Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. L ATAR BELAKANG
Peranan sektor pertanian dalam kegiatan perekonomian di Indonesia dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar yaitu sekitar 15,34% pada tahun 2010 (angka sangat sementara,
atas
dasar
harga
berlaku).
Kontribusinya
terhadap
perekonomian Indonesia ini menempati urutan kedua setelah sektor industri pengolahan. Sementara itu ada sebanyak 38,7 juta orang yang bekerja di sektor pertanian.
Jumlah tersebut merupakan 35,76% dari total tenaga
kerja di Indonesia berdasarkan data BPS per Agustus 2010. Sementara
itu
perdagangan
dalam
negeri
(domestik)
dan
perdagangan luar negeri (internasional) untuk komoditas pertanian yang meliputi sub sektor tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan masih cukup luas untuk terus dikembangkan. Sektor pertanian sudah terbukti merupakan sektor yang dapat diandalkan dalam pemulihan perekonomian nasional, mengingat sektor pertanian terbukti masih dapat memberikan kontribusi pada perekonomian nasional walaupun pada saat itu terjadi krisis. Hal ini dikarenakan terbukanya penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian dan tingginya sumbangan devisa yang dihasilkan. Kementerian Pertanian menetapkan 4 sukses pembangunan pertanian, dimana salah satunya adalah “Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing dan Ekspor”. Di sisi lain pengembangan globalisasi perdagangan antar negara telah berjalan dengan penerapan berbagai kebijakan dan kesepakatan dari sidang WTO, dan pembentukan kerjasama antar negara dalam suatu kawasan seperti APEC, NAFTA dan AFTA.
Pada kawasan yang lebih kecil terjalin
kerjasama ekonomi sub regional Indonesia dengan pembentukan kawasan segitiga pertumbuhan khususnya dengan Singapura-Johor dan Riau Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
1
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
(SIJORI) dan kerjasama Indonesia-Malaysia dan Thailand (IMT-GT), termasuk forum kerjasama antar Negara Brunei, Indonesia, Malaysia dan Philippina (BIMP-EAGA) (Depertemen Pertanian, 2007). Berdasarkan hal tersebut, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian (Pusdatin) mulai tahun 2009 telah melakukan analisis mengenai kinerja perdagangan komoditas pertanian yang dapat digunakan untuk mengetahui sejauh mana kinerja perdagangan beberapa komoditas unggulan pertanian serta posisi Indonesia di pasar internasional akan produk pertaniannya. Analisis ini diterbitkan dalam bentuk Buku Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian (ISSN No. 2086-4949). Analisis kinerja perdagangan Volume 3 No. 2 Tahun 2011 berisi analisis untuk komoditas beras, pisang, karet, kelapa sawit dan teh. 1.2. METODOLOGI
Sumber Data dan Informasi Analisis kinerja perdagangan komoditas pertanian tahun 2011 disusun berdasarkan data dan informasi yang diperoleh baik dari data primer maupun data sekunder yang bersumber dari daerah, instansi terkait baik di lingkup Kementerian Pertanian maupun di luar Kementerian Pertanian seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Kementerian Perdagangan, Food and
Agriculture Organization (FAO), dan Uncomtrade. Cakupan Komoditas Pertanian Cakupan komoditas pertanian yang dianalisis pada Buku Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Volume 3 No. 2 Tahun 2011 antara lain meliputi komoditas unggulan nasional yaitu beras (sub sektor tanaman pangan), pisang (sub sektor hortikultura), karet, kelapa sawit dan teh (sub sektor perkebunan).
2
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
Metode Analisis Metode analisis yang digunakan dalam penyusunan analisis kinerja perdagangan komoditas pertanian adalah sebagai berikut :
A.
Analisis Deskriptif Analisis deskriptif merupakan analisis keragaan diantaranya dengan
menampilkan nilai rata-rata pertumbuhan per tahun, rata-rata dan persen kontribusi (share) yang mencakup indikator kinerja perdagangan komoditas pertanian sebagai berikut : Produksi dan populasi Harga produsen, konsumen, dan internasional Volume dan nilai ekspor-impor, berdasarkan wujud primer dan olahan, serta kode HS (Harmony Sistem) Negara tujuan ekspor dan negara asal impor Negara eksportir dan importir dunia B.
Analisis Inferensia Analisis inferensia yang digunakan dalam analisis kinerja perdagangan
komoditas pertanian antara lain :
a. Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) ISP digunakan untuk menganalisis posisi atau tahapan perkembangan suatu komoditas.
ISP ini dapat menggambarkan apakah untuk suatu
komoditas, posisi Indonesia cenderung menjadi negara eksportir atau importir. Secara umum ISP dapat dirumuskan sebagai berikut :
ISP
X ia - M ia X ia M ia
dimana :
X ia = volume atau nilai ekspor komoditas ke-i Indonesia M ia = volume atau nilai impor komoditas ke-i Indonesia Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
3
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
Nilai ISP adalah -1 s/d -0,5
: Berarti komoditas tersebut pada tahap pengenalan dalam perdagangan dunia atau memiliki daya saing rendah atau negara bersangkutan sebagai pengimpor suatu komoditas
-0,4 s/d 0,0 : Berarti komoditas tersebut pada tahap substitusi impor dalam perdagangan dunia 0,1 s/d 0,7
: Berarti komoditas tersebut dalam tahap perluasan ekspor dalam perdagangan dunia atau memiliki daya saing yang kuat
0,8 s/d 1,0 : Berarti komoditas tersebut dalam tahap pematangan dalam perdagangan dunia atau memiliki daya saing yang sangat kuat. Keunggulan Komparatif (Revealed Comparative Advantage – RCA) dan RSCA (Revealead Symetric Comparative Advantage)
b. Indeks
Konsep comparative advantage diawali oleh pemikiran David Ricardo yang melihat bahwa kedua negara akan mendapatkan keuntungan dari perdagangan apabila menspesialisasikan untuk memproduksi produkproduk yang memiliki comparative advantage dalam keadaan autarky (tanpa perdagangan). Balassa (1965) menemukan suatu pengukuran terhadap keunggulan komparatif suatu negara secara empiris dengan melakukan penghitungan matematis terhadap data-data nilai ekspor suatu negara dibandingkan dengan nilai ekspor dunia. Penghitungan Balassa ini disebut Revealed Comparative Advantage (RCA) yang kemudian dikenal dengan Balassa RCA Index :
X ij RCA
Xj X iw
dimana: 4
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Xw
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
X ij : Nilai ekspor komoditi i dari negara j (Indonesia) X j : Total nilai ekspor non migas negara j (Indonesia) X iw : Nilai ekspor komoditi i dari dunia X w : Total nilai ekspor non migas dunia Sebuah produk dinyatakan memiliki daya saing jika RCA>1, dan tidak berdaya saing jika RCA<1. Berdasarkan hal ini, dapat dipahami bahwa nilai RCA dimulai dari 0 sampai tidak terhingga. Menyadari keterbatasan RCA tersebut, maka dikembangkan Revealed
Symmetric Comparative Advantage (RSCA), dengan rumus sebagai berikut :
RSCA (RCA - 1) / (RCA 1) Konsep RSCA membuat perubahan dalam penilaian daya saing, dimana nilai RSCA dibatasi antara -1 sampai dengan 1. Sebuah produk disebut memiliki daya saing jika memiliki nilai di atas nol, dan dikatakan tidak memiliki daya saing jika nilai dibawah nol. c. Import Dependency Ratio (IDR)
Import Dependency Ratio (IDR) merupakan formula yang menyediakan informasi ketergantungan suatu negara terhadap impor suatu komoditas. Nilai IDR dihitung berdasarkan definisi yang dibangun oleh FAO (Food
and Agriculture Organization of the United Nations). Penghitungan nilai IDR tidak termasuk perubahan stok dikarenakan besarnya stok (baik dari impor maupun produksi domestik) tidak diketahui.
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
5
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
IDR
Impor 100 Produksi Impor Ekspor
d. Self Sufficiency Ratio (SSR) Nilai SSR menunjukkan besarnya produksi dalam kaitannya dengan kebutuhan dalam negeri. SSR diformulasikan sbb.:
SSR
Produksi 100 Produksi Impor Ekspor
e. Constant Market Share Analysis (CMSA) Analisis CMS pertama sekali di perkenalkan oleh Tyszynski di tahun 1950, untuk menganalisis daya saing sebuah komoditi ke negara tertentu dengan kinerja perdagangan ke dunia. Model ini kemudian dikembangkan Leamer and Stern (1970) serta Richardson (1971) menyatakan keempat faktor yang mempengaruhi kinerja daya saing memiliki bobot yang sama. Namun, Milana (1981) menyatakan
competitiveness effect seharusnya memiliki bobot yang lebih tinggi dibandingkan faktor lain dalam menentukan daya saing produk ekspor. Lebih lanjut Milana mengembangkan model CMS sebagai berikut : q2-q1 = world growth effect + commodity composition effect + market
distribution effect + competitiveness effect dengan perhitungan lebih lanjut dari persamaan di atas adalah :
world growth effect commodity composition effect market distribution effect
competitiveness effect 6
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
Dimana : = total ekspor negara asal ke negara mitra = ekspor komoditi p dari negara ke negara mitra = total ekspor komoditi p di dunia = pangsa negara asal di dunia = t
= pangsa ekspor komoditi p dari negara asal di dunia = waktu pengamatan
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
7
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
8
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
II. GAMBARAN UMUM KINERJA PERDAGANGAN KOMODITAS PERTANIAN
Globalisasi dari sisi ekonomi adalah suatu perubahan dunia yang bersifat mendasar atau struktural dan akan berlangsung terus dalam laju yang semakin pesat sesuai dengan kemajuan teknologi.
Dalam era
globalisasi, peran transportasi dan komunikasi sangat penting, yang dapat menyebabkan terjadinya penipisan batas-batas antar negara ataupun antar daerah di suatu wilayah.
Pasar dan produksi ekonomi di negara-negara
yang berbeda menjadi saling bergantung sebagai akibat dari pertumbuhan perdagangan
internasional,
peningkatan
pengaruh
perusahaan
multinasional, dan dominasi organisasi semacam World Trade Organization (WTO). Sementara
pemasaran
antar
wilayah
(perdagangan
domestik)
komoditas pertanian terjadi karena adanya perbedaan tingkat penawaran dan permintaan yang mempengaruhi keragaman harga komoditas di setiap wilayah, aliran komoditas akan terjadi dari sentra produsen yang harganya lebih rendah ke daerah konsumen yang harganya lebih tinggi. Gambaran umum kinerja perdagangan komoditas pertanian dilihat dari neraca perdagangan luar negeri (ekspor dikurangi impor) komoditas pertanian yang meliputi sub sektor tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan selama tahun 2007 sampai dengan 2011 terlihat mengalami surplus baik dari sisi volume neraca perdagangan maupun nilai neraca perdagangan, hal ini dapat dilihat secara rinci pada Tabel 2.1. Data ekspor impor untuk tahun 2011 merupakan kumulatif dari bulan Januari sampai dengan bulan Agustus 2011.
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
9
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
Tabel 2.1. Perkembangan ekspor, impor dan neraca komoditas pertanian Indonesia, 2007 – 2011
No.
perdagangan
Tahun
Uraian
Pertumb. (%)
2007
2008
2009
2010
2011*)
2007 - 2011
- Volume (Ton) - Nilai (000 US$)
23,941,511 21,257,215
27,154,760 29,300,336
29,572,229 23,037,582
28,768,085 32,522,974
18,605,076 28,929,678
11.65
2 Impor - Volume (Ton) - Nilai (000 US$)
15,910,691 8,597,854
12,593,233 11,341,138
13,401,149 9,897,316
16,874,998 13,983,327
15,857,432 13,874,089
14.92
3 Neraca Perdagangan - Volume (Ton) - Nilai (000 US$)
8,030,820 12,659,361
14,561,527 17,959,198
16,171,080 13,140,266
11,893,087 18,539,647
2,747,645 15,055,589
1 Ekspor -3.93
1.36
-2.74 9.33
Sumber : BPS diolah Pusdatin Keterangan : *) Januari sd. Agustus 2011
Berdasarkan Tabel 2.1 terlihat bahwa surplus neraca perdagangan komoditas pertanian dari tahun 2007 cukup berfluktuasi. Tahun 2009 neraca perdagangan mengalami penurunan menjadi sebesar US$ 13,14 milyar walaupun volumenya meningkat menjadi 16,17 juta ton.
Neraca
perdagangan ini kembali meningkat pada tahun 2010 menjadi US$ 18,54 milyar walaupun volumenya turun menjadi 11,83 juta ton. Sampai dengan bulan Agustus 2011, neraca perdagangan ekspor impor komoditas pertanian sudah mencapai 15,06 milyar US$ dengan volume 2,75 juta ton. Secara optimis dapat dikatakan realisasi sampai dengan Desember 2011 diperkirakan dapat melampaui tahun 2010. Jika dilihat rata-rata pertumbuhannya per tahun, volume neraca perdagangan tahun 2007 - 2011 terlihat mengalami penurunan yaitu ratarata sebesar 2,74% per tahun. Penurunan laju ini lebih disebabkan oleh belum penuhnya realisasi ekspor impor tahun 2011. Sebaliknya bila dilihat dari sisi nilai neraca perdagangan menunjukkan peningkatan dengan ratarata pertumbuhan per tahun sebesar 9,33%. Rata-rata pertumbuhan nilai ekspor sebesar 11,65% per tahun dan nilai impor meningkat sebesar 14,92% per tahun.
Volume ekspor dan impor komoditas pertanian ini
secara lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut ini, yang secara
10
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
umum menunjukkan volume ekspor selalu lebih tinggi dibandingkan volume impornya atau mengalami surplus dalam neraca perdagangan pertanian.
30,000
(000 Ton)
25,000 20,000 15,000 10,000 5,000 ‐ 2007
2008
2009
Volume Ekspor
2010
2011
Volume impor
Gambar 2.1. Perkembangan volume ekspor dan impor komoditas pertanian, 2007 – 2011 Sementara dari sisi nilai neraca perdagangan komoditas pertanian dapat dilihat pada Gambar 2.2. Surplus nilai neraca perdagangan terbesar dicapai pada tahun 2010 yaitu sebesar
US$ 18,54 Milyar, dengan nilai
ekspor sebesar US$ 32,52 milyar dan nilai impor sebesar US$ 13,98 milyar. Sementara
tahun
perdagangan,
baik
2009
tercatat
untuk
nilai
adanya
penurunan
ekspor,
impor
nilai
maupun
neraca surplus
perdagangannya.
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
11
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
35,000
(Juta US$)
30,000 25,000 20,000 15,000 10,000 5,000 ‐ 2007 Nilai Ekspor
2008 Nilai Impor
2009
2010
2011
Neraca Perdagangan
Gambar 2.2. Perkembangan nilai ekspor, impor dan neraca perdagangan komoditas pertanian, 2007 – 2011 Dari keempat sub sektor pada sektor pertanian, sub sektor perkebunan menjadi andalan nasional karena setiap tahunnya neraca perdagangan sub sektor perkebunan selalu mengalami surplus, sehingga secara total pertanian dapat menutupi defisit yang dialami oleh sub sektor lainnya. Secara lengkap hal ini dapat dilihat lebih jelas pada Lampiran 2.1. Terjadinya surplus tersebut karena lebih dari 90% nilai ekspor komoditas pertanian berasal dari komoditas perkebunan dengan persentase impor yang lebih kecil, sebaliknya untuk sub sektor lainnya persentase kontribusi nilai impor jauh lebih tinggi dibandingkan ekspornya (Gambar 2.3).
12
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
Nilai Ekspor peternakan, 3.48%
tanaman pangan, 1.33%
perkebunan, 93.87%
Nilai Impor hortikultura, 1.32%
peternakan, 19.22%
tanaman pangan, 30.56%
perkebunan, 40.94%
hortikultura, 9.28%
Gambar 2.3. Kontribusi sub sektor pertanian berdasarkan rata-rata nilai ekspor dan impor, rata-rata 2007 - 2011
Demikian pula halnya dari sisi volume ekspor, terlihat pada Gambar 2.4 menunjukkan sub sektor perkebunan merupakan sub sektor yang berkontribusi cukup besar terhadap total volume ekspor pertanian. Lebih dari 90% volume ekspor komoditas pertanian berasal dari komoditas perkebunan dan bila dilihat kontribusi volume impornya hanya sebesar 21,93% dari total volume impor komoditas pertanian. Sementara untuk sub sektor lainnya persentase impor justru lebih tinggi dibandingkan ekspornya. Volume impor yang terbesar adalah sub sektor tanaman pangan mencapai 61,14% dari volume impor total pertanian. Secara rinci volume ekspor dan impor per sub sektor pertanian tahun 2007 – 2011 disajikan pada Lampiran 2.2.
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
13
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
Volume Impor
Volume Ekspor peternakan, 2.16%
tanaman pangan, 3.15%
peternakan, 7.02%
hortikultura, 1.53%
perkebunan, 21.93%
tanaman pangan, 61.14%
perkebunan, 93.16%
hortikultura, 9.92%
Gambar 2.4. Kontribusi sub sektor pertanian berdasarkan rata-rata volume ekspor dan impor, rata-rata 2007 - 2011 Bila dilihat pada Lampiran 2.1 nilai surplus sub sektor perkebunan tahun 2007 sebesar US$ 16,59 milyar mengalami kenaikan menjadi US$ 21,29 milyar tahun 2011 per Agustus dengan rata-rata pertumbuhan per tahun meningkat sebesar 10,27%.
Dimana rata-rata pertumbuhan per
tahun nilai ekspor naik sebesar 11,67%
dan nilai impor naik sebesar
17,91%. Sementara nilai neraca perdagangan sub sektor tanaman pangan, hortikultura dan peternakan selalu mengalami defisit. Selama periode 2007 – 2011 besarnya defisit subsektor tanaman pangan dan hortikultura cenderung meningkat rata-rata masing-masing sebesar 19,26% dan 15,90%. Demikian juga dengan sub sektor peternakan, defisit yang terjadi cenderung sedikit meningkat rata-rata sebesar 5,62% setiap tahunnya seperti tersaji pada Gambar 2.5.
14
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
25,000
(000 Ton)
20,000
15,000
10,000
5,000
‐ 2007
2008
2009
2010
2011
(5,000) Pertanian
Tanaman Pangan
Hortikultura
Perkebunan
Peternakan
Gambar 2.5. Perkembangan neraca perdagangan sub sektor pertanian, 2007 – 2011
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
15
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
Lampiran 2.1. Perkembangan neraca perdagangan sub sektor pertanian, 2007 - 2011 No.
Tahun (000 US$)
Uraian
2007
2008
2009
2010
2011*)
Rata-rata
Pertumb. (%)
2007 - 2011
2007 - 2011
1 Nilai Ekspor
359,486 354,063 27,169,717 25,357,697 1,088,284 938,312 360,527
9.24
311,149
10.09
- Tanaman Pangan
289,049
348,883
321,261
477,708
- Hortikultura
254,765
433,920
379,739
390,740
- Perkebunan
19,964,870
27,369,363
21,581,669
30,702,864
- Peternakan
748,531
1,148,170
754,913
951,662
21,257,215
29,300,336
23,037,582
32,522,974
28,929,678
Pertanian
11.67 14.89
27,009,557
11.65
4,780,923
3,533,746 1,063,971 5,883,910 4,754,716 1,981,741 2,186,312
17.97
1,227,514
11.91
2 Nilai Impor - Tanaman Pangan
2,729,147
3,526,957
2,737,862
3,893,840
- Hortikultura
795,846
926,044
1,077,463
1,292,988
- Perkebunan
3,376,402
4,535,918
3,949,191
6,028,160
- Peternakan
1,696,459
2,352,219
2,132,800
2,768,339
8,597,854
11,341,138
9,897,316
13,983,327
Pertanian
13,874,089
3 Neraca Perdagangan
11,538,745
7.68 14.92
- Tanaman Pangan
-2,440,098
-3,178,074
-2,416,601
-3,416,132
-4,420,396
-541,081
-492,124
-697,724
-902,248
-916,365
‐3,174,260 ‐709,908
19.26
- Hortikultura - Perkebunan
16,588,468
22,833,445
17,632,478
24,674,704
21,285,807
20,602,980
10.27
- Peternakan Pertanian
-947,928 12,659,361
-1,204,049 17,959,198
-1,377,887 13,140,266
-1,816,677 18,539,647
-893,457 15,055,589
‐1,248,000 15,470,812
% terhadap Pertanian 4 Nilai Ekspor - Tanaman Pangan
1.36
1.19
1.39
1.47
1.25
- Hortikultura
1.20
1.48
1.65
1.20
1.08
1.33 1.32
- Perkebunan
93.92
93.41
93.68
94.40
93.92
93.87
- Peternakan
3.52
3.92
3.28
2.93
3.76
3.48
5 Nilai Impor - Tanaman Pangan
31.74
31.10
27.66
27.85
34.46
- Hortikultura
9.26
8.17
10.89
9.25
8.85
9.28
- Perkebunan
39.27
40.00
39.90
43.11
42.41
40.94
- Peternakan
19.73
20.74
21.55
19.80
14.28
19.22
Sumber : BPS diolah Pusdatin Keterangan : *) Januari sd. Agustus 2011
16
17.91
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
30.56
15.90 5.62 9.33
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
Lampiran 2.2.
No.
Perkembangan volume ekspor dan impor sub sektor pertanian, 2007 - 2011 Tahun (Ton)
Uraian
2007
2008
2009
2010
2011*)
Rata-rata
Pertumb. (%)
2007 - 2011
2007 - 2011
1 Volume Ekspor - Tanaman Pangan
999,460
812,290
786,627
892,454
523,013
802,769
-12.46
- Hortikultura
393,863
524,485
447,609
364,139
239,314
393,882
-8.61
- Perkebunan
22,089,288
25,182,681
27,865,811
27,017,306
17,239,030
23,878,823
-3.64
- Peternakan
458,900
635,304
473,182
494,186
603,720
533,058
9.88
23,941,511
27,154,760
29,573,229
28,768,085
18,605,076
25,608,532
-3.93
- Tanaman Pangan
9,398,520
7,414,293
7,788,215
10,504,604
10,684,194
9,157,965
5.13
- Hortikultura
1,293,411
1,429,967
1,524,666
1,560,808
1,501,698
1,462,110
3.94
- Perkebunan
4,268,242
2,683,739
2,963,531
3,578,061
2,884,128
3,275,540
-6.34
Pertanian 2 Volume Impor
- Peternakan Pertanian
950,518
1,065,235
1,124,737
1,231,525
787,411
1,031,885
-2.23
15,910,691
12,593,234
13,401,149
16,874,998
15,857,432
14,763,410
1.36
% terhadap Pertanian 3 Volume Ekspor - Tanaman Pangan
4.17
2.99
2.66
3.10
2.81
- Hortikultura
1.65
1.93
1.51
1.27
1.29
3.15 1.53
- Perkebunan
92.26
92.74
94.23
93.91
92.66
93.16
- Peternakan
1.92
2.34
1.60
1.72
3.24
2.16
4 Volume Impor - Tanaman Pangan
59.07
58.88
58.12
62.25
67.38
- Hortikultura
8.13
11.36
11.38
9.25
9.47
61.14 9.92
- Perkebunan
26.83
21.31
22.11
21.20
18.19
21.93
- Peternakan
5.97
8.46
8.39
7.30
4.97
7.02
Sumber : BPS diolah Pusdatin Keterangan : *) Januari sd. Agustus 2011
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
17
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
18
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
III. KINERJA PERDAGANGAN BERAS Bagi sebagian besar penduduk Indonesia, beras merupakan kebutuhan pangan
pokok.
Konsumsi
beras
per
kapita
mempunyai
kecenderungan mengalami penurunan yakni dari 115,60 kg/kapita/tahun pada tahun 1993 menjadi 90,16 kg/kapita/tahun pada tahun 2010 (Susenas, BPS). Produksi beras dalam negeri dari tahun ke tahun terus meningkat, walaupun mempunyai kecenderungan laju pertumbuhannya melandai. Di sisi lain, pertumbuhan penduduk Indonesia melaju dengan cepat, yakni 1,27% per tahun pada periode tahun 2005-2010 (Statistik Indonesia 2009, BPS). Tulisan hasil analisis berikut akan mengulas kinerja perdagangan komoditas beras berdasarkan atas data yang dipublikasikan oleh Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Badan Pusat Statistik (BPS), Kementerian Perdagangan, FAO dan Uncomtrade.
3.1.
