DISAMPAIKAN PADA : RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2012 TANGGAL, 1-2 FEBRUARI 2012
DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN RI
DAFTAR ISI I.
PENDAHULUAN
II.
KINERJA INDUSTRI AGRO
III. SASARAN PENGEMBANGAN IV. PERMASALAHAN V.
DASAR PENGEMBANGAN
VI. PROGRAM DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO TAHUN 2012 VII. FOKUS PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO VIII. PENUTUP 2
I. PENDAHULUAN 1. Industri Agro merupakan industri andalan masa depan, karena didukung oleh sumber daya alam yang cukup potensial yang berasal dari sektor pertanian, perikanan/kelautan, peternakan, perkebunan dan kehutanan, produksi minyak sawit mentah (CPO dan CPKO) pada tahun 2011 lebih dari 25 juta ton, kakao sekitar 0,6 juta ton dan karet sekitar 2,8 juta ton. 2. Pemanfaatan sumber daya alam sebagai bahan baku industri agro akan mempunyai efek berganda yang luas, seperti : 1). penguatan struktur industri, 2). Peningkatan nilai tambah, 3). pertumbuhan sub sektor ekonomi lainnya, 4). pengembangan wilayah industri, 5). proses alih teknologi, 6). perluasan lapangan kerja, 7). penghematan devisa, 8). perolehan devisa, 9). peningkatan penerimaan pajak bagi pemerintah. 3. Pemanfaatan sumber daya alam sebagai bahan baku industri agro belum maksimal, dan sebagian besar bahan baku diekspor dalam bentuk primer (bahan mentah). 3
II. KINERJA INDUSTRI AGRO 1. Realisasi Pertumbuhan PDB Sub Sektor Industri Pengolahan Atas Dasar Harga Konstan 2000 Kumulatif tahun 2006-2011 (Tw.III) No
Realisasi Pertumbuhan (%) LAPANGAN USAHA 2006
INDUSTRI PENGOLAHAN a. Industri Migas b. Industri bukan Migas Industri Agro
2007
2008
2009
2010
2011 (TW III)
4,59
4,67
3,66
2,11
4,52
5,93
(1,66)
(0,06)
(0,34)
(2,21)
(2,30)
(0,71)
5,27
5,15
4,05
2,52
5,13
6,49
5,51
4,38
1,92
9,21
1,94
6,02
7,21
5,05
2,34
11,29
2,67
7,29
(0,66)
(1,74)
3,45
(1,46)
(3,42)
0,88
1
Makanan, Minuman dan Tembakau
2
Brg. kayu & Hasil hutan lainnya.
3
Kertas dan Barang cetakan
2,09
5,79
(1,48)
6,27
1,71
2,26
Industri Pengolahan Lainnya
5,13
5,61
5,31
(1,31)
7,16
6,76
4
Pupuk, Kimia & Barang dari karet
4,48
5,69
4,46
1,51
4,81
4,18
5
Semen & Brg. Galian bukan logam
0,53
3,40
(1,49)
(0,63)
2,29
6,12
6
Tekstil, Brg. Kulit & Alas Kaki
1,23
(3,68)
(3,64)
0,53
1,81
8,63
7
Logam Dasar Besi & Baja
4,73
1,69
(2,05)
(4,53)
2,85
15,03
8
Alat Angk., Mesin & Peralatannya
7,55
9,73
9,79
(2,94)
10,43
7,01
9
Barang lainnya
3,62
(2,82)
(0,96)
3,13
3,05
4,59
Sumber : BPS diolah 4
2. Kontribusi Industri Agro Pada PDB Sektor Industri Non Migas Pada Tahun 2010 dan Tahun 2011 (s/d TW III) Kontribusi Cabang-cabang Industri Terhadap PDB sektor Industri Non Migas Tahun 2011 (s/d TW III)
Kontribusi Industri Agro Pada PDB Industri Non Migas Tahun 2010 Industri Barang Lainnya, 1% Industri Alat Angkut, Mesin dan Peralatannya, 28.1%
Industri Agro, 44.2%
Tekstil, Brg. kulit & Alas kaki; 9,3%
Industri Agro; 44,7%
Industri Logam Dasar Besi dan Baja, 1.9%
