Implementasi Sistem Pajak Online Tahap II dalam Pemungutan Pajak Hiburan di Provinsi DKI Jakarta

Implementasi Sistem Pajak Online Tahap II dalam Pemungutan Pajak Hiburan di Provinsi DKI Jakarta Johanes Manik1 dan Neni Susilawati2 1 2

Departemen Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia Departemen Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia [email protected], [email protected]

Abstrak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengeluarkan Peraturan Gubernur Nomor 224 Tahun 2012 tentang Pembayaran dan Pelaporan Transaksi Usaha Pajak Hiburan, Pajak Hotel, Pajak Restoran dan Pajak Parkir Melalui Online System yang bertujuan untuk meningkatkan tingkat efektifitas dan efisiensi pemungutan Pajak Hiburan di Provinsi DKI Jakarta. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis bagaimana implementasi Sistem Pajak Online tahap II dan bagaimana strategi yang digunakan pemerintah dalam meningkatkan pemungutan Pajak Hiburan di Provinsi DKI Jakarta. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif dan teknik pengumpulan data dengan wawancara mendalam dan observasi. Implementasi Sistem Pajak Online tahap II di Provinsi DKI Jakarta sudah berjalan dengan baik, namum masih terdapat kendala dalam hal sosialisasi, staf, fasilitas, standard operating procedure (SOP) dan struktur birokrasi. Strategi yang digunakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam meningkatkan penerimaan Pajak Hiburan adalah berkerja sama dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta atas pembuatan dan perpanjangan izin usaha hiburan yang masih terdapat kendala pada struktur birokrasi pada kebijakan ini. Kata kunci: Implementasi Kebijakan, Pajak Daerah, Pajak Hiburan, E-Tax, Cash Management System BRI

Implementation of Online Tax System Phase II for Entertainment Tax Collection in DKI Jakarta Province Abstract The Local Government of DKI Jakarta issued governor regulation number 224 year of 2012 about payment and reporting for business transactions of Entertainment Tax, Hotel Tax, Restaurant Tax and Parking Tax by Online System which is aims to improve effectiveness and efficiency in collecting entertainment taxes in DKI Jakarta. This research focused to analyze the implementation of Online Tax System phase II and government strategies to improve collection of entertainment tax in DKI Jakarta. This qualitative research used in-depth interviews and observations as data collection technique. The Implementation of Online Tax System phase II has some obstacles in socialization, human resource, facilities, standard operating procedure (SOP) and bureaucracy structure. Government strategy in increasing entertainment tax revenue is by coordinating with Department of Tourism and Culture for entertainment business license issuance and renewal. Keywords: Policy Implementation, Local Tax, Entertainment Tax, E-Tax, Cash Management System BRI

Pendahuluan DKI Jakarta sebagai pusat pemerintahan dan pusat perekonomian negara Indonesia yang memiliki bermacam-macam jenis jasa hiburan yang ditawarkan ke masyarakat, menjadikan penerimaan dari sektor Pajak Hiburan sangat berpotensi untuk ditingkatkan. Salah satu upaya

Implementasi sistem..., Johanes Aser Pangihutan, FISIP UI, 2014

yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk meningkatkan penerimaan Pajak Daerah atas hiburan adalah dengan dilakukannya sistem online dalam pemungutan Pajak Daerah. Sistem online didefinisikan sebagai sistem pembuatan sambungan langsung antara sub-sistem satu dengan sub-sistem lainnya secara elektronik dan terintegrasi serta real time (DPP DKI Jakarta, p.2, 2013). Pelaksanaan sistem online tahap pertama mulai diterapkan pada tanggal 5 Januari 2010. Kegiatan sistem online tahap I menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta. Alat Perekam data transaksi dipasang pada mesin pembayaran Wajib Pajak untuk mengcapture data transaksi pembayaran. Data transaksi yang tercatat akan disesuaikan dengan laporan pembayaran pajak dalam Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD). Hingga akhir pelaksanaannya pada tahun 2012, sistem online tahap I hanya meraih 800 Wajib Pajak dari target awal 3,000 Wajib Pajak Daerah (DPP DKI Jakarta, p.2, 2013). Untuk mengoptimalisasi penerimaan Pajak Hiburan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melakukan terobosan baru dengan sistem online tahap kedua pada tanggal 28 Desember 2012. Dasar Hukum pelaksanaan sistem online tahap II pada Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 224 Tahun 2012 Tentang “Pembayaran dan Pelaporan Transaksi Usaha Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan dan Pajak Parkir Melalui Online System”. Pelaksanaan sistem online tahap II bukan lanjutan sistem online stahap I yang menggunakan dana APBD DKI Jakarta. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berkerjasama dengan Bank Rakyat Indonesia untuk pembiayaan pembuatan dan pelaksanaan operasional online system. Sistem online tahap II oleh Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta disebut dengan Sistem Pajak Online tahap II. Hal tersebut bertujuan untuk mengefektifkan penggunaan APBD DKI Jakarta. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak perlu mengeluarkan biaya dari APBD dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan karena dibiayai oleh Bank BRI. Pembayaran dan pelaporan Pajak Hiburan secara online melalui Cash Management System BRI (CMS BRI). Penerapan sistem pajak online tahap II memberikan manfaat bagi Wajib Pajak hiburan dan Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta. Wajib Pajak hiburan mendapatkan manfaat atas efisiensi waktu pelaporan dan kemudahan pembayaran Pajak Hiburan secara autodebet pada rekening BRI yang dimilikinya.


Wajib Pajak tidak perlu lagi mengisi dan menyampaikan SSPD dan SPTPD secara manual karena sudah dapat diakses melalui CMS BRI, tidak perlu melegalisasi bon/bill transaksi pembayaran, tidak perlu menyampaikan penerimaan bulanan dan rekapitulasi penggunaan bill. Sistem pajak online tahap II masih terdapat kendala pada saat pelaksanaaan implementasi kebijakan ke beberapa Wajib Pajak hiburan. Masih banyak Wajib Pajak hiburan yang menginginkan pembayaran pajak Daerah secara manual. Hal ini disebabkan alat transaksi pembayaran yang terdapat pada Wajib Pajak hiburan masih terdapat beberapa permasalahan. Sistem pajak online tahap II ini dilakukan karena penghitungan pajak berdasarkan self-assessmen system atau penghitungan, penyetoran dan pelaporan dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak rawan manipulasi karena pengawasan tidak bisa maksimal. Hal tersebut menyebabkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memberlakukan sistem pajak online tahap II atas Pembayaran dan Pelaporan Transaksi Usaha Pajak Hiburan melalui online system untuk meminimalisir terjadinya kehilangan potensi penerimaan Pajak Hiburan. Dengan tidak menggunakan APBD DKI Jakarta dalam pelaksanaan kebijakan Sistem Pajak Online tahap II tentu saja akan sangat mengefektifkan penggunaan APBD DKI Jakarta. Seluruh pembiayaan operasional dalam kebijakan ini dibiayai oleh Bank BRI. Sistem Pajak Online tahap II dalam pemungutan Pajak Hiburan bertujuan untuk mempermudah administrasi Wajib Pajak pada saat membayarkan Pajak Hiburan yang terutang karena sistem ini akan langsung terhubung dengan database yang terdapat pada BRI dan Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta. Penelitian ini menganalisis bagaimana Implementasi Sistem Pajak Online Tahap II dalam Pemungutan Pajak Hiburan di Propinsi DKI Jakarta dan bagaimana strategi yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam meningkatkan pemungutan Pajak Hiburan dengan menggunakan Sistem Pajak Online Tahap II? Penelitian ini dimaksudkan untuk dapat memenuhi tujuan tujuan sebagai berikut : 1.

Untuk menganalisis Implementasi Sistem Pajak Online Tahap II dengan menggunakan teori implementasi kebijakan menurut Edward III.

2.

Untuk menganalisis strategi yang digunakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam meningkatkan pemungutan Pajak Hiburan dengan menggunakan Sistem Pajak Online tahap II.


