ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI PENGAJUAN KREDIT DI BANK ”X” (Studi kasus: Wilayah Bandung)
OLEH SRIKANDI PUSPA WANGI H14104060
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN SRIKANDI PUSPA WANGI. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi Pengajuan Kredit di Bank “X” (Studi kasus: Wilayah Bandung) (dibimbing oleh BAMBANG JUANDA). Fungsi intermediasi perbankan sangat berperan dalam meningkatkan perkembangan sektor riil di Indonesia. Namun saat ini adanya indikasi bahwa telah terjadi penurunan penyaluran kredit dari perbankan untuk sektor riil. Hal ini dapat terlihat dari pertumbuhan kredit yang menurun. Untuk melihat fenomena intermediasi perbankan salah satunya yaitu dengan melihat gap antara nilai pengajuan dan nilai realisasi kredit, hal ini dikarenakan kredit yang disalurkan perbankan itu sendiri merupakan hasil transaksi antara supply (bank) dan demand (debitur). Gap tersebut dapat dipersentasekan menjadi persentase kredit yang tidak terealisasi. Oleh karena itu, penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi persentase kredit yang tidak terealisasi tersebut melalui salah satu bank umum di Indonesia yaitu Bank ”X” di wilayah Bandung yang terdiri dari cabang Sukabumi, cabang Cimahi dan cabang Cirebon. Hasil analisis deskriptif memperlihatkan bahwa semakin besar nilai pengajuan dan waktu pencairan kredit maka persentase kredit yang tidak terealisasi semakin besar. Namun di cabang Sukabumi setelah diuji menggunakan korelasi Pearson nilai pengajuan pengaruhnya tidak signifikan. Selain itu jika semakin besar suku bunga, jangka waktu peminjaman, nilai jaminan, pengalaman usaha dan pengalaman kredit maka semakin sedikit persentase kredit yang tidak terealisasinya. Sektor pertanian adalah sektor usaha yang persentase kredit yang tidak terealisasinya paling sedikit, kecuali di cabang Sukabumi yaitu sektor jasa. Hasil analisis inferensia menggunakan analisis regresi linier berganda menunjukan bahwa meningkatnya nilai pengajuan dan waktu pencairan kredit maka akan meningkatkan persentase kredit yang tidak terealisasi. Hal ini dapat disebabkan tingginya nilai pengajuan maka risiko penyaluran kredit akan tinggi dan risiko kemacetan juga tinggi karena kewajiban pembayaran lebih besar dari nilai pengajuan yang lebih sedikit. Selain itu, waktu pencairan mencerminkan waktu yang dibutuhkan dalam proses pengajuan kredit. Semakin lama waktu pencarian kredit maka mencerminkan adanya persyaratan kredit yang sulit dipenuhi sehingga pihak bank memandang debitur kurang bankable dan risiko kredit juga lebih tinggi akibatnya persentase kredit yang tidak terealisasi semakin besar. Hasil yang lain menunjukan bahwa meningkatnya suku bunga, jangka waktu peminjaman, nilai jaminan, pengalaman usaha dan pengalaman kredit maka akan meningkatkan persentase kredit yang terealisasi. Suku bunga merupakan return yang didapatkan bank, jika suku bunga tinggi maka return yang didapatkan bank semakin besar, selain itu risiko penyaluran kredit dapat dikompensasi dengan semakin tingginya tingkat suku bunga sehingga nilai realisasi kredit semakin besar. Jangka waktu peminjaman juga terkait dengan suku bunga, semakin lama jangka waktu peminjaman maka semakin tinggi suku bunga,
sehingga return yang didapatkan bank lebih besar dan semakin terealisasi nilai kreditnya. Selain itu hal ini juga dapat disebabkan bahwa kredit jangka waktu peminjaman yang lama diajukan oleh debitur lama yang lebih prospektif. Nilai jaminan merupakan salah satu persyaratan dalam mengajukan kredit. Adanya jaminan atau agunan dapat meminimalisasi risiko kredit dari bank yang disalurkan untuk debitur. Oleh karena itu semakin tinggi nilai jaminan, risiko penyaluran kredit semakin rendah dan persentase kredit yang terealisasi pun akan semakin tinggi. Debitur yang memiliki pengalaman usaha dan pengalaman kredit yang lama maka persentase kredit yang terealisasinya semakin tinggi. Hal ini dikarenakan pengalaman usaha menunjukan capacity seorang debitur yang mampu menjalankan usaha dengan berbagai pengalamannnya sehingga diharapkan kemampuan membayar kewajiban kepada pihak bank juga semakin tinggi. Selain itu, bank sudah mengetahui character debitur lama dibanding debitur baru sehingga menyalurkan kredit untuk debitur lama risikonya lebih rendah dibandingkan debitur baru. Sektor usaha di wilayah Bandung, cabang Cirebon dan cabang Cimahi yang persentase kredit terealisasinya paling tinggi yaitu sektor usaha pertanian, sedangkan di cabang Sukabumi persentase kredit yang terealisasinya paling tinggi yaitu di sektor jasa. Perbedaan ini dapat disebabkan sektor unggulan di setiap cabang berbeda, hal ini juga terkait dengan risiko usaha dan kondisi iklim usaha di sektor yang terkait. Cabang Cimahi memiliki persentase kredit yang terealisasinya lebih tinggi dibandingkan cabang Sukabumi, sedangkan cabang Cirebon memiliki persentase kredit yang terealisasinya lebih tinggi dibandingkan cabang Cimahi. Hal ini dapat terkait dengan profile debitur, kondisi sektor usaha dan kinerja bank dalam menyalurkan kredit di masing-masing cabang berbeda.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI PENGAJUAN KREDIT DI BANK ”X” (Studi kasus: Wilayah Bandung)
Oleh Srikandi Puspa Wangi H14104060
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama mahasiswa
: Srikandi Puspa Wangi
Nomor Registrasi Pokok
: H14104060
Program Studi
: Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi
: Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi Pengajuan Kredit di Bank “X” (Studi kasus: Wilayah Bandung)
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Dr. Ir. Bambang Juanda MS. NIP. 131 779 498
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Rina Oktaviani, Ph.D NIP. 131 846 872 Tanggal Kelulusan:
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Agustus 2008
Srikandi Puspa Wangi H14104060
RIWAYAT HIDUP
Srikandi Puspa Wangi, lahir pada tanggal 7 Desember 1985 di Tasikmalaya, Jawa Barat. Jenjang pendidikan penulis diantaranya menamatkan sekolah dasar di SDN Citapen II Tasikmalaya, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri II Tasikmalaya dan lulus pada tahun 2001 yang dilanjutkan ke SMU Negeri I Tasikmalaya dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun 2004 penulis melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di organisasi Syariah Economic Student Club (SES-C) Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) IPB. Selain itu Penulis sempat memperoleh prestasi sebagai Juara I Lomba Karya Tulis Ilmiah (LKTM) Tingkat Nasional dalam Economics Events Universitas Airlangga pada tahun 2007, Juara III Kompetisi Pemikiran Kritis Mahasiswa (KPKM) Tingkat Nasional Bidang Perekonomian Ditjen Pendidikan Tinggi Depdiknas pada tahun 2007, Juara III Young Economist Icon Tingkat Nasional dalam 3th economics contest, Departemen Ilmu Ekonomi, FEM IPB pada tahun 2006, Juara I Lomba Esai Ekonomi dalam Economic Mail Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB pada tahun 2006, Speaker dalam “Catch Your Butterflies and Write Your Inspiration”, FEM IPB pada tahun 2007, Juara I Baca Puisi IPB Art pada tahun 2005, Finalis Java Debate Competition, Ekonomi dan Studi Pembangunan Universitas Padjajaran pada tahun 2007, Finalis LKTM Tingkat Nasional Universitas Negeri Surakarta pada tahun 2007, Finalis Lomba Esai Ekonomi dalam 2nd Economic Mail Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006, Finalis Program Kreativitas Mahasiswa Bidang Kewirausahaan Ditjen Pendidikan Tinggi Depdiknas, Tingkat IPB pada tahun 2007 dan tahun 2008.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT Sang Maha Pencipta dan Maha Kuasa yang berkat rahman dan rahim-Nya lah Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam tercurah kepada pemimpin umat manusia di muka bumi ini Rasulullah Muhammad SAW yang menjadi tauladan bagi kita semua. Judul skripsi ini adalah ”Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi Pengajuan Kredit di Bank ”X” (Studi kasus: Wilayah Bandung)”. Judul ini penulis angkat atas dasar pentingnya fungsi intermediasi perbankan di Indonesia sebagai sumber pembiayaan sektor riil dalam meningkatkan perekonomian bangsa. Disamping itu, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Dr. Ir. Bambang Juanda, MS yang telah memberikan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih juga kepada Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc.Agr selaku dosen penguji utama atas semua saran yang membantu dalam penyempurnaan skripsi ini serta Henny Reinhardt, SP, M.Sc selaku dosen penguji dari komisi pendidikan yang telah memberikan saran terutama dalam perbaikan tata cara penulisan skripsi ini. Penulis ucapkan terima kasih juga kepada kedua orang tua Penulis, Ibunda Eti Hendrati (Alm) yang senantiasa memberikan kasih sayang dan bimbingan yang melimpah kepada Penulis semasa hidup beliau serta Ayahanda Ogi Zainal Chotob yang senantiasa memberikan kasih sayang, bimbingan, do’a serta perlindungannya untuk Penulis. Kemudian untuk adik dan kakak penulis yaitu Purbasari Indah Lestari dan Pandu Arya Manggala serta keluarga besar penulis yang selalu memberikan do’a dan dukungannya. Penulis juga berterima kasih kepada sahabat penulis yaitu Salim Abdillah Basahil, Rima, Putri, Uunk, Meda, Ica, Duvi, Prima, Satrio dan teman seperjuangan yaitu Nilam, Hana, Dewi, Dado, Qiqi, Vebby, Yuli dan Nana
terima kasih atas semua do’a dan dukungannya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi Penulis dan bagi yang membutuhkannya.
Bogor, Agustus 2008
Srikandi Puspa Wangi H14104060
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR........................................................................................ i DAFTAR ISI....................................................................................................... iii DAFTAR TABEL............................................................................................... vi DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... ix I. PENDAHULUAN........................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang........................................................................................ 1 1.2. Perumusan Masalah................................................................................. 5 1.3. Tujuan Penelitian..................................................................................... 6 1.4. Manfaat Penelitian................................................................................... 6 1.5. Ruang Lingkup........................................................................................ 6 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN........................ 8 2.1. Bank....................................................................................................... 8 2.1.1 Pengertian Bank............................................................................. 8 2.1.2 Jenis Bank...................................................................................... 9 2.1.3 Segi Kepemilikan........................................................................... 10 2.1.4 Kegiatan Bank Umum.................................................................... 11 2.2. Teori Tentang Kredit.............................................................................. 11 2.2.1. Pengertian Kredit.......................................................................... 11 2.2.2. Unsur-unsur Kredit........................................................................ 12 2.2.3. Jenis-jenis Kredit........................................................................... 13 2.2.4. Risiko Pemberian Kredit............................................................... 15 2.2.5. Prinsip-Prinsip Pemberian Kredit................................................. 16 2.3. Mekanisme Transmisi Saluran Kredit.................................................... 17 2.4. Definisi Sertifikat Bank Indonesia......................................................... 18 2.5. Teori Tingkat Bunga.............................................................................. 19 2.6. Penelitian Terdahulu.............................................................................. 19
2.7. Kerangka Pemikiran............................................................................... 20 III. METODE PENELITIAN.............................................................................. 23 3.1. Jenis dan Sumber Data........................................................................... 23 3.2. Metode Analisis Data............................................................................. 23 3.2.1. Diagram Pencar (Scatter Plot)...................................................... 24 3.2.2. Koefisien Korelasi Pearson........................................................... 24 3.2.3. Diagram Kotak Garis (Boxplot).................................................... 24 3.3. Model Regresi Berganda........................................................................ 26 3.3.1. Model Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persentase Kredit Yang Tidak Terealisasi.................................................................. 28 3.3.1. Elastisitas....................................................................................... 31 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN............................................ 32 4.1. Fungsi Intermediasi Perbankan.............................................................. 32 4.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persentase Kredit Yang Tidak Terealisasi................................................................................... 33 4.4.1. Hubungan Antara Nilai Pengajuan Dengan Persentase Kredit Yang Tidak Terealisasi................................................................. 33 4.4.2. Distribusi Persentase Kredit Yang Tidak Terealisasi Berdasarkan Suku Bunga.............................................................. 37 4.4.3. Distribusi Persentase Kredit Yang Tidak Terealisasi Berdasarkan Jangka Waktu Peminjaman...................................... 39 4.4.4. Distribusi Persentase Kredit Yang Tidak Terealisasi Berdasarkan Waktu Pencairan Kredit........................................... 41 4.4.5. Distribusi Persentase Kredit Yang Tidak Terealisasi Berdasarkan Nilai Jaminan........................................................... 43 4.4.6. Distribusi Persentase Kredit Yang Tidak Terealisasi Berdasarkan Pengalaman Usaha................................................... 46 4.4.7. Distribusi Persentase Kredit Yang Tidak Terealisasi Berdasarkan Pengalaman Kredit................................................... 48 4.4.9. Distribusi Persentase Kredit Yang Tidak Terealisasi Berdasarkan Sektor Usaha............................................................ 51 4.4.2. Distribusi Persentase Kredit Yang Tidak Terealisasi Berdasarkan Cabang Wilayah....................................................... 53 4.3. Analisis Regresi Model Persentase Kredit yang Tidak Terealisasi di Wilayah Bandung............................................................................... 54
4.3.1 Identifikasi Pengaruh Masing-Masing Variabel Terhadap Persentase Kredit yang Tidak Terealisasi.................................. 55 4.3.1.1. Nilai Pengajuan............................................................ 55 4.3.1.2. Suku Bunga.................................................................. 56 4.3.1.3. Jangka Waktu Peminjaman.......................................... 56 4.3.1.4. Waktu Pencairan.......................................................... 57 4.3.1.5. Nilai Jaminan............................................................... 57 4.3.1.6. Pengalaman Usaha....................................................... 58 4.3.1.7. Pengalaman Kredit....................................................... 58 4.3.1.8. Sektor Usaha................................................................ 59 4.3.1.9. Lokasi Sukabumi.......................................................... 59 4.3.1.10. Lokasi Cirebon........................................................... 60 V. KESIMPULAN DAN SARAN...................................................................... 61 5.1. Kesimpulan............................................................................................ 61 5.2. Saran....................................................................................................... 64 DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 66 LAMPIRAN........................................................................................................ 68
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
3.1. Data, Satuan, Simbol, dan Sumber Data...................................................... 23 4.1. Hasil Analisis Model Regresi Linier Berganda Persentase Kredit yang Tidak Terealisasi di Wilayah Bandung.................................... 55
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.1. Grafik Pertumbuhan Kredit dan Pertumbuhan DPK Perbankan
Umum di Indonesia Tahun 2005:1-2007:12.............................................. 2 1.2. Grafik Pertumbuhan LDR Perbankan Umum di Indonesia Tahun 2005:1-2007:12............................................................................... 3 1.3. Grafik Pertumbuhan Kredit Investasi, Pertumbuhan Kredit Konsumsi dan Spread Pada Perbankan Umum di Indonesia Tahun 2004:1-2007:12......................................................................................... 4 1.9. NPL Perbankan Umum Berdasarkan Jenis Penggunaan di Indonesia Tahun 2004:1-2007:12............................................................................... 4 2.1. Mekanisme Transmisi Saluran Kredit........................................................18 2.2. Bagan Kerangka Pemikiran........................................................................22 4.1 Diagram Pencar di Wilayah Bandung Antara Nilai Pengajuan dengan Persentase Kredit yang Tidak Terealisasi................................................... 33 4.2 Diagram Pencar di Cabang Sukabumi Antara Nilai Pengajuan dengan Persentase Kredit yang Tidak Terealisasi................................................... 34 4.3 Diagram Pencar di Cabang Cirebon Antara Nilai Pengajuan dengan Persentase Kredit yang Tidak Terealisasi................................................... 35 4.4 Diagram Pencar di Cabang Cimahi Antara Nilai Pengajuan dengan Persentase Kredit yang Tidak Terealisasi................................................... 36 4.5 Distribusi Persentase Kredit Yang Tidak Terealisasi Berdasarkan Suku Bunga................................................................................................. 38 4.6 Distribusi Persentase Kredit Yang Tidak Terealisasi Berdasarkan Waktu Peminjaman..................................................................................... 40 4.7 Distribusi Persentase Kredit Yang Tidak Terealisasi Berdasarkan Waktu Pencairan Kredit.............................................................................. 42 4.8 Distribusi Persentase Kredit Yang Tidak Terealisasi Berdasarkan Nilai Jaminan.............................................................................................. 45 4.9
Distribusi Persentase Kredit Yang Tidak Terealisasi Berdasarkan Pengalaman Usaha..................................................................................... 47
4.10 Distribusi Persentase Kredit Yang Tidak Terealisasi Berdasarkan Pengalaman Kredit..................................................................................... 50 4.11 Distribusi Persentase Kredit Yang Tidak Terealisasi Berdasarkan
Sektor Usaha.............................................................................................. 52 4.12 Distribusi Persentase Kredit Yang Tidak Terealisasi Berdasarkan Cabang Wilayah......................................................................................... 53
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Hasil Regresi Wilayah Bandung..................................................................... 68 2. Hasil Regresi Cabang Sukabumi.....................................................................71 3. Hasil Regresi Cabang Cirebon........................................................................ 74 4. Hasil Regresi Cabang Cimahi......................................................................... 77
I. PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Pembangunan ekonomi di suatu negara tentunya sangat didukung oleh perkembangan sektor riil. Memajukan sektor rill itu sendiri memerlukan dana yang tidak sedikit. Berbagai alternatif sumber pendanaan dapat dijadikan sumber pembiayaan. Di Indonesia sumber dana utama sektor riil yaitu berasal dari perbankan. Perbankan merupakan lembaga intermediasi antara debitur dan kreditur yang diharapkan permasalahan modal bagi pelaku sektor riil menjadi teratasi sehingga perkembangan sektor riil dapat berjalan dengan baik. Oleh karena itu fungsi
intermediasi
perbankan
di
Indonesia
sangatlah
mempengaruhi
perkembangan sektor riil. Berdasarkan data beberapa tahun terakhir, kredit perbankan untuk sektor riil ternyata mengalami perkembangan yang kurang baik. Pada gambar 1.1 pertumbuhan kredit tahun 2006 mengalami penurunan yang drastis yaitu dari 24,34 persen (tahun 2005) menjadi 13,89 persen. Bahkan pada bulan Agustus dan September tahun 2006 pertumbuhan kredit hanya mencapai 9,20 persen dan 9,76 persen. Pada akhir tahun 2007 pertumbuhan kredit mulai meningkat yaitu sebesar 26,47 persen, namun kenaikan tersebut tetap masih dibawah rata-rata pertumbuhan kredit tahun 2005. Pada tahun 2005 pertumbuhan kredit mampu mencapai 31,15 persen.
