J. Analisis, Desember 2014, Vol.3 No.2 : 197 – 203
ISSN 2302-6340
PROFESIONALISME APARATUR PEMERINTAHAN DAERAH PADA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DAN STATISTIK (BAPPEDAS) KABUPATEN NAGEKEO The Professionalism of Local Governance Reform at The Regional Development Planning Board and Statistics (Bappedas) Nagekeo Regency Hubertus Oja, Sulaeman Asang, Baharuddin Administrasi Pembangunan, Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Universitas Hasanuddin, Makassar
ABSTRAK Profesionalisme aparatur pemerintahan daerah merupakan bagian penting dalam mewujudkan good local governance. Penelitian ini bertujuan menganalisis profesionalisme aparatur pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Statistik Kabupaten Nagekeo, dan menganalisis perbandingan profesionalisme aparatur pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Statistik Kabupaten Nagekeo pada periode 2009 dan periode 2013. Penelitian ini dilaksanakan pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Statistik Kabupaten Nagekeo. Penelitian menggunakan pendekatan kuanitatif. Jenis penelitian adalah studi komperatif. Pengumpulan data melalui kuesioner, wawancara dan dokumentasi. Proses analisis data menggunakan analisis statistik deskriptif dan analisis komperatif. Teknik penentuan sampel menggunakan sampel jenuh.Hasil penelitian menunjukan bahwa profesionalisme aparatur Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Statistik Kabupaten Nagekeo secara kualitatif dalam kriteria sedang. Profesionalisme aparatur periode 2009 sebesar 48,90% dan profesionalisme aparatur pada periode 2013 sebesar 54,61% dengan perbandingan sebesar 5,71%. Profesionalisme aparatur pada periode 2013 mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan profesionalisme aparatur pada periode 2009. Hasil tersebut menunjukan bahwa secara kuantitatif ada peningkatan profesionalisme aparatur pada periode 2013, tetapi secara kualitatif tidak mengalami peningkatan karena profesioanalisme aparatur dari ke dua periode masih dalam kriteria sedang. Kata Kunci: Profesionalisme aparatur, komparatif periode 2009 dan 2013
ABSTRACT The professionalism of local governance reform is an important part in materializing good local governance. This study aims to analyse the professionalism of the state apparatus in the Regional Development Planning Board and Statistics (BAPPEDAS) of Nagekeo Regency in the period of 2009 to 2013. This quantitative comparative study was carried out at the Regional Development Planning Board and Statistics (BAPPEDAS) of Nagekeo Regency and the data were collected by means of questionnaire, interview, and documentary study. The sample was selected with saturated sampling technique. The data were analysed with statistical comparative analysis and presented in a description. The study reveals that the professionalism of the state apparatus in the Regional Development Planning Board and Statistics (BAPPEDAS) of Nagekeo Regency in qualitative view is in the medium category. The comparative rate shows that the apparatus’professionalism in 2009 was 48,90% and in 2013 was 54,61% with a difference of 5,71%. The fact of finding indicates that the apparatus’s professionalism in 2013 improved when compared to the one in 2009. This result proves that in quantitative speaking there is an increase of professionalism of the apparatus but in qualitative view there is no improvement because the range is still in the medium category. Keywords: Apparatus professionalism , comparative in the period 2009 and 2013
197
Hubertus Oja
ISSN 2302-6340
kreatif. Hal ini senada dengan yang dijelaskan oleh Widodo dikutip dari (Rakhmat, 2009) bahwa birokrasi yang profesional artinya birokrasi yang memiliki rasa tanggung jawab dalam melaksanakan apa yang menjadi tugas, fungsi dan kewenangannya. Untuk itu dibutuhkan upaya sadar dari pemerintah untuk mewujudkan aparat yang profesional melalui pendidikan dan pelatihan yang dirancang secara profesional dan kontinyu untuk meningkatkan keterampilan yang sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan tugas masingmasing Suprijadi (2005). Di lingkup birokrasi pemerintah telah menetapkan berbagai kebijakan menyangkut profesionalisme aparatur. Hal ini seperti tercermin pada Undang-Undang No.43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Pegawai Negeri Sipil, PP No. 101 Tahun 2001 Tentang Diklat PNS, PP No.30 Tahun 1980 jo PP No. 