Tinjauan Teoretis Dalam penelitian ini teori yang digunakan adalah teori kebijakan publik, teori implementasi kebijakan, teori katakteristik good governance, teori sistem informasi manajemen, electronic government (e-Government), Administrasi Pajjak, Pajak Daerah, Pajak Hiburan. Kebijakan Publik merupakan proses pembuatan kebijakan publik merupakan proses yang kompleks karena melibatkan banyak proses maupun variabel yang harus dikaji. Proses pembuatan kebijakan publik dibagi kedalam beberapa tahap, tujuannya adalah untuk memudahkan di dalam mengkaji kebijakan publik tersebut. Tahap-tahap kebijakan publik adalah sebagai berikut (Winarno, p.36, 2012): Tahap Penyusunan Agenda; Tahap Formulasi Kebijakan; Tahap Adopsi Kebijakan; Tahap Implementasi Kebijakan; Tahap Evaluasi Kebijakan. Implementasi Kebijakan merupakan proses dari pelaksanaan peraturan yang sudah dibuat oleh pihak-pihak yang berwenang untuk membuat kebijakan. Menurut Mazmanian dan Sabatier dalam bukunya Implementation and Public Policy (1983) mendefinisikan Implementasi Kebijakan sebagai pelaksanaan keputusan kebijaksanaan dasar, biasanya dalam bentuk undangundang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya (dalam Agustino, p.139, 2008). Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa implementasi merupakan suatu proses yang dinamis, dimana pelaksana kebijakan melakukan suatu aktivitas atau kegiatan, sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu sendiri (Agustino, p.139, 2008). Pendekatan yang digunakan Edward III (1980) dalam mempelajari implementasi kebijakan, dimulai dengan mempertimbangkan empat faktor atau variabel penting. Pertama, Komunikasi merupakan implementasi suatu kebijakan dapat berjalan secara efektif apabila para pembuat keputusan harus mengetahui apa yang harus dilakukan. Perintah untuk melaksanakan implementasi kebijakan harus disampaikan kepada orang yang tepat dan penyampaiannya harus jelas, akurat dan kosisten (Agustino, p.157, 2006). Edward III menggunakan tiga indikator dalam mengukur komunikasi dalam implementasi kebijakan, antara lain Transmisi, Kejelasan, Konsistensi (dalam Agustino, p. 157, 2006). Kedua, Sumber Daya


merupakan syarat untuk mencapai implementasi kebijakan yang efektif seperti yang dijelaskan oleh (Edward III, p.10, 1980) dalam bukunya. Edward III mengelompokkan sumber daya yang penting untuk dimiliki dalam implementasi kebijakan yang mencakup indikator-indikator yang digunakan untuk melihat sejauh mana sumber daya mempengaruhi implementasi kebijakan adalah Staf, Informasi, Fasilitas (dalam Agustino, p.188, 2006). Ketiga, Disposisi merupakan salah-satu faktor yang mempunyai konsekuensi penting bagi implementasi kebijakan yang efektif. Indikator pengangkatan birokrasi memiliki peran penting dalam disposisi sebuah kebijakan. Jika para pelaksana mempunyai kecenderungan atau sikap positif maka terdapat kemungkinan yang besar implementasi kebijakan berjalan secara efektif. Tetapi apabila para pelaksana bersikap menentang dengan pembuat kebijakan, proses implementasi kebijakan akan menjadi jauh lebih sulit (Winarno, p.142, 2005). Keempat, Struktur Birokrasi merupakan Implementasi kebijakan yang berjalan secara efektif memerlukan struktur birokrasi yang kondusif. Edward III menguraikan dua karakteristik utama / Indikator dari struktur birokrasi yaitu Standard Operating Procedur (SOP) dan fragmentasi (dalam Winarno, p.150, 2005). Penelitian ini menggunakan teori pendekatan implementasi kebijakan menurut Edward III dalam menganalisis implementasi sistem pajak online tahap II dalam pemungutan Pajak Hiburan di Provinsi DKI Jakarta. Teori pendekatan implementasi kebijakan ini sangat sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan karena dalam implementasi sebuah kebijakan dibutuhkan proses komunikasi yang tepat, sumber daya yang mendukung dan mumpuni, adanya disposisi atau keselarasan mendukung implementasi kebijakan dan struktur birokrasi yang kondusif. Karakteristik Good Governance menurut Mardiasmo pengertian Good Governance sering diartikan sebagai kepemerintahan yang baik (Mardiasmo, p.23-24, 2002). Adapun karakteristik Good Governance menurut United Nations Development Programme (UNDP) (dalam Mardiasmo, p.24, 2002) adalah Participation, Rule of Law, Transparency, Responsiveness, Consesus Orientation, Equity, Efficiency and Effectiveness, Accountability dan Strategic vision. Sistem Informasi Manajemen menurut Gaol (2008) dapat dikatakan sebagai sebuah sistem manusia dan mesin yang terintegrasi dalam menyediakan informasi guna mendukung fungsi operasi manajemen dan penentuan alternatif tindakan dalam sebuah organisasi sistem tersebut (Gaol, p.15, 2008). Sistem informasi manajemen digunakan oleh suatu organisasi untuk


membantu memudahkan penyampaian suatu informasi dan menghasilkan informasi yang lebih akurat dibandingkan dengan menggunakan cara manual. Salah satu bentuk nyata dari penerapan sistem informasi manajemen ini adalah sistem pajak online tahap II yang digunakan Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta untuk membantu memudahkan Wajib Pajak dalam melakukan Pembayaran dan Pelaporan, melakukan transparansi keuangan, dan melakukan pengawasan pemungutan Pajak Hiburan di DKI Jakarta. Electronic Government (e-Government) adalah penggunaan teknologi komunikasi dan informasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas biaya pemerintahan, meningkatkan pelayanan pemerintah, lebih memberikan akses informasi yang lebih besar kepada masyarakat dan membuat pemerintah lebih bertanggung jawab kepada rakyat (dalam Suyanto, p.34, 2005). Administrasi Pajak menurut Andriani (1985) membagi teknik pemungutan pajak menjadi tiga yaitu Wajib Pajak menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan undang-undang, Ada kerja sama antara Wajib Pajak dengan fiskus, Fiskus menentukan jumlah yang terutang (dalam Brotodihardjo, p.64, 1993). Teknik pemungutan pajak yang dikenal di Indonesia adalah Self Assessment System, Official Assessment System dan

Withholding

System. Pajak Daerah yang terdiri dari beberapa jenis pajak tidak dapat dengan mudah dipungut begitu saja. Harus ada suatu sistem yang mengatur pemungutannya (Mardiasmo, p.13, 1992). Pemungutan Pajak Daerah saat ini menggunakan tiga sistem pemungutan pajak yaitu Dibayar sendiri oleh Wajib Pajak, Ditetapkan oleh Kepala Daerah, dipungut oleh pemungut pajak (Siahaan, p.68-71, 2005). Pajak Daerah menurut Prakosa dalam bukunya yang berjudul Pajak Daerah dan Retribusi Daerah memaparkan penjelasan yang dikemukakan Davey (Prakosa, p.2, 2003), yaitu: Pajak yang dipungut oleh Pemda berdasarkan peraturan dari daerah itu sendiri; Pajak yang ditetapkan dan atau dipungut oleh pemda; Pajak yang dipungut berdasarkan peraturan Pemerintah Pusat tetapi penetapan tarifnya dilakukan oleh Pemda; Pajak yang dipungut dan diadministrasikan oleh Pemerintah Pusat, tetapi hasil pemungutannya diberikan kepada pemda. Definisi Pajak Daerah dikemukakan P.J.A. Adriani (1984) adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah tingkat daerah berdasarkan peraturan pajak yang ditetapkan untuk pembiayaan rumah tangga daerah tersebut sesuai dengan pembagian administrasi daerah (dalam Brotodiharjo, p.36,


