ANALISIS IMPLEMENTASI ONLINE SYSTEM PADA PEMBAYARAN DAN PELAPORAN PAJAK PARKIR DI DKI JAKARTA Septian Surya Tyatama, Achmad Lutfi Departemen Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia Departemen Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia
[email protected],
[email protected]
Abstrak Rendahnya penerimaan pajak parkir di DKI Jakarta dipengaruhi beberapa faktor salah satunya administrasi pajak yang buruk. Dibutuhkan upaya untuk mengoptimalkan penerimaan pajak parkir melalui online system dalam pemungutan pajak. Penelitian ini membahas mengenai analisis terhadap implementasi pembayaran dan pelaporan pajak parkir melalui online system di DKI Jakarta, bagaimana implikasi atas kebijakan tersebut, dan apa saja kendala yang dialami dalam implementasi online system pada pembayaran dan pelaporan pajak parkir di DKI Jakarta. Pendekatan penelitian ini kuantitatif, jenis deskriptif, teknik pengumpulan data dengan studi lapangan dan studi kepustakaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi kebijakan online system telah memenuhi kriteria implementasi kebijakan Edward III. Implikasi kebijakan tersebut dapat menurunkan administrative cost dan compliance cost. Kendala teknis dan non teknis menjadi penghambat dalam implementasi kebijakan pembayaran dan pelaporan pajak parkir melalui online system. Kata Kunci
: Implementasi Online System, Pajak Daerah, Pajak Parkir
Analysis Implementation of Online System on Payment and Reporting Parking Tax in DKI Jakarta Abstract The poor of parking tax revenues in Jakarta influenced by several factors such as a bad tax administration. It takes effort to optimize parking tax revenue through the online system in tax collection. This research discusses the analysis implementation of online sytem on payment and reporting parking tax in DKI Jakarta, how the implications of those policies, and what are the constraints being experienced in the implementation of online system on the payment and reporting parking tax in DKI Jakarta. This research using quantitative approach, descriptive type, with literature review and field research as a data collection techniques.The results of this research showed that the policy implementation of online system has met the criteria of policy implementation Edward III. The policy implications can reduce administrative costs and compliance costs. Technical and non technical constraints hampered policy implementation of payment and reporting parking tax through the online system. Keywords
: Implementation of Online System, Local Taxes, Parking tax.
Analisis implementasi…, Septian Surya Tyatama, FISIP UI, 2014
Pendahuluan Jakarta sebagai ibukota negara Republik Indonesia, sekaligus sebagai pusat pemerintahan, perdagangan, dan perekonomian menyebabkan pertumbuhan perekonomian di DKI Jakarta secara umum jauh lebih baik dibandingkan provinsi-provinsi lain di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta hingga tahun 2012 lebih tinggi bila dibandingkan dengan Jawa dan Bali, bahkan lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional (Badan Pusat Statistik, 2013). Pertumbuhan tersebut tentunya dapat menjadikan Jakarta sebagai daerah sasaran urbanisasi. Banyaknya masyarakat yang ingin menetap maupun hanya untuk bekerja di Jakarta menimbulkan banyak masalah bagi DKI Jakarta. Sama seperti kota-kota besar lainnya di Indonesia, permasalahan-permasalahan yang sering dihadapi Provinsi DKI Jakarta, seperti permasalahan kependudukan, transportasi perkotaan, polusi, dan masalah-masalah lainnya. Salah satu permasalahan yang sering menjadi sorotan adalah permasalahan transportasi kota, termasuk di dalamnya masalah parkir. Fasilitas parkir yang disediakan Pemprov DKI Jakarta tidak sebanding dengan jumlah kendaraan yang menggunakan fasilitas tersebut. Fasilitas parkir yang memadai merupakan salah satu kebutuhan bagi masyarakat perkotaan, termasuk DKI Jakarta. Mobilitas masyarakat perkotaan yang tinggi dan kecenderungan untuk menggunakan kendaraan pribadi meyebabkan kebutuhan akan lahan parkir terus meningkat. Sebenarnya potensi dari perparkiran di DKI Jakarta sangat besar, mengingat banyaknya masyarakat yang lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi untuk mobilitas kesehariannya daripada kendaraan umum dengan alasan keamanan dan kenyamanan. Parkir sendiri dibagi menjadi dua, yakni on street parking (parkir pada bahu jalan) dan
off street parking (parkir di luar bahu jalan). Berdasarkan data Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ), ada 300.000 titik satuan ruas parkir atau gedung parkir dan 13.000 titik parkir di jalan yang dikelola unit pelaksana parkir (megapolitan.kompas.com, 2012). Pemerintah Daerah DKI Jakarta hanya mengelola on street parking (parkir pada bahu jalan), sedangkan untuk off street parking (parkir di luar bahu jalan) diserahkan kepada swasta untuk dikelola. Oleh karena itu, pada lahan parkir yang dikelola Pemda DKI Jakarta dikenakan retribusi daerah, sedangkan untuk lahan parkir yang dikelola swasta maka Pemda mengenakan pajak parkir sebesar dua puluh persen kepada pengelola parkir tersebut. Lokasi parkir yang dikelola swasta berdasarkan Pergub Nomor 111 Tahun 2010 antara lain lokasi parkir yang terdapat di Pusat Perbelanjaan, Hotel, Perkantoran, dan Apartemen.
