AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014
Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012
POKOK BAHASAN I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III. KEBIJAKAN PEMERINTAH DI SEKTOR INDUSTRI IV. STRATEGI AKSELERASI INDUSTRIALISASI
2
I. LATAR BELAKANG Alasan utama perlunya akselerasi pertumbuhan sektor industri: 1. Pertumbuhan sektor industri cenderung melambat: Setelah krisis 1997/98 sektor industri tumbuh lebih lambat dari pada sebelumnya. Pada 2005-2010 bahkan tumbuh lebih rendah dari pertumbuhan PDB. Namun demikian, selama tahun 2011 pertumbuhan sektor industri menunjukkan adanya akselerasi dari kuartal ke kuartal, sehingga pada kuartal ke-3 pertumbuhan sektor industri mencapai 6,98%, melampaui pertumbuhan PDB yang sebesar 6,54%. 2. Struktur ekspor masih didominasi bahan mentah: Porsi ekspor produk manufaktur (SITC 5–8) makin kecil, turun menjadi dari 76% pada 2000 menjadi 50% pada 2010. Impor produk manufaktur naik pesat sehingga pada 2008 necara perdagangan produk manufaktur mengalami defisit. Pertumbuhan sektor industri, 1984-2010
EKSPOR PRODUK MANUFAKTUR (SITC 5 -- 8) 24
Peran manufaktur pd ekspor non-migas Pert. Ekspor Manufaktur, skala kanan Pert. Ekspor Non-Migas, skala kanan
Industri pengolahan
20
-20,0
0
-40,0
2010
2008
2006
2004
2002
2000
2010
2008
2006
2004
2002
2000
1998
1996
1994
1992
1990
1988
1986
40 20 0 -20
3 0
60
-40
2010
6
-15 1984
0,0
1998
-10
9
1996
-5
40
12
Rata-rata pertumbuhan industri nonmigas (skala kanan)
0
80
2008
PDB
20,0
1994
5
60
100
2006
15
40,0
2004
10
80
2002
18
2000
15
1998
21
1996
20
Defisit / Surplus (Juta USD) Ekspor (Juta USD) Impor (Juta USD)
1994
25
3
3. Struktur industri perlu lebih diperkuat: • Terjadi ketergantungan tinggi pada bahan baku impor. Dimana 30% dari total bahan baku industri besar dan sedang berasal dari impor, dan pada tahun 2010 impor bahan baku mendominasi sebesar 73% dari impor nasional. • Keterkaitan ke sektor hilir masih rendah, dimana produksi bahan mentah sebagian besar diekspor dalam bentuk barang setengah jadi. 4. Tuntutan hilirisasi semakin kuat: • Semangat hilirisasi (mengolah bahan mentah sebelum diekspor) semakin berkembang, bahkan untuk produk pertambangan mineral dan batu bara (Minerba) diwajibkan oleh UU No. 4 tahun 2009. • Tuntutan memperluas rantai nilai komoditas ekspor unggulan (seperti CPO, karet alam dan kedua biji kakao) juga semakin mengemuka. 5. Kegiatan industri masih terkonsentrasi di pulau Jawa: Semua provinsi di Jawa mempunyai tingkat industrialisasi tinggi (rata-rata di atas 25%). Sementara itu, di 14 provinsi (Aceh, Kalimantan Selatan, Bali, Sulawesi Utara, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Barat dan Tenggara, Gorontalo, Maluku, Bengkulu, NTB, NTT dan Papua) peran Industri di bawah 10% dari PDB. 6. Sektor industri dituntut menyerap lebih banyak tenaga kerja: Peran sektor industri dalam penyerapan tenaga kerja hampir tidak mengalami peningkatan yaitu sekitar 12,5 %. Struktur penyerapan tenaga kerja bergeser dari sektor pertanian ke sektor jasa-jasa, terutama jasa kemasyarakatan.
4
II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI A. POTENSI PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI 1.
Indonesia dapat menjadi negara industri maju apabila sumber daya alam berikut dimanfaatkan secara tepat: a. Sumber daya hutan dengan berbagai jenis kayu yang dapat dikelola secara lestari menjadi bahan baku industri. b. Sumber daya mineral logam dan non logam; c. Sumber daya energi: batu bara, minyak dan gas bumi.
2.
Indonesia terletak di kawasan ekonomi yang sedang tumbuh pesat.