2984). Pajak Hiburan merupakan salah satu jenis Pajak Daerah yang dikenakan atas penyelenggaraan suatu hiburan. Menurut Soelarno, hiburan adalah suatu yang sifatnya dapat menyenangkan pribadi yang menikmati atau mengkonsumsinya (Soelarno, p.225, 1999). Pajak Hiburan dapat tergolong ke dalam Pajak Daerah karena telah memenuhi prinsip-prinsip dari Pajak Daerah, yaitu: Berupa iuran dari rakyat kepada kas daerah; Pemungutan dilakukan berdasarkan Peraturan Daerah yang sedang berlaku; Karena berdasarkan suatu peraturan maka pemungutannya dapat dipaksakan; Peraturan Daerah tersebut harus mudah dipahami baik oleh masyarakat local maupun aparat pajak; Tidak mendapatkan balas jasa atau kontrapretasi secara langsung; Ada batasan wilayah pemungutannya; Dipergunakan untuk membiayai pengeluaran umum pemerintah daerah dalam menjalankan kegiatan pemerintahannya. Metode Penelitian Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pengumpulan Data dalam penelitian ini dilakukan dengan wawancara mendalam dan observasi atas Implementasi Sistem Pajak Online Tahap II dalam pemungutan Pajak Hiburan di Provinsi DKI Jakarta. Analisis yang dilakukan dengan menggunakan teori implementasi kebijakan menurut Edward III dan strategi yang digunakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam meningkatkan pemungutan Pajak Hiburan dengan Sistem Pajak Online tahap II. Informan yang diwawancarai terkait dengan penelitian ini adalah Akademisi dari Universitas Indonesia, Kepala Bidang Sistem Informasi Pajak Daerah Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta, Kepala Seksi Penyuluhan Pajak Daerah di Bidang Peraturan dan Penyuluhan Pajak Daerah Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta, Group Head Divisi Hubungan Lembaga 2 di Bank Republik Indonesia (BRI) Pusat, Kepala Seksi Pendaftaran dan Penatausaha Pajak Daerah di Suku Dinas Pelayanan Pajak I Jakarta Selatan, Kepala Bidang Industri Pariwisata di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Inul Vista FX Sudirman sebagai Wajib Pajak Hiburan, Staf Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta. Observasi dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan buku pedoman sosialisasi Cash Management System BRI.


Pembahasan Pajak Hiburan merupakan salah satu sumber penerimaan Pajak Daerah dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi DKI Jakarta. Kontribusi Pajak Hiburan memang tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan penerimaan Pajak Daerah lainnya akan tetapi penerimaan Pajak Hiburan cukup signifikan bagi penerimaan Pemerintah Daerah. Berikut adalah Tabel penerimaan Pajak Daerah di Provinsi DKI Jakarta: Tabel 1 Realisasi Perkembangan Pajak Daerah DKI Jakarta (Miliar Rupiah) No. 1.

Jenis Pajak Daerah Pajak Kendaraan Bermotor Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah Pajak Hotel

2009

2010

2011

2012

2013

2.766,96

3.118,11

3.664,40

4.106,97

4.605,21

2.542,53

4.049,31

4.582,08

5.507,71

6.143,97

671,46

731,77

848,57

882,56

1.027,11

158,17

114,44

102,05

95,97

605,69

722,05

858,34

1.028,52

1.156,63

6. Pajak Restoran

753,42

877,39

1.032,00

1.238,57

1.571,46

7. Pajak Hiburan

267,32

296,59

296,52

369,15

393,26

8. Pajak Reklame

274,91

251,43

269,67

483,18

657,80

9. Pajak Penerangan Jalan

412,48

456,77

511,45

557,31

609,45

10. Pajak Parkir 138,60 125,66 158,26 220,90 Bea Perolehan Hak atas 11. 2.885,53 3.224,57 Tanah dan Bangunan Pajak Bumi Bangunan 12. (PBB) - Pedesaan Perkotaan(P2) Jumlah 8.433,38 10.787,25 15.221,24 17.721,49 Sumber : Rencana dan Realisasi Penerimaan Pajak Daerah Dinas Pelayanan Pajak *Belum diaudit BPKD DKI Jakarta

314,38

2. 3. 4. 5.

3.419,93 3.372,76 23.367,92

Dalam proses pemungutan Pajak Hiburan tidak lepas dari hambatan ataupun kendala yang menyebabkan potensi penerimaan Pajak Hiburan dengan penerimaan Pajak Hiburan yang dihasilkan menjadi tidak optimal. Dalam Tabel 1.1. jumlah realisasi penerimaan Pajak Hiburan tahun 2013 mencapai Rp 393.263.369.552,- menempati posisi ketiga terendah pada penerimaan Pajak Daerah di DKI Jakarta. Tentu saja hal tersebut belum mencapai dari target yang sudah dilakukan oleh Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta berikut ini:


Tabel 1.2. Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Hiburan di Provinsi DKI Jakarta Periode Tahun 2013

No.

Jenis Pajak Hiburan

1

Tontonan film / bioskop

2

Pagelaran kesenian / musik / tari / busana

3

Kontes kecantikan

4

Jumlah WP

Potensi Pajak Hiburan

Persentase Penerimaan

67

92.123.000.000

361

21.552.000.000

2

234.000.000

0,05%

Pameran

28

4.826.000.000

1,10%

5

Diskotik

73

20.449.000.000

4,65%

6

Karaoke

287

61.929.000.000

14,07%

7

Klab malam

22

12.959.000.000

2,95%

8

Sirkus / akrobat / sulap

5

680.000.000

0,15%

9

Permainan biliar

128

3.274.000.000

0,74%

10

Permainan boling

7

3.224.000.000

0,73%

11

Balap kendaraan bermotor

7

51.000.000

0,01%

12

Permainan ketangkasan

193

26.881.000.000

6,11%

13

Panti pijat / refleksi

320

20.093.000.000

4,57%

14

Mandi uap / spa

82

27.865.000.000

6,33%

15

Pusat kebugaran

53

31.944.000.000

7,26%

16

Pertandingan olahraga

63

2.184.000.000

0,50%

17

Ice skating, Golf

9

1.205.000.000

0,27%

18

Tempat wisata, taman, hiburan dan rekreasi

61

108.527.000.000

Jumlah 1.768 Sumber : Portal Resmi Provinsi DKI Jakarta

440.000.000.000

20,94% 4,90%

24,67% 100%

Melihat potensi pada tabel 1.2 seharusnya penerimaan Pajak Hiburan di DKI Jakarta menunjukan angka yang tinggi pada tabel 1.1, akan tetapi pada kenyataannya jumlah penerimaan Pajak Hiburan di DKI Jakarta masih relatif rendah dibandingkan dengan penerimaan Pajak Daerah lainnya. Kurang tergalinya potensi penerimaan Pajak Hiburan dapat terjadi karena beberapa hal yaitu aspek policy dan tax administration. Pada aspek policy terdapat beberapa faktor yang menentukan keberhasilan mencapai potensi penerimaan Pajak Hiburan, antara lain minimizing exemption, minimizing tax expenditure, tax base and tariff. Sedangkan dalam aspek tax administration terdapat beberapa faktor yang menentukan keberhasilan sebuah policy, antara lain sumber daya manusia (SDM), IT (Information and Technology) dan prosedur pelaksanaan sebuah policy. Online system merupakan bagian dari tax administration, termaksud juga dalam


administrasi perpajakan daerah. Online system dalam perpajakan daerah khususnya di Provinsi DKI Jakarta sudah melalui dua tahap. Pada sistem online tahap I Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menggunakan alat pengawasan terhadap Wajib Pajak Hiburan yang sudah setuju untuk menggunakan sistem ini. Alat pengawasan yang digunakan bertujuan untuk merekam data transaksi usaha Wajib Pajak pada mesin pembayaran yang digunakan. Mekanisme pelaksanaan sistem online tahap I ini dimulai dari pendanaan dari APBD DKI Jakarta, bekerjasama dengan vendor anak PT. Telekomunikasi Indonesia yaitu PT. Finnet Indonesia, pemasangan alat perekam data transaksi kepada Wajib Pajak, sampai dengan terkoneksinya alat perekam data transaksi WP dengan server Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta. Hal ini ditujukan untuk mengetahui omzet usaha hiburan yang dibandingkan dengan jumlah pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak. Pencapaian dari sistem online tahap I adalah sebesar 800 WP dari target awal sebesar 3.000 WP. Selama berjalannya sistem online tahap I belum dapat dikatakan optimal karena pencapaiannya hanya 800 WP. Dalam pelaksanaan sistem online tahap I banyaknya kendala-kendala yang terjadi seperti regulasi yang tumpang tindih, pelaksanaan system IT yang kurang memadai, SDM, penolakan WP, dan lain-lain. Hal tersebutlah yang menyebabkan implementasi sistem online tahap I tidak dapat berjalan dengan baik. Pada tahun 2012 dengan terpilihnya Gubernur dan Wakil Gubernur baru di Provinsi DKI Jakarta, melihat potensi Pajak Daerah yang tidak dikelola dengan baik membuat perlu dilakukannya mekanisme pemungutan Pajak Daerah yang baru agar dapat mengoptimalisasi pemungutan Pajak Daerah. Pada sistem online tahap II yang tertuang dalam Peraturan Gubernur Nomor 224 Tahun 2012 tentang “Pembayaran dan Pelaporan Transaksi Usaha Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan dan Pajak Parkir melalui Online System”, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berkerjasama dengan Bank Rakyat Indonesia (BRI) sebagai sebagai pelaksana operasional online system. Sistem pajak online tahap II bukanlah program lanjutan dari online sytem tahap I karena dalam pelaksanaannya tidak menggunakan Anggaran Pembiayaan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta. Seluruh pembiayaan dalam implementasi sistem pajak online tahap II ini seluruhnya dibiayai oleh Bank BRI.


