ANALISIS REALISASI DAN KONTRIBUSI PAJAK RESTORAN DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN PAJAK DAERAH PADA DINAS PELAYANAN PAJAK PROVINSI DKI JAKARTA PERIODE 2009-2012 Bona Fitri Apriliana, Maya Safira Dewi Bina Nusantara University, Jl. Kebon Jeruk Raya No. 27, Jakarta Barat 11530, (021)53696969,
[email protected]
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis seberapa besar potensi Pajak Daerah, khususnya Pajak Restoran di Provinsi DKI Jakarta. Seberapa besar target dan bagaimana realisasi penerimaan pajak daerah pada pembangunan di DKI Jakarta serta mekanisme pemungutan pajak restoran. Objek Penelitian dalam skripsi ini adalah Dinas Pelayanan Pajak Provinsi DKI Jakarta. Metode dan Objek penelitian yang dilakukan ialah penelitian kualitatif yang sifatnya deskriptif. Hasil penelitian diketahui jumlah Wajib Pajak Restoran tiap tahunnya selalu meningkat, maka realisasi selama empat tahun terakhir sudah tercapai, sehingga Pajak Restoran merupakan penerimaan pajak yang cukup penting bagi pendapatan Pajak Daerah.(BFA) Kata Kunci : Pajak Daerah, Pajak Restoran
PENDAHULUAN “Orang bijak, taat pajak”, sebuah kalimat yang sering terpampang di berbagai tempat umum dan mengingatkan kewajiban bagi perusahaan atau perorangan yang memiliki usaha dan telah memenuhi syarat sesuai Undang-undang yang berlaku untuk membayar pajak. Dari sekian bisnis atau usaha yang dikenakan Pajak salah satunya adalah Restoran. Setiap manusia membutuhkan makan demi kelangsungan hidupnya. Maka dari itu, bisnis restoran semakin banyak dengan memiliki ragam dan cita rasa yang berbeda untuk setiap restoran. Menjadi pengusaha restoran adalah langkah bisnis yang menjanjikan untuk masa depan. Namun sebelum memulai usaha restoran, sebaiknya memahami peraturan perpajakan yang berlaku untuk bidang usaha ini. Aturan penting yang harus dipahami adalah penjualan makanan dan minuman tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Namun bukan berarti bebas pajak. Pajak yang dipungut oleh Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) adalah Pajak Hotel dan Restoran yang dulu dikenal dengan nama PB1 (Pajak Pembangunan). Namun pada tahun 2009, Dispenda berubah nama menjadi Dinas Pelayanan Pajak (DPP). Maka nama PB1 berubah menjadi dua pajak yang berbeda yaitu, Pajak Hotel dan Pajak Restoran. Semakin meningkat dan banyaknya restoran yang ada di Provinsi DKI Jakarta, maka meningkat juga penerimaan pendapatan daerah. Maka perlu dilakukan pemungutan, penghitungan penerimaan tersebut secara optimal agar dapat meningkatkan Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) khususnya dari penerimaan Pajak Restoran. Dalam APBN dan APBD, sektor pajak selalu menempati posisi yang sangat dominan dalam penerimaan. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan penerimaan berupa Dana Perimbangan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah (UU PDRD), sebagai pengganti dari Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 dan Undangundang Nomor 34 Tahun 2000. Pembayaran pajak sangat berguna dalam mendukung roda pembangunan demi mewujudkan Jakarta yang nyaman dan sejahtera. Berdasarkan Undang-undang Nomor 28 tahun 2009, terdapat penambahan empat jenis Pajak Daerah yang akan dipungut oleh Pemerintah Daerah yaitu, satu jenis Pajak Provinsi dan tiga jenis pajak kabupaten/kota. Dengan adanya tambahan tersebut secara keseluruhan terdapat enam belas jenis Pajak Daerah, yaitu lima jenis Pajak Provinsi dan sebelas jenis pajak kabupaten. Jenis Pajak Provinsi yang baru adalah Pajak Rokok, sedangkan tiga jenis pajak kabupaten/kota yang baru adalah PBB Perdesaan dan Perkotaan, BPHTB, dan Pajak Sarang Burung Walet. Ada penambahan satu jenis pajak yaitu Pajak Air Tanah yang sebelumnya merupakan Pajak Provinsi. Sementara di Provinsi DKI Jakarta memberlakukan hanya tiga belas Pajak Daerah. Sedangkan BPHTB baru tahun 2011, PBB di tahun 2012, dan Pajak Rokok di tahun 2014. Pajak Restoran merupakan pajak yang memberikan kontribusi yang cukup penting bagi sumber penerimaan daerah bagi provinsi DKI Jakarta. Dinas Pendapatan Daerah yang sekarang berganti nama menjadi Dinas Pelayanan Pajak merupakan unsur pelaksana Pemerintah Daerah dibidang pendapatan Daerah yang dipimpin oleh Kepala Dinas dan bertanggung jawab langsung kepada Gubernur melalui Sekertaris Daerah. Dinas Pelayanan Pajak bertugas menyelenggarakan pemungutan Pajak Daerah termasuk dalam pemungutan Pajak Restoran. Dari hasil penelitian tersebut, untuk melakukan evaluasi atas penerimaan Pajak Restoran di wilayah Provinsi DKI Jakarta. Skripsi ini mengambil judul “ANALISIS REALISASI DAN KONTRIBUSI PAJAK RESTORAN DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN PAJAK DAERAH PADA DINAS PELAYANAN PAJAK PROVINSI DKI JAKARTA PERIODE 2009-2012“ . Berdasarkan latar belakang masalah yang ada, maka timbulah perumusan masalah, sebagai berikut: 1. Bagaimana potensi Pajak Daerah, khususnya Pajak Restoran di Provinsi DKI Jakarta terhadap penerimaan Pajak Daerah? sejauh apakah potensi tersebut dalam pembangunan di DKI Jakarta? 2. Seberapa besar target penerimaan Pajak Restoran di provinsi DKI Jakarta? Apakah target yang ditetapkan sudah terealisasi? 3. Bagaimana mekanisme pemungutan Pajak Restoran di Provinsi DKI Jakarta? Ruang lingkup yang digunakan oleh penulis untuk membatasi masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut: 1. Penelitian dilakukan di Dinas Pelayanan Pajak Provinsi DKI Jakarta sebagai daerah yang dijadikan studi kasus. 2. Data yang digunakan merupakan data hasil penerimaan pajak restoran secara keseluruhan di Dinas Pelayanan Pajak Provinsi DKI Jakarta dan perencanaan (target) pendapatan Pajak Restoran dari tahun-tahun yang dijadikan periode penelitian. 3.
