182 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
Percent Cum % 79.52 11.49 9.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
79.52 91.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
Histogram of % **************************************** ****** ***** * * * * * * * * * * * *
OBS / VARS ratio: 1.046797 Scale: Biplot Factor Type Symmetric Biplot coordinates
OBS OBS OBS OBS VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR
Clear Pantene Sunsilk Rejoice a b c d e f g h i j k l m n o
1
DIM1
DIM2
-0.4157 -0.4975 0.9071 0.0061 0.1944 0.1602 0.1759 0.1956 0.2754 0.1125 0.1452 0.1208 0.8458 0.1953 0.4323 0.1509 -0.1277 0.0830 -0.0068
0.5219 -0.2714 0.0927 -0.3433 0.1417 0.0621 -0.0597 0.0816 0.0217 0.1837 0.0700 -0.3411 -0.2084 -0.0962 0.3877 0.0874 0.0178 -0.2612 0.0614
1
86
Lampiran 4. Nilai Singular, Tingkat Keragaman dan Koordinat Biplot Penilaian Konsumen terhadap Beberapa Shampo Antiketombe yang Dikonsumsi The SAS System 11:46 Sunday, June 15, 2003 Standardization Type: MEAN (VARDEF = N - 1 ) Singular values and variance accounted for Singular Values 0.8182 0.5353 0.3179 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
Percent 63.33 27.11 9.56 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Cum % 63.33 90.44 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
Histogram of % **************************************** ***************** ****** * * * * * * *
OBS / VARS ratio: 0.90939 Scale: Biplot Factor Type Symmetric Biplot coordinates DIM1 OBS OBS OBS OBS VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR
Clear Pantene Sunsilk Rejoice a b c d e f g h i j
3
DIM2 0.0295 -0.6845 0.5865 0.0685 0.7531 -0.2913 -0.0780 -0.3007 0.0884 -0.0629 -0.0589 0.1345 -0.0458 0.1853
0.4713 0.0199 0.0644 -0.5556 -0.0012 0.1570 -0.2360 0.1218 0.5674 0.1060 0.0247 0.2381 -0.1996 -0.0993
1