Analisis implementasi…, Septian Surya Tyatama, FISIP UI, 2014
Potensi yang dimiliki Pemerintah DKI Jakarta terhadap pajak parkir tidak diimbangi dengan peneriman dari pajak parkir. Dari tahun ke tahun realisasi pajak parkir di DKI Jakarta cenderung tidak stabil namun secara umum selalu berada di bawah target yang telah ditetapkan sebelumnya. Bahkan pada tahun 2010 realisasi pajak parkir mengalami penurunan sekitar Rp 9 miliar dari tahun 2009. Pada tahun 2010 pajak parkir hanya terealisasi sebesar Rp129,4 miliar, atau hanya mencapai 86,27 persen dari target yang ditentukan yakni sebesar Rp 150 miliar. Selama kurun waktu 2007-2011 terget penerimaan pajak parkir DKI Jakarta terus mengalami peningkatan, dari 100 miliar pada tahun 2007 menjadi 185 miliar pada tahun 2011. Persentase realisasi penerimaan pajak parkir terhadap target pajak parkir terus mengalami penurunan yang cukup signifikan dalam kurun waktu 2007-2011, yakni dari 98,85 persen pada tahun 2007 menjadi hanya 85,54 persen pada tahun 2011. Namun, pada tahun 2009 persentase realisasi penerimaan pajak parkir terhadap target pajak parkir sempat mengalami kenaikan hingga mencapai 99,05 persen (Dinas Pelayanan Pajak, 2014). Padahal, target pajak parkir tergolong rendah dibandingkan target pajak-pajak daerah lainnya. Pemerintah masih belum dapat mengoptimalkan potensi pajak parkir yang dimilikinya. Buruknya sistem pemungutan pajak parkir menjadi kendala dalam mengoptimalkan penerimaan dari sektor parkir. Potensi pajak parkir yang dimiliki Pemerintah DKI Jakarta yang belum di optimalkan dengan baik menyebabkan tax loss pada pajak parkir, sehingga realisasi penerimaan pajak parkir selalu berada di bawah target pajak parkir dan belum optimal. Menanggapi penerimaan pajak parkir yang selalu kurang dari target yang telah ditetapkan, Pemerintah DKI Jakarta mengeluarkan Peraturan Gubernur Nomor 224 Tahun 2012 tentang pembayaran dan pelaporan transaksi usaha jasa pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, dan pajak parkir melalui online system. Pergub Nomor 224 Tahun 2012 bertujuan untuk mengoptimalkan penerimaan pajak serta memudahkan wajib pajak dalam melakukan pembayaran dan pelaporan kewajiban perpajakannya. Dengan menggunakan sistem ini Pemerintah Daerah DKI Jakarta yang diwakili Dinas Pelayanan Pajak (DPP) dapat mengontrol transaksi usaha jasa parkir secara langsung, karena dengan sistem ini sistem informasi data transaksi usaha yang dimiliki oleh wajib pajak dapat dihubungkan dengan sistem informasi yang dimiliki oleh DPP secara online. Implementasi online system pada pelaporan dan pembayaran pajak parkir merupakan salah satu bentuk penyempurnaan administrasi perpajakan dalam pemungutan pajak. Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini mengenai implementasi pembayaran dan pelaporan pajak parkir melalui online system di DKI Jakarta, implikasi penerapan online
Analisis implementasi…, Septian Surya Tyatama, FISIP UI, 2014
system pada pembayaran dan pelaporan pajak parkir di DKI Jakarta, dan kendala yang dialami dalam implementasi online system pada pembayaran dan pelaporan pajak parkir di DKI Jakarta. Tinjauan Teoritis Dalam penelitian ini, terdapat beberapa konsep yang digunakan untuk membahas penelitian ini yaitu konsep kebijakan publik, implementasi kebijakan, dan asas efficiency. Berkaitan dengan kebijakan publik, Edward III dan Sharkansy sebagaimana dikutip oleh Widodo (Widodo, 2007, h.15) menjelaskan kebijakan publik adalah “what government say
and do, or not to do. It is the goals or purpose of government programs”. Kebijakan publik adalah apa yang pemerintah katakan dan apa yang pemerintah lakukan atau tidak lakukan. Kebijakan publik merupakan serangkaian tujuan dan sasaran dari program-program pemerintah. Dalam pandangan Ripley yang dikutip oleh Subarsono (Subarsono, 2005, h.11), dalam penyusunan agenda kebijakan, ada tiga kegiatan yang perlu dilakukan, yakni; (1) membangun persepsi di kalangan stakeholder bahwa sebuah fenomena benar-benar dianggap sebagai masalah; (2) membuat batasan masalah; dan (3) memobilisasi dukungan agar masalah tersebut dapat masuk dalam agenda pemerintah. Sehubungan dengan implementasi kebijakan, pendekatan yang digunakan Edward dalam mempelajari implementasi kebijakan dimulai dengan mengajukan dua pertanyaan, yaitu:
1. What is the precondition for successful policy implementation? 2. What are the primary obstacles to successful policy implementation? Berdasarkan kedua pertanyaan tersebut Edward III mencoba menjawab pertanyaan tersebut dengan merumuskan empat faktor atau variabel yang merupakan syarat utama keberhasilan proses implementasi, yakni komunikasi (communications), sumber daya (resources), sikap (dispositions atau attitudes) dan struktur birokrasi (bureucratic structure) (Edward III, 1980, p.9). Variabel pertama yang mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu kebijakan menurut Edward III, adalah komunikasi. Terdapat tiga indikator yang dapat dipakai (atau digunakan) dalam mengukur keberhasilan variabel komunikasi tersebut, yaitu transmisi, kejelasan, dan konsistensi (Agustino, 2008, h.149-153). Variabel atau faktor kedua yang mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu kebijakan adalah sumber daya. Sumber daya tersebut dapat berwujud sumber daya manusia (satf) yang cukup (jumlah) dan cakap (keahlian), sumber daya anggaran yang cukup (jumlah), sumber daya peralatan (facility)
Analisis implementasi…, Septian Surya Tyatama, FISIP UI, 2014
