Analisis, Desember 2014, Vol.3 No.2 : 181 – 188
ISSN 2252-7230
TANGGUNG JAWAB HUKUM REKLAMASI LAHAN BEKAS PERTAMBANGAN PT. KALTIM PRIMA COAL DI KABUPATEN KUTAI TIMUR The Legal Accountability of PT. Kaltim Prima Coal on Land Reclamation of Ex-Mining Area in East Kutai Regency Nurlaela, Abrar Saleng, Farida Patittingi Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin (E-mail:
[email protected]) ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami sejauhmana tanggung jawab hukum PT.Kaltim Prima Coal dalam melaksanakan reklamasi lahan bekas pertambangan. Untuk mengetahui dan memahami serta menemukan faktor-faktor yang dihadapi PT.Kaltim Prima Coal dalam melaksanakan reklamasi lahan bekas pertambangan. Penelitian ini dilaksanakan pada PT.Kaltim Prima Coal, Pemerintah Daerah dan Masyarakat di Kabupaten Kutai Timur, Propinsi Kalimantan Timur. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan, dimana pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara dan pengamatan dengan tetap memperhatikan literatur dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif dan dipaparkan secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PT.Kaltim Prima Coal telah melaksanakan reklamasi lahan bekas pertambangan, namun belum sepenuhnya dilakukan karena masih adanya areal terganggu atau lahan bekas tambang yang belum direklamasi. Hal tersebut disebabkan adanya beberapa faktor yang menjadi kendala atau penghambat, antara lain adalah faktor sumberdaya yang dimiliki serta ketersediaan tanah pucuk (top soil ) yang kurang mencukupi untuk dijadikan timbunan areal bekas tambang.Dibutuhkan upaya dan perhatian yang serius dari pihak PT.Kaltim Prima Coal guna mempercepat pelaksanaan kegiatan reklamasi lahan bekas tambang. Pengawasan secara internal perusahaan dan oleh pihak lainyang berkompeten, terutama pemerintah mutlak dilakukan secara berkala guna mendorong peningkatan pengelolaan dan kebijakan terkait pelaksanaan reklamasi lahan bekas tambang. Kata Kunci: Tanggung Jawab Hukum, Pertambangan, Reklamasi ABSTRACT This study aims to describe the implementation of legal accountability of PT.Kaltim Prima Coal in performing land reclamation of an ex-mining area, and to investigate the factors that the company faces in implementing the reclamation process. The study was carried out in PT.Kaltim Prima Coal, Regional Government of East Kutai Regency of the Province of East Kalimantan. The method used was a field survey and the data were collected by means of interview and observation with references to literature and current rules of law. The data obtained were qualitatively analysed and qualitatively described.The study reveals that the company has performed its responsibility to reclaim the exmining area, yet it has not been fully implemented. There are still some areas which are not reclaimed yet due to the hampering factors such as resources, and the limited availability of top soil. More attention and serious effort should be given by the company to speed up this reclamation process. Both Internal and external supervisions should be performed regularly to speed up the management of the reclamation of the ex-mining area. Keywords: Legal Accountability, Mining, Reclamation
181
Nurlaela
ISSN 2252-7230
aspek pemerataan, aspek lingkungan dan aspek konservasi (Purnomo, 2001). Salah satu bentuk pencegahan kerusakan lingkungan dalam pertambangan adalah reklamasi. Reklamasi menurut ketentuan dalam Undangundang Nomor 4 Tahun 2009 adalah kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk menata, memulihkan dan memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya. Besarnya potensi ekonomi yang diperoleh dari batubara tersebut membuat pengusaha atau investor melakukan eksploitasi terhadap daerah yang mempunyai potensi untuk dijadikan daerah pertambangan batubara. Namun upaya perbaikan atau reklamasi sangat minim dilakukan dan sering mengalami kendala. Hal inilah yang membuat kekhawtiran serta kecemasan berarti bagi masyarakat yang berada pada daerah sekitar lokasi pertambangan tersebut. Pada umumnya setelah kawasan tersebut ditambang upaya perbaikan lahan tidak maksimal dilakukan. Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dan dipertegas lagi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 Tentang Reklamasi dan Pascatambang. Namun kenyataannya masih banyak perusahaan pertambangan yang belum melakukan reklamasi atas lahan bekas pertambangan. Menurut Kepala Devisi Hukum Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kalimantan Timur, menytakan bahwa ada lebih 1.300 izin usaha pertambangan di Kalimantan Timur akan tetapi sebagian besar belum melakukan kegiatan reklamasi termasuk perusahaan tambang batubara terbesar di dunia yaitu PT.Kaltim Prima Coal (www.portalkbr.com/nusantara, 2014).
