4 TINJAUAN UMUM PERIKANAN TANGKAP DI MALUKU 4.1 Provinsi Maluku Dengan diberlakukannya Undang-Undang RI Nomor 46 tahun 1999 tentang pemekaran wilayah Provinsi Maluku menjadi Provinsi Maluku Utara dan Provinsi Maluku maka luasan Provinsi Maluku saat ini menjadi relatif kecil dibanding sebelumnya.
Perubahan
luasan
dimaksud
berdampak
kepada perubahan
kewenangan provinsi dalam mengelola wilayahnya seluas 712.479,69 km2, di mana sekitar 90% luas wilayah (sekitar 658.294,69 km2) merupakan wilayah perairan. Sebagai wilayah kepulauan, Provinsi Maluku terdiri atas 559 pulau, besar dan kecil. Pulau besar meliputi Pulau Seram dan Pulau Buru, sedangkan sisanya tergolong pulau kecil. Secara geografis, Provinsi Maluku terletak pada posisi 2030´- 8030´ LS dan 1240-135030´ BT. Batas-batas wilayah Maluku sebagai berikut: bagian Utara berbatasan dengan Provinsi Maluku Utara; bagian Selatan berbatasan dengan Negara Timor Leste dan Australia; sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah; sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Irian Jaya Barat (DKP Maluku 2007b). Secara administratif Maluku terdiri dari 8 Kabupaten/Kota, 62 Kecamatan, dan 886 Desa/Kelurahan yang sebagian besarnya terletak di pesisir pantai (BPS Maluku 2007). Wilayah Maluku secara fisik geografis dibentuk oleh relief yang besar, di mana palung-palung laut dan punggung-punggung pegunungan silih berganti secara menonjol. Daratan Maluku adalah begunung dan berbukit yang menjulang langsung dari permukaan laut sehingga memberikan bentangan alam spesifik dengan tanjung dan teluk-teluk yang menyolok (DKP Maluku 2007b). Wilayah perairan Maluku merupakan laut dalam seperti Laut Banda dan Laut Seram. Laut dangkal adalah laut Arafura yang menutupi dangkalan sahul. Wilayah perairan Laut Banda merupakan wilayah laut dari Kabupaten Buru, Kabupaten Seram Bagian Barat, Kabupaten Maluku Tengah, Kabupaten Seram Bagian Timur, Kota Ambon, Kabupaten Maluku Tenggara, Kabupaten Maluku Tenggara Barat, serta bagian kecil dari perairan Provinsi Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah. Perairan Laut Seram merupakan bagian wilayah perairan dari Kabupaten Buru,
69
Kabupaten Maluku Tengah, Kabupaten Seram Bagian Timur, dan Provinsi Maluku Utara. Sementara, perairan Laut Arafura merupakan bagian wilayah perairan dari Kabupaten Kepulauan Aru, Kabupaten Maluku Tenggara Barat, dan Provinsi Irian Jaya. Penduduk Maluku pada tahun 2006 tercatat 1.313.022 jiwa, dengan pertambahan penduduk sangat bervariasi menurut Kabupaten/Kota. Pertambahan tertinggi adalah Kota Ambon (mencapai 4,98%) dibandingkan Kabupaten/Kota lainnya. Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) Maluku pada tahun 2006 mencapai sekitar 60%. Lapangan kerja penduduk yang utama adalah sektor pertanian (termasuk perikanan, kehutanan dan perkebunan) sebesar 60,99% (BPS Maluku 2007). Nelayan perikanan laut pada tahun 2004 di Maluku tercatat 88.236 orang (DKP RI 2006). 