SENTRA PRODUKSI BERAS
Tanaman padi selama ini dibudidayakan hampir di semua provinsi di Indonesia sepanjang tahun. Bahkan di beberapa daerah, penanamannya bisa mencapai 3 kali dalam satu tahun. Namun demikian, berdasarkan data rata-rata 5 tahun terakhir dari 2007 – 2011, hampir 80% produksi padi di Indonesia didominasi oleh sumbangan dari 9 provinsi sentra. Provinsi sentra produksi padi didominasi oleh Jawa Barat dan Jawa Timur yang masingmasing memberikan kontribusi sebesar 17,39% (setara 9,39 juta ton GKG) dan 16,99% (9,17 juta ton GKG), serta Jawa Tengah yang berkontribusi sebesar 14,95% (8,07 juta ton GKG). Sementara, provinsi-provinsi lainnya hanya berkontribusi dibawah 7% (Gambar 3.1 dan Lampiran 3.1).
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
19
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
Kalimantan Selatan, 3.09%
Lainnya, 22.93%
Jawa Barat, 17.39% Jawa Timur, 16.99%
Sumatera Barat, 3.35% Jawa Tengah, 14.95%
Lampung, 4.18%
Sumatera Selatan, 4.93% Sumatera Utara, 5.52%
Sulawesi Selatan, 6.67%
Gambar 3.1. Provinsi sentra produksi padi di Indonesia (rata-rata 2007 – 2011)
3.2.
KINERJA
PERDAGANGAN
PADI/BERAS
DALAM
NEGERI Pola panen bulanan padi di Indonesia terlihat pada Gambar 3.2, dimana realisasi panen padi di Indonesia terjadi sepanjang tahun. Secara umum terlihat pada tahun 2009-2011, puncak panen padi di Indonesia terjadi di bulan Maret.
Puncak panen di bulan Maret tertinggi terjadi pada
tahun 2009 yaitu sebesar 2,41 juta ha. Bulan-bulan panen raya padi berkisar antara Maret – April dan Agustus. Selain pada bulan tersebut, walaupun ada realisasi panen padi namun terjadi penurunan yang cukup signifikan.
Bulan November tercatat merupakan bulan dimana panen
merupakan yang terendah setiap tahunnya. (Lampiran 3.2).
20
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011 2,500,000
2,000,000
(hektar)
1,500,000
1,000,000
500,000
0 jan
Feb
Mar
Apr
2009
Mei
Jun
2010
Jul
Agu
Sep
Okt
Nov
Des
2011
Gambar 3.2. Perkembangan pola panen padi di Indonesia, 2009 - 2011 Pergerakan harga gabah di tingkat petani secara detil dapat dilihat pada Gambar 3.3.
Harga gabah di tingkat petani cenderung terus
meningkat setiap tahunnya, sementara fluktuasi dalam setiap bulannya cenderung stabil. Pada tahun 2009, harga GKG di tingkat petani berkisar antara Rp. 2.000,- sampai Rp. 3.000,-.
Tahun 2010 kisaran harga
meningkat menjadi R. 3.000,- sampai Rp. 4.000,- sementara tahun 2011 kisaran harga kembali naik berada di atas Rp. 4.000,-. (Lampiran 3.3).
(Rp/Kg) 4,500 4,300 4,100 3,900 3,700 3,500 3,300 3,100 2,900 2,700 2,500 2009
2010
2011
Gambar 3.3. Perkembangan harga GKG di tingkat petani, 2009 – 2011 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
21
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
Perkembangan harga beras tingkat konsumen bulanan tahun 2009 dan 2010 dapat dilihat pada Gambar 3.4. Harga tingkat konsumen ini tidak banyak befluktuasi dengan kecenderungan meningkat. Peningkatan harga di tahun 2010 cenderung lebih tajam dibandingkan dengan tahun 2009. Sampai dengan bulan Juni, pola harga konsumen di tahun 2009 dan 2010 cenderung sama. Peningkatan cukup tajam di tahun 2010 terjadi setelah bulan Juni. Harga konsumen beras terus meningkat sampai dengan akhir tahun 2010 (Gambar 3.4).
8,000 7,500 7,000 6,500 6,000 5,500 5,000 Jan
Peb
Mar
Apr
Mei
Jun
2009
Jul
Agt
Sep
Okt
Nop
Des
2010
Gambar 3.4. Perkembangan harga konsumen beras, 2009 - 2010
Secara nasional, sejak periode tahun 2002 hingga 2010 harga produsen gabah dan konsumen beras relatif berfluktuasi namun mempunyai kecenderungan meningkat masing-masing sebesar 11,66% dan 12,65%. Peningkatan harga produsen gabah dan konsumen beras tertinggi terjadi pada tahun 2006 yakni masing-masing sebesar 33,83% dan 30,06%. Laju peningkatan harga konsumen yang cenderung lebih lambat membawa dampak margin harga semakin meningkat dari tahun ke tahun.
22
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Laju
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
pertumbuhan margin harga ini pada periode 2002 – 2010 adalah rata-rata 14,55% setiap tahunnya (Lampiran 3.4).
3.3.
KINERJA PERDAGANGAN BERAS INTERNASIONAL Kinerja perdagangan beras internasional akan digambarkan dalam
keragaan berikut ini yang mencakup ekspor-impor dan neraca perdagangan padi Indonesia baik bentuk segar maupun olahan, negara-negara tujuan ekspor beras Indonesia serta negara-negara asal beras yang diimpor oleh Indonesia.
Tabel 3.1 memuat perkembangan volume dan nilai ekspor
impor total beras Indonesia beserta neracanya periode tahun 2006 – 2010. Selama periode tahun 2006-2010, ekspor total beras Indonesia mengalami peningkatan volume dan nilai dengan rata-rata sebesar 72,60% dan 23,31%. Peningkatan ekspor ini lebih disebabkan karena peningkatan ekspor yang cukup signifikan pada tahun 2007 dan 2009. Sementara tahun 2010 terjadi penurunan ekspor baik volume maupun nilainya. Realisasi impor beras Indonesia cukup besar dibanding ekspornya dan terus mengalami peningkatan dengan rata-rata sebesar 32,72% (volume) dan 54,42% (nilai). Hal ini menyebabkan neraca perdagangan beras Indonesia selalu mengalami defisit. Defisit neraca perdagangan beras Indonesia dari tahun 2006 – 2010 relatif berfluktuasi namun cenderung mengalami peningkatan dengan rata-rata sebesar 33,28% (volume) dan 55,58% (nilai). Defisit neraca perdagangan terbesar pada periode ini terjadi pada tahun 2010 yang mencapai 686,77 ribu ton atau setara dengan US$ 360,23 juta. (Tabel 3.1 dan Gambar 3.5).
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
23
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
Tabel 3.1. Perkembangan ekspor, impor komoditas beras, 2006 – 2010 No 1
2
3
Uraian
2006
Ekspor -Volume (Ton) - Nilai (000 US$) Impor -Volume (Ton) - Nilai (000 US$) Neraca -Volume (Ton) - Nilai (000 US$)
2007
dan
neraca
Tahun 2008
2009
perdagangan
2010
Pertumb. (%)
1,177 626
4,241 906
1,222 935
3,389 2,037
810 560
72.60 23.31
439,782 133,905
482,103 157,723
289,274 123,783
250,276 107,955
687,583 360,790
32.72 54.42
-438,605 -133,280
-477,862 -156,817
-288,052 -122,848
-246,887 -105,918
-686,773 -360,230
33.28 55.58
2008
2009
Sumber: BPS, diolah Pusdatin
400,000 300,000 200,000 100,000 ‐ (100,000)
2006
2007
2010
(200,000) (300,000) (400,000) Ekspor
Impor
Neraca
Gambar 3.5. Perkembangan neraca perdagangan beras Indonesia, 2006 – 2010 Apabila ditelaah lebih lanjut, pada tahun 2010, ekspor beras Indonesia cukup berimbang antara beras segar 42,62% (volume) dan beras olahan 57,38%. Namun demikian kontribusi nilai ekspor beras segar lebih besar dibandingkan beras olahan, yaitu 80,69%. Beras dalam wujud segar 24
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
meliputi beras berkulit, beras thai hom mali dan beras ketan (Gambar 3.6. dan Lampiran 3.5).
100.00 90.00 80.00 70.00 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 ‐ volume
nilai
volume
Ekspor
nilai Impor
segar
olahan
Gambar 3.6. Kontribusi ekspor – impor beras segar dan olahan di Indonesia, 2010
Negara tujuan ekspor beras segar Indonesia pada tahun 2010 sebagian besar adalah ke Singapura sebesar 306,39 ton atau setara dengan US$ 404,41 ribu atau 88,75% dari total ekspor beras segar Indonesia. Negara berikutnya adalah Malaysia sebesar 37,82 ton (setara US$ 45,86 ribu), dan Jerman sebesar 1,01 ton (US$ 1,36 ribu) (Gambar 3.7 dan Lampiran 3.6). Diantara ekspor beras segar Indonesia, paling banyak adalah dalam bentuk beras ketan dengan kode HS 1006303000 sebesar 302,4 ton (US$ 398,63 ribu). Seluruh ekspor beras tersebut dikirim ke Singapura yang merupakan negara tujuan ekspor beras segar Indonesia (Gambar 3.7).
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
25
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
Gambar 3.7. Negara tujuan ekspor beras segar Indonesia, 2010
Sementara itu, negara tujuan ekspor beras olahan utamanya adalah ke Singapura sebesar 367,2 ton atau setara dengan US$ 47,57 ribu, Malaysia sebesar 54,08 ton atau setara US$ 8,65 ribu dan Timor Timur sebesar 28,29 ton atau setara US$ 33,47 ribu (Lampiran 3.8).
Negara
lainnya tercatat besarnya ekspor kurang dari 10% dari total ekspor. Sebesar 93,2% beras olahan yang diekspor oleh Indonesia adalah dalam bentuk dedak, bekatul dan residu beras lainnya (kode HS 2302401000).
26
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
Gambar 3.8. Negara tujuan ekspor beras olahan Indonesia, 2010
Impor beras Indonesia utamanya berasal dari Thailand. Dari sisi harga produsen beras, Thailand mempunyai harga produsen beras yang relatif tidak terlalu tinggi, walaupun masih diatas harga produsen di Uruguay dan Guyana (Gambar 3.12 dan Lampiran 3.9). Pada tahun 2009, impor beras Indonesia juga didominasi oleh beras segar lebih dari 99% (baik volume maupun nilainya) sisanya merupakan beras olahan. Pada tahun 2009, lebih dari 88% impor beras segar Indonesia berasal dari Thailand yakni sebanyak 221,12 ribu ton atau setara dengan US$ 81,75 juta. Berikutnya adalah berasal dari Vietnam sebesar 20,97 ribu ton (US$ 7,94 juta) dan China sebesar 5,17 ribu ton atau setara dengan US$ 13,70 juta.
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
27
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
Gambar 3.12. Negara asal impor beras primer Indonesia, 2010
Beras berkulit (padi atau gabah), 0.61%
beras berkulit lainnya, 0.49%
beras pecah > 25%, 0.23%
beras pecah, 19.65%
beras setengah matang, 0.01%
beras ketan, 21.24%
beras giling lainnya, 57.76%
Gambar 3.13. Bentuk beras segar yang diimpor oleh Indonesia, 2010 Beras segar yang diimpor Indonesia didominasi bentuk beras giling lainnya 57,76% dari total beras yang diimpor atau setara dengan 397,13 ribu ton, berikutnya adalah dalam wujud beras ketan sebesar 21,24%, beras pecah sebesar 19,64%, sisanya dalam wujud beras pecah >25%,
28
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
beras berkulit (padi atau gabah), beras berkulit lainnya dan beras setengah matang. Sementara realisasi impor beras olahan Indonesia pada tahun 2010 sangat kecil dibandingkan dari total impor beras. Negara asal beras olahan yang masuk ke Indonesia pada tahun 2010 yakni Australia (bentuk olahan berupa tepung beras dan sake) dan Singapura (bentuk olahan berupa dedak, bekatul dan residu beras lainnya).
Bentuk beras olahan yang
dominan diimpor adalah dedak, bekatul dan residu beras lainnya yang mencapai 43,20% dari total beras olahan yang diimpor Indonesia (Gambar 3.14).
Gambar 3.14. Persentase bentuk beras olahan yang diimpor oleh Indonesia, Tahun 2010
3.4. ANALISIS KINERJA PERDAGANGAN BERAS Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) digunakan untuk menganalisis posisi atau tahapan perkembangan suatu komoditas terkait kinerja perdagangannya. Hasil perhitungan nilai ISP beras segar, beras olahan dan beras total di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 3.2. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
29
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
Tabel 3.2. Indeks spesialisasi perdagangan beras segar, olahan dan beras total di Indonesia, 2006 – 2010
2006
2007
Tahun 2008
Beras Segar Ekspor ‐ Impor Ekspor + Impor ISP
‐132,089 133,152 ‐0.99
‐157,354 157,870 ‐1.00
‐122,913 124,630 ‐0.99
‐105,981 109,906 ‐0.96
‐360,333 361,237 ‐1.00
Beras Olahan Ekspor ‐ Impor Ekspor + Impor ISP
‐1,190 1,379 ‐0.86
537 758 0.71
65 89 0.74
63 85 0.74
103 113 0.91
Total Beras Ekspor ‐ Impor Ekspor + Impor ISP
‐133,280 134,531 ‐0.99
‐156,817 158,628 ‐0.99
‐122,848 124,718 ‐0.99
‐105,918 109,991 ‐0.96
‐360,230 361,350 ‐1.00
Uraian
2009
2010
Sumber: BPS diolah Pusdatin
Hasil perhitungan nilai ISP seperti tercantum padaTabel 3.2 cenderung menurun dari tahun ke tahun. Nilai ISP komoditas beras baik segar maupun olahan di Indonesia mempunyai nilai negatif pada kisaran sebesar -1,0 hingga -0,71 yang berarti bahwa komoditas beras Indonesia mempunyai daya saing yang sangat rendah dan terus mengalami penurunan daya saing dari tahun ke tahun. Hal ini karena Indonesia dari tahun ke tahun berkontribusi dalam ekspor beras pada tingkatan yang rendah. Berdasarkan atas perhitungan nilai IDR beras Indonesia seperti tersaji pada Tabel 3.3 terlihat bahwa pada tahun 2006 sebanyak 0,80% supply beras Indonesia tergantung pada beras impor. Kondisi ini kemudian berfluktuasi dari tahun ke tahun dan pada tahun 2010 meningkat menjadi sebesar 1,02%. Ketergantungan pada beras impor walaupun dalam kuantitas yang kecil ini utamanya adalah pada jenis beras segar. Nilai SSR komoditas beras Indonesia dari tahun 2006 hingga 2010 lebih dari 90%, 30
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
yang berarti bahwa hampir sebagian besar kebutuhan beras dalam negeri dapat dipenuhi oleh produksi domestik atau swasembada beras. Tabel 3.3. Perkembangan nilai Import Dependency Ratio (IDR) dan Self Sufficiency Ratio (SSR) beras Indonesia, 2006 - 2010 No 1 2 3 4 5 6
Uraian Produksi (Ton) Ekspor (Ton) Impor (Ton) Produksi + Impor - Ekspor IDR (%) SSR (%)
2006 54,454,937 1,177 439,782 54,893,542 0.80 99.20
2007 57,157,435 4,241 482,103 57,635,297 0.84 99.17
Tahun 2008 60,325,925 1,222 289,274 60,613,977 0.48 99.52
2009 64,398,890 3,389 250,276 64,645,777 0.39 99.62
2010 66,469,394 810 687,583 67,156,167 1.02 98.98
Sumber: BPS diolah Pusdatin
Tabel 3.4. Indeks keunggulan komparatif (RCA) komoditas beras Indonesia dalam perdagangan dunia, 2005 - 2009 No 1
2
3
Uraian Beras Dunia Indonesia Non Migas Dunia Indonesia Proporsi Dunia Indonesia RCA RSCA
2005
2006
Nilai ekspor (US$) 2007
2008
2009
8,497,734,271 16,250,583
9,950,229,398 319,331
7,123,350,704 228,991
14,824,346,523 1,285,659
14,180,483,253 1,931,277
9,688,385,264 66,428,400
11,341,430,451 79,589,100
12,881,778,535 92,012,300
14,484,741,087 107,894,200
9,474,520,000 97,491,700
0.87711 0.24463 0.279 -0.56
0.87733 0.00401 0.005 -0.99
0.55298 0.00249 0.005 -0.99
1.02345 0.01192 0.012 -0.98
1.49670 0.01981 0.013 -0.97
Sumber: BPS, UnComtrade diolah Pusdatin
Berdasarkan hasil perhitungan nilai RSCA yang tersaji pada Tabel 3.4 menunjukkan bahwa komoditas beras Indonesia tidak mempunyai daya saing di pasar dunia. Hal ini ditunjukkan dengan nilai RSCA yang negatif bahkan hingga -0,99% pada tahun 2006 dan 2007. Tahun 2008 dan 2009 nilai RSCA-nya sedikit mengalami penurunan.
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
31
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
Lampiran 3.1. Perkembangan produksi padi di provinsi sentra di Indonesia, 2007 – 2011
No
Produksi (Ton)
Provinsi
2007
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Jawa Barat 9,914,019 Jawa Timur 9,402,029 Jawa Tengah 8,616,855 Sulawesi Selatan 3,635,139 Sumatera Utara 3,265,834 Sumatera Selatan 2,753,044 Lampung 2,308,404 Sumatera Barat 1,938,120 Kalimantan Selatan 1,953,868 Lainnya 13,370,123 Indonesia 57,157,435 Sumber: BPS, diolah Pusdatin Keterangan: *) Angka Ramalan III
Lampiran 3.2.
Tahun 2009 2010 2011
2008
2009
10,111,069 10,474,773 9,136,405 4,083,356 3,340,794 2,971,286 2,341,075 1,965,634 1,954,284 13,947,249 60,325,925
2010
11,322,681 11,259,085 9,600,415 4,324,178 3,527,899 3,125,236 2,673,844 2,105,790 1,956,993 14,502,769 64,398,890
11,737,070 11,643,773 10,110,830 4,382,443 3,582,302 3,272,451 2,807,676 2,211,248 1,842,089 14,879,512 66,469,394
Rata-rata (Ton)
2011*) 11,467,516 10,533,607 9,429,506 4,514,849 3,611,244 3,332,799 2,976,933 2,290,006 2,001,274 15,227,449 65,385,183
Share (%)
10,910,471 17.39 10,662,653 16.99 9,378,802 14.95 4,187,993 6.67 3,465,615 5.52 3,090,963 4.93 2,621,586 4.18 2,102,160 3.35 1,941,702 3.09 14,385,420 22.93 62,747,365 100.00
Kumulatif (%) 17.39 34.38 49.33 56.00 61.53 66.45 70.63 73.98 77.07 100.00
Perkembangan pola panen padi bulanan di Indonesia, 2009 – 2011
Bulan Total jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des 513 1,534 2,410 1,510 915 1,081 1,188 1,245 918 630 471 469 12,884 509 1,253 2,247 1,831 959 955 1,240 1,238 1,040 785 570 627 13,253 942 1,809 1,982 1,440 969 1,127 1,045 1,153 10,466
Sumber: BPS diolah Pusdatin
Lampiran 3.3.
Tahun
Perkembangan harga produsen GKG dan harga konsumen beras bulanan di Indonesia, 2008 – 2009 Bulan
Jan
Peb
Mar
Harga produsen gabah GKG (rp/kg) 2009 2,966 3,147 3,116 2010 3,458 3,705 3,343 2011 4,198 3,968 3,888 Harga konsumen beras cere (rp/kg) 2009 5,803 5,941 5,954 2010 6,433 6,595 6,560
Apr
Mei
Jun
Jul
Agt
Sep
2,632 3,312 3,707
3,089 3,444 3,581
2,959 3,627 3,839
2,974 3,444 3,997
2,954 3,538 3,971
2,986 3,621 4,182
3,153 3,020 3,060 3,688 3,782 3,890 4,281 4,398
5,895 6,489
5,857 6,486
5,855 6,518
5,875 6,703
5,901 6,914
5,930 6,990
5,968 5,978 6,039 7,047 7,238 7,473
Sumber: BPS diolah Pusdatin
32
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Okt
Nop
Des
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
Lampiran 3.4. Harga produsen gabah dan konsumen beras rata-rata di Indonesia, 2002 - 2008 Harga (Rp/kg) Tahun
Produsen Konsumen (Gabah) (Beras)
2002 1,521 2003 1,583 2004 1,597 2005 1,771 2006 2,370 2007 2,652 2008 2,814 2009 3,005 2010 3,571 Rata-rata pertumbuhan
2,730 2,662 2,664 3,227 4,197 5,031 4,975 5,916 6,787
Pertumbuhan (%) Margin 1,208 1,080 1,067 1,456 1,827 2,379 2,161 2,912 3,216
Harga Harga produsen konsumen 4.03 0.92 10.87 33.83 11.92 6.08 6.79 18.85 11.66
Margin harga
-2.47 0.06 21.14 30.06 19.86 -1.11 18.92 14.72 12.65
-10.65 -1.20 36.53 25.48 30.17 -9.13 34.71 10.45 14.55
Sumber: BPS, diolah Pusdatin Keterangan: konversi GKG ke Beras = 62,74%
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
33
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
Lampiran 3.5. Perkembangan ekspor-impor beras segar dan olahan di Indonesia, 2006 - 2010 No
Uraian 1 Volume ekspor (Ton) - Segar - Olahan Persentase thd total (%) - Segar - Olahan
2 Nilai ekspor (US$ 000) - Segar - Olahan Persentase thd total (%) - Segar - Olahan 3 Volume impor (Ton) - Segar - Olahan Persentase thd total (%) - Segar - Olahan 4 Nilai impor (US$ 000) - Segar - Olahan Persentase thd total (%) - Segar - Olahan Sumber: BPS, diolah Pusdatin
2006
Tahun 2008
2007
2009
2010
Pertumb. (%) 2006-2010
1,266 2,974
865 356
2,601 788
345.23 464.88
28.53 314.65
81.51 18.49
29.86 70.14
70.85 29.15
76.74 23.26
42.62 57.38
9.43 86.83
531 94
258 648
858 77
1,963 74
451.62 108.06
58.26 135.03
84.91 15.09
28.47 71.53
91.78 8.22
96.36 3.64
80.69 19.31
36.15 164.97
438,109 1,673
481,892 212
289,260 14
250,225 51
687,581.50 1.47
32.83 -3.75
99.62 0.38
99.96 0.04
100.00 0.00
99.98 0.02
100.00 0.00
0.10 10.74
132,621 1,285
157,612 111
123,771 12
107,943 11
360,785.00 5.01
54.71 -60.05
99.04 0.96
99.93 0.07
99.99 0.01
99.99 0.01
100.00 0.00
0.24 -63.90
959 218
Lampiran 3.6. Negara tujuan ekspor beras segar Indonesia, 2010 No
1 2 3
Negara tujuan
Beras Segar Singapura Malaysia Jerman
Total ekspor Volume (kg) Nilai (US$)
345,232 306,398 37,821 1,013
Sumber: BPS diolah Pusdatin
34
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
451,624 404,410 45,856 1,358
Kontribusi (%) Volume Nilai
100 88.75 10.96 0.29
100 89.55 10.15 0.30
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
Lampiran 3.7. Negara tujuan ekspor beras olahan Indonesia, 2010 No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Negara tujuan
Beras Olahan Taiwan Maladewa Bangladesh Australia Vanuatu Timor Timur Suriname Papua Nugini Singapura Malaysia Jerman
Total ekspor Volume (kg) Nilai (US$)
464,884 12,034 266 145 353 45 28,291 71 4 367,200 54,080 2,395
108,064 2,088 632 116 899 109 33,469 272 18 47,568 8,652 14,241
Kontribusi (%) Volume Nilai
100 2.59 0.06 0.03 0.08 0.01 6.09 0.02 0.00 78.99 11.63 0.52
100 1.93 0.58 0.11 0.83 0.10 30.97 0.25 0.02 44.02 8.01 13.18
Sumber: BPS diolah Pusdatin
Lampiran 3.8. Negara asal impor beras segar Indonesia, 2010 No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Negara asal
Beras Segar Cina Filipina India Pakistan Vietnam Jepang Korea Selatan Thailand Singapura USA Italia Malaysia
Total impor Volume (kg) Nilai (US$)
687,581,501 3,637,382 54,280 601,301 4,992,118 467,369,601 77,658 42,354 209,127,767 10,814 1,644,115 5,814 18,297
360,784,998 12,728,524 454,154 1,767,475 1,765,756 232,915,680 128,274 91,400 109,133,666 27,568 1,745,540 15,089 11,872
Kontribusi (%) Volume Nilai
100 0.53 0.01 0.09 0.73 67.97 0.01 0.01 30.41 0.00 0.24 0.00 0.00
100 3.53 0.13 0.49 0.49 64.56 0.04 0.03 30.25 0.01 0.48 0.00 0.00
Sumber: BPS diolah Pusdatin
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
35
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
Lampiran 3.9. Negara asal impor beras olahan Indonesia, 2010
No
1 2 3 4 5
Negara asal
Beras olahan Australia USA Jepang Perancis Singapura
Total impor Volume (kg) Nilai (US$)
1,470 713 11 35 76 635
Sumber: BPS diolah Pusdatin
36
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
5,012 3,640 3 165 482 722
Kontribusi (%) Volume Nilai
100 100 48.50 72.63 0.75 0.06 2.38 3.29 5.17 9.62 43.20 14.41
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
IV. KINERJA PERDAGANGAN PISANG Pisang adalah tanaman buah berupa herba yang berasal dari kawasan di Asia Tenggara (termasuk Indonesia) dan buah yang sangat bergizi yang merupakan sumber vitamin, mineral dan juga karbohidrat. Perkebunan pisang yang permanen (diusahakan terus menerus) dengan mudah dapat ditemukan di Meksiko, Jamaika, Amerika Tengah, Panama, Kolombia, Ekuador dan Filipina. Di negara tersebut budidaya pisang sudah merupakan suatu industri yang didukung oleh kultur teknis yang prima dan stasiun pengepakan yang modern dan pengepakan yang memenuhi standard intenasional. Hal tersebut menunjukkan bahwa pisang memang komoditas perdagangan yang sangat tidak mungkin diabaikan. Permintaan pisang dunia memang sangat besar terutama jenis pisang cavendish yang meliputi 80% dari permintaan total dunia. Di Indonesia pisang hanya ditanam dalam skala rumah tangga atau kebun yang sangat kecil, sementara standar internasional perkebunan pisang kecil adalah 10-30 ha, angka ini belum dicapai di Indonesia. Tanah dan iklim kita sangat mendukung budidaya pisang, kerena itu secara teknis pendirian perkebunan pisang mungkin dilakukan. Hampir di setiap tempat dapat dengan mudah ditemukan pohon pisang. Pusat produksi pisang di Jawa Barat adalah Cianjur, Sukabumi dan di sekitar Cirebon. Indonesia termasuk salah satu negara tropis yang memasok pisang segar/kering ke Saudi Arabia, Singapura, Korea, Hongkong dan USA. Nilai ekspor tertinggi pada tahun 2010 adalah ke Saudi Arabia.