memadai dan sumber daya informasi yang relevan dan kewenangan yang jelas (Edward III, 1980, p.78). Variabel ketiga yang mempengaruhi tingkat keberhasilan implementasi kebijakan publik, bagi Edward III adalah disposisi. Disposisi mengarah pada sikap atau prespektif yang harus dimiliki oleh para pelaksana kebijakan dalam proses implementasi kebijakan. Variabel yang keempat atau terakhir, menurut Edward III yang memengaruhi tingkat keberhasilan implementasi kebijakan publik adalah struktur birokrasi. Struktur Birokrasi berbicara mengenai garis dan struktur dalam organisasi, yang membagi organisasi menjadi bagian-bagian tertentu. Oleh karena itu, struktur birokrasi mencakup dimensi fragmentasi dan standard operating procedur atau SOP. SOP menjadi pedoman bagi setiap implementor dalam bertindak. Konsep yang digunakan dalam penelitian ini untuk membahas mengenai implikasi dari penerapan online system adalah asas efficiency. Asas ini dilihat dari dua sisi : dari sisi fiskus pemungutan pajak dikatakan efisien jika biaya pemungutan pajak yang dilakukan oleh Kantor Pajak (antara lain dalam rangka pengawasan kewajiban wajib pajak) lebih kecil daripada jumlah pajak yang berhasil dikumpulkan. Dari sisi wajib pajak, sistem pemungutan pajak dikatakan efisien jika biaya yang harus dikeluarkan oleh wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya bisa seminimal mungkin, atau dengan kata lain, cost of taxation-nya rendah. Cost of taxation atau biaya perpajakan adalah biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan kewajiban-kewajiban perpajakan dan memenuhi hak perpajakan. Secara keseluruhan, terdapat beberapa indikator untuk mengukur cost of taxation, yaitu compliance
cost, administrative costs, deadweight efficiency loss from taxation, the escess burden of tax evasion, dan avoidance cost (Chattopadhayay dan Das-Gupta dalam Rosdiana dan Irianto, 2012, h.172). dari beberapa indikator tersebut, yang paling berperan dari sisi pengusaha kena pajak adalah compliance costs, sedangkan bagi fiskus adalah administrative costs. Sandford kemudian membagi compliance cost menjadi tiga yakni direct money cost, time cost, dan
psychological cost. Metode Penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yakni pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif menempatkan teori sebagai awal rencana untuk penelitian dimana teori tersebut diuji atau dibuktikan. Teori implementasi kebijakan Edward III digunakana untuk membandingkan data yang diperoleh di lapangan mengenai implementasi kebijakan online system pada pembayaran dan pelaporan pajak parkir di DKI Jakarta. Jenis
Analisis implementasi…, Septian Surya Tyatama, FISIP UI, 2014
penelitian dalam penelitian ini diklasifikasikan berdasarkan tujuan penelitian, manfaat penelitian, dimensi waktu, dan teknik pengumpulan data. Berdasarkan tujuan penelitian, penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Berdasarkan manfaatnya, penelitian ini merupakan penelitian murni karena penelitian ini tidak bermaksud untuk mempraktikkan hasil penelitian yang dilakukan. Dimensi waktu penelitian ini yakni cross-sectional, penelitian dilaksanakan Maret 2014 hingga Juni 2014 dan tidak dibandingkan dengan penelitian lain. Berdasarkan teknik pengumpulan data, penelitian ini menggunakan teknik studi lapangan dan studi kepustakaan. Data primer diperoleh melalui wawancara mendalam. Sedangkan data sekunder didapatkan dari studi kepustakaan untuk mendukung data primer yang didapatkan dari studi lapangan. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian adalah teknik analisis kualitatif. Proses analisis data kualitatif diawali dengan mengatur dan menyiapkan data dari hasil wawancara dengan informan, catatan lapangan dan data sekunder yang didapat dilapangan. Lalu dilakukan pengkodean dan mereduksi data, sehingga data yang diperoleh adalah data yang relevan dengan penelitian. Triangulasi juga dilakukan yaitu proses check dan recheck antara satu sumber
dengan sumber data lainnya. Semua data harus diketahui maknanya dan dihubungkan dengan masalah penelitian. Data yang didapat disajikan dalam bentuk kutipan-kutipan langsung dan dikaitkan dengan hasil wawancara dengan informan.
Pihak-pihak yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah Bapak Ali Staf Bidang Sistem Informasi Pajak Daerah DPP Provinsi DKI Jakarta, Bapak Richard Jeremia Kepala Seksi Pendaftaran dan Penatausahaan Pajak Daerah Sudin Selatan I, Bapak Moris Kepala Seksi Pendaftaran dan Penatausahaan Pajak Daerah Sudin Pusat II, Bapak Machfud Sidik sebagai Akademisi Perpajakan, Bapak Sugeng Wibowo Manajer Operasional PT. Dinamika Mitra Pratama (Best Parking), Bapak Bagus Divisi Hubungan Lembaga 2 PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, dan Bapak Adnan Manajer Perizinan Unit Pengelola Perparkiran Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta. Hasil dan Pembahasan Implementasi online system pada pembayaran dan pelaporan pajak parkir di DKI Jakarta dilaksanakan berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 224 Tahun 2012 tentang pembayaran dan pelaporan transaksi usaha jasa pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, dan pajak parkir melalui online system. Berikut dipaparkan pembahasan penelitian berupa implementasi online
system pada pembayaran dan pelaporan pajak parkir di DKI Jakarta,
Analisis implementasi…, Septian Surya Tyatama, FISIP UI, 2014
implikasi penerapan online system pada pemungutan pajak parkir, dan kendala yang dialami dalam implementasi online system pada pemungutan pajak parkir. Latar Belakang Penerapan Online System Latar belakang Pemda DKI Jakarta menerapkan online system pada pelaporan dan pembayaran pajak parkir terbagi menjadi 4 (empat) latar belakang, yang pertama adalah untuk mengoptimalkan penerimaan pajak, kedua yaitu perlunya transparasi pengelolaan pajak, ketiga menghilangkan pertemuan petugas dengan wajib pajak, dan yang terakhir memberikan kemudahan kepada wajib pajak. Namun menurut Moris, Kepala Seksi Pendaftaran dan Penatausahaan Pajak Daerah (P3D) Jakarta Pusat II, untuk menghilangkan pertemuan petugas pajak dengan wajib pajak sangat sulit untuk dilakukan, mengingat bahwa dalam pembayaran pajak masih banyak ditemukan permasalahan-permasalahan yang menuntut petugas pajak untuk memanggil wajib pajaknya agar memberikan penjelasan atas permasalahan tersebut. Pemerintah bekerjasama dengan bank dalam menangani online system pemungutan pajak daerah. Kerjasama dengan pihak perbankan dilakukan dengan tujuan untuk memudahkan wajib pajak dalam dua kegiatan yang diperlukan wajib pajak yaitu terkait pelaporan transaksi usaha dan terkait masalah pembayaran kewajiban perpajakan wajib pajak tersebut. Bank Rakyat Indonesia (BRI) merupakan bank yang ditunjuk oleh Pemprov DKI Jakarta dalam implementasi online system pemungutan pajak daerah. Perjanjian kerjasama antara Pemprov DKI Jakarta dengan pihak BRI tertuang dalam Perjanjian Kerjasama Nomor 187/-1.722 tentang