Periode yang digunakan untuk melakukan analisis penerimaan
Pajak Restoran adalah tahun 2009 – 2012. Tujuan dari penelitian ini antara lain: 1. Untuk mengetahui potensi Pajak Daerah khususnya Pajak Restoran di Provinsi DKI terhadap penerimaan Pajak Daerah dan sejauh apakah potensinya terhadap penerimaan Pajak Daerah. 2. Untuk mengetahui apakah Realisasi penerimaan Pajak Restoran sudah optimal terhadap rencana yang ditetapkan dan, apa saja kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pemungutan Pajak Restoran. 3. Untuk mengetahui bagaimana mekanisme pendaftaran, pemungutan Pajak Restoran di Provinsi DKI Jakarta.
METODE PENELITIAN Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, adalah: 1. Studi Lapangan (Field Research) Merupakan pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mendatangi langsung ke tempat objek penelitian, terdiri dari: a. Observasi Peneliti melakukan pengamatan secara langsung dan pencatatan perusahaan terhadap aktifitas Dinas Pelayanan Pajak yang berhubungan dengan perpajakan. b. Wawancara Metode pengumpulan data dengan mengadakan tanya jawab langsung dan meminta penjelasan kepada pihak-pihak terkait yang mengetahui persoalan dari objek yang sedang diteliti. Dalam penelitian ini, penulis melakukan wawancara dengan berbagai Bidang di Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta. 2. Teknik Dokumentasi Cara pengumpulan data dengan mencatat peristiwa-peristiwa yang sudah berlalu. Seperti bentuk tulisan, gambar. 3. Teknik Kepustakaan Penulis menggunakan metode pengumpulan data dengan mencari informasi-informasi yang dibutuhkan melalui dokumen-dokumen, majalah, surat kabar, buku-buku dan sumber data lainnya, dilengkapi dengan pendapat para ahli yang berhubungan dengan permasalahan dibahas untuk mendapatkan data teoritis yang akan dijadikan sebagai bahan pembanding dalam pembahasan masalah. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini, adalah penelitian Kualitatif yang sifatnya deskriptif. Penulis memanfaatkan landasan teori untuk memberikan gambaran umum tentang latar penelitian dan sebagai bahan pembahasan hasil penelitian. Penulis menggunakan beberapa bentuk pengumpulan data seperti wawancara terbuka, observasi. Penulis tetap mempertahankan keaslian data dan memahami data tersebut dari sudut pandang penulis.
HASIL DAN BAHASAN Mekanisme Pemungutan Restoran di DKI Jakarta Mekanisme pemungutan pajak restoran diatur sesuai dengan Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 22 Tahun 2007 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemungutan Pajak Restoran. Tahaptahap mekanisme pemungutan dari pajak restoran antara lain: 1) Tata cara pendaftaran pajak restoran Setiap wajib pajak restoran wajib mendaftarkan diri dan melaporkan usaha atau objek pajak restoran dengan menggunakan Surat Pendaftaran Objek Pajak Daerah (SPOPD). SPOPD harus disampaikan paling lambat 7 hari sebelum usahanya diselenggarakan. SPOPD harus diisi dan ditulis dengan benar, jelas, dan lengkap serta ditandantangani oleh wajib pajak atau penanggung pajak dengan melampirkan: a) Fotokopi identitas diri (KTP, SIM, Paspor); b) Fotokopi akte pendirian (untuk badan usaha); c) Domisili usaha; d) Surat izin usaha dari instansi yang berwenang. Bagi wajib pajak yang telah mendaftarkan diri dan melaporkan usahanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD) atau Nomor Objek Pajak Daerah (NOPD). Wajib pajak yang tidak mendaftarkan diri dan tidak melaporkan usahanya dalam jangka waktu 7 hari sebelum usahanya diselenggarakan, dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp 100.000,00 dan ditagih dengan menerbitkan Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD). 2) Tata cara penggunaaan bon penjualan (bill) Setelah mendaftarkan diri dan melaporkan usahanya, tentunya wajib pajak harus memiliki transaksi atas pembayaran dari konsumen yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak. Setiap wajib pajak restoran dalam mencatat transaksi atau penerimaan pembayaran atas
pelayanan restoran menggunakan bon penjualan (bill) sesuai dengan ketentuan dikenakan sanksi adminstrasi berupa denda 2% dari dasar pengenaan pajak bulan yang bersangkutan. Tata cara penggunaan bon penjualan (bill) restoran diatur sebagai berikut: a) Bon penjualan (bill) dibuat sekurang-kurangnya rangkap tiga dengan warna berbeda dan harus memuat: 1. Catatan tentang pemakaian fasilitas penunjang; 2. Penyerahan pesanan makanan dan atau minuman termasuk pula tambahannya; 3. Nomor urut dan seri; 4. Nama dan alamat usaha; 5. Macam, jenis kuantum, harga satuan per item (jenis) 6. dan jumlah harga jual; 7. Jumlah pajak restoran yang dipunggut. b)
c)
d)
Bon penjualan (bill) harus diserahkan kepada subjek Pajak pada saat Wajib Pajak mengajukan jumlah yang harus dibayar oleh subjek pajak atau konsumen; Bon penjualan (bill) yang telah dibayar oleh subjek pajak atau konsumen, diserahkan: 1. Lembar pertama, untuk subjek pajak atau konsumen 2. Lembar kedua, untuk kantor Dinas Pelayanan Pajak; 3. Lembar ketiga, untuk wajib pajak yang bersangkutan; Bon penjualan (bill) harus digunakan secara berurutan dimulai dari nomor (bill) terkecil dari seri huruf menurut alpabet.