Industri Semen dan Barang Galian Bukan Logam, 3.2%
Pupuk, Kimia & Barang dari karet; 12,3% Semen & Brg. Galian bukan logam; 3,3%
- Mamintem; 34,6% - Brg. Kayu & Hasil hutan lainnya; 5,5% - Kertas & Barang Cetakan; 4,5% Industri Pupuk, Kimia dan Barang dari Karet, 12.7%
Industri Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki, 8,9%
Logam Dasar Besi & Baja; 2,0% Barang lainnya; 0,8%
Alat Angk., Mesin & Peralatannya; 27,7%
Sumber : BPS diolah
5
3. Target dan Realisasi Pertumbuhan Industri Agro Tahun 2010 - 2014 ( %)
Tahun 2010
CABANG INDUSTRI
2011
Target Realisasi Target
Rata-rata, %
2012
2013
2014
Realisasi Target Target Target TW I-III
2010-2014
Target
Makanan, Minuman dan Tembakau
6,64
2,67
7,92
7,29
8,15
8,90
10,40
8,40
Barang Kayu dan Hasil Hutan Lainnya
1,75
-3,42
2,75
0,88
2,79
3,40
3,70
2,88
Kertas dan Barang Cetakan
4,20
1,71
4,50
2,26
4,80
5,30
5,50
4,86
Sumber : Renstra Kementerian Perindustrian
6
4. Kinerja Ekspor Industri Agro dan Penyerapan Tenaga Kerja Perkembangan Nilai Ekspor Industri Agro 2010-2011 (Oktober) NO. 1 2 3
KELOMPOK KOMODITI Industri Hasil Hutan dan Perkebunan Industri Makanan, Hasil Laut dan Perikanan Industri Minuman dan Tembakau TOTAL IND. AGRO
2010 17.654,69 8.826,94 699,13 27.180,76
Nilai : US$ Juta % 2010 (Okt)2011 (Okt) 2011 (Okt) 19.583,12 37,1 10.343,17 54,8 690,56 18,9 30.616,85 42,1
TAHUN 2010 (Okt) 14.288,65 6.682,08 580,76 21.551,49
Sumber : BPS diolah
Perkembangan Tenaga Kerja Industri Agro 2010-2011 NO. 1 2 3
KELOMPOK KOMODITI Industri Hasil Hutan dan Perkebunan Industri Makanan, Hasil Laut dan Perikanan Industri Minuman dan Tembakau TOTAL IND. AGRO
TAHUN 2010 1.283.718 185.363 855.741 2.324.822
2011 1.598.869 195.580 858.829 2.653.278
(Orang) % 2009-2010 24,5 5,5 0,4 14,1
Sumber : BPS diolah 7
III. SASARAN PENGEMBANGAN a. Memperkuat struktur industri dengan mendorong investasi di bidang industri hilir agro, melalui promosi investasi dan pemberian insentif & disinsentif; b. Meningkatkan daya saing industri agro melalui Fasilitasi penyediaan infrastruktur baik fisik (seperti pelabuhan, jalan dan rel KA) maupun non fisik (seperti Pusat Reset dan sekolah khusus) serta infrastruktur khusus (seperti terminal kayu dan tangki timbun) c. Meningkatkan pemanfaatan kapasitas produksi melalui fasilitasi penyediaan bahan baku, pasokan listrik dan gas bumi untuk industri agro;
8
Sasaran Pengembangan (lanjutan ...........)
d. Meningkatkan penguasaan pasar dalam negeri dan ekspor, melalui pameran/promosi; e. Mengembangkan keragaman produk seperti diversifikasi produk bahan baku pangan untuk substitusi gandum (Mocal/mocaf); f. Meningkatkan mutu produk industri agro dengan melakukan pelatihan/workshop cara produksi yang baik, HACCP serta meningkatkan jumlah produk industri agro untuk diberlakukan SNI wajib. Di samping itu, melakukan lomba desain untuk produk furniture; g. Mengembangkan R & D baik di bidang teknologi proses, teknologi produk dan rancang bangun peralatan pabrik.