Pertumbuhan kredit dapat dibandingkan juga dengan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang terlihat pada gambar 1.1, jika dibandingkan terlihat bahwa DPK mengalami penurunan seperti halnya kredit, yaitu dari 17,11 persen (tahun 2005) menjadi 14,11 persen (tahun 2006). Namun, penurunan pertumbuhan ini tidak sebesar penurun pertumbuhan kredit pada tahun 2006. Berarti bahwa penurunan pertumbuhan kredit tidak sebanding dengan penurunan pertumbuhan DPK karena penurunan pertumbuhan DPK tidak sebesar penurunan pertumbuhan kredit.
Sumber: Data diolah, Bank Indonesia (2008)
Gambar 1.1. Grafik Pertumbuhan Kredit dan Pertumbuhan DPK Perbankan Umum di Indonesia Tahun 2005:1-2007:12 Tahun 2007 memperlihatkan juga bahwa pertumbuhan DPK mencapai 17,38 persen melebihi pertumbuhan DPK tahun 2005, tetapi pertumbuhan kredit masih berkisar 26,47 persen pada akhir tahun 2007. Oleh karena itu dari gambar 1.1 dapat terlihat bahwa pada tahun 2006 pertumbuhan kredit menurun drastis padahal pertumbuhan DPK relatif stabil, sedangkan tahun 2007 pertumbuhan
kredit mulai membaik namun pertumbuhannya masih dibawah ketika tahun 2005 padahal pertumbuhan DPK tahun 2007 lebih tinggi dibandingkan tahun 2005. Berdasarkan gambar 1.1 dapat terlihat juga bahwa sebenarnya ada alokasi dana untuk kredit yang belum optimal, selain itu rasio kredit terhadap DPK atau Loan to Deposit Ratio (LDR) juga memiliki nilai yang masih saja stagnan pada 60 persen, seperti terlihat pada gambar 1.2. Padahal angka standar yang disepakati untuk menilai kesehatan bank yaitu pemenuhan LDR antara 85-110 persen (Manurung dan Rahardja, 2004).
Sumber: Data diolah, Bank Indonesia (2008)
Gambar 1.2. Grafik Pertumbuhan LDR Perbankan Umum di Indonesia Tahun 2005:1-2007:12 Berdasarkan gambar 1.3 terlihat juga bahwa pola penyaluran kredit untuk sektor riil ternyata kurang ideal. Perbankan lebih memilih menyalurkan kreditnya untuk kredit konsumsi dibandingkan untuk kredit investasi, seperti diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi yang didasarkan konsumsi maka pertumbuhan tersebut tidak produktif atau pertumbuhan menjadi kurang baik.
Sumber: Data diolah, Bank Indonesia (2008)
Gambar 1.3. Grafik Pertumbuhan Kredit Investasi, Pertumbuhan Kredit Konsumsi dan Spread Pada Perbankan Umum di Indonesia Tahun 2004:1-2007:12 Perbankan dengan prinsip kehati-hatiannya tidak terlalu berminat menyalurkan kreditnya untuk investasi. Hal ini dikarenakan rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) kredit investasi lebih tinggi dibandingkan NPL kredit konsumsi seperti yang terlihat pada gambar 1.4.
Sumber: Data diolah, Bank Indonesia (2008)
Gambar 1.4. NPL Perbankan Umum Berdasarkan Jenis Penggunaan di Indonesia Tahun 2004:1-2007:12
Fenomena diatas telah memperlihatkan bahwa kredit perbankan umum saat ini mengalami perkembangan yang kurang baik. Tentunya terdapat faktor yang menyebabkan penurunan kredit perbankan di Indonesia. Faktor penyebab tersebut dapat dilihat dari sisi supply maupun demand. Dari sisi supply, permasalahan dilihat dari sisi perbankan sedangkan dari sisi demand permasalahan dilihat dari sisi sektor riil itu sendiri.
1.2
Perumusan Masalah Dari berbagai pembahasan pada latar belakang penelitian, maka perlu
dilakukan penelitian yang terkait dengan fungsi intermediasi perbankan umum. Intermediasi perbankan salah satunya dapat dicerminkan dari kredit yang disalurkan oleh perbankan, sedangkan kredit yang disalurkan perbankan itu sendiri merupakan hasil transaksi antara supply (bank) dan demand (debitur). Dalam hal ini debitur mengajukan nilai kredit dan bank merealisasikan nilai pengajuan kredit. Oleh karena itu untuk melihat fenomena intermediasi perbankan salah satunya yaitu dengan melihat gap antara nilai pengajuan dan nilai realisasi kredit. Gap antara nilai pengajuan dan nilai realisasi kredit tersebut dapat dipersentasekan menjadi persentase kredit yang tidak terealisasi. Penelitian ini meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi persentase kredit yang tidak terealisasi tersebut melalui studi kasus salah satu bank umum di Indonesia yaitu Bank ”X” dengan cakupan wilayah Bandung. Oleh karena itu
perumusan masalah penelitian ini adalah faktor apa saja yang mempengaruhi persentase kredit yang tidak terealisasi di Bank ”X” wilayah Bandung.
1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan penelitian maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor
yang mempengaruhi
persentase kredit yang tidak terealisasi di Bank ”X” wilayah Bandung.
1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan pada penelitian ini sebagai berikut: 1. Penelitian ini diharapkan menjadi sumber pengetahuan bagi peneliti
sejenis dan bagi kalangan akademisi. 2. Bagi penulis sendiri, penelitian ini bermanfaat sebagai sarana untuk menerapkan ilmu ekonomi yang selama ini telah diperoleh dan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ini meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi persentase kredit yang tidak terealisasi melalui studi kasus salah satu bank umum di Indonesia yaitu Bank ”X” dengan cakupan wilayah Bandung. Faktor penyebab dalam penelitian ini hanya dilihat dari sisi demand yaitu dari sisi debitur atau pelaku sektor riil,
sedangkan rumus untuk menghitung persentase kredit yang tidak terealisasi
tersebut adalah sebagai berikut:
nilai pengajuan − nilai realisasi x 100% nilai pengajuan
Cakupan analisis kredit dalam penelitian ini adalah berupa kredit mikro, sedangkan wilayah Bandung dalam penelitian ini mencakup cabang Sukabumi, cabang Cirebon dan cabang Cimahi.
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1
Bank
2.1.1
Pengertian Bank Undang-undang RI nomor 10 tahun 1998 tanggal 10 November 1998
tentang perbankan, yang dimaksud dengan Bank adalah ”badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak” (Dendawijaya, 2000). Berikut ini dikemukakan beberapa definisi bank dari sumber lain (Dendawijaya,2000): 1. ”Bank adalah suatu badan usaha yang tugas utamanya sebagai lembaga
perantara keuangan (financial intermediaries), yang menyalurkan dana dari pihak yang berkelebihan dana (idle fund/surplus unit) kepada pihak yang membutuhkan dana atau kekurangan dana (defisit unit) pada waktu yang ditentukan.” 2. ”Bank adalah suatu badan yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kredit, baik dengan alat-alat pembayarannya sendiri atau dengan uang yang diperolehnya dari orang lain, maupun dengan jalan memperedarkan alat-alat penukar baru berupa uang giral” (G.M. Verryn Stuart). 3. ”Bank adalah badan yang usaha utamanya menciptakan kredit” (Suyatno, 1996:1).
4. ”Bank adalah suatu jenis lembaga keuangan yang melaksanakan berbagai macam jasa, seperti memberikan pinjaman, mengedarkan mata uang, pengawasan terhadap mata uang, bertindak sebagai tempat penyimpanan benda-benda berharga, membiayai perusahaan-perusahaan, dan lain-lain” (A. Abdurrachman, Ensiklopedia Ekonomi Keuangan dan Perdagangan). 2.1.2
Jenis Bank Adapun pengertian Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat sesuai
dengan Undang-undang RI nomor 10 tahun 1998 adalah sebagai berikut (Kashmir, 1998): a. Bank Umum Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sifat jasa yang diberikan adalah umum, dalam arti dapat memberikan seluruh jasa perbankan yang ada. Begitu pula dengan wilayah operasinya dapat dilakukan diseluruh wilayah. Bank umum sering disebut bank komersil (commersial bank). b. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Artinya disini kegiatan BPR jauh lebih sempit jika dibandingkan dengan kegiatan bank umum.
2.1.3
Segi Kepemilikan Ditinjau dari segi kepemilikannya maksudnya adalah siapa saja yang
memiliki bank tersebut. Kepemilikan ini dapat dilihat dari akte pendirian dan penguasaan saham yang dimiliki bank yang bersangkutan (Kashmir, 1998). Jenis bank dilihat dari segi kepemilikan tersebut adalah: 1. Bank milik pemerintah Dimana baik akte pendirian maupun modalnya dimiliki oleh pemerintah, sehingga seluruh keuntungan bank ini dimiliki oleh pemerintah pula. 2. Bank milik swasta nasional Bank jenis ini seluruh atau sebagian besarnya dimiliki oleh swasta nasional serta akte pendiriannya pun didirikan oleh swasta, begitu pula pembagian keuntungannya untuk keuntungan swasta pula. 3. Bank milik koperasi Kepemilikan saham-saham bank ini dimiliki oleh perusahaan yang berbadan hukum koperasi. 4. Bank milik asing Bank jenis ini merupakan cabang dari bank yang ada di luar negeri, baik milik swasta asing atau pemerintah asing. Jelas kepemilikannya dimiliki oleh pihak luar negeri. 5. Bank milik campuran Kepemilikan saham bank campuran dimiliki oleh pihak asing dan pihak swasta nasional. Kepemilikan sahamnya secara mayoritas dipegang oleh warga negara Indonesia.
2.1.4
Kegiatan Bank Umum Bank umum menurut Manurung dan Rahardja (2004) merupakan bank
yang paling banyak dan luas kegiatannya, mencakup: a. Menghimpun dana dari masyarakat (funding), berupa giro (demand
deposit), tabungan (saving deposit) dan deposito berjangka (time deposit); b. Menyalurkan dana ke masyarakat (lending), dalam bentuk antara lain:
kredit investasi, kredit modal kerja dan kredit perdagangan; c. Memberikan jasa-jasa lainnya (services) seperti: transfer (kiriman uang),
kliring (clearing), letter of credit (L/C), menerima setoran-setoran, melayani pembayaran-pembayaran; d. Kegiatan di pasar modal; penjamin emisi (underwriter), penjamin
(guarrantor), wali amanat (trustee), pedagang sekuritas (dealer).
2.2
Teori tentang kredit
2.2.1
Pengertian kredit Menurut Undang-undang Perbankan nomor 10 tahun 1998 kredit adalah
penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Dalam artian luas kredit diartikan sebagai kepercayaan. Begitu pula dalam bahasa latin kredit berarti ”credere” artinya percaya (Kashmir, 1998).