Pelaksanaan operasional online system dilakukan dengan menempatkan alat perekam data transaksi usaha pada usaha milik Wajib Pajak hiburan dan menyediakan Cash Management System (CMS) BRI. Alat perekam data transaksi usaha yang digunakan seperti barebone dan blackbox ditempatkan pada mesin pembayaran Wajib Pajak untuk menghubungkan mesin pembayaran Wajib Pajak hiburan dengan CMS BRI. Alat perekam data transaksi usaha tersebut akan merekam setiap transaksi pembayaran yang terjadi pada mesin pembayaran Wajib Pajak. Dipasangnya alat perekam data transaksi bertujuan untuk memonitor seluruh transaksi pembayaran yang terjadi pada mesin pembayaran Wajib Pajak hiburan. Pelaksanaan sistem pajak online tahap II juga meliputi terhadap pembayaran Pajak Hiburan secara autodebet. Mekanisme pembayaran pajak secara autodebet melalui CMS BRI Wajib Pajak harus memiliki atau membuka rekening di Bank BRI seperti simpanan Giro BRI atau tabungan BRI Britama Bisnis. Hal tersebut bertujuan agar Wajib Pajak hiburan melakukan penyetoran jumlah pembayaran/omzet usahanya ke rekening BRI. Khusus Wajib Pajak hiburan yang penyetoran jumlah pembayaran/omzet usahanya di rekening tabungan lain, harus menyetorkan ke rekening BRI satu hari setelah berakhirnya transaksi pembayaran oleh subjek pajak. Berikut adalah konsep teknis dari Sistem Pajak Online tahap II dalam pemungutan Pajak Hiburan:

Gambar 1 Mekanisme Sistem Pajak Online tahap II Sumber : Materi Sosialisasi Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta


Wajib Pajak hiburan yang sudah membuka rekening BRI dan menyetorkan jumlah pembayaran/omzet usaha pada rekening BRI terlebih dahulu menandatangani surat kuasa perintah transfer debet pembayaran pajak hiburan kepada Bank BRI. Dalam Surat kuasa tersebut memuat perintah transfer debet, besarnya pajak yang terutang, pencadangan / penyisihan / pemblokiran dana untuk pembayaran pajak hiburan, perintah penyampaian e-SSPD dan perintah penyampaian e-SPTPD. Setelah penandatanganan surat kuasa dan pemasangan alat perekam data transaksi sudah dapat dijalankan atau terkoneksi dengan data server BRI, Wajib Pajak akan memperoleh corporate ID dan user ID agar dapat mengakses CMS BRI. Wajib Pajak yang sudah mengkonfirmasi pembayaran Pajak Hiburan secara autodebet melalui CMS BRI, pada tanggal 15 setiap bulan pembayaran Pajak Hiburan dapat dilakukan melalui transfer debet dari rekening Wajib Pajak ke rekening bank yang ditunjuk dalam hal ini rekening muara pembayaran Pajak Hiburan yang dimiliki Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta. Sistem pajak online tahap II mulai diimplementasikan pada tahun 2013, namun dalam pelaksanaannya masih terdapat kendala-kendala yang terjadi pada lembaga birokrasi yang menjalankan kebijakan. Dalam teori Edward III tentang implementasi kebijakan publik terdapat empat dimensi untuk menentukan apakah implementasi sebuah kebijakan sudah dapat dijalankan oleh lembaga birokrasi. Empat dimensi yang digunakan antara lain komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi. Masing-masing dimensi ini memiliki beberapa indikator yaitu Indikator transmisi, kejelasan dan konsistensi untuk dimensi komunikasi; Indikator Staf, informasi dan fasilitas untuk dimensi sumber daya; Indikator pengangkatan birokrasi untuk dimensi disposisi; serta Indikator Standard Operating Procedure (SOP) dan fragmentasi untuk dimensi struktur birokrasi. Ada dua indikator yang tidak digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini yaitu wewenang dan Insentif. Alasan tidak digunakannya kedua indikator tersebut karena topik tersebut terbilang sensitif bagi pihak informan. Berikut ini akan dijelaskan satu per satu pembahasan implementasi sistem pajak online tahap II menurut variabelnya masing-masing. Analisis Komunikasi pada Implementasi Sistem Pajak Online tahap II di Provinsi DKI Jakarta Komunikasi merupakan salah satu dimensi penting untuk mengukur keberhasilan suatu implementasi kebijakan. Indikator yang digunakan ada tiga yaitu transmisi, kejelasan dan


konsistensi. Transmisi informasi merupakan kebijakan yang disampaikan kepada para implementor agar mereka dapat memahami dengan jelas isi dan maksud dari kebijakan itu. Transmisi atau penyaluran informasi merupakan tahap awal dari proses implementasi suatu kebijakan. Penyaluran informasi adalah sosialisasi mengenai apa itu sistem pajak online tahap II, bagaimana pelaksanannya dan apakah tujuan yang ingin dicapai oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Sistem pajak online tahap II ini pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta berkerjasama dengan beberapa lembaga birokrasi yaitu Suku Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta dan Bank BRI. Pertama yang harus dilihat keberadaan dari kebijakan Sistem Pajak Online tahap II ini adalah terkait fungsi yang dijalankan oleh tiap-tiap lembaga birokrasi. Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta menjalankan fungsi perencanaan dalam kebijakan sistem pajak online tahap II ini. Fungsi tersebut dijalankan dengan merencanakan segala sesuatu yang akan dilakukan pada kebijakan sistem pajak online tahap II. Suku Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta menjalankan fungsi Controlling dengan memonitor pengawasan berjalannya sistem pajak online tahap II dalam pemungutan Pajak Hiburan yang ada di CMS BRI maupun di lapangan atau Wajib Pajak. Fungsi yang dijalankan oleh Bank BRI adalah merekam jumlah pembayaran data transaksi/omzet data usaha Wajib Pajak, pengadaan jaringan sistem informasi untuk menghubungkan usaha hiburan Wajib Pajak dengan Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta dan proses pembayaran Pajak Hiburan secara autodebet melalui Bank BRI. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta menjalankan fungsi filter atas controling dan monitoring perkembangan usaha hiburan di Provinsi DKI Jakarta terkait pemberian dan perpanjangan izin usaha hiburan kepada seluruh Wajib Pajak yang bertujuan untuk mengetahui Wajib Pajak hiburan mana saja yang belum atau sudah memiliki izin usaha hiburan. Kedua pelaksanaan kebijakan sistem pajak online tahap II ini dilakukan oleh tiap-tiap lembaga birokrasi yang memiliki peran dan tugas dalam mensosialisasikan kebijakan sistem pajak online tahap II. Penyuluhan kepada Wajib Pajak dilakukan di masing-masing Suku Dinas Pelayanan Pajak dengan memberikan surat edaran sosialisasi kebijakan sistem pajak online tahap II kepada seluruh Wajib Pajak yang terdaftar. Selain dilakukan penyuluhan di kantor, sosialisasi kebijakan sistem pajak online tahap II juga disosialisasikan di tempat keramaian umum. Sosialsiasi di tempat keramaian umum dilakukan agar pelaku usaha hiburan serta bukan pelaku usaha hiburan