4.2 Iklim Iklim di Kepulauan Maluku termasuk iklim laut tropis dan iklim musim, karena wilayah Provinsi Maluku sebagaian besar dikelilingi laut sehingga iklim di daerah ini sangat dipengaruhi oleh lautan dan berlangsung seirama dengan iklim musim yang berlaku (BPS Maluku 2007). Berdasarkan datangnya angin musim, daerah Maluku mengenal dua musim yaitu musim barat dan musim timur, yang diselingi oleh musim pancaroba yang merupakan transisi antara kedua musim tersebut. Musim timur berlangsung dari bulan Mei hingga Oktober, sedangkan musim barat berlangsung pada bulan Desember sampai Maret. Keadaan musim relatif tidak homogen artinya setiap musim yang berlangsung di Maluku memberikan pengaruh yang berbeda-beda pada daratan maupun lautan. Jumlah rata-rata curah hujan di Maluku tahun 2006 tercatat 262 mm, dengan curah hujan tertinggi mencapai 1 386 mm pada bulan Juni yaitu musim timur. Kecepatan angin rata-rata tercatat 4,5 knot, sedangkan kecepatan tertinggi sebesar 13,5 knot (BPS Maluku 2007). Keadaan angin biasanya mempunyai kecepatan lebih besar pada musim barat. Kecepatan terbesar pada musim ini biasanya datang dari arah Barat Daya terutama pada bulan Desember dan Januari. Pada musim timur biasanya angin tidak terlalu kencang. Angin yang cukup kencang di musim timur datang dari arah tenggara terutama pada bulan Juni dan Juli.
70
Kondisi angin dan curah hujan sangat berkaitan dengan kondisi lautan. Keadaan gelombang laut sangat dipengaruhi oleh angin musim, terutama pada musim barat dan musim timur. Gelombang angin musim ini sangat terasa pengaruhnya akibat posisi kepulauan Maluku yang sebagian besar dipengaruhi oleh laut-laut dalam. Terdapat pulau-pulau yang terletak terbuka dari arah barat, selatan dan timur terhadap laut-laut dalam. Pada arah barat, kepulauan yang mempunyai posisi yang bebas dari pulau-pulau lain di wilayah Provinsi Maluku dan berhubungan langsung yang jauh dari laut tertentu akan menghadapi gelombang terbesar. Pada musim timur, bagian pulau yang menghadap ke arah timur akan mengalami gelombang besar. 4.3 Pembangunan Perikanan Pembangunan perikanan Maluku secara mendasar adalah sesuai dengan kondisi objektif wilayah Provinsi Maluku dan profil sektor perikanan dan kelautan Maluku saat ini. Dari sisi kebijakan, pembangunan perikanan Maluku mengacu pada kebijakan pemerintah meliputi kebijakan Departemen Kelautan dan Perikanan RI dan kebijakan Pemerintah Daerah Provinsi Maluku serta tidak terlepas dari opini publik tentang dinamika pembangunan perikanan dan kelautan Maluku (DKP Maluku 2005b). Dalam rangka mendayagunakan potensi perikanan secara optimal sebagai leading sector dan prime mover perekonomian daerah, maka tujuan pembangunan perikanan Maluku yang ditetapkan antara lain: (i) Memanfaatkan sumberdaya kelautan dan perikanan secara optimal dan berkelanjutan; (ii) Meningkatkan penerimaan devisa negara dari ekspor hasil perikanan; (iii) Meningkatkan kesejahteraan nelayan; (iv) Meningkatkan kecukupan gizi dari hasil perikanan; (v) Meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Berkaitan dengan tujuan tersebut, maka sasaran pembangunan perikanan khususnya perikanan tangkap yang telah digariskan oleh Pemerintah Daerah yaitu pada akhir tahun 2008 produksi perikanan tangkap minimal mencapai 441.172 ton, ekspor produk perikanan 338.599 ton, nilai ekspor sekitar US$ 490 juta, penyerapan nelayan perikanan tangkap 121.791 orang, pengembangan armada PTM 37.349 buah, PMT 1.773 buah dan kapal motor 759 buah, dan PAD Rp 11,4 milyar.