3.
Penduduk Indonesia sangat besar: memungkinkan industri mencapai skala ekonomis dengan mengandalkan pasar domestik.
4.
Pertumbuhan investasi domestik dan asing, pembiayaan perbankan, serta Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto yang cenderung naik.
5.
Pembangunan Infrastruktur dan pengembangan teknologi yang sedang mulai dilakukan.
6.
Berbagai keunggulan di atas masih belum sepenuhnya dimanfaatkan optimal, dikarenakan banyaknya permasalahan di berbagai bidang. 5
B. PERMASALAHAN UMUM PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI Perkembangan industri terhambat di antaranya oleh persoalan-persoalan berikut: 1. Kuantitas dan kualitas infrastruktur transportasi dan pembangkit energi kurang mendukung efisiensi produksi dan distribusi barang. 2. Birokrasi tidak sepenuhnya bersifat pro-bisnis. 3. Ketidakpastian hukum: sering terjadi ketidakselarasan dan tumpang-tindih peraturan antara pusat-daerah dan antarinstansi. 4. Banyak kebijakan dan aturan di pusat & daerah yang tidak mendukung efisiensi usaha, misalnya: aturan mengenai limbah B3, aturan ketenagakerjaan (berkaitan dengan pemberian pesangon, premi Jamsostek, upah minimum). Selain persoalan di atas, investasi di sektor industri, terutama pada industri-industri baru, kurang terdorong karena insentif investasi tidak bersaing dengan yang ditawarkan oleh negara tetangga, serta suku bunga perbankan yang tidak kompetitif.
6
C. PERSOALAN KHUSUS HILIRISASI INDUSTRI 1.
Industri Berbasis Hasil Tambang: a. b. c. d.
e.
Mengolah hasil tambang menjadi produk industri umumnya memerlukan teknologi tinggi dan energi besar (padat energi); Diperlukan skala besar agar dapat berproduksi lebih efisien (economies of scale besar) dan akan lebih ekonomis bila dikelola secara terintegrasi; Karena dua karakteristik di atas, investasi di sektor pengolahan hasil tambang perlu biaya besar; Perlu pasokan bahan baku jangka panjang, sementara penggunaan bahan baku di dalam negeri harus berkompetisi dengan peningkatan permintaan di pasar ekspor; Pemain baru sulit bersaing di pasar global yang bersifat captive. Contoh: 55% alumina digunakan oleh perusahaan group sendiri (dalam satu negara atau terpisah).
7
2. Industri Pengolahan Hasil Pertanian: a.
b.
c. d.
Kebutuhan domestik untuk produk turunan relatif kecil terhadap ketersediaan bahan baku. Produksi CPO dan crumb rubber jauh melebihi kebutuhan bahan baku dalam negeri. Pengolahan harus berorientasi ekspor; Sementara itu, pasar ekspor produk hilir lebih kompetitif. Industri pengolahan di luar negeri sudah lama berkembang dan pasar produk turunan dikuasai oleh perusahaan mapan, terintegrasi dan bersifat multinasional; Untuk melindungi sektor industrinya, negara importir mengenakan tarif lebih tinggi pada produk hasil industri; Margin laba pengolahan biasanya lebih rendah dari sektor hulu.
3. Industri Berbasis SDM dan Pasar Domestik a. b.
c. d.