PENDAHULUAN Perkembangan teknologi pengolahan batubara menyebabkan ekstrak bijih kadar rendah menjadi lebih ekonomis, sehingga semakin luas dan semakin dalam mencapai lapisan jauh dibawah permukaan. Hal ini menyebabkan kegiatan pertambangan menimbulkan dampak lingkungan yang sangat besar. Sejalan dengan hal tersebut dan semakin berkembangnya teknologi untuk mengelola alam, maka manusia yang merupakan faktor yang sangat penting dan dominan dalam merestorasi lingkungan menjadi rusak (Arif, 2007). Pengaruh kegiatan pertambangan mempunyai dampak yang sangat signifikan terutama pencemaran air permukaan dan air tanah, kondisi fisik, kimia dan biologis tanah menjadi buruk seperti lapisan tanah tidak berprofil, terjadi pemadatan, kekurangan unsur hara yang penting, pH rendah, pencemaran oleh logam-logam berat pada lahan bekas tambang, serta penurunan populasi mikroba tanah. Dampak negatif dari kegiatan pertambangan tersebut perlu dikendalikan untuk mencegah terjadinya kerusakan lingkungan diluar batas kewajaran, dengan cara melakukan reklamasi terhadap lahan bekas pertambangan. Hal ini sesuai dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang mempertegas bahwa betapa pentingnya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam hubungannya dengan pembangunan yang berkelanjutan (sustainaibility). Berkelanjutan dalam pendayagunaan sumberdaya mineral harus diartikan sebagai pemanfaatan seefesien mungkin potensi sumberdaya alam yang bersifat tidak terbaharukan melaui nilai tambah yang maksimal, oleh karena itu dalam pengelolaan dan pemanfaatannya dibutuhkan pendekatan manajemen ruang yang ditangani secara holostik dan integrative dengan memperhatikan empat aspek pokok yaitu aspek pertumbuhan,
METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sangatta Kabupaten Kutai 182
Tanggung Jawab Hukum, Pertambangan, Reklamasi
Timur, Propinsi Kalimantan Timur. Lokasi tersebut dipilih peneliti dengan pertimbangan bahwa objek penelitian terdapat di Kabupaten Kutai Timur, yaitu PT.Kaltim Prima Coal, Pemerintah setempat dan masyarakat yang berada didaerah pertambangan tersebut.
ISSN 2252-7230
yaitu Pemerintah daerah yang terkait dengan objek penelitian, PT.Kaltim Prima Coal (pihak managemen dan staf yang terkait langsung dengan pelaksanaan reklamasi), masyarakat dikawasan pertambangan sebagai terdampak dari adanya kegiatan pertambangan. Sampel adalah kelompok kecil yang diamati dan merupakan bagian dari populasi sehingga sifat dan karakteristik populasi juga dimiliki oleh sampel.
Sifat dan Tipe Penelitian Sifat penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris yaitu penelitian yang mengutamakan penelitian lapangan untuk memperoleh data primer dan data sekunder. Tipe penelitian ini adalah dekriptif analitis yaitu memaparkan suatu keadaan yang didasarkan pada kenyataan yang terjadi, kemudian dikaji dengan menggunakan bahan hukum yang berhubungan dengan reklamasi lahan bekas pertambangan.