71
Pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan yang telah digariskan menghendaki adanya dukungan kebijakan pemerintah terhadap beberapa komponen yang mencakup: kebijakan tentang infrastruktur, sumberdaya manusia nelayan, perikanan tangkap, dan kebijakan komponen pendukung lainnya. Kebijakan infrastruktur adalah berupa pembangunan dan pengembangan pelabuhan perikanan untuk melayani kebutuhan armada penangkapan. Kebijakan sumberdaya manusia mencakup peningkatan jumlah dan mutu nelayan. Kebijakan perikanan tangkap meliputi pengembangan jumlah armada, alat penangkap ikan, dan alat bantu penangkapan pada wilayah yang memungkinkan, serta optimalisasi usaha perikanan skala kecil. Mengacu pada potensi dan jenis sumberdaya ikan, maka perikanan tangkap di sekitar Maluku masih memiliki prospek pengembangan kedepan. Peluang pengembangan industri perikanan tangkap masih terbuka untuk penambahan investasi. Nikijuluw (2005) menyatakan sekitar 1 750 kapal ikan berukuran di atas 30 GT masih bisa ditambahkan pada perairan sekitar Propinsi Maluku. Penambahan ini membutuhkan investasi sekitar Rp 9 Trilyun dan akan menyerap tenaga kerja sekitar 42 ribu orang, hanya untuk kegiatan perikanan tangkap. Kemudian, jika investasi tersebut dikembangkan dengan basis di Maluku, maka tenaga kerja yang bisa ditampung pada pengembangan industri perikanan tangkap dari hulu sampai ke hilir sebanyak 84 ribu orang. 4.3.1 Potensi sumberdaya ikan Luas laut Indonesia sekitar 5,8 juta km2 yang terdiri dari Perairan Kepulauan atau Laut Nusantara, Perairan Teritorial, dan Perairan ZEE Indonesia, sedangkan panjang garis pantai Indonesia adalah sekitar 81.000 km. Berdasarkan hasil pengkajian Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP-DKP) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada tahun 2001, potensi sumberdaya ikan laut Indonesia diperkirakan sebesar 6,41 juta ton/tahun, yang terdiri dari perairan wilayah laut teritorial sekitar 4,625 juta ton/tahun dan perairan ZEEI sekitar 1,785 juta ton/tahun (DKP RI 2006). Dengan menerapkan manajemen perikanan berazaskan kehati-hatian (precautionary approach), maka Jumlah Tangkapan yang diperbolehkan (TAC) ditetapkan sebesar 80% dari potensi tersebut atau sebesar 5,1 juta ton/tahun.
72
Untuk kelompok ikan pelagis, potensi sumberdaya ikan pelagis kecil diestimasi sebesar 3.605.660 ton/tahun, sedangkan pelagis besar 1.145.360 ton/tahun. Pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis berdasarkan WPP telah mengalami perubahan yang signifikan, dengan tingkat pemanfaatannya berada pada kondisi under-exploited, fully-exploited, dan overexploited. Sebagai contoh, sumberdaya ikan di beberapa perairan pantai (< 12 mil) tertentu sudah intensif dan telah menunjukkan gejala over fishing, seperti Laut Jawa dan Selat Malaka (Mangga Barani 2003a). Potensi dan tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis berdasarkan WPP tercantum pada Tabel berikut. Tabel 2 Potensi dan pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis berdasarkan WPP di Indonesia No.
WPP (Kelompok sumberdaya ikan)
1.