mengetahui mekanisme pelaksanaan sistem pajak online tahap II. Dalam proses sosialisasi yang dilakukan, Bank BRI juga turut ikut serta dalam proses penyuluhan di masing-masing Suku Dinas Pelayanan Pajak maupun sosialisasi di tempat keramaian umum. Bank BRI sebagai pelaksana operasional online system mensosialisasikan fasilitas perbankan tentang mekanisme pelaksanaan CMS BRI kepada seluruh Wajib Pajak. Sosialisasi CMS BRI kepada Wajib Pajak dilakukan dengan memberikan buku pedoman pelaksanaan CMS BRI. Setelah proses sosialisasi dan penyuluhan, Wajib Pajak harus mengisi formulir kesediaan untuk pelaksanaan online system pada tempat usahanya. Sosialisasi yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta dengan mengirimkan surat edaran tentang Intensifikasi dan Pengawasan Pembayaran Pajak kepada Wajib Pajak Hiburan. Indikator kejelasan adalah kebijakan dibuat sejelas mungkin agar mempermudah para implementor memahami apa yang harus dilakukan. Indikator konsistensi adalah kebijakan dapat berjalan tanpa adanya kebingungan bagi para implementor kebijakan. Informasi kebijakan sistem pajak online tahap II yang disampaikan melalui peraturan-peraturan dalam Peraturan Gubernur Nomor 224 Tahun 2012 sudah cukup jelas dan konsisten yang dirasakan oleh Wajib Pajak. Setelah dilakukan tahap penyuluhan, tahap selanjutnya adalah tahap pemasangan alat perekam data transaksi kepada Wajib Pajak. Analisis Sumber Daya pada Implementasi Sistem Pajak Online tahap II di Provinsi DKI Jakarta. Sumber daya yang mumpuni secara kualitas dan kuantitas sangat mempengaruhi berjalannya kebijakan. Kualitas yang terdapat pada sumber daya menunjukan bahwa sumber daya tersebut dapat menjalankan kebijakan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh sumber daya dalam mengimplementasikan kebijakan. Kuantitas yang terdapat pada sumber daya menunjukan bahwa sumber daya tersebut sudah sesuai yang dibutuhkan dalam menjalankan implementasi kebijakan. Indikator yang digunakan adalah sumber daya manusia, informasi dan fasilitas. Sumber Daya Manusia (SDM) atau yang disebut dengan staf atau pegawai merupakan sumber daya utama untuk dapat melaksanakan sebuah kebijakan. Staf yang memadai dan kompeten serta menguasai sistem teknologi informasi dalam mengimplementasikan kebijakan sistem pajak


online tahap II dapat dilihat pada 4 lembaga birokrasi yang menjalankan kebijakan. Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta telah memiliki SDM yang memadai secara kuantitas dan kualitas pada bidang sistem informasi Pajak Daerah dan bidang peraturan dan penyuluhan Pajak Daerah. Bank BRI sebagai pelaksana operasional online system yang menyiapkan seluruh perangkat sistem informasi seperti alat perekam data transaksi, sistem jaringan koneksi, sampai dengan CMS BRI telah memiliki staf yang memadai secara kuantitas dan kualitas karena setiap staf memiliki komitmen pada Program Pengembangan Staf (PPS) BRI. Lembaga birokrasi yang mengkontrol pengawasan dan melaksanakan fungsi controling kebijakan sistem pajak online tahap II kepada Wajib Pajak adalah Suku Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta masih membutuhkan staf yang menangani kebijakan. Hal ini disebabkan staf yang menangani secara khusus kebijakan sistem pajak online tahap II belum ada, namun secara kualitas staf yang terdapat pada Suku Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta sudah memadai. Terkait dengan strategi untuk meningkatkan pemungutan Pajak Hiburan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berkerjasama dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta yang menjalankan fungsi filter atas controling dan monitoring perkembangan usaha hiburan di Provinsi DKI Jakarta jumlah staf secara kuantitas yang menangani kebijakan masih sedikit, namun secara kualitas staf yang menjalankan kebijakan sudah memadai. Informasi dalam mengimplementasikan kebijakan sistem pajak online tahap II berhubungan dengan cara melaksanakan kebijakan sesuai fungsi dan tugas yang dijalankan masing-masing lembaga birokrasi. Segala informasi tersebut telah dicantumkan dalam Peraturan Gubernur Nomor 224 Tahun 2012 yang merupakan Dasar Hukum atau Payung Hukum pelaksanaan kebijakan sistem pajak online tahap II. Kebijakan yang berkerjasama dengan Bank BRI sebagai pelaksana operasional online system, pada awal penerapannya banyak Wajib Pajak yang masih belum memahami Informasi yang diberikan. Banyak Wajib Pajak yang menanyakan tentang secury data atau keamanan atas data transaksi Wajib Pajak. Hal tersbut disebabkan Wajib Pajak ingin adanya kepastian keamanan atas rahasia usaha hiburan yang dimilikinya. Kemudian Wajib Pajak menanyakan siapa yang membiayai sistem pajak online tahap II dan mengapa Bank BRI yang dipilih sebagai pelaksana operasional online system.


Bank BRI sebagai pelaksana operasional online system menyediakan prasarana alat perekam data transaksi seperti barebone dan blackbox untuk dijalankan pada kebijakan sistem pajak online tahap II dan sarana perbankan CMS BRI. Sarana dan prasarana yang diberikan oleh Bank BRI sudah memadai karena tidak terdapat permasalahan terhadap ketersediaan fasilitas sarana dan prasarana. Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta sebagai lembaga birokrasi yang mengawasi dan memonitor pelaksanaan kebijakan, atas fasilitas sarana dan prasarana yang dilakukan oleh Bank BRI sudah memenuhi kriteria atas kebijakan yang dapat dijalankan. Tinggal permasalahan yang terjadi pada alat transaksi Wajib Pajak yang usaha hiburannya berada di basement gedung. Fasilitas sarana dan prasarana yang terdapat pada Bidang Sistem Informasi Pajak Daerah Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta sudah memadai. Tinggal permasalahan atas fasilitas tempat penyimpanan data transaksi Wajib Pajak yang masih kurang besar kapasitasnya. Suku Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta tidak terlalu banyak menggunakan fasilitas sarana dan prasarana karena fungsi controling dapat dilakukan dengan cara mengakses CMS BRI melalui internet dan survey lapangan ke tempat usaha hiburan secara langsung untuk melihat apakah kebijakan ini sudah dijalankan oleh Wajib Pajak. Keberadaan fasilitas sarana dan prasarana dalam kebijakan sistem pajak online tahap II ini juga harus dilihat pada Wajib Pajak. Sarana dan Prasarana yang disediakan oleh Bank BRI selain pengadaan alat perekam transaksi seperti barebone dan blackbox, juga memberikan fasilitas terhadap pembukaan rekening di Bank BRI terhadap Wajib Pajak hiburan sudah memadai. Penyediaan fasilitas yang diberikan oleh Bank BRI sebagai pelaksana operasional online system sudah dilakukan atas pengadaan alat perekam data transaksi kepada Wajib Pajak hiburan. Meskipun dalam pelaksanaannya masih ditemukan beberapa kekurangan pada kebijakan sistem pajak online tahap II ini sebagian besar permasalahan terdapat pada penyesuaian alat perekam transaksi dengan mesin pembayaran Wajib Pajak hiburan serta koneksi internet yang masih menjadi kendala. Banyaknya mesin pembayaran Wajib Pajak hiburan yang menggunakan cash register membuat Bank BRI harus melakukan penyesuaian sistem dengan mesin pembayaran yang digunakan Wajib Pajak hiburan. Wajib Pajak Hiburan yang alat transaksi pembayarannya masih manual mengalami kendala bagaimana menghubungkan alat perekam data transaksi dengan mesin pembayaran tersebut.