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin PNS, PP No. 46 Tahun 2011 Tentang Penilaian Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil (PNS), UU No. 5 Tahun 2104 Tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) dimana salah satu asas, prinsip dasar serta kode etik dan kode profesi yakni asas profesionalistas. Kesemuanya ini juga menekankan terwujudnya aparatur atau PNS yang profesional, namun realitasnya kinerja aparatur masih sering mendapatkan sorotan publik yang dinilai tidak profesional. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Statistik Kabupaten Nagekeo sebagai salah satu unit kerja organisasi birokrasi daerah yang dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Nagekeo No. 4 Tahun 2008 yang telah mengalami perubahan menjadi Peraturan Dearah No. 8 Tahun 2009 Tentang Struktur Organisiasi Perangkat Daerah Kabupaten Nagekeo, walaupun keberadaanya relatif baru juga menjadi sorotan tersendiri dari kalangan publik. Mencermati lebih jauh, keberadaan PNS di lingkup organisasi BAPPEDAS dalam menjalankan tugas dan fungsinya belum menunjukan kemampuan dan kontribusainya terhadap pencapaian tujuan organisasi BAPPEDAS itu sendiri. Hal ini dapat terlihat perilaku aparatur masih kurang mengembirakan dalam melaksanankan tugas dan fungsinya seperti kurang berdisiplin dalam pekerjaan, kurang bermotivasi dan berinisiatif dalam berkerja, ada terjadi tumpah tindih dalam pelaksanaan pekerjaan yang tidak sejalan dengan apa yang sudah dirumuskan dalam
PENDAHULUAN Profesionalisme aparatur pemerintahan daerah merupakan bagian penting dalam mewujutkan good governance. Pentingnya profesionalisme aparatur dalam kegiatan kepemerintahan seperti dalam penjelasan umum Undang-Undang No. 43 Tahun 1999 bahwa kelancaran penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan nasional sangat tergantung pada kesempurnaan aparatur khususnya pegawai negeri, untuk itu setiap aparatur dituntut untuk dapat melakukan tugas dan fungsinya secara profesional. Menurut pandangan Tanri Abeng dikutip dari (Moeljono, 2003) bahwa profesional terdiri atas tiga unsur yaitu: knowledge, skill, integrity. Aparatur birokrasi publik yang profesional antara lain memiliki kinerja yang efisien dalam penggunaan sumber daya, dan efektif dalam mencapai target dan sasaran berbagai kebijakan dan programnya. Budi (2000) mengungkapkan bahwa aparatur birokrasi publik yang profesional memiliki kinerja yang baik dalam menggunakan sumber daya organisasi secara efisien guna mencapai target dan sasaran berbagai kebijakan dan programnya yang kesemuanya ditujukan untuk kepentingan, kesejahteraan dan kemakmuran bangsa dan negara. Tuntutan akan profesionalisme sebagai suatu faham dan konsep idealisme profesional, sering dijadikan tuntunan terhadap keberadaan aparat atau pegawai di lingkungan birokrasi pemerintahan. Menurut Tjokrowinoto (1996) bahwa profesionalisme adalah kemampuan untuk menjalankan tugas dan menyelenggarakan pelayanan publik dengan mutu tinggi, tepat waktu, dan prosedur yang sederhana. Prepektif dari aparatur yang profesional adalah aparatur birokrasi yang memiliki kemampuan dan keahlian tertentu dalam bidang kerja tertentu yang dapat memberikan manfaat yang besar baik bagi dirinya maupun orang banyak. Untuk mencapai tujuan publik yang demokratis, tentu kinerja birokrasi harus profesional, dan untuk mencapai profesionalitas birokrasi harus berpegang pada nilai efektifitas dan efesiensi, Widodo (2005). Profesionalisme merupakan kemampuan seseorang untuk memahami dan mengetahui tugas dan fungsinya yang dilandasi sebuah pengetahuan, keterampilan, serta mampu merespons sagala bentuk perubahan yang dijiwai nilai inovatif dan 198
Profesionalisme aparatur, komparatif periode 2009 dan periode 2013
uraian tugas dan fungsi jabatan. Di sisi lain masih minimnya kualiats SDM yang mengetahui secara benar tentang bidang-bidang khusus dalam hal pengembangan sebuah wilayah. Belum ada strategis perencanaan yang bersentuhan langsung dengan peningkatan roda perekonomian masyarakat. Menyikapi berbagai permasalahan yang terjadi dalam organisasi birokrasi di era reformasi dan otonomi daerah perlu kesiapan sumber daya manusia aparatur yang profesional dan andal. Untuk itu birokrasi pemerintah di era otonomi daerah harus dijalankan dengan semangat profesionalisme yang tinggi yakni orang-orang yang memiliki kehandalan dalam pengetahuan (knowledge), keterampilan khusus (skill), dan sikap (attitude) yang terpuji dengan semangat kerja aparatur yang responsif dan inovasi. Adapun tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis profesionalisme aparatur pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Statistik (BAPPEDAS) Kabupaten Nagekeo, dan memperbandingkan profesionalisme aparatur pada periode 2009 dan periode 2013.