Pelaksanaan Sistem Online dan Tempat Pembayaran serta Rekening Penerimaan Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, dan Pajak Parkir. Perjanjian kerjasama tersebut ditandangani pada tanggal 18 Januari 2013 (Penandatanganan MOU dan Perjanjian Kerjasama). Cara Kerja Online System pada Pemungutan Pajak Parkir Implementasi online system memerlukan beberapa tahapan sebelum wajib pajak dapat terhubung secara penuh dengan sistem ini. Cara kerja online system ini terbagi menjadi lima tahapan, yaitu tahap sosialisasi, survey, pemasangan alat, pengkoneksian sistem wajib pajak, dan yang terakhir adalah tahap autodebet. Antara tahapan pengkoneksian sistem wajib pajak dan autodebet terdapat rekonsiliasi. Rekonsiliasi adalah proses menyamakan perhitungan wajib pajak dengan data yang diterima oleh server BRI. Ada beberapa hal yang menyebabkan perbedaan perhitungan pajak antara wajib pajak parkir dengan perhitungan yang diterima sistem BRI, yang pertama adalah karena masalah koneksi pada alat perekam ke server BRI
Analisis implementasi…, Septian Surya Tyatama, FISIP UI, 2014
dan yang kedua adalah adanya varian kontrak atau perjanjian parkir yang tidak dipungut ditempat. Atas varian tersebut harus dijelaskan secara manual karena sistem online ini hanya menghitung pembayaran parkir yang bayarannya per jam. Pada proses online system wajib pajak dan Dinas Pelayanan Pajak dapat melakukan monitoring terhadap transaksi harian wajib pajak melalui Cash Management System (CMS). CMS merupakan fasilitas yang diberikan oleh Bank BRI kepada wajib pajak maupun Dinas Pelayanan Pajak untuk memonitoring kewajiban perpajakan wajib pajak. Cara kerja Cash
Management System (CMS) sama seperti internet banking. Tidak hanya untuk melakukan monitoring data transaksi harian, wajib pajak pun dapat melakukan pelaporan SSPD dan SPTPD secara elektronik di setiap bulannya, serta dapat melakukan konfirmasi autodebet dalam melakukan pembayaran pajak yang menghindarkan wajib pajak terlambat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Wajib pajak hanya perlu membuka rekening di CMS BRI, setelah itu wajib pajak akan mendapat user CMS. Jumlah target wajib pajak yang harus dionlinekan yang tidak sedikit, dan terbatasnya SDM terkait teknis pelaksanaan online system serta beragamnya sistem atau alat transaksi/pembayaran wajib pajak menyebabkan pihak BRI dan Dinas Pelayanan Pajak bekerjasama untuk menentukan wajib pajak yang diprioritaskan terlebih dahulu. Prioritas utama adalah wajib pajak grup, dan wajib pajak yang alat transaksinya sudah computerize. Wajib pajak grup menjadi prioritas utama dengan alasan percepatan implementasi kebijakan, wajib pajak grup yang memiliki sistem atau alat transaksi yang sama lebih cepat untuk di
assessment daripada harus melakukan assessment satu per satu ke wajib pajak non grup dengan sistem atau alat transaksi yang berbeda-beda. Terkait dengan permasalahan di lapangan atau apabila terjadinya kerusakan pada salah satu perangkat yang berada di wajib pajak, BRI memiliki petugas khusus yang melakukan
trobleshoting langsung ke outlet wajib pajak. Melalui pusat IT yang dimiliki BRI, mereka bisa memonitor apabila ada alat yang tidak berfungsi atau bekerja dengan baik. Berdasarkan Pergub Nomor 224 Tahun 2012 terhadap wajib pajak parkir yang tidak membuka rekening pada bank yang ditunjuk Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam hal ini Bank BRI atau tidak mau menggunakan online system, maka wajib pajak parkir tersebut dapat dikenakan sanksi di bidang perpajakan dan di bidang perizinan yang merupakan sanksi administrasi berupa pencabutan perizinan dan/atau denda administrasi. Pencabutan perizinan parkir dilakukan oleh Kepala Unit Pengelola Perparkiran setelah terlebih dahulu dilakukan evaluasi.
Analisis implementasi…, Septian Surya Tyatama, FISIP UI, 2014
Implementasi Online System pada Pelaporan dan Pembayaran Pajak Parkir di DKI Jakarta Dalam menganalisis implementasi online system pada pelaporan dan pembayaran pajak parkir di DKI Jakarta, peneliti mengkajinya dengan menggunakan teori yang dikemukakan oleh Edwards III yang mengemukakan empat variabel yang mempengaruhi implementasi kebijakan, yaitu : komunikasi (communications), sumber daya (resources), sikap (disposition atau attitudes) dan struktur birokrasi (bureucratic structure). Variabel pertama yang mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu kebijakan menurut Edward III, adalah komunikasi. Menurut Edward III, secara umum komunikasi memiliki tiga aspek penting yaitu transmisi, kejelasan, dan konsistensi. Pergub Nomor 224 Tahun 2012 disosialisasikan oleh Dinas Pelayanan Pajak melalui Suku Dinas Pelayanan Pajak pada masing-masing wilayah dibantu oleh perwakilan dari pihak BRI untuk mensosialisasikan ketentuan teknisnya. Sosialisasi merupakan bentuk komunikasi yang dilakukan antara DPP dengan wajib pajak parkir. Sosialisasi dapat dilakukan dengan mengundang wajib pajak langsung ke Sudin atau dilakukan di tempat-tempat yang dianggap cukup efektif seperti di pusat perbelanjaan. Sosialisasi pun biasanya dilakukan secara bertahap yaitu, pada tahap pertama sosialisasi dilakukan terkait dengan hal-hal non teknis seperti penjelasan mengenai online system, dan pada tahap kedua sosialisasi dilakukan terkait dengan hal teknis dalam pelaksanaan online
system sehingga biasanya disosialisasikan kepada orang IT wajib pajak. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat terlihat bahwa komunikasi yang dilakukan antara DPP dan wajib pajak sudah ditransmisikan dengan cukup baik dan dilakukan secara langsung. Dengan dilakukan secara langsung distorsi dalam proses komunikasi dapat diminimalisir. Distorsi dalam proses komunikasi tentunya dapat menghambat jalannya implementasi kebijakan. Faktor kedua yang mempengaruhi komunikasi dalam implementasi kebijakan adalah kejelasan. Implementasi kebijakan yang ditransmisi, tidak begitu saja diterima oleh para pelaksana kebijakan, tetapi juga harus jelas sehingga tidak terjadi ambiguitas. Komunikasi tersebut dapat dilakukan melalui sosialisasi secara langsung dengan mendatangi target atau sasaran dari implementasi kebijakan tersebut, dalam hal ini adalah pengelola parkir. Faktor ketiga adalah konsistensi. Perintah yang diberikan dalam pelaksanaan suatu komunikasi haruslah konsisten dan jelas (untuk diterapkan atau dijalankan). Karena jika perintah yang diberikan sering berubah-ubah, maka dapat menimbulkan kebingunan bagi pelaksana di lapangan. Secara umum sosialisasi yang dilakukan Sudin Pelayanan Pajak dengan bekerjasama dengan BRI sudah cukup konsisten, namun di lapangan pada saat sosialisasi masih ditemukan fakta bahwa yang hadir pada saat sosialisasi tersebut bukan merupakan Analisis implementasi…, Septian Surya Tyatama, FISIP UI, 2014
