BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang
Perdagangan komoditas buah-buahan merupakan salah satu pilar perdagangan internasional. Pada tahun 2000, total produksi buah dunia tercatat sebesar 466,4 juta ton, sedangkan ketersediaan buah-buahan di pasar ekspor dunia berjumlah 40,9 juta ton. Komoditas buah di pasar ekspor adalah pisang (35%); jeruk (24%); apel dan pear (17%); anggur (7%); buah eksotik (7%); buah berbiji keras/stone fruits (4%); strawberry (1%); dan lain-lain (5%). Pada tahun 2000, Indonesia telah mengekspor aneka buah sebanyak 391.455 ton atau 0,95% dari total pasar ekspor. Untuk memenuhi kebutuhan konsumen pisang di seluruh dunia, produsen pisang di negara sentra produksi pada tahun 1996 telah menghasilkan pisang sebanyak 55.787.000 ton, yang setengahnya dipasok oleh 6 (enam) negara tropik dan subtropik seperti India sebesar 16,82%, Brazil 9,63%, Equador sebesar 8,99%, Philipina sebesar 5,5%, China sebesar 5,58% dan Indonesia sebesar 4,4%. Perdagangan pisang tersebut didukung oleh jejaring perdagangan global pisang yang telah berkembang dengan baik, sehingga sepanjang tahun dapat mensuplai kebutuhan pasar khususnya di negara-negara sub-tropika. (Ditjen BPH.2002). Dari kondisi di atas dapat dilihat bahwa potensi permintaan pisang sepanjang tahun sangat besar yang didasari oleh tingkat konsumsi pisang dunia sehingga dibutuhkan suatu mekanisme pola pasokan yang terencana, terorganisir, efisien dan efektive.
Tiga tahun terakhir ketersediaan buah-buahan Nasional meningkat dengan tajam. Pada tahun 2000 ketersediaan buah baru mencapai 37 kg/kapita/tahun, meningkat menjadi 43 kg/kapita/tahun pada tahun 2001 dan 50 kg/kapita/tahun pada tahun 2002. Dari total konsumsi untuk buah-buahan, konsumsi berdasarkan ketersediaan pisang pada tahun 2002 yang tercatat sebesar 18,56 kg/orang/hari atau 37,12% dari total konsumsi untuk buah-buahan. Angka ini lebih rendah jika dibandingkan dengan konsumsi pisang di negara maju ( Amerika Serikat) yang mencapai 22,05 kg/per orang per hari. (Ditjen. BPH. 2002). Dengan kultur masyarakat Indonesia yang telah memasukkan pisang sebagai bagian dari budaya disamping sebagai bahan pangan, kebutuhan masyarakat terhadap pisang akan semakin besar, maka menuntut manajemen yang baik dari industri hulu seperti budidaya mencakup pola tanam, waktu tanam dan varietas yang diinginkan, penanganan pascapanen sampai pola distribusi untuk menjamin ketersediaan pisang yang stabil sehingga diperlukan suatu pola penanganan distribusi pisang yang baik mencakup waktu, jumlah, mutu dan harga pisang yang diinginkan oleh konsumen. Sebagai bahan pangan untuk dikonsumsi, mutu pisang merupakan muara dari sebuah siklus produk (product life cycle) yang dituntut oleh konsumen. Walaupun belum nampak secara signifikan, mutu buah-buahan Nasional termasuk pisang juga mulai meningkat. Hal ini terbukti dengan semakin meingkatnya volume buah yang diperdagangkan di supermarket maupun fruit shop. Walaupun demikian, selama ini produk buah-buahan di Indonesia belum mampu membawa kemakmuran bagi masyarakat, karena produksi buah-buahan tersebut, baik dari segi kualitas maupun produktivitas masih relative rendah. Padahal secara Internasional komoditas hortikultura, termasuk buah-buahan identik dengan komoditas yang berkualitas tinggi dengan standar