Wajib Pajak yang menggunakan mesin ke register, dapat mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Dinas Pelayanan Pajak untuk dikecualikan atau dibebaskan dari kewajiban melegalisasi bon penjualan (bill). Kepala Dinas Pelayanan Pajak dapat menyetujui atau menolak permohonan wajib pajak secara tertulis berdasarkan pertimbangan, antara lain peredaran usaha dan tingkat kepatuhan wajib pajak, intensitas pelayanan dalam transaksi usahanya, dan kapasitas serta kemampuan teknis mesin kas register. Apabila Dinas Pelayanan Pajak menyetujui permohonan Wajib Pajak, maka pajak wajib: a) Melaporkan hasil transaksi penerimaan melalui mesin kas register secara berkala dengan melampirkan print out hasil transaksi pada waktu menyampaikan SPTPD, kepada Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala Sudin Penda; b) Wajib menghubungkan mesin ke kas register dengan sistem pengawasan perpajakan dalam jaringan sistem informasi Dinas Pelayanan Pajak secara online apabila diperlukan. 3) Tata cara pembayaran pajak restoran Pembayaran masa pajak restoran terutang dilakukan selambat-lambatnya 15 hari setelah berakhirnya masa pajak dengan menggunakan Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD). Pembayaran untuk restoran dilakukan di tingkat kecamatan kecuali restoran dalam bentuk grup seperti KFC dan AW dilakukan di tingkat suku dinas walikota. Apabila pembayarannya lewat dari tanggal jatuh tempo maka akan dikenakan bunga keterlambatan sebesar 2% sebulan dan ditagih dengan Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD). Adanya sistem self assesment tidak berarti pemerintah tidak mengawasi setiap pembayaran yang dilakukan oleh wajib pajak. Pengawasan terhadap pembayaran pajak dilakukan melalui sarana pembayaran wajib pajak dengan cara menghubungkan mesin komputer yang dimiliki wajib pajak yang dipergunakan sebagai suatu transaksi penerimaan, dengan komputer milik pemerintah daerah melalui sistem jaringan informasi Dinas Pelayanan Pajak secara online. 4) Tata cara pelaporan Pajak Restoran
5)
6)
Langkah selanjutnya adalah penyampaian Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD) yang telah diisi dengan benar, jelas lengkap, dan ditandatangani oleh wajib pajak atau penanggung pajak ke Sudin Pelayanan Pajak atau ke seksi DPD Kecamatan. SPTPD diambil sendiri oleh wajib pajak atau penanggung pajak di Dinas Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau kedudukan usaha wajib pajak. Penyampaian dilakukan paling lambat 20 hari setelah berakhirnya masa pajak. Penyampaian SPTPD harus disertai lampiran-lampiran dokumen berupa: 1) Rekapitulasi atau pembukuan penerimaan bulan yang bersangkutan; 2) Rekapitulasi penggunaan berikut tindasan bon penjualan (bill) atau struk cash register; 3) Bukti setoran pajak yang dilakukan. Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau pejabat yang ditunjuknya atas permohonan wajib pajak atau penanggung pajak dengan alasan yang jelas dan dapat diterima dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian SPTPD paling lama 2 bulan. Tata cara penagihan Pajak Restoran Penagihan pajak dilakukan terhadap pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding yang tidak atau kurang dibayar setelah jatuh tempo pembayaran, diatur sebagai berikut: a) Menerbitkan dan menyampaikan surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis kepada wajib pajak atau penanggung pajak oleh Kepala Sudin Penda dalam waktu paling singkat 7 hari setelah berakhirnya tanggal jatuh tempo pembayaran. b) Menerbitkan surat paksa dan memberitahukan surat paksa oleh jurusita Pajak Daerah kepada wajib pajak atau penanggung pajak dalam waktu paling singkat 21 hari setelah surat teguran diterima Wajib Pajak atau penanggung pajak dengan membuat Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa. c) Menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan penyitaan (SPMP) dan melaksanakan penyitaan atas barang-barang milik Wajib Pajak atau penanggung pajak oleh juru sita Pajak Daerah dalam waktu paling singkat 2x24 jam setelah pelaksanaan/pemberitahuan surat paksa dengan membuat Berita Acara Pelaksanaan Penyitaan. d) Melaksanakan pengumuman penjualan secara lelang atas barang-barang milik Wajib Pajak atau penanggung pajak yang telah disita melalui media masa oleh kepala DPP atau pejabat yang ditunjuknya dalam waktu paling singkat 14 hari setelah pelaksanaan penyitaan. e) Menerbitkan surat kesempatan terakhir untuk melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak serta menyampaikannya kepada Wajib Pajak atau penanggung pajak oleh jurusita Pajak Daerah. f) Melaksanakan penjualan secara lelang atass barangbarang milik Wajib Pajak atau penanggung pajak dalam waktu paling singkat 14 hari setelah pengumuman lelang. Tata cara pembukuan Pajak Restoran Wajib Pajak dengan peredaran usaha atau omzet lebih dari Rp 300.000.000,00 dalam satu tahun, wajib menyelenggarakan pembukuan. Wajib pajak yang tidak diwajibkan membuat pembukuan, yaitu wajib pajak yang peredaran usaha atau omzet dibawah itu, tetapi tetap diwajibkan menyelenggarakan pencatatan nilai peredaran usaha berupa pendapatan bruto secara teratur yang menjadi dasar untuk penghitungan pajak. Tata cara Wajib Pajak menyelenggarakan pencatatan atas setiap transaksi adalah sebagai berikut: a) Wajib menyelenggarakan pencatatan tentang pendapatan bruto Usahanya secara lengkap dan benar