2.2.2
Unsur-unsur kredit Adapun unsur-unsur yang terkandung dalam pemberian suatu fasilitas
kredit menurut Khasmir (1998) adalah sebagai berikut: 1. Kepercayaan Yaitu suatu keyakinan pemberi kredit bahwa yang diberikan (berupa uang, barang dan jasa) akan benar-benar diterima kembali dimasa tertentu dimasa datang. Kepercayaan ini diberikan oleh bank, dimana sebelumnya sudah dilakukan penelitian penyelidikan tentang nasabah baik secara interen maupun eksteren. Penelitian dan penyelidikan tentang kondisi masa lalu dan sekarang terhadap nasabah pemohon kredit. 2. Kesepakatan Disamping unsur percaya di dalam kredit juga mengandung unsur kesepakatan antara pemberi kredit dengan penerima kredit. Kesepakatan ini dituangkan dalam suatu perjanjian dimana masing-masing pihak menandatangani hak dan kewajibannya masing-masing. 3. Jangka waktu Setiap kredit yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu, jangka waktu ini mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati. Jangka waktu tersebut bisa berbentuk jangka pendek, jangka menengah atau jangka panjang. 4. Risiko Adanya suatu tenggang waktu pengembalian akan menyebabkan suatu risiko tidak tertagihnya/macet pemberian kredit. Semakin panjang suatu
kredit semakin besar risikonya demikian pula sebaliknya. Risiko ini menjadi tanggungan bank, baik risiko yang disengaja oleh nasabah yang lalai, maupun oleh risiko yang tidak disengaja. 5. Balas jasa Merupakan keuntungan atas pemberian suatu kredit atau jasa tersebut yang kita kenal dengan nama bunga. Balas jasa dalam bentuk bunga dan biaya administrasi kredit ini merupakan keuntungan bank. 2.2.3
Jenis-Jenis Kredit Menurut Kashmir (1998) kredit yang diberikan bank umum untuk
masyarakat terdiri dari berbagai jenis. 1. Dilihat dari segi kegunaan a. Kredit investasi Biasanya digunakan untuk keperluan perluasan usaha atau membangun proyek/pabrik baru atau untuk keperluan rehabilitasi. Contoh kredit investasi misalnya untuk membangun pabrik atau membeli mesin-mesin, dengan kata lain masa pemakaian kredit investasi untuk suatu periode yang relatif lebih lama. b. Kredit modal kerja Digunakan untuk keperluan meningkatkan produksi dalam operasionalnya. 2. Dilihat dari segi tujuan kredit a. Kredit produktif
Kredit yang digunakan untuk peningkatan usaha atau produksi atau investasi. Kredit ini diberikan untuk menghasilkan barang atau jasa. b. Kredit konsumtif Kredit yang digunakan untuk dikonsumsi secara pribadi. Dalam kredit ini tidak ada pertambahan barang dan jasa yang dihasilkan, karena memang untuk digunakan atau dipakai oleh seseorang atau badan usaha. c. Kredit perdagangan Kredit yang digunakan untuk perdagangan, biasanya untuk membeli barang dagangan yang pembayarannya diharapkan dari hasil penjualan barang dagangan tersebut. 3. Dilihat dari segi jangka waktu a. Kredit jangka pendek Merupakan kredit yang memiliki jangka waktu kurang dari 1 tahun atau paling lama 1 tahun dan biasanya digunakan untuk keperluan modal kerja. b. Kredit jangka menengah Jangka waktu kreditnya berkisar antara 1 tahun sampai dengan 3 tahun, biasanya untuk investasi. c. Kredit jangka panjang Merupakan kredit yang masa pengembaliannya panjang. Kredit jangka panjang waktu pengembaliannya di atas 3 tahun atau 5 tahun.
4. Dilihat dari segi jaminan a. Kredit dengan jaminan Kredit yang diberikan dengan suatu jaminan, jaminan tersebut dapat berbentuk barang berwujud atau tidak berwujud atau jaminan orang. Artinya setiap kredit yang dikeluarkan akan dilindungi senilai jaminan yang diberikan calon debitur. b. Kredit tanpa jaminan Merupakan kredit yang diberikan tanpa jaminan barang atau orang tertentu. Kredit jenis ini diberikan dengan melihat prospek usaha dan karakter serta loyalitas atau nama baik calon debitur. 5. Dilihat dari segi sektor usaha a. Kredit pertanian b. Kredit peternakan c. Kredit industri d. Kredit pertambangan e. Kredit pendidikan f. Kredit profesi g. Kredit perumahan h. dan sektor-sektor lainnya 2.2.4
Risiko Pemberian Kredit Risiko terbesar yang dipikul bank berasal dari kegiatan pemberian kredit,
bentuknya bermacam-macam, seperti berikut ini (Dendawijaya, 2005):
a. Risiko spread, yang timbul sebagai akibat hasil negatif antara selisih biaya
bunga (yang harus dibayarkan kepada deposan atau nasabah penyimpan dana) dan tingkat bunga kredit (yang diterima nasabah kredit). b. Risiko kredit bermasalah, yang timbul sebagai akibat tidak dapat dipenuhinya kewajiban nasabah kredit untuk membayar angsuran pinjaman maupun bunga kredit pada waktu yang sudah disepakati antara pihak bank dan nasabah (debitur) kredit. c. Risiko nilai jaminan, yang timbul sebagai akibat turunnya nilai jaminan
(agunan) yang dipegang bank dibandingkan dengan jumlah sisa pinjaman (outstanding) yang masih harus dilunasi oleh nasabah kredit. d. Risiko kurs valuta asing, yang timbul sebagai akibat kenaikan nilai kurs valuta asing terhadap mata uang lokal (rupiah), sehingga nasabah kredit tidak memiliki dana (dalam valuta asing) yang cukup memadai yang disebabkan oleh pendapatan nasabah dalam valuta lokal. 2.2.5
Prinsip-Prinsip Pemberian Kredit Kriteria penilaian dalam mendapatkan debitur bank melakukan analisis 5C
dan 7P sebgai berikut (Kashmir, 1998): 1. Character Suatu keyakinan bahwa sifat atau watak dari orang yang akan diberikan kredit benar-benar dapat dipercaya. 2. Capacity Untuk melihat nasabah dalam kemampuannya dalam bidang bisnis yang dihubungkan dengan pendidikannya dan kemampuan bisnis.
3. Capital Untuk melihat penggunaan modal apakah efektif, dilihat dari laporan keuangan. 4. Collateral Merupakan jaminan yang diberikan calon nasabah baik bersifat fisik maupun non fisik, 5. Condition Dalam menilai kredit hendaknya juga dinilai kondisi ekonomi dan politik sekarang dan dimasa yang akan datang sesuai sektor masing-masing serta prospek usaha dari sektor yang dijalankan.
2.3
Mekanisme Transmisi Saluran Kredit Menurut Warjiyo (2004) mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui
saluran kredit dapat dijelaskan seperti pada gambar 2.1. Pada tahap pertama, interaksi antara bank sentral dengan perbankan terjadi di pasar uang rupiah. Interaksi ini terjadi karena di satu sisi bank sentral melakukan operasi moneter untuk pencapaian sasaran operasionalnya baik berupa uang primer (B) ataupun suku bunga jangka pendek, sementara di sisi lain bank-bank melakukan transaksi di pasar uang untuk pengelolaan likuiditasnya. Interaksi ini akan mempengaruhi tidak saja perkembangan suku bunga jangka pendek di pasar uang tetapi juga besarnya dana yang akan dialokasikan bank-bank dalam bentuk instrumen likuiditas maupun untuk penyaluran kreditnya.
BANK SENTRAL
PERBANKAN NFA
NFA Uang Primer(B) NCG OPT NCB NOI
Kegiatan ekonomi
Pasar Uang Rupiah
PELAKU EKONOMI
Uang Beredar Reserve (M1,M2) SB&PUAB Modal Kredit
Kredit Modal Kerja dan Investasi
Sumber: Warjiyo 2004
Gambar 2.1 Mekanisme Transmisi Saluran Kredit Terdapat dua jenis saluran kredit yang akan mempengaruhi transmisi moneter dari sektor keuangan ke sektor riil, yaitu saluran kredit bank (bank lending channel) dan saluran neraca perusahaan (firms balance sheet cahnnel). Saluran kredit bank lebih menekankan pada perilaku bank yang cenderung melakukan seleksi kredit karena informasi asimetris atau sebab-sebab lain tersebut. Di sisi lain, saluran neraca perusahaan lebih menekankan kondisi keuangan perusahaan yang berpengaruh dalam penyaluran kredit, khususnya leverage perusahaan.
2.4
Definisi Sertifikat Bank Indonesia Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga dalam mata uang
rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang jangka pendek dengan menggunakan sistem diskonto. SBI ini merupakan salah satu
instrumen Operasi Pasar Terbuka (OPT) yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia dalam rangka mengendalikan jumlah uang beredar dan/atau suku bunga (Sugiono, 2003).
2.5
Teori Tingkat Bunga Tingkat bunga (interest rate) adalah harga pasar yang menghubungkan
mentransfer sumber daya lalu dan masa depan. Tingkat bunga dibagi menjadi dua, yaitu tingkat bunga nominal dan tingkat bunga riil. Tingkat bunga nominal (nominal interest rate) adalah hasil tabungan dan biaya peminjaman tanpa penyesuaian terhadap inflasi. Sedangkan tingkat bunga riil (real interest rate) adalah pengembalian terhadap tabungan dan biaya peminjaman setelah disesuaikan dengan inflasi (Mankiw, 2003).
2.6
Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan oleh Agenor, dkk (2000) menemukan bahwa
penyebab menurunnya penyaluran kredit perbankan baik dari faktor permintaan kredit atau penawaran kredit mempunyai implikasi terhadap kebijakan fiskal dan moneter. Misalnya saja adanya kebijakan fiskal dalam memperbesar likuiditas guna menstimulasi permintaan agregat tidak akan efektif meningkatkan permintaan kredit jika bank kurang berminat menyalurkan kredit akibat tingginya risiko kegagalan dan tidak dapat diinternalisasi lewat kenaikan biaya pinjaman. Sebaliknya, kebijakan fiskal ekspansi mungkin dapat mendorong permintaan agregat dan ekspansi kredit jika rendahnya penyaluran kredit disebabkan sektor
usaha mengurangi permintaan terhadap kredit yang diakibatkan perkiraan lemahnya permintaan di masa datang (demand side). Terjadinya credit crunch karena kurangnya minat perbankan menyalurkan kredit menyebabkan kebijakan moneter yang relatif longgar tidak dapat ditransmisikan ke sektor riil melalui pemberian pinjaman. Selain itu, credit crunch juga dapat mengurangi ruang gerak bagi kebijakan moneter, karena dalam kondisi yang demikian kebijakan moneter yang menaikkan suku bunga akan memperparah kondisi dunia usaha. Menurut Hermanata dan Mahyus Ekananda (2005) bahwa terjadinya ketidakseimbangan (disequilibrium) dalam pasar kredit di Indonesia yang dicerminkan oleh sangat besarnya excess demand maupun excess supply sehingga penawaran kredit tidak selalu sama dengan permintaan kredit. Hal ini salah satunya disebabkan adanya informasi yang tidak simetris dalam pasar kredit. Faktor lain, pasang surut dalam reformasi sistem keuangan, dimana deregulasi sektor perbankan terkadang hasilnya tidak sesuai harapan sehingga perlu dilakukan koreksi melalui reregulasi, juga telah menyebabkan pasar kredit tidak bekerja secara sempurna (imperfect market).
2. 7
Kerangka Pemikiran Pentingnya fungsi intermediasi perbankan menjadi suatu dasar pemikiran
dari penelitian ini. Saat ini di Indonesia adanya kecenderungan terjadi penurunan pertumbuhan kredit dari perbankan. Hal ini tentunya akan menghambat perkembangan sektor riil di Indonesia karena sumber utama pembiayaan sektor
riil di Indonesia berasal dari perbankan. Oleh karena itu penting untuk menganalisis fungsi intermediasi perbankan di Indonesia. Salah satu cara untuk melihat fenomena intermediasi perbankan adalah melihat gap antara nilai pengajuan dan nilai realisasi kredit, hal ini dikarenakan kredit yang disalurkan perbankan merupakan hasil transaksi antara supply (bank) dan demand (debitur), yakni debitur mengajukan kredit dan bank merealisasikan nilai pengajuan kredit. Gap antara nilai pengajuan dan nilai realisasi kredit tersebut dapat dipersentasekan menjadi persentase kredit yang tidak terealisasi. Oleh
karena
itu
penelitian
ini
akan
menganalisis
faktor–faktor
yang
mempengaruhi persentase kredit yang tidak terealisasi tersebut melalui studi kasus Bank “X” di wilayah Bandung. Berikut kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada gambar 2.2.
Sektor riil
Biaya
Perbankan
Lembaga intermediasi antara debitur dan kreditur
Intermediasi : penyaluran kredit
Kredit untuk sektor riil rendah
Transaksi supply dan demand
Gap antara nilai pengajuan dan nilai realisasi kredit
Persentase kredit yang tidak terealisasi
Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi persentase kredit yang tidak terealisasi Gambar 2.2 Bagan Kerangka Pemikiran
III. METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari Bank Indonesia (BI) dan Bank ”X". Penelitian ini berdasarkan data jumlah debitur sebanyak 314 orang dengan periode antara tahun 1995-2007 sedangkan data yang diolah dalam penelitian terlihat pada tabel 3.1. Tabel 3.1 Data, Satuan, Simbol dan Sumber Data Variabel Satuan Simbol Nilai pengajuan Nilai realisasi Suku bunga pinjaman Jangka waktu pinjaman Waktu pencairan Nilai jaminan Sektor Pengalaman kredit Pengalaman usaha
Jutaan rupiah Jutaan rupiah Persen (%) Bulan Hari Jutaan rupiah Kali Tahun
Pn Rl Sb Jw Wp Nj Sk Pk Pb
Sumber Data Bank “X” Bank “X” Bank “X” Bank “X” Bank “X” Bank “X” Bank “X” Bank “X” Bank “X”
3.2. Metode Analisis Data Metode analisis yang digunakan adalah metode statistika deskriptif dan analisis inferensia. Juanda (2003) menjelaskan bahwa metode statistika deskriptif terdiri atas metode-metode yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian data-data untuk menyarikan dan menyajikan informasi di dalam suatu kumpulan data supaya mudah diinterpretasi. Analisis inferensia menggunakan model analisis regresi berganda dengan metode OLS (Ordinary Least Square). Data tersebut diolah dengan perangkat lunak (software) Minitab 14, SPSS 13.0 for Windows dan Microsoft Exel 2007.
3.2.1. Diagram Pencar (Scatter Plot) Mason dan Lind (1999) menjelaskan bahwa langkah awal yang sangat bermanfaat dalam melihat hubungan antara dua variabel adalah menampilkan informasi data ke dalam bentuk diagram pencar (scatter plot). Diagram pencar adalah suatu diagram yang menggambarkan hubungan antara dua variabel yang diamati. Variabel tak bebas adalah variabel yang diperkirakan atau diduga nilainya, sedangkan variabel tak bebas adalah variabel yang mendasari pendugaan, variabel ini merupakan variabel penduga. 3.2.2. Koefisien Korelasi Pearson Analisis korelasi adalah sekumpulan teknik statistika yang digunakan untuk mengukur keeratan hubungan (korelasi) antara dua variabel. Fungsi utama analisis korelasi adalah untuk menentukan seberapa erat hubungan antara dua variabel. Salah satu ukuran yang yang menyatakan keeratan hubungan adalah koefisien korelasi. Koefisien korelasi ini bernilai -1 sampai dengan +1. Koefisien korelasi Pearson digunakan untuk mengetahui derajat keeratan dua variabel yang memiliki skala ukur interval, dilambangkan dengan r. Koefisien dapat diasumsikan sebagai sembarang nilai dalam selang tertutup -1,00 sampai +1,00. Koefisien korelasi -1,00 atau +1,00 menunjukan korelasi sempurna. Jika secara mutlak tidak ada hubungan antara dua gugus variabel, r sama dengan nol. 3.2.3. Diagram Kotak Garis (Boxplot) Eksplorasi data sangat penting dilakukan dalam analisis deskriptif. Hal ini untuk berupaya menelusuri dan mengungkapkan struktur dan pola data (Juanda, 2007).