ISSN 2302-6340
yakni komparatif pada periode 2009 dan periode 2013. HASIL PENELITIAN Pada penelitian ini untuk mengukur profesionalisme aparatur pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Satatistik Kabupeten Nagekeo dan memperbandingkan profesionalisme aparatur perode 2009 dan periode 2013 dengan menggunakan lima indikator pengukuran. Pengetahuan Rata-rata jawaban responden atas indikator pengetahuan perode 2009 kecenderungan responden menjawab kurang setuju dan tidak setuju untuk aspek peningkatan pendidikan formal, pelatihan kerja, pemahaman akan visi misi, dan aspek ketepatan dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab. Pembagian tugas dan tanggung jawab kecenderungan responden menjawab setuju. Untuk nilai rata-rata penegtahuan aparat pada periode 2009 sebesar 43% Pada periode 2013 rata-rata jawaban responden setuju pada pemahaman akan visi misi, pembagian tugas dan tanggung jawab, sedangkan ketepatan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab kecenderungan responden menjawab sangat setuju dan setuju. Untuk aspek pendidikan formal dan pelatihan kerja kecenderungan responden menjawab kurang setuju dan tidak setuju, dengan nilai rata-rata penegtahuan aparat pada periode 2013 sebesar 49,38%. Rata-rata keseluruhan pengtahuan aparatur baik periode 2009 maupun periode 2013 belum optimal. Hal ini terlihat dari aspek peningkatan pendidikan formal dan pelatihan kerja bagi aparatur masih rendah atau masih kurang. Kurangnya pengetahuan aparat terutama dari aspek peningkatan pendidikan formal dan pelatihan kerja berimplikasi pada kurangnya profesionalisme aparat birokrasi. Dengan kata lain, faktor pengetahuan aparat masih menjadi penghambat untuk mewujudkan profesionalisme aparat birokrasi. Kemampuan kerja Aspek kemampuan untuk berinisiatif ratarata responden menjawab kurang setuju, sedangkan untuk nilai rata-rata kemampuan kerja aparat pada periode 2009 sebesar 40,48%. Pada periode 2013 rata-rata jawaban responden sangat setuju pada aspek kemampuan beradaptasi dan
BAHAN DAN METODE Lokasi dan Rancangan Penelitian Penelitian ini dilakukan pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Satatistik (BAPPEDAS) Kabupeten Nagekeo. Pendekatan penelitian ini adalah kuantitatif, dengan desain penelitian studi komperatif pada periode 2009 dan periode 2013. Responden Penelitian Responden dalam penelitian ini menggunakan sampel jenuh yakni keseluruhan pegawai pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Satatistik (BAPPEDAS) Kabupeten Nagekeo dijadikan sebagai responden. Teknik Pengumpulan Data Tekhnik pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner, wawancara dan analisis dokumen yang berkaitan dengan indikator yang di ukur yakni pengetahuan, kemampuan kerja, attitude, responsifitas, dan inovasi kerja. Analisis Data Tekhnik analisis data menggunakan model analisis Concurrent Embedded (Sugiyono, 2011). Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis statistik deskriptif dan analisis komparatif
199
Hubertus Oja
ISSN 2302-6340
kemampuan dalam menggunakan fasilitas keja, semantara kemampuan mengatasi hambatan dalam pekerjaan rata-rata responden menjawab setuju. Kemampuan berinisiatif dengan rata-rata responden menjawab kurang setuju, hal ini berarti kemampuan dalam berinisiatif masih rendah. Untuk skor nilai rata-rata kemampuan kerja aparat pada periode 2013 sebesar 43, 95%. Kemampuan aparat baik periode 2009 maupun periode 2013 masih rendah atau masih kurang pada kemampuan dalam berinisiatif, sedangkan kemampuan dalam beradaptasi, kemampuan menggunakan