pemilik outlet atau orang IT sehingga materi sosialisasi yang disampaikan tidak tersampaikan sesuai target. Variabel kedua yang mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu kebijakan adalah sumber daya. Sumber daya tersebut dapat berwujud sumber daya manusia (satf) yang cukup (jumlah) dan cakap (keahlian), sumber daya anggaran yang cukup (jumlah), sumber daya peralatan (facility) memadai dan sumber daya informasi yang relevan dan kewenangan yang jelas. Sumber daya manusia dalam implementasi online system pajak parkir terbagi menjadi dua, yakni sumber daya manusia yang diperlukan untuk tahap non-teknis dari sosialisasi sampai survei dilakukan oleh Sudin dan sumber daya manusia untuk tahap teknis dari pemasangan alat perekam (barebone dan blackbox) sampai bisa autodebet dilakukan oleh Bank BRI. Sumber daya manusia dari pihak Bank BRI sendiri menurut Bagus, Divisi Hubungan Lembaga 2 BRI, dilihat dari kualitas dan kuantitas SDM sudah sesuai kebutuhan implementasi dan SDM yang dimiliki telah mendapatkan pelatihan terlebih dahulu dalam penerapan online system. Faktanya di lapangan menunjukkan bahwa secara kualitas SDM dari BRI memang sudah memiliki kualitas yang memadai, namun secara kualitas SDM dari BRI masih kurang dari kebutuhan. Banyaknya jumlah target wajib pajak yang harus dionlinekan tidak sebanding dengan jumlah SDM yang dimiliki oleh Bank BRI. Sumber daya anggaran yang cukup (jumlahnya) akan menentukan kebijakan implementasi online system pemungutan pajak parkir terlaksana dengan baik atau tidak. Anggaran untuk implementasi online system tidak perlu dikeluarkan oleh Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta, biaya alat-alat yang diperlukan, perangkatnya, software, dan koneksinya seluruhnya ditangganggung oleh Bank BRI. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa sumber daya anggaran dalam implementasi kebijakan online system sudah memadai.
Sumber
daya
peralatan
atau
operasional
yang
dibutuhkan
untuk
mengimplementasikan kebijakan online system haruslah memadai untuk menyokong keberhasilan implementasi online system pada pelaporan dan pembayaran pajak parkir. Sejauh ini tidak ada kendala dalam penyediaan sumber daya peralatan yang dibutuhkan, seluruh peralatan hingga online system dapat berjalan disediakan oleh Bank BRI. Sumber daya yang terakhir yang juga mempengaruhi implementasi suatu kebijakan adalah sumber daya informasi. Informasi dalam implementasi online system didapat melalui rapat koordinasi atau rapat evaluasi setiap dua minggu sekali di Dinas Pelayanan Pajak. Rapat koordinasi ini melibatkan Dinas Pelayanan Pajak, Suku Dinas Pelayanan Pajak, Bank BRI, dan pihak terkait seperti Dinas Pariwisata dan Dinas Perhubungan DKI Jakarta. Di saat koordinasi tersebut dibahas mengenai progres-progres yang telah dicapai, kendala-kendalanya yang terjadi dalam
Analisis implementasi…, Septian Surya Tyatama, FISIP UI, 2014
implementasi onlie system, serta dapat juga dilakukan rekonsiliasi data oleh semua pihak yang terlibat. Variabel ketiga yang mempengaruhi tingkat keberhasilan implementasi kebijakan publik, bagi Edward III adalah disposisi. Disposisi mengarah pada sikap atau prespektif yang harus dimiliki oleh para pelaksana kebijakan dalam proses implementasi kebijakan. Sejauh ini masing-masing pihak terkait saling mendukung, karena kebijakan online system ini didukung penuh oleh Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta. Semua pihak terkait bersama-sama bekerja untuk mempercepat implementasi online system pada pemungutan pajak daerah di DKI Jakarta. Variabel keempat atau terakhir, menurut Edward III yang memengaruhi tingkat keberhasilan implementasi kebijakan publik adalah struktur birokrasi. Struktur Birokrasi berbicara mengenai garis dan struktur dalam organisasi, yang membagi organisasi menjadi bagian-bagian tertentu. Oleh karena itu, struktur birokrasi mencakup dimensi fragmentasi dan
standard operating procedur atau SOP. SOP menjadi pedoman bagi setiap implementor dalam bertindak. Dinas Pelayanan Pajak memiliki SOP sebagai pedoman pelaksanaan tugas. Selain SOP yang sudah ditetapkan, Dinas Pelayanan Pajak juga berpedoman pada Juklak (petunjuk pelaksanaan) maupun Juknis (petunjuk teknis) dalam implementasi online system pada pembayaran dan pelaporan pajak parkir di DKI Jakarta. Bank BRI sendiri memiliki Juklak internal terkait implementasi online system. Namun diakui Juklak tersebut masih terus berkembang sesuai perkembangan teknologi terkini dan kebijakan Pemprov DKI. Wajib pajak pun memiliki SOP yang berasal dari eksternal pengelola parkir, namun SOP tersebut lebih berbentuk seperti tutorial. Implikasi Penerapan Online System pada Pembayaran dan Pelaporan Pajak Parkir di DKI Jakarta Dalam menganalisis implikasi penerapan online system pada pelaporan dan pembayaran pajak parkir di DKI Jakarta, peneliti mengkajinya dengan menggunakan teori asas efficiency. Asas efficiency dapat dilihat daru dua sisi, dari sisi fiskus pemungutan pajak dikatakan efisien jika biaya pemungutan pajak yang dilakukan oleh Kantor Pajak (antara lain dalam rangka pengawasan kewajiban wajib pajak) lebih kecil daripada jumlah pajak yang berhasil dikumpulkan. Dari sisi wajib pajak, sistem pemungutan pajak dikatakan efisien jika biaya yang harus dikeluarkan oleh wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya bisa seminimal mungkin, atau dengan kata lain, cost of taxation-nya rendah. Berdasarkan
Analisis implementasi…, Septian Surya Tyatama, FISIP UI, 2014
penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa yang paling berperan dari sisi pengusaha kena pajak adalah compliance costs, sedangkan bagi fiskus adalah administrative costs.