mutu tertentu. Komoditas hortikultura, selain harus memenuhi standar kualitas, juga harus diproduksi secara efisien untuk mendapatkan daya saing pasar. (Poerwanto, 2004). Usaha agribisnis pisang telah menjadi salah satu usaha agribisnis andalan dari beberapa negara di Amerika Selatan misalnya Honduras, Costa Rica, dan Guatemala. Produknya diekspor ke berbagai negara sub-tropik seperti Uni Eropa, Amerika Serikat dan Jepang. Perusahaan agribisnis pisang global yang terkenal misalnya Chiquita International. Dalam perdagangan global, pisang unggulan saat ini adalah “Cavendish”, salah satu kelompok AAA. (Winarno, 2003). Indonesia, salah satu negara tropika di kawasan Asia Tenggara, memiliki keragaman Sumber Daya Alam (SDA) hayati berbagai varietas pisang seperti Barangan, Ambon Kuning, Raja Bulu, dan lain-lain; SDA agroekologi “humid-tropic”; serta SDM petani dan swasta yang cukup besar. Pisang sebagai salah satu komoditas unggulan saat ini masih tetap merupakan kontributor utama (40%) terhadap pencapaian produksi buah nasional. Trend peningkatan produksi pisang sejak tahun 1997 – 2002 cenderung mengalami peningkatan dengan rata-rata 7,5%/tahun. Produksi pisang pada tahun 1997 sebesar 3.057.081 ton naik menjadi 4.384.384 ton pada tahun 2002 dengan produktivitas dari 39,1 ton/ha menjadi 58,6 ton/ha. (Winarno, 2003). Secara umum ada 14 kultivar pisang yang utama di tanam di Indonesia. Pisang Mas, Pisang Ambon Putih, Pisang Ambon Lumut, Pisang Badak, Pisang Lampung, Pisang Raja Sereh dan Pisang Ambon Jepang. Sedangkan pisang yang untuk olahan adalah Pisang Raja Bulu, Pisang Uli, Pisang Tanduk, Pisang Nangka, Pisang Siem, Pisang Kepok dan Pisang Kapas. (Dit. Tanaman Buah. 2002).
Tabel 1.1 Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Pisang Tahun 1997 – 2002.
No
Tahun
Luas panen (Ha)
Produksi (Ton)
Produktivitas (Ton/Ha)
1
1997
78.115
3.057.081
39,1
2
1998
71.537
3.176.749
44,4
3
1999
70.512
3.375.851
47,9
4
2000
73.539
3.746.962
50,9
5
2001
76.923
4.300.422
55,9
6
2002
74.751
4.384.384
58,6
Sumber : Ditjen. Bina Produksi Hortikultura. 2003.
1.2
Permasalahan
1.2.1 Kondisi Saat Ini
Usahatani pisang dibeberapa sentra produksi seperti P. Jawa dan Sumatera merupakan usaha tani sampingan bukan sebagai sumber utama penghasilan keluarga sedangkan di sentra produksi seperti P Kalimantan merupakan usaha tani pokok. Sebagian besar pertanaman pisang dilakukan di lahan pekarangan atau tegalan sebagai tanaman campuran dengan tanaman lain seperti jagung, jahe, kopi, dll melalui pola tumpang sari. Upaya pemeliharaan yang dilakukan sangat minim dan tidak pernah diberi perlakuan pemupukan dan pengedalian OPT. Benih yang digunakan masih berasal dari anakan yang dihasilkan oleh petani sendiri, penangkar masih sangat terbatas. Masalah utama adalah serangan penyakit layu Fusarium yang telah menyerang hampir diseluruh wilayah sentra produksi pisang (Dit. Tanaman Buah, 2003). Distribusi buah-buahan khususnya pisang dilakukan dengan berbagai tingkat dan tahapan proses, dari produsen (petani) hingga ke pengguna akhir (konsumen). Rantai