Teknik Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah untuk data primer dilakukan penelitian lapangan yaitu dengan melakukan penelitian secara langsung melalui wawancara kepada pihak-pihak yang terkait dan sesuai dengan objek penelitian, dalam hal ini pihak PT.Kaltim Prima Coal, Pemerintah Daerah Kabuapaten Kutai Timur dan masyarakat yang berada di kawasan pertambangan. Dan pengamatan, dimana penulis mangamati langsung kondisi lapangan, tempat dimana PT.Kaltim Prima Coal melakukan kegiatan reklamasi lahan bekas pertambangan. Untuk data sekunder dilakukan penelitian kepustakaan yaitu dengan mempelajari buku-buku, peraturan perundangundangan, artikel-artikel yang terkait dengan penelitian ini.
Jenis dan Sumber Data Mengenai jenis dan sumber data yang digunakan adalah sebagai berikut data primer yakni data yang diperoleh secara langsung melalui penelitian lapangan, data sekunder yakni data yang diperoleh melalui studi kepustakaan yang berkaitan dengan objek penelitian yang dikaji. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah Perusahaan PT.Kaltim Prima Coal, Pemerintah dan masyarakat di Sangatta Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur. Dari populasi tersebut, peneliti hanya menetapkan beberapa sampel yang dijadikan objek penelitian guna mendapatkan data dan informasiterkait dengan pelaksanaan reklamasi lahan bekas tambang batubara oleh PT.Kaltim Prima Coal, penetapan tersebut dengan menerapkan non probability sampling (pengambilan sampel secara tidak acak) dengan cara penarikan purposive sampling (penarikan sampel bertujuan), dilakukan dengan cara mengambil sampel yang didasarrkan pada tujuan tertentu yang disebabkan keterbatasan waktu, tenaga, dan biaya
Analisis Data Data yang diperoleh dari data primer dan data sekunder diolah dan dianalisis berdasarkan rumusan masalah sehingga diperoleh gambaran yang jelas. Analisis data yang digunakan adalah analisis data yang memberikan gambaran yang jelas dan konkrit terhadap objek yang dibahas secara kualitatif dan selanjutnya data tersebut disajikan secara deskriptif yaitu menjelaskan, menguraikan dan menggambarkan sesuai dengan permasalahan yang erat kaitannya dengan penelitian ini. HASIL Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya kendala yang dihadapi 183
Nurlaela
ISSN 2252-7230
PT.KPC dalam pelaksanaan reklamasi disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya terkait dengan ketidaktersediaan sumberdaya manusia yang cukup untuk mengelola lahan bekas pertambangan secara baik dan berkelanjutan. Secara kapasitas PT.KPC telah memiliki beberapa tenaga ahli dibidang reklamasi, namun dianggap belum cukup secara kuantitas untuk mengelola seluruh lahan bekas pertambangan sehingga pelaksanaan pertambangan belum maksimal seperti yang diharapkan. Padahal Perautan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamsi dan Pascatambang pasal 20 ayat (1) menegaskan bahwa pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi wajib melaksanakan reklamasi dan pascatambang sampai memenuhi kriteria keberhasilan. Pertambangan adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan penggalian kedalaman tanah (bumi) untuk mendapatkan sesuatu yang berupa hasil tambang misalnya mineral, minyak, gas bumi dan batubara (Gatot,S, 2010). Kegiatan pertambangan batubara pada umumnya menyebabkan kerusakan dan perubahan bentuk lahan karena menggunakan metode penambangan terbuka. Olehnya itu setiap perusahaan yang melakukan kegiatan pertambangan wajib melaksanakan reklamasi lahan bekas pertambangannya. Tanggung jawab perusahaan PT.Kaltim Prima Coal dalam hal reklamasi meliputi penyerahan rencana reklamasi,penyerahan uang jaminan reklamasi, pelaksanaan reklamasi, pemantauan, pemeliharaan dan pemanfaatan pascatambang. Terkait dengan pelaksanaan reklamasi sebagaimana disebutkan dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan batubara dimana setiap perusahaan pengelola tambang wajib melakukn reklamasi. Kemudian untuk memastikan bahwa tanggung jawab perusahaan pengelola tambang melaksanakan reklamasi dengan baik dan sungguh-