Selat Malaka (Pelagis Kecil) (Pelagis Besar) Laut Cina Selatan (Pelagis Kecil) (Pelagis Besar) Laut Jawa (Pelagis Kecil) (Pelagis Besar) Selat Makasar dan Laut Flores (Pelagis Kecil) (Pelagis Besar) Laut Banda (Pelagis Kecil) (Pelagis Besar) Laut Seram dan Teluk Tomini (Pelagis Kecil) (Pelagis Besar) Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik (Pelagis Kecil) (Pelagis Besar) Laut Arafura (Pelagis Kecil) (Pelagis Besar) Samudera Hindia (Pelagis Kecil) (Pelagis Besar)
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Potensi (103ton/thn)
Produksi (103ton/thn)
Tingkat Pemanfaatan
147 30 27 67
132.70 36.27
OE OE
621 50 66 08
205.53 35.16
UE UE
340 00 55 00
507.53 137.82
OE OE
605 44 193 60
333.35 85.10
UE UE
132.00 104.12
146.47 29.10
OE UE
379.44 106.51
119.43 37.46
UE UE
384.75 175.26
62.45 153.43
UE OE
468.66 50.86
12.31 34.56
UE UE
526.57 366.26
26.56 188.28
UE UE
Sumber: DKP RI, 2006 Keterangan: UE = under-exploited; OE = over-exploited
Kondisi objektif wilayah Maluku mengindikasikan bahwa sektor perikanan dan kelautan sangat berperan strategis dalam pembangunan nasional khususnya pembangunan Maluku, karena wilayah laut Provinsi Maluku yang luasnya sekitar
73
658.294 km2 menyimpan potensi berbagai jenis sumberdaya ikan yang umumnya dapat dikelompokan menjadi jenis-jenis ikan pelagis, ikan demersal, udang, cumi, ikan karang maupun ikan hias. Sekitar 26,3% potensi perikanan tangkap Indonesia yang bisa dimanfaatkan berada pada wilayah perairan Maluku dan sekitarnya (PPM 2006). Dengan anggapan bahwa potensi sumberdaya perikanan Provinsi Maluku terdapat pada 3 Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) yaitu WPP Laut Banda, WPP Laut Arafura serta WPP Laut Seram dan sekitarnya maka secara keseluruhan potensi sumberdaya perikanan Provinsi Maluku diestimasi sekitar 1,64 juta ton per tahun. Potensi tersebut pada tahun 2005 secara total baru dimanfaatkan sekitar 484.401 ton per tahun atau sebesar 29,5%. Potensi sumberdaya ikan di WPP Laut Banda diestimasi sekitar 227.490 ton/tahun. Berdasarkan hasil kajian potensi yang dilaporkan oleh DKP Maluku Tahun 2006, potensi tersebut terdiri dari (1) ikan pelagis besar 104.120 ton per tahun dengan tingkat pemanfaatan 27,95%; (2) ikan pelagis kecil sekitar 132.000 ton per tahun dengan tingkat pemanfaatan di atas 100%; (3) ikan demersal 9.320 ton per tahun dengan tingkat pemanfaatan di atas 100%; (4) udang penaeid yang hampir tidak teridentifikasi; (5) ikan karang konsumsi 32.000 ton per tahun dengan tingkat pemanfaatan 19,38%; (6) lobster 400 ton per tahun dengan tingkat pemanfaatan 2,5%, dan (7) cumi-cumi 50 ton per tahun dengan tingkat pemanfaatan 100%. Hasil kajian di atas mengindikasikan bahwa telah terjadi overfishing di WPP Laut Banda untuk kelompok ikan pelagis kecil, ikan demersal dan cumi-cumi. Pada WPP Laut Seram dan Teluk Tomini potensi sumberdaya ikan diestimasi sekitar 590.620 ton per tahun. Berdasarkan Laporan DKP Maluku Tahun 2006, potensi di WPP tersebut menurut kelompok sumberdaya adalah: (1) ikan pelagis besar 106.510 ton per tahun dengan tingkat pemanfaatan 35,17%; (2) ikan pelagis kecil 379.460 ton per tahun, tingkat pemanfaatan 31,48%; (3) ikan demersal 83.840 ton per tahun, tingkat pemanfaatan 83,84%; (4) ikan karang konsumsi 12.500 ton per tahun, tingkat pemanfaatan 37,04%; (5) udang penaed 900 ton per tahun, tingkat pemanfaatan 100%; (6) lobster 300 ton per tahun, tingkat pemanfaatan 6,67%, dan (7) cumi-cumi 7.130 ton per tahun dengan tingkat pemanfaatan 3,97%. Hasil kajian mengindikasikan bahwa ikan pelagis