pasokan/distribusi ke untuk konsumen antara lain terdiri dari petani, pedagang perantara, pedagang pengumpul/besar, supplier, pengecer dan konsumen sebagai mata rantai akhir. Pada umumnya komoditas hortikultura khususnya pisang bersifat mudah rusak (perishable) yang diakibatkan antara lain oleh penanganan panen dan pascapanen yang tidak baik, cara angkut yang tidak memenuhi syarat serta cara packing yang tidak sempurna sehingga menurunkan kualitas produk yang dihasilkan. Mempertahankan mutu produk dan peningkatan nilai tambah pada komoditas pisang sebagian besar dilakukan pada tahap pasca panen. Sebagaian besar produk komoditas hortikultura termasuk pisang memiliki daya tahan dan waktu simpan yang rendah, menyebabkan perlakuan pascapanen memegang peran yang peting dalam mempertahankan mutu, kuantitas dan peningkatan nilai tambah. Upaya mempertahankan mutu produk secara langsung atau tidak langsung menyebabkan biaya bertambah, disisi lain tingkat kehilangan hasil meningkatkan kerugian dan resiko, sedangkan peningkatan nilai tambah akan menuntut kompensasi margin yang bertambah pula. Rantai pemasaran pisang yang ada saat ini tidak merangsang tumbuhnya upaya perbaikan mutu pisang yang dapat meningkatkan nilai tambah. Tidak ada insentif untuk mutu yang lebih baik.
Padahal tumbuhnya pasar ritel berupa supermarket dan
hypermarket menuntut mutu pisang yang lebih baik. Pada tahapan distribusi kerugian terhadap penanganan pascapanen yang salah, informasi yang tidak akurat dan permintaan yang salah dapat mencapai 35 – 40 % atau setara dengan Rp. 17,5 milyar rupiah pertahun (estimasi harga pisang pertandan Rp. 10.000,-), hal ini menggambarkan betapa pentingnya pengkajian rantai pasokan. Dampak yang ditimbulkan dapat berupa : (1) berkurangnya pasokan pisang yang dapat memicu
terjadinya impor, (2) naiknya tingkat kehilangan hasil yang mengurangi pendapatan petani dan pedagang, (3) terjadi salah tempat dan salah sasaran dalam pengiriman yang menaikan biaya transportasi, (4) berkurangnya pasokan pisang yang menurunkan permintaan karena konsumen mencari produk alternative seperti buah apel, pear, jeruk, mangga dan manggis. Salah satu pola yang diterapkan dalam manajemen distribusi dan pemasaran adalah manajemen rantai pasokan (Supply Chain Management, SCM) yang merupakan siklus lengkap produksi dalam hal ini untuk komoditas pisang yaitu dari kegiatan pengelolaan pada setiap mata rantai aktivitas produksi (barang dan jasa) hingga siap untuk digunakan oleh pemakai akhir (end user). Proses aktivitas dalam SCM memiliki 5 (lima) aliran aktivitas utama yang harus dikelola dengan berdaya guna dan berhasil guna yaitu : 1. Aliran produk; 2. Informasi; 3. Dana; 4. Pelayanan (service); dan 5. Kegiatan / aktivitas. Aliran tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Aliran produk. Aliran produk merupakan gambaran aliran produk (buah pisang) bersifat searah yang diawali dari produsen dengan melewati beberapa mata rantai yang pada akhirnya akan diterima oleh pengguna (end user) dalam hal ini konsumen. 2. Aliran Informasi. Aliran informasi merupakan gambaran aliran informasi yang dibutuhkan / tersedia pada SCM pisang. Terdapat dua jenis aliran informasi yaitu aliran informasi bersifat searah yaitu dari pedagang pengumpul besar ke pedagang pengumpul kecil, pencari dan produsen (petani) dan aliran informasi dua arah