sungguh, maka setiap perusahaan diwajibkan menyetor dana jaminan reklamasi dalam bentuk deposito ke Bank Pemerintah yang ditunjuk. Hal ini sebagaimana diatur dalam peraturan pemerintah nomor 78 Tahun 2010 tentang reklamasi dan pascatambang pasal 29 ayat (1) yang menjelaskan bahwa pemegang IUP dan IUPK wajib menyediakan jaminan reklamasi dan jaminan pascatambang. Kemudian pada ayat (2) menjelaskan bahwa jaminan reklamasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari jaminan reklamasi tahap eksplorasi dan jaminan reklamasi tahap operasi produksi. Sebagai bentuk tanggung jawab PT.Kaltim Prima Coal telah membuat perencanaan reklamasi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara bahwa reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk menata, memulihkan, dan memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar berfungsi kembali sesuai dengan peruntukannya. Kemudian Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 pasal 7 ayat (4) yang menegaskan tentang muatan minimal dari rencana reklamasi, untuk itu PT.KPC menetapkan rencana dan kegiatan reklamasi terdiri atas tahapan sebagai berikut perencanaan reklamasi, reklamasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari setiap kegiatan atau tahapan penambangan. Oleh karena itu perencanaan reklamasi menjadi terintegrasi dengan perencanaan tambang, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Survei keanekaragaman hayati, prosedur pegelolaan keanekaragaman hayati telah disusun untuk menjamin terlaksananya kegiatan ini.Pengelolaan tanah sebelum penambangan dilakukan dengan menggunakan alat dan kendaraan khusus untuk pemadatan agar benihbenih tanaman yang terdapat pada tanah tersebut bisa tumbuh lagi didaerah penyebaran. Kemudian tanah dipindah184
Tanggung Jawab Hukum, Pertambangan, Reklamasi
kan dan disebarkan kembali didaerah yang akan direhabilitasi atau disimpan untuk sementara. Penyiapan daerah reklamasi, yaitu pembangunan tempat penimbunan. Ini dilakukan didaerah bekas tambang atau daerah-daerah lain untuk penimbunan dengan memperhatikan aspek geoteknik dan lingkungan. Pembentukan lereng bagian luar dengan menggunakan dozer. Penimbunan dan penyebaran topsoil. Topsoil sangat penting sebagai media tumbuh tanaman. Penyebaran topsoil pada timbunan final dilakukan ketebalan 1 meter atau ditentukan sesuai persetujuan manager environment. Penggarukan dan pembuatan saluran air yaitu penggarukan dilakukan tegak lurus arah kemiringan lereng untuk mencegah timbulnya erosi permukaan yang dapat melarutkan zat organic yang ada di dalam tanah. Tata kelola air di areal rehabilitasi diperlukan untuk mengarahkan aliran ke tempat yang aman sesuai rencana, sehingga erosi lahan dapat dicegah. Penanaman dan perawatan tanaman yaitu kegiatan penanaman dan perawatan tanaman dilakukan oleh beberapa kontaraktor local dibawah pengawasan supervisor reklamasi. Pemantauan rehabilitasi dalam keanekaragaman hayati. Program pemantauan daerah rehabilitasi PT.KPC dibentuk untuk mengevaluasi perkembangan daerah rehabilitasi. Memastikan perkembangan daerah rehabilitasi mengarah pada terbentuknya kembali ekosistem yang secara fungsi dan struktur dapat memenuhi kriteria keberhasilan daerah rehabilitasi. Apabila ditemukan hasil yang tidak sesuai dengan kriteria keberhasilan maka dilakukan tindakantindakan perbaikan seperti pemupukan dan tambal sulam. Beberapa kegiatan monitoring lainnya meliputi monitoring fauna (insects,mammals,reptiles). Studi perkembangan sifat fisik dan kimia tanah, produksi biomassa tegakan. Selain kegiatan pemantauan secara internal, juga dilakukan pemantauan