9
IV. PERMASALAHAN
a. Produktivitas on farm masih rendah b. Kompetisi alokasi komoditi dasar untuk domestik - ekspor c. Ketergantungan terhadap bahan baku impor
d. Belum berkembangnya industri hilir agro bernilai tambah tinggi e. Sistem logistik belum memadai f. Ketergantungan pada mesin/peralatan impor g. Masih minimnya R&D di bidang industri pengolahan agro dan SDM yang sesuai dengan kebutuhan industri
10
V. DASAR PENGEMBANGAN Perpres No. 28 Tahun 2008 “Kebijakan Industri Nasional” (Industri Agro merupakan Salah Satu Industri Andalan Masa Depan) Strategi : Hilirisasi Fokus : Kebijakan Fiskal dan Penyediaan Infrastruktur (termasuk Listrik dan Gas Bumi) Jangka Panjang : - Peningkatan R & D dan SDM - Pengembangan Mesin Pengolahan FOKUS
TERCAPAINYA SASARAN PERTUMBUHAN
KLASTER INDUSTRI KAKAO INDUSTRI BUAH INDUSTRI KELAPA
12 Klaster Industri Agro
INDUSTRI KELAPA SAWIT INDUSTRI FURNITURE
MENINGKATNYA DAYA SAING INDUSTRI AGRO
INDUSTRI KARET
INDUSTRI TEMBAKAU
INDUSTRI PULP KERTAS
INDUSTRI KOPI
INDUSTRI HASIL LAUT
INDUSTRI GULA
INDUSTRI OLAHAN SUSU
RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KLASTER
11
VI. PROGRAM DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO TAHUN 2012
1. Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Hasil Hutan dan Perkebunan 2. Revitalisasi Tembakau
dan
Penumbuhan
Industri
Minuman
dan
3. Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Makanan, Hasil Laut dan Perikanan 4. Penyusunan dan Evaluasi Penumbuhan Industri Agro
Program
Revitalisasi
dan
12
KEGIATAN POKOK TAHUN 2012 NO
KEGIATAN
SUB KEGIATAN
1
Revitalisasi Industri Gula (prioritas nasional)
• Audit Teknologi untuk mengetahui tingkat efisiensi PG
20 pabrik gula
• Pemberian Keringanan Pembeian mesin Peralatan Pabrik Gula
25 pabrik gula
• Bantuan Langsung mesin peralatan industri pabrik gula
3 pabrik gula
• Bimbingan konsultansi sistem manajemen mutu
16 pabrik gula
Pengembangan Klaster Industri Berbasis Pertanian, Oleochemical
• Pengembangan Klaster Industri Berbasis Pertanian, Oleochemical di Sumatera Utara, Riau dan Kalimantan Timur.
3 kawasan
(prioritas nasional)
• Fasilitasi dan koordinasi dalam pengembangan infrastruktur melalui: promosi investasi
2
OUTPUT
LOKASI Jabar, Jatim, Jateng, Sumut, Lampung, Sulsel.
Seimangke, Dumai, Maloy
• Studi pengembangan tangki timbun di Maloy. 13
PROGRAM POKOK TAHUN 2012 (Lanjutan) NO
KEGIATAN
SUB KEGIATAN
OUTPUT
3
Pengembangan klaster Industri Agro
Fasilitasi pengembangan klaster industri agro melalui dana dekonsentrasi di 12 lokus pengembangan
11 klaster industri agro (CPO, kakao, kopi, gula, buah, susu, kelapa, hasil laut, furniture, kertas, dan tembakau
4
Peningkatan Standar dan Mutu Industri
• Menyusun dan merevisi SNI produk industri agro khususnya yg lebih dari 5 thn.
• Penyusunan dan revisi 25 SNI komoditi IA dan 6 SNI Wajib
• Fasilitasi Penerapan CPPOB pada industri agro
• Meningkatnya mutu produk industri agro
• Fasilitasi Pengembangan Industri Karet Hulu, pengolahan kopi, es balok, Pengolahan Buah, Pengolahan coklat, pengolahan tembakau dan rumput laut.