b) Pencatatan diselenggarakan secara kronologis berdasarkan urutan waktu; c) Apabila Wajib Pajak memiliki lebih dari 1 unit usaha, maka pencatatan dilakukan secara terpisah; d) Pencatatan didukung dengan dokumen yang menjadi dasar perhitungan pajak berupa bon penjualan (bill) atau dokumen lainnya. Tata cara pemungutan Pajak Restoran terdapat dalam Peraturan Gubernur jika dibandingkan dengan keadaan di lapangan telah sesuai. Wajib pajak restoran menggunakan semua peraturan yang berkaitan dengan restoran sebagai dasar dari pemungutan Pajak Restoran. Pihak Dinas Pelayanan Pajak (DPP) selalu memberikan penyuluhan ataupun sosialisasi melalui penyuluhan kepada asosiasi apabila ada peraturanperaturan baru yang diberlakukan. Oleh karena itu, semua wajib pajak tentunya telah mengetahui peraturan-peraturan yang berlaku serta mematuhi peraturan tersebut dalam menjalankan usahanya. berlaku untuk tahun yang bersangkutan dan tahun berikutnya. Meski SBU dinyatakan tidak berlaku, tetapi pengusaha Jasa Konstruksi tersebut tetap akan tercantum dan teregister di dalam database LPJK, namun dapat dikatakan bahwa pengusaha tersebut tidak mempunyai kualifikasi usaha. Seperti yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2009, yang dapat dikenakan tarif PPh Final lebih besar, yaitu: (1) 4% (empat persen) dari jumlah bruto, yang diterima Wajib Pajak penyedia jasa perencanaan konstruksi; (2) 2% (dua persen) dari jumlah bruto, yang diterima Wajib Pajak penyedia jasa pelaksanaan konstruksi; atau (3) 4% (empat persen) dari jumlah bruto, yang diterima Wajib Pajak penyedia jasa pengawasan konstruksi. Namun dikarenakan PT. Bumi Adhi Gas adalah perusahaan dibidang Jasa Konstruksi yang belum teregistrasi di LPJK dan otomatis tidak mempunyai SBU dan menurut Surat Keterangan Terdaftar PT. Bumi Adhi Gas bergerak dibidang usaha perdagangan besar, maka perpajakan PT. Bumi Adhi Gas mengacu pada Pasal 23 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan serta Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008 tentang Jenis Jasa Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan yaitu sebesar 2% (dua persen). Apabila dibandingkan antara tarif PPh Final dengan tarif PPh Pasal 23, maka terdapat perbandingan sebesar dua kali lipat pada tarif PPh Final untuk Jasa Konstruksi. Ini jelas menguntungkan bagi perusahaan apabila perusahaan sampai detik ini masih menggunakan tarif PPh Pasal 23. Namun untuk terdaftar di dalam LPJK agar tarif perusahaan sesuai dengan perusahaan yang profesional di bidang Jasa Konstruksi, perusahaan harus mendaftarkan sesuai dengan kualifikasi yang terdapat pada peraturan di Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi tersebut. Diluar dari permasalahan perusahaan tidak mempunyai SBU, PT. Bumi Adhi Gas mempunyai kewajiban perpajakan yang harus dipenuhi, salah satunya adalah melakukan pembayaran pajak terutang atas penghasilan yang diterima dan menyampaikan Surat Pemberitahuan baik Masa maupun Tahunan ke KPP setempat. Oleh karena itu, penulis akan mencoba melakukan evaluasi terhadap kewajiban perpajakan yang terdapat pada PT. Bumi Adhi Gas. Upaya dan kendala dalam Meningkatkan Penerimaan Pajak Restoran Menurut bagian Pengendalian dan Pembinaan Pajak Daerah, penerimaan Pajak Daerah yang cukup besar selain pajak kendaraan bermotor adalah Pajak Restoran. Sehingga diharapkan semua Wajib Pajak yang memiliki kegiatan usaha dalam bidang restoran mendaftarkan usahanya dan membayar pajak yang sudah seharusnya menjadi tanggungan Wajib Pajak. Adapun upaya-upaya yang dilakukan dalam meningkatkan penerimaan Pajak Restoran antara lain: 1) Penyederhanaan dan modernisasi sistem perpajakan. Adanya sistem dan pelaksanaan yang sederhana memudahkan wajib pajak restoran dalam menghitung pajak yang terutang sehingga akan memberikan dampak positif bagi para Wajib Pajak untuk meningkatkan kesadaran dalam pembayaran pajak.
2) Meningkatkan pengawasan dengan penggunaan black box yang dipasang pada alat pembayaran kasir di restoran untuk merekan semua omzet dari usaha tersebut. Gunanya alat ini adalah untuk mempermudah pelaporan SPTPD bagi Wajib Pajak dan mengawasi apakah Wajib Pajak membayar pajak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. 3) Pendataan Wajib Pajak baru, dimana fiskus terjun ke lapangan untuk mendata apakah ada Wajib Pajak yang belum terdaftar. 4) Peningkatan kualitas dan kuantitas pemeriksaan. Dalam upaya-upaya yang sudah dilakukan, masih saja terdapat kendala dalam meningkatkan penerimaan Pajak Restoran, yaitu: 1) Adanya wajib pajak restoran yang merasa keberatan untuk memasang black box karena takut semua data masuk ke black box termasuk data-data penting seperti data pemegang saham dan lainnya. 2) Masih rendahnya tingkat kesadaran para Wajib Pajak dalam kedisiplinannya membayar Pajak Restoran. 3) Masih terdapat wajib pajak restoran yang belum mendaftarkan usahanya sehingga dari fiskus sendiri harus lebih giat untuk terjun ke lapangan mendata apakah objek pajak sudah terdaftar atau belum; 4) Kewenangan terbatas dan kurangnya penerapan sanksi yang tidak begitu ketat sehingga tidak jarang terjadi kecurangan yang dilakukan wajib pajak restoran.
Analisis Laju Pertumbuhan Wajib Pajak Restoran serta Laju Pertumbuhan Pajak Restoran di DKI Jakarta Tahun 2009-2012 Laju pertumbuhan wajib pajak restoran tahun 2009 – 2012 dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Laju Pertumbuhan Wajib Pajak Restoran Provinsi DKI JakartaPeriode 2009 – 2012
Tahun
Jumlah Wajib Pajak Restoran
Laju Pertumbuhan Wajib Pajak Restoran (%)
Realisasi Pajak Restoran (Rp)
2008 4803 649.762.445.252 2009 5730 19,30% 755.473.014.869 2010 6688 16,72% 880.920.581.945 2011 7559 13,02% 1.031.995.530.296 2012 9019 19,31% 1.259.711.807.394 Rata-rata laju Rata-rata laju pertumbuhan 17,09% pertumbuhan pajak wajib pajak restoran restoran Sumber: Bidang Pengendalian dan Pembinaan Pajak Daerah (data diolah).