4.1. SENTRA PRODUKSI PISANG Berdasarkan rata-rata produksi pisang Indonesia lima tahun terakhir (2006-2010) daerah sentra produksi pisang terdapat di 6 (enam) provinsi, yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, Sumatera Utara dan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
37
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
Sumatera Selatan. Keenam provinsi ini memberikan kontribuasi sebesar 72,93% terhadap total produksi pisang Indonesia (Gambar 4.1).
23.74%
3.33% 4.24% 4.86%
23.20%
11.09% 16.27%
13.27%
Jabar
Jatim
Jateng
Lampung
Sumut
Sumsel
NTB
Provinsi Lainnya
Gambar 4.1. Provinsi sentra produksi pisang Indonesia, (rata-rata 2006-2010) Seperti terlihat pada Gambar 4.1. sentra produksi pisang terbesar di Indonesia adalah Jawa Barat yang berkontribusi sebesara 23,20% dari total produksi pisang Indonesia. Kemudian diikuti oleh Jawa Timur dengan kontribusi sebesar 16,27%, Jawa Tengah 13,27%, Lampung 11,09%, Sumatera Utara 4,86 % dan Sumatera Selatan 4,24%. Sementara provinsi lainnya berkontribusi sebesar 23,74%. Rata-rata pertumbuhan produksi pisang pada tahun 2006-2010 di provinsi sentra mengalami peningkatan yang berkisar antara 1,46% hingga 43,94%, kecuali di Jawa Barat mengalami penurunan sebesar 4,64%. Perkembangan produksi pisang di provinsi sentra di Indonesia tahun 2006 – 2010 disajikan pada Lampiran 4.1.
38
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
4.2. KINERJA PERDAGANGAN PISANG DALAM NEGERI Untuk
mengkaji
kinerja
perdagangan
pisang
dalam
diantaranya dengan melihat perkembangan rata-rata harga
negeri,
di tingkat
produsen dengan satuan Rp./sisir dan Konsumen dengan satuan Rp./kg, baik perkembangan harga nasional maupun harga di provinsi sentra. Perkembangan harga rata-rata pisang per tahun di tingkat produsen dan konsumen di Indonesia periode tahun 2005 - 2009 menunjukkan peningkatan dengan rata-rata pertumbuhan masing-masing sebesar 7,46% dan 11,39% per tahun, seperti telihat pada Gambar 4.2.
(Rp./sisir)
(Rp./kg)
5.000
5.500
4.500
5.000 4.500
4.000
4.000 3.500
3.500
3.000
3.000
2.500
2.500 2005
2006
2007
Harga Produsen
2008
2009
harga Konsumen
Gambar 4.2. Perkembangan rata-rata harga produsen dan konsumen pisang di Indonesia, 2005 - 2009 Rata-rata harga pisang di tingkat produsen pada tahun 2005 sekitar Rp. 3.401/sisir dan terus mengalami peningkatan hingga tahun 2009 berada pada kisaran harga Rp. 4.523/sisir. Selama periode tahun 2006 – 2009, peningkatan harga di tingkat produsen yang paling tinggi terjadi pada tahun 2006, dimana pada tahun 2005 harga rata-rata pisang di tingkat Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
39
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
produsen sebesar Rp. 3.401/sisir kemudian pada tahun 2006 meningkat menjadi 3.871/sisir atau naik sebesar 13,82%. Demikian pula rata-rata harga pisang di tingkat konsumen mengalami peningkatan dari tahun 2005 sebesar Rp. 3.422/kg hingga mencapai Rp. 5.261/kg pada tahun 2009. Sementara peningkatan harga konsumen tertinggi selama periode 2005 – 2009 terjadi pada tahun 2008, dimana pada tahun 2007 sebesar Rp. 4.118 kemudian pada tahun 2008 menjadi Rp. 4.704/kg atau naik sebesar 14,25%. Keragaan harga pisang secara rinci disajikan pada Lampiran 4.2.
(Rp./sisir)
(Rp./kg)
6.000
5.000 4.000 3.000 2.000 1.000 0
4.000 2.000 0
Harga Produsen
harga Konsumen
Gambar 4.3. Harga rata-rata pisang di tingkat produsen dan konsumen di provinsi sentra di Indonesia, 2005 - 2009 Apabila dikaji harga produsen dan konsumen pisang di masingmasing provinsi sentra produksi periode tahun 2005-2009, maka harga rata-rata pisang tertinggi terdapat di provinsi Jawa Tengah baik harga di tingkat produsen yang mencapai Rp. 6.109,-/sisir maupun harga di tingkat konsumen yang mencapai Rp. 5.772,-/kg. Harga terendah di tingkat produsen terdapat di provinsi Sumatera Utara sebesar Rp. 3.173,-/sisir, sementara harga terendah di tingkat konsumen terdapat di provinsi Jawa Barat sebesar Rp. 3.475,-/kg.
40
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
4.3. KINERJA PERDAGANGAN PISANG INTERNASIONAL Kinerja perdagangan pisang internasional didekati dari neraca perdagangan pisang yang merupakan selisih antara ekspor dan impornya. Ekspor dan impor pisang semuanya dalam bentuk segar dan olahan yakni pisang yang dikeringkan. Perkembangan neraca perdagangan pisang selama lima tahun terakhir yaitu tahun 2006 – 2010 terus mengalami penurunan walaupun tidak sampai defisit.
Defisit neraca terjadi tahun
2010 dimana volume dan nilai impor pisang lebih besar dibandingkan dengan volume dan nilai ekspornya. Defisit pisang pada tahun 2010 ini mencapai 2.766 ton dengan nilai sebesar US$ 1.52 juta (Tabel 4.1). Tabel 4.1. Perkembangan ekspor, impor dan neraca perdagangan pisang Indonesia, 2006 - 2010 No. 1
2
3
Uraian Ekspor - Volume (ton) - Nilai (000US$) Impor
2006
Tahun 2008
2007
2009
Pertumb. (%) 2006-2010
2010
4.443 1.408
2.378 856
1.970 989
701 341
14 48
-56,53 -43,75
- Volume (ton) 124 - Nilai (000US$) 168 Neraca Perdangangan - Volume (ton) 4.319
25 39
56 66
328 349
2.779 1.566
320,31
2.354
1.914
372
-2.766
817
923
-8
-1.518
-246,93 4.510,49
- Nilai (000US$)
1.239
192,96
Sumber : BPS, diolah Pusdatin
Berdasarkan tabel 4.1. terlihat bahwa penurunan necara perdagangan pisang dari sisi volume adalah sebesar 246,93% per tahun.
Penurunan
volume ekspornya adalah rata-rata sebesar 56,53% per tahun, sedangkan volume impornya justru naik rata-rata sebesar 320,31% per tahun. Sementara itu, neraca perdagangan dari sisi nilai juga menurun dengan rata-rata penurunan sebesar 4.510,49%. Nilai ekspor turun sebesar 43,75% per tahun sebaliknya nilai impor naik sebesar 192,96% per tahun. Perkembangan necara nilai perdagangan pisang disajikan pada Gambar 4.4. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
41
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
Gambar 4.4. Perkembangan nilai ekspor, impor dan neraca perdagangan pisang Indonesia, 2006 – 2010 Gambar 4.4 menunjukkan bahwa defisit necara nilai perdagangan terjadi pada tahun 2010 mencapai US$ 1,52 juta dengan volume sebesar 2,77 ton. Hal ini disebabkan karena rendahnya nilai ekspor pisang yang hanya sebesar US$ 48 ribu dengan volume sebesar 14 ton, sementara nilai impornya mencapai US$ 1,57 juta dengan volume impor sebesar 2,78 ribu ton. Pada tahun 2010 total ekspor pisang dengan Kode HS (Harmony
Sistem) 0803001000 (pisang mas, pisang rastali, pisang berangan & pisang embun segar dan kering) dan kode HS 0803009000 (pisang lainnya termasuk ‘plantains’, segar dan kering) mencapai 48.305 kg dengan nilai ekspor sebesar US$ 13.578. Secara rinci negara tujuan ekspor pisang per kode HS di Indonesia tahun 2010 disajikan pada Lampiran 4.4.
42
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
26,69%
8,98% 7,99% 4,95% 1,01%
50,38%
Saudi Arabia
Singapura
Rep. Korea
Hongkong
Amerika Serikat
Lainnya
Gambar 4.5. Negara tujuan ekspor pisang di Indonesia, 2010 Tujuan ekspor pisang dengan kode HS 080300900 terutama ke Saudi Arabia sebesar 24,32 ton atau 50,38% terhadap total ekspor pisang Indonesia, kemudian disusul Singapura sebesar 12,88 ton, Rep. Korea sebesar 4,33 ton, Hongkong sebesar 3,86 ton dan Amerikat Serikat sebesar 2,39 ton. Sementara negara lainnya hanya sebesar 488 kg (Gambar 4.5). Hongkong merupakan negara tujuan ekspor untuk kode HS 0803001000 yang hanya 35 kg dengan nilai US$ 11 (Lampiran 4.4).
27.58% 2.40% 1.59%
68.43%
Filipina
Malaysia
Singapura
Lainnya
Gambar 4.6. Negara asal impor pisang di Indonesia, 2010 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
43
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
Pada tahun 2010 impor pisang dan pisang lainnya sebesar 2,78 juta ton atau US$ 2.779.200. Impor pisang (HS 0803001000) tersebut sebagian besar berasal dari Philipines yakni sebanyak 612.288 ton atau sebanyak 68,43% dari total impor Indonesia. Malaysia menduduki peringkat kedua terbesar yang melakukan ekspor pisang ke Indonesia dengan persentase kontribusi sebesar 27,58%. Kontribusi negara lainnya terhadap impor pisang Indonesia dapat dilihat pada Lampiran 4.6 dan Gambar 4.6.
20.39%
25.38%
3.27%
50.95%
Filipina
Malaysia
Thailand
Lainnya
Gambar 4.7. Negara asal impor pisang lainnya di Indonesia, 2010
Untuk pisang lainnya (HS 0803009000), Indonesia mengimpor dari negara Philippenas, Malaysia, Thailand. Philippinas merupakan negara asal impor pisang lainnya terbesar mencapai 50,95% dari total volume impor pisang lainnya Indonesia atau 341.935 ton dengan nilai US$ 490.054, kemudian diikuti oleh Malaysia yaitu 25,38% atau 170.329 ton dengan nilai US$ 240.485 dan Thailand sebesar 20,39% atau 136.862 ton dengan nilai US$8.167. Sementara dari negara lainnya Indonesia mengimpor pisang lainnya sebesar 3,27%, sperti tersaji pada Lampiran 4.6 dan Gambar 4.7
44
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
Menurut data dari FAO, pada tahun 2005-2009 terdapat 7 (tujuh) negara eksportir pisang terbesar di dunia yang secara kumulatif memberikan kontribusi sebesar 86,44% terhadap total volume ekspor pisang dunia Gambar 4.8.
12,32%
11,75% 9,98% 7,59%
30,33%
6,76%
15,73%
Ecuador Colombia Honduras
Philippines Guatemala Amerika Serikat
3,23% 2,32%
Costa Rica Belgium Negara Lainnya
Gambar 4.8. Negara eksportir pisang terbesar di dunia, rata-rata 2005-2009 Dari tujuh negara tersebut hanya tiga negara saja yang mempunyai kontribusi lebih dari 10% terhadap total volume ekspor dunia yaitu Equador merupakan negara eksportir pisang terbesar di dunia dengan kontribusi sebesar 30,33% terhadap total volume ekspor pisang dunia, kemudian diikuti oleh negara Philippines dengan kontribusi sebesar 12,32% dan negara Costa Rica sebesar 11,75%.
Sementara Negara Colombia hanya sebesar 9,98%,
Guatemala sebesar 7,59%, Belgium sebesar 6,76%, Honduras 3,32%, America sebesar 2,32% dan negara eksportir lainnya sebesar 15,73%.
Indonesia
merupakan negara eksportir pisang dengan urutan ke 60 dengan kontribusi 0,01%.
Negara-negara eksportir terbesar untuk komoditas pisang disajikan
pada Lampiran 4.6.
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
45
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
Jika ditinjau dari rata-rata volume impor pisang dunia tahun 2005-2009 terdapat 12 (dua belas) negara importir terbesar di dunia dengan kontribusi kumulatif mencapai 73,98% terhadap total volume impor di dunia, tetapi hanya negara Amerika Serikat saja yang mempunyai kontribusi lebih dari 10% terhadap total volume pisang dunia (lampiran 4.7). Amerika Serikat merupakan negara importir pisang terbesar di dunia dengan rata-rata kontribusi terhadap impor dunia sebesar 23,85%, diikuti Germany di peringkat ke dua dengan kontribusi sebesar 8,25%, kemudian disusul oleh Belgium sebesar 7,68% dan Japan sebesar 6,56%. Sementara negara lainnya membrikan kontribusi sebesar 53,66% (Gambar 4.9).
23,85% 8,25%
53,66%
7,68% 6,56%
Amerika Serikat
Germany
Belgium
Japan
Lainnya
Gambar 4.9. Negara Importir pisang terbesar di dunia, rata-rata 2005-2009
4.4. ANALIS KINERJA PERDAGANGAN PISANG Berdasarkan data nilai ekspor dan impor diperoleh Indeks spesialisasi perdagangan (ISP) pisang Indonesia sebagaimana tersaji pada Tabel 4.2.
46
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
Tabel 4.2.
Nilai Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) pisang Indonesia, 2006-2010
No.
Uraian
TAHUN 2006
2007
2008
2009
2010
1
Ekspor-Impor
1.239
817
923
(8)
(1.518)
2
Ekspor+Impor
1.576
895
1.054
690
1.614
0,786
0,912
0,876
-0,012
-0,940
ISP Sumber : BPS, diolah Pusdatin
Selama periode tahun 2006-2010 komoditas pisang ternyata memiliki daya saing yang rendah di pasar dunia, atau dengan kata lain Indonesia merupakan
negara
pengimpor
pisang.
Berdasarkan
tingkat
pertumbuhannya dalam perdagangan, komoditas pisang Indonesia telah mencapai tahap pengimpor dimana penawaran pisang di pasar domestik lebih kecil dibandingkan permintaan pisang akibat dari proaduksi dalam negeri yang masih dalam skala kecil sehingga Indoensia memerlukan impor pisang.
Nilai ISP terendah terjadi pada tahun 2009 dan 2010 masing-
masing sebesar -0,012 dan -0,940. Hal tersebut mengindikasikan bahwa Indonesia memiliki daya saing yang lemah, maka pemerintah, pelaku usaha budidaya dan perdagangan pisang harus waspada karena Indonesia telah berada pada tahap pengimpor. IDR (Import Dependency Ratio) dan SSR (Self Suffeciency Ratio) digunakan untuk menganalisis suatu komoditas bergantung pada impor atau telah dapat memenuhi kebutuhan dalam negerinya. Ketergantungan Indonesia terhadap impor pisang pada tahun 2005-2010 dilihat dari nilai IDR pisang yang berkisar antara 0,0005% sampai dengan 0,05%. Sementara, kecukupan dalam memenuhi kebutuhan pisang dalam negeri cukup tinggi, yakni mencapai 99,95% hingga 100,09% selama periode 2005-2010, seperti disajikan pada Tabel 4.3.
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
47
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
Tabel 4.3. Hasil Analisis Import Dependency Ratio (IDR) dan Self Sfficiency Ratio (SSR) Pisang Indonesia, 2005 – 2010 No
Tahun
Uraian
2006
2007
2008
2009
5.037.472
5.454.226
6.004.615
6.373.533
2010
1
Produksi (Ton)
2
Ekspor (Ton)
4.443
2.378
1.970
701
14
3
Impor (Ton)
124
25
56
328
2.779 5.757.839
4
Produksi + Impor-Ekspor
5.755.073
5.033.153
5.451.872
6.002.701
6.373.161
IDR (%)
0,002
0,0005
0,0009
0,01
0,05
SSR (%)
100,09
100,04
100,03
100,01
99,95
Sumber : D itjen Hortikultura dan BPS dioah Pusdatin
Indeks keunggulan Komperatif atau RCA (Revealead Comparative Advantage) merupakan salah satu metode yang digunakan untuk emngukur keunggulan komperataif di suatu wilayah, untuk mengukur keunggulan komparatif pisang Indonesia dalam perdagangan dunia. Hasil perhitungan RSCA terhadap komoditas pisang Indonesia disajikan pada Tabel 4.4. Tabel 4.4. RCA dan RSCA Pisang Indonesia, 2006-2009 Uraian
Lokasi
Nilai Ekspor (US$) 2007 2008 9.897.738.964 11.814.906.077 160.790 222.243
Pisang
Dunia Indonesia
2006 9.025.598.635 560.191
Non Migas
Dunia Indonesia
11.341.430.451 79.589.100
12.881.778.535 92.012.300
14.484.741.087 107.894.200
9.474.520.000 97.491.700
Dunia Indonesia
0,796 0,007 0,009 -0,982
0,768 0,002 0,002 -0,995
0,816 0,002 0,003 -0,995
1,220 0,001 0,0004 -0,999
RCA RSCA
2009 11.554.825.990 50.481
Sumber : UnComtrade, diolah Pusdatin
Dari sisi nilai ekspor, kinerja ekspor pisang Indonesia pada tahun 2006-2009 masih sangat rendah. Hal ini dinyatakan dengan nilai RSCA yang masih negatif pada kisaran nilai -0,98 sampai dengan -0,99 untuk periode tahun 2006-2009, artinya pisang Indonesia tidak memiliki daya saing di pasar dunia. 48
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
Lampiran 4.1. Provinsi sentra produksi jeruk di Indonesia, 2006 - 2010 No
Provinsi
Produksi (Ton)
Share (%)
2006
2007
2008
2009
2010
1.368.253
1.453.664
1.313.935
1.415.694
1.090.777
1.328.465
23,20
23,20
2 Jawa Timur
838.912
793.277
1.082.070
1.020.773
921.964
931.399
16,27
39,47
3 Jawa Tengah
499.217
647.205
831.158
965.389
854.383
759.470
13,27
52,74
4 Lampung
535.732
635.509
642.702
681.875
677.781
634.720
11,09
68,69
5 Sumatera Utara
207.832
211.974
233.124
335.790
403.391
278.422
4,86
57,60
6 Sumatera Selatan
238.980
224.360
320.010
212.718
218.770
242.968
4,24
72,93
76.649
201.643
191.342
294.770
187.911
190.463
3,33
76,26
Provinsi Lainnya
1.271.897
1.286.594
1.390.274
1.446.524
1.400.096
1.359.077
23,74
100,00
NASIONAL
5.037.472
5.454.226
6.004.615
6.373.533
5.755.073
5.724.984
100,00
1 Jawa Barat
7 Nusa Tenggara Timur
Rata-rata
Share kumulatif (%)
Sumber : BPS dan Ditjen Hortikultura diolah Pusdatin
Lampiran 4.2. Perkembangan harga di tingkat produsen dan konsumen pisang ambon di Indonesia, 2005 - 2009 No
Tahun
1 2 3 4 5
2005 2006 2007 2008 2009 Rata-rata 2005-2009
Harga Produsen (Rp./sisir) Pertumb. (%) 3.401 3.871 14 4.090 6 4.191 2 4.523 8 4.015
7
Harga Konsumen (Rp./kg) Pertumb. (%) 3.422 3.647 6,60 4.118 12,89 4.704 14,25 5.261 11,83 4.230
11,39
Sumber : BPS, di olah Pusdatin
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
49
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
Lampiran 4.3. Perkembangan harga produsen dan konsumen pisang ambon di provinsi sentra, 2005 - 2009 No
Provinsi
2005
Harga Produsen (Rp./sisir) 2006 2007 2008
Rata-rata 2009 2005-2009
Pertumb. (%)
1 2
Jawa Barat Jawa Timur
2.835 3.718
3.020 3.930
3.102 4.431
3.086 4.676
3.333 5.269
3.075 4.405
4,18 9,16
3 4
Jawa Tengah Lampung
4.286 2.484
4.576 2.771
5.195 3.039
5.788 2.850
6.109 3.836
5.191 2.996
9,31 12,40
5 6 7
Sumatera Utara Sumatera Selatan Nusa Tenggara Timur
2.392 3.826 4.098
2.521 4.078 4.488
3.072 4.147 5.301
3.478 4.111 4.531
3.173 3.874 5.203
2.927 4.007 4.724
7,93 0,41 6,99
NASIONAL
3.401
3.871
4.090
4.191
4.523
4.015
Harga Konsumen (Rp./kg)
7,46
1 2
Jawa Barat Jawa Timur *)
2005 2.479 4.049
2006 2.451 4.141
2007 3.060 4.739
2008 3.179 4.872
Rata-rata 2009 2005-2009 3.475 2.929 5.488 4.658
Pertumb. (%)
3 4
Jawa Tengah Lampung
3.809 3.822
4.123 2.616
5.172 3.004
5.210 3.279
5.772 3.084
4.817 3.161
11,30 -3,38
5 6 7
Sumatera Utara Sumatera Selatan Nusa Tenggara Timur
2.943 3.142 3.131
2.829 3.733 3.395
3.234 4.000 3.519
4.392 3.901 3.913
5.232 4.587 4.479
3.726 3.872 3.687
16,34 10,27 9,44
NASIONAL
3.422
3.647
4.118
4.704
5.261
4.230
11,39
9,23 8,04
Sumber : BPS, diolah Pusdatin Keterangan : *) Pisang Raja
Lampiran 4.4 Negara tujuan ekspor pisang Indonesia, 2010 No
Kode HS/Uraian
1 0803001000 Pisang mas, pisang rastali, pisang berangan & pisang embun, fresh/drie 2 0803009000 Other bananas, including plantains, fresh or dried.