Administrative cost ini merupakan biaya yang harus dikeluarkan pemerintah untuk menjalankan sistem administrasi perpajakan. Jadi administrative cost bukan hanya biaya gaji pegawai pajak, tapi juga biaya operasional lainnya, termasuk biaya untuk melakukan penyuluhan/sosialisasi pajak. Dalam implementasi online system pada pembayaran dan pelaporan pajak parkir Dinas Pelayanan Pajak tidak mengeluarkan anggaran atau biaya tambahan dalam pelaksanaannya. Dinas Pelayanan Pajak tidak mengeluarkan anggaran karena penyediaan seluruh alat online system, perangkatnya, biaya survei, dan transportasi dalam implementasi di lapangan seluruhnya ditanggung oleh Bank BRI. BRI menginvestasikan atau menanggung seluruh biaya dari mulai tahap survei sampai dengan
autodebet. Compliance cost merupakan biaya yang harus dikeluarkan terkait kewajiban perpajakan bagi pengusaha kena pajak. Sandford kemudian membagi compliance cost menjadi tiga yakni direct money cost, time cost, dan psychological cost. Direct money cost merupakan biaya yang dapat diukur dalam bentuk uang, misalnya jasa konsultan pajak, akuntan, transportasi pengurusan perpajakan, pencetakan dan penggandaan formulir perpajakan, dan biaya representasi. Perubahan cara pelaporan dan pembayaran pajak dari cara manual menjadi online tentu akan mempengaruhi wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajaknnya. Dengan adanya online system maka wajib pajak tidak perlu mengeluarkan biaya transportasi pengurusan perpajakan, wajib pajak dapat mengaksesnya melalui CMS BRI yang dapat dilakukan secara online sehingga wajib pajak dapat melakukan pelaporan dan pembayaran dimana saja. Pengadaan barebone dan blackbox serta modem pada alat transaksi wajib pajak disediakan oleh pihak Bank BRI sehingga wajib pajak tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan untuk pengadaannya. Penggunaan online system juga berpengaruh terhadap biaya pencetakan dan pengadaan formulir perpajakan seperti SSPD dan SPTPD. Wajib pajak tidak perlu lagi mencetak atau mengadakan SSPD dan SPTPD, dalam CMS Bank BRI SSPD dan SPTPD sudah disediakan dalam bentuk elektronik yaitu e-SSPD dan e-SPTPD sehingga wajib pajak hanya perlu mendownloadnya saja secara online. Kedua, time cost yang merupakan biaya yang tidak dapat diukur dengan uang, melainkan waktu yang harus diluangkan oleh wajib pajak untuk mengurus proses pembayaran pajak misalnya waktu untuk mengisi formulir perpajakan, mengisi faktur pajak, berdiskusi, serta dengan klien atau vendor, mengajukan banding dan lain sebagainya. Online system pada
Analisis implementasi…, Septian Surya Tyatama, FISIP UI, 2014
pelaporan dan pembayaran pajak parkir mempermudah wajib pajak dalam melakukan kewajiban perpajakannya, kemudahan tersebut salah satunya adalah wajib pajak tidak perlu meluangkan waktu untuk mebuat laporan secara manual. Wajib pajak terbebas dari pelaporan secara manual karena dengan online system Dinas Pelayanan Pajak sudah memiliki data dari wajib pajak secara real time, sehingga DPP tidak memerlukan laporan dari wajib pajak secara manual. Selain pelaporan, wajib pajak pun tidak perlu meluangkan waktu khusus untuk melakukan pembayaran. Pembayaran yang sudah menggunakan cash management system yang prinsip kerjanya autodebet menyebabkan wajib pajak tidak perlu melakukan pembayaran setiap tanggal 15. Setiap tanggal 15 di setiap bulan bank akan secara otomatis memotong dana dari rekening wajib pajak sesuai dengan kewajiban perpajakannya. Ketiga, psychological cost yang merupakan biaya psikis atau biaya emosional yang dirasakan wajib pajak ketika menjalankan proses pembayaran pajak seperti stress pada saat memenuhi kewajiban perpajakan. Biaya psikis atau biaya emosional yang dirasakan wajib pajak dalam implementasi online system dapat diminimalisir, seperti wajib pajak dapat merasa lebih aman karena tidak perlu membawa uang secara tunai setiap akan melakukan pembayaran, semuanya telah melalui mekanisme autodebet pada CMS BRI. Mekanisme
autodebet melalui rekening wajib pajak yang dilakukan setiap tanggal 15 setiap bulan menyebabkan rasa takut wajib pajak terhadap denda keterlambatan pembayaran dapat diminimalisir. Psychological cost selanjutnya yang dapat diminimalisir adalah rasa stres terhadap kemacetan lalu lintas di perkotaan seperti kemacetan di Jakarta. Sebelum adanya
online system wajib pajak harus melaporkan SPTPD setiap tanggal 20, banyaknya jumlah wajib pajak yang ingin melaporkan SPTPD nya tentu akan menambah kemacetan di Jakarta mengingat jumlah wajib pajak yang tidak sedikit. Prinsip keterbukaan dan transparansi yang menjadi latar belakang online system pun memberikan kepastian kepada wajib pajak atas uang pajak yang dibayarkannya. Wajib pajak dapat memonitoring terhadap transaksinya dan dapat mengetahui secara pasti berapa kewajiban perpajakan yang harus dibayarkannya. Dalam prinsip keterbukaan dan transaparansi ini tetap menjaga kerahasiaan data wajib pajak. Hanya wajib pajak yang memiliki user id CMS saja yang dapat mengakses atau membuka data perpajakannya. Terkait dengan kerahasiaan data wajib pajak, Dinas Pelayanan Pajak telah memiliki aturan dalam peraturan perpajakan dimana fiskus berkewajiban untuk menjaga kerahasiaan wajib pajak. Sedangkan untuk pihak BRI telah ada perjanjian kerjasama untuk menjaga kerahasiaan data wajib pajak karena wajib pajak parkir secara otomatis juga merupakan nasabah BRI, sehingga perlakuaannya disamakan dengan nasabah lainnya dalam hal kerahasiaan data nasabah.