Laju Pertumbuhan Pajak Restoran (%)
16,27% 16,61% 17,15% 22,07% 18,02%
Untuk mengetahui laju pertumbuhan wajib pajak restoran dan pajak restoran tahun 2009: 1) Laju pertumbuhan wajib pajak restoran 2009
Jumlah WP restoran tahun 2009 – Jumlah WP restoran tahun 2008 Jumlah WP restoran tahun 2008
x 100%
Demikian pula untuk perhitungan tahun tahun-tahun berikutnya sama seperti perhitungan diatas. Berdasarkan perhitungan disamping, dapat dilihat bahwa laju pertumbuhan wajib pajak restoran tahun 2009 diperoleh dari peningkatan jumlah wajib pajak restoran tahun 2008 sampai tahun 2009 yaitu sebesar 927 wajib pajak restoran, dibagi jumlah Wajib Pajak tahun 2008 yaitu 4.803 wajib pajak restoran dikali 100% sehingga didapatkan laju pertumbuhan sebesesar 19,30%. Begitu juga untuk laju pertumbuhan wajib pajak restoran tahun 2010, dimana jumlah wajib pajak restoran tahun 2009 sampai samp tahun 2010 mengalami peningkatan sebesar 958 wajib pajak restoran dengan laju pertumbuhannya sebesar 16,72%. Pada tahun 2010 sampai tahun 2011 jumlah wajib pajak restoran meningkat sebesar 871 wajib pajak, angka ini menunjukan adanya penurunan jumlah wa wajib jib pajak pada tahun 2010 sampai tahun 2011, hal ini berpengaruh pula pada laju pertumbuhan wajib pajak menjadi 13,02%. Dan untuk laju pertumbuhan wajib pajak restoran tahun 2012 mengalami peningkatan sebesar 1.460 wajib pajak restoran dengan laju pertumbuhannya sebesar 19,31%. Laju pertumbuhan Wajib Pajak Restoran setiap tahun meningkat. Terutama di tahun 2012 mengalami peningkatan terbesar yaitu sebanyak 1460 Wajib Pajak restoran. Hal ini didorong adanya faktor peluang bisnis restoran yang sangat banyak. dan masyarakat yang konsumtif terhadap makanan dan gaya hidup. Sehingga banyak juga peluang untuk membuka usaha restoran yang menyebabkan restoran sudah menjamur di seluruh wilayah DKI Jakarta. Laju pertumbuhan Wajib Pajak Restoran dapat dilihat dengan jelas j dengan grafik dibawah ini: Laju Pertumbuhan Wajib Pajak Restoran Provinsi DKI Jakarta Periode 2009-2012
10000 8000 6000 jumlah WP Restoran
4000 2000 0 2009 2010 2011 2012
Sumber: Bidang Pengendalian dan Pembinaan Pajak Daerah (data diolah)
2) Laju pertumbuhan pajak restoran 2009
Realisasi Pajak Restoran tahun 2009 – Realisasi Pajak Restoran tahun 2008 Realisasi Pajak Restoran tahun 2008
x 100%
Berdasarkan perhitungan diatas, laju pertumbuhan pajak restoran tahun 2009 diperoleh dari peningkatan realisasi penerimaan pajak restoran tahun 2008 ke tahun 2009 yaitu sebesar Rp105.710.569.617
dibagi realisasi penerimaan pajak restoran tahun 2008 sebesar Rp649.762.445.252 dikali 100% sehingga didapatkan laju pertumbuhan pajak restoran sebesar 16,27%. Pada tahun 2010 terjadi peningkatan realisasi penerimaan pajak restoran dari tahun 2009 sebesar Rp125.447.567.076 dengan laju pertumbuhannya sebesar 16,61%. Jika dianalisis dari tahun sebelumnya, laju pertumbuhan pajak restoran pada tahun 2010 meningkat sebesar 0,34% Begitu juga pada tahun 2011 terjadi peningkatan realisasi penerimaan pajak restoran dari tahun 2010 sebesar Rp151.074.948.351 dengan laju pertumbuhan sebesar 17,15%. Begitu juga pada tahun 2012 terjadi peningkatan realisasi penerimaan pajak restoran dari tahun 2011 sebesar Rp227.716.277.098 dengan laju pertumbuhan sebesar 22,07%. Peningkatan laju pertumbuhan terbesar adalah di tahun 2012, dimana persentasenya meningkat 4,92%. Secara keseluruhan, rata-rata laju pertumbuhan wajib pajak restoran selama 4 tahun terakhir adalah sebesar 17,09% sedangkan, rata-rata laju pertumbuhan pajak restoran selama 4 tahun terakhir adalah sebesar 18,02%. Dari rata-rata laju pertumbuhan wajib pajak restoran dengan laju pertumbuhan pajak restoran sudah cukup sinkron dimana peningkatan laju pertumbuhan pajak restoran diikuti juga dengan peningkatan laju pertumbuhan pajak restoran. Tingkat efektivitas serta Kontribusi Penerimaan Pajak Restoran terhadap Penerimaan Pajak daerah di DKI Jakarta tahun 2009-2012 Tingkat Efektivitas Penerimaan Pajak Restoran Besarnya efektivitas pajak restoran terhadap penerimaan pajak daerah di DKI Jakarta tahun 2009 – 2012 dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Efektivitas Penerimaan Pajak Restoran Provinsi DKI Jakarta Periode 2009 - 2012 Target Pajak Restoran Pertumbuhan Realisasi Pajak (Rp) Target (%) Restoran (Rp) 2008 610.000.000.000 649.762.445.252 2009 752.287.000.000 23,33% 755.473.014.869 2010 770.000.000.000 2,35% 880.920.581.945 2011 976.000.000.000 26,75% 1.031.995.530.296 2012 1.175.000.000.000 20,39% 1.238.573.704.151 Sumber: Bidang pengendalian dan pembinaan pajak daerah (data diolah) Tahun
Efektivitas (%) 106,52% 100,42% 114,41% 105,74% 105,41%
Dari tabel diatas, setiap tahunnya efektivitas penerimaan pajak restoran dapat dikatakan efektif atau telah mencapai 100%. Pada tahun 2009, penerimaan pajak restoran mengalami penurunan dari tahun sebelumnya menjadi 100,42% dimana target penerimaan yang diharapkan sebesar Rp 752.287.000.000 dengan realisasi yang dicapai sebesar Rp 755.473.014.869. Namun demikian penerimaan ini masih dikatakan efektif. Tingkat efektivitas tertinggi selama 4 tahun terakhir terjadi pada tahun 2010 yaitu sebesar 114,41% dengan target penerimaan yang diharapkan sebesar Rp770.000.000.000 dan realisasi yang dicapai sebesar Rp880.920.581.945 sehingga hasil realisasi dari pajak restoran tahun 2011 melebihi target yaitu sebesar Rp110.920.581.945 . hal ini menunjukkan pesatnya kenaikan realisasi pajak restoran terhadap penerimaan pajak daerah tahun 2010. Pada tahun 2011, target penerimaan yang diharapkan sebesar Rp976.000.000.000 dan realisasi yang melebihi target yaitu sebesar Rp1.031.995.530.296, sehingga tercapailah realisasi yang melebihi target yaitu sebesar 105,74%. Target penerimaan pajak restoran tahun 2011 juga mengalami peningkatan dari tahun 2010 sebesar 26,75%. Untuk tahun 2012, target penerimaan yang diharapkan sebesar Rp1.175.000.000.000 dan realisasi yang tercapai melebihi target yaitu sebesar Rp1.238.573.704.151, sehingga tercapailah realisasi yang melebihi target yaitu sebesar 105,41%. Target penerimaan pajak restoran 2012 juga mengalami peningkatan dari tahun 2011 sebesar 20,39%