Negara Tujuan Hongkong Total Saudi Arabia Singapura Rep. Korea Hongkong Amerika Serikat Kanada Afrika Selatan New Zealand Denmark Jepang Total
Total Ekspor Sumber: BPS, diolah Pusdatin
50
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Ekspor 2010 Volume (kg) Nilai (US$)
% Thd Total Volume Nilai
35 35
11 11
100,00
100,00
24.320 12.884 4.333 3.855 2.390 267 168 35 10 8 48.270
9.307 1.248 1.762 564 556 66 46 7 10 1 13.567
50,38 26,69 8,98 7,99 4,95 0,55 0,35 0,07 0,02 0,02 100,00
68,60 9,20 12,99 4,16 4,10 0,49 0,34 0,05 0,07 0,01 100,00
48.305
13.578
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
Lampiran 4.5. Negara asal impor pisang Indonesia, 2010 No
Kode HS/Uraian
Negara Asal
1 0803001000 Pisang mas, pisang rastali, pisang berangan & pisang embun, fresh/drie
Philippines Malaysia Singapore Laos China Total
2 0803009000 Other bananas, including plantains, fresh or dried.
Philippinas malaysia Thailand Vietnam china Australia Afika Selatan Total
Impor 2010 Volume (Ton) Nilai (US$ 000) 612.288 1.436.229 246.792 535.601 21.442 15.072 13.220 38.645 1.025 721 894.767 2.026.268 341.935 170.329 136.862 8.928 7.935 3.745 1.351 671.085
Total
1.565.852
Sumber: BPS, diolah Pusdatin
490.054 240.485 8.167 9.193 2.651 713 1.669 752.932
% Thd Total Volume Nilai 68,43 70,88 27,58 26,43 2,40 0,74 1,48 1,91 0,04 0,11 100,00 100,00 50,95 25,38 20,39 1,33 1,18 0,56 0,20 100,00
65,09 31,94 1,08 1,22 0,35 0,09 0,22 100,00
2.779.200
Lampiran 4.6. Negara eksportir pisang terbesar di dunia, 2005 – 2009 No
Negara
Volume Ekspor (Ton) 2005
2006
2007
2008
2009
Rata-rata
Share kumulatif (%) 30,33 30,33
Share (%)
1
Ecuador
4764190
4908560
5174570
5270690
5700700
5.163.742
2
Philippines
2024320
2311540
2218050
2192620
1743890
2.098.084
12,32
42,65
3
Costa Rica
1775520
2183510
2272330
2052640
1716100
2.000.020
11,75
54,39
4
Colombia
1621750
1567900
1639830
1696510
1972230
1.699.644
9,98
64,38
5
Guatemala
1129480
1055500
1408800
1390740
1479220
1.292.748
7,59
71,97
6
Belgium
948546
1070070
1167510
1322840
1244350
1.150.663
6,76
78,73
7
Honduras
545527
515224
566539
605685
518488
550.293
3,23
81,96
8
Amerika Serikat
449647
0
459521
524592
538374
394.427
2,32
84,27 100,00
9
Negara Lainnya
2.519.014
2.606.972
1.899.053
3.003.987
3.359.593
2.677.724
15,73
Dunia
15.777.994
16.219.276
16.806.203
18.060.304
18.272.945
17.027.344
100,00
Sumber : FAO, diolah Pusdatin
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
51
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
Lampiran 4.7. Negara importir pisang terbesar di dunia, 2005 – 2009
No
Negara
Volume Impor (Ton) 2005
2006
2007
1 Amerika Serikat 2 Germany 3 Belgium
3824400 1174240 973813
1292000 1180710
1437340 1238330
4 Japan 5 Russian Federation 6 United Kingdom 7 Italy 8 France
1066870 863506
1043630 894175
837931 565992 410256
9 Canada 10 China 11 Argentina 12 Republic of Korea 13 Negara Lainnya Dunia
52
2008
2009
Rata-rata
Share kumulatif (%) 23,85 23,85
Share (%)
3579970
3.844.760
1388030 1482930
1358350 1315330
1.329.992 1.238.223
8,25 7,68
32,11 39,79
970594 978504
1092740 1006420
1109070 980630
1.056.581 944.647
6,56 5,86
46,34 52,20
924523 646614 408301
977348 683811 484421
951242 703897 569232
942277 684104 529909
926.664 656.884 480.424
5,75 4,08 2,98
57,95 62,03 65,01
449611 355698
458028 387893
471330 331883
476950 362326
481613 491339
467.506 385.828
2,90 2,39
67,91 70,30
302181 253974 4.155.219
295724 280245 4.294.747
318878 308252 4.227.562
346775 258363 4.048.951
344106 257024 4.241.127
321.533 271.572
1,99 1,68
72,30 73,98
4.193.521
26,02
100,00
15.233.691
15.946.070
16.432.053
16.664.006
16.314.849
16.118.134
100,00
3839480
4003800
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
3976150
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
V. KINERJA PERDAGANGAN KARET Perkembangan pasar karet alam di dunia dalam kurun waktu tiga tahun terakhir sangat kondusif bagi para produsen karet. Menurut data dari
International Rubber Study Group (IRSG), konsumsi karet global pada tahun 2010 mencapai 24,4 juta ton atau naik 14,8% dibandingkan tahun 2009. Hal ini mencerminkan adanya pemulihan permintaan yang cukup signifikan untuk industri kendaraan dan ban. Produksi global sintetic rubber
(SR) pada tahun 2010 hanya naik 14,2% dibandingkan pada tahun 2009. Hal ini juga didorong kuat oleh pemulihan pada konsumsi SR, sementara pasokan natural rubber (NR) global pada tahun 2010 hanya naik 6,1% dibandingkan tahun 2009.
Permintaan karet global diperkirakan akan
mencapai 26,1 juta ton pada 2011 dan 27,5 juta ton pada tahun 2012. Permintaan SR global diperkirakan akan tumbuh sebesar 8,6% pada 2011 dan 6,4% pada tahun 2012, sementara permintaan NR global diperkirakan akan naik 4,6% pada 2011 dan 3,8% pada tahun 2012. Hal ini dikarenakan adanya dampak dari harga yang lebih tinggi, dan dengan asumsi kondisi pertumbuhan normal, produksi NR global diperkirakan akan meningkat sebesar
6,2%
pada
2011
dan
6,5%
pada
tahun
2012
(http://www.rubberstudy.com/news-article). Indonesia mendominasi sebagai negara pengekspor karet terbesar dunia bersama dengan Malaysia dan Thailand. Dengan kenyataan ini, maka peran Indonesia dalam perdagangan karet global sangat diperhitungkan. Namun demikian, beberapa regulasi perdagangan global menjadi tantangan tersendiri bagi produk-produk pertanian agar dapat bersaing dengan negara produsen lainnya. Mulai Januari 2010, pasar bebas Asean Cina (ASEANCHINA Free Trade Area atau ACFTA) mulai diberlakukan, dengan membebaskan bea masuk bagi produk Cina yang akan masuk ke pasar ASEAN termasuk Indonesia. Sementara itu Ketua umum Gabungan Perusahaan
Karet
Indonesia
(Gapkindo)
menyatakan
“pelaksanaan
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
53
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
perjanjian perdagangan bebas ASEAN-China (ACFTA) yang dimulai 1 Januari 2010 akan mengancam kinerja industri hilir karet, jika tidak diantisipasi dengan instrumen yang tepat, diantarnya melalui pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) dan strategi tarif menjadi harapan terakhir pengusaha lokal untuk tetap menjaga daya saing produk”.
5.1. SENTRA PRODUKSI KARET Apabila dilihat dari data rata-rata produksi karet per provinsi periode tahun 2006 – 2010,
terdapat 6 (enam) provinsi sentra produksi karet
kering dengan total kontribusi sebesar 77,20% terhadap produksi karet kering Indonesia, seperti yang disajikan pada Gambar 6.1. Berdasarkan
Gambar
6.1,
terlihat
provinsi-provinsi
di
Pulau
Sumatera mendominasi sentra produksi karet kering Indonesia yakni Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Riau, dan Jambi merupakan provinsi sentra produksi terbesar yang berkontribusi masing-masing sebesar 19,76%, 16,05%, 13,31%, dan 11,14% terhadap produksi karet kering Indonesia. Sementara provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah masing-masing berkontribusi sebesar 9,71% dan 7,22%.
Provinsi sentra
produksi karet kering di Indonesia tahun 2006 – 2010 secara rinci disajikan pada Lampiran 5.1.
54
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
Gambar 5.1. Provinsi sentra produksi karet kering di Indonesia, (rata-rata 2006 – 2010)
5.2. KINERJA PERDAGANGAN KARET DALAM NEGERI Untuk melihat kinerja perdagangan karet dalam negeri diantaranya dengan melihat perkembangan rata-rata harga karet tingkat petani (harga produsen) dalam wujud karet getah tebal dan di pasar domestik dalam wujud slab KK 100% (karet kering 100%).
Data harga produsen karet
tersedia hingga tahun 2009, namun demikian harga karet di pasar domestik hanya sampai dengan tahun 2008.
Secara umum perkembangan harga
produsen karet dari tahun 2000 – 2009 menunjukkan pola pertumbuhan yang meningkat dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 17,13% per tahun, walaupun terjadi penurunan harga yang cukup signifikan pada tahun 2009 sebesar 25,07% dibandingkan tahun sebelumnya. Demikian pula, harga domestik
karet
peningkatan
kering
dari
tahun
2000–2008
menunjukkan
pola
dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 20,49% per tahun
(Gambar 5.2). Harga produsen karet getah tebal tahun 2007 sebesar Rp. 6.588,-/kg dan harga di pasar domestik slab KK 100% mencapai Rp. 17.047,-/kg. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
55
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
Peningkatan harga produsen karet getah tebal tertinggi terjadi pada tahun 2004 dan 2006 yang masing-masing meningkat sebesar 33,42% dan 32,15% dibandingkan tahun sebelumnya. Demikian juga, pada tahun yang sama terjadi peningkatan yang cukup tajam harga slab KK 100% di pasar domestik yang mencapai 45,53% dan 40,18%.
Margin harga karet di
tingkat produsen terhadap harga karet domestik sejak tahun 2000 – 2008 cenderung semakin melebar. Perkembangan harga tersebut secara rinci disajikan pada Lampiran 5.2.
Gambar 5.2. Perkembangan harga produsen karet getah tebal dan harga domestik slab KK 100%, 2000 - 2009 Apabila ditinjau harga produsen getah karet tebal pada masingmasing provinsi sentra produksi periode tahun 2000 - 2009, terlihat di semua provinsi sentra mengalami peningatan harga hingga tahun 2008, kemudian menurun di tahun 2009. Selama periode tersebut, peningkatan harga produsen karet terbesar terjadi di Sumatera Selatan sebesar 20,08% per tahun, disusul kemudian di Kalbar sebesar 19,76% per tahun. Di provinsi sentra lainnya juga mempunyai pertumbuhan yang tidak jauh berbeda dengan kedua provinsi tersebut. Secara nominal, pada tahun 2009, harga produsen karet tertinggi terjadi di Provinsi Jambi yang merupakan provinsi sentra produksi pada urutan ke-empat yang mencapai Rp. 6.629,-/kg, disusul kemudian di 56
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
Provinsi Riau sebesar Rp. 6.073,-/kg, yang merupakan provinsi sentra produksi karet pada urutan ke-tiga. Pada tahun 2009, harga produsen karet di Provinsi Kalbar dan Kalteng masing-masing hanya sebesar Rp. 5.162,-/kg dan Rp. 5.008,-/kg dan merupakan
harga yang lebih rendah apabila
dibandingkan dengan harga rata-rata nasional pada tahun tersebut yang mencapai Rp. 5.824,-/kg (Gambar 5.3). Perkembangan harga produsen karet tahun 2000 – 2009 di provinsi sentra secara rinci disajikan pada Lampiran 6.3.
Gambar 5.3. Perkembangan harga produsen getah karet tebal di beberapa provinsi sentra produksi, 2000 – 2009
5.3. KINERJA PERDAGANGAN KARET INTERNASIONAL
Kinerja perdagangan karet internasional dapat didekati diantaranya dengan melihat besarnya ekspor dan impor karet. Berdasarkan keragaan data pada Tabel 5.1, besarnya ekspor karet Indonesia secara nominal jauh lebih besar dari impornya. Ekspor karet Indonesia pada periode tahun 2006 – 2010 mengalami peningkatan dari sisi volume sebesar 2,07% dan dari sisi nilai meningkat cukup signifikan mencapai 27,83%. Hal ini didorong oleh Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
57
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
meningkatnya nilai ekspor yang terjadi pada tahun 2008 dibandingkan tahun sebelumnya. Pada tahun 2006, devisa yang diperoleh Indonesia dari ekspor karet mencapai US$ 4,32 milyar yang meningkat menjadi US$ 7,47 milyar pada tahun 2010, walaupun terlihat ada penurunan di tahun 2009. Sementara, walaupun dalam nominal yang relatif kecil namun setiap tahun Indonesia melakukan impor karet dan mengalami peningkatan yang cukup signifikan pada periode tahun 2006 – 2010 yakni mencapai 315,16% dari sisi volume dan 327,64% dari sisi nilai impor. Pada tahun 2006, impor karet Indonesia mencapai US$ 29,14 juta dan meningkat menjadi US$ 864,73 juta pada tahun 2010. Tabel 5.1. Perkembangan ekspor, impor, dan neraca perdagangan karet Indonesia, 2006 - 2010 No.
Tahun
Uraian
2006
1 Ekspor - Volume (Ton)
2007
2008
Pertumbuhan (%) 2009
2010
2006 - 2010
2.287.310
2.489.245
2.345.457
2.067.312
2.420.716
2,07
4.322.466
4.986.648
6.152.246
3.450.497
7.470.112
27,83
13.691
174.664
283.057
269.717
344.005
315,16
29.141
372.666
743.037
542.876
864.726
327,64
3 Neraca Perdagangan - Volume (Ton)
2.273.619
2.314.581
2.062.401
1.797.595
2.076.711
-1,60
- Nilai (000 US$)
4.293.324
4.613.982
5.409.209
2.907.621
6.605.386
26,41
komoditas
adalah
- Nilai (000 US$) 2 Impor - Volume (Ton) - Nilai (000 US$)
Sumber : BPS diolah Pusdatin
Neraca
perdagangan
suatu
angka
ekspor
dikurangi impor. Perkembangan neraca perdagangan karet tahun 2006 – 2010 terlihat selalu mengalami surplus yang berarti volume dan nilai ekspor karet lebih besar dibandingkan dengan volume dan nilai impornya. Selama periode tersebut, neraca perdagangan dari sisi volume mengalami penurunan sebesar 1,6% per tahun, sedangkan dari sisi neraca nilai perdagangan mengalami peningkatan sebesar 26,41% per tahun. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan harga ekspor karet Indonesia selama periode tersebut. Peningkatan harga ekspor karet Indonesia tersebut cukup signifikan terjadi pada tahun 2008, dimana volume ekspor mengalami 58
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
penurunan namun nilai ekspornya meningkat tajam. Surplus neraca perdagangan pada tahun 2006 sebesar US$ 4,29 milyar dan mengalami peningkatan hingga menjadi US$ 6,61 milyar pada tahun 2010. Surplus neraca perdagangan karet yang terjadi pada tahun 2010 merupakan surplus tertinggi selama lima tahun terakhir. Perkembangan nilai ekspor, impor, dan neraca perdagangan karet Indonesia disajikan pada Gambar 5.4.
Gambar 5.4. Perkembangan nilai ekspor, impor, dan neraca perdagangan karet Indonesia, 2006 – 2010
Apabila dilihat dari wujud karet yang diekspor pada tahun 2010, sebagian besar atau sekitar 99% adalah dalam bentuk karet manufaktur yang dominan dalam wujud standar karet Indonesia (TSRN) dan karet alam lembaran (RSS). Total ekspor karet manufaktur pada tahun 2010 mencapai US$ 7,41 milyar atau sebesar 99,22% dari total ekspor karet Indonesia (Gambar 5.5).
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
59
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
Gambar 5.5. Persentase ekspor dan impor karet primer dan manufaktur Indonesia, 2010 Sementara, apabila ditinjau karet yang diimpor oleh Indonesia tahun 2010 dominan dalam wujud karet primer dan sisanya berupa karet manufaktur. Pada tahun 2010, impor karet primer mencapai US$ 603,44 juta atau sekitar 69,78% dari total karet yang diimpor Indonesia dan US$ 261,29 berupa karet manufaktur. Impor karet primer utamanya adalah dalam wujud lateks. Perkembangan ekspor dan impor karet Indonesia dalam wujud primer dan manufaktur tahun 2006 – 2010 secara rinci disajikan pada Lampiran 6.4. Bila ditinjau lebih jauh berdasarkan kode HS (Harmony Sistem) ekspor karet tahun 2010, sebagian besar dalam wujud technically specified
natural rubber (TSNR 20) atau dengan kode HS 4001222000 yakni mencapai 90,30% dari total nilai ekspor karet atau senilai US$ 6,75 milyar dan 2,64% berupa TSNR 10 (HS 4001221000) atau senilai US$ 197,38 juta, serta 2,49% berupa RSS Grade 1 (HS 4001211000) atau senilai US$ 186,29 juta.
Ekspor karet Indonesia tahun 2010 menurut kode HS secara rinci
disajikan pada Lampiran 5.5.
60
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
Gambar 5.6. Persentase ekspor karet Indonesia berdasarkan kode HS, 2010
Seperti telah diuraikan sebelumnya, ekspor
karet Indonesia
sebagian besar dalam wujud technically specified natural rubber/TSNR 20 (HS 4001222000). Pada tahun 2010, terdapat 6 (enam) negara utama tujuan ekspor TSNR 20 Indonesia dengan total nilai ekspor mencapai 68,75% dari total ekspor TSRN 20, seperti tersaji pada Gambar 6.7. Amerika Serikat merupakan negara tujuan utama ekspor TSNR 20 dengan total nilai ekspor mencapai US$ 1,54 milyar atau 22,84% dari total TSNR 20 yang diekspor Indonesia pada tahun 2010. Pada urutan kedua adalah China yang mencapai US$ 1,19 milyar (17,71%), disusul kemudian ke Jepang sebesar US$ 954,20 juta (14,15%). Negara berikutnya sebagai negara tujuan ekspor TSNR 20 Indonesia adalah Brasilia, Singapura dan Rep. Korea masing-masing sebesar US$ 339 juta (5,03%), US$ 333,63 juta (4,95%) dan US$ 275,60 juta (4,09%) (Gambar 5.7).
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
61
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
Gambar 6.7. Negara tujuan ekspor TSRN 20, standar karet Indonesia lainnya (HS 4001222000), 2010 Pada urutan kedua wujud karet yang dominan diekspor Indonesia adalah TSNR 10 (HS 4001221000). Negara tujuan ekspor TSNR 10 pada tahun 2010 adalah China yang mencapai 40,06% dari total ekspor TSNR 10 Indonesia atau setara dengan US$ 79,07 juta, disusul kemudian ekspor ke Amerika Serikat sebesar US$ 31,08 juta (15,75%), dan Afrika Selatan sebesar US$ 13,72 juta (6,95%). Ekspor TSNR 10 ke negara berikutnya hanya berkontribusi masing-masing kurang dari 5% yakni Lithuania, Kanada dan Belanda masing-masing sebesar 4,19%, 4,09% dan 3,31%. Negara tujuan ekspor TSRN 10 Indonesia tahun 2010 tersaji pada Gambar 5.8.
62
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
Gambar 5.8. Negara tujuan ekspor TSRN 10, standar karet Indonesia lainnya (HS 4001221000), 2010
Gambar 5.9. Negara tujuan ekspor karet wujud RSS Grade 1 (HS 4001211000), 2010 Pada urutan ketiga wujud karet yang dominan diekspor Indonesia adalah RSS Grade 1 (HS 4001211000). Negara tujuan ekspor RSS Grade 1 pada tahun 2010 adalah Taiwan yang mencapai 19,02% dari total ekspor Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
63
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
RSS Grade 1 Indonesia atau setara dengan US$ 35,44 juta, disusul kemudian ekspor ke Amerika Serikat sebesar US$ 30,45 juta (16,35%), India sebesar US$ 30,19 juta (16,21%), dan China sebesar US$ 19,73 juta, (10,59%). Ekspor RSS Grade 1 ke negara berikutnya hanya berkontribusi masing-masing kurang dari 10% yakni Singapura, Jepang dan Belanda masing-masing sebesar 9,46%, 7,91% dan 4,24%. Negara tujuan ekspor RSS Grade 1 Indonesia tahun 2010 tersaji pada Gambar 6.9. Walaupun dalam nominal yang jauh lebih kecil dari angka ekspor karet, Indonesia melakukan impor karet yang didominasi oleh wujud
carboxylated styrene butadine rubber (SBR) lainnya (HS 4002190000), butadiene rubber (HS 4002200000), serta isobutene-isoprene (buthyl) rubber/IIR (HS 4002310000). Impor karet jenis wujud carboxylated styrene butadine rubber (SBR) lainnya (HS 4002190000), menempati urutan pertama yang diimpor oleh Indonesia yakni mencapai US$ 216,25 juta pada tahun 2010 (Gambar 5.10).
Gambar 5.10. Persentase impor karet Indonesia berdasarkan kode HS, 2010
64
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
Bila dilihat perdagangan karet di dunia, maka tiga negara yang tergabung dalam International Tripartite Rubber Council/ITRC yakni Indonesia, Thailand dan Malaysia merupakan negara eksportir karet terbesar di dunia. Berdasarkan data nilai ekspor karet dunia yang bersumber dari FAO, pada tahun 2005–2009 nilai ekspor ke-tiga negara eksportir karet tersebut secara kumulatif memberikan kontribusi sekitar 88,16% terhadap total nilai ekspor karet di dunia. Indonesia dan Thailand merupakan negara eksportir karet terbesar pertama dan kedua di dunia yang memberikan kontribusi masing-masing sebesar 37,52% dan 34,86% dengan nilai ekspor rata-rata selama periode tahun 2005 – 2009 masingmasing sebesar US$ 4,3 milyar dan US$ 3,99 milyar. Pada urutan berikutnya yakni Malaysia
yang memberikan kontribusi sebesar 15,78%
terhadap total ekspor karet dunia atau mencapai US$ 1,81 milyar (Gambar 5.11). Negara eksportir karet dunia tahun 2005 – 2009 secara rinci disajikan pada Lampiran 5.6.
Gambar 5.11. Negara eksportir karet terbesar dunia, rata-rata 2005 - 2009
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
65
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
Sementara, negara-negara importir karet didonimasi oleh
negara-
negara industri khususnya industri otomotif yang banyak menggunakan karet sebagai bahan baku. Berdasarkan data dari FAO periode tahun 2005 2009, terdapat 8 (delapan) negara importir karet terbesar di dunia yang secara kumulatif memberikan kontribusi 72,74% terhadap total nilai impor karet di dunia berturut-turut yaitu China, Amerika Serikat, Jepang, Korea, Jerman, Perancis, Brazil dan Spayol (Gambar 5.12).
China sebagai negara
importir karet terbesar yaitu 23,16% dari total impor dunia atau senilai US$ 2,66 milyar per tahun, disusul USA dan Jepang masing-masing sebesar 15,40% dan 14,97% atau masing-masing senilai US$ 1,77 milyar dan US$ 1,72 milyar. Sementara, Korea, Jerman, Perancis, Brazil, dan Spanyol masing-masing mengimpor karet dengan kontribusi kurang dari 6% dari total impor karet dunia. Negara importir karet dunia tahun 2005 – 2009 secara rinci disajikan pada Lampiran 5.7.
Gambar 5.12. Negara importir karet terbesar dunia, rata-rata 2005 – 2009
66
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
5.4. ANALISIS KINERJA PERDAGANGAN KARET Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) digunakan untuk menganalisis posisi atau tahapan perkembangan suatu komoditas. nilai ISP
Hasil perhitungan
karet primer berupa latek dan karet manufaktur diantaranya
berupa karet alam lembaran (RSS) dan TSRN, standar karet Indonesia serta total karet Indonesia tahun 2006 - 2010 disajikan pada Tabel 6.2. Nilai ISP dihitung menggunakan indikator nilai ekspor dan impor. Nilai ISP karet primer seperti yang tersaji pada Tabel 6.2 pada tahun 2006 adalah sebesar 0,109 yang menunjukkan bahwa komoditas karet Indonesia dalam wujud latek berada pada tahapan subtitusi impor dalam perdagangan dunia. Namun demikian, pada tahun-tahun berikutnya hingga tahun 2010, semakin menurun daya saingnya dalam ditunjukkan oleh nilai ISP yang negatif
perdagangan
dunia yang
hingga -0,823 pada tahun 2010.