7 unit mesin
5
Fasilitasi Pembinaan serta Pemanfaatan Teknologi Industri
LOKASI Jabar, Jateng, Jatim, Sumut, Riau, Kaltim, Lampung, Sulsel, Sulut, Sulteng, NTB dan Maluku
Sumsel, Jabar, Sumbar, NTB, Bengkulu, Lampung
14
PROGRAM POKOK TAHUN 2012 (Lanjutan) NO
PROGRAM
KEGIATAN
OUTPUT
LOKASI
• Peningkatan Mutu Susu Olahan Berbasis Susu Segar Dalam Negeri
8 cooling unit
Jabar, Jateng dan Jatim
• Peningkatan efisiensi pengolahan tembakau virginia flue cured dengan bahan bakar selain minyak tanah
36 buah tungku pengering tembakau
NTB
Jakarta
6
Peningkatan iklim usaha industri
• Pilot Proyek Antenna Shop Produk daerah Sulawesi Selatan di Jakarta
1 pilot proyek
7
Peningkatan penggunaan produksi DN
Sosialisasi P3DN produk IA
Peningkatan pemahaman dalam penggunaan produk industri khususnya produk industri agro
8
Pengembangan SDM Industri
• Kajian Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia pada Industri Agro • Pengembangan SKKNI (industri pulp & kertas, dan industri hasil tembakau)
1 paket kajian
2 paket
15
PROGRAM POKOK TAHUN 2012 (Lanjutan) NO
PROGRAM
KEGIATAN
OUTPUT
LOKASI
• Peningkatan kompetensi SDM furniture
4 kali pelatihan
Jateng, Kalteng, Sulteng & Sulsel
• Peningkatan kompetensi SDM Industri Pulp & Kertas • Peningkatan SDM Percetakan, desain grafis • Pelatihan kompetensi SDM Industri AMDK tenaga Lab. dan ISO 9001-2008. • Pelatihan deboning bahan baku industri pengolahan daging
2 kali pelatihan
Jabar & Jatim
3 kali pelatihan
Jabar & Banten
2 kali pelatihan
Sulsel, Sumsel
1 kali pelatihan
Sulsel
16
VII. FOKUS PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO No
Kelompok Industri
Jenis Industri
1
Industri Padat Karya
Furniture
2
IKM
-
3
Industri Barang Modal
-
4
Industri berbasis SDA
Makanan dan Minuman, CPO, Kakao, dan Rumput Laut
5
Industri Pertumbuhan tinggi
-
6
Industri Prioritas Khusus
Industri Gula
17
A. Industri Berbasis Padat Karya 1. FURNITURE
a. Pendahuluan Industri furniture merupakan salah satu industri berbasis kayu/rotan yang memiliki nilai tambah paling tinggi dan menyerap banyak tenaga kerja serta memberikan kontribusi yang cukup penting terhadap perekonomian, baik dalam bentuk kontribusi pada PDB maupun dalam perolehan devisa (ekspor). Walaupun daya saing industri ini pada tahun-tahun terakhir mengalami penurunan, namun industri ini cukup strategis untuk dikembangkan. Industri furniture di Indonesia tersebar hampir di seluruh propinsi, dengan sentrasentra yang cukup besar terletak di Jepara, Cirebon, Sukoharjo, Surakarta, Klaten, Pasuruan, Gresik, Sidoarjo, Jabodetabek, dan lain-lain. Upaya-upaya strategis dalam rangka meningkatkan kembali kinerja industri furniture, agar mampu menjadi tuan rumah di negeri sendiri dan mampu memberikan peningkatan kontribusi dalam perolehan devisa (ekspor), melalui : - Pengembangan daerah penghasil bahan baku - Peningkatan produksi - Peningkatan pemasaran
18
b. Permasalahan Bahan baku Terbatasnya pasokan bahan baku kayu/rotan dengan harga yang relatif mahal, yang disebabkan oleh : semakin menurunnya kemampuan pasok bahan baku kayu/rotan dari hutan alam, masih terbatasnya pasokan bahan baku dari hutan tanaman, pengaturan birokrasi peredaran dan tataniaga kayu/rotan yang belum optimal, masih maraknya praktek illegal logging dan illegal trade, dll.
Produksi • Masih lemahnya kemampuan SDM dibandingkan dengan negara pesaing terutama di bidang desain dan teknik produksi (termasuk finishing). • Masih lemahnya daya saing produk furniture Indonesia yang disebabkan antara lain oleh tingginya bunga bank, infrastruktur kurang memadai dan masalah permodalan.
Pasar • Makin membanjirnya furniture impor di pasar dalam negeri, sebagai akibat berlakunya pasar bebas AFTA dan CAFTA. • Tuntutan masalah lingkungan yang makin ketat di negara-negara tujuan ekspor, seperti : sertifikasi bahan baku, The USA Lacey Act di USA, REACH di negara-negara Uni Eropa, dan lain-lain.