Juanda (2003) menjelaskan bahwa penyarian data dengan metode pendekatan eksplorasi salah satunya yaitu dengan membagi data yang telah diurutkan menjadi empat bagian yang kurang lebih sama banyaknya. Nilai-nilai yang membagi gugus data menjadi empat bagian yang sama besar disebut kuartil. Kuartil ini merupakan ukuran lokasi pemusatan juga yang menunjukan lokasi sebagian data relatif terhadap keseluruhan data. Dengan membagi empat bagian, berarti ada lima nilai pembatasnya, yaitu nilai terkecil (k), kuartil (K1), kuartil 2 (K2) atau median kuartil 3 (K3) dan nilai terbesar (b). Kelima nilai ini disebut Ringkasan 5 Angka. 25 % K
25% K1
25%
K2=Median
25% K3
b
Kuartil 1 (K1) adalah suatu nilai yang membagi kumpulan data di bagian bawah median (Me) menjadi dua bagian yang sama banyaknya, sehingga seperempat atau 25% dari data keseluruhan akan mempunyai nilai yang lebih kecil dari nilai K1 tersebut, sedangkan nilai yang membagi kumpulan data disebelah atas median menjadi dua bagian yang sama banyaknya disebut kuartil 3 atau K3. Hasil penyarian data berupa Ringkasan 5 Angka ini dapat disajikan dalam bentuk gambar di bawah ini yang disebut diagram Kotak-Garis (box-and-whiskerplot) atau box-plot
k
K1
Me
K3
b
Dalam diagram Kotak-Garis, kotak mencerminkan gambaran dari 50% data yang terletak di bagian tengah, sedangkan garis yang mencuat keluar dari kotak tersebut menggambarkan cakupan dari 25% data yang berada di ujung kumpulan data. Gambar kotak ini dibatasi oleh nilai K1 dan K3, sedangkan nilai median ditunjukan dengan garis di dalam kotak tersebut. Jika data memiliki sebaran simetrik atau stangkup maka Me = (K3+K1)/2=(k+b)/2. Bentuk dari diagram kotak-garis memberikan banyak informasi tentang sebaran data. Diagram kotak-garis tidak hanya memberikan informasi tentang nilai tengah, tetapi lebar kotak juga memberikan informasi apakah nilai-nilai data sangat berdekatan atau sangat menyebar (informasi tentang keragaman data). Diagram kotak-garis juga memberikan informasi tentang bentuk sebaran nilainilai data tersebut.
Penyebaran dari nilai-nilai yang di tengah (50% dari data)
3.3
Penyebaran dari nilai-nilai yang di ujung
Model Regresi Berganda Model regresi berganda adalah model regresi yang melibatkan penggunaan
lebih dari satu variabel bebas dalam memprediksi variabel terikat. Pertama dalam penelitian ini dilakukan analisis regresi secara terpisah antara wilayah Bandung, cabang Sukabumi, cabang Cirebon dan cabang Cimahi. Analisis regresi secara
terpisah ini dilakukan untuk mengkaji apakah pengaruh dari masing-masing variabel sama atau berbeda untuk yang signifikan. Oleh karena itu jika hasil memperlihatkan masing-masing variabel memiliki pengaruh yang sama untuk yang signifikan diantara analisis regresi yang terpisah maka analisis yang digunakan adalah analisis gabungan antara cabang Sukabumi, cabang Cirebon dan cabang Cimahi yang ditambah variabel dummy. Secara matematis ditulis sebagai berikut: Yi = b0 + b1X1 + b2X2 + …+ biXi + ciDi + ei Dimana: Yi = persentase kredit yang tidak terealisasi Xi = sejumlah faktor-faktor yang diduga mempengaruhi persentase kredit yang tidak terealisasi Di = dummy yang diduga mempengaruhi persentase kredit yang tidak terealisasi bo = konstanta bi = nilai koefisien variabel bebas ke i ci = nilai koefisien variabel dummy ke i e1 = error term Kemungkinan
hasil
yang
kedua
yaitu
masing-masing
variabel
memperlihatkan pengaruh yang berbeda untuk yang signifikan diantara analisis regresi yang terpisah, maka analisis dapat digunakan dengan dua alternatif cara. Pertama dengan menganalisis regresi yang terpisah-pisah tersebut. Kedua adalah dengan menggabungkan analisis regresi setiap cabang wilayah ditambah dummy interaksi (Juanda, 2007).
3.3.1. Model Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persentase Kredit yang Tidak Terealisasi Analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi persentase kredit yang tidak terealisasi dilakukan dengan analisis regresi berganda. Model populasi regresi linier berganda adalah sebagai berikut (Siagian dan Sugiarto, 2006): Y = α + β1X1 + β2X2 + … + βnXn + εi dengan, X1, X2, …, Xn adalah himpunan variabel kontrol (variabel independen) α dan βi adalah parameter yang nilainya tidak diketahui sehingga diduga menggunakan statistik sampel, sedangkan εi adalah komponen sisaan yang tidak diketahui nilainya (acak). Model populasi regresi berganda ini diduga dengan menggunakan metode kuadrat terkecil (Least square method). Prinsip metode kuadrat terkecil adalah meminimumkan selisih kuadrat antara Y-observasi dan Y-dugaan. Model sampel linier sederhananya adalah: Y = a + b1X1 + b2X2 + …. + bnXn dengan, Y = variabel tak bebas Xi = variabel bebas a = penduga bagi α intersep (titik potong) b1 = penduga bagi βi Pada penelitian ini variabel terikat yang ingin diketahui adalah persentase kredit yang tidak terealisasi, sedangkan faktor-faktor yang diduga mempengaruhi
diantaranya adalah nilai pengajuan (X1), suku bunga (X2), jangka waktu peminjaman (X3), waktu pencairan kredit (X4), nilai jaminan (X5), pengalaman usaha (X6) dan empat variabel dummy yaitu pengalaman kredit (X7) (X=1, untuk debitur yang memiliki pengalaman kredit , X=0, untuk debitur yang tidak memiliki pengalaman kredit), sektor usaha (X8) (X=1, untuk sektor pertanian, X=0, untuk sektor non pertanian), lokasi Sukabumi (X9) (X=1, untuk debitur berlokasi di Sukabumi, X=0, untuk debitur di luar lokasi Sukabumi) dan lokasi Cirebon (X10) (X=1, untuk debitur berlokasi di Cirebon, X=0, untuk debitur di luar lokasi Cirebon). Persentase kredit yang tidak terealisasi dipengaruhi oleh beberapa faktor (Xi) yang dapat dirumuskan ke dalam suatu fungsi persentase kredit yang tidak terealisasi, secara matematis fungsi persentase kredit yang tidak terealisasi dapat ditulis sebagai berikut: Y= f(Xi) dimana: Y = persentase kredit yang tidak terealisasi X = sejumlah faktor-faktor yang diduga mempengaruhi persentase kredit yang tidak terealisasi tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi persentase kredit yang tidak terealisasi secara matematis ditulis sebagai berikut: Yi = f(X1, X2, X3,…X10) dari persamaan tersebut diatas dapat dijabarkan:
Yi = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + c1X7 + c2X8 + c3X9 + c4X10 + e1 Dimana: Yi = persentase kredit yang tidak terealisasi (persen) X1 = nilai pengajuan kredit (jutaan rupiah) X2 = suku bunga (persen) X3 = jangka waktu peminjaman (bulan) X4 = waktu pencairan kredit (hari) X5 = nilai jaminan (jutaan rupiah) X6 = pengalaman usaha (tahun) X7 = pengalaman kredit (merupakan variabel dummy, X7=1, untuk debitur memiliki pengalaman kredit, X7=0, untuk debitur tidak memiliki pengalaman kredit) X8 = sektor usaha (merupakan variabel dummy, X8=1 untuk sektor pertanian dan X8=0 untuk sektor non pertanian) X9 = debitur lokasi Sukabumi (merupakan variabel dummy, X9=1, untuk debitur berlokasi di Sukabumi, X9=0, untuk debitur di luar lokasi Sukabumi) X10 = debitur lokasi Cirebon (merupakan variabel dummy, X10=1, untuk debitur berlokasi di Cirebon, X10=0, untuk debitur di luar lokasi Cirebon) a = konstanta bi = nilai koefisien variabel bebas ke i ci = nilai koefisien variabel dummy ke i e1 = error term
3.3.2. Elastisitas Juanda (2007) menjelaskan bahwa elastisitas mengukur pengaruh 1 persen perubahan dalam peubah bebas X terhadap persentase perubahan peubah respons Y. Secara umum untuk model linear, nilai elastisitas tidak konstan tapi berubah jika diukur pada titik yang berbeda sepanjang garis regresi. Untuk koefisien ke-j, elastisitas dihitung sebagai berikut: ΔY ΔX ΔY X Xj / = ≅ β j Y X ΔX Y Y Nilai-nilai elastisitas tak terbatas dan dapat positif atau negatif. Elastisitas sering E j= η j=
digunakan untuk mengevaluasi relatif pentingnya masing-masing peubah bebas karena bebas satuan.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Fungsi Intermediasi Perbankan Fungsi intermediasi perbankan sangat penting peranannya dalam
perkembangan perekonomian masyarakat. Intermediasi perbankan mampu mengakses modal yang dibutuhkan masyarakat sehingga diharapkan dengan adanya modal maka perkembangan sektor riil semakin berkembang. Perbankan
adalah
pengumpul
dana
masyarakat
yang
idealnya
menyalurkan dananya kembali untuk kepentingan masyarakat pula. Namun akan menjadi masalah jika kegiatan utama bank sebagai lembaga intermediasi semakin berkurang atau tidak berjalan dengan baik yang mengakibatkan penyaluran kredit untuk sektor riil rendah. Untuk melihat bagaimana fenomena intermediasi perbankan salah satunya yaitu dengan melihat gap antara nilai pengajuan kredit dengan nilai realisasinya karena kredit yang disalurkan dari perbankan merupakan hasil transaksi dari supply (perbankan) dan demand (debitur), jika terlihat adanya gap antara nilai pengajuan dan nilai realisasi kredit maka terdapat suatu permasalahan baik itu diakibatkan dari sisi supply (perbankan) maupun dari sisi demand (debitur). Gap antara nilai pengajuan dan nilai realisasi kredit tersebut dapat dipersentasekan menjadi persentase kredit yang tidak terealisasi.
4.2
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persentase Kredit yang Tidak Terealisasi
4.2.1 Hubungan antara Nilai Pengajuan dengan Persentase Kredit yang Tidak Terealisasi Pada gambar 4.1 dapat terlihat hubungan antara nilai pengajuan (X) dengan persentase kredit yang tidak terealisasi (Y) di wilayah Bandung. Hasil dari diagram pencar dan koefisien korelasi Pearson menunjukan bahwa variabel (X) dan (Y) memiliki suatu pola hubungan yang positif yang dapat dilihat dari koefisien korelasi sebesar 0.263 dengan nilai p-value sebesar 0. Artinya bahwa jika salah satu variabel meningkat maka variabel lainnya akan meningkat, namun keeratan hubungan lemah karena nilai korelasi mendekati nol.
r = 0.236 dengan p-value = 0.000 Sumber: Hasil penelitian, data diolah (2008)
Gambar 4.1 Diagram Pencar di Wilayah Bandung antara Nilai Pengajuan dengan Persentase Kredit yang Tidak Terealisasi Lain halnya dengan cabang Sukabumi, pada gambar 4.2 tidak menunjukan adanya suatu hubungan antara nilai pengajuan (X) dengan persentase kredit yang tidak terealisasi (Y) yang terlihat dari nilai p-value sebesar 0.165 dan koefisien
korelasi sebesar 0.127, yang artinya bahwa p-value > α atau 0.165 > 0.05, sehingga p-value jatuh diluar daerah α yang artinya keeratan hubungan antara persentase kredit yang tidak terealisasi dengan nilai pengajuan lemah dan hubungannya tidak signifikan.
r = 0.127 dengan p-value = 0.160 Sumber: Hasil penelitian, data diolah (2008)
Gambar 4.2 Diagram Pencar di Cabang Sukabumi antara Nilai Pengajuan dengan Persentase Kredit yang Tidak Terealisasi Pada cabang Cirebon yaitu pada gambar 4.3 terlihat adanya hubungan antara nilai pengajuan (X) dengan persentase kredit yang tidak terealisasi (Y). Hal ini terlihat dari koefisien korelasi sebesar 0.313 dengan p-value sebesar 0. Artinya bahwa jika salah satu variabel meningkat maka variabel lainnya akan meningkat, namun keeratan hubungan lemah karena nilai korelasi mendekati nol.
r = 0.313 dengan p-value = 0.000 Sumber: Hasil penelitian, data diolah (2008)
Gambar 4.3 Diagram Pencar di Cabang Cirebon antara Nilai Pengajuan dengan Persentase Kredit yang Tidak Terealisasi Hal yang sama terjadi pada cabang Cimahi dimana hasil pada gambar 4.4 menunjukan adanya suatu hubungan antara nilai pengajuan (X) dengan persentase kredit yang tidak terealisasi (Y), namun keeratan hubungan lemah karena koefisien korelasi sebesar 0.269 mendekati nol dengan p-value 0.036. Hasil diagram pencar di cabang Cimahi sama hasilnya dengan wilayah Bandung dan cabang Cirebon yaitu dimana ketika nilai pengajuan meningkat maka persentase kredit yang tidak terealisasi akan meningkat dan keeratan hubungan antara persentase kredit yang tidak terealisasi dengan nilai pengajuan tersebut lemah karena koefisien korelasi mendekati nol.
r = 0.269 dengan p-value = 0.036 Sumber: Hasil penelitian, data diolah (2008)
Gambar 4.4 Diagram Pencar di Cabang Cimahi antara Nilai Pengajuan dengan Persentase Kredit yang Tidak Terealisasi Keseluruhan hasil diagram pencar dan koefisien korelasi Pearson menunjukan bahwa pada wilayah Bandung yaitu merupakan gabungan dari semua cabang, kemudian cabang Cirebon dan cabang Cimahi adanya suatu hubungan antara persentase kredit yang tidak terealisasi dengan nilai pengajuan kredit namun keeeratan hubungan lemah karena nilai koefisien mendekati nol, sedangkan untuk cabang Sukabumi hubungan antara persentase kredit yang tidak terealisasi dengan nilai pengajuan tidak signifikan. Hubungan yang lemah antara persentase kredit yang tidak terealisasi dengan nilai pengajuan di wilayah Bandung, cabang Cirebon dan cabang Cimahi atau bahkan adanya hubungan yang tidak signifikan yang ditunjukan di cabang Sukabumi disebabkan karena besar kecilnya suatu nilai pengajuan adalah bukan faktor yang utama untuk menilai suatu kelayakan realisasi kredit.