Indonesia mempunyai daya saing yang sangat kuat atau pada tahap pematangan ekspor pada produk karet manufaktur, khususnya wujud TSRN, standar karet Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan nilai ISP yang mencapai 0,991 pada tahun 2006. Pada periode berikutnya, nilai ISP karet manufaktur Indonesia mengalami penurunan namun masih bernilai 0,932 pada tahun 2010 yang berarti karet manufaktur Indonesia masih berada pada tahap pematangan ekspor atau dapat dikatakan memiliki daya saing tinggi
atau
dikatakan
Indonesia
sebagai
negara
pengekspor
karet
manufaktur dunia (Gambar 5.13).
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
67
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
Tabel 6.2. Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) karet primer, karet manufaktur dan total karet Indonesia, 2006 – 2010 Nilai (000 US$)
Uraian
2006
2007
2008
2009
2010
Primer Ekspor-Impor
2.524
(192.113)
(472.221)
(338.502)
(544.936)
Ekspor+Impor
23.220
330.064
587.780
417.066
661.935 -0,823
ISP
0,109
-0,582
-0,803
-0,812
Manufaktur Ekspor-Impor
4.290.801
4.806.094
5.881.430
3.246.123
7.150.322
Ekspor+Impor
4.328.388
5.029.250
6.307.504
3.576.307
7.672.904 0,932
ISP
0,991
0,956
0,932
0,908
Total Karet Ekspor-Impor
4.293.324
4.613.982
5.409.209
2.907.621
6.605.386
Ekspor+Impor
4.351.607
5.359.314
6.895.284
3.993.373
8.334.839 0,793
ISP
0,987
0,861
0,784
0,728
Sumber: BPS, diolah Pusdatin
Gambar 5.13. Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) karet primer, manufaktur dan total karet Indonesia, 2006 – 2010 Sejalan dengan nilai ISP diatas maka bila dilihat dari kemampuan produksi karet dalam negeri terlihat cukup tinggi bahkan sebagian besar untuk diekspor/surplus, 68
hal ini dapat dilihat dari SSR mencapai diatas
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
300%, bahkan pada tahun 2006 mencapai 725,29% meskipun pada tahun berikutnya mengalami fluktuasi dan cenderung menurun (Tabel 5.3 dan Gambar 6.14). Meskipun demikian, Indonesia tetap melakukan impor karet yang sebagian besar dalam wujud karet primer/latek, hal ini terlihat dari nilai IDR tahun 2006 -2010 yang makin meningkat berkisar antara 3,77% pada tahun 2006 menjadi sebesar 66,77% pada tahun 2010. Tabel 5.3. Import Dependency Ratio (IDR) dan Self Sufficiency Ratio (SSR) karet Indonesia, 2006 – 2010 No.
Uraian
2006
2007
Tahun 2008 Ton
2009
2010
1
Produksi
2.637.231
2.755.172
2.751.286
2.440.347
2.591.935
2
Ekspor
2.287.310
2.489.245
2.345.457
2.067.312
2.420.716
3
Impor
13.691
174.664
283.057
269.717
344.005
4
Produksi + Impor - Ekspor
363.612
440.591
688.885
642.752
515.224
IDR (%)
3,77
39,64
41,09
41,96
66,77
SSR (%)
725,29
625,34
399,38
379,67
503,07
Sumber : BPS dan Ditjen Perkebunan, dioah Pusdatin
Gambar 5.14. Import Dependency Ratio (IDR) dan Self Sufficiency Ratio (SSR) karet Indonesia, 2006 – 2010 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
69
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
Indeks Keunggulan Komparatif atau RSCA (Revealed Symmetric
Comparative Advantage) merupakan salah satu metode yang digunakan untuk mengukur keunggulan komparatif di suatu wilayah, untuk mengukur keunggulan komparatif karet Indonesia dalam perdagangan dunia.
Hasil
analisis RSCA karet Indonesia dapat dilihat pada Tabel 5.4. Tabel
5.4.
Indeks keunggulan komparatif perdagangan dunia, 2006-2009
karet
Indonesia
dalam
Nilai Ekspor (000 US$)
Uraian
2006 Dunia 14.767.795 Indonesia 4.320.249 Dunia 11.341.430.451 Non Migas Indonesia 79.589.100 Rasio Dunia 0,00 Indonesia 0,05 RCA 41,6876 RSCA 0,95 Sumber: BPS dan UNComtrade, diolah Pusdatin Karet
2007 15.902.351 4.868.746 12.881.778.535 92.012.300 0,00 0,05 42,8633 0,95
2008 19.368.535 6.056.574 14.484.741.087 107.894.200 0,00 0,06 41,9800 0,95
2009 11.312.005 3.420.610 9.474.520.000 97.491.700 0,00 0,04 29,3869 0,93
Berdasaran hasil perhitungan yang tersaji pada Tabel 5.4, terlihat bahwa komoditas karet Indonesia memiliki keunggulan komperatif yang cukup besar di pasar dunia, hal ini ditunjukkan nilai RSCA tahun 2006 2009 mendekati nilai 1 dan relatif stabil selama periode tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa pangsa ekspor karet Indonesia terhadap total ekspor non migas lebih tinggi dibandingkan pangsa ekspor karet dunia terhadap ekspor non migas dunia.
Tingginya nilai RSCA karet tersebut terutama
disumbangkan dari wujud karet TSRN, standar karet Indonesia (HS 400122) dan karet alam lainnya (HS 400129) yang memiliki keunggulan komparatif cukup besar mencapai 0,95 dan 0,93 (Lampiran 5.9). Untuk mengetahui posisi produk ekspor karet dalam suatu pasar, dapat digunakan perhitungan CMSA (Constant Market Share Analysis) atau model pangsa pasar konstan. Dengan perhitungan CMSA, dapat diketahui efek pertumbuhan dunia (World Growth Effect), efek komposisi komoditas (Commodity Composition Effect), efek distribusi pasar (Market Distribution 70
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
Effect) dan efek daya saing produk (Competitiveness Effect). Guna mengkaji efek distribusi pasar dan daya saing produk karet Indonesia, dilakukan perhitungan nilai CMSA di negara-negara mitra dagang karet Indonesia yakni Amerika Serikat, China, Jepang dan Korea Selatan. Hasil perhitungan CMSA karet Indonesia tahun 2005 - 2010 di pasar dunia serta ke negara–negara tujuan ekspor terbesar karet Indonesia disajikan pada Tabel 5.5. Nilai ekspor karet Indonesia ke dunia dari tahun 2005 sampai dengan 2010 mengalami peningkatan yang cukup signifikan yakni mencapai 159,01% atau dari US$ 3,0 milyar pada tahun 2005 menjadi US$ 7,78 milyar pada tahun 2010. Peningkatan ekspor karet Indonesia pada periode tersebut didorong oleh adanya pengaruh pertumbuhan dunia atau adanya peningkatan kebutuhan karet dunia yang meningkat sebesar 88,81%. Hal ini mencerminkan bahwa Indonesia telah mengambil peranan yang cukup besar dalam pemenuhan permintaan karet dunia. Peningkatan ekspor karet Indonesia ke dunia selama periode tahun 2005 – 2010 juga dipengaruhi oleh meningkatnya pengaruh komposisi komoditas sebesar 6,79%. Indonesia bermitra dengan 4 negara utama dalam perdagangan karet dunia yakni Amerika Serikat di urutan pertama, dan disusul ke negara China, Jepang dan Korea Selatan. Berdasarkan hasil analisis efek distribusi pasar, walaupun terjadi peningkatan ekspor karet Indonesia ke dunia namun terjadi hambatan di pasar Amerika Serikat dan China sebagai negara tujuan utama ekspor karet Indonesia. Hal ini berkaitan dengan adanya krisis ekonomi yang terjadi di negara tersebut khususnya di Amerika Serikat. Permintaan karet Indonesia di negara-negara tersebut tidak sejalan dengan meningkatnya
permintaan
karet
di
negara-negara
lain.
Hal
ini
mengakibatkan kinerja ekspor karet Indonesia menjadi terhambat karena ekspor karet terkonsentrasi ke negara-negara yang permintaannya relatif lambat (stagnan). Ekspor karet ke Amerika Serikat menghambat kinerja ekspor karet Indonesia ke dunia sebesar 5,18% atau US$ 247,24 juta, ke Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
71
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
China menghambat sebesar 3,45% atau US$ 164,65 juta. Namun demikian, terjadi dorongan pasar karet Indonesia di negara tujuan berikutnya yakni Jepang dan Korea Selatan. Ekspor karet Indonesia ke Jepang mendorong kinerja ekspor karet Indonesia sebesar 0,54% atau senilai US$ 25,96 juta dan ke Korea Selatan sebesar 0,19% atau senilai US$ 0,19%. Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 5.5, terlihat daya saing karet Indonesia di pasar dunia pada tahun 2005 -2010 secara umum cukup baik atau positif di semua negara mitra dagang. Hal ini menunjukkan bahwa karet asal Indonesia mampu bersaing dengan karet dari negara-negara pesaing lainnya. Tabel 5.5. Hasil perhitungan Constant Market Share Analysis (CMSA) karet Indonesia ke dunia, 2005 - 2010 No. 1
2
3
4
Uraian World Growth Effect US$ % Commodity Composition Effect US$ % Market Distribution Effect US$ % Competitiveness Effect US$ %
USA
Negara Tujuan China Jepang
4.240.998.603 88,81 324.092.847 6,79 -199.650.127 -4,18
-247.243.116 -5,18
-164.646.063 -3,45
25.957.069 0,54
9.306.261 0,19
409.744.336 8,58
457.337.325 9,59
374.740.272 7,85
184.137.140 3,86
200.787.948 4,20
Sumber : UNcomtrade, diolah Pusdatin Keterangan : Kode HS yang digunakan dalam analisis ini meliputi 400110, 400121, 400122, dan 400129.
72
Korea
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
Lampiran 5.1. Provinsi sentra produksi karet di Indonesia, 2006 – 2010
No
Provinsi
Produksi (Ton) Rata-rata
Share kumulatif (%)
2006
2007
2008
2009
1 Sumatera Selatan
517.799
542.538
543.698
484.000
515.965
520.800
19,76
19,76
2 Sumatera Utara
427.872
447.202
443.519
382.073
413.597
422.853
16,05
35,81
3 Riau
350.808
366.781
365.542
325.109
345.611
350.770
13,31
49,12
4 Jambi
292.653
306.026
305.828
273.173
290.439
293.624
11,14
60,26
5 Kalimantan Barat
256.751
266.643
266.144
237.848
252.604
255.998
9,71
69,98
6 Kalimantan Tengah
189.372
198.384
198.064
177.374
188.243
190.287
7,22
77,20
7 Lainnya
601.976
627.598
628.491
560.770
585.476
600.862
22,80
100,00
2.637.231
2.755.172
2.751.286
2.440.347
2.591.935
2.635.194
100,00
Indonesia
2010*)
Share (%)
Sumber : D itjen Perkebunan diolah Pusdatin Keterangan : *) Angka sementara
Lampiran 5.2. Perkembangan harga produsen karet getah tebal dan harga karet kering di pasar domestik, 2000 – 2009 Harga Produsen Karet getah tebal Pertumbuhan (Rp/kg) (%)
Tahun
Harga Pasar Domestik *) (Rp/kg)
Pertumbuhan (%)
5.073
2000
1.574
2001
1.731
9,94
4.269
-15,85
2002
1.930
11,53
5.001
17,15
2003
2.275
17,89
5.867
17,32
2004
3.036
33,42
8.538
45,53
2005
3.925
29,29
9.651
13,04
2006
5.187
32,15
13.529
40,18
2007
6.588
27,01
17.047
26,00
2008
7.773
17,99
-
-
5.824
-25,07
-
-
2009
Rata-rata dan laju pertumbuhan (%) 2000 - 2009
3.984
17,13
8.622
20,48
Sumber : BPS dan Direktorat Jenderal Perkebunan, diolah Pusdatin Keterangan : *) harga slab kadar karet kering 100% - tidak tersedia data tahun 2008 harga pasar domestik
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
73
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
Lampiran 5.3. Perkembangan harga produsen karet getah tebal di provinsi sentra di Indonesia, 2000 - 2009 Tahun No
Tahun
1
2000
1.355
1.427
1.887
1.848
1.327
1.281
1.574
2
2001
1.629
1.665
1.880
1.786
1.570
1.499
1.731
3
2002
1.684
1.973
2.148
1.935
1.501
1.924
1.930
4
2003
2.262
2.349
2.768
2.326
1.983
2.174
2.275
5
2004
2.928
2.689
3.575
3.558
2.304
2.325
3.036
6
2005
3.621
3.798
5.178
4.376
2.835
3.400
3.925
7
2006
5.025
5.181
6.842
8.125
3.422
5.008
5.187
8
2007
7.228
5.810
7.228
7.302
4.338
5.308
6.588
9
2008
8.222
7.276
8.834
9.182
7.742
6.717
7.773
10
2009
6.032
5.360
6.073
6.629
5.162
5.008
5.824
19,76
18,44
17,13
Sumsel
Sumut
Riau
Jambi
Kalbar
Kalteng
Rata-rata Indonesia
Rata-rata pertumbuhan (%) 2000 - 2009
20,08
17,49
16,16
19,41
Sumber: BPS, diolah Pusdatin
Lampiran 5.4. Perkembangan ekspor dan impor karet primer dan karet manufaktur Indonesia, 2006 – 2010 No.
Uraian
1 Volume Ekspor (Ton) - Primer - Manufaktur Persentase Thd total (%) - Primer - Manufaktur 2 Nilai Ekspor (000 US$) - Primer - Manufaktur Persentase Thd total (%) - Primer - Manufaktur 3 Volume Impor (Ton) - Primer - Manufaktur Persentase Thd total (%) - Primer - Manufaktur 4 Nilai Impor (000 US$) - Primer - Manufaktur Persentase Thd total (%) - Primer - Manufaktur
2006 2.287.310 8.334 2.278.976
2007 2.489.245 52.914 2.436.331
Tahun 2008 2.345.457 32.279 2.313.179
2009 2.067.312 29.550 2.037.762
2010 2.420.716 31.800 2.388.916
Pertumbuhan (%) 2006 - 2010 2,07 123,77 1,79
0,36 99,64 4.322.466 12.872 4.309.594
2,13 97,87 4.986.648 68.976 4.917.672
1,38 98,62 6.152.246 57.779 6.094.467
1,43 98,57 3.450.497 39.282 3.411.215
1,31 98,69 7.470.112 58.499 7.411.613
27,83 109,14 27,82
0,30 99,70 13.691 5.823 7.868
1,38 98,62 174.664 137.161 37.503
0,94 99,06 283.057 207.227 75.830
1,14 98,86 269.717 212.172 57.545
0,78 99,22 344.005 249.622 94.383
315,16 581,63 129,69
42,53 57,47 29.141 10.348 18.793
78,53 21,47 372.666 261.088 111.578
73,21 26,79 743.037 530.000 213.037
78,66 21,34 542.876 377.784 165.092
72,56 27,44 864.726 603.435 261.291
327,64 639,27 155,10
35,51 64,49
70,06 29,94
71,33 28,67
Sumber : BPS diolah Pusdatin
74
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
69,59 30,41
69,78 30,22
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
Lampiran 5.5. Negara tujuan ekspor karet Indonesia menurut kode HS (Harmony System), 2010 No
Kode HS
Uraian
Negara tujuan
1 4001.22.20.00
Technically Specified Natural Rubber (TSNR) - 20
2 4001.22.10.00
Technically Specified Natural Rubber (TSNR) - 10
3 4001.21.10.00
Rubber Smoked Sheet (RSS) Grade I
4
Lainnya
Total Amerika Serikat China Jepang Brasilia Singapura Rep. Korea Lainnya Total China Amerika Serikat Afrika Selatan Lithuania Kanada Belanda Lainnya Total Taiwan Amerika Serikat India China Singapura Jepang Belanda Lainnya
Total
Ekspor
Share thd total (%)
Volume (Ton) Nilai (US$ 000) 2.165.418 6.745.314 497.276 1.540.844 381.529 1.194.294 307.596 954.199 106.921 338.998 333.635 109.291 275.601 89.919 262.860 2.517.769 63.733 197.377 25.077 79.071 10.113 31.080 13.720 4.435 2.742 202 2.623 8.068 1.976 6.540 7.484 67.981 57.888 186.289 11.009 35.439 9.525 30.455 9.375 30.194 6.345 19.731 5.616 17.623 4.555 14.744 2.415 7.902 9.047 30.201 133.677 341.133 2.420.716
7.470.112
Volume 89,45 20,54 15,76 12,71 4,42 13,78 11,39 10,86 2,63 1,04 0,42 0,57 0,11 0,11 0,08 0,31 2,39 0,45 0,39 0,39 0,26 0,23 0,19 0,10 0,37 5,52
Nilai 90,30 20,63 15,99 12,77 4,54 1,46 1,20 33,70 2,64 1,06 0,42 0,06 0,00 0,11 0,09 0,91 2,49 0,47 0,41 0,40 0,26 0,24 0,20 0,11 0,40 4,57
100,00
100,00
Sumber: BPS, diolah Pusdatin
Lampiran 5.6. Impor karet Indonesia menurut kode HS (Harmony System), 2010 No
Kode HS
1 4002.19.00.00
Impor
Uraian
Share thd total (%)
Volume (Ton) Nilai (US$ 000)
Carboxylated styrene butadine rubber (SBR) lainnya
Volume
Nilai
98.383
216.247
28,60
25,01
2 4002.20.00.00
Butadiene rubber
56.564
147.022
16,44
17,00
3 4002.31.00.00
Isobutene-isoprene (buthyl) rubber/IIR
12.935
49.026
3,76
5,67
4 4002.70.00.00
Etylene-propilene non conjungated diene rubber
9.772
30.740
2,84
3,55
5 4002.11.00.00
Lateks
15.325
23.075
4,45
2,67
6
Lainnya
151.027
398.617
43,90
46,10
100,00
100,00
Total
344.005
864.726
Sumber: BPS, diolah Pusdatin
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
75
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
Lampiran 5.7. Negara eksportir karet terbesar dunia, 2005 – 2009
No
Negara
Nilai ekspor (000 US$) 2005
2006
2007
2008
2009
Rata-rata
Share (%)
Share Kumulatif (%)
1
Indonesia
2.577.560
4.322.466
4.986.648
6.152.246
3.450.497
4.297.883
37,52
72,38
2
Thailand
2.947.690
4.202.570
4.372.730
5.334.490
3.112.600
3.994.016
34,86
34,86
3
Malaysia
1.433.300
2.112.440
2.002.410
2.306.080
1.182.810
1.807.408
15,78
88,16
4
Viet Nam
244.522
413.509
444.300
448.785
364.426
383.108
3,34
91,50
5
Pantai Gading
196.975
310.166
354.542
494.920
340.667
339.454
2,96
94,46
6
Liberia
95.000
100.000
115.000
85.000
70.000
93.000
0,81
95,28
7
Guatemala
50.705
67.003
96.356
139.490
93.244
89.360
0,78
96,06
8
Sri Lanka
45.550
80.942
84.099
108.052
87.775
81.284
0,71
96,76
9
India
72.255
88.758
84.664
68.688
29.666
68.806
0,60
97,37
2.911.367
4.790.773
4.542.998
6.827.405
3.925.923
4.599.693
40,15
137,52
7.997.364
12.166.161
12.097.099
15.812.910
9.207.111
11.456.129
100,00
10 Lainnya Dunia Sumber : FAO diolah Pusdatin
Lampiran 5.8. Negara importir karet terbesar dunia, 2005 – 2009 No
Negara
Nilai impor (000 US$) 2005
2006
2007
2008
2009
Rata-rata
Share (%)
Share Kumulatif (%)
1
China
1.827.329
2.900.838
3.099.145
4.070.853
2.592.942
2.664.794
23,16
23,16
2
Amerika Serikat
1.433.330
1.863.420
1.960.380
2.672.270
1.259.610
1.771.885
15,40
38,55 53,53
3
Japan
1.174.060
1.814.360
1.771.110
2.355.250
2.183.890
1.722.883
14,97
4
Korea
468.934
680.935
732.809
938.569
554.284
632.188
5,49
59,02
5
Jerman
343.958
509.685
563.881
665.459
350.355
453.022
3,94
62,96
6
Perancis
337.528
483.909
511.399
604.005
243.602
417.986
3,63
66,59
7
Brasil
248.922
367.859
452.960
624.108
253.032
362.984
3,15
69,74
8
Spanyol
263.702
367.966
432.756
511.583
236.903
345.199
3,00
72,74 100,00
9
Lainnya Dunia
2.135.586 8.233.349
3.382.169
3.809.474
4.470.855
3.055.698
3.136.862
27,26
12.371.141
13.333.914
16.912.952
10.730.316
11.507.803
100,00
Sumber : FAO diolah Pusdatin
76
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
Lampiran 5.9. Hasil perhitungan nilai RCA dan RSCA karet Indonesia, 2006 – 2009 Nilai Ekspor (000 US$) Karet
Uraian Dunia Kode HS Kode HS Kode HS Kode HS
Non Migas
Dunia Indonesia
Share
Dunia Kode HS Kode HS Kode HS Kode HS
RSCA
2006 14.767.795 1.764.014 2.902.504 6.879.118 3.222.159
2007 15.902.351 2.026.756 2.671.681 9.472.603 1.731.312
2008 19.368.535 2.143.826 2.817.364 12.355.478 2.051.867
2.582.039 4.571 430.068 2.147.401
4.320.249 12.417 609.001 3.698.831
4.868.746 10.480 560.423 4.295.514 2.329
6.056.574 14.691 365.545 5.674.460 1.877
9.688.385.264 66.428.400
11.341.430.451 79.589.100
12.881.778.535 92.012.300
14.484.741.087 107.894.200
400110 400121 400122 400129
Indonesia Kode HS 400110 Kode HS 400121 Kode HS 400122 Kode HS 400129
RCA
2005 12.632.390
400110 400121 400122 400129
0,00130 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000
0,00130 0,00016 0,00026 0,00061 0,00028
0,00123 0,00016 0,00021 0,00074 0,00013
0,00134 0,00015 0,00019 0,00085 0,00014
Indonesia Kode HS 400110 Kode HS 400121 Kode HS 400122 Kode HS 400129
0,03887 0,00007 0,00647 0,03233 0,00000
0,05428 0,00016 0,00765 0,04647 0,00000
0,05291 0,00011 0,00609 0,04668 0,00003
0,05613 0,00014 0,00339 0,05259 0,00002
Karet Kode HS Kode HS Kode HS Kode HS
400110 400121 400122 400129
29,81 #DIV/0! #DIV/0! #DIV/0! #DIV/0!
41,69 1,00 29,90 76,62 0,00
42,86 0,72 29,37 63,49 0,19
41,98 0,92 17,42 61,66 0,12
Karet Kode HS Kode HS Kode HS Kode HS
0,94 400110 400121 400122 400129
#DIV/0! #DIV/0! #DIV/0! #DIV/0!
0,95 0,00 0,94 0,97 -1,00
0,95 -0,16 0,93 0,97 -0,68
0,95 -0,04 0,89 0,97 -0,78
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
77
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
78
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
VI. KINERJA P ERDAGANGAN KELAPA SAWIT Kelapa sawit adalah tumbuhan industri penting penghasil minyak masak, minyak industri, maupun bahan bakar. Indonesia adalah penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Bagian yang paling populer untuk diolah dari kelapa sawit adalah buah. Bagian daging buah menghasilkan minyak kelapa sawit mentah yang diolah menjadi bahan baku minyak goreng dan berbagai jenis turunannya (wikipedia.org). Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas andalan dari sektor perkebunan dan sumber penghasil devisa bagi Indonesia.
Pada tahun
2010, devisa yang dihasilkan dari ekspor kelapa sawit sebesar US$ 15,41 milyar dari total volume ekspor sebesar 20,4 juta ton. Areal kelapa sawit Indonesia tahun 2010 mencapai 8,04 juta hektar, yang terdiri dari areal perkebunan rakyat (PR) sebesar 38,3% atau 3,08 juta hektar, perkebunan besar swasta (PBS) sebesar 53,8% atau 4,32 juta hektar dan perkebunan besar negara (PBN) hanya sebesar 7,9% atau 637,5 ribu hektar. Produksi kelapa sawit Indonesia tahun 2010 adalah sebesar 19,76 juta ton minyak sawit dan 3,95 juta ton inti sawit. Produksi kelapa sawit
tersebut sebagian besar atau 86% ditujukan untuk ekspor atau
sebesar 20,4 juta ton dalam wujud minyak sawit, inti sawit dan lain-lain. Volume ekspor kelapa sawit Indonesia yang cukup besar tersebut menjadikan Indonesia negara eksportir kelapa sawit terbesar kedua dunia setelah Malaysia.