ISSN 2252-7230
secara eksternal dari pemerintah dalam hal ini kementerian ESDM melalui tim yan dibentuk baik ditingkat pusat, provinsi maupun tingkat kabupaten. Tim pemantauan ini bekerja untuk menilai pelaksanaan reklamasi dapat berjalan sesuai dengan kriteria dan indikator yang ditetapkan. Pihak perusahaan memberikan laporan pelaksanaan reklamasi secara triwulanan, kemudian laporan tersebut diperiksa oleh Tim pemantau dan melakukan audit pelaksanaan reklamasi kemudian memberikan penilaian dan dapat memberikan rekomendasi untuk ditindaklanjuti pihak perusahaan manakala perlu perbaikan atau optimalisasi pelaksanaan kegiatan reklamasi. Masalahnya adalah tim ini belum sepenuhnya bekerja secara optimal sehingga lahan bekas tambang pada areal terganggu belum optimal direklamasi oleh PT.KPC. Berdasarkan data tentang penggunaan lahan untuk kegiatan pertambangan yang dikeluarkan oleh Departemen Lingkungan PT.KPC didapatkan bahwa luas lahan terganggu (areal yang sudah atau sementara ditambang) seluas 18.127,568 hektar are, sedangkan lahan yang telah direklamasi baru sekitar 10.876,540 hektar are. Hal ini menunjukkan bahwa dari luas lahan yang terganggu baru sekitar 60 % yang dapat direklamasi oleh PT.KPC. Menurut Jefri Santoso (bagian legal Superintendent PT. KPC), mengatakan bahwa luas lahan yang terganggu belum seluruhnya dapat direklamasi karena adanya beberapa faktor atau kendala yang dihadapi seperti ketersediaan peralatan khusus yang dibutuhkan untuk pelaksanaan reklamasi. Dan kekurangan material tanah pucuk (topsoil) yang akan dijadikan sebagai timbunan permukaan. Pada kegiatan reklamasi dengan tujuan untuk revegetasi seringkali lahan sulit ditanami karena berbagai penyebab, seperti tanah sangat padat, tidak subur, masam, erosi tinggi dan lain-lain.
185
Nurlaela
ISSN 2252-7230
tambang, walaupun pihak PT.KPC memberi alasan bahwa hal itu terjadi disebabkan oleh beberapa masalah teknis dan non teknis, namun menurut penulis hal tersebut terjadi juga disebabkan kurang optimalnya pengawasan terutama dari pihak pemerintah, pihak berkompeten lainnya seperti perguruan tinggi dan masyarakat yang menerima dampak langsung dari pelaksanaan penambangan tersebut. Kemudian terkait dengan factor jumlah tenaga kerja ahli dibidang lingkungan hidup dan pengelolaan reklamasi. Menurut penulis sebenarnya PT.KPC sudah melakukan upaya yang cukup bagus dengan menggandeng beberapa institusi yang berkompeten seperti IPB, Universitas Mulawarman, BPPT dan beberapa peneliti independen lainnya. Namun mestinya kerjasama tersebut terus dikembangkan dan berkelanjutan sehingga dari segi kuantitas sumberdaya manusia dapat teratasi. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 Tentang Reklamasi dan Pascatambang, pasal 7 ayat (1) dimana disebutkan bahwa rencana reklamasi disusun untuk jangka waktu 5 (lima) tahun. Untuk itu, menurut penulis adanya batasan waktu pelaksanaan reklamasi paling lama 5 tahun lahan bekas pertambangan sudah harus selesai dilaksanakan dan berfungsi kembali sesuai dengan peruntukannya. Apakah menjadi hutan kayu/rimba/lindung atau hutan produksi atau fungsi lainnya. Jika ternyata pihak perusahaan dalam hal ini PT.KPC tidak mampu melaksanakan hal tersebut, maka pemerintah dapat mencairkan uang jaminan reklamasi dan menunjuk pihak lain untuk melaksanakan kegiatan reklamasi. Hal ini juga diatur dalam pasal 33 Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 Tentang Reklamasi dan Pascatambang yang menegaskan bahwa :