Kualitas SDM perlu ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan industri; Mesin dan alat produksi relatif tertinggal sehingga kurang produktif dan kurang mampu menciptakan produk bernilai tambah tinggi; Kemampuan product development sangat rendah sehingga tidak mampu mencipta merek handal; Ketergantungan tinggi pada bahan baku & bahan penolong impor. 8
III. KEBIJAKAN PEMERINTAH DI SEKTOR INDUSTRI A. MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI) 1. Visi Pembangunan Ekonomi Tahun 2025: “Mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur” 2. Misi: a. Peningkatan nilai tambah dan perluasan rantai nilai, b. Peningkatan efisiensi produksi dan pemasaran dan integrasi pasar domestik, dan c. Penguatan sistem inovasi nasional. 3. Strategi Utama: a. Peningkatan potensi wilayah melalui pengembangan pusat -pusat pertumbuhan di dalam koridor ekonomi, b. Memperkuat konektivitas nasional, dan c. Meningkatkan kapasitas Sumber Daya Manusia dan IPTEK 4. Fokus pada 22 Kegiatan ekonomi Utama yang dikembangkan secara integrasi dalam 6 koridor ekonomi. 5. Prasyarat keberhasilan: a. Debottlenecking regulasi b. Pembangunan infrastruktur melalui skema public-private partnership. c. Pemberian Insentif 9
FOKUS PENGEMBANGAN MP3EI
Indust. Peralt. & Mesin
Telematika
Industri Perkapalan
Industri Tekstil Industri Makanan & Minuman
Kawasan Selat Sunda
Industri Baja
Greater Jakarta
Alutsista
Peternakan
22 AKTIVITAS EKONOMI UTAMA
Food Estate
Kakao
Kelapa Sawit
Pariwisata
Perikanan
Pengembangan terintegrasi di dalam 6 Koridor ekonomi
Karet Perkayuan
Bauksit Tembaga
Nikel
Batubara
Minyak dan Gas
10
B. KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL
Visi
Tujuan
Membawa Indonesia pada tahun 2025 untuk menjadi negara industri tangguh dunia
1. Merevitalisasi sektor industri dan meningkatkan perannya dalam perekonomian nasional; 2. Membangun struktur industri dalam negeri yang sesuai dengan prioritas nasional dan kompetensi daerah; 3. Meningkatkan kemampuan IKM agar lebih seimbang dengan industri berskala besar; 4. Mendorong pertumbuhan industri di luar Pulau Jawa; 5. Terciptanya sinergi kebijakan dari sektorsektor pembangunan yang lain dalam mendukung pembangunan industri nasional.
Strategi Pokok (Peningkatan Daya Saing) 1. Memperkuat keterkaitan pada semua tingkatan rantai nilai; 2. Meningkatkan nilai tambah sepanjang rantai nilai dengan membangun kompetensi inti industri daerah; 3. Peningkatan Produktivitas, Efisiensi, dan Pendalaman Struktur; 4. Pengembangan Industri Kecil dan Menengah.
Strategi Operasional 1. Pengembangan Lingkungan Bisnis yang Kondusif; 2. Mendorong pertumbuhan klaster industri prioritas; 3. Menumbuhkan Kompetensi Inti Industri Daerah.
11
Kelompok Industri Prioritas 1. Basis Industri Manufaktur; 2. Industri Berbasis Agro; 3. Industri Alat Angkut;
4. Industri Elektronika dan Telematika. 5. Industri Penunjang Industri Kreatif dan Industri Kreatif Tertentu; 6. Industri Kecil dan Menengah Tertentu.
Implementasi KIN 1. Bea Masuk;
5. Subsidi Kredit;
2. Keringanan Pajak;
6. Perencanaan Kebutuhan Infrastruktur;
3. Promosi Perdagangan;
7. Penyebaran Informasi;
4. Pelatihan dan Pengembangan Usaha;
8. Standardisasi dan Akreditasi.
12
IV. STRATEGI AKSELERASI INDUSTRIALISASI A. TARGET PEMBANGUNAN INDUSTRI: 1. Untuk mendukung target MP3EI (ekonomi tumbuh 6,4 – 7,5% pada 2011-2014 dan 8-9% pada 2015-2025; PDB per kapita antara USD 14.250 – 15.000 pada 2025) sektor industri harus tumbuh 8,5 pada 2014 dan terus naik hingga mencapai 9,75% pada 2020-2025. 2. Porsi produk industri pada total ekspor non-migas naik menjadi 61,9% pada 2014 dan 95% pada 2025. 3. Peran sektor industri pada penyerapan tenaga kerja meningkat menjadi 25% pada 2025. Target pembangunan industri Indikator Pertumbuhan ekonomi
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2020
2025
6.10
6.45
6.80
7.15
7.50
7.67
8.50
8.50
Migas + Non-migas
4.48
5.83
6.74
7.66
8.59
8.76
9.66
9.75
Non-migas
5.09
6.07
7.05
8.02
9.00
9.17
10.00
10.00
Porsi produk industri pada ekspor nonmigas
49.8
52.8
55.8
58.8
61.9
64.9
79.9
95.0
Porsi pekerja di sektor industri
12.8
13.1
13.6
14.2
14.7
15.4
19.7
25.0
Pertumbuhan sektor industri
13
B. KONDISI PEMUNGKIN
Akselerasi industrialisasi dapat dicapai apabila tercipta kondisi yang memungkinkan dan mendorong pelaku usaha untuk meningkatkan investasi untuk memperluas kapasitas produksi dan peningkatan produktifitas industri. Berikut adalah beberapa kondisi yang menjadi prasyarat bagi terjadinya akselerasi industrialisasi : 1.