yaitu berasal dari pedagang pengumpul besar ke mata rantai selanjutnya seperti Wholesaler, retailing dan konsemen. 3. Aliran Dana. Aliran dana (funds) adalah gambaran aliran uang / modal yang berawal dari konsemen sebagai pembeli yang selanjutnya mengalir pada tiap mata rantai yang pada akhirnya akan sampai pada produsen untuk digunakan sebagai biaya produksi dan kehidupan sehari-hari. Aliran dana ini bersifat searah artinya dana dihasilkan dari pertukaran dengan produk (buah pisang) yang dibeli konsumen dengan melewati beberapa mata rantai, lalu akhirnya akan diterima oleh produsen sebagai penukar dari produk yang dihasilkannya. 4. Aliran Pelayanan. Aliran pelayanan merupakan gambaran aliran layanan yang ada pada alur SCM pisang, aliran ini bersifat searah yang diawali dari produsen yang melakukan perlakuan pada produk yang dihasilkannya yang kemudian dilanjutkan pada pencari, pedagang pengumpul kecil lalu pada padagang pengumpul besar dilakukan peningkatan nilai tambah seperti pencucian dan pengemasan sehingga meningkatkan nilai jual produk yang pada akhirnya akan diterima oleh pengguna (end user) dalam hal ini konsumen dalam bentuk mutu. 5. Aliran kegiatan / Aktivitas. Aliran aktivitas merupakan gambaran aktivitas yang dilakukan oleh tiap mata rantai yang dilakukan terhadap produk (buah pisang). Aliran aktivitas ini juga bersifat searah yang diawali dari produsen dengan melakukan perlakuan
(aktivitas) lalu dengan melewati beberapa mata rantai (pencari, pengumpul besar dan kecil), Wholesaler, supplier, dan pengecer yang pada akhirnya akan diterima oleh pengguna (end user) dalam hal ini konsumen yang melakukan transaksi pembelian.
Informasi sebagai salah satu aliran penting (unsur) dalam SCM harus dikelola secara baik, efektive dan efisien agar dapat memberikan performance bagi alur distribusi yang lebih baik (better), lebih cepat (faster), dan lebih murah (cheaper). Hal ini dapat dilakukan bila informasi yang dibutuhkan pada tiap mata rantai dapat diidentifikasi dan diinventarisir dengan baik sehingga memberikan gambaran yang jelas terhadap karakter permintaan dan penawaran seperti data mengenai waktu permintaan, jenis yang dibutuhkan, jumlah dan mutu produk, harga pasar dan lain-lain, yang dapat dijadikan dasar bagi operasi distribusi pisang yang dilakukan. Mengidentifikasi dan menginventarisir informasi yang dibutuhkan pada SCM pisang tidaklah mudah karena menyakut banyak aspek yang terlibat dalam distribusi dan pemasaran pisang, namun pada umumnya masalah yang dihadapi dalam sistem informasi rantai pasokan adalah (1) latar belakang dari setiap domain/stakeholder yang berbeda yaitu produsen (petani), pedagang (pengumpul desa, pengumpul kabupaten), grosir (pedagang antar daerah) dan pedagang besar, pengecer (retailing) serta konsumen, (2) tingkat pemahaman mengenai hakikat dari informasi itu sendiri dari stakeholder pada rantai pasokan, (3) lingkungan bisnis yang semakin dinamis yang merupakan dampak dari globalisasi sehingga terjadi kesenjangan informasi pada stakeholder yang mengakibatkan tidak seimbang antara supply dan demand informasi (Indrajit, 2000).