4.2.2 Distribusi Persentase Kredit yang Tidak Terealisasi Berdasarkan Suku Bunga Suku bunga merupakan return yang dapat diambil perbankan dalam memberikan kredit, jika suku bunga tinggi maka bank semakin mendapatkan keuntungan. Selain itu suku bunga juga dapat menjadi kompensasi ketika risiko penyaluran kredit tinggi misalnya untuk kredit jangka panjang suku bunga lebih tinggi hal ini umtuk meminimalisasi risiko penyaluran kredit di masa mendatang. Pada gambar 4.5 dapat terlihat bahwa garis horizontal merupakan beberapa kategori suku bunga, diantaranya <0,015 persen, 0,015- <0,019 persen, 0,019-<0,020 persen dan ≥0,020 persen. sedangkan garis vertikal merupakan persentase kredit yang tidak terealisasi. Berdasarkan gambar 4.5 dapat terlihat bahwa suku bunga semakin tinggi maka persentase kredit yang tidak terealisasi semakin rendah. Hal ini terlihat dari nilai median yang merupakan garis tengah di dalam kotak dari kategori suku bunga yang paling tingggi lebih rendah nilai mediannya dibandingkan kategori suku bunga lainnya, selain itu dapat dilihat juga dari penurunan kotak-garis yang memperlihatkan keragaman data. Namun di cabang Cirebon terlihat bahwa suku bunga yang paling rendah justru persentase kredit yang tidak terealisasi paling rendah. Hal ini disebabkan suku bunga bukan satu-satunya indikator untuk menentukan besarnya realisasi. Jika suku bunga rendah tetapi tingkat kemacetan pembayaran tinggi maka tentu saja itu sangat merugikan, maka tingkat suku bunga itu sendiri ditentukan juga oleh faktor risiko kredit, jenis kredit yang disalurkan dan volume kredit. Selain itu faktor loyalitas bank terhadap debitur lama dapat menjadi salah satu alasan bank merealisasikan nilai pengajuan lebih besar meskipun suku bunga rendah.
Sumber: Hasil penelitian, data diolah (2008) Gambar 4.5 Distribusi Persentase Kredit yang Tidak Terealisasi Berdasarkan Suku Bunga
4.2.3 Distribusi Persentase Kredit yang Tidak Terealisasi Berdasarkan Jangka Waktu Peminjaman Jangka waktu merupakan masa pengembalian kredit yang disepakati. Jangka waktu peminjaman tergantung dari jenis penggunaan kredit. Jangka waktu pendek biasanya digunakan untuk keperluan modal kerja, sedangkan jangka waktu menengah dan panjang biasanya digunakan untuk investasi namun dalam beberapa kasus kredit investasi merupakan pinjaman jangka pendek. Pada gambar 4.6 dapat terlihat bahwa garis horizontal merupakan beberapa kategori jangka waktu peminjaman, diantaranya ≤12 bulan, >12-≤18 bulan dan >18 bulan, sedangkan garis vertikal merupakan persentase kredit yang tidak terealisasi. Berdasarkan gambar 4.6 dapat terlihat bahwa jangka waktu peminjaman paling lama maka persentase kredit yang tidak terealisasi semakin rendah. Hal ini terlihat dari nilai median yang merupakan garis tengah di dalam kotak dari kategori jangka waktu peminjaman yang paling lama lebih rendah nilai mediannya dibandingkan kategori jangka waktu lainnya, selain itu dapat dilihat juga dari penurunan kotak-garis yang memperlihatkan keragaman data. Pada cabang Cirebon terlihat bahwa setiap kategori jangka waktu memperlihatkan nilai median yang hampir sama tetapi diagram kotak garis cenderung menurun. Secara keseluruhan memperlihatkan bahwa jangka waktu yang lama adalah yang paling baik nilai realisasi kreditnya, namun jangka waktu bukan hanya dipengaruhi jenis penggunaan kreditnya. Tetapi jangka waktu peminjaman itu sendiri mempengaruhi tingkat suku bunga. Jika jangka waktu lebih lama maka tingkat suku bunga akan tinggi hal ini disebabkan besarnya kemungkinan risiko di masa yang akan datang sehingga return yang didapatkan bank semakin tinggi.
Sumber: Hasil penelitian, data diolah (2008) Gambar 4.6 Distribusi Persentase Kredit yang Tidak Terealisasi Berdasarkan Jangka Waktu Peminjaman
4.2.4 Distribusi Persentase Kredit yang Tidak Terealisasi Berdasarkan Waktu Pencairan Kredit Waktu pencairan kredit berkaitan dengan persyaratan perjanjian kredit. Pencairan kredit yang diminta oleh debitur akan dilakukan jika debitur itu sendiri memenuhi berbagai persyaratan yang tertuang dalam perjanjian kredit. Oleh karena itu dalam hal ini jika waktu pencairan kredit cepat atau waktunya pendek maka dapat dikatakan debitur mampu untuk menyerahkan persyaratan dengan cepat atau tidak terdapat permasalahan dalam pengajuan kredit, hal ini tentu saja akan mempengaruhi nilai realisasi kredit. Pada gambar 4.7 dapat terlihat bahwa garis horizontal merupakan beberapa kategori waktu pencairan kredit, diantaranya <2 hari, 2-<3hari, 3-<5hari dan ≥5 hari, sedangkan garis vertikal merupakan persentase kredit yang tidak terealisasi. Berdasarkan gambar 4.7 dapat terlihat bahwa keseluruhan wilayah Bandung waktu pencairan kredit paling pendek maka persentase kredit yang tidak terealisasi semakin rendah. Hal ini terlihat dari nilai median yang merupakan garis tengah di dalam kotak dari kategori waktu pencairan paling pendek lebih rendah nilai mediannya dibandingkan kategori waktu pencairan lainnya, selain itu dapat dilihat juga dari penurunan kotak-garis yang memperlihatkan keragaman data. Persyaratan kredit itu sendiri sangat memerlukan kerjasama dari pihak debitur, karena persyaratan kredit sangat membutuhkan dokumen yang sesuai dengan kebutuhan pencairan kredit. Namun pihak bank juga harus menjelaskan prosedur pencarian kredit dengan baik karena hal ini juga dapat menyebabkan lambatnya pencairan kredit, sedangkan untuk penarikan kredit dalam beberapa kasus disesuaikan dengan jadwal suatu proyek atau kegiatan berlangsung.
Sumber: Hasil penelitian, data diolah (2008) Gambar 4.7 Distribusi Persentase Kredit yang Tidak Terealisasi Berdasarkan Waktu Pencairan
4.2.5 Distribusi Persentase Kredit yang Tidak Terealisasi Berdasarkan Nilai Jaminan Agunan merupakan barang-barang jaminan yang diserahkan oleh debitur sebagai jaminan atas kredit yang dapat diterima. Tentu saja barang agunan tersebut memiliki nilai yang disebut nilai jaminan. Nilai jaminan merupakan collateral yang harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum permohonan kredit disetujui atau dicairkan. Nilai jaminan itu sendiri dipengaruhi oleh besarnya nilai pengajuan kredit dan risiko kredit. Pada gambar 4.8 dapat terlihat bahwa garis horizontal merupakan beberapa kategori nilai jaminan, diantaranya
Contohnya saja di wilayah Bandung nilai jaminan yang paling rendah justru paling rendah persentase kredit yang tidak teralisasinya yang diperlihatkan oleh nilai median yang paling rendah. Hal ini dapat disebabkan kategori nilai jaminan yang tinggi terlibat kredit macet sehingga risiko kredit tinggi dan tentu saja persentase kredit yang tidak terealisasinya tinggi. Contoh lain diperlihatkan pada cabang Sukabumi dimana nilai jaminan yang paling tinggi justru persentase kredit yang tidak terealisasinya tinggi. Pertama hal ini dapat disebabkan karena nilai pengajuan yang tinggi maka risiko penyaluran kredit juga tinggi, kedua berdasarkan status debitur itu sendiri jika debitur baru yang paling banyak mengajukan nilai pengajuan yang jumlahnya tinggi sehingga nilai jaminannya tinggi maka persentase tidak terealisasi pun semakin tinggi. Hal ini diakibatkan bank belum mengetahui character debitur baru dengan baik sehingga risiko kredit lebih tinggi. Menurut Jusuf (2003), bank diwajibkan membentuk sejumlah dana cadangan untuk menjaga kemungkinan kerugian yang timbul dari kredit yang disalurkan. Semakin bermasalah status kredit, maka semakin besar pula cadangan yang harus dibentuk. Untuk kredit dengan status macet, bank diwajibkan mencadangkan dana sebesar 100 persen dari kredit yang disalurkan setelah dikurangi agunan yang diberikan. Oleh karena itu nilai jaminan berpengaruh dalam merealisasikan nilai pengajuan kredit namun dalam hal ini pihak bank pun menilai faktor lain yang dapat merugikan pihak bank meskipun nilai jaminan tinggi, karena bagaimanapun juga agunan adalah jalan terakhir bagi bank untuk mengatasi kredit macet.
Sumber : Hasil penelitian, data diolah (2008) Gambar 4.8 Distribusi Persentase Kredit yang Tidak Terealisasi Berdasarkan Nilai Jaminan
4.2.6 Distribusi Persentase Kredit yang Tidak Terealisasi Berdasarkan Pengalaman Usaha Penilaian terhadap debitur tentu saja mempengaruhi persentase kredit yang tidak terealisasi. Lamanya pengalaman usaha debitur dapat menjadi salah satu ukuran kreditur yang prospektif. Pada gambar 4.9 dapat terlihat bahwa garis horizontal merupakan beberapa kategori pengalaman usaha, diantaranya <10 tahun, 10-<15 tahun, 15-<22 tahun dan ≥22tahun, sedangkan garis vertikal merupakan persentase kredit yang tidak terealisasi. Berdasarkan gambar 4.9 terlihat bahwa semakin lama pengalaman usaha maka persentase kredit yang tidak terealisasi semakin rendah. Hal ini terlihat dari nilai median yang merupakan garis tengah di dalam kotak dari kategori pengalaman usaha paling lama lebih rendah nilai mediannya dibandingkan kategori pengalaman usaha lainnya. Tentunya hal ini berkaitan dengan capacity debitur yang dinilai oleh bank. Penilaian terhadap capacity itu sendiri merupakan penilaian terhadap kemampuan debitur untuk memuhi kewajibannya melunasi kredit yang salah satu ukurannya yaitu kemampuan debitur untuk membangun usahanya. Semakin berpengalaman usaha tentu saja memperlihatkan kemampuan pengelola dalam hal ini debitur yang diharapkan akan mampu juga dalam membayar kewajiban kredit. Oleh karena itu penting untuk memberikan informasi kepada pihak bank mengenai profile debitur agar tidak terjadi asimetrik information yang mengakibatkan kerugian baik bagi pihak bank maupun debitur. Bank itu sendiri sebagai kreditur akan menilai usaha dan dapat membedakan good credit risk dan bad credit risk. Jika suatu usaha dianggap good credit risk maka persentase kredit yang tidak terealisasi akan semakin rendah dan begitupun sebaliknya.
Sumber : Hasil penelitian, data diolah (2008) Gambar 4.9 Distribusi Persentase Kredit yang Tidak Terealisasi Berdasarkan Pengalaman Usaha
4.2.7 Distribusi Persentase Kredit yang Tidak Terealisasi Berdasarkan Pengalaman Kredit Nasabah Bank ”X” dapat dibagi tiga kategori pengalaman kredit. Pertama beginner, yaitu debitur yang baru mendapatkan satu kali pinjaman atau debitur baru. Kedua intermediate, yaitu debitur yang telah menerima dua sampai dengan lima kali pinjaman. Ketiga mature, yaitu debitur yang telah menerima pinjaman lebih dari lima kali. Dengan adanya kategori pengalaman kredit tersebut maka dapat terlihat distribusi persentase kredit yang tidak terealisasi bedasarkan pengalaman kredit. Dari gambar 4.10 dapat terlihat bahwa garis horizontal merupakan kategori pengalaman kredit yang terdiri dari beginner, intermediate dan mature, sedangkan garis vertikal merupakan persentase kredit yang tidak terealisasi. Gambar 4.10 memperlihatkan bahwa semakin berpengalaman maka persentase kredit yang tidak terealisasi semakin rendah. Hal ini terlihat dari nilai median yang merupakan garis tengah di dalam kotak dari kategori mature lebih rendah daripada kategori beginner ataupun intermediate, selain itu dapat dilihat juga dari penurunan kotak-garis yang memperlihatkan keragaman data. Alasan bank merealisasikan nilai pengajuan kreditnya lebih besar untuk kategori intermediate dan mature dibandingkan beginner dikarenakan faktor risiko penyaluran kredit, dimana menyalurkan kredit untuk debitur baru risikonya lebih tinggi dibanding menyalurkan kredit untuk debitur lama. Hal ini dikarenakan pihak bank sudah mengenal debitur lama lebih baik dan mengetahui mana debitur prospektif ataupun yang tidak prospektif.
Alasan lain persentase kredit yang tidak terealisasi lebih rendah untuk debitur lama yaitu seperti diketahui bahwa hal pertama yang dibentuk dalam menjalin suatu hubungan antara bank dengan debitur adalah kepercayaan, sedangkan kepercayaan itu sendiri akan semakin kuat jika hubungan bank dengan debitur berlangsung lebih lama atau berkesinambungan maka hal ini diungguli oleh debitur lama dengan catatan debitur tersebut tidak terlibat kredit macet. Pihak bank juga bertujuan untuk menjalin hubungan yang baik dengan debitur lama yang prospektif atau bentuk loyalitas bank terhadap debitur lama sehingga penyaluran kredit untuk debitur lama akan semakin mudah. Pihak bank itu sendiri tidak menginginkan debitur lama yang prospektif berpindah tempat untuk mencari sumber pembiayaan lain akibat ketidakpuasan dalam nilai realisasi kredit. Oleh karena itu disini akan terjalin hubungan yang saling menguntungkan antara debitur lama dengan pihak bank. Faktor lainnya yaitu bank bertujuan untuk menghindari terjadinya adverse selection, dimana terjadinya kesalahan dalam menyeleksi calon debitur yang prospektif, sehingga penyaluran kredit diutamakan untuk debitur lama. Namun bukan berarti debitur baru tidak prospektif, disini diperlukan adanya kerjasama antara calon debitur dan perbankan, dimana calon debitur dapat memberikan informasi dengan baik begitupun perbankan sebaliknya sehingga terhindar dari adverse selection.