74
kecil dan pelagis besar berpeluang dikembangkan, sedangkan udang penaed membutuhkan upaya pembatasan penangkapan. Potensi sumberdaya ikan di WPP Laut Arafura berdasarkan hail kajian yang dilaporkan oleh DKP Maluku Tahun 2006 adalah 227.490 ton/tahun. Potensi dan tingkat pemanfaatan berdasarkan kelompok sumberdaya adalah (1) ikan pelagis besar 50.860 ton per tahun dengan tingkat pemanfaatan 67,93%; (2) ikan pelagis kecil 468.660 ton per tahun dengan tingkat pemanfaatan 2,63%; (3) ikan demersal 202.340 ton per tahun, tingkat pemanfaatan 77,49%; (4) ikan karang konsumsi 3.100 ton per tahun dengan tingkat pemanfaatan telah melebihi 100%; (5) udang penaed 43.100 ton per tahun, tingkat pemanfaatan 85,00%; (6) lobster 100 ton per tahun, tingkat pemanfaatan melebihi 100%, dan (7) cumi-cumi 3.340 ton per tahun dengan tingkat pemanfaatan 3,97% (DKP Maluku 2006). Berdasarkan tingkat pemanfaatannya, seluruh kelompok sumberdaya masih memiliki peluang pengembangan di WPP Laut Aru, kecuali lobster dibutuhkan upaya pembatasan penangkapan. Sumberdaya ikan pelagis kecil yang terdapat di Maluku adalah ikan layang (Decapterus spp.), selar (Selaroides spp.), kembung (Rastrelliger spp.), tembang (Sardinela spp.), teri (Stolephorus spp.), ikan terbang (Poecilopterus spp.). Sumberdaya pelagis tersebut menyebar di perairan Seram, Buru, Kepulauan Lease, Kei Kecil, Laut Banda dan Laut Arafura (Gafa dan Subani 1991). 4.3.2 Armada perikanan Eksploitasi sumberdaya ikan di perairan Maluku sudah dilakukan sejak lama oleh armada perikanan. Armada perikanan merupakan sekelompok kapal-kapal yang melakukan kegiatan penangkapan ikan di suatu daerah penangkapan (Ditjen Perikanan Tangkap 2002). Menurut Monintja (2000), armada penangkapan terdiri atas beberapa unit penangkapan ikan yang mencakup kapal, alat tangkap, dan nelayan. Menurut Ditjen Perikanan Tangkap (2002), unit penangkapan merupakan kesatuan teknis dalam suatu operasi penangkapan yang terdiri dari perahu/kapal penangkap dan alat tangkap yang digunakan. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 mendefinisikan kapal perikanan sebagai perahu, kapal, atau alat apung lain yang digunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, mendukung operasi pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan,
75
pengolahan ikan, pelatihan perikanan, dan penelitian atau eksploirasi perikanan. Pengertian kapal perikanan yang dimaksudkan dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 adalah seiring dengan pengelompokkan jenis kapal ikan oleh Nomura and Yamazaki (1977) menjadi empat jenis, yaitu: (1) Kapal yang digunakan dalam operasi penangkapan ikan: termasuk kelompok kapal yang khusus digunakan untuk mengumpul sumberdaya hayati perairan, seperti kapal pukat udang, perahu pukat cincin, perahu jaring insang, kapal rawai, kapal pole and liner, dan sampan yang digunakan untuk memancing dan lain-lain; (2) Kapal yang