fasilitas kerja, dan kemampuan mengatasi hambatan dalam pekerjaan sudah baik. Kurangnya berinisitaif akan berdampak pada ketidakprofesionalnya aparat birokrasi pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Satatistik (BAPPEDAS) Kabupeten Nagekeo. Attitude Kecenderungan jawaban responden tentang indikator attitude pada periode 2009 menunjukan rata-rata responden menjawab kurang setuju pada aspek kedisplinan dalam bekerja, kerja sama, kesesuaian pekerjaan dengan pegelaman kerja, dan sikap tidak cepat puas pada pekerjaan. Ini menunjukan bahwa attitude aparat pada perode 2009 kurang potimal, dengan rata-rata attitude aparat 35,27%. Pada periode 2013 rata-rata jawaban responden kurang setuju pada aspek kedisiplinan dalam bekerja dan sikap tidak cepat puas, semantara aspek kerja sama dan kesesuain pekerjaan dengan pengelaman kerja rata-rata responden menjawab setuju. Untuk skor rata-rata attitude aparat pada periode 2013 sebesar 37,32%, ini menunjukan attitude aparat pada periode 2013 masih belum optimal atau masih rendah. Rendahnya kedisplinan dalam bekerja, sikap tidak cepat puas aparat, serta kesesuaian pekerjaan dengan penegelaman kerja yang masih belum optimal baik periode 2009 mupun periode 2013 akan menghamabat terwujudnya profesional aparatur, Dengan kata lain, faktor attitude masih menjadi penghambat untuk mewujudkan profesionalisme aparat birokrasi pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Satatistik (BAPPEDAS) Kabupeten Nagekeo dalam menjalankan tugas dan profesinya.
Responsifitas Rata-rata jawaban responden tentang indikator responsifitas pada periode 2009 menunjukan kecenderungan responden menjawab setuju untuk aspek kemampuan merespon perkembanagan lingkungan, kemampuan mengenali kebutuhan masyarakat dan kemampuan menyusun agenda program prioritas. Aspek keberanian dalam melakukan perubahan pola kerja kecenderungan responden menjawab kurang setuju dan tidak setuju. Hal ini berarti bahwa responsifitas aparat pada periode 2009 masih belum optimal, dengan skor nilai rata-rata 37,46%, faktor attitude masih menjadi penghambat untuk mewujudkan profesionalisme aparat birokrasi dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dalam organisasi. Rata-rata jawaban responden tentang indikator attitude pada periode 2013 menunjukan kecenderungan responden menjawab sangat setuju adan setuju pada aspek kemampuan merespon perkembangan lingkungan, kemampuan mengenali kebutuhan masyarakat, dan kemampuan menyusun agenda program prioritas. Aspek keberanian dalam melakukan perubahan pola kerja kcenderungan responden menjawab kurang setuju dengan skor nilai rata-rata responsifitas aparat pada periode 2013 sebesar 44,43%, ini menunjukan bahwa responsifitas aparat pada periode 2013 sudah lumayan baik. Inovasi kerja Rata-rata jawaban responden tentang inovasi kerja pada periode 2009 menunjukan bahwa aspke metode kerja baru, evaluasi kerja, dan aspek kreatifitas dalam bekerja kecenderungan responden menjawab kurang setuju dan tidak setuju. Ini menunjukan inovasi kerja aparat pada periode 2009 masih rendah, dengan skor nilai rata-rata sebesar 24,73%. Pada periode 2013 menunjukan inovasi kerja aparat dari aspek metode kerja baru dan kreatifitas dalam bekerja, aspek evaluasi kerja kecenderungan responden menjawab kurang setuju dan tidak setuju. Untuk skor nilai rata-rata inovasi kerja aparat pada periode 2013 sebesar 26,97%. Hal ini menunjukan aspek inovasi kerja pada organisasi BAPPEDAS masih belum optimal atau masih kurang/rendah. Untuk memperjelaskan hasil penelitian ini dapat terlihat pada tabel 1.