19
c. Hal-hal yang dilakukan : Bahan baku Pengamanan pasokan bahan baku kayu dan rotan, diantaranya melalui : • Pemberlakuan larangan ekspor bahan baku rotan. • Pengoptimalan/pemanfaatan terminal bahan baku kayu di Kendal - Jawa Tengah dan Bitung – Sulawesi Utara, serta penyusunan FS pembangunan terminal kayu di Jawa Timur • Kerjasama antara pelaku bisnis di bidang bahan baku dengan industri pengolahan rotan dalam rangka penyerapan dan pemenuhan bahan baku rotan
Produksi • Pelatihan SDM bidang furniture, meliputi desain, finishing dan teknik produksi. • Fasilitasi pusat desain furniture kayu dan rotan. • Pendirian pusat inovasi berbasis kayu dan rotan
Pasar • Bersama dengan instansi terkait lainnya, melakukan promosi pasar produk furniture baik di dalam maupun di luar negeri. • Mendorong peningkatan penggunaan produk rotan di kantor pemerintah dan BUMN, serta penggunaan meja/bangku di sekolah-sekolah. 20
B. Industri Berbasis SDA 1. KELAPA SAWIT
a. Pendahuluan • Indonesia merupakan negara produsen Minyak Mentah Sawit (CPO & CPKO) terbesar di dunia, dengan produksi minyak sawit mentah (CPO dan CPKO) pada tahun 2011 lebih dari 25 juta ton dan pada tahun 2020 ditargetkan akan mencapai 40 juta ton; • Berdasarkan Peraturan Presiden No. 28 tahun 2008, tentang Kebijakan Industri Nasional, industri pengolahan kelapa sawit (turunan MSM) merupakan salah satu prioritas untuk dikembangkan dan mempunyai nilai tambah yang lebih tinggi, seperti industri oleofood, oleochemical, energi dan pharmaceutical.
• Pemanfaatan CPO selama ini digunakan oleh industri dalam negeri sebagai bahan baku industri turunan CPO yang hanya 18 jenis produk yaitu industri pangan (antara lain minyak goreng, margarin, shortening, CBS, Vegetable Ghee) dan industri non pangan yaitu oleokimia (antara lain fatty acids, fatty alcohol, dan glycerin) dan biodiesel. 21
a. Permasalahan Infrastruktur • Belum memadainya infrastruktur secara umum seperti pelabuhan, jalan dan transportasi, termasuk energi (gas bumi dan listrik)
Produksi • SDM di bidang pengembangan industri hilir CPO masih kurang • Masih belum memadainya Litbang untuk pengembangan industri hilir kelapa sawit
22
b. Hal-hal yang dilakukan :
Infrastruktur • Pengembangan klaster industri hilir kelapa sawit khususnya di 3 lokasi utama yaitu Sei Mangke, Dumai, dan Maloy melalui fasilitasi dan koordinasi dengan instansi terkait dalam rangka pembangunan infrastruktur termasuk penyusunan Feasibility Studi pembangunan tanki timbun di Maloy. • Pengembangan pusat inovasi industri hilir kelapa sawit.
Produksi • Promosi Investasi Industri Hilir Kelapa Sawit baik di dalam negeri maupun luar negeri dengan menyampaikan fasilitas insentif fiskal seperti tax allowance (PP No. 52/2011). • Mengusulkan untuk Penetapan Sei Mangke sebagai Kawasan Ekonomi Khusus. • Mendorong pengembangan industri permesinan.
23
2. KAKAO a. Pendahuluan Indonesia merupakan produsen nomor 3 di dunia dengan total produksi pada tahun 2010 mencapai 0,6 juta ton atau + 15% dari produksi kakao dunia (4 jt ton). Ekspor kakao setiap tahunnya mencapai sekitar 75% dari total produksi nasional. Pada tahun 2020 jumlah produksi industri kakao diprediksi akan mencapai 2 juta ton. Produk turunan kakao yang potensial untuk dikembangkan di masa mendatang adalah : cocoa liquor, cocoa cake, cocoa butter, cocoa powder, makanan olahan dan minuman cokelat.
24
a. Permasalahan Bahan baku • Beberapa industri pengolahan kakao masih kekurangan bahan baku yang diakibatkan sebagian besar biji kakao diekspor. • Produktivitas on farm masih rendah (rata-rata 600 kg/Ha) • Sistem perdagangan biji kakao di tingkat petani dikuasai eksportir asing • Mutu biji kakao masih rendah (kadar kotoran, jamur, serangga) dan tidak difermentasi.