Berdasarkan hasil analisis efektivitas penerimaan pajak restoran, dapat dilihat bahwa target penerimaan tahun 2009 sampai dengan tahun 2012 terus menerus mengalami peningkatan yang signifikan. Hal ini diduga karena adanya peningkatan dari realisasi pajak restoran tahun sebelumnya sehingga target yang diharapkan untuk tahun berikutnya juga dinaikkan. Tingkat efektivitas ini dapat dilihat lebih jelas dengan grafik dibawah ini: Efektivitas Penerimaan Pajak Restoran Provinsi DK DKI Jakarta Periode 2009-2012
1,400,000,000,000 1,200,000,000,000 1,000,000,000,000 800,000,000,000
Target
600,000,000,000
Realisasi
400,000,000,000 200,000,000,000 2008
2009
2010
2011
2012
Sumber: Bidang Pengendalian dan Pembinaan Pajak Daerah (data diolah) Kontribusi Penerimaan Pajak Restoran terhadap Penerimaan Pajak Daerah Menurut Halim (2004,163) dalam Sari (2010, 179), rumus yang digunakan untuk menghitung besarnya kontribusi penerimaan pajak restoran terhadap penerimaan pajak daerah sebagai berikut:
Penerimaan Pajak Restoran Penerimaan Pajak Daerah
X 100%
Kontribusi = Untuk menghitung kontribusi Pajak Restoran terhadap pendapatan daerah adalah dengan membandingkan realisasi Pajak Restoran dengan realisasi pendapatan daerah. Besarnya kontribusi pajak restoran terhadap penerimaan pajak daerah tahun 2009 2009-2012 2012 dapat dilihat pada tabel berikut ini: Kontribusi usi Pajak Restoran terhadap Penerimaan Pajak Daerah Provinsi DKI JakartaPeriode 2009 2009-2012 Tahun Realisasi Pajak Restoran Realisasi Pajak Daerah Kontribusi
2008
649.762.445.252
8.751.273.782.037
7,42%
2009
755.473.014.869
8.560.134.926.182
8,83%
2010
880.920.581.945
10.751.742.975.388
8,19%
2011
1.031.995.530.296
12.335.721.670.864
8,37%
2012
1.238.573.704.151
17.721.493.016.509
7%
Sumber: Bidang pengendalian dan pembinaan pajak daerah (data diolah) Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa kontribusi Pajak Restoran terhadap Pajak Daerah tiap tahunnya tidaklah sama. Pada tahun 2009, kontribusi Pajak Restoran terhadap Pajak Daerah adalah sebesar 8,83% dengan jumlah penerimaan Pajak Restoran sebesar Rp755.473.014.869 dan penerimaan Pajak Daerah sebesar Rp8.560.134.926.182. Pada tahun 2010, kontribusi Pajak Restoran mengalami penurunan menjadi 8,19% dengan jumlah penerimaan Pajak Restoran sebesar Rp880.920.581.945 dan penerimaan Pajak Daerah sebesar Rp10.751.742.975.388. Di tahun 2011 mengalami peningkatan menjadi 8,37% dimana jumlah penerimaan Pajak Restoran sebesar Rp1.031.995.530.296 dan penerimaan Pajak Daerah sebesar Rp12.335.721.670.864. Sedangkan pada tahun 2012, kontribusi Pajak Restoran terhadap Pajak Daerah mengalami penurunan dengan jumlah penerimaan Pajak Restoran sebesar Rp1.238.573.704.151 dan penerimaan Pajak Daerah sebesar Rp17.721.493.016.509 sehingga persentasenya menjadi 7% dari yang sebelumnya 8,37% Berdasarkan hasil analisis kontribusi diatas menunjukkan bahwa kontribusi Pajak Restoran terhadap penerimaan pajak daerah di DKI Jakarta mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Adanya penurunan yang terjadi diduga karena adanya peningkatan yang terjadi pada penerimaan pajak daerah yang lain. Tetapi, secara keseluruhan, peenrimaan pajak restoran mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari tahun ke tahun. Untuk melihat kontribusi pajak restoran tahun 2009-2012, data di atas dapat disajikan dalam bentuk diagram dibawah ini: Kontribusi Penerimaan Pajak Daerah di DKI Jakarta Tahun 2009 Pajak Hiburan, Pajak Pajak Parkir, PPJ, 4.81% 3.12% Reklame, 1.62% 3.21% Pajak Restoran, 8.82% PKB, 32.33% Pajak Hotel, 7.07% PAT, 1.50% PBB-KB, 7.90%
BBN-KB, 29.70%
Sumber: Bidang pengendalian dan pembinaan pajak daerah (data diolah) Dari diagram diatas, dapat dilihat terdapat 10 jenis pajak daerah yang memberikan kontribusi penerimaan di DKI Jakarta yaitu Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
(PBB-KB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB), Pajak Air tanah (PAT), Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan (PPJ), Pajak Parkir. Di tahun 2009 Pajak Restoran ada di urutan ketiga dalam kontribusinya terhadap penerimaan Pajak Daerah yaitu sebesar 8,82%. Penyumbang pendapatan pajak terbesar berasal dari penerimaan PKB sebesar 32,33%, selanjutnya dari penerimaan Pajak BBN-KB sebesar 29,70%, PBB-KB dengan persentase 7,90% berada diposisi ke empat. Disusul dengan PPJ sebesar 4,81%, Pajak Reklame sebesar 3,21%, hiburan 3,12% , dan Pajak Parkir 1,62%. Sedangkan kontribusi terkecil yaitu dari penerimaan Pajak Air Tanah (PAT) yang memang belum teroptimalkan. Dari analisis kontribusi penerimaan Pajak Daerah tahun 2009 dapat dikatakan bahwa semua jenis Pajak Daerah berkontribusi pada Pendapatan Asli Daerah (PAD). PAD untuk tahun 2009 diketahui sebesar Rp 10.601.057.958.783. untuk tahun berikutnya diharapkan masing-masing sector pajak dapat memberikan kontribusi yang lebih besar lagi, agar PAD pun meningkat dan dapat digunakan sebaik-baiknya oleh Pemerintah Daerah untuk pembangunan DKI Jakarta. Kontribusi Penerimaan Pajak Daerah di DKI Jakarta Tahun 2010
Pajak Hiburan, 2.73%
Pajak Reklame, PPJ, 4.24% 2.40%
Pajak Parkir, 1.20%
Pajak Restoran, 8.19% Pajak Hotel, 6.92%
PKB, 28.90%
PAT, 1.46% PBB-KB, 6.76% BBN-KB, 37.18%
Sumber: Bidang pengendalian dan pembinaan pajak daerah (data diolah)
Di tahun 2010, pajak restoran menurun menjadi 8,19% dari tahun sebelumnya yaitu 8,82%. Hal ini tidak berdampak terlalu besar, karena pajak restoran tetap berada di urutan ke tiga sama seperti di tahun 2009. Penerimaan pajak terbesar tetap bersumber dari penerimaan Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB) , disusul Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) sebesar 28,9%. Diurutan ke tiga pajak restoran lah yang cukup berkontribusi terhadap penerimaan pajak daerah. disusul pajak hotel, PBB-KB, PPJ, pajak hiburan, dan pajak reklame. Pajak terkecil berubah menjadi pajak parkir dengan persentasi 1,2%. Sehingga pajak air tanah naik satu peringkat menjadi 2%.