PEMBAHASAN Penelitian ini memperlihatkan bahwa pelaksanaan reklamasi yang dilakukan oleh PT.Kaltim Prima Coal di Kecamatan Sangatta Kabupaten Kutai timur, Kalimantan Timur memberikan gambaran bahwa belum seluruhnya lahan bekas tambang telah direklamasi oleh PT.Kaltim Prima Coal sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Mineral dan Batubara pada pasal 99, kemudian pemerintah mempertegas kewajiban reklamasi dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010. Data yang didapatkan memperlihatkan bahwa dari jumlah areal yang terganggu atau dieksploitasi seluas 18.127,558 ha, sedangkan areal yang telah direklamasi baru sekitar 10.876,540 ha atau sekitar 60 %. Untuk itu, penulis menilai bahwa tanggung jawab PT.KPC terhadap amanah Undang-undang dan peraturan pemerintah di atas secara komperehensif kurang dilaksanakan sebagaimana mestinya.Padahal tanggung jawab adalah suatu kewajiban bertanggung jawab atas undang-undang yang dilaksanakan dan memperbaiki atau sebaliknya memberi ganti rugi atas kerusakan apapun yang telah ditimbulkannya. (Ridwan, 2006). Hal ini menguatkan apa yang dikatakan oleh Kepala Devisi Hukum Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kalimantan Timur yang mengatakan bahwa PT.KPC termasuk salah satu perusahaan yang belum melakukan kegiatan reklamasi secara maksimal (www.portalkbar.com/ nusantara,2014). Padahal penyalahgunaan dan penyelewengan terhadap norma-norma pengelolaan kekayaan alam menimbulkan ketidak adilan. Manusia menggunakan haknya secara berlebihan dengan menguras kekayaan alam, tanpa memperhatikan tanggung jawab dan kewajiban sebagaimana mestinya (William, 2005). Adanya keterlambatan pelaksanaan reklamasi pada keseluruhan lahan bekas
Apabila berdasarkan hasil evaluasi terhadap laporan pelaksanaan reklamasi menunjukkan pelaksanaan reklamasi tidak memenuhi kriteria keberhasilan, Menteri/Gubernur, atau bupati/
186
Tanggung Jawab Hukum, Pertambangan, Reklamasi
walikota sesuai dengan kewenangannya dapat menetapkan pihak ketiga untuk melaksanakan kegiatan reklamasi sebagian atau seluruhnya dengan menggunakan jaminan reklamasi.
ISSN 2252-7230
oleh masyarakat untuk dimanfaatkan secara ekonomis. Menurut Saleh, Suki dan beberapa masyarakat lainnya mengatakan bahwa mereka tidak mengetahui samasekali tentang rencana peruntukan lahan hasil reklamasi dan pascatambang. Namun mereka berharap agar lahan bekas tambang tersebut dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraannya. Dengan demikian apa yang menjadi harapan masyarakat, menurut penulis sejalan dengan asas-asas yang berlaku dalam pertambangan mineral dan batubara, sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009, Pasal 2 ayat (1) bahwa asas manfaat dalam pertambangan adalah asas yang menunjukkan bahwa dalam melakukan kegiatan pertambangan harus mampu memberikan keuntungan dan manfaat yang sebesar-besarnya bagi peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat (Gatot, 2012). Kemudian pada Pasal 3 ayat (e) menjelaskan bahwa dalam rangka mendukung pembangunan nasional yang berkesinambungan maka tujuan pengelolaan mineral dan batubara untuk meningkatkan pendapatan masyarakat lokal, daerah dan Negara serta menciptakan lapangan kerja untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat.