Produksi • Kurangnya pembangunan infrastruktur di sentra-sentra produksi biji kakao (akses jalan dan pelabuhan) seperti : Mamuju, Pantoloan, Kolaka dan Palopo. • Terbatasnya R&D untuk diversifikasi produk olahan kakao dan masih rendahnya pemanfaatan fasilitas R & D,
Pasar Rendahnya konsumsi coklat di dalam negeri 60 gram/kapita/tahun sedangkan negara lain seperti Malaysia dan Singapura sudah mencapai diatas 500 gram/kapita/tahun.
25
c. Hal-hal yang Dilakukan :
Bahan baku • Meneruskan kebijakan penerapan Bea Keluar Biji Kakao • Mendorong industri pengolahan kakao untuk membeli biji kakao yang sudah difermentasi.
Produksi •
•
• •
Promosi investasi Industri pengolahan kakao baik di dalam negeri maupun luar negeri dengan menyampaikan fasilitas insentif fiskal seperti tax allowance (PP No. 52/2011). Pilot project pengembangan industri pengolahan kakao melalui bantuan mesin peralatan pengolahan kakao di Sulteng dan Sulsel. Penerapan secara wajib SNI bubuk kakao. Mendorong pengembangan industri pengolahan kakao di lokasi sumber bahan baku seperti Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat.
Pasar Peningkatan konsumsi cokelat nasional melalui pameran maupun pelaksanaan cocoa day.
26
C. Industri Prioritas Khusus 1. G U L A
a. Pendahuluan Gula merupakan komoditi penting dalam perekonomian nasional yang dibutuhkan masyarakat sebagai konsumsi langsung dan sebagai bahan baku industri makanan dan minuman Tahun 2003 hingga 2009 kebutuhan gula semakin meningkat baik Gula Kristal Putih (GKP) dari 2,5 menjadi 2,7 juta ton dan Gula Kristal Rafinasi (GKR) dari 1,7 menjadi 2,15 juta ton. Tahun 2014 diproyeksikan kebutuhan gula nasional mencapai 5,7 juta ton. Jumlah Pabrik Gula saat ini 61 PG dengan kapasitas existing 226.000 TCD dan realisasi produksi tahun 2009 sebesar 2,62 juta ton, sedangkan jumlah Pabrik Gula Rafinasi sebanyak 8 perusahaan dengan kapasitas terpasang 2,43 juta ton dan realisasi produksi tahun 2009 sebesar 1,9 juta ton. Dengan semakin meningkatnya kebutuhan gula nasional, maka perlu dilakukan revitalisasi pabrik gula, dengan tujuan :
• • • • •
Meningkatkan kapasitas giling Meningkatkan efisiensi pabrik Meningkatkan produksi dan produktivitas Meningkatkan kualitas produk Menurunkan harga pokok produksi 27
a. Permasalahan Bahan baku • •
Sulitnya mempertahankan areal yang ada dan penambahan areal baru Rendahnya tingkat produktivitas gula yang saat ini hanya mencapai kisaran 6 ton/ha.
Produksi •
Bertambahnya umur pabrik terjadi penurunan efisiensi pabrik yang memerlukan penggantian peralatan yang terkendala oleh terbatasnya ketersediaan dana investasi.
•
Tingkat efisiensi permesinan dan mutu gula masih rendah.
28
b. Hal-hal yang Dilakukan :
Bahan baku • Mendorong peningkatan produksi dan produktivitas tebu • Melakukan koordinasi penyediaan lahan dalam rangka pembangunan pabrik gula baru.
Produksi • Revitalisasi industri gula melalui pemberian keringanan pembiayaan maupun bantuan langsung peralatan pabrik gula • Mndorong pembangunan pabrik baru
29
VIII. PENUTUP 1.
Pengembangan industri berbasis agro memerlukan komitmen dan dukungan dari seluruh pihak (stake holder) yang terlibat, baik dari instansi Pemerintah Pusat, Daerah dan Dunia Usaha.
2.
Pengembangan industri berbasis agro akan meningkatkan nilai tambah dan mempunyai multiplier effect yang berdampak pada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat di sekitarnya.
3.
Hal-hal yang masih perlu mendapat perhatian khusus : Peningkatan infrastruktur Peningkatan kegiatan penelitian dan pengembangan Pengembangan teknologi di bidang proses dan mesin peralatan pabrik Peningkatan SDM
30