Kontribusi Penerimaan Pajak Daerah di DKI Jakarta Tahun 2011 REKLAME, 2.19% PPJ, 4.15% HIBURAN, 2.40%
PARKIR, 1.28%
RESTO, 8.37%
HOTEL, 6.96%
PKB, 29.71%
PAT, 0.93% PBB-KB, 6.88% BBN-KB, 37.14%
Sumber: Bidang pengendalian dan pembinaan pajak daerah (data diolah) Tahun 2011 kontribusi penerimaan pajak daerah yang terbesar yaitu dari Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB) sebesar 37,14% , Pajak Kendaraan Bermotor sebesar 29,71%, dan pajak restoran tetap di urutan ke tiga yaitu sebesar 8,37% yang naik dari tahun sebelumnya, tahun 2010. Untuk pajak hotel naik dari tahun sebelumnya 6,92% menjadi 6,96% tahun 2010. Untuk Pajak Air Tanah (PAT) tahun 2011 mengalami penurunan dengan hasil persentase kontribusi sebesar 0,93% dari tahun sebelumnya sebesar 1,46%. Hal ini dikarenakan tahun 2010 PAT tidak tercapai. target untuk PAT pada tahun 2010 hanya sebesar Rp170.000.000.000 , dengan realisasinya sebesar Rp114.442.293.835. kontribusi yang diberikan oleh PAT sangat jauh dari target, sehingga hasil persentasenya terhadap penerimaan daerah pun sanghat rendah. Kontribusi Penerimaan Pajak Daerah di DKI Jakarta Tahun 2012
REKLAME, 2.73% PPJ, 3.14% PARKIR, 1.21% HIBURAN, 2.08% RESTO, 7.11% PKB, 23.18%
HOTEL, 5.72% PAT, 0.59% PBB-KB, 4.98%
BBN-KB, 31.08%
Sumber: Bidang pengendalian dan pembinaan pajak daerah (data diolah) Di tahun 2012 penerimaan pajak dari masing-masing jenis pajak mengalami penurunan persentasi pengkontribusiannya terhadap penerimaan pajak daerah kecuali pajak reklame yang di tahun 2011 mengkontribusikan sebesar 2,19%, dan di tahun 2012 sebesar 2,73%. Untuk pajak restoran di tahun 2011 sebesar 8,37%, tetapi di tahun 2012 kontribusinya menurun menjadi 7,11%. Hal ini dipengaruhi oleh jumlah wajib pajak yang belum membayarkan pajak restorannya, dan banyaknya jumlah restoran di seluruh DKI Jakarta tidak sebanding dengan jumlah sumber daya manusia yang berada di Dinas Pelayanan Pajak. Pajak dengan Sistem Online Sistem pajak online yang diterapkan DKI Jakarta pada awal Januari 2010 memberikan kemudahan bagi semua Wajib Pajak untuk membayar pajak mereka khususnya pajak restoran. Pajak dengan sistem online ini diaplikasikan melalui software khusus yang di-instal pada komputer kasir disebuah restoran, kafe atau hotel. “Nantinya software di instal ke komputer kasir di restoran, sehingga setiap transaksi akan langsung masuk ke data DPP DKI Jakarta. Software tersebut diberikan gratis oleh pemda DKI kepada restoran yang menggunakan sistem online.” (Diyak – Ketua Asosiasi Hotel Controller Jakarta. Adanya modernisasi sistem perpajakan seperti online system ini akan lebih memudahkan bagi Wajib Pajak untuk membayar, melaporkan pajak terutang usahanya, dan memudahkan pula bagi Dinas Pelayanan Pajak atau instasi terkait untuk memeriksa dan memungutnya. Hal ini dilakukan agar untuk meminimalisir akan terjadinya kecurangan pembayaran pajak, yang merupakan sumber penting untuk keuangan Negara untuk direalisasikan ke pembangunan kota DKI Jakarta. Mekanisme Sistem Online di Dinas Pelayanan Pajak Provinsi DKI Jakarta. NO
PROSES
URAIAN
1
INISIALISASI
1. SOSIALISASI KEPADA WAJIB PAJAK(WP) 2. MENGISI FORM SURVEY ALAT TRANSAKSI WP 3. WP MEMBUKA REKENING DI BRI 4. WP MENYERAHKAN SURAT BERSEDIA DIONLINEKAN 5. WP MENYERAHKAN SURAT BERSEDIA AUTO DEBET 6. Assesment Alat Transaksi WP oleh Tim BRI
2
INSTALASI
1. PEMASANGAN ALAT ONLINE 2. TESTING
3
REKONSILIASI
1. PENCOCOKAN JENIS TRANSAKSI SESUAI DENGAN PERGUB NO. 224 2. PENANDATANGANAN BERITA ACARA HASIL REKONSILIASI
4
AUTO DEBET
5
PELAPORAN
1. APPROVAL WP (e-SSPD) 2. TRANSFER DARI REK. NASABAH DI BRI KE REK. BUD PEMDA DKI 1. PENANDATANGANAN BERITA ACARA SERAH TERIMA BARANG 2. APPROVAL WP (e-SPTPD)
3. MONITORING ONLINE OLEH DPP & WP Sumber: Bidang Sistem Informasi Pajak Daerah Online System telah berjalan selama tahun 2011 dan tahun 2012. Tahap pertama di tahun 2011, jumlah restoran yang sudah online sebesar 784 restoran sedangkan jumlah restoran yang ada pada tahun 2011 sebesar 7030. Masih banyak sekali restoran yang belum menerapkan sistem ini, yaitu sekitar 6.246 restoran. Sehingga realisasinya hanya sebesar 8,96%. Di tahap dua, tahun 2012 pada masa pemerintahan Bapak gubernur DKI Jakarta, Pak Jokowi, sistem online tahap dua meningkat menjadi 1.502 restoran yang telah online. Akan tetapi jika dibandingkan dengan jumlah wajib pajak restorannya, angka ini masih sangat sedikit untuk penerapan sistem online ini. Dinas Pelayanan Pajak khususnya bagian Sistem Informasi Daerah bertugas mengawasi online system agar dapat terealisasikan dengan baik dan benar. Akan tetapi karena jumlah restoran yang begitu banyak, sedangkan sumber daya manusia yang terbatas di Dinas Pelayanan Pajak, menyebabkan SDM kewalahan dalam mengawasi restoran yang begitu banyak. Saat ini pemerintah daerah bekerja sama dengan Bank BRI dalam pembayaran online system ini, dengan cara mengautodebet kan jumlah pajak yang harus disetor, hal ini untuk memudahkan para Wajib Pajak. Setelah membayar, Wajib Pajak diharuskan melaporkannya ke Kas daerah. Untuk saat ini baru Bank BRI yang dapat membantu program Sistem Online ini, untuk kedepannya. Flow Chart Pemeriksaan Pajak restoran