Sumber: Hasil penelitian, data diolah (2008)
Gambar 4.10 Distribusi Persentase Kredit Yang Tidak Terealisasi Berdasarkan Pengalaman Kredit
4.2.8 Distribusi Persentase Kredit yang Tidak Terealisasi Berdasarkan Sektor Usaha Penyaluran kredit untuk sektor riil tentunya bukan tanpa perhitungan. Pada gambar 4.11 dapat terlihat bahwa garis horizontal merupakan beberapa kategori sektor usaha, diantaranya pertanian, perikanan, peternakan, industri manufaktur, industri kerajinan, jasa dan konsumsi untuk golongan berpendapatan tetap, sedangkan garis vertikal merupakan persentase kredit yang tidak terealisasi. Berdasarkan gambar 4.11 terlihat bahwa di wilayah Bandung yang terdiri dari cabang Sukabumi, cabang Cirebon dan cabang Cimahi memperlihatkan sektor yang paling rendah persentase kredit yang tidak terealisasi adalah sektor pertanian. Hal ini terlihat dari nilai median yang merupakan garis tengah di dalam kotak dari kategori sektor pertanian lebih rendah nilai mediannya dibandingkan kategori sektor usaha lainnya. Namun untuk cabang Sukabumi persentase kredit yang tidak terealisasinya paling rendah terdapat pada sektor jasa, sedangkan pada cabang Cimahi selain sektor pertanian, sektor perikanan dan sektor konsumsi (golongan berpendapatan tetap) terealisasi cukup baik. Penyaluran kredit untuk sektor riil tergantung iklim usaha di setiap sektor ataupun sektor unggulan di setiap lokasi. Penyaluran kredit di wilayah Bandung terealisasi baik untuk sektor pertanian dan ini merupakan suatu hal yang baik karena sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor yang mampu menyerap tenaga kerja dengan besar dan sebagian masyarakat di Indonesia berkecimpung pada sektor pertanian. Adanya akses modal yang berjalan dengan baik maka diharapkan perkembangan sektor pertanian ikut meningkat.
Sumber: Hasil penelitian, data diolah (2008)
Gambar 4.11 Distribusi Persentase Kredit Yang Tidak Terealisasi Berdasarkan Sektor Usaha
4.2.9 Distribusi Persentase Kredit yang Tidak Terealisasi Berdasarkan Cabang Wilayah Intermediasi perbankan di setiap wilayah tentu berbeda-beda. Jika iklim investasi atau prospek kredit baik maka persentase kredit yang tidak terealisasi pun semakin rendah begitupun sebaliknya. Pada gambar 4.12 dapat terlihat bahwa Cabang Cimahi adalah cabang yang paling banyak terealisasi nilai pengajuan kreditnya jika dilihat dari mediannya yang merupakan garis tengah di dalam kotak dari kategori cabang Cimahi lebih rendah nilai mediannya dibandingkan kategori cabang lainnya.
Sumber : Hasil penelitian, data diolah (2008)
Gambar 4.12 Distribusi Persentase Kredit yang Tidak Terealisasi Berdasarkan Cabang Wilayah
4.3
Analisis Regresi Model Persentase Kredit yang Tidak Terealisasi di Wilayah Bandung Hasil analisis model regresi secara terpisah antara cabang Sukabumi,
cabang Cirebon dan cabang Cimahi dapat dilihat di lampiran 2, lampiran 3 dan lampiran 4. Hasil menunjukan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap persentase kredit yang tidak terealisasi adalah nilai pengajuan, jangka waktu peminjaman, nilai jaminan dan pengaruhnya sama saja untuk masingmasing cabang sehingga analisis regresi yang digunakan adalah analisis model regresi gabungan antara cabang Sukabumi, cabang Cirebon dan cabang Cimahi yang ditambah dengan variabel dummy. Hasil analisis model regresi persentase kredit yang tidak terealisasi dengan metode OLS (ordinary least square) diperoleh persamaan sebagai berikut: Y = 0,386 + 6,690 X1 – 3,679 X2 – 0,006 X3 + 0,002 X4 - 8,741 X5 – 0,001 X6 – 0,037 X7 – 0,43 X8 + 0,022 X9 – 0,01X10 dimana: Y
= Persentase kredit yang tidak terealisasi (persen)
X1 = Nilai pengajuan (jutaan rupiah) X2 = Suku bunga (persen) X3 = Jangka waktu peminjaman (bulan) X4 = Waktu pencairan kredit (hari) X5 = Nilai jaminan (jutaan rupiah) X6 = Pengalaman usaha (tahun)
X7 = Pengalaman kredit (merupakan variabel dummy, X7=1, untuk debitur memiliki pengalaman kredit , X7=0, untuk debitur tidak memiliki pengalaman kredit) X8 = Sektor usaha (merupakan variabel dummy, X8=1 untuk sektor pertanian dan X8=0 untuk sektor non pertanian) X9 = Debitur lokasi Sukabumi (merupakan variabel dummy, X9=1, untuk debitur yang berlokasi di Sukabumi, X9=0, untuk debitur diluar lokasi Sukabumi) X10 = Debitur lokasi Cirebon (merupakan variabel dummy, X10=1, untuk debitur lokasi Cirebon, X10=0, untuk debitur diluar lokasi Cirebon) Tabel 4.1 Hasil Analisis Model Regresi Linier Berganda yang Tidak Terealisasi di Wilayah Bandung Variabel Koefisien Elastisitas Konstanta 0,386 Nilai pengajuan (X1) 6,690 0,314 Suku bunga (X2) - 3,679 -0,308 Jangka waktu peminjaman (X3) - 0,006 -0,432 Waktu pencairan (X4) 0,002 0,028 Nilai jaminan (X5) - 8,741 -0,132 Pengalaman usaha (X6) - 0,001 -0,100 Pengalaman kredit (X7) - 0,037 -0,120 Sektor usaha (X8) - 0,43 -0,074 Debitur lokasi sukabumi (X9) 0,022 0,041 Debitur lokasi Cirebon (X10) - 0,01 -0,001 ANOVA R-sq= 10,9% R-sq (adj) = 0,80% F-hit= 3,715 Sig= 0,000
Persentase Kredit Sig 0,000 0,000 0,387 0,014 0,656 0,018 0,375 0,198 0,091 0,505 0,983
VIF 1,238 1,146 1,146 1,088 1,116 1,146 1,181 1,060 1,930 1,991
Ket: nyata pada selang kepercayaan 95 persen Sumber: Hasil penelitian, data diolah (2008)
4.3.1
Identifikasi Pengaruh Masing-Masing Persentase Kredit yang Tidak Terealisasi
4.3.1.1
Nilai pengajuan (X1)
Variabel
Terhadap
Nilai pengajuan memiliki nilai elastisitas sebesar 0,314. Artinya bahwa peningkatan nilai pengajuan sebesar satu persen maka persentase kredit yang tidak terealisasi akan bertambah sebesar 0,314 persen. Hasil dari analisis model regresi ini sesuai dengan hasil deskriptif yang menunjukan bahwa semakin besar nilai pengajuan maka semakin besar persentase kredit yang tidak terealisasi. Hal ini dapat disebabkan tingginya nilai pengajuan maka risiko penyaluran kredit akan tinggi dan risiko kemacetan juga tinggi karena kewajiban pembayaran lebih besar dari nilai pengajuan yang lebih sedikit. Oleh karena itu bank
dengan
prinsip
kehati-hatiannya
akan
lebih
berhati-hati
dalam
merealisasikan nilai pengajuan yang jumlahnya tinggi. Risiko kredit ini juga dapat terkait dengan profile debitur yang mengajukan kredit dan sektor usaha kredit yang disalurkan. 4.3.1.2
Suku bunga (X2) Variabel suku bunga memiliki nilai elastisitas sebesar -0,308. Elastisitas
suku bunga yang negatif memperlihatkan bahwa setiap kenaikan suku bunga satu persen maka akan menurunkan persentase kredit yang tidak terealisasi sebesar 0,308 persen. Hasil dari analisis model regresi ini sesuai dengan analisis deskriptif yang memperlihatkan bahwa semakin tinggi suku bunga maka persentase kredit yang tidak terealisasi semakin rendah. Hal ini disebabkan karena return yang didapatkan perbankan lebih tinggi dan risiko kredit dapat dikompensasi dengan semakin tingginya tingkat bunga sehingga nilai realisasi kredit semakin besar. 4.3.1.3 Jangka waktu peminjaman (X3)
Berdasarkan perhitungan nilai elastisitas diketahui bahwa variabel jangka waktu peminjaman memiliki nilai elastisitas negatif sebesar -0,432. Artinya bahwa bertambahnya jangka waktu peminjaman satu persen menyebabkan berkurangnya persentase kredit yang tidak terealisasi sebesar 0,432 persen. Hasil analisis model regresi memiliki hasil yang sama dengan analisis deskriptif bahwa semakin lama jangka waktu peminjaman maka persentase kredit yang tidak terealisasi semakin rendah. Hal ini disebabkan dengan semakin lama jangka waktu peminjaman maka semakin tinggi suku bunga sehingga return yang didapatkan bank lebih besar dan semakin terealisasi nilai kreditnya. 4.3.1.4
Waktu pencairan (X4) Waktu pencairan memiliki nilai elastisitas positif sebesar 0,028. Artinya
jika terjadi peningkatan waktu pencairan sebesar satu persen maka persentase kredit yang tidak terealisasi akan bertambah sebesar 0,028 persen. Hasil analisis model regresi sama dengan hasil deskriptif bahwa semakin lama waktu pencairan maka semakin besar persentase kredit yang tidak terealisasi. Waktu pencairan mencerminkan waktu yang dibutuhkan dalam proses pengajuan kredit. Semakin lama waktu pencarian kredit maka mencerminkan adanya persyaratan kredit yang sulit dipenuhi sehingga pihak bank memandang debitur kurang bankable dan risiko kredit juga lebih tinggi akibatnya persentase kredit yang tidak terealisasi semakin besar. 4.3.1.5
Nilai jaminan (X5) Nilai jaminan memiliki nilai elastisitas negatif sebesar -0,132. Artinya
jika terjadi peningkatan nilai jaminan sebesar satu persen maka akan menurunkan
persentase kredit yang tidak terealisasi
sebesar 0,132 persen. Hal ini sesuai
dengan deskriptif yang menunjukan bahwa semakin tinggi nilai jaminan maka persentase kredit yang tidak terealisasi semakin rendah. Hal ini disebabkan jaminan merupakan salah satu persyaratan dalam mengajukan kredit. Adanya jaminan atau agunan dapat meminimalisasi risiko kredit dari bank yang disalurkan untuk debitur. Oleh karena itu semakin tinggi nilai jaminan, risiko penyaluran kredit semakin rendah dan persentase kredit yang tidak terealisasi pun akan semakin rendah. 4.3.1.6
Pengalaman usaha (X6) Berdasarkan perhitungan nilai elastisitas diketahui bahwa variabel
pengalaman usaha memiliki nilai elastisitas negatif sebesar -0,100 artinya setiap kenaikan pengalaman usaha sebesar satu persen maka persentase kredit yang tidak terealisasi turun sebesar 0,100 persen. Hal ini sesuai dengan deskriptif yang menunjukan bahwa semakin berpengalaman dalam berusaha maka semakin rendah persentase kredit yang tidak terealisasi. Hal ini dikarenakan jika pengalaman usaha debitur semakin lama maka menunjukan capacity seorang debitur yang mampu menjalankan usaha dengan berbagai pengalamannnya sehingga diharapkan kemampuan membayar kewajiban kepada pihak bank juga semakin tinggi maka persentase kredit yang tidak terealisasi pun semakin rendah. 4.3.1.7
Pengalaman Kredit (X7) Nilai koefisien untuk variabel dummy pengalaman kredit mempunyai
nilai negatif yaitu -0,037. Artinya bahwa rata-rata perbedaan persentase kredit
yang tidak terealisasi antara debitur yang berpengalaman kredit dengan debitur yang tidak berpengalaman kredit sebesar 0,037. Nilai koefisien negatif memperlihatkan bahwa debitur yang berpengalaman kredit lebih rendah persentase kredit yang tidak terealisasinya dibandingkan debitur yang tidak berpengalaman kredit. Hal ini sesuai dengan hasil deskriptif yang memperlihatkan bahwa semakin berpengalaman kredit maka semakin rendah persentase kredit yang tidak terealisasi. Hal ini dikarenakan bank sudah mengetahui character debitur lama dibanding debitur baru sehingga menyalurkan kredit untuk debitur lama risikonya lebih rendah dibandingkan debitur baru maka persentase kredit yang tidak terealisasi lebih rendah untuk debitur lama. 4.3.1.8
Sektor Usaha (X8) Nilai koefisien untuk variabel dummy sektor usaha mempunyai nilai
negatif yaitu -0,043. Artinya bahwa rata-rata perbedaan persentase kredit yang tidak terealisasi antara sektor usaha pertanian dengan non pertanian sebesar 0,043. Nilai koefisien negatif memperlihatkan bahwa sektor pertanian lebih rendah persentase kredit yang tidak terealisasinya dibandingkan sektor non pertanian. Analisis model regresi ini sesuai dengan analisis deskriptif, hal ini dapat disebabkan bahwa sektor pertanian di wilayah Bandung merupakan sektor unggulan yang iklim usahanya cukup baik sehingga persentase kredit yang tidak terealisasi semakin rendah dibandingkan sektor lain. 4.3.1.9
Lokasi Sukabumi (X9)
Nilai koefisien untuk variabel dummy lokasi Sukabumi benilai 0,022. Artinya bahwa rata-rata perbedaan persentase kredit yang tidak terealisasi antara debitur yang berlokasi di Sukabumi dengan debitur yang berlokasi di Cimahi adalah sebesar 0,022. Koefisien ini bernilai positif yang artinya bahwa debitur yang berlokasi di Sukabumi persentase kredit yang tidak terealisasinya lebih tinggi dibandingkan dengan debitur yang berlokasi di Cimahi. Hal ini sesuai dengan analisis deskriptif yang memperlihatkan bahwa persentase kredit yang tidak terealisasinya rendah berada di daerah Cimahi yang dilihat dari nilai mediannya. Hal ini dapat disebabkan debitur di Cimahi lebih bankable dibandingkan debitur di Sukabumi. 4.3.1.10 Lokasi Cirebon (X10) Nilai koefisien untuk variabel dummy lokasi Cirebon bernilai -0,001. Artinya bahwa rata-rata perbedaan persentase kredit yang tidak terealisasi antara debitur yang berlokasi di Cirebon dengan debitur yang berlokasi di Cimahi adalah sebesar 0,001. Koefisien ini bernilai negatif artinya debitur yang berlokasi di Cirebon persentase kredit yang tidak terealisasinya lebih rendah 0,001 persen dibandingkan dengan debitur yang berlokasi di Cimahi. Hal ini sesuai dengan analisis deskriptif yang memperlihatkan bahwa persentase kredit yang tidak terealisasinya paling rendah berada di cabang Cirebon jika dilihat dari kotak-garisnya namun jika dilihat dari nilai mediannya saja cabang Cimahi lebih rendah persentase kredit yang tidak terealisasinya. Namun untuk melihat hasil diagram kotak garis harus melihat dari keseluruhan diagram baik nilai mediannya maupun panjang kotak-garisnya.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Hasil analisis deskriptif memperlihatkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh positif terhadap persentase kredit yang tidak terealisasi adalah nilai pengajuan dan waktu pencairan kredit, artinya bahwa semakin besar nilai pengajuan dan waktu pencarian kredit maka semakin besar persentase kredit yang tidak terealisasi. Namun di cabang Sukabumi setelah diuji menggunakan korelasi Pearson nilai pengajuan pengaruhnya tidak signifikan. Variabel lain yang berpengaruh negatif diantaranya suku bunga, jangka waktu peminjaman, nilai jaminan, pengalaman usaha dan pengalaman kredit, artinya bahwa semakin besar suku bunga, jangka waktu peminjaman, nilai jaminan, pengalaman usaha dan pengalaman kredit maka semakin sedikit persentase kredit yang tidak terealisasi. Untuk sektor usaha, persentase kredit yang tidak terealisasinya paling sedikit adalah sektor pertanian, kecuali di cabang Sukabumi yaitu sektor jasa. Hasil analisis inferensia yang menggunakan analisis regresi linier berganda menunjukan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh positif terhadap persentase kredit yang tidak terealisasi adalah nilai pengajuan, waktu pencairan kredit dan dummy lokasi Sukabumi, sedangkan variabel lain yang berpengaruh negatif diantaranya suku bunga, jangka waktu peminjaman, nilai jaminan,
pengalaman usaha, dummy pengalaman kredit, dummy sektor dan dummy lokasi Cirebon. Nilai pengajuan berpengaruh positif artinya bahwa meningkatnya nilai pengajuan maka akan meningkatkan persentase kredit yang tidak terealisasi. Hal ini dapat disebabkan besarnya nilai pengajuan maka risiko penyaluran kredit akan tinggi dan risiko kemacetan juga tinggi karena kewajiban pembayaran lebih besar dari nilai pengajuan yang lebih sedikit. Oleh karena itu bank dengan prinsip kehati-hatiannya akan lebih berhati-hati dalam merealisasikan nilai pengajuan yang jumlahnya tinggi. Risiko kredit ini juga dapat terkait dengan profile debitur yang mengajukan kredit dan sektor usaha kredit yang disalurkan. Waktu pencairan kredit juga memiliki pengaruh yang positif terhadap persentase kredit yang tidak terealisasi, artinya meningkatnya waktu pencairan kredit maka akan meningkatkan persentase kredit yang tidak terealisasi. Waktu pencairan mencerminkan waktu yang dibutuhkan dalam proses pengajuan kredit. Semakin lama waktu pencarian kredit maka mencerminkan adanya persyaratan kredit yang sulit dipenuhi sehingga pihak bank memandang debitur kurang bankable dan risiko kredit juga lebih tinggi akibatnya persentase kredit yang tidak terealisasi semakin besar. Suku bunga berpengaruh negatif terhadap persentase kredit yang tidak terealisasi artinya meningkatnya suku bunga akan menurunkan persentase kredit yang tidak terealisasi. Hal ini disebabkan karena return yang didapatkan perbankan lebih tinggi dan risiko kredit dapat dikompensasi dengan semakin tingginya tingkat suku bunga sehingga nilai realisasi kredit semakin besar.