Analisis Disposisi pada Implementasi Sistem Pajak Online tahap II dalam pemungutan Pajak Hiburan di Provinsi DKI Jakarta Para implementor tidak hanya mengetahui apa yang harus dilakukan serta memiliki kemampuan untuk melaksanakannya, tetapi mereka juga harus memiliki kemauan untuk melaksanakan suatu kebijakan. Apabila para pelaksana bersikap menentang atau memiliki prespektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan akan menjadi jauh lebih sulit. Gubernur DKI Jakarta dan lembaga birokrasi yang terkait secara tegas dan sangat mendukung terhadap kebijakan sistem pajak online tahap II karena mengharuskan seluruh Wajib Pajak hiburan menggunakan alat perekam data transaksi usaha pada alat mesin pembayarannya. Bagi Dinas Pelayanan Pajak pelaksanaan kebijakan sistem pajak online tahap II sangat membantu dan memudahkan pelaksanaan monitoring pengawasan pemungutan Pajak Hiburan di Provinsi DKI Jakarta. Bagi Suku Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta dengan adanya kebijakan sistem pajak online tahap II sangat membantu dalam pengawasan di lapangan atau Wajib Pajak dan tidak perlu lagi melakukan prosedur perpajakan daerah, seperti laporan penerimaan bulanan; pengumpulan bon/bill, harga tanda masuk/tiket/karicis; dan SSPD serta SPTPD secara manual. Semuanya dapat dilakukan dengan menggunakan CMS BRI dan dapat diakses secara online. Selain itu keuntungan yang dirasakan oleh Wajib Pajak hiburan adalah bebas biaya transport dalam pelaporan dan pengambilan SSPD serta SPTPD di Suku Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta dan bebas dari pemeriksaan selama tidak ditemukan hal yang tidak wajar. Kewajiban untuk penyampaikan SPTPD yang disertai dengan Legalisasi bon/bill dan rekapitulasi bon penjualan merupakan syarat mutlak yang harus dilakukan oleh Wajib Pajak hiburan pada saat menyampaikan SPTPD ke Suku Dinas Pelayanan Pajak. Tentu saja hal tersebut akan sangat bertentangan dengan Peraturan Gubernur Nomor 224 tahun 2012 pasal (13) ayat (2). Oleh karena itu perlu dilakukan perubahan pada Ketentuan Umum Pajak Daerah terkait dengan kebijakan pembayaran dan pelaporan transaksi usaha melalui online system. Selain itu disposisi kebijakan juga berkaitan erat dengan pengangkatan dan pemilihan personel kebijakan. Para pelaksana kebijakan harus benar-benar memahami apa yang harus dilakukan agar implementasi kebijakan dapat berjalan secara efektif. Pengangkatan dan pemilihan personel pelaksana kebijakan secara khusus pada Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta tidak ada. Pada Suku Dinas Pelayanan Pajak


DKI Jakarta tidak ada secara khusus pengangkatan dan pemilihan personel pelaksana kebijakan sistem pajak online tahap II. Bank BRI tidak ada pengangkatan dan pemilihan personel secara khusus, namun bagian pelaksana sistem informasi secara khusus pada CMS BRI adalah Bidang TI (Teknologi Informasi) Bank BRI. Pada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta belum ada pegawai atau staf yang menangani online system secara khusus. Analisis Struktur Birokrasi pada Implementasi Sistem Pajak Online tahap II dalam pemungutan Pajak Hiburan di Provinsi DKI Jakarta Keberhasilan suatu kebijakan ditentukan dari struktur birokrasi yang dibuat untuk mengatur kebijakan tersebut. Birokrasi merupakan salah satu faktor penting dalam implementasi suatu kebijakan karena hampir secara menyeluruh pelaksanaan kebijakan ada pada birokrasi yang sudah diatur. Dua karakteristik utama untuk menguraikan struktur birokrasi sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Edward III yaitu Standard Operating Procedure (SOP) dan fragmentasi. Dengan menggunakan SOP, para pelaksana kebijakan dapat mengoptimalkan waktu yang tersedia dan dapat berfungsi dalam menyeragamkan perintah sehingga dapat menimbulkan fleksibilitas dan kesamaan yang besar dalam penerapan peraturan. Untuk melaksanakan kebijakan sistem pajak online tahap II dalam pemungutan Pajak Hiburan, Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta harus menyiapkan suatu peraturan yang dapat mengintegrasikan seluruh perintah kepada lembaga birokrasi yang terkait. SOP atau prosedur kerja dari kebijakan sistem pajak online tahap II terdapat pada Peraturan Gubernur Nomor 224 Tahun 2012. SOP tersebut harus dijalankan oleh ke-empat lembaga birokrasi agar kebijakan ini dapat di implementasikan kepada Wajib Pajak. SOP yang mengatur antar lembaga birokrasi sudah jelas terdapat pada Peraturan Gubernur Nomor 224 Tahun 2012, tinggal bagaimana pelaksanaannya di tiap-tiap lembaga birokrasi dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya masing-masing. Bank BRI sebagai pelaksana operasional online system yang bukan bagian dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melainkan Bank Pemerintah yang diajak untuk berkerjasama, harus memiliki SOP pengaturan di Internal Bank BRI. Hal tersebut bertujuan untuk program kebijakan sistem pajak online tahap II ini dapat dijalankan di Bank BRI. SOP yang terdapat pada Bank BRI menunjukan bahwa Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) Internal

bertujuan untuk meng-

cluster/pembagian yang mana terlebih dahulu dikerjakan oleh Bank BRI. Cluster dalam hal ini


bertujuan untuk mempermudah Bank BRI beserta Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta dan Suku Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta dalam memasang alat perekam data transaksi ke Wajib Pajak hiburan. Setelah pemasangan alat perekam data transaksi pada Wajib Pajak hiburan sudah dilakukan dan terkoneksi dengan database BRI, Suku Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta akan mengeluarkan surat keterangan online system kepada seluruh Wajib Pajak hiburan yang sudah dipasang. Surat keterangan online system bertujuan sebagai bukti kepada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta pada saat Wajib Pajak akan membuat atau memperpanjang surat izin usaha hiburannya. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta memiliki peran untuk mendorong pengusaha hiburan agar menggunakan alat perekam data transaksi pada mesin pembayarannya. Setelah pengusaha hiburan mendapatkan surat keterangan online system dari Suku Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta, maka surat izin usaha hiburannya dapat diperpanjang pada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta. Khusus untuk pengusaha hiburan atau Wajib Pajak hiburan yang baru akan membuka usaha sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 133 Tahun 2012 tentang Pendaftaran Usaha Pariwisata pada pasal 9 Wajib Pajak harus membuat Tanda Daftar Sementara Usaha Pariwisata (TDSUP) pada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta. Setelah TDSUP dikeluarkan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Wajib Pajak harus mengurus Surat Izin Persetujuan Prinsip Pembebasan Lokasi/Lahan (SP3L), Surat Izin Penunjukan Penggunaan Tanah (SIPPT), Izin Mendirikan Bangunan (IMB), dokumen Analisa Dampak Lingkungan (Amdal), Usaha Pengelolaan Lingkungan (UPL), Usaha Kelola Lingkungan (UKL), Izin Undang-Undang Gangguan (UUG) dan Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP). Khusus untuk pembuatan Izin Undang-Undang Gangguan (UUG) pada Dinas Tramtib dan Linmas DKI Jakarta sebagaimana yang diatur dalam Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 689 Tahun 1994, Wajib Pajak harus melampirkan Formulir pembuatan UUG, Surat Izin Persetujuan Prinsip Pembebasan Lokasi/Lahan (SP3L), Surat Izin Penunjukan Penggunaan Tanah (SIPPT), Izin Mendirikan Bangunan (IMB) / Izin Pendirian Bangunan (IPB), dokumen Analisa Dampak Lingkungan (Amdal), Usaha Pengelolaan Lingkungan (UPL), Usaha Kelola Lingkungan (UKL), KTP Pemilik/Pemimpin Perusahaan, Surat Persetujuan Tetangga, NPWP, PBB terakhir, Akte perusahaan (dari Notaris), dan TDSUP.