6.1. SENTRA PRODUKSI KELAPA SAWIT
Bila dilihat dari rata-rata produksi kelapa sawit per provinsi tahun 2006 – 2010,
terdapat 7 (tujuh) provinsi sentra produksi minyak sawit
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
79
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
yang memberikan kontribusi sebesar 81,88% terhadap total produksi minyak sawit Indonesia, seperti yang disajikan pada Gambar 6.1. 4,61%
18,12%
5,07% 6,81%
8,31%
30,08%
10,15% 16,86%
Riau Kalteng Sumbar
Sumut Jambi Provinsi Lainnya
Sumsel Kalbar
Gambar 6.1. Provinsi sentra produksi minyak sawit Indonesia, (rata-rata 2006 – 2010)
Gambar 6.1. menunjukkan bahwa provinsi-provinsi di Pulau Sumatera mendominasi sentra produksi kelapa sawit Indonesia yakni Riau, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jambi dan Sumatera Barat dengan kontribusi masing-masing sebesar 30,08%, 16,86%, 10,15%, 6,81% dan 4,61% terhadap total produksi minyak sawit Indonesia. provinsi
Kalimantan
Tengah
dan
Kalimantan
Barat
Selanjutnya, masing-masing
berkontribusi sebesar 8,31% dan 5,07%. Perkembangan produksi minyak sawit di provinsi sentra di Indonesia tahun 2006 – 2010 secara rinci disajikan pada Lampiran 6.1.
80
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
6.2. KINERJA PERDAGANGAN KELAPA SAWIT DALAM NEGERI Untuk melihat kinerja perdagangan kelapa sawit dalam negeri diantaranya dengan melihat perkembangan rata-rata harga kelapa sawit di tingkat petani (harga produsen). Harga Produsen kelapa sawit ini merupakan tanaman perkebunan rakyat yang dikumpulkan melalui survei BPS harga-harga di pedesaan yang dilakukan setiap bulan. Harga produsen Kelapa Sawit tahun 2005 - 2009 secara umum menunjukkan pola pertumbuhan meningkat sebesar 22,3% per tahun (Gambar 6.2).
(Rp/ton) 1.400.000
Harga Produsen Kelapa sawit
1.200.000 1.000.000 800.000 600.000 400.000 200.000
2009
2008
2007
2006
2005
0
Harga Kelapa sawit
Gambar 6.2. Perkembangan harga produsen Kelapa sawit, 2005 - 2009 Harga produsen Kelapa Sawit pada tahun 2005 adalah sebesar Rp. 515,80 ribu/ton dan tahun 2009 naik hingga mencapai Rp. 1,06 juta/ton atau naik dengan rata-rata 22,3% per tahun. Pada periode tahun 2005 – 2009, harga tertinggi terjadi pada tahun 2008, dengan harga produsen sebesar 1,198 juta/ton. (Lampiran 6.2). Melonjaknya harga Kelapa sawit
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
81
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
pada tahun 2008 dikarenakan permintaan dalam negeri akan minyak sawit yang cukup tinggi, serta melonjakknya harga minyak sawit dunia. Apabila mengkaitkan provinsi sentra produksi kelapa sawit pada uraian di atas dengan rata-rata harga produsen Kelapa Sawit periode Januari Desember 2009, menunjukkan harga di Provinsi Sumatera Selatan yang merupakan sentra memiliki rata-rata harga produsen terendah yaitu sebesar Rp 778 ribu per ton. Harga tertinggi terjadi di Sumatera Utara mencapai Rp 1,35 juta per ton, namun rata-rata harga produsen secara nasional tahun 2009 berkisar Rp 1,06 juta per ton (Gambar 6.3). Perkembangan harga produsen Kelapa Sawit Indonesia secara rinci disajikan pada Lampiran 6.3.
(Rp/Ton) 1.600.000 1.400.000 1.200.000 1.000.000 800.000 600.000 400.000 200.000 Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Juni
Juli
Ags
Sept
Okt
Nop
Des
Sumut
Sumbar
Riau
Jambi
Sumsel
Kalbar
Kalteng
Nasional
Gambar 6.3. Perkembangan harga produsen Kelapa Sawit di beberapa provinsi sentra di Indonesia, Januari - Desember 2009
6.3.
KINERJA PERDAGANGAN INTERNASIONAL
KELAPA
SAWIT
Kinerja perdagangan kelapa sawit internasional dapat didekati diantaranya dengan melihat neraca perdagangan kelapa sawit, yaitu ekspor dikurangi impor. Perkembangan neraca perdagangan kelapa sawit tahun 2006 – 2010 terus mengalami surplus yang berarti volume dan nilai 82
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
ekspor lebih besar dibandingkan volume dan nilai impornya.
Surplus
neraca perdagangan kelapa sawit terbesar dari sisi nilai terjadi pada tahun 2010 yakni mencapai US$ 15,37 milyar dengan volume 20,34 juta ton (Tabel 6.1). Tabel 6.1. Perkembangan neraca perdagangan kelapa sawit Indonesia, 2006 - 2010 No.
Uraian
Pertumb. (%)
Tahun 2006
2007
2008
2009
2010
2006 - 2010
1 Ekspor - Volume (Ton) - Nilai (000 US$)
15.386.946 5.551.160
15.200.733 9.078.283
18.141.004 14.110.229
21.669.489 11.728.840
20.394.174 15.413.640
17.100 11.088
4.662 7.038
11.721 13.106
24.273 16.522
48.511 43.435
15.369.846 5.540.072
15.196.071 9.071.245
18.129.283 14.097.123
21.645.216 11.712.318
20.345.663 15.370.205
7,92 33,38
2 Impor - Volume (Ton) - Nilai (000 US$)
71,41 59,66
3 Neraca Perdagangan - Volume (Ton) - Nilai (000 US$)
7,89 33,36
Sumber : BPS diolah Pusdatin
Tabel 6.1. menunjukkan bahwa rata-rata pertumbuhan volume neraca perdagangan mengalami peningkatan surplus sebesar 7,89% per tahun dengan pertumbuhan volume ekspor naik sebesar 7,92% dan volume impor naik sebesar 71,41% per tahun. Demikian pula pada nilai neraca perdagangan kelapa sawit yang mengalami peningkatan surplus sebesar 33,36% per tahun yang diikuti oleh peningkatan pertumbuhan nilai ekspor sebesar 33,38% per tahun dan nilai impor meningkat sebesar 59,66% per tahun. Perkembangan nilai neraca perdagangan kelapa sawit secara rinci tersaji pada Gambar 6.4.
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
83
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
(US$ juta) 16.000 14.000 12.000 10.000 8.000 6.000 4.000 2.000 2006
2007
Nilai Ekspor
2008
Nilai Impor
2009
2010
Neraca Perdagangan
Gambar 6.4. Perkembangan ekspor, impor dan neraca perdagangan kelapa sawit Indonesia, 2006 – 2010 Gambar 6.4 menunjukkan nilai impor kelapa sawit yang sangat kecil dibandingkan nilai ekspornya sehingga tidak tampak jelas dalam gambar. Surplus nilai neraca perdagangan kelapa sawit mengalami pertumbuhan yang cukup besar mencapai 33,36% per tahun, surplus terbesar dicapai pada tahun 2010 yaitu mencapai US$ 15,37 milyar dengan nilai ekspor mencapai US$ 15,41 milyar sementara nilai impor cukup kecil hanya US$ 43,435 juta. (%) 100,00
96,31 87,38
79,88
87,03
80,00 60,00 40,00 20,00
7,71 12,41
11,21 1,41
2,81 0,88
5,08
7,89
0,00 Vol ekspor Minyak Sawit
Nilai ekspor
Vol Impor
Minyak Inti Sawit
Nilai ekspor Lain-lain
Gambar 6.5. Persentase ekspor dan impor minyak sawit, inti sawit dan lainlain di Indonesia, 2010 84
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
Wujud kelapa sawit yang diekspor selama tahun 2006 – 2010 sebagian besar atau sekitar 87% (nilai ekspor) adalah dalam bentuk minyak sawit.
Sementara, pada tahun 2010 sebesar 79,88% volume ekspor
Indonesia dalam bentuk minyak sawit dengan kontribusi nilai ekspor sebesar 87,38% atau senilai US$ 13,47 milyar (Gambar 6.5). Demikian pula, volume impor kelapa sawit tahun 2010 sebesar 96,31% juga dalam wujud minyak sawit dengan kontribusi nilai impor sebesar 87,03% atau senilai US$ 37,80 juta. Perkembangan ekspor dan impor minyak sawit, minyak inti sawit dan lain-lain di Indonesia tahun 2006 – 2010 secara rinci disajikan pada Lampiran 6.4. Apabila dikaji lebih jauh berdasarkan kode HS (Harmony Sistem) ekspor kelapa sawit tahun 2010, sebagian besar adalah dalam wujud minyak sawit mentah/CPO (HS 1511100000) sebesar 49,63% dari total nilai ekspor kelapa sawit atau senilai
US$ 7,65 milyar dan 20,96%
berupa
olein, dimurnikan, dijernihkan dan dihilangkan baunya (HS 1511909020) atau senilai US$ 3,23 milyar, serta 7,24%
berupa stearin, dimurnikan,
dijernihkan dan dihilangkan baunya (HS 1511909030) atau senilai US$ 1,12 milyar. Sementara, nilai ekspor dalam wujud crude oil atau palm
cernels/minyak inti sawit mentah (HS 1513210000) sebesar 9,51% dari total nilai ekspor kelapa sawit atau senilai US$ 1,47 milyar. Ekspor kelapa sawit per kode HS di Indonesia tahun 2010 secara rinci disajikan pada Lampiran 6.5.
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
85
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011 (%) 50,00
46,31
49,63
40,00 30,00
20,96 18,26
20,00 3,55 5,12 3,28
10,00
5,75
6,68
9,51
7,24
13,80
6,55
3,35
Vol ekspor
Lainnya
1513210000
1511909030
1511909020
1511909010
1511901000
1511100000
0,00
Nilai ekspor
Gambar 6.6. Persentase ekspor kelapa sawit berdasarkan kode HS, 2009 Bila ditelusuri lebih jauh, pada tahun 2010, nilai ekspor minyak sawit mentah (CPO) Indonesia dominan ditujukan ke 7 (tujuh) negara tujuan ekspor utama yaitu 47,44% ke India dengan nilai ekspor sebesar US$ 3,63 milyar, 13,85% ke Malaysia (US$ 1,06 milyar), 10,47% ke Belanda (US$ 800 juta), 6,20% ke Italia (US$ 474 juta), 6,02% ke Singapura (US$ 460 juta), ke Jerman dan Spanyol masing-masing sebesar 3,14% (US$ 240 juta) dan 3,01 % (US$ 230 juta) (Gambar 6.7). 10,47%
6,20%
6,02% 3,14% 3,01%
13,85%
9,87%
47,44% India
Malaysia
Belanda
Italia
Singapura
Jerman
Spanyol
Lainnya
Gambar 6.7. Negara tujuan ekspor minyak sawit mentah/CPO, 2010 86
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
3,77%
5,82%
2,75% 2,66% 2,22% 22,69%
20,74%
39,35%
Cina
India
Iran
Mynmar
Mesir
Rusia
Afrika Selatan
Lainnya
Gambar 6.8. Negara tujuan ekspor Indonesia berupa olein dimurnikan, dijernihkan dan dihilangkan baunya, 2010 Sementara,
negara
tujuan
ekspor
utama
olein,
dimurnikan,
dijernihkan dan dihilangkan baunya (HS 1511909020) pada tahun 2010 adalah sebesar 39,35% diekspor ke Cina dengan nilai ekspor US$ 1,27 milyar, 20,74% ke India (US$ 670 juta), 5,82% ke Iran (US$ 188 juta), dan ke Mynmar, Mesir, Rusia dan Afrika Selatan masing-masing kurang dari 4% dari total ekspor olein tersebut
(Gambar 6.8).
Kemudian, negara tujuan ekspor utama minyak inti sawit mentah (HS 1513210000) tahun 2010 sebesar 37,78% diekspor ke Malysia dengan nilai ekspor US$ 553 juta, 20,22% ke Cina (US$ 296 juta) , 20,11% ke Belanda (US$ 294 juta), 14,55% ke India (US$ 213 juta), dan negara lainnya sebesar 7,34% (Gambar 6.9).
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
87
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011 7,34% 37,78%
14,55%
20,11% 20,22% Malaysia
Cina
Belanda
India
Lainnya
Gambar 6.9. Negara tujuan ekspor minyak inti sawit mentah, 2010 Berdasarkan kode HS (Harmony Sistem), impor kelapa sawit tahun 2010 sebagian besar berupa minyak sawit dimurnikan, dijernihkan dan dihilangkan baunya (HS 1511909010) sebesar 78,8% dari total nilai impor kelapa sawit atau senilai US$ 34,23 juta dan 7,74% berupa minyak sawit mentah/CPO (HS 1511100000) atau senilai US$ 3,36 juta, berupa fraksi padat, tidak
serta 2,54%
dimodifikasi secara kimia, dari stearin kernel
kelapa sawit atau dari minyak babassu (HS 1513291100) atau senilai US$ 1,10 juta (Gambar 6.10).
(%) 87,53
90,00 80,00 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00
8,25 7,74
78,80
0,53 0,49
Volume Impor
1,40 2,54
2,3010,43
Nilai impor
Gambar 6.10. Persentase impor kelapa sawit berdasarkan kode HS, 2010 88
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
Negara asal minyak sawit dimurnikan, dijernihkan dan dihilangkan baunya (HS 1511909010) yang diimpor oleh Indonesia pada tahun 2010 sebagian besar atau 78,69% berasal dari Malaysia atau senilai US$ 34,23 juta. Sementara, nilai impor tahun 2010 berupa minyak sawit mentah (HS 1511100000) sebesar 7,74% berasal dari Thailand atau senilai US$ 3,36 juta. Negara asal impor kelapa sawit Indonesia per kode HS secara rinci disajikan pada Lampiran 6.6. Perdagangan minyak sawit di dunia tahun 2005 - 2009, berdasarkan data FAO, terdapat 4 (empat) negara eksportir minyak sawit terbesar yang secara kumulatif memberikan kontribusi sekitar 89,51% terhadap total nilai ekspor minyak sawit di dunia. Malaysia dan Indonesia merupakan negara eksportir minyak sawit terbesar pertama dan kedua di dunia yang memberikan kontribusi masing-masing sebesar 43,55% dan 39,71%, diikuti Belanda sebesar 5,02% dan Papau New Guinea sebesar 1,23% (Gambar 6.11).
Negara eksportir minyak sawit dunia tahun 2005 – 2009 secara
lebih rinci disajikan pada Lampiran 6.7.
39,71%
5,02%
43,55% 10,49% Malaysia
Indonesia
Belanda
1,23%
Papua New Guinea
Negara Lainnya
Gambar 6.11. Negara eksportir minyak sawit terbesar dunia, 2005 - 2009
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
89
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
Sementara, 5 (lima) negara importir minyak sawit terbesar di dunia selama periode tahun 2005 – 2009 secara kumulatif memberikan kontribusi sebesar 42,92% terhadap total nilai impor minyak sawit di dunia. Negaranegara tersebut adalah Cina, India, Belanda, Pakistan, Jerman, (Gambar 6.12).
Cina merupakan negara importir minyak sawit terbesar dengan
realisasi impor sebesar 17,80% dari total impor dunia atau senilai US$ 3,53 milyar per tahun, disusul India sebesar 10,70% atau US$ 2,12 milyar, disusul oleh Belanda, Pakistan dan Jerman yang masing-masing sebesar 5,37%, 5,17% dan 3,88%. Indonesia berada pada urutan ke-109 dengan rata-rata nilai impor minyak sawit Indonesia tahun 2005 – 2009 sebesar US$ 6,2 juta.
Negara importir minyak sawit dunia tahun 2005 – 2009
secara rinci disajikan pada Lampiran 6.8.
10,70
5,37
5,17
3,88
17,80
China
India
Belanda
Pakistan
Jerman
Gambar 6.12. Negara importir minyak sawit terbesar dunia, 2005 – 2009
6.4. ANALISIS KINERJA PERDAGANGAN KELAPA SAWIT Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) digunakan untuk menganalisis posisi atau tahapan perkembangan suatu komoditas. ISP minyak sawit, minyak inti sawit dan lain-lain dan total kelapa sawit Indonesia dapat dilihat pada Tabel 6.2. 90
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
Tabel 6.2 menunjukkan bahwa nilai ISP kelapa sawit yang dihitung berdasarkan nilai ekspor dan impor terlihat bernilai positif berkisar antara 0,974 s/d 1,00. Hal ini berarti bahwa komoditas kelapa sawit Indonesia dalam wujud minyak sawit dan minyak inti sawit pada perdagangan dunia telah berada pada tahap pematangan ekspor atau memiliki daya saing tinggi atau sebagai negara pengekspor kelapa sawit dunia.
Tabel 6.2. Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) minyak sawit, minyak inti sawit dan lain-lain Indonesia, 2006 – 2010 Uraian
Nilai (000 US$) 2006
Minyak Sawit Ekspor-Impor Ekspor+Impor ISP
2007
2008
2009
2010
4.811.088 4.824.196 0,997
7.867.615 7.869.663 1,000
12.370.556 12.380.584 0,999
10.445.438 10.471.691 0,997
13.431.165 13.506.767 0,994
Minyak Inti Sawit Ekspor-Impor Ekspor+Impor ISP
613.251 619.700 0,990
993.862 1.001.748 0,992
1.420.018 1.427.897 0,994
1.113.670 1.116.789 0,997
1.725.485 1.729.901 0,997
Lain-lain Ekspor-Impor Ekspor+Impor ISP
115.734 118.351 0,978
209.767 213.910 0,981
306.549 314.853 0,974
153.211 156.882 0,977
213.555 220.407 0,969
Total Sawit Ekspor-Impor Ekspor+Impor ISP
5.540.072 5.562.247 0,996
9.071.244 9.085.321 0,998
14.097.123 14.123.335 0,998
11.712.318 11.745.363 0,997
15.370.205 15.457.075 0,994
Sumber: BPS, diolah Pusdatin
Bila dilihat dari ratio ketergantungan terhadap impor kelapa sawit untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, Indonesia termasuk dalam kategori yang rendah ketergantungannya terhadap impor kelapa sawit, hal ini terlihat dari nilai IDR tahun 2006 -2010 hanya berkisar antara 0,05% sampai dengan 0,82% (Tabel 6.3).
Impor kelapa sawit yang sebagian
besar dalam wujud minyak sawit, olein yang dimurnikan, dijernihkan dan dihilangkan baunya walaupun dalam nilai yang sangat kecil. Sejalan dengan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
91
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
hal tersebut bila dilihat dari sisi kemampuan produksi kelapa sawit dalam negeri terlihat cukup tinggi bahkan sebagian besar untuk diekspor/surplus, hal ini dapat dilihat dari SSR yang cukup besar 265,26% s/d 545,28%. Hal ini dapat dilihat secara rinci pada Tabel 6.3.
Tabel 6.3. Import Dependency Ratio (IDR) dan Self Sufficiency Ratio (SSR) kelapa sawit Indonesia, 2006 – 2010 No
Uraian
Tahun 2008
2009
2010
Produksi (Ton) Minyak sawit Inti Sawit
20.821.018 17.350.848
21.197.670 17.664.725
21.047.746 17.539.788
23.189.152 19.324.293
23.712.013 19.760.011
3.470.170
3.532.945
3.507.958
3.864.859
3.952.002
2
Ekspor *) (Ton) Minyak sawit Inti Sawit
13.374.959 12.100.921 1.274.038
13.210.742 11.875.418 1.335.324
15.647.566 14.290.685 1.356.880
18.958.635 17.203.650 1.754.984
17.864.141 16.291.856 1.572.285
3
Impor *) (Ton) Minyak sawit Inti Sawit
15.054 11.416 3.639
4.247 1.068 3.179
10.994 8.822 2.172
22.187 21.138 1.048
48.082 46.720 1.362
4
Prod + Impor-Ekspor (Ton) Minyak sawit Inti Sawit
7.461.113 5.261.343 2.199.770
7.991.175 5.790.375 2.200.800
5.411.175 3.257.925 2.153.250
4.252.704 2.141.781 2.110.923
5.895.954 3.514.875 2.381.079
5
IDR (%) Minyak sawit Inti Sawit
0,20 0,22 0,17
0,05 0,02 0,14
0,20 0,27 0,10
0,52 0,99 0,05
0,82 1,33 0,06
6
SSR (%) Minyak sawit Inti Sawit
279,06 329,78 157,75
265,26 305,07 160,53
388,97 538,37 162,91
545,28 902,25 183,09
402,17 562,18 165,98
1
2006
2007
Sumber : BPS dioah Pusdatin Keterangan : *) tidak termasuk kode HS 1207992000 dan 2306600000
Indeks Keunggulan Komparatif atau RSCA (Revealed Symmetric
Comparative Advantage) merupakan salah satu metode yang digunakan untuk mengukur keunggulan komparatif di suatu wilayah, untuk mengukur keunggulan komparatif kelapa sawit Indonesia dalam perdagangan dunia. Hasil analisis RSCA kelapa sawit Indonesia dapat dilihat pada Tabel 6.4. Tabel 6.4. menunjukkan bahwa komoditas kelapa sawit Indonesia memiliki keunggulan komperatif yang cukup besar di pasar dunia, hal ini
92
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
ditunjukkan nilai RSCA tahun 2006 sebesar 0,97 dan di tahun 2009 sebesar 0,92. Tabel 6.4. Indeks keunggulan komparatif kelapa sawit Indonesia dalam perdagangan dunia, 2006 - 2009 No 1
Uraian
Dunia
2008
2009
5.551.160
9.078.283
14.110.229
11.728.840
13.647.179
13.259.848
26.075.323
24.033.496
79.589.100
92.012.300
107.894.200
157.779.103
11.341.430.451
12.881.778.535
14.484.741.087
8.232.447.029
Non Migas Indonesia Dunia
3
2007
Sawit Indonesia
2
Nilai Ekspor (000 US$) 2006
Rasio Indonesia Dunia RCA RSCA
0,07
0,10
0,13
0,07
0,00120
0,00103
0,00180
0,00292
57,96357
95,85066
72,64689
25,46347
0,97
0,98
0,97
0,92
Sumber: BPS dan UNComtrade, diolah Pusdatin
Perhitungan CMSA (Constant Market Share Analysis) digunakan untuk mengetahui posisi produk ekspor kelapa sawit dalam suatu pasar. Dengan perhitungan CMSA, dapat diketahui efek pertumbuhan dunia (World
Growth Effect), efek komposisi komoditas (Commodity Composition Effect), efek distribusi pasar (Market Distribution Effect) dan efek daya saing produk
(Competitiveness Effect). Berdasarkan hasil perhitungan CMSA kelapa sawit tahun 2006 - 2009 ke negara–negara tujuan ekspor terbesar kelapa sawit Indonesia diperoleh hasil analisis seperti tersaji pada Tabel 6.5.
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
93
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
Tabel 6.5. Hasil Perhitungan Constan Market Share Analysis (CMSA) kelapa sawit Indonesia ke dunia, 2006 - 2009 Total No. Uraian 1 World Growth Effect US$ % 2 Commodity Composition Effect US$ % 3 Market Distribution Effect US$ % 4 Competitiveness Effect US$ %
Negara Tujuan Cina
Belanda
India
Pakistan
4.231.205.161 89,03 ‐83.414.154 ‐1,76 403.520.125 8,49
19.593.342 0,41
‐23.101.807 ‐0,49
417.032.318 8,77
‐9.544.453 ‐0,20
201.148.803 585.448.163 627.910.156 4,23 12,32 13,21
187.994.029 3,96
614.352.802 12,93
Sumber : Uncomtrade, diolah Pusdatin
Total peningkatan nilai ekspor kelapa sawit Indonesia ke dunia dari tahun 2006 sampai dengan 2009 meningkat sebesar 111,35% atau senilai US$ 6,18 milyar yaitu dari US$ 5,55 milyar tahun 2006 menjadi US$ 11,73 milyar di tahun 2009. Peningkatan tersebut disebabkan adanya pengaruh pertumbuhan dunia atau kebutuhan kelapa sawit dunia meningkat sebesar 89,03% sementara pengaruh komposisi komoditas kelapa sawit menurun sebesar 1,76%.