200
Profesionalisme aparatur, komparatif periode 2009 dan periode 2013
ISSN 2302-6340
Tabel 1. Matriks perbandingan indikator profesionalisme aparat periode 2009 dan periode 2013 Karakteristik Profesionalisme Aparatur Periode Kriteria Periode Kriteria 2009 (%) 2013 (%) 1 Pengetahuan 43 Sedang 49,38 Sedang 2 Kemampuan kerja 40,48 Sedang 43,95 Sedang 3 Attitude 35,27 Rendah 37,32 Rendah 4 Responsifitas 37,46 Rendah 44,43 Sedang 5 Inovasi kerja 24,73 Rendah 26,97 Rendah Sumber: hasil olahan data kuesioner 2014 No
Indikator
Selisi perbandingan 6,38 3,47 2,05 6,97 2,24
dimiliki, serta penempatan aparatur dalam jabatan tidak didasari pada prinsip meritokrasi. Sebagaimana menurut Pamudji (1995) bahwa profesionalisme melahirkan arti profesinal quality, status ate, yang memilki arti lapangan kerja tertentu yang diduduki oleh orang-orang yang memiliki kemampuan tertentu. Lebih jauh dikemukakan oleh Tjokroamidjojo (2001) bahwa kemampuan aparatur sebagai kemampuan melihat peluang-peluang yang ada bagi pertumbuhan ekonomi, kemampuan untuk mengambil langkahlangkah yang perlu dengan mengacu kepada misi yang ingin dicapai, efisiensi, melakukan inovasi yang tidak terikat kepada prosedur administrasi, bersifat fleksibel, dan memiliki etos kerja tinggi. Birokrasi yang profesional diartikan sebagai pemerintahan yang baik dimana terdapat aparatur birokrasi yang profesional, dengan kata lain profesionalisme aparatur dalam birokrasi pemerintahan adalah hal-hal yang berkaitan dengan kepandaian khusus untuk menjalankan sistem pemerintahan dan pembangunan. Hasil analisis tentang attitude aparatur menunjkan bahwa attitude (sikap) aparat dari ke dua periode masih rendah. Redahnya attitude aparat dikarenakan cara pandang aparat melihat kedisiplinan hanya dari kaca mata regulasi pada peraturan yang ada tanpa melihat kedisplinan dari pemanfaatan waktu jam kerja secara efesien dan efektif. Rendahnya attitude berimplikasi dalam menghambat terwujudnya aparatur birokrasi yang berprofesionalisme. Sebagaimana dikemukakan Richard Hall dikutip dari (Sobur, 2001) bahwa, cara pandang para profesional terhadap profesinya yang tercermin dari sikap dan perilaku mereka, dengan berasumsi bahwa ada hubungan timbal balik antara sikap dan perilaku yaitu perilaku profesionalisme merupakan refleksi dari sikap profesionalisme.
PEMBAHASAN Pada penelitian ini menunjukan bahwa secara keseluruhan profesionalisme apartur pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Satatistik (BAPPEDAS) Kabupeten Nagekeo belum optimal dalam kriteria sedang. Profesionalisme aparatur mengalami sebuah staknagsi baik aspek pengetahuan, kemampuan kerja, attitude, responsifitas, dan juga inovasi kerja. Hal ini terlihat bahwa dari hasil temuan penelitian menunjukan pengetahuan aparatur meningkat pada periode 2013 dibandengkan dengan periode 2009. Aspek pengetahuan (knowledge) aparatur masih menjadi persoalan mendasar yang menghambat aparatur untuk mewujudkan profesionalismenya dalam bidang tugas pekerjaan atau profesinya. Sebagaimana menurut Sainipar dikutip dari (Sundarso, dkk, 2006) bahwa untuk menjadi seorang yang profesional dalam memberikan pelayanan aparatur negara harus memiliki kemampuan dan pengetahuan tentang bidang tugas masing-masing sebagaimana dinyatakan bahwa pelayanan profesional adalah kemampuan seseorang memiliki profesi melayani kebutuhan orang lain atau profesional menanggapi kebutuhan khas orang lain. Aspek kemampuan kerja mengalami peningkatan pada periode 2013 dibandingkan dengan periode 2009. Ada berbagai hal yang menghamabat terwujudnya kemampuan kerja aparatur ke arah yang lebih baik antar lain sarana dan prasarana sebagai faktor pendukung bagi pegawai dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab masih terbatas, belum diberlakukan prinsip reward bagi pegawai yang memiliki prestasi kerja yang baik sebagai wujud motivasi pegawai dalam bekerja, masih adanya aparat yang ditempatkan dalam suatu bidang tugas dan formasi jabatan yang kurang sesuai dengan kompetensi yang 201