Kemudian Pasal 22 ayat (1 dan 2) Peraturan Pemerintah nomor 78 Tahun 2010 Tentang Reklamasi dan Pascatambang menyebutkan bahwa pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi wajib menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan reklamasi setiap 1 (satu) tahun kepada Menteri, Gubernur atau Bupati/ Walikota sesuai dengan kewenangannya. Berdasarkan kewenangan tersebut maka menteri, gubernur atau bupati/walikota melakukan evaluasi terhadap laporan pelaksanaan reklamasi. Menurut penulis kewenangan inipun kurang maksimal dilakukan oleh stakeholders terkait karena berdasarkan pengamatan langsung dilapangan masih banyak lahan bekas tambang yang belum direklamasi, juga polusi udara berupa debu dan udara yang panas masih sangat terasa. Dari hasil wawancara dengan masyarakat sekitar tambang bernama Mustari mengatakan bahwa dulu sebelum adanya kegiatan pertambangan, udara masih sejuk dan tidak gersang seperti sekarang ini, masyarakat juga mengalami batuk-batuk dan sesak nafas karena debu hasil kegiatan pertambangan. Masyarakat lainnya Hamka mengharapkan agar lahan bekas tambang dapat segera direklamasi dan dijadikan lahan yang dapat menghasilkan atau memberi manfaat langsung bagi masyarakat seperti dijadikan perkebunan atau pengembangan ternak sapi sebagaimana di tempat lainnya. Kemudian pada lokasi lainnya, berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan masyarakat lokal sekitar pertambangan, penulis mendapatkan informasi bahwa lahan bekas pertambangan yang telah direklamasi oleh PT.KPC masih terkesan tidak terurus dan terbengkalai. Padahal mestinya lahan tersebut dapat diakses
KESIMPULAN DAN SARAN PT. Klatim Prima Coal dalam melaksanakan tanggung jawab terkait dengan pelaksanaan reklamasi sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 Tentang Reklamasi dan Pascatambang telah dilaksanakan dengan cukup baik pada lokasi yang telah direklamasi, karena lahan bekas tambang tersebut telah berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Walaupun demikian masih ada lahan bekas tambang yang belum direklamasi, hal ini terjadi karena adanya beberapa factor sebagaimana yang telah dijelaskan oleh PT.KPC yaitu factor sumberdaya yang belum memadai dari 187
Nurlaela
ISSN 2252-7230
segi kuantitas dan factor pengawasan, baik secara internal maupun eksternal. Dengan melihat dampak kerusakan lingkungan dari kegiatan pertambangan, maka untuk mengembalikan lahan bekas tambang pada kondisi dan fungsi seperti semula, walaupun tidak harus 100%, dibutuhkan upaya yang serius dari pihak PT.KPC. Untuk itu diharapkan PT.KPC dapat terus mengembangkan kerjasama dengan pihak-pihak yang terkait terutama pihak pemerintah, perguruan tinggi dan institusi lain yang peduli terhadap lingkungan guna mempercepat pelaksanaan reklamasi pada lahan bekas tambang secara keseluruhan. Mengingat bahwa pelaksanaan reklamasi bukanlah semata menyangkut masalah tanggung jawab hukum yang harus dipenuhi oleh pihak perusahaan pengelola tambang, namun juga merupakan tanggung jawab sosial dan ekonomi. Untuk itu diharapkan agar konsep dan metodologi penanganan managemen lingkungkungan yang berkelanjutan haruslah memperhatikan dan menggandengkan tanggung jawab tersebut dalam aksi nyata.
Arif, I. (2007). Perencanaan Tambang Total sebagi upaya penyelesaian Persoalan Lingkungan Dunia Pertambangan, Universitas Sam Ratulangi, Manado. Yusgiantoro, P. (2001). Kebijakan dan Sinergitas Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sektor Pertambangan dan Energi, Makalah Keynote Speaker Seminar Nasional Pengaturan Pengelolaan Pertambangan. Sunggono, B. (1996). Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Salim.E. (1993). Pembangunan Berwawasan Lingkungan, LP3ES, Jakarta. Ridwan,H.R.(2006). Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada. William, C.(2005). Moral Lingkungan Hidup. Kanasius, Yogyakarta. Supranomo, G.(2012). KHukum Pertambangan Mineral dan Batubara Di Indonesia, PT.Rineka Cipta, Jakarta. Sundari, R.S. (2008). Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan dan Kebijaksanaan LIngkungan Nasional, Airlangga University Press, Surabaya. Koesnadi, H. (1994). Hukum Tata Lingkungan, Gajahmada University Press, Yogyakarta.
DAFTAR PUSTAKA Saleng, A. (2013). Kapita Selekta Hukum Sumberdaya Alam, Membumi Publishing, Makassar.
188