Negara-negara tujuan utama ekspor kelapa sawit
Indonesia adalah Cina, Belanda, India, dan Pakistan. Jika ditinjau dari pengaruh distibusi pasar ke negara India mendorong kinerja ekspor kelapa sawit Indonesia ke dunia sebesar 8,77% atau US$ 417,03 juta begitu pula untuk Negara Cina sedikit mendorong kinerja ekspor kelapa sawit Indonesia sebesar 0,41% atau US$ 19,59 juta. Sedangkan ekspor kelapa sawit ke Belanda menghambat kinerja ekspor kelapa sawit ke dunia sebesar 0,49 % atau US$ 23,10 juta dan ke Pakistan menghambat sebesar 0,20% atau US$ 9,54 juta Daya saing kelapa sawit Indonesia di pasar global, khususnya di Negara-negara tujuan ekspor kelapa sawit Indonesia pada tahun 2006 – 2009 secara umum mampu bersaing dengan kelapa sawit dari negaranegara pesaing lainnya. Hal ini ditunjukkan oleh nilai efek daya saing yang positif pada periode 2006-2009 di pasar Cina, Belanda, India dan Pakistan. 94
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
Lampiran 6.1. Provinsi sentra produksi kelapa sawit di Indonesia, 2006 – 2010 No
Provinsi
Produksi (Ton) 2006
2007
2008
2009
4.685.660
5.117.730
5.764.203
5.932.310
6.064.391
5.512.859
30,08
30,08
2 Sumatera Utara
3.244.922
3.083.389
2.738.279
3.158.144
3.230.488
3.091.044
16,86
46,94
2.082.196
1.859.614
10,15
57,08
8,31
65,39 72,20
1.616.161
1.809.949
1.753.212
2.036.553
Rata-rata
Share kumulatif (%)
1 Riau
3 Sumatera Selatan
2010 *)
Share (%)
4 Kalimantan Tengah
1.383.317
1.387.696
1.449.294
1.677.976
1.717.494
1.523.155
5 Jambi
1.281.636
1.194.354
1.203.430
1.265.788
1.293.173
1.247.676
6,81
881.768
929.048
5,07
77,27
852.042
845.849
4,61
81,88 100,00
6 Kalimantan Barat 7 Sumatera Barat 8 Lainnya Indonesia
1.050.450 925.155
1.005.100 824.406
845.409 794.167
862.515 833.476
3.163.547
3.242.101
2.991.794
3.557.531
3.638.459
3.320.611
18,12
17.350.848
17.664.725
17.539.788
19.324.293
19.760.011
18.329.858
100,00
Sumber : Ditjen Perkebunan diolah Pusdatin Keterangan : *) Angka sementara
Lampiran 6.2. Perkembangan harga produsen Kelapa sawit, 2005 – 2009
Tahun
Pertumbuhan Harga Produsen (%) (Rp/Ton) 2005 515.807 2006 575.040 11,48 2007 848.225 47,51 2008 1.197.918 41,23 2009 1.065.667 (11,04) Rata-rata dan laju pertumbuhan (%) 2005-2009 840.531 22,29 Sumber : BPS, diolah Pusdatin
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
95
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
Lampiran 6.3. Perkembangan harga produsen Kelapa Sawit di provinsi sentra produksi, Januari-Desember 2009 Bulan
Harga Produsen Kelapa Sawit (Rp/ton) Sumut
Sumbar
Riau
Jambi 837.500 917.810
Sumsel
800.000 886.400
Maret
1.317.690
1.100.000
1.208.000
991.230
700.000
977.270
950.000
994.830
April Mei
1.465.810 1.457.450
1.125.000 1.200.000
1.313.040 1.488.120
1.211.510 1.138.080
650.000 715.000
1.066.990 1.118.220
950.000 1.100.000
1.065.750 1.108.580
Juni
1.447.410
1.200.000
1.237.180
1.376.710
747.500
1.127.870
1.100.000
1.164.180
Juli Agustus
1.326.220 1.404.810
1.200.000 1.250.000
1.108.790 1.225.510
1.147.260 1.188.560
747.500 747.500
1.081.700 1.045.160
1.100.000 1.100.000
1.065.890 1.111.870
September
1.400.320
1.250.000
1.248.850
1.119.730
747.500
1.084.820
1.100.000
1.125.120
Oktober Nopember
1.399.390 1.330.940
875.690 1.134.220
1.108.790 1.129.800
1.101.370 1.128.900
961.070 961.070
1.084.820 1.067.070
1.100.000 1.100.000
1.111.870 1.112.230
Desember
1.353.170
1.306.580
1.202.160
1.147.260
961.070
1.077.120
950.000
1.120.330
Rata-rata
1.355.760
1.113.874
1.163.053
1.108.827
778.184
1.032.263
1.037.500
1.065.669
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
950.000 950.000
Nasional
825.000 900.000
96
778.690 877.420
Kalteng
1.135.440 1.230.470
Sumber: BPS, diolah Pusdatin
700.000 700.000
Kalbar
Januari Februari
879.860 927.520
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
Lampiran 6.4.
No.
Perkembangan ekspor dan impor minyak sawit, minyak inti sawit dan lain-lain, 2006 – 2010
Uraian
Tahun 2006
2007
Pertumb. (%)
2008
2009
2010
2006 - 2010
15.386.946
15.200.733
18.141.004
21.669.489
20.394.174
7,92
12.100.921
11.875.418
14.290.685
17.203.650
16.291.856
8,39
- Minyak Inti Sawit
1.274.038
1.335.324
1.356.880
1.754.984
1.572.285
6,34
- Lain-lain
2.011.987
1.989.991
2.493.439
2.710.854
2.530.033
6,56
78,64
78,12
78,78
79,39
79,88
8,28
8,78
7,48
8,10
7,71
13,08
13,09
13,74
12,51
12,41
5.551.160
9.078.283
14.110.229
11.728.840
15.413.640
33,38
4.817.642
7.868.639
12.375.570
10.458.565
13.468.966
33,48
- Minyak Inti Sawit
616.475
997.805
1.423.958
1.115.229
1.727.693
34,45
- Lain-lain
117.042
211.838
310.701
155.046
216.981
29,38
- Minyak Sawit
86,79
86,68
87,71
89,17
87,38
- Minyak Inti Sawit - Lain-lain
11,11 2,11
10,99 2,33
10,09 2,20
9,51 1,32
11,21 1,41
17.100
4.662
11.721
24.273
48.511
71,41
11.416
1.068
8.822
21.138
46.720
223,96
- Minyak Inti Sawit
3.639
3.179
2.172
1.048
1.362
-16,53
- Lain-lain
2.046
415
727
2.086
429
25,72
- Minyak Sawit
66,76
22,91
75,26
87,09
96,31
- Minyak Inti Sawit
21,28
68,18
18,53
4,32
2,81
- Lain-lain
11,96
8,91
6,20
8,59
0,88
11.088
7.039
13.106
16.522
43.435
59,66
- Minyak Sawit
6.554
1.024
5.014
13.127
37.801
163,73
- Minyak Inti Sawit
3.225
3.943
3.940
1.560
2.208
0,83
- Lain-lain
1.308
2.071
4.152
1.836
3.426
47,40
- Minyak Sawit
59,11
14,55
38,26
79,45
87,03
- Minyak Inti Sawit - Lain-lain
29,09 11,80
56,02 29,43
30,06 31,68
9,44 11,11
5,08 7,89
1 Volume Ekspor (Ton) - Minyak Sawit
Persentase Thd total (%) - Minyak Sawit - Minyak Inti Sawit - Lain-lain 2 Nilai Ekspor (000 US$) - Minyak Sawit
Persentase Thd total (%)
3 Volume Impor (Ton) - Minyak Sawit
Persentase Thd total (%)
4 Nilai Impor (000 US$)
Persentase Thd total (%)
Sumber : BPS diolah Pusdatin
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
97
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
Lampiran 6.5. Negara tujuan ekspor minyak sawit dan inti sawit per kode HS (Harmony Sistem) Indonesia, 2010 No
Kode HS/Uraian
1 1511100000 Minyak sawit mentah (CPO)
2 1511901000 Minyak sawit (fraksi dari
3 1511909010 dari minyak kelapa sawit, dimurnikan, dijernihkan dan dihilangkan baunya (RBD/Refined, Bleached and Deodorised ) 4 1511909020 dari olein, dimurnikan, dijernihkan dan dihilangkan baunya (RBD/Refined, Bleached and Deodorised )
5 1511909030 dari stearin, dimurnikan, dijernihkan dan dihilangkan baunya (RBD/Refined, Bleached and Deodorised )
6 1511909090 Minyak sawit lainnya dan turunannya
Negara Tujuan India Malaysia Belanda Italia Singapura Jerman Spanyol Lainnya Bangladesh India Kenya Singapura Nigeria Lainnya Mesir Brasil Rusia Ukraina Iran Spanyol Lainnya Cina India Iran Mynmar Mesir Rusia Afrika Selatan Lainnya Cina Belanda Malaysia Afrika Selatan Singapura Ukaraina Jerman Mesir Italia Pakistan Lainnya Cina Jepang Saudi Arabia India Malaysia Lainnya
7 1513210000 Minyak inti sawit mentah atau Malaysia Cina babassu Belanda India Lainnya 8 1513292900 Brasil Inti sawit stearin( fraksi Turki lainnya, tidak dimodifikasi Rusia secara kimia, dari stearin Spanyol kernel kelapa sawit atau dari Lainnya minyak babassu) 9 1207992000 Buah dan kernel kelapa sawit Jepang Belanda Singapura 10 2306600000 Residu minyak kue dan bentuk Belanda lainnya dari buah atau kernel New Zealand Korea kelapa sawit Thailand Lainnya 11 Lainnya Total
Ekspor 2010 Volume (Ton) Nilai (US$ 000) 9.444.170 7.649.966 4.449.537 3.629.076 1.318.387 1.059.891 948.461 800.849 623.809 474.098 573.156 460.368 328.192 240.291 296.850 230.485 905.778 754.908 669.880 547.925 571.956 463.877 31.012 26.875 30.912 26.669 18.903 15.737 10.300 9.267 6.798 5.499 1.044.074 886.997 308.886 261.790 126.576 111.324 115.393 100.501 115.254 98.399 92.053 73.740 37.173 30.927 248.739 210.315 3.723.508 3.231.401 1.461.428 1.271.519 791.998 670.104 200.285 188.091 136.769 121.949 111.401 88.726 98.526 85.868 84.626 71.877 838.476 733.267 1.361.530 1.115.880 564.661 467.670 210.361 171.307 122.596 100.392 78.133 64.483 56.699 49.754 46.847 37.085 47.135 36.709 42.429 35.119 32.472 25.678 25.989 21.551 134.208 106.133 48.695 36.797 26.198 19.446 8.349 7.613 5.000 3.967 4.220 2.636 3.803 2.317 1.125 819 1.336.339 1.465.569 492.649 553.656 263.792 296.358 283.129 294.774 197.624 213.271 99.144 107.510 190.520 210.979 131.574 150.271 15.705 14.695 11.500 12.469 7.840 8.820 23.901 462 456 6 0 2.529.570 925.487 744.790 202.066 158.709 498.519 45.427
24.724 25 18 6 0 216.955 86.332 65.620 16.846 11.141 37.015 51.146
0,12 0,00 0,00 0,00 0,00 12,40 4,54 3,65 0,99 0,78 2,44 0,22
0,16 0,00 0,00 0,00 0,00 1,41 0,56 0,43 0,11 0,07 0,24 0,33
20.394.174
15.413.640
100,00
100,00
Sumber: BPS, diolah Pusdatin Keterangan : *) Lain-lain meliputi kode HS 1513291900, 1513292100, 1513299100,dan 1513299900
98
% Thd Total Volume Nilai 46,31 49,63 21,82 23,54 6,46 6,88 4,65 5,20 3,06 3,08 2,81 2,99 1,61 1,56 1,46 1,50 4,44 4,90 3,28 3,55 2,80 3,01 0,15 0,17 0,15 0,17 0,09 0,10 0,05 0,06 0,03 0,04 5,12 5,75 1,51 1,70 0,62 0,72 0,57 0,65 0,57 0,64 0,45 0,48 0,18 0,20 1,22 1,36 18,26 20,96 7,17 8,25 3,88 4,35 0,98 1,22 0,67 0,79 0,55 0,58 0,48 0,56 0,41 0,47 4,11 4,76 6,68 7,24 2,77 3,03 1,03 1,11 0,60 0,65 0,38 0,42 0,28 0,32 0,23 0,24 0,23 0,24 0,21 0,23 0,16 0,17 0,13 0,14 0,66 0,69 0,24 0,24 0,13 0,13 0,04 0,05 0,02 0,03 0,02 0,02 0,02 0,02 0,01 0,01 6,55 9,51 2,42 3,59 1,29 1,92 1,39 1,91 0,97 1,38 0,49 0,70 0,93 1,37 0,65 0,97 0,08 0,10 0,06 0,08 0,04 0,06
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
Lampiran 6.6.
No
Kode HS
1 1511100000 2
3
4
5
Negara asal impor kelapa sawit per kode HS (Harmony Sistem) Indonesia, 2010 Uraian
Negara Asal
Impor 2010
% Thd Total
Volume (Ton) Nilai (US$ 000)
Minyak sawit mentah (CPO)
Total Thailand 1511909010 dari minyak kelapa sawit, dimurnikan, Total dijernihkan dan dihilangkan baunya Malaysia (RBD/Refined, Bleached and Deodorised) Singapore 1511909090 Lain-lain Total Malaysia India Singapura Perancis Cina 1513291100 Fraksi padat, tdk dimodifikasi secara kimia, dari Total stearin kernel kelapa sawit atau dari minyak Singapura babassu Malaysia Lainnya Total
4.000 4.000 42.463 42.432 31 257 218 15 10 4 10 677 437 240 1.114 48.511
Volume
3.361 3.361 34.226 34.178 48 213 169 16 13 9 5 1.104 704 401 4.532 43.435
Nilai
8,246 8,246 87,533 87,469 0,063 0,530 0,449 0,031 0,020 0,008 0,021 1,396 0,902 0,495 2,296 100,00
7,738 7,738 78,798 78,687 0,111 0,489 0,389 0,037 0,031 0,021 0,012 2,542 1,620 0,922 10,433 100,00
Sumber: BPS, diolah Pusdatin Keterangan:*)Lain-l ain meliputi kode HS 1511909020, 1511909030, 1513291900,1513292100 dan 1513299900
Lampiran 6.7. Negara eksportir minyak sawit dunia, 2005 – 2009
1
Malaysia
4.905.150
5.774.150
9.174.590
12.768.600
9.255.990
8.375.696
Share kumulatif (%) 43,55 43,55
2
Indonesia
3.756.280
4.817.640
6.868.640
12.375.600
10.367.600
7.637.152
39,71
83,25
3
Belanda
401.254
637.338
1.005.080
1.616.130
1.170.020
965.964
5,02
88,28
No
Negara
Nilai Ekspor (000 US$) 2005
2006
2007
2008
2009
4
Papua New Guinea
127.760
140.729
226.870
389.698
299.615
5
Negara Lainnya
1.147.600
1.327.307
2.122.870
3.278.080
2.213.092
Dunia
10.338.044
12.697.164
19.398.050
30.428.108
23.306.317
Rata-rata
Share (%)
236.934
1,23
89,51
2.017.790
10,49
100,00
19.233.537
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
100,00
99
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
Lampiran 6.8. Negara importir minyak sawit dunia, 2005 – 2009 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 12 11 13 14
Negara China India Belanda Pakistan Jerman Banglades Amerika Malaysia Italia Mesir Rusia Inggris Nigeria Negara lainnya Dunia
100
Volume Impor (Ton) 2005 4.468.214 2.449.180 1.721.370 1.531.190 949.792 930.700 415.889 486.338 478.435 754.517 599.779 668.841 306.800 9.442.736 25.203.781
2006
2007
2008
2009
5.220.159 2.766.380 1.832.220 1.663.230 963.886 887.200 629.455 779.037 515.337 957.304 543.031 692.513 400.000 11.142.307 28.992.059
5.223.367 3.514.900 1.237.820 1.710.440 1.076.390 708.500 787.825 435.845 507.622 260.667 575.605 491.944 580.000 10.185.989 27.296.914
5.392.563 5.549.430 1.904.780 1.763.940 1.127.540 901.000 996.967 721.890 682.108 829.804 692.222 456.689 700.000 11.266.600 32.985.533
6.586.752 6.102.340 2.024.250 1.773.580 1.339.340 867.000 979.009 1.090.280 970.051 256.149 525.492 448.281 720.000 11.089.695 34.772.219
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Rata-rata
Share (%)
5.378.211 4.076.446 1.744.088 1.688.476 1.091.390 858.880 761.829 702.678 630.711 611.688 587.226 551.654 541.360 10.625.465 29.850.101
18,02 13,66 5,84 5,66 3,66 2,88 2,55 2,35 2,11 2,05 1,97 1,85 1,81 35,60 100,00
Share kumulatif (%) 18,02 31,67 37,52 43,17 46,83 49,71 52,26 54,61 56,73 58,77 60,74 62,59 64,40 100,00
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
VII. KINERJA PERDAGANGAN TEH Teh adalah bahan minuman yang sangat bermanfaat yang terbuat dari pucuk tanaman teh (Camellia sinensis (L) O.kuntze) melalui proses pengolahan
tertentu.
Teh
merupakan
salah
satu
komoditas
menghasilkan devisa negara dalam jumlah yang besar.
yang
Selain itu teh
merupakan komoditas perkebunan karena telah lama dikenal oleh dunia. Untuk mengetahui perkembangan komoditas teh mulai dari produksi, produktivitas,
harga,
konsumsi,
ekspor,
impor
sampai
kepada
perkembangan peluang pasar ditingkat internasional, maka perlu dilakukan analisis agar dapat dimanfaatkan sebagai bahan acuan oleh para investor/pengusaha
dalam
mengambil
kebijakan
pembiayaan
usaha
agribisnis khususnya teh. Produksi teh selain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, juga untuk memasok kebutuhan ekspor.
Menurut data dari Badan Pusat
Statistik, produksi teh Indonesia tahun 2009 sebesar 156,901 ton dengan volume ekspor sebesar 91,93 ribu ton setara dengan nilai ekspor sebesar US$ 170,43 juta. Sementara tahun 2010 produksi mencapai 150,342 ton (angka sementara) dengan volume ekspor sebesar 87,10 ribu ton atau setara dengan US$ 178,55 juta. Dengan trend produksi yang semakin meningkat, maka prospek teh dalam perdagangan domestik maupun internasional juga diharapkan akan semakin membaik. Hasil analisis menunjukkan bahwa pasar teh terintegrasi cukup kuat baik dalam jangka panjang maupun dalam jangka pendek. Hal tersebut menunjukkan bahwa alur informasi harga berjalan baik. Hasil analisis tersebut juga didukung dengan hasil analisis struktur pasar yang menunjukkan bahwa struktur pasar teh cukup sempurna, adanya keterikatan petani dengan pedagang (kontrak), serta tingkat pengetahuan pasar yang tidak terbatas pada informasi di sekitarnya saja. Hal ini menyebabkan alur informasi pasar berjalan dengan baik. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
101
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
7.1. SENTRA PRODUKSI TEH Berdasarkan data rata-rata produksi teh tahun 2006 – 2010, terdapat tiga provinsi sentra teh dengan kontribusi kumulatif mencapai 87,62 persen terhadap total produksi teh Indonesia. Provinsi Jawa Barat merupakan produsen teh terbesar dengan persentase kontribusi mencapai 72,00 persen dari total produksi teh Indonesia (Gambar 7.1). Provinsi Jawa Tengah dan sumatera utara berada di urutan kedua dan ketiga dengan kontribusi masing-masing sebesar 8,00 persen dan 7,00 persen. Provinsiprovinsi sentra produksi lainnya memberikan kontribusi kurang dari 5persen.
Produksi dari
provinsi sentra teh di Indonesia disajikan pada
Lampiran 7.1.
Gambar 7.1. Provinsi sentra produksi teh di Indonesia, (rata-rata 2006 – 2010)
102
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
7.2. KINERJA PERDAGANGAN TEH DALAM NEGERI Perdagangan teh dalam negeri sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya merupakan komoditas yang mampu menghasilkan devisa negara yang cukup besar. Selain itu teh merupakan komoditas perkebunan yang mampu menembus pasar internasional karena sudah lama dikenal oleh dunia. Secara internasional teh merupakan minuman yang terpenting di negara-negara maju dan berkembang. Di negara seperti Kanada, Turki, Belanda dan Maroko teh mempunyai kedudukan yang hampir sama dengan minuman lain yang terpopuler seperti kopi (Spillane, 1991 dalam Novi Ardiansyah, 2002). Indonesia merupakan salah satu negara produsen sekaligus merupakan eksportir utama dunia karena menduduki urutan ke 6 terbesar dunia. Hasil produksi teh Indonesia sekitar 80 persen diekspor ke luar negeri dan hanya sekitar 20 persen di diperdgangkan di dalam negeri (Novi Ardiansyah, 2002). Menurut data dari Badan Pusat Statistik, harga teh di tingkat pabrikan pada periode tahun 2004-2009 menunjukkan adanya peningkatan (Gambar 7.2). Rata-rata harga teh di tingkat pabrikan pada tahun 2004 sekitar Rp. 1.247,5,-/ons dan bergerak naik hingga tahun 2008 berada pada kisaran harga Rp. 1.821,4,-/ons. Rata-rata laju pertumbuhan harga teh di tingkat pabrikan selama periode tahun 2004-2008 sebesar 9,96 persen (Lampiran 7.2).
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
103
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
Gambar 7.2. Perkembangan harga teh di tingkat pabrikan di Indonesia, 2004-2008 Oleh karena tidak tersedia data harga teh di tingkat konsumen maka tidak dapat dianalisis margin perdagangan teh antara produsen dan konsumen (Lampiran 7.2).
7.3. KINERJA PERDAGANGAN TEH INTERNASIONAL Kinerja perdagangan teh pada skala internasional didekati dari neraca perdagangan ekspor impor teh. Ekspor dan impor teh dilakukan dalam bentuk daun dan daun teh lainnya, ada yang difermentasi dan ada pula yang tidak difermentasi dan dalam berbagai kemasan. Perkembangan neraca perdagangan teh tahun 2006-2010 mengalami surplus. (Tabel 5.1).
104
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
Tabel 7.1. Perkembangan ekspor, impor, dan neraca perdagangan teh Indonesia, 2006 - 2010 No 1
2
3
Uraian Ekspor -Volume (Ton) -Nilai (000 US$) Impor -Volume (Ton) -Nilai (000 US$) Neraca perdagangan -Volume (Ton) -Nilai (000 US$)
Tahun 2006
2007
2008
2009
2010
Pertumbuhan (%) 2006-2010
95,339 134,515
83,659 126,615
96,210 158,959
91,929 170,431
87,101 178,549
(1.74) 7.91
5,294 8,703
8,695 10,660
6,625 11,990
7,169 12,537
10,870 18,551
75.93 108.79
90,045
74,964
89,584
84,761
76,231
99.89
125,812
115,954
146,968
157,893
159,998
371.77
Sumber: BPS diolah Pusdatin
Berdasarkan data pada Tabel 5.1 terlihat bahwa surplus neraca perdagangan teh dari sisi volume mengalami fluktuasi, namun dari sisi nilai mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Surplus neraca perdagangan pada sisi volume meningkat sebesar 99,89 persen per tahun, sementara pertumbuhan volume ekspor turun sebesar 1,74 persen per tahun, sedangkan volume impor naik sebesar 75,93 persen per tahun. Sementara itu surplus neraca perdagangan dari sisi nilai juga semakin meningkat dengan rata-rata kenaikan mencapai 371,77 persen per tahun.
Surplus
neraca perdagangan teh terbesar terjadi pada tahun 2006, yaitu sebesar 90.045 ton setara dengan US$ 125,8 juta.
Perkembangan neraca nilai
perdagangan teh dapat dilihat pada Gambar 5.3.