Setelah UUG dikeluarkan Dinas Tramtib dan Linmas DKI Jakarta, Wajib Pajak Hiburan harus mengurus Surat Izin Usaha Perusahaan pada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta dengan melampirkan Akte Perusahaan (dari Notaris), KTP Pemilik/Pemimpin Perusahaan, Domisili Perusahaan (dari Kelurahan dan Kecamatan Setempat), Surat Izin Persetujuan Prinsip Pembebasan Lokasi/Lahan (SP3L), Surat Izin Penunjukan Penggunaan Tanah (SIPPT), Izin Mendirikan Bangunan (IMB), dokumen Analisa Dampak Lingkungan (Amdal), Usaha Pengelolaan Lingkungan (UPL), Usaha Kelola Lingkungan (UKL), Izin Undang-Undang Gangguan (UUG) dan Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP). Sebelum SIUP dikeluarkan, Wajib Pajak harus membayar retribusi pendirian usaha kepada Suku Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta. Setelah wajib pajak sudah membayar retribusi pendirian usaha, Suku Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta akan mengeluarkan surat pembayaran retribusi pendirian usaha dan surat keterangan online system kepada Wajib Pajak. Setelah surat keterangan online system dikeluarkan, Pihak Suku Dinas Pelayanan Pajak akan berkoordinasi dengan Bank BRI untuk dilakukan pemasangan alat data perekam transaksi pada mesin pembayaran Wajib Pajak. Surat keterangan online system tersebut harus dilampirkan ke Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta agar SIUP segera diperoleh Wajib Pajak. Fragmentasi merupakan sebuah penyebaran tanggung jawab atas suatu kebijakan di antara beberapa unit organisasi yang berbeda sehingga memerlukan koordinasi. Fragmentasi melibatkan beberapa lembaga birokrasi sepeti Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta, Bank BRI, Suku Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta. kordinasi antar beberapa lembaga birokrasi pada implementasi kebijakan sistem pajak online tahap II sudah dilakukan, belum ada permasalahan kordinasi yang menghambat berjalannya kebijakan. Akan tetapi, masih terdapat permasalaha kordinasi dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta. Kendala-kendala yang dihadapi pada Implementasi Sistem Pajak Online tahap II dalam Pemungutan Pajak Hiburan di Provinsi DKI Jakarta Kebijakan ini tidak terlepas dari kendala-kendala yang terjadi pada proses implementasi suatu kebijakan. Sebagaimana teori yang diungkapkan oleh Edward III pada penelitian ini dalam proses berjalannya implementasi sebuah kebijakan pasti terdapat kendala-kendala yang menjadi


faktor penghambat keberhasilan sebuah kebijakan. Kendala-kendala tersebut antara lain terjadi pada penyampaian informasi ke Wajib Pajak yang tidak tepat sasaran, SDM yang menangani online system pada tiap lembaga birokrasi masih memiliki masalah pada kuantitas atau jumlah staf, kurangnya fasilitas penyimpanan data transaksi pada pelaksana kebijakan, kendala menghubungkan sistem pada mesin pembayaran Wajib Pajak dengan alat perekam data transaksi khusus Wajib Pajak yang alat transaksinya cash register dan manual, gangguan koneksi terhadap usaha hiburan yang berada di tempat tertentu, kendala proses autodebet pada CMS BRI apabila jumlah saldo dalam rekening BRI Wajib Pajak tidak memenuhi total Pajak Hiburan yang terutang, adanya implementor yang menghambat dari salah satu lembaga birokrasi pada awal ditetapkannya kebijakan ini dan kendala kordinasi dengan salah satu Lembaga Birokrasi yang dapat menghambat berjalannya implementasi suatu kebijakan secara baik. Penyampaian informasi yang tidak tepat sasaran disebabkan karena pihak yang menerima informasi tersebut belum tentu orang yang berada dibidangnya. Seperti contoh diatas, informasi yang disampaikan oleh Bank BRI ternyata diterima oleh peserta yang menghadiri sosialisasi tidak mengerti tentang perpajakan dan sistem komputerisasi. Hal ini menyebabkan informasi kebijakan yang disampaikan belum dimengerti oleh Wajib Pajak itu sendiri. Sumber Daya Manusia yang sudah memadai secara kualitas belum tentu kebijakan tersebut dapat berjalan secara optimal apabila adanya tumpang tindih tugas yang diberikan kepada para implementor. Kurangnya kuantitas SDM pada Suku Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta sebagai pihak yang mengawasi berjalannya kebijakan dan menangani secara langsung terhadap pemasangan alat perekam data transaksi kepada Wajib Pajak hiburan bersama dengan Bank BRI akan menghambat implementasi kebijakan. Keterbatasan pegawai atau staf pada Suku Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta akan menghambat pada pemasangan alat perekam data transaksi ke tempat usaha Wajib Pajak. Pihak Suku Dinas Pelayanan Pajak yang seharusnya ikut mendampingi pihak Bank BRI pada saat pemasangan, ternyata pada pelaksanaannya hanya dilakukan oleh pihak Bank BRI secara menyeluruh. Semakin banyaknya jumlah Wajib Pajak pada kebijakan membuat Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta membutuhkan fasilitas penyimpanan data transaksi yang memadai untuk menyimpan seluruh softdata transaksi usaha Wajib Pajak Hiburan. Softdata merupakan data yang dapat


dibuka dengan menggunakan fasilitas komputerisasi. Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta membutuhkan fasilitas penyimpanan data yang kapasitasnya lebih besar agar kebijakan ini dapat dijalankan secara optimal dan mencegah terjadinya kendala penyimpanan data pada saat berjalannya kebijakan. Kendala atas fasilitas juga terjadi pada alat transaksi pembayaran Wajib Pajak Hiburan yang menggunakan mesin cash register dan manual. Kendala tersebut disebabkan sistem yang terdapat pada mesin cash register tidak dapat dihubungkan dengan sistem alat perekam data transaksi yang dipasang. Bank BRI harus menghubungi pihak vendor yang membuat sistem pada mesin cash register terlebih dahulu agar dapat menyesuaikan sistem pada mesin cash register dengan alat perekam data transaksi yang digunakan Bank BRI. Khusus Wajib Pajak Hiburan yang alat transaksi pembayarannya masih manual, Bank BRI mengalami kesulitan untuk menghubungkan alat perekam data transaksi dengan mesin pembayaran manual tersebut. Bank BRI sudah menemukan solusi atas Wajib Pajak hiburan yang alat pembayarannya masih manual diganti dengan mesin cash register yang ditawarkan oleh Bank BRI. Wajib Pajak hiburan dapat membeli mesin cash register yang baru secara kredit kepada Bank BRI dengan cicilan yang tidak dikenakan bunga atau cicilan 0%. Bagi Wajib Pajak Hiburan yang sudah melakukan kebijakan sistem pajak online tahap II pada tempat usahanya, juga masih terdapat kendala pada proses transfer data melalui jaringan internet secara online ke database BRI. Kendala tersebut dapat disebabkan karena adanya usaha hiburan Wajib Pajak yang berada ditempat-tempat tertentu, koneksi jaringan internetnya bermasalah dan dapat menghambat berjalannya kebijakan secara efektif. Keterhambatan pengiriman data dapat mengganggu kinerja pada database BRI yang mana sudah dibuat dengan baik untuk menyimpan seluruh data transaksi Wajib Pajak hiburan tiap harinya. Proses autodebet pada CMS BRI juga mengalami kendala pada saat Bank BRI akan melakukan autodebet dari rekening BRI Wajib Pajak hiburan yang jumlah saldonya tidak memenuhi dari jumlah Pajak Hiburan yang terutang. Proses autodebet akan tetap dilakukan oleh Bank BRI pada tanggal 15 setiap bulan pada rekening BRI Wajib Pajak yang sudah meng-confirm pada account CMS BRI, walaupun apabila jumlah saldo yang terdapat pada rekening BRI tidak sesuai dengan pajak yang terutang. Kekurangan pembayaran Pajak Hiburan oleh Wajib Pajak akan dilakukan