Politis Perencanaan Akademik
Pelaksanaan
Rencana strategis Target Tahunan Kebijakan Politik Pertumbuhan Ekonomi Realisasi Wajib Pajak Langkah Upaya Pencapaian Online system
Target Ditetapkan Langkah upaya: Penagihan Piutang Pajak Pemeriksaan
Intensifikasi Pendataan
aktif Pasif sederhana Lengkap perbaikan sistem canvasing/ WP baru
Online
Ekstensifikasi
Door to door omset = pajak Evaluasi
Objek Baru
Delivery service
Take a way
Jasa boga
Sumber: Pengendalian dan Pembinaan Pajak Daerah
SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan analisa dari pembahasan pada bab terdahulu, diperoleh kesimpulan dari hasil penelitian ini, yaitu: a. Potensi pajak restoran sebagai salah satu sumber penerimaan pajak di Provinsi DKI Jakarta sudah terealisasi sesuai target yang direncanakan. Hal ini terlihat dari perhitungan tahun ke tahun persentasenya selalu meningkat sehingga pajak restoran berada di peringkat ke tiga setelah Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor. Hal ini menunjukkan potensi pajak restoran cukup besar terhadap pembangunan untuk Daerah DKI Jakarta. b. Besarnya target penerimaan pajak restoran di DKI Jakarta dilihat dari tingkat efektivitas penerimaan pajak restoran tertinggi dari tahun 2009 sampai tahun 2012, terjadi pada tahun 2010 dengan pertumbuhan target yang juga meningkat sebesar 2,35% tetapi pertumbuhan target menurun dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu minus 20,98%. Hal ini disebabkan karena adanya realisasi pajak ditahun sebelumnya menurun, maka di tahun selanjutnya, target diturunkan. c. Mekanisme pemungutan pajak restoran sudah berjalan dengan optimal, karena pihak fiskus berpedoman pada Undang-undang maupun Peraturan Gubernur yang berlaku. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, saran dari penulis yang dapat menjadi masukan untuk DPP adalah sebagai berikut: 1. Memberikan penyuluhan dan sosialisasi agar tingkat kesadaran Wajib Pajak semakin meningkat dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya. 2. Lebih ditingkatkan lagi ketegasan dan ketelitian Dinas Pelayanan Pajak dalam mengawasi Wajib Pajak yang jumlahnya sangat banyak, agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan. 3. Perlu adanya upaya dari Dinas Pelayanan Pajak untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak untuk senantiasa berinovasi dan adil dalam menentukan kebijakan sehingga pembayar pajak dapat menerima kebijakan tersebut sebagai sesuatu mendorong masyarakat untuk membayar pajak.
REFERENSI Badudu, J.S, dan Sutan Mohammad Zain. (1994). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Inter Grafika. Mardiasmo. (2009). Perpajakan. Edisi Revisi 2009. Yogyakarta: Andi. Republik Indonesia, Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah. Republik Indonesia, Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pajak Restoran. Republik Indonesia, Peraturan Gubernur Nomor 224 Tahun 2012 tentang Pembayaran dan Pelaporan Transaksi Usaha pajak Restoran. Republik Indonesia, Peraturan Gubernur Nomor 92 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Online Sistem Atas Pelaporan Data Transaksi Usaha Wajib Pajak Hotel, Restoran, Hiburan, dan Parkir.
Republik Indonesia, Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 34 Tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pelayanan Pajak. Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan. Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Resmi, Siti. (2008). Perpajakan Teori dan Kasus. Edisi Keempat. Jakarta: Salemba Empat. Sekaran, Uma. (2009). Metode Penelitian Untuk Bisnis. Jakarta: Salemba Empat. Suandy, Erly. (2008). Perencanaan Pajak. Jakarta: Salemba Empat. Supriyati., Nurlis. (2010). Pengaruh PengetahuanPajak dan Persepsi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak. Surabaya: Program Sarjana Universitas Surabaya. Waluyo. (2010). Perpajakan Indonesia: Buku 1 dan Buku 2. Jakarta: Salemba Empat.
RIWAYAT PENULIS Bona Fitri Apriliana lahir di Jakarta pada tanggal 16 April 1991. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang Akuntansi peminatan Perpajakan pada tahun 2009-2013. Penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Akuntansi (HIMA) Universitas Bina Nusantara.