Analisis implementasi…, Septian Surya Tyatama, FISIP UI, 2014
Berdasarkan penjelasan mengenai compliance cost sebelumnya berdasarkan data di lapangan melalui wawancara mendalam, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa dalam implementasi kebijakan online system pada pelaporan dan pembayaran pajak parkir
compliance cost yang timbul dalam pemungutan pajak parkir dapat diminimalisir. Implikasi Penerapan Online System terhadap Penerimaan Pajak Parkir Penerapan online system secara langsung pun berimplikasi terhadap penerimaan pajak parkir di DKI Jakarta. Penerimaan pajak parkir secara signifikan mengalami peningkatan, apabila di tahun-tahun sebelum online system diimplementasikan selalu di bawah target kini penerimaan pajak parkir di DKI Jakarta dapat melebihi target yang telah ditentukan sebelumnya. Belum adanya analisis secara lengkap bukan berarti kebijakan ini tidak berimplikasi terhadap penerimaan pajak parkir, setelah satu tahun diterapkan yakni sejak awal Januari 2013 telah terjadi peningkatan pada penerimaan pajak parkir. Berdasarkan tabel 1 berikut ini dapat dilihat peningkatan penerimaan pajak parkir saat sebelum dan setelah online
system di implementasikan : Tabel 1 Rencana dan Realisasi Pajak Parkir DKI Jakarta Tahun 2007 -2013 (dalam Juta Rp)
No.
Tahun
1
2008
2
Jumlah W ajib
Prosentase
Rencana
Realisasi
580
125.000
113.517
91,8%
2009
625
140.000
138.676
99,1%
3
2010
694
150.000
129.407
86,3%
4
2011
758
185.000
158.256
85,6%
5
2012
883
210.000
220.902
105,2%
6
2013
900
260.000
314.642
121,0%
Pajak
Pencapaian
Sumber : Bidang Pengendalian Dan Pembinaan, Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta
Berdasarkan tabel 1, pada tahun 2013 setelah online system diimplementasikan penerimaan pajak parkir yaitu sebesar Rp 314.642.000.000,- berhasil melebihi target yang ditentukan sebesar Rp 260.000.000.000,- dengan jumlah 900 wajib pajak. Sebelum online system diterapkan, yakni dari tahun 2008 sampai tahun 2011 penerimaan pajak parkir selalu dibawah rencana yang telah ditetapkan dan baru pada tahun 2012 penerimaan pajak parkir mencapai rencana. Walaupun belum secara optimal diimplementasikan, namun online system sudah dapat meningkatkan penerimaan pajak parkir.
Analisis implementasi…, Septian Surya Tyatama, FISIP UI, 2014
Kendala yang Dialami dalam Implementasi Online System pada Pembayaran dan Pelaporan Pajak Parkir di DKI Jakarta Kendala yang dialami dalam pelaksanaan online system pada pembayaran dan pelaporan pajak parkir di DKI Jakarta terbagi menjadi dua, yakni kendala teknis dan nonteknis. Kendala teknis di awal-awal implementasi online system adalah terlalu banyaknya jenis atau tipe alat transaksi wajib pajak. Alat transaksi wajib pajak yang berbeda-beda menjadi kendala di awal implementasi online system, seiring berjalannya waktu pihak BRI dapat menyesuaikan sistemnya pada alat transaksi wajib pajak yang berbeda-beda. Kendala teknis selanjutnya adalah sistem wajib pajak parkir yang berbeda-beda. Sebagian besar wajib pajak merupakan wajib pajak grup yang telah memiliki sistem atau jaringan internal sendiri sesuai dengan kebijakan perusahaan pengelola parkir tersebut. Sistem atau jaringan tersebut digunakan untuk menghubungkan outlet-outlet parkir yang tersebar di DKI Jakarta. Namun, tidak semua sistem wajib pajak tersebut dapat diterjemahkan oleh aplikasi yang dimiliki pihak BRI. Kendala teknis ketiga yang merupakan kendala utama dalam implementasi online
system pada pemungutan pajak parkir adalah masalah sinyal yang berada di basement. Ratarata kantor pengelola parkir yang berada di basement gedung menyebabkan sinyal yang berada di basement tidak stabil dan cenderung lemah. Permasalahan sinyal tersebut menyebabkan data dari wajib pajak parkir tidak dapat dikirim ke server cash management Bank BRI. Adanya data yang tidak dapat dikirim ke server Bank BRI mengakibatkan adanya perbedaan perhitungan, sehingga sebelum autodebet perlu dilakukan adjustment. Tidak hanya dikeluhkan oleh petugas pajak dan tim teknis dari Bank BRI, wajib pajak pun menanggapi permasalah sinyal sebagai masalah yang cukup serius dalam implementasi online system pada pajak parkir. Data transaksi yang tidak diterima oleh server BRI menyebabkan wajib pajak perlu melakukan adjustment lagi agar data yang tidak terambil dapat diperhitungkan dalam pajak parkir yang harus dibayarkan sebelum proses autodebet dapat dilakukan. Kendala teknis selanjutnya yang keempat adalah manajemen building yang berbedabeda. Walaupun pengelola parkir memiliki outlet yang tersebar di DKI Jakarta namun pengelolaan masing-masing outlet dipengaruhi oleh manajemen building dimana outlet tersebut berada. Pengelola gedung dan pengelola parkir biasanya berbeda-beda. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa manajemen building menghambat jalannya implementasi online system. Sebelum wajib pajak dionlinekan petugas pajak maupun tim teknis dari BRI harus mengetahui terlebih dahulu MOU antara penyedia parkir dengan
management building dimana outlet wajib pajak parkir tersebut berada. Wajib pajak parkir Analisis implementasi…, Septian Surya Tyatama, FISIP UI, 2014
grup pun memiliki kebijakan yang berbeda-beda antara satu outlet dengan outlet lainnya, oleh karena itu diperlukan pendekatan yang berbeda-beda untuk setiap wajib pajak agar dapat menggunakan sistem online. Kendala teknis yang terakhir atau kelima adalah perbedaan cut off pada sistem BRI dengan cut off pada sistem yang dimiliki oleh pengelola parkir. Perbedaan cut off berpengaruh terhadap data yang terekam pada alat perekam yang diletakkan pada alat transaksi wajib pajak. Adanya perbedaan cut off tersebut perlu dilakukan adjustment sebelum dilakukannya
autodebet. Selain kendala teknis, dalam implementasi online system pun ditemui kendala non teknis. Kendala non teknis berasal dari wajib pajak, adanya wajib pajak yang tidak kooperatif dan enggan untuk menggunakan sistem online. Tindakan wajib pajak yang tidak kooperatif dapat menghambat dalam implementasi kebijakan online system. Wajib pajak yang tidak kooperatif disebabkan karena minimnya pengetahuan wajib pajak tersebut mengenai online
system. Kendala non teknis lainnya adalah ketergantungan wajib pajak terhadap vendornya. Terkait masalah IT nya wajib pajak lebih percaya kepada vendornya, akibatnya tim dari BRI yang ingin melakukan pemasangan alat perekam terhambat dan waktu pemasangan harus di jadwal ulang kembali. Ketergantungan wajib pajak terhadap vendornya dalam pemungutan pajak parkir memang tidak terlalu banyak ditemui di lapangan, hal ini disebabkan karena biasanya setiap pengelola parkir telah memiliki sistem yang dibangun atau dibuat sendiri (terutama wajib pajak grup). Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan sesuai dengan pembahasan yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, maka simpulan yang diperoleh sebagai jawaban atas pertanyaan penelitian adalah sebagai berikut : 1.