Tersedia infrastruktur pendukung produksi dan distribusi barang yang lebih memadai;
2.
Efektivitas pelayanan birokrasi dan kepastian regulasi;
3.
Terdapat jaminan pasokan bahan baku dan sumber energi pada harga kompetitif;
4.
Tersedia sumber daya manusia industri yang handal;
5.
Peningkatan penggunaan teknologi;
6.
Peningkatan akses pada pembiayaan investasi;
7.
Peningkatan akses ke pasar domestik dan ekspor.
14
C. STRATEGI UTAMA AKSELERASI INDUSTRIALISASI 1. Mendorong Partisipasi Dunia Usaha Dalam Pembangunan Infrastruktur Sejalan dengan MP3EI, akselerasi industrialisasi tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, untuk itu keterlibatan dunia usaha perlu didorong terutama dalam pembangunan infrastruktur. 2. Percepatan Proses Pengambilan Keputusan Pemerintah Akselerasi industrialisasi memerlukan terobosan melalui proses pengambilan keputusan yang cepat, terutama dalam birokrasi yang sering menghambat pembangunan industri. 3. Reorientasi Kebijakan Ekspor Bahan Mentah Dan Sumber Energi Untuk menjamin pasokan energi dan bahan mentah bagi industri nasional, diperlukan perubahan orientasi pemanfaatan bahan mentah dan sumber energi dengan lebih memprioritaskan kebutuhan industri dalam negeri. 4. Mendorong Peningkatan Produktivitas & Daya Saing Akselerasi industrialisasi memerlukan peningkatan teknologi produksi berupa peremajaan mesin dan peralatan produksi dan peningkatan kualitas pekerja industri.
5. Meningkatkan Integrasi Pasar Domestik Pasar domestik merupakan salah satu potensi bagi terciptanya kekuatan ekonomi Indonesia. Integrasi pasar domestik dapat mendorong peningkatan efisiensi dan menghambat penetrasi produk impor. 15
D. IMPLEMENTASI STRATEGI UTAMA MELALUI 6 (ENAM) AREA KEBIJAKAN 1.
KEBIJAKAN PENGAMANAN INDUSTRI DALAM NEGERI Penerapan bea masuk untuk melindungi produk nasional dari persaingan tidak adil dengan produk impor, kompensasi atas inefesiensi yang terjadi karena persoalan struktural (teknologi, biaya modal, infrastruktur, dll). Penerapan bea keluar atas ekspor bahan mentah dan sumber energi untuk mendorong pengolahan dan peningkatan ketersediaan sumber energi bagi industri di dalam negeri. Penerapan standard produk industri untuk melindungi produk nasional dari persaingan dengan produk impor kualitas rendah dan peningkatan daya saing produk nasional di pasar ekspor.
2.
PEMBANGUNAN INFRASTUKTUR Pembangunan infrastruktur pembangkit tenaga listrik untuk meningkatkan pasokan energi ke sektor industri; pembangunan dan peningkatan kualitas sarana dan prasarana perhubungan sehingga meningkatkan kelancaran mobilitas barang, peningkatan konektivitas antara pabrik dan pasar (domestik dan ekspor).
3.
PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN BIROKRASI Penyederhanaan proses perizinan makin mudah dan murah, proses pemeriksaan barang makin cepat.
4.
PENYEMPURNAAN DAN HARMONISASI REGULASI Menciptakan kepastian hukum dan memperjelas prosedur dan penerapan regulasi sehingga biaya ketaatan (cost of compliance) makin murah, meningkatkan konsistensi dan keselarasan antara peraturan pusat dan daerah dan antar instansi.
5.
KEBIJAKAN FISKAL Pemberian potongan pajak dan/atau subsidi untuk menciptakan insentif investasi di sektor industri.
6.