Saat ini informasi pada SCM pisang belum tertata dengan baik, ini dapat dilihat seperti pada informasi yang dibutuhkan /diterima petani pisang mengenai waktu, jumlah dan mutu, jenis yang diinginkan belum terinventarisir, sehingga harga jual produk tidak membawa keuntungan yang maksimal, begitu juga pada mata rantai pencari dan pengumpul kecil, informasi mengenai jumlah, mutu dan harga pisang belum didapat dengan akurat sehingga biaya angkut dan transportasi yang harus dikeluarkan menjadi lebih mahal. Pada mata rantai pedagang besar informasi mengenai mutu produk yang diinginkan konsumen masih belum teridentifikasi dan terinventarisir dengan baik, menyebabkan perlakuan peningkatan nilai tambah seperti jenis pengepakan yang efektif, mutu buah yang diinginkan sering tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh konsumen (customer). Kondisi-kondisi seperti ini memberikan gambaran bahwa peran informasi sangat berpengaruh terhadap efisiensi dan efektivitas pada SCM pisang untuk dapat memberikan kinerja yang yang lebih baik (better), lebih cepat (faster), dan lebih murah (cheaper).
1.2.2 Rumusan Permasalahan
Dari kondisi di atas maka dapat ditarik permasalahan yang dihadapi dalam SCM pisang terutama pada mata rantai wholesaler market adalah : 1. Sumber dan kegunaan data dan informasi tidak teridentifikasi dan terinventarisasi dengan baik. 2. Tidak diketahuinya jenis informasi yang penting pada wholesaler market (pasar induk) yang berguna pada perdagangan pisang.
Pada mata rantai pasokan pisang hal-hal tersebut sangat dipengaruhi oleh informasi yang diterima, untuk itu penelitian yang terkait dengan “DUKUNGAN INFORMASI PADA POLA SUPPLY CHAIN MANAGEMENT (Studi Kasus Pasar Pisang Cengkareng), menarik dan penting dilakukan untuk mengetahui bagaimana dan sejauh mana pengaruh informasi terhadap rantai pasokan.
1.3
Tujuan dan Manfaat Rantai pasokan yang efisien dapat meningkatkan laba bersih dan penjualan
bersihnya, sementara pada waktu yang sama mengurangi aset total. Sebuah rantai pasokan yang efektif memberikan dua keuntungan bagi pelanggannya: (1) berkurangnya terjadi kehabisan barang, dan (2) pilihan barang yang lebih beragam yang diinginkan pelanggan. Keuntungan-keuntungan ini diterjemahkan sebagai peningkatan penjualan dan inovasi yang diperlukan bagi peningkatan nilai tambah. Salah satu yang berperan penting dalam SCM komoditas pisang adalah informasi. Kebutuhan terhadap informasi akan terus meningkat dalam menopang SCM. Dalam kegiatan dilapangan sebagian besar kegiatan SCM pada saat ini termasuk memproduksi, memproses atau mendistribusian data/informasi sangatlah sulit. Terjadi kesenjangan (gap) antara stakeholder pada rantai pasokan komoditas pisang. Data, adalah medium utama dalam sistem informasi. Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengidentifikasi dan menginventarisir sumber dan kegunaan informasi yang ada pada wholesaler market (pasar induk).
2. Menganalisa jenis informasi yang bermanfaat dan memberikan nilai tambah terhadap kegiatan yang ada pada SCM pisang. 3. Memberikan saran tindak lanjut bagi perbaikan pengelolaan data dan informasi yang bermanfaat bagi produsen.
Sedangkan manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1.
Tersedianya sumber dan kegunaan informasi yang ada pada wholesaler market (pasar induk).
2.
Tersedianya informasi yang mendasar (penting) dan dapat digunakan oleh produsen sesuai dengan kondisi pasar.
3.
Dapat memberikan masukan bagi perencanaan produksi pisang oleh produsen.
• • •
Tidak teridentifikasi dan terinventarisir Tidak diketahui informasi yang penting. Aspek pasar tidak lengkap
• • •
Teridentivikasi dan terinventarisir Informasi yang penting Saran tindak lanjut.
Gambar 1.1 Manfaat dari Penelitian ini
1.4
Ruang Lingkup Pembahasan Sedangkan ruang lingkup dalam penelitian ini adalah : (1) Rantai pasokan yang ada
saat ini untuk komoditas pisang, (2) Informasi yang sangat penting bagi grosir (wholesale), (3) Saran tindak lanjut yang dapat diberikan.