adjusment oleh pihak Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta pada setiap tanggal 20 bulan yang sama dan kekurangan tersebut akan disampaikan melalui account CMS BRI beserta bunga sanksi yang harus dibayarkan oleh Wajib Pajak. Kendala disposisi atau sikap yang menjadi masalah sebagian besar berasal dari Wajib Pajak yang tidak kooperatif pada saat kebijakan sistem pajak online tahap II mulai di implementasikan. Hal tersebut dapat disebabkan banyak Wajib Pajak Hiburan tidak mau rahasia perusahaannya diketahui oleh pihak lain. Kendala yang terjadi pada dimensi disposisi juga terdapat pada para implementor kebijakan sistem pajak online tahap II pada Suku Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta yang bersikap resistance. Dengan adanya dorongan dari Wakil Gubernur DKI Jakarta pihak Suku Dinas Pelayanan Pajak yang resistance pada akhirnya turut mendukung kebijakan dengan target-target yang harus dicapai tiap-tiap Suku Dinas Pelayanan Pajak. Kendala fragmentasi terjadi pada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta disebabkan kordinasi yang kurang dari Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta terkait pencapaian atas jumlah Wajib Pajak Hiburan yang sudah terpasang alat perekam data transaksi dan yang belum terpasang oleh Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta dan Suku Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta. Tidak ada kordinasi secara langsung dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta. Strategi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam meningkatkan pemungutan Pajak Hiburan dengan menggunakan Sistem Pajak Online tahap II Pada tahun 2012 Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melakukan terobosan baru untuk meningkatkan pemungutan Pajak Hiburan dengan dikeluarkannya Peraturan Gubernur Nomor 224 Tahun 2012 tentang “Pembayaran dan Pelaporan Transaksi Usaha Pajak Hiburan, Pajak Hotel, Pajak Restoran dan Pajak Parkir melalui Online System”. Kebijakan Sistem Pajak Online tahap II bukan lanjutan dari kebijakan sebelumnya dan pengadaan sarana perangkat dan sistem informasi tidak menggunakan APBD DKI Jakarta. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berkerjasama dengan Bank Rakyat Indonesia (BRI) sebagai pelaksana operasional online system untuk membiayai seluruh pengadaan sarana perangkat alat perekam data transaksi dan prasarana sistem informasi dengan menggunakan fasilitas perbankan Cash Management System (CMS) BRI.


Pelaksanaan Sistem Pajak Online tahap II dimulai dengan pemasangan alat perekam data transaksi kepada seluruh Wajib Pajak hiburan di Provinsi DKI Jakarta. Alat perekam data transaksi yang digunakan adalah barebone untuk mesin pembayaran yang sudah komputerisasi dan blackbox untuk mesin pembayaran yang masih cash register dan/atau manual. Pemasangan alat perekam data transaksi dilakukan oleh Bank BRI dan Suku Dinas Pelayanan Pajak untuk melihat mesin pembayaran yang digunakan Wajib Pajak dan menyesuaikan alat perekam data transaksi dengan mesin pembayaran tersebut. Penyesuaian alat perekam data transaksi pada mesin pembayaran yang dimiliki Wajib Pajak hiburan bertujuan agar alat perekam data transaksi tersebut dapat terkoneksi dengan data centre BRI. Setelah alat perekam data transaksi sudah terkoneksi dengan data centre BRI, Wajib Pajak hiburan dapat melakukan pembayaran Pajak Hiburan secara autodebet melalui rekening BRI yang dimilikinya. Untuk meningkatkan pemungutan Pajak Hiburan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berkerja sama dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta dalam pembuatan dan perpanjangan izin usaha hiburan Wajib Pajak. Peningkatkan pemungutan Pajak Hiburan diawali dengan peningkatan jumlah Wajib Pajak yang melakukan kebijakan Sistem Pajak Online tahap II pada usaha hiburannya. Selain itu Wajib Pajak harus menandatangani surat pernyataan kesediaan untuk dionlinekan. Setelah surat pernyataan online sudah diberikan dan ditandatangani oleh Wajib Pajak, Dinas Pariwisata akan mengeluarkan Tanda Daftar Sementara Usaha Pariwisata (TDSUP) kepada Wajib Pajak pada saat akan mengurus izin lainnya yang terkait dengan pendirian usaha hiburan. Wajib Pajak hiburan yang tidak melakukan kebijakan Sistem Pajak Online tahap II akan mendapatkan Surat Peringatan I, II, III dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta. Bagi Wajib Pajak hiburan yang sudah mendapatkan Surat Peringatan III, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta berhak untuk mencabut izin usaha hiburan bagi Wajib Pajak yang tidak mematuhi surat peringatan yang diberikan. Selain mencabut izin usaha hiburan pada Wajib Pajak, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta juga berhak untuk melakukan penyegelan tempat usaha hiburan Wajib Pajak yang tidak membayar Pajak Hiburan. Sesuai dengan peraturan pada Izin Undang-Undang Gangguan (UUG), Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta berkordinasi dengan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DKI Jakarta dengan mengirimkan surat perintah penyegelan tempat usaha hiburan yang disertai dengan penjelasan dan


ditandatangani oleh Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta, Suku Dinas Pelayanan Pajak dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta yang memiliki otoritas terhadap pemungutan Pajak Hiburan di Provinsi DKI Jakarta. Simpulan Implementasi Sistem Pajak Online tahap II dalam Pemungutan Pajak Hiburan di Provinsi DKI Jakarta membantu Wajib Pajak dalam proses pembayaran. Akan tetapi, masih ada beberapa hal yang harus diperbaiki seperti: sosialisasi harus tepat sasaran, jumlah sumber daya manusia dan pembagian kerja dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta. Strategi peningkatan pemungutan pajak hiburan yang dilakukan dalam implementasi sistem pajak online tahap II adalah berkerjasama dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta terkait pembuatan dan perpanjangan izin usaha hiburan. Wajib Pajak yang sudah memperoleh surat keterangan online system dari Suku Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta dapat membuat dan memperpanjang izin usahanya. Akan tetapi, bagi Wajib Pajak yang belum melaksanakan kebijakan akan diberikan Surat Peringatan I, II, III bahkan pencabutan izin usaha hiburan. Saran Berdasarkan hasil penelitian ini adapun saran yang dapat diberikan yaitu sebagai berikut: Peserta yang mengikuti sosialisasi sebaiknya pihak-pihak yang memahami perpajakan dan sistem komputerisasi agar informasi yang diberikan dapat dimengerti dan memudahkan berjalannya kebijakan secara efektif dan efisien. Kuantitas staf pada Suku Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta dilakukan dengan recruitment pegawai Pemerintah Daerah DKI Jakarta sesuai dengan ketentuan dan peraturan dari Gubernur DKI Jakarta. Sarana penyimpanan data transaksi usaha yang lebih besar atau storage pada Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta harus segera dibeli dengan penganggaran pada APBD DKI Jakarta. Perubahan pada Ketentuan Umum Pajak Daerah terkait dengan pelaporan SPTPD terkait dengan kebijakan pembayaran dan pelaporan transaksi usaha melalui online system. SOP pemasangan alat perekam data transaksi pada Suku Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta harus segera dilakukan secara optimal, karena pemasangan alat perekam transaksi sebagian besar hanya dilakukan oleh pihak Bank BRI.


Kordinasi dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta dapat dilakukan dengan online system melalui CMS BRI. Hal ini bertujuan agar strategi dalam meningkatkan pemungutan Pajak Hiburan melalui pembuatan dan perpanjangan izin usaha hiburan dapat dilakukan secara optimal oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta. Daftar Referensi DPP DKI Jakarta, (2013). “Jakarta Baru yang Bertumpu pada Sistem Pajak Online”. Publikasi Intern Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta. Winarno, Budi. (2012). Kebijakan Publik : Teori, Proses, dan Studi Kasus (Edisi dan Revisi Terbaru). Yogyakarta, CAPS. Agustino, Leo. (2008). Dasar-dasar Kebijakan Publik. Bandung, CV. Alfabeta. Edwards III, George C,. (1980). Implementing Public Policy. Washington: Congressional Quarterly Press. Mardiasmo. (1992). Perpajakan. Edisi 2, Yogyakarta: Andi Offset. Gaol, Chr. Jimmy L. (2008). Sistem Informasi Manajemen: Pemahaman dan Aplikasi. Jakarta: PT. Grasindo. Suyanto, M. (2005). Pengantar Teknologi Informasi untuk Bisnis. Yogyakarta: Penerbit Andi. Brotodihardjo, R. Santoso. (1993). Pengantar Ilmu Hukum Pajak. Bandung: PT. Eresco. Siahaan, Marihot P. (2005). Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Prakosa, Kesit Bambang. (2003). Pajak dan Retribusi Daerah. Yogyakarta: UII Press. Soelarno, Slamet. (1999). Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Jakarta: STIA-LAN Press.


Implementasi Sistem Pajak Online Tahap II dalam Pemungutan Pajak Hiburan di Provinsi DKI Jakarta

Recommend Documents