MEMBANGUN SDM INDUSTRI Selain menciptakan insentif bagi pengembangan mutu oleh industri, pemerintah terlibat langsung dalam pengembangan mutu sumber daya manusia industri. 16
E. FOKUS AKSELERASI INDUSTRIALISASI Penetapan industri yang diprioritaskan menjadi fokus pengembangan dilakukan berdasarkan pertimbangan berikut:
1
Ketersediaan bahan baku
2
Kebutuhan pasar domestik dan penggunaan tenaga kerja
3
Cita-cita mengenai bangun industri nasional di masa depan
Akselerasi industrialisasi 2012-2014 berfokus pada 15 subsektor industri, yang dikelompokkan dalam tiga kelompok besar, yaitu: (1) Industri berbasis hasil tambang, (2) Industri berbasis hasil
pertanian, dan (3) Industri berbasis sumber daya manusia dan pasar domestik.
17
Fokus Kelompok Industri Prioritas dalam Akselerasi Industrialisasi 2012-2014
Industri Berbasis Hasil Tambang
Industri Berbasis Hasil Pertanian
Industri berbasis SDM dan pasar domestik
1. Industri konversi batubara; 2. Industri pemurnian dan pengilangan minyak bumi; 3. Industri kimia dasar (termasuk petrokimia); 4. Industri logam dasar.
1. Industri minyak dan lemak nabati; 2. Industri gula berbasis tebu; 3. Industri pengolahan kakao dan pembuatan coklat; 4. Industri bubur kayu (pulp) dan kertas; 5. Industri barang dari karet.
1. 2. 3. 4.
Industri tekstil dan pakaian jadi dan alas kaki; Industri mesin dan peralatan rumah tangga; Industri komponen elektronika dan telematika; Industri komponen dan aksesoris kendaraan dan komponen mesin kendaraan bermotor; 5. Industri galangan kapal; 6. Industri furniture.
18
F. INISIATIF STRATEJIK Langkah Stratejik Dalam Rangka Akselerasi Industrialisasi 2012-2014 adalah sebagai berikut. LANGKAH STRATEJIK NO
1
KONDISI YANG DIHARAPKAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PRODUKSI DAN DISTRIBUSI LEBIH MEMADAI
INDUSTRI BERBASIS HASIL TAMBANG 1. 2. 3. 4. 5.
INDUSTRI BERBASIS HASIL PERTANIAN
INDUSTRI BERBASIS SDM DAN PASAR DOMESTIK
Perluasan kapasitas pelabuhan laut (Belawan, Tanjung Priok, Tanjung Mas, Tanjung Perak, Makassar, Bitung dan Sorong) dalam kurun waktu 20122014. Pembebasan bea masuk dan PPn atas penggunaan mesin, peralatan dan komponen yang secara langsung digunakan untuk pembangunan kawasan dan pabrik. Meninjau kembali kebijakan dan peraturan pemerintah terkait perizinan untuk mempermudah pembangunan infrastruktur oleh pelaku usaha. Mempermudah prosedur pembebasan lahan untuk kawasan industri dan lokasi pabrik. Pengurangan 50% PPh selama 5 tahun dan pembebasan PPn atas pembebasan lahan untuk kawasan industri bagi perusahaan yang membangun infrastruktur (kawasan industri).
19
NO 1
KONDISI YANG DIHARAPKAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PRODUKSI DAN DISTRIBUSI LEBIH MEMADAI
LANGKAH STRATEJIK INDUSTRI BERBASIS HASIL TAMBANG 6.
INDUSTRI BERBASIS HASIL PERTANIAN
INDUSTRI BERBASIS SDM DAN PASAR DOMESTIK
Memperkuat komitmen dan mendorong implementasi pembangunan infrastruktur MP3EI: a. Pembangunan dan peningkatan kualitas (memperlebar dan memperkuat kekuatan tekanan) jalan: Dari sentra produksi (terutama kelapa sawit dan karet) menuju kawasan industri sawit dan karet dan menuju pelabuhan di Sumatera; Meningkatkan jaringan jalan di Jabodetabek Area; Akses menuju pelabuhan dari instalasi pengolahan bauksit di Kalimantan; Akses dari perkebunan kakao menuju pabrik dan pelabuhan di Sulawesi; Dari tambang dan kawasan industri tembaga ke pelabuhan di Papua. b. Peningkatanan kapasitas dan kualitas rel kereta api: Untuk pengangkutan produk kelapa sawit, batubara dan besi baja menuju pelabuhan di Sumatera; Pengangkutan batubara di Kalimantan; c. Peningkatan kapasitas pelabuhan laut dan udara: di Sumatera: untuk pengangkutanan CPO, Batubara dan besi baja; Pengembangan Tanjung Priok dan membangun baru di Cilamaya; Pelabuhan sungai Barito dan Mahakam dan pengembangan pelabunan Kumai dan Pangkalan Bun; Peningkatan kapasitas pelabuhan Makassar, Mamuju dan Manado; Peningkatan kapasitas pelabuhan Timika; Peningkatan kapasitas pelabuhan udara Jayapura dan Sorong. d. Peningkatan kapasitas pembangkit dan jaringan listrik: Peningkatan kapasitas pembangkit di Sumatera dan Jawa. Pembangunan instalasi pembangkit di Kalimantan, Sulawesi dan PLTA Urumuka di Papua. 20
NO 2
LANGKAH STRATEJIK
KONDISI YANG DIHARAPKAN KEPASTIAN REGULASI & PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN BIROKRASI
INDUSTRI BERBASIS HASIL TAMBANG 1. 2.