Hubertus Oja
ISSN 2302-6340
Sikap (attitude) berperan sentral dalam pembentukan profesionalisme aparat. Sikap tersebut harus didukung pengetahuan, keahlian dan pengalaman (kompetensi) dan kepercayaan. Sikap yang positif dari aparat akan menghasilkan perilaku yang positif pula, terutama kemampuan kerja, produktivitas, pencitraan dengan landasan utama adalah penegakan nilai-nilai (tata nilai). Adanya hubungan timbal balik (dependenable) dan umpan balik (feedback) tersebut pada akhirnya akan membentuk profesionalisme aparar birokrasi. Birokrasi memainkan peranan urgen, vital dan strategis untuk membentuk sikap dan perilaku aparat dalam profesionalismenya, sehingga terjadi sinergi antara aparat dan birokrasi dalam kebutuhan masing-masing. Hal ini juga dipertegaskan oleh Maister David dikutip dari (Surjadi, 2009) yang menyatakan bahwai real professionalism is about attitude, and perhaps even about character (profesionalisme adalah tentang sikap, dan bahkan tentang karakter). Hasil analisis responsifitas menunjukan bahwa pada periode 2013 aspek responsifitas apartur terjadi peningkatan dibandingkan dengan periode 2009 aspek responsifitas aparatur masih dalam kriteria rendah, semantara responsifitas aparatur pada periode 2013 meningkat dalam kriteria sedang. Peningkatan responsifitas periode 2013 belum membawa perubahan yang berarti bagi semua apartur ini terlihat belum ada keberanian pegawai untuk melakukan perubahan pola kerja, aparatur masih bekerja dengan mengacu pada aturan kerja yang kaku dan baku yang menghambat terwujudnya visi misi organisasi. Rendahnya keberanian pegawai dalam melakukan perubahan pola kerja berimplikasi menghambatnya terbentuknya profesionalisme aparatur birokrasi. Hal ini sejalan dengan pemikiran Osborne dan Gaebler dikutip dari (Tangkilisan, 2005) bahwa organisasi publik yang dijalankan berdasarkan peraturan akan tidak efektif dan kurang efisien karena kinerja akan berjalan lamban dan berkesan bertete-tele, sedangkan birokrasi yang digerakan oleh misi sebagai tujuan dasarnya lebih efektif dan efisien. Lebih jauh menurut Tjokrowinoto (1996) menegaskan tentang keteraturan cara kerja organisasi birokrasi bahwa jika aturan main diterapkan secara kaku (rigid) maka akan melahirkan model birokrasi tidak berprofesional dalam menjalankan tugas dan
fungsi karena selalu terikat pada aturan karja yang baku (rule driven professionalism) dan menjadi birokrasi yang tidak responsif dan inovatif. Apa bila birokrasi tidak terlalu terikat kepada petunjuk pelaksana dan aturan baku pelaksanan tugas tapi lebih digerakkan oleh misi yang ingin dicapai oleh organisasi (mission-driven professionalism) maka akan terwujud birokrasi profesional yang menjalankan tugas dan fungsinya secara efektif, efisien, inovatif, dan mempunyai etos kerja tinggi. Sosok aparatur yang responsif menurut Siagian (2000) bahwa responsifitas (responsivity) merupakan kemampuan aparatur dalam mengantisipasi dan menghadapi aspirasi baru, perkembangan baru, tuntutan baru, dan pengetahuan baru, birokrasi harus merespon secara cepat agar tidak tertinggal dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Aspek inovasi kerja aparatur menunjukan bahwa tingkat perbandingan inovasi kerja aparat antara periode 2009 dan periode 2013 peningkatannya belum signifikan karena aspek inovasi kerja dari ke dua periode masih dalam kriteria yang rendah. Rendahnya evaluasi kerja dan belum optimalnya penerapan metode kerja baru dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan dari ke dua perode kerja tersebut menjadi kendala mendasar menampilkan sosok aparat yang berinovatif dalam melaksanakan tugas organisasi, dengan kata lain rendahnya inovasi kerja akan berimplikasi dalam mewujutkan sosok aparatur birokrasi yang berprofesional. Inovasi dalam dunia birokrasi publik seringkali menghadapi hambatan dan benturan dari keberadaan aturan formal dan rendahnya sikap pemimpin yang visioner dalam lingkungan birokrasi publik. Sebagaimana pendapat Siagian (2000) bahwa inovasi merupakan hasrat dan tekad untuk mencari, menemukan dan menggunakan cara baru, metode kerja baru, dalam pelaksanaan tugasnya. Adapun faktor penghambat terwujudnya profesionalisme aparatur pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Satatistik (BAPPEDAS) Kabupeten Nagekeo, secara internal adalah ada terjadi kekosongan kepemimpinan organisasi, belum ada unsur pemberdayaan kepada pegawai pada tingkat paling bawah, uji kompetensi belum dilaksanakan, keterbatasan SDM yang berkualitas, semangat belajar untuk pengembangan diri masih kurang, 202
Profesionalisme aparatur, komparatif periode 2009 dan periode 2013
inkonsistensi apa yang uraiakan dalam tupoksi dengan apa yang dikerjakan, iklim organisasi, gaya kepemimpinan, belum ada sistem reward and punishment, dan minimnya sarana prasarana. Faktor eksternal adalah kurangnya peran lemabaga independen, sistem pendiklatan, serta kondisi sosisal budaya masyarakat, dan konflik kepentingan.
ISSN 2302-6340
DAFTAR PUSTAKA Budi. (2000). Aparatur Pemerintahaan yang Profesional. Bappenas. Jakarta. Moeljono. (2003). Budaya Korporat dan Keunggulan Korporasi. PT. Alex Media Komputin. Jakarta. Pamudji S. (1995). Kepemimpinan Pemerintahan Di Indonesia. PT. Bumi Aksara. Jakarta. Rakhmat. (2009). Teori Administrasi Dan Manajemen Publik. Pustaka Arif. Jakarta. Siagian. S. (2000). Administrasi Pembangunan. Bumi Aksara. Jakarta. Surjadi. (2009). Pengembangan Kinerja Pelayanan Publik. PT. Rafika Aditama. Bandung. Sobur. (2001). Etika Perss, profesionalisme Dengan Nurani. Humaniora. Utama Perss. Bandung. Sundarso dkk., (2006). Teori Administrasi. Universitas Terbuka. Jakarta. Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Alfabeta. Bandung. Suprijadi. (2005). Prospek dan Tantangan Pengembangan Sumber Daya Manusia Aparatur di Daerah. Temu Wicara Ilmiah, STIA-LAN Makassar. Tjokrowinoto. (1996). Pembangunan, Dilema dan Tantangan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Tangkilisan. (2005). Manajemen Publik. Grasindo. Jakarta. Tjokroamidjojo. (2001). Good Governance (Paradigma Baru Manajemen Pembangunan). Universitas Indonesia (Ul Perss) Jakarta. Widodo, Dkk. (2005). Pembaharuan Otonomi Daerah. APMD Perss. Yogyakarta.
KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian, dapat ditarik kesimpulan bahwa profesionalisme aparat pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Satatistik (BAPPEDAS) Kabupeten Nagekeo belum optimal masih dalam kriteria sedang. Perbandingan profesionalisme aparat menunjukan profesionalisme aparat pada periode 2013 mengalami peningkatan dibandingkan dengan periode 2009. Upaya untuk meningkatkan profesonalisme aparat dengan cara menempatkan pegawai yang sesuai dengan latar belakang pendidikan, memberikan kesempatan kepada pegawai untuk mengikuti pelatihan secara khusus dan merata bagi semua pegawai sesuai dengan bidang tugasnya, pemberdayaan kepada pegawai dengan memberikan kesempatan kepada pegawai melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan kerja pegawai, keterampilan/keahlian pegawai dalam bekerja, serta memperbaiki sikap pegawai agar lebih bertanggung jawab dalam mengerjakan tugas dan fungsinya ataupun profesinya.
203