Jangka waktu peminjaman memiliki pengaruh yang negatif terhadap persentase kredit yang tidak terealisasi artinya meningkatnya jangka waktu peminjaman akan menurunkan persentase kredit yang tidak terealisasi. Hal ini dapat disebabkan dengan semakin lama jangka waktu peminjaman maka semakin tinggi suku bunga, sehingga return yang didapatkan bank lebih besar dan semakin terealisasi nilai kreditnya. Selain itu hal ini juga dapat disebabkan bahwa kredit jangka waktu peminjaman yang lama diajukan oleh debitur lama yang lebih prospektif. Nilai jaminan memiliki pengaruh yang negatif terhadap persentase kredit yang tidak terealisasi artinya meningkatnya nilai jaminan akan menurunkan persentase kredit yang tidak terealisasi. Hal ini disebabkan jaminan merupakan salah satu persyaratan dalam mengajukan kredit. Dengan adanya jaminan atau agunan, bank dapat meminimalisasi risiko kredit yang disalurkan untuk debitur. Oleh karena itu semakin tinggi nilai jaminan, risiko penyaluran kredit semakin rendah dan persentase kredit yang tidak terealisasi pun akan semakin rendah. Pengalaman usaha berpengaruh negatif terhadap persentase kredit yang tidak terealisasi artinya meningkatnya pengalaman usaha akan menurunkan persentase kredit yang tidak terealisasi. Hal ini disebabkan jika pengalaman usaha debitur semakin lama maka menunjukan capacity seorang debitur yang mampu menjalankan usaha dengan berbagai pengalamannnya sehingga diharapkan kemampuan membayar kewajiban kepada pihak bank juga semakin tinggi maka persentase kredit yang tidak terealisasi pun semakin rendah.
Pengalaman kredit berpengaruh negatif terhadap persentase kredit yang tidak terealisasi artinya meningkatnya pengalaman kredit akan menurunkan persentase kredit yang tidak terealisasi. Hal ini dikarenakan bank sudah mengetahui character debitur lama dibanding debitur baru sehingga menyalurkan kredit untuk debitur lama risikonya lebih rendah dibandingkan debitur baru maka persentase kredit yang tidak terealisasi lebih rendah untuk debitur lama. Sektor usaha di wilayah Bandung, cabang Cirebon dan cabang Cimahi yang persentase kredit tidak terealisasinya paling rendah yaitu sektor usaha pertanian, sedangkan di cabang Sukabumi persentase kredit yang tidak terealisasinya paling rendah yaitu di sektor jasa. Perbedaan ini dapat disebabkan sektor unggulan di setiap cabang berbeda, hal ini juga terkait dengan risiko usaha dan kondisi iklim usaha di sektor yang terkait. Cabang Cimahi memiliki persentase kredit yang tidak terealisasi lebih rendah dibandingkan cabang Sukabumi, sedangkan cabang Cirebon memiliki persentase kredit yang lebih rendah dibandingkan cabang Cimahi. Hal ini dapat terkait dengan profile debitur, kondisi sektor usaha dan kinerja bank dalam menyalurkan kredit di masing-masing cabang berbeda.
5.2. Saran Berdasarkan hasil penelitian ini, maka saran yang dapat disampaikan adalah: 1. Intermediasi Bank ”X” di wilayah Bandung mengutamakan debitur lama
dalam penyaluran kreditnya. Namun agar perekonomian masyarakat
semakin meningkat penyaluran kredit harus ditingkatkan untuk debitur baru tanpa mengabaikan pemilihan calon debitur yang prospektif. Selain itu peningkatan informasi mengenai debitur baru akan menghindari terjadinya adverse selection atau kesalahan dalam memilih debitur yang prospektif. 2. Penyaluran kredit di wilayah Bandung terealisasi baik untuk sektor pertanian dan ini merupakan suatu hal yang baik karena sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor yang mampu menyerap tenaga kerja dengan besar dan sebagian masyarakat di Indonesia berkecimpung pada sektor pertanian. Oleh karena itu hal ini harus tetap dipertahankan karena dengan adanya akses modal yang berjalan dengan baik maka diharapkan perkembangan sektor pertanian ikut meningkat. 3. Untuk penelitian lebih lanjut diharapkan bisa menilai kinerja bank secara
mendalam sehingga penelitian tidak hanya berdasarkan penilaian dari sisi demand saja tetapi dari sisi supply juga. Disini dapat dilakukan penelitian yang terkait dengan kualitas dan kinerja bank dan karyawan sehingga dapat terlihat sejauh mana peranan bank dalam mendukung penyaluran kredit untuk sektor riil.
DAFTAR PUSTAKA
Agenor, P.R., J. Aizenman, dan A. Hoffmaister. The Credit crunch in East Asia : What Can Bank Excess Liquid Assets Tell Us?. Working Paper 7951. October 2000. NBER, Inc, Cambridge. Bank Indonesia. 2004. Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia. Bank Indonesia, Jakarta. . 2005. Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia. Bank Indonesia, Jakarta. . 2006. Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia. Bank Indonesia, Jakarta. . 2007. Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia. Bank Indonesia, Jakarta. Dendawijaya, L. 2005. Manajemen Perbankan. Ghalia Indonesia, Bogor. Siagian, D dan Sugiarto. 2006. Metode Statistika Untuk Bisnis dan Ekonomi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Harmanta dan Mahyus. 2005. Disintermediasi Fungsi Perbankan di Indonesia Pasca Krisis 1997 : Faktor Permintaan atau Penawaran Kredit: Sebuah Pendekatan dengan Model Disekuilibrium. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Juni 2005. Juanda, B . 2007. Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis. IPB Press, Bogor. . 2003. Metode Statistika [Modul Kuliah]. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor, Bogor. . 2007. Ekonometrika I [Modul Kuliah]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Jusuf, J. 2003. Kiat Jitu Memperoleh Kredit Bank. Penerbit Gramedia, Jakarta.
Kashmir. 2005. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya Edisi Keenam. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Mankiw, N.G. 2003. Teori Makroekonomi Edisi Kelima, dalam Imam Nurmawan (penerjemah). Penerbit Erlangga, Jakarta. Manurung, M. dan Rahardja, P. 2004. Uang, Perbankan, dan Ekonomi Moneter. Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Mason, D. dan Douglas, A.L. 1999. Teknik Statistika Untuk Bisnis dan Ekonomi. Penerbit Erlangga, Jakarta. Sugiyono, F.X. 2003. Instrumen Pengendalian Moneter: Operasi Pasar Terbuka. Seri Kebanksentralan No. 10. Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK). Bank Indonesia, Jakarta. Warjiyo, P. 2004. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia. Seri Kebanksentralan No. 11. Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK). Bank Indonesia, Jakarta.
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1. HASIL REGRESI WILAYAH BANDUNG Descriptive Statistics Mean Persentase tidak terealisasi Nilai pengajuan Suku bunga Jangka waktu Waktu pencairan Nilai jaminan Pengalaman usaha Dummy pengalaman kredit Dummy sektor Dummy Sukabumi Dummy Cirebon
Std. Deviation
N
.2164
.21890
314
1E+007 .0181 15.0096 3.6879 3E+007
8871762.44 .00299 5.02040 3.39583 34139092.0
314 314 314 314 314
16.3662
8.52039
314
.7102
.45440
314
.3758
.48510
314
.3949
.48961
314
.4108
.49277
314
b Variables Entered/Removed
Mod el 1
Variables Variables Entered Removed Method Dummy Cirebon, Waktu pencaira n, Dummy pengalam an kredit, Dummy sektor, Nilai jaminan, . Enter Jangka waktu, Suku bunga, Pengalam an usaha, Nilai pengajua n, Dummy a Sukabumi a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: Persentase tidak terealisasi
Model Summaryb Std. Error of the Estimate .20998
Mod R Adjusted Durbinel R Square R Square Watson 1 .330a .109 .080 1.878 a. Predictors: (Constant), Dummy Cirebon, Waktu pencairan, Dummy pengalaman kredit, Dummy sektor, Nilai jaminan, Jangka waktu, Suku bunga, Pengalaman usaha, Nilai pengajuan, Dummy Sukabumi b. Dependent Variable: Persentase tidak terealisasi
ANOVAb Mod el 1
Sum of Squares Regression Residual Total
Mean Square
df
1.638
10
.164
13.360 14.998
303 313
.044
F
Sig.
3.715
.000
a
a. Predictors: (Constant), Dummy Cirebon, Waktu pencairan, Dummy pengalaman kredit, Dummy sektor, Nilai jaminan, Jangka waktu, Suku bunga, Pengalaman usaha, Nilai pengajuan, Dummy Sukabumi b. Dependent Variable: Persentase tidak terealisasi Coefficientsa
Mod el 1
(Constant) Nilai pengajuan Suku bunga Jangka waktu Waktu pencairan Nilai jaminan Pengalaman usaha Dummy pengalaman kredit Dummy sektor Dummy Sukabumi Dummy Cirebon
Unstandardized Coefficients Std. B Error .386 .108 7E-009 .000 -3.679 4.246 -.006 .003 .002 .004 -9E-010 .000
Standardized Coefficients Beta .271 -.050 -.143 .025 -.136
t 3.594 4.495 -.866 -2.459 .446 -2.380
Sig. .000 .000 .387 .014 .656 .018
Collinearity Statistics Toleranc e VIF .808 .873 .872 .919 .896
1.238 1.146 1.146 1.088 1.116
-.001
.001
-.052
-.889
.375
.873
1.146
-.037
.028
-.076
-1.291
.198
.846
1.181
-.043
.025
-.095
-1.694
.091
.943
1.060
.022
.034
.050
.667
.505
.518
1.930
-.002
-.021
.983
.502
1.991
-.001 .034 a. Dependent Variable: Persentase tidak terealisasi
Correlations Persentase tidak terealisasi Pearson Correlation
Persentase tidak terealisasi Nilai pengajuan Suku bunga Jangka waktu Waktu pencairan Nilai jaminan Pengalaman usaha Dummy pengalaman kredit
Sig. (1-tailed)
Dummy sektor Dummy Sukabumi Dummy Cirebon Persentase tidak terealisasi Nilai pengajuan Suku bunga Jangka waktu Waktu pencairan Nilai jaminan Pengalaman usaha Dummy pengalaman kredit
N
Dummy sektor Dummy Sukabumi Dummy Cirebon Persentase tidak terealisasi Nilai pengajuan Suku bunga Jangka waktu Waktu pencairan Nilai jaminan Pengalaman usaha Dummy pengalaman kredit Dummy sektor Dummy Sukabumi Dummy Cirebon
Nilai pengajuan
Suku bunga
Jangka waktu
Waktu pencairan
Nilai jaminan
Pengalaman usaha
Dummy pengalaman kredit
Dummy sektor
Dummy Sukabumi
Dummy Cirebon
1.000
.236
-.041
-.082
.076
-.053
-.071
-.099
-.094
.044
-.001
.236 -.041 -.082 .076 -.053
1.000 -.109 .168 .255 .302
-.109 1.000 -.224 .026 -.041
.168 -.224 1.000 .045 .104
.255 .026 .045 1.000 .059
.302 -.041 .104 .059 1.000
-.004 -.049 .071 .089 -.049
-.126 -.183 -.025 -.034 -.065
-.086 .146 -.148 .031 -.046
.002 -.036 .084 .040 .011
.075 -.079 -.132 -.005 .064
-.071
-.004
-.049
.071
.089
-.049
1.000
.306
-.004
.062
.032
-.099
-.126
-.183
-.025
-.034
-.065
.306
1.000
-.070
-.015
.034
-.094
-.086
.146
-.148
.031
-.046
-.004
-.070
1.000
-.048
-.046
.044
.002
-.036
.084
.040
.011
.062
-.015
-.048
1.000
-.675
-.001
.075
-.079
-.132
-.005
.064
.032
.034
-.046
-.675
1.000
.
.000
.236
.073
.091
.173
.103
.039
.049
.220
.493
.000 .236 .073 .091 .173
. .026 .001 .000 .000
.026 . .000 .324 .235
.001 .000 . .212 .033
.000 .324 .212 . .148
.000 .235 .033 .148 .
.469 .193 .105 .058 .195
.013 .001 .327 .274 .124
.065 .005 .004 .294 .207
.487 .262 .068 .241 .424
.092 .082 .010 .463 .129
.103
.469
.193
.105
.058
.195
.
.000
.472
.138
.287
.039
.013
.001
.327
.274
.124
.000
.
.109
.394
.274
.049
.065
.005
.004
.294
.207
.472
.109
.
.196
.206
.220
.487
.262
.068
.241
.424
.138
.394
.196
.
.000
.493
.092
.082
.010
.463
.129
.287
.274
.206
.000
.