3. 4. 5. 6. 7. 8.
3
PENINGKATAN KETERSEDIAAN BAHAN BAKU
INDUSTRI BERBASIS HASIL INDUSTRI BERBASIS SDM DAN PERTANIAN PASAR DOMESTIK
Menghapus Peraturan Daerah yang mewajibkan pendaftaran kembali industri yang sudah beroperasi dan memperoleh izin sesuai UU dan peraturan yang berlaku sebelumnya. Sinkronisasi kebijakan pusat – daerah terutama berhubungan dengan peruntukan lahan dan Rencana Tata Ruang. Memperjelas prosedur dan persyaratan pemberian atau perubahan status kepemilikan atau hak atas tanah (HGU, Hak Pengelolaan Areal, dan lain-lain). Penghormatan dan perlindungan atas Hak Guna Usaha atas tanah. Menghapus aturan pemeriksaan ganda (di pelabuhan asal dan pelabuhan transit) oleh bea cukai; Penyederhanaan prosedur pemeriksaan barang oleh pabean (custom clearance procedure); Penyederhanaan proses memperoleh visa dan izin kerja bagi tenaga asing; Meningkatkan pelayanan dengan memperbanyak jalur keluar – masuk barang di pelabuhan;
1.
Rasionalisasi tarif bea masuk impor bahan baku dengan produk akhir: (kluster logam dasar, besi dan baja, petrokimia, komponen elektronika dan kendaraan bermotor).
2.
Pemberantasan dan tindak tegas atas penyelundupan kayu, batubara, bijih timah dan lain-lain.
3.
Fasilitas kontrak jangka panjang untuk pembelian bahan baku. (hilirisasi); Penerapan bea keluar bahan mentah hasil tambang mineral dan batu bara (25% 2012, 50% 2013) sebelum pemberlakuan larangan ekspor 2014.
4.
5.
6.
Rasionalisasi tariff keluar: bea keluar produk hilir ditetapkan lebih rendah atau dihapus. Larangan ekspor rotan mentah.
7.
Pembebasan bea masuk atas impor bahan baku yang belum diproduksi di dalam negeri.
21
NO
KONDISI YANG DIHARAPKAN
LANGKAH STRATEJIK
INDUSTRI BERBASIS HASIL TAMBANG
INDUSTRI BERBASIS HASIL PERTANIAN
INDUSTRI BERBASIS SDM DAN PASAR DOMESTIK
4
PENINGKATAN KETERSEDIAAN ENERGI
1. 2. 3. 4. 5.
Subsidi harga bagi bahan bakar non-fosil. Pembebasan bea masuk atas impor mesin pembangkit listrik untuk keperluan sendiri. Penerapan 40% DMO batubara pada harga keekonomiannya. Tarif listrik untuk industri lebih murah dari tarif listrik untuk bisnis dan rumah tangga. Renegosiasi kontrak ekspor gas jangka panjang untuk mendorong pemenuhan kebutuhan industri dalam negeri. 6. Revisi UU No. 30/2009 tentang Ketenagalistrikan, untuk memberi kesempatan lebih luas kepada swasta dalam menyediakan tenaga listrik secara mandiri.