Implementasi pembayaran dan pelaporan pajak parkir melalui online system di DKI Jakarta menunjukkan bahwa kebijakan online system secara umum sudah memenuhi Kriteria Implementasi Kebijakan yang dikemukakan oleh Edward III. Berdasarkan teori implementasi kebijakan yang dikemukakan oleh Edwards III, yang terdiri dari 4 (empat) variabel, yaitu komunikasi (communications) sudah ditransmisikan dengan baik dan sudah cukup jelas walaupun masih ada materi sosialisasi yang tidak tersampaikan sesuai target, sumber daya (resources) anggaran, peralatan, dan informasi sudah memadai namun sumber daya manusia secara kuantitas masih terbatas, sikap (disposition atau
attitudes) masing-masing pihak terkait saling mendukung, dan terkait struktur birokrasi
Analisis implementasi…, Septian Surya Tyatama, FISIP UI, 2014
(bureucratic structure) SOP menjadi pedoman bagi setiap implementor dalam bertindak. 2.
Implikasi penerapan kebijakan online system pada pembayaran dan pelaporan pajak parkir di DKI Jakarta dapat menurunkan administrative cost dari sisi fiskus sekaligus menurunkan compliance cost (direct money cost, time cost, dan psychological cost) dari sisi wajib pajak. Kebijakan ini pun dapat meningkatkan penerimaan pajak parkir di DKI Jakarta, walaupun belum diimplementasikan secara optimal.
3.
Kendala dalam pelaksanaan online system pada pembayaran dan pelaporan pajak parkir di DKI Jakarta terbagi menjadi dua, yakni kendala teknis dan non-teknis. Kendala teknis antara lain alat transaksi wajib pajak yang beranekaragam, sistem wajib pajak yang berbeda-beda, sinyal di basement yang tidak stabil, manajemen building yang berbeda-beda, dan perbedaan cut off. Kendala non teknis antara lain adanya wajib pajak yang tidak kooperatif dan enggan untuk menggunakan online system.
Saran Berdasarkan simpulan yang telah dipaparkan sebelumnya, maka saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah : 1.
Terkait dengan kendala terbatasnya sumber daya manusia (SDM) dari IT BRI sebaiknya dilakukan koordinasi berdasarkan wilayah dan penjadwalan yang lebih sesuai agar SDM yang terbatas dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin dan implementasi online
system dapat dipercepat. 2.
Dalam melakukan sosialisasi online system Suku Dinas Pelayanan Pajak tidak hanya melakukan sosialisasi saja, namun juga harus memastikan materi sosialisasi yang disampaikan telah tersampaikan sesuai target dengan cara melakukan sosialisasi pada pihak yang tepat.
3.
Bagi wajib pajak yang tidak kooperatif terhadap kebijakan online system dan enggan untuk menggunakan online system, Dinas Pelayanan Pajak dapat mensosialisasikan kembali (memberikan pemahaman) mengenai manfaat online system bagi wajib pajak. Apabila wajib pajak masih tidak kooperatif setelah dilakukan sosialisasi kembali, Dinas Pelayanan Pajak bekerjasama dengan Unit Pengelola Perparkiran dapat memberikan sanksi yang tegas berdasarkan Pergub Nomor 224 Tahun 2012 yakni sanksi di bidang perizinan berupa pencabutan izin usaha penyelenggaraan parkir di DKI Jakarta.
Analisis implementasi…, Septian Surya Tyatama, FISIP UI, 2014
Daftar Referensi Buku :
Agustino, Leo. (2008). Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta Edwards III, George C. (1980) Implementing Public Policy. Washington: Congressional Quarterly Press. Rosdiana, Haula & Edi Slamet Irianto. (2012). Pengantar ilmu pajak kebijakan dan implementasi di Indonesia. Jakarta : PT raja Grafindo Persada. Subarsono, A.G. (2005). Analisis Kebijakan Publik : Konsep, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Widodo, Joko. (2007). Analisis Kebijakan Publik. Malang: Bayu Media Publishing. Publikasi Elektronik :
Badan Pusat Statistik. (2013). Informasi Statistik : Beberapa Indikator Ekonomi Provinsi DKI Jakarta. Diakses pada 15 Januari 2014, dari http://jakarta.bps.go.id/fileupload/publikasi/2013_07_08_08_02_51.pdf Publikasi Lembaga :
Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta. (2014). Perbandingan Rencana dan Realisasi Penerimaan Pajak Daerah. Peraturan :
Republik Indonesia. Peraturan Gubernur Nomor 224 Tahum 2012 tentang Pembayaran dan Pelaporan Transaksi Usaha Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, dan Pajak Parkir Melalui Online System.
Analisis implementasi…, Septian Surya Tyatama, FISIP UI, 2014