314
314
314
314
314
314
314
314
314
314
314
314 314 314 314 314
314 314 314 314 314
314 314 314 314 314
314 314 314 314 314
314 314 314 314 314
314 314 314 314 314
314 314 314 314 314
314 314 314 314 314
314 314 314 314 314
314 314 314 314 314
314 314 314 314 314
314
314
314
314
314
314
314
314
314
314
314
314
314
314
314
314
314
314
314
314
314
314
314
314
314
314
314
314
314
314
314
314
314
314
314
314
314
314
314
314
314
314
314
314
314
314
314
314
314
314
314
314
314
314
314
LAMPIRAN 2. HASIL REGRESI CABANG SUKABUMI
Descriptive Statistics Mean Persentase tidak terealisasi Nilai pengajuan Suku bunga Jangka waktu Waktu pencairan Nilai jaminan Pengalaman usaha
.2282
Std. Deviation
N
.21769
124
10165322.5806 8203142.81 .0180 .00272 15.5323 4.95580 3.8548 4.01763 33067338.7097 42142288.0
124 124 124 124 124
Pengalaman kredit Sektor
17.0161
8.70191
124
2.0242
.79084
124
.3468
.47787
124
b Variables Entered/Removed
Mod el 1
Variables Entered Sektor, Jangka waktu, Suku bunga, Waktu pencaira n, Nilai jaminan, Pengalam an usaha, Pengalam an kredit, Nilai a pengajuan
Variables Removed
.
Method
Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: Persentase tidak terealisasi
Model Summaryb Std. Error of the Estimate .21588
Mod R Adjusted Durbinel R Square R Square Watson 1 .284a .080 .017 2.068 a. Predictors: (Constant), Sektor, Jangka waktu, Suku bunga, Waktu pencairan, Nilai jaminan, Pengalaman usaha, Pengalaman kredit, Nilai pengajuan b. Dependent Variable: Persentase tidak terealisasi
ANOVAb Mod el 1
Sum of Squares Regression Residual Total
Mean Square
df
.469
8
.059
5.360 5.829
115 123
.047
F
Sig.
1.258
.272
a
a. Predictors: (Constant), Sektor, Jangka waktu, Suku bunga, Waktu pencairan, Nilai jaminan, Pengalaman usaha, Pengalaman kredit, Nilai pengajuan b. Dependent Variable: Persentase tidak terealisasi
Coefficientsa
Mod el 1
(Constant) Nilai pengajuan Suku bunga Jangka waktu Waktu pencairan Nilai jaminan Pengalaman usaha Pengalaman kredit Sektor
Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients Std. B Error Beta .532 .189 5E-009 .000 .178 -7.934 7.779 -.099 -.006 .004 -.145 .001 .005 .017 -8E-010 .000 -.153
t 2.813 1.603 -1.020 -1.495 .170 -1.599
Sig. .006 .112 .310 .138 .865 .112
Collinearity Statistics Toleranc e VIF .651 .846 .844 .812 .874
1.537 1.181 1.185 1.231 1.144
-.002
.002
-.066
-.673
.502
.837
1.194
-.030
.028
-.108
-1.073
.286
.787
1.271
.008
.085
.933
.951
1.051
.004 .042 a. Dependent Variable: Persentase tidak terealisasi
Correlations Persentase tidak Nilai terealisasi pengajuan Pearson Correlation
Sig. (1-tailed)
N
Persentase tidak terealisasi Nilai pengajuan Suku bunga Jangka waktu Waktu pencairan Nilai jaminan Pengalaman usaha Pengalaman kredit Sektor Persentase tidak terealisasi Nilai pengajuan Suku bunga Jangka waktu Waktu pencairan Nilai jaminan Pengalaman usaha Pengalaman kredit Sektor Persentase tidak terealisasi Nilai pengajuan Suku bunga Jangka waktu Waktu pencairan Nilai jaminan Pengalaman usaha Pengalaman kredit Sektor
Suku bunga
Jangka waktu
Waktu pencairan
Nilai jaminan
Pengalaman Pengalaman usaha kredit
Sektor
1.000
.125
-.090
-.100
.056
-.116
-.086
-.095
.020
.125 -.090 -.100 .056 -.116
1.000 -.257 .313 .389 .291
-.257 1.000 -.096 -.068 -.059
.313 -.096 1.000 .115 .185
.389 -.068 .115 1.000 .022
.291 -.059 .185 .022 1.000
.093 -.086 .148 .173 -.043
-.117 -.249 -.149 .047 -.045
-.111 .031 .000 .014 -.150
-.086
.093
-.086
.148
.173
-.043
1.000
.296
-.111
-.095
-.117
-.249
-.149
.047
-.045
.296
1.000
-.044
.020
-.111
.031
.000
.014
-.150
-.111
-.044
1.000
.
.083
.160
.134
.268
.101
.172
.148
.413
.083 .160 .134 .268 .101
. .002 .000 .000 .001
.002 . .145 .225 .258
.000 .145 . .103 .020
.000 .225 .103 . .402
.001 .258 .020 .402 .
.153 .171 .050 .027 .319
.099 .003 .050 .301 .310
.109 .365 .498 .440 .048
.172
.153
.171
.050
.027
.319
.
.000
.110
.148
.099
.003
.050
.301
.310
.000
.
.314
.413
.109
.365
.498
.440
.048
.110
.314
.
124
124
124
124
124
124
124
124
124
124 124 124 124 124
124 124 124 124 124
124 124 124 124 124
124 124 124 124 124
124 124 124 124 124
124 124 124 124 124
124 124 124 124 124
124 124 124 124 124
124 124 124 124 124
124
124
124
124
124
124
124
124
124
124
124
124
124
124
124
124
124
124
124
124
124
124
124
124
124
124
124
LAMPIRAN 3. HASIL REGRESI CABANG CIREBON
Descriptive Statistics Mean
Std. Deviation
Persentase tidak .2161 .20916 terealisasi Nilai pengajuan 1E+007 8635326.22 Suku bunga .0179 .00364 jangka waktu 14.2171 4.95126 Waktu pencairan 3.6667 3.11080 Nilai jaminan 4E+007 30095942.8 Pengalaman usaha 16.6899 8.44264 Pengalaman kredit Sektor
N 129 129 129 129 129 129 129
2.0388
.76448
129
.3488
.47846
129
b Variables Entered/Removed
Mod el 1
Variables Entered Sektor, Pengalam an usaha, Nilai jaminan, Waktu pencaira n, Suku bunga, Nilai pengajua n, Pengalam an kredit, jangkaa waktu
Variables Removed
.
Method
Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: Persentase tidak terealisasi
Model Summaryb Std. Error Mod R Adjusted of the Durbinel R Square R Square Estimate Watson a 1 .355 .126 .068 .20197 1.932 a. Predictors: (Constant), Sektor, Pengalaman usaha, Nilai jaminan, Waktu pencairan, Suku bunga, Nilai pengajuan, Pengalaman kredit, jangka waktu b. Dependent Variable: Persentase tidak terealisasi
ANOVAb Mod el 1
Sum of Squares Regression Residual Total
Mean Square
df
.705
8
.088
4.895 5.600
120 128
.041
F
Sig.
2.160
.035
a
a. Predictors: (Constant), Sektor, Pengalaman usaha, Nilai jaminan, Waktu pencairan, Suku bunga, Nilai pengajuan, Pengalaman kredit, jangka waktu b. Dependent Variable: Persentase tidak terealisasi Coefficientsa
Mod el 1
(Constant) Nilai pengajuan Suku bunga jangka waktu Waktu pencairan Nilai jaminan Pengalaman usaha Pengalaman kredit Sektor
Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients Std. B Error Beta .150 .155 9E-009 .000 .360 .839 5.447 .015 -.002 .004 -.044 .002 .006 .037 -9E-010 .000 -.134
t .970 3.746 .154 -.427 .417 -1.499
Sig. .334 .000 .878 .670 .677 .137
Collinearity Statistics Toleranc e VIF .788 .811 .678 .937 .912
1.270 1.234 1.474 1.067 1.097
-.001
.002
-.047
-.522
.603
.912
1.096
.016
.026
.060
.625
.533
.787
1.270
-.053
-.539
.591
.741
1.350
-.023 .043 a. Dependent Variable: Persentase tidak terealisasi
Correlations Persentase tidak Nilai terealisasi pengajuan Pearson Correlation
Sig. (1-tailed)
N
Persentase tidak terealisasi Nilai pengajuan Suku bunga jangka waktu Waktu pencairan Nilai jaminan Pengalaman usaha Pengalaman kredit Sektor Persentase tidak terealisasi Nilai pengajuan Suku bunga jangka waktu Waktu pencairan Nilai jaminan Pengalaman usaha Pengalaman kredit Sektor Persentase tidak terealisasi Nilai pengajuan Suku bunga jangka waktu Waktu pencairan Nilai jaminan Pengalaman usaha Pengalaman kredit Sektor
Suku bunga
jangka waktu
Waktu pencairan
Nilai jaminan
Pengalaman Pengalaman usaha kredit
Sektor
1.000
.314
.028
.038
.079
-.045
-.060
-.050
-.098
.314 .028 .038 .079 -.045
1.000 .020 .197 .143 .265
.020 1.000 -.397 .131 .003
.197 -.397 1.000 -.010 .035
.143 .131 -.010 1.000 .079
.265 .003 .035 .079 1.000
-.103 -.023 -.003 -.096 -.082
-.326 -.071 -.039 -.155 -.144
-.137 .245 -.454 -.063 .066
-.060
-.103
-.023
-.003
-.096
-.082
1.000
.284
.010
-.050
-.326
-.071
-.039
-.155
-.144
.284
1.000
-.123
-.098
-.137
.245
-.454
-.063
.066
.010
-.123
1.000
.
.000
.378
.334
.188
.305
.250
.287
.135
.000 .378 .334 .188 .305
. .409 .012 .053 .001
.409 . .000 .070 .487
.012 .000 . .453 .347
.053 .070 .453 . .187
.001 .487 .347 .187 .
.123 .399 .485 .140 .178
.000 .212 .329 .039 .052
.061 .003 .000 .239 .230
.250
.123
.399
.485
.140
.178
.
.001
.457
.287
.000
.212
.329
.039
.052
.001
.
.083
.135
.061
.003
.000
.239
.230
.457
.083
.
129
129
129
129
129
129
129
129
129
129 129 129 129 129
129 129 129 129 129
129 129 129 129 129
129 129 129 129 129
129 129 129 129 129
129 129 129 129 129
129 129 129 129 129
129 129 129 129 129
129 129 129 129 129
129
129
129
129
129
129
129
129
129
129
129
129
129
129
129
129
129
129
129
129
129
129
129
129
129
129
129
LAMPIRAN 4. HASIL REGRESI CABANG CIMAHI
Descriptive Statistics Std. Deviation
Mean Persentase tidak .1930 terealisasi Nilai pengajuan 8E+006 Suku bunga .0190 Jangka waktu 15.6230 Waktu pencairan 3.3934 Nilai jaminan 3E+007 Pengalaman usaha 14.3607 Pengalaman kredit Sektor
N
.24217
61
10448357.3 .00152 5.15158 2.50519 21194281.2
61 61 61 61 61
8.13845
61
2.0492
.82515
61
.4918
.50408
61
b Variables Entered/Removed
Mod el 1
Variables Entered Sektor, Pengalam an kredit, Suku bunga, Nilai jaminan, Jangka waktu, Pengalam an usaha, Waktu pencaira n, Nilai a pengajuan
Variables Removed
.
Method
Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: Persentase tidak terealisas
Model Summaryb Std. Error Mod R Adjusted of the Durbinel R Square R Square Estimate Watson a 1 .533 .284 .174 .22012 1.921 a. Predictors: (Constant), Sektor, Pengalaman kredit, Suku bunga, Nilai jaminan, Jangka waktu, Pengalaman usaha, Waktu pencairan, Nilai pengajuan b. Dependent Variable: Persentase tidak terealisasi
ANOVAb Mod el 1
Sum of Squares Regression Residual Total
Mean Square
df
.999
8
.125
2.519 3.519
52 60
.048
F 2.578
Sig. .019
a. Predictors: (Constant), Sektor, Pengalaman kredit, Suku bunga, Nilai jaminan, Jangka waktu, Pengalaman usaha, Waktu pencairan, Nilai pengajuan b. Dependent Variable: Persentase tidak terealisasi
a
Coefficientsa
Mod el 1
(Constant) Nilai pengajuan Suku bunga Jangka waktu Waktu pencairan Nilai jaminan Pengalaman usaha Pengalaman kredit Sektor
Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients Std. B Error Beta .817 .392 5E-009 .000 .204 -22.254 19.339 -.139 -.007 .006 -.145 .021 .013 .221 -1E-010 .000 -.009
t 2.083 1.469 -1.151 -1.130 1.658 -.066
Sig. .042 .148 .255 .264 .103 .947
Collinearity Statistics Toleranc e VIF .711 .939 .839 .772 .716
1.406 1.065 1.192 1.295 1.396
.001
.004
.038
.290
.773
.786
1.273
-.068
.039
-.232
-1.740
.088
.777
1.288
-.346
-2.655
.010
.812
1.232
-.166 .063 a. Dependent Variable: Persentase tidak terealisasi
Correlations Persentase tidak Nilai terealisasi pengajuan Pearson Correlation
Sig. (1-tailed)
N
Persentase tidak terealisasi Nilai pengajuan Suku bunga Jangka waktu Waktu pencairan Nilai jaminan Pengalaman usaha Pengalaman kredit Sektor Persentase tidak terealisasi Nilai pengajuan Suku bunga Jangka waktu Waktu pencairan Nilai jaminan Pengalaman usaha Pengalaman kredit Sektor Persentase tidak terealisasi Nilai pengajuan Suku bunga Jangka waktu Waktu pencairan Nilai jaminan Pengalaman usaha Pengalaman kredit Sektor
Suku bunga
Jangka waktu
Waktu pencairan
Nilai jaminan
Pengalaman Pengalaman usaha kredit
Sektor
1.000
.268
-.138
-.266
.119
.105
-.102
-.258
-.261
.268 -.138 -.266 .119 .105
1.000 -.174 -.049 .197 .490
-.174 1.000 -.070 .009 -.040
-.049 -.070 1.000 -.026 .097
.197 .009 -.026 1.000 .194
.490 -.040 .097 .194 1.000
-.040 .105 .098 .272 -.076
-.098 -.053 .326 .128 -.078
.081 -.022 .124 .359 .104
-.102
-.040
.105
.098
.272
-.076
1.000
.317
.261
-.258
-.098
-.053
.326
.128
-.078
.317
1.000
.021
-.261
.081
-.022
.124
.359
.104
.261
.021
1.000
.
.018
.144
.019
.180
.211
.218
.023
.021
.018 .144 .019 .180 .211
. .091 .354 .064 .000
.091 . .295 .473 .380
.354 .295 . .422 .227
.064 .473 .422 . .067
.000 .380 .227 .067 .
.380 .210 .226 .017 .281
.226 .342 .005 .164 .276
.269 .434 .171 .002 .213
.218
.380
.210
.226
.017
.281
.
.006
.021
.023
.226
.342
.005
.164
.276
.006
.
.436
.021
.269
.434
.171
.002
.213
.021
.436
.
61
61
61
61
61
61
61
61
61
61 61 61 61 61
61 61 61 61 61
61 61 61 61 61
61 61 61 61 61
61 61 61 61 61
61 61 61 61 61
61 61 61 61 61
61 61 61 61 61
61 61 61 61 61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
61