Gambar 7.3. Perkembangan nilai ekspor, impor, dan neraca perdagangan teh Indonesia, 2006 – 2010 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
105
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
Ekspor teh dilakukan dalam bentuk daun dan daun the lainnya yang terdiri dari 4 kode HS, namun dapat dirinci menjadi 8 kode HS (Harmony
System), yaitu kode HS 0902101000 (daun teh hijau tidak difermentasi langsung dalam kemasan tidak melebihi 3 kg),
0902109000 (daun teh
hijau lainnya tidak difermentasi langsung dalam kemasan tidak melebihi 3 kg), 0902201000 (daun teh hijau tidak difermentasi dikemas langsung dalam kemasan tidak melebihi 3 kg), 0902209000 (daun teh hijau lainnya tidak difermentasi dikemas langsung dalam kemasan melebihi 3 kg), 0902301000 (daun teh hitam difermentasi dikemas langsung dalam kemasan tidak melebihi 3 kg), 0902309000 (daun teh hitam lainnya difermentasi) dikemas langsung dalam kemasan tidak melebihi 3 kg), 0902401000 (daun teh hitam difermentasi dikemas langsung dalam kemasan melebihi 3 kg), 0902409000 (daun teh hitam lainnya difermentasi dikemas langsung dalam kemasan melebihi 3 kg). Total Ekspor teh dari delapan jenis kode HS, terlihat nahwa kode HS 0902409000 teh hitam lainnya merupakan kode HS yang berkontribusi tertinggi dari total teh yang diekspor yaitu mencapai 65,48 persen, sementara dari sisi nilainya berkontribusi sebesar 58,98 persen. Negara tujuan dari teh hitam lainnya dengan kode HS tersebut adalah yang paling besar adalah Inggris, Federasi Rusia, dan dan Malaysia. Share terbesar kedua terhadap total ekspor teh adalah daun teh hitam (kode HS 0902401000), sebesar 19,42 persen, dan nilainya sebesar 19,50 persen, dengan negara tujuan ekspor adalah Federasi Rusia, Pakistan dan Cina (Lampiran 7.3) Dibandingkan volume ekspornya, selama tahun 2010 volume dan nilai impor teh yang memiliki kontribusi terbesar terhadap total impor teh sama dengan ekspornya, yaitu tertinggi jenis teh yang di impor adalah jenis teh hitam lainnya
106
0902409000 (teh hitam lainnya difermentasi dikemas
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
langsung dalam kemasan melebihi 3 kg)
daun teh hitam difermentasi
dikemas langsung dalam kemasan melebihi 3 kg (Kode HS 0902401000). Volume impor selama tahun 2010 dengan kode HS 0902409000 memiliki kontribusi sebesar 57 persen dan nilainya 64 persen terhadap total impor teh, sedangkan jenis daun hitam dengan kode HS HS 0902401000 memiliki kontribusi sebesar 32,02 persen dan nilainya sebesar 21,08 persen (Lampiran 7.4) Menurut data dari FAO, pada tahun 2005–2009 terdapat sepuluh negara eksportir teh terbesar di dunia yang secara kumulatif memberikan kontribusi sebesar 78,79 persen terhadap total volume ekspor teh dunia. Dari Gamba 5.5 terlihat ada empat negara yang merupakan negara eksportir terbesar yang berkontribusi antara 10 persen – 19 persen yaitu Kenya, Cina, Sri Lanka, dan India. Kontribusi volume ekspor teh dari Viet Nam sebesar 5,23 persen, dan negara lainnya dibawah 5 persen. Indonesia sebagai negara eksportir teh terbesar dunia menempati urutan ke-6 dengan rata-rata volume ekspor tahun 2005 – 2009 sebesar 22,53 ribu ton per tahun. Negara-negara eksportir terbesar untuk komoditas teh selengkapnya disajikan pada Lampiran 7.5.
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
107
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
Gambar 7.4. Negara eksportir teh terbesar di dunia, (rata-rata 2005-2009) Masih menurut data dari FAO, pada tahun 2005–2009 terdapat delapan negara importir teh terbesar di dunia yang secara kumulatif memberikan kontribusi sebesar 61,84 persen terhadap total volume ekspor teh dunia.
Negara-negara di Uni Eropa merupakan negara eksportir
terbesar yang berkontribusi berkisar antara 9 persen – 10 persen berturut – turut yaitu Uni Eropa (27), Uni Eropa (25), Uni Eropa (15), Uni Eropa (12), (Gambar 7.4). Kontribusi volume ekspor teh dari Federasi Rusia sebesar 7,00 persen, Inggris sebesar 6,05 persen, dan negara lainnya dibawah 5 persen. Indonesia sebagai negara impotir teh menempati urutan 49 dengan rata-rata volume impor tahun 2005 – 2009 sebesar 6,65 ribu ton per tahun. Negara-negara importir terbesar untuk komoditas teh selengkapnya disajikan pada Lampiran 7.6.
Gambar 7.5. Negara importir teh terbesar di dunia, (rata-rata 2005-2009)
108
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
7.4. ANALISIS KINERJA PERDAGANGAN TEH Berdasarkan data nilai ekspor dan impor diperoleh indeks spesialisasi perdagangan (ISP) teh Indonesia sebagaimana disajikan pada Tabel 7.2. Tabel 7.2. Hasil analisis ISP teh Indonesia, 2006–2010 Uraian Ekspor ‐ impor Ekspor + impor ISP
Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 125.812 115.954 146.968 157.893 159.998 143.218 137.275 170.949 182.968 197.099 0,88 0,84 0,86 0,86 0,81
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Pusdatin
Selama periode tahun 2006 - 2010 komoditas teh ternyata memiliki daya saing kuat di pasar dunia, atau dengan kata lain Indonesia merupakan negara pengekspor teh. Hal ini diindikasikan dengan nilai indeks spesialisasi perdagangan (ISP) teh yang bernilai positif dan relatif stabil selama lima tahun terakhir. Nilai ISP tertinggi dicapai pada tahun 2006 sebesar 0,88. Berdasarkan tingkat pertumbuhannya dalam perdagangan, komoditas teh Indonesia telah mencapai tahap kematangan, dimana penawaran teh di pasar domestik lebih besar daripada permintaan teh akibat adanya produksi domestik dalam skala yang relatif cukup besar sehingga Indonesia mampu meningkatkan
ekspornya
dan
menjadi
negara
net exporter. Agar
Perdagangan teh terhindar dari resiko harga maka harus dikurangi dengan menerapkan resiko yang tepat. Salah satu alat yang paling efektif untuk mentransfer resiko adalah dengan menerapkan hedging (lindung nilai) di Bursa Perdagangan Berjangka Komoditi (BPBK). Hedging merupakan tindakan membeli dan menjual kontrak berjangka di pasar berjangka untuk menutupi resiko perubahan harga di pasar fisik (Ardiansyah Novi, 2002). Berdasarkan keragaan produksi dalam negeri dan perdagangan teh Indonesia di tingkat internasional, pada tahun 2006-2010 sekitar 88,85% Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
109
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
kebutuhan teh dapat dipenuhi dari produksi domestik, sedangkan sisanya diperoleh dari impor.
Nilai import dependency ratio (IDR) selama 2006-
2010 pada kisaran 9%-15% menunjukkan bahwa Indonesia relatif tidak tergantung pada impor dalam mencukupi kebutuhan akan komoditas teh (Tabel 7.3). Hasil perhitungan nilai self sufficiency ratio (SSR) juga menyatakan hal yang sama. komoditas
teh
Selama lima tahun terakhir (2006-2010) nilai SSR Indonesia
berada
pada
kisaran
223,53%
yang
mengindikasikan bahwa produksi dalam negeri sepenuhnya telah mampu mencukupi kebutuhan pasar domestik bahkan masih ada stok teh yang dapat diekspor ke pasar internasional. Tabel 7.3. Hasil analisis IDR dan SSR teh Indonesia, 2006-2010 Uraian Produksi (Ton) Volume ekspor (Ton) Volume impor (Ton) Produksi + impor- ekspor IDR (%) SSR (%)
2006
2007
Tahun 2008
2009
2010
146.858
150.223
153.971
156.901
150.342
95.339
83.659
96.210
91.929
87.101
5.294
8.695
6.625
7.169
10.870
56.813 9,32 258,50
75.259 11,55 199,61
64.387 10,29 239,14
72.140 9,94 217,49
74.111 14,67 202,86
Sumber : Ditjen Perkebunan dan Badan Pusat Statistik, diolah Pusdatin
Dari sisi nilai ekspor, kinerja ekspor teh Indonesia pada tahun 20062009 masih menunjukkan nila yang positif walaupun cenderung menurun. Hal ini dinyatakan dengan nilai RSCA (Revealead Symmetric Comparative
Advantage) pada tahun 2006-2010 nilai RSCA teh masih berada pada posisi positif, artinya komoditas teh Indonesia masih memiliki daya saing yang cukup kuat di pasar dunia (Tabel 5.4).
110
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011 Tabel 7.4. RCA dan RSCA Teh Indonesia dalam Perdagangan Dunia, 2006-2009 No 1
2
3
Uraian
Nilai Ekspor (000 US$) 2007 2008
2006
Teh Dunia Indonesia Non Migas Dunia Indonesia Dunia Indonesia RCA RSCA
2009
1.350.811 756.455 607.687 764.708 134.515 126.615 158.959 170.431 11.341.430.451 79.589.100 0,000119104 0,002 14,1902182 0,87
12.881.778.535 92.012.300 0,000058723 0,001 23,433 0,92
14.484.741.087 107.894.200 0,000041954 0,001 35,117 0,94
8.232.447.029 157.779.103 0,000092890 0,001 11,629 0,84
Sumber : UNComtrade dan BPS diolah oleh Pusdatin
Total nilai ekspor teh Indonesia ke pasar dunia tahun 2006-2010 mengalami peningkatan sebesar 51,87 persen, yaitu dari US$ 31,18 juta pada tahun 2006 menjadi US$ 47,35 juta pada tahun 2010. Peningkatan tersebut terutama disebabkan oleh adanya peningkatan permintaan atau konsumsi dunia terhadap teh sebesar 25,24 persen. Dengan peningkatan nilai
ekspor
teh
Indonesia
yang
cukup
signifikan
tersebut,
maka
komposisi/pangsa ekspor teh Indonesia di pasar dunia sebesar 13,80 persen tidak memberikan dampak negatif terhadap total ekspor teh Indonesia (Tabel 7.5). Ditinjau dari sisi pengaruh distribusi pasar, negara-negara tujuan ekspor teh Indonesia secara umum mempunyai tingkat permintaan teh yang tidak secepat pertumbuhan pasar teh dunia. Hal ini dinyatakan dengan nilai market distribution effect (MDE) yang negatif dengan persentase mencapai 13,55%, sehingga menghambat kinerja ekspor teh Indonesia karena terkonsentrasi ke negara yang pertumbuhannya lambat (stagnan). Berdasarkan data yang ada negara importir terbesar untuk teh Indonesia (Australia), namun demikian diduga ada negara-negara lain yang merupakan pesaing ekspor Indonesia, yang ditunjukkan dengan nilai MDE yang negatif.
Dengan demikian Indonesia harus mencari pasar lainnya
yang lebih prospektif bagi ekspor komoditas teh.
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
111
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
Dari sisi competitiveness effect (CE), nilai CE Indonesia bernilai positif dari tahun 2006 ke tahun 2010. Hal ini memberikan sinyalemen bahwa sebenarnya tidak terjadi penurunan daya saing teh Indonesia di pasar dunia pada tahun 2010 dibandingkan tahun 2006, yang sesuai dengan hasil pada analisis RSCA sebelumnya. Untuk memperkuat daya saing teh di pasar dunia, para pelaku usaha komoditas teh perlu memperhatikan kualitas teh yang diekspor agar mampu meningkatkan harga ekspor. Tabel 7.5. Hasil analisis CMSA teh Indonesia dalam perdagangan dunia, 2006-2010 No.
Uraian
World Growth Effect US$ % 2 Commodity Composition Effect US$ % 3 Market Distribution Effect US$ % 4 Competitiveness Effect US$ % Sumber : Uncomtrade diolah Pusdatin
Total
Negara Tujuan USA
1
112
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
8.705.395 55,25 2.174.543 13,80 ‐2.135.627 ‐13,55
‐2.135.627 ‐13,55
7.012.025 7.012.025 44,50 44,50
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
Lampiran 7.1. Perkembangan produksi teh di provinsi sentra produksi di Indonesia, 2005 – 2010*) No
Provinsi
1 Jawa Barat
Produksi (Ton) 2005
2006
2007
120.666
103.070 109.957
2008
2009
2010*)
113.882 111.721
Kontribusi Kontribusi (%) Kumultif Rata-rata (%)
108.520
109.430,00
72,16
72,16
2 Sumatera Utara
17.799
299
13.388
13.463
13.747
13.886
10.956,60
7,22
79,38
3 Jawa Tengah
10.101
10.401
10.888
11.489
11.868
11.417
11.212,60
7,39
86,77
4 Provinsi lainnya
17.525
33.089
15.990
15.137
19.565
16.519
20.060,00
13,23
100,00
Indonesia
166.091
153.971 156.901
150.342
151.659
100,00
146.859 150.223
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan diolah oleh Pusdatin Keterangan *) : Angka sementara
Lampiran 7.2. Perkembangan harga teh di tingkat pabrikan di Indonesia, 2004 – 2008
Harga Pabrikan Tahun (Rp/Ons)
Pertumbuhan (%)
2004
1.247,54
2005
1.407,50 12,82
2006
1.554,52 10,45
2007
1.639,20 5,45
2008
1.821,45 11,12
Rata‐rata pertumbuhan
9,96
Sumber : Badan Pusat statistic diolah oleh Pusdatin
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
113
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
Lampiran 7.3. Negara tujuan ekspor teh Indonesia, 2010 Negara Tujuan No.
Kode HS
Uraian
Ekspor 2010 Volume Nilai Harga (Ton) (000 US$) (US$/Kg) 1141 2414 2,12 891 1372 1,54 824 1684 2,04 1291 2304 1,79 4147 7774 1,87
1
0902101000 Daun Teh hijau (tidak difermentasi) dikemas langsung dalam kemasan tdk melebihi 3 kg :
POLAND UNITED ARAB EMIRATES RUSSIA FEDERATION Negara Lainnya Sub Total
2
0902109000 Lain‐lain Teh hijau (tidak difermentasi) dikemas langsung dalam kemasan tdk melebihi 3 kg :
AUSTRALIA MALAYSIA NEW ZEALAND VIET NAM SINGAPORE Negara Lainnya Sub Total
1959 675 639 348 336 491 4448
9550 3580 2688 2087 1901 2743 22548
3
0902201000 Lain‐lain Teh hijau (tidak difermentasi) dikemas langsung dalam kemasan tdk melebihi 3 kg :
CHINA Negara Lainnya Sub Total
954 91 1045
4
0902209000 Lain‐lain Teh hijau (tidak difermentasi) dikemas langsung dalam kemasan melebihi 3 kg :
PAKISTAN TAIWAN POLAND GERMANY, FED. REP. OF Negara Lainnya Sub Total
5
0902301000 Daun Teh hitam (difermentasi) dikemas langsung dalam kemasan tdk melebihi 3 kg :
MALAYSIA PAKISTAN Negara Lainnya Sub Total
6
0902309000 Lain‐lain Teh hitam (difermentasi) dikemas langsung dalam kemasan tdk melebihi 3 kg :
PAKISTAN MALAYSIA IRAN (ISLAMIC REPUBLIC OF) Negara Lainnya Sub Total
7
0902401000 Daun Teh hitam (difermentasi) dikemas langsung dalam kemasan melebihi 3 kg :
8
0902409000 Lain‐lain Teh hitam (difermentasi) dikemas langsung dalam kemasan melebihi 3 kg :
Volume
Nilai
1,31 1,02 0,95 1,48 4,76
1,35 0,77 0,94 1,29 4,35
4,87 5,31 4,20 5,99 5,65 139,98 166
2,25 0,77 0,73 0,40 0,39 0,56 5,11
5,35 2,01 1,51 1,17 1,06 1,54 12,63
1532 180 1712
1,61 14,77 16,38
1,09 0,10 1,20
0,86 0,10 0,96
349 311 188 172 743 1763
507 168 589 277 1205 2746
1,45 0,54 3,13 1,61 0,00 1,48
0,40 0,36 0,22 0,20 0,85 2,02
0,28 0,09 0,33 0,15 0,68 1,54
511 50 99 660
758 151 138 1047
1,48 3,02 0,00 4,50
0,59 0,06 0,11 0,76
0,42 0,08 0,08 0,59
284 234 177 402 1097
704 485 426 987 2602
2,48 2,07 2,40 0,00 6,96
0,33 0,27 0,20 0,46 1,26
0,39 0,27 0,24 0,55 1,46
RUSSIA FEDERATION PAKISTAN CHINA Negara Lainnya Sub Total
4537 3508 3027 5838 16911
8920 10408 5319 10165 34812
1,97 2,97 1,76 0,00 6,69
5,21 4,03 3,48 6,70 19,42
5,00 5,83 2,98 5,69 19,50
UNITED KINGDOM RUSSIA FEDERATION MALAYSIA PAKISTAN UNITED STATES GERMANY, FED. REP. OF UNITED ARAB EMIRATES NETHERLANDS INDIA POLAND JAPAN EGYPT Negara Lainnya Sub Total Total Ekspor
8253 8127 6693 6088 5563 4717 2553 2191 1753 1608 1563 1015 6907 57031 87101
15331 14574 10555 12826 10340 7350 5184 4362 3351 3121 3619 2067 12628 105307 178549
1,86 1,79 1,58 2,11 1,86 1,56 2,03 1,99 1,91 1,94 2,32 2,04 0,00 22,98 44,10
9,47 9,33 7,68 6,99 6,39 5,42 2,93 2,52 2,01 1,85 1,79 1,16 7,93 65,48 100,00
8,59 8,16 5,91 7,18 5,79 4,12 2,90 2,44 1,88 1,75 2,03 1,16 7,07 58,98 100,00
Sumber : Badan Pusat Statistik diolah oleh Pusdatin
114
% thd. Total Ekspor
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
Lampiran 7.4. Negara asal impor teh Indonesia, 2010 No.
Kode HS
Uraian
Negara Asal
Volume (Kg) 30853 720 19 31592
Impor 2010 Nilai Harga (US$) (US$/Kg) 38609 1,25 31984 44,42 1379 72,58 71972 118
Nilai 0,21 0,17 0,01
1,76 1,29 73,49 76,54
0,52 0,23 0,02
0,54 0,18 0,16
964269 30181 65169 1059619
1,79 0,57 49 51
4,96 0,49 0,07
5,20 0,16 0,35
246166 152508 20122 418796
246649 270880 189263 706792
1,00 1,78 79 81
2,26 1,40 0,19
1,33 1,46 1,02
4670 1223 880 193 13 6979
42964 21581 2295 516 955 68311
9,20 17,65 2,61 2,67 73,46 106
0,04 0,01 0,01 0,00 0,00
0,23 0,12 0,01 0,00 0,01
26551 22908 3842 4150 57451
142351 472956 83910 26484 725701
5,36 20,65 21,84 128,82 176,67
0,24 0,21 0,04 0,04
0,77 2,55 0,45 0,14
VIET NAM KENYA IRAN (ISLAMIC REPUBLIC OF) ZIMBABWE
2045000 640129 529050 125100
2394203 793612 442215 108836
1,17 1,24 0,84 0,87
18,81 5,89 4,87 1,15
12,91 4,28 2,38 0,59
Negara Lainnya Sub Total
141710 3480989
171007 3909873
72,74 76,86
1,30
0,92
VIET NAM KENYA ARGENTINA CHINA INDIA SRI LANKA Negara Lainnya Sub Total
1895905 1642456 1863767 5223670 961600 1064034 692664 1115538 277988 779757 246087 791997 251219 1229150 6189230 11846602
0,87 2,80 1,11 1,61 2,81 3,22 50,42 63
17,44 17,15 8,85 6,37 2,56 2,26 2,31
8,85 28,16 5,74 6,01 4,20 4,27 6,63
0902101000 Daun Teh hijau (tidak difermentasi) dikemas langsung dalam kemasan tdk melebihi 3 kg :
CHINA JAPAN HONG KONG Sub Total
2
0902109000 Lain‐lainnya Teh hijau (tidak difermentasi) dikemas langsung dalam kemasan tdk melebihi 3 kg :
JAPAN UNITED STATES Negara Lainnya Sub Total
56524 25155 2394 84073
99396 32488 29866 161750
3
0902201000 Daun Teh hijau (tidak difermentasi) dikemas langsung dalam kemasan melebihi 3 kg :
VIET NAM TURKEY Negara Lainnya Sub Total
539627 52949 8024 600600
4
0902209000 Lain‐lainnya Teh hijau (tidak difermentasi) dikemas langsung dalam kemasan melebihi 3 kg :
CHINA VIET NAM Negara Lainnya Sub total
5
0902301000 Daun Teh hitam (tidak difermentasi) dikemas langsung dalam kemasantidak melebihi 3 kg :
CHINA SRI LANKA TAIWAN KOREA, REPUBLIC OF HONG KONG Sub Total
6
0902309000 lainnyaTeh hitam (tidak difermentasi) dikemas langsung dalam kemasantidak melebihi 3 kg :
UNITED STATES SRI LANKA CHINA Negara Lainnnya Sub Total
7
0902401000 Daun Teh hitam (tidak difermentasi) dikemas langsung dalam kemasan melebihi 3 kg :
0902409000 Lain lainTeh hitam (tidak difermentasi) dikemas langsung dalam kemasan melebihi 3 kg :
Volume 0,17 0,01 0,00
1
8
% thd. Total Impor
Sumber : Badan Pusat statistik diolah oleh Pusdatin
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
115
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
Lampiran 7.5. Negara eksportir terbesar di dunia, tahun 2005-2009 No
Negara
Volume Ekspor 2005
2006
2007
2008
Share 2009
Rata‐rata
Share
Kumulatif
1
Kenya
347971
325066
374329
396641
331594
355120
18,78
19,52
2
China
288814
288625
292199
299789
305352
294956
15,60
35,12
3
Sri Lanka
307793
204240
190203
318329
288528
261819
13,85
48,97
4
India
159121
181326
193459
203207
203863
188195
9,96
58,93
5
Viet Nam
88000
105000
114000
104700
82416
98823
5,23
64,15
6
Indonesia
102.294 95.339 83.659 96.210 91.929
93886
4,97
69,12
7
Argentina
68270
72056
75767
77498
69816
72681
3,84
72,97
8
EU(12)ex.int
40952
45600
41767
44347
41650
42863
2,27
75,23
9
Malawi
44600
27503
54397
30435
47356
40858
2,16
77,39
10
Uganda
36532
30584
44015
46022
44446
40320
2,13
79,53
375767
411425
384811
426215
406412
400926
21,21
100,74
1860113,988 1786763,934 1848605,624 2043392,628 1913362,221
1890448
100,00
Negara Lainnya Dunia
Sumber : FAO diolah oleh Pusdatin
Lampiran 7.6. Negara importir terbesar di dunia, tahun 2005-2009 No
Negara
2005
2006
Volume Impor 2007
2008
2009
Rata-rata
Share
Kumulatif
%
Share
1
Uni Eropa (27)ex.int
270591
275170
268518
271248
249930
267.091
10,41
10,41
2
Uni Eropa(25)ex.int
270275
274316
268051
270725
248944
266.462
10,38
20,79
3
Uni Eropa (15)ex.int
243648
252384
246481
251545
229572
244.726
9,53
30,33
4
Uni Eropa (12)ex.int
241889
254419
245894
250003
228562
244.153
9,51
39,84
5
Federasi Rusia
179578
172860
181627
181859
182149
179.615
7,00
46,84
6
Inggris
153417
161981
157280
157593
145960
155.246
6,05
52,89 57,34
7
Pakistan
134610
127071
112136
100391
96932
114.228
4,45
8
Amerika Serikat
100061
107572
109400
116746
110861
108.928
4,24
61,58
5478
5294
8695
6625
7169
6.652
0,26
61,84 100,00
49
Indonesia Negara Lainnya Dunia
877962
894536
978086
1122484
1024617
979.537
38,16
2477509
2525603
2576168
2729219
2524696
2.566.639
100,00
Sumber : FAO diolah oleh Pusdatin
116
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Vol. 3 No. 2 Thn. 2011
DAFTAR PUSTAKA BPS. 2009. Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2008. Jakarta Departemen Perdagangan. 2008. Kajian Pengembangan Pasar Eskpor Produk Makanan Olahan. Jakarta. Departemen Perdagangan. 2009. KTT ASEAN ke-14 dan Hasil-hasil Perundingan: Komitmen Bersama untuk Menjawab Situasi Ekonomi Dunia (Siaran Pers). Departemen Perdagangan, Jakarta. Departemen Pertanian. 2004. Kebijakan kemitraan Gapoktan dengan lembaga pemasaran lainnya. Jakarta: Direktorat Pemasaran Domestik Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian. Departemen Pertanian. 2007. Pedoman Umum Kebijakan Pemasaran Antar Daerah/Wilayah. Jakarta: Direktorat Pemasaran Domestik, Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (P2HP). Ditjen Hortikultura. 2010. Statistik Hortikultura. Kementerian Pertanian. Jakarta. Rachman, H.P.S., S.H. Suhartini dan G.S. Hardono. 2008. Dampak Liberalisasi Perdagangan Terhadap Kinerja Ketahanan Pangan Nasional. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Bogor. Rosihan Leave a comment Go to comments July 15th, 2007,Terhubung Berkala (Mei, 2011) http://www.fao.org http://www.UNComtrade.org
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
117