5
PENINGKATAN AKSES PADA SUMBER PEMBIAYAAN
1. Mendorong Bank BUMN untuk meningkatkan porfolio kredit ke sektor industri; 2. Mendorong penurunan suku bunga kredit investasi bank BUMN minimaql sama dengan ratarata suku kredit bank swasta; 3. Mendorong Bank Indonesia membuat ketentuan yang membolehkan mesin dan alat produksi sebagai agunan kredit investasi perbankan; 4. Memberikan insentif kepada FDI yang melakukan ekspansi pembangunan pabrik baru berupa pengurangan pajak penghasilan kena pajak;
6
TERSEDIA SUMBER DAYA MANUSIA INDUSTRI YANG HANDAL
1. Pengurangan PPh (10%) bagi perusahaan yang membangun sarana pelatihan bagi karyawan sendiri maupun bagi pihak lain; 2. Batasan PTKP tenaga kerja dinaikkan dari Rp. 15.840.000 menjadi Rp. 24.000.000. 3. Sumbangan ke lembaga pelatihan dikurangkan pada penghasilan kena pajak; 4. Pembayaran royalti kepada lembaga pelatihan dikecualikan dalam perhitungan withholding tax; 5. Biaya pelatihan karyawan dikurangkan pada penghasilan kena pajak. 6. Mendorong pengembangan lembaga pendidikan vokasi sesuai kebutuhan industri. 7. Penyempurnaan aturan ketenagakerjaan, termasuk peninjauan kembali regulasi tentang UMP dan pemberian pesangon. 22
NO 7
KONDISI YANG DIHARAPKAN PENINGKATAN TEKNOLOGI PRODUKSI
LANGKAH STRATEJIK
INDUSTRI BERBASIS HASIL TAMBANG 1. 2.
8
PENINGKATAN AKSES KE PASAR DOMESTIK DAN EKSPOR
1. 2. 3. 4.
INDUSTRI BERBASIS HASIL PERTANIAN
INDUSTRI BERBASIS SDM DAN PASAR DOMESTIK
Biaya R&D untuk pengembangan produk (product development) dan perbaikan proses produksi bersifat double deduction pada penghasilan kena pajak; Penerimaan dari komersialisasi hasil penelitian bersifat double deduction pada penghasilan kena pajak;
Pengadaan barang dan jasa produksi dalam negeri untuk pemerintah dan BUMN, diperbolehkan harganya lebih tinggi 25% dibandingkan produk impor. Pembayaran untuk registrasi paten, lisensi dan sertifikasi produk dan biaya promosi di luar negeri bersifat double deduction pada penghasilan kena pajak; Mengurangi Terminal Handling Charge (THC) di pelabuhan dan pembayaran dalam mata uang rupiah. Membangun “holding” BUMN pertanian; dan atau lembaga khusus yang didanai dari penerimaan bea keluar CPO; 5.
Dana bea keluar untuk promosi di pasar ekspor;
6. 7.
Standardisasi produk industri. Impor barang konsumsi hanya dapat dilakukan melalui pelabuhan di luar Jawa.
23
G. KEBIJAKAN AFIRMATIF: PENUMBUHAN IKM Selain langkah-langkah stratejik tersebut, diperlukan langkah-langkah khusus yang berkaitan dengan upaya meningkatkan peran Industri Kecil dan Menengah (IKM). Berikut adalah langkah–langkah yang perlu dilaksanakan berkaitan dengan pembangunan IKM. 1. Pembangunan IKM diupayakan sejalan dengan penguatan struktur industri dengan memperbesar keterkaitan antara industri besar dengan IKM. Untuk itu pemerintah perlu menciptakan insentif kepada industri besar agar lebih melibatkan IKM dalam rantai nilai industrinya. 2. Meningkatkan akses IKM terhadap sumber pembiayaan. Mendorong perbankan untuk menciptakan sistem pembiayaan yang lebih fleksibel dan mengakomodir sifat IKM. Fasilitasi bagi terbentuknya Pembiayaan Bersama (Modal Ventura) oleh industri besar. 3. Mendorong tumbuhnya kekuatan bersama sehingga terbentuk kekuatan kolektif untuk menciptakan skala ekonomis melalui standardisasi, procurement dan pemasaran bersama. 4. Perlindungan dan fasilitasi terhadap inovasi baru dengan mempermudah pengurusan hak patent bagi kreasi baru yang diciptakan IKM. 5. Diseminasi informasi dan fasilitasi promosi dan pemasaran di pasar domestik dan ekspor. 6. Menghilangkan bias kebijakan yang menghambat dan mengurangi daya saing industri kecil.
24