digunakan sebagai tempat mengumpulkan hasil tangkapan dan mengolahnya; (3) Kapal pengangkut ikan yang digunakan untuk mengangkut hasil tangkapan dari kapal pengumpul ataupun kapal penangkap dari daerah penangkapan ke pelabuhan; dan (4) Kapal penelitian, pendidikan dan latihan merupakan kapal ikan yang dipakai dalam penelitian, pendidikan, dan latihan. Pada umumnya kategori dan ukuran kapal atau perahu di Indonesia berdasarkan Statistik Kelautan dan Perikanan Tahun 2005 terdiri dari 3 kategori utama (DKP RI 2006) yaitu: (1) Perahu Tanpa Motor, PTM, (2) Motor Tempel, dan (3) Kapal Motor, yang terbagi menurut ukuran GT yaitu: ukuran <5GT, 510GT, 10-20GT, 20-30GT, 30-50GT, 50-100GT, 100-200GT, dan ukuran >200GT. Pengelompokkan kategori kapal tersebut tentunya didasarkan pada tenaga penggerak yang digunakan. Fungsi kapal perikanan seperti tercantum dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 meliputi: (1) Kapal penangkap ikan; (2) Kapal pengangkut ikan; (3) Kapal pengolah ikan; (4) Kapal latih perikanan; (5) kapal penelitian/eksplorasi perikanan; dan (6) kapal pendukung operasi penangkapan ikan dan atau pembudidayaan ikan. Jumlah armada penangkapan ikan di Maluku pada tahun 2002 tercatat 37.295 buah, dan tahun 2006 jumlah tersebut meningkat menjadi 43.923 buah. Selama periode 2002-2006 tersebut, jumlah armada relatif mengalami peningkatan rata-rata 3,5% pertahun. Pada tahun 2006 mengalami peningkatan relatif kecil 0,47% dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, armada penangkapan
76
di Maluku masih didominasi oleh perahu-perahu berukuran kecil yaitu Perahu Tanpa Motor (PTM), yang mencakup jukung dan perahu papan kecil, sedang dan besar. Jumlah armada penangkapan ikan PTM rata-rata mencapai sekitar 90% dari total armada penangkapan, dan selebihnya merupakan Perahu Motor Tempel (PMT) sekitar 7,96% dan Kapal Motor 2,34% (DKP Maluku 2007a). Perkembangan kapal penangkap ikan di Maluku tertera pada Tabel berikut ini. Tabel 3 Struktur ukuran kapal penangkap ikan di perairan Maluku Tahun 2002-2006 No
Tahun
Klasifikasi 2002
2003
2004
2005
2006
1
PTM
34 188
36 617
35 844
39 471
39 397
2
PMT
2 285
1 738
1 792
3 251
3 496
3
Kapal Motor:
822
714
672
995
1.030
Kurang dari 5 GT 5-10 GT 10-30 GT 30-50 GT 50-100 GT 100-200 GT > 200 GT
215 54 113 51 198 165 26
245 134 75 40 170 45 5
225 119 102 3 44 149 30
418 266 139 12 35 125 -
426 271 145 8 17 133 30
Jumlah
37 295
39 069
38 308
43 717
43 923
Sumber: DKP Maluku (2007a) Keterangan: PTM = Perahu Tanpa Motor PMT = Perahu Motor Tempel
PTM
PMT
KM
40000
Jumlah Kapal
35000 30000 25000 20000 15000 10000 5000 0 2002
2003
2004
2005
2006
Tahun
Gambar 5 Perkembangan kapal/perahu penangkap ikan di Maluku Tahun 2002-2006.
77
4.3.3 Alat penangkapan ikan Alat tangkap merupakan sarana dan perlengkapan untuk menangkap ikan. Berdasarkan Statistik Kelautan dan Perikanan Indonesia Tahun 2005 alat penangkapan ikan (API) di Indonesia dikelompokkan kedalam beberapa jenis yaitu: pukat tarik atau trawl, pukat kantong atau seine nets, pukat cincin, jaring insang, jaring angkat atau lift nets, pancing atau hook and lines, perangkap, alat pengumpul dan penangkap, dan alat lainnya (DKP RI 2006). Berbagai tipe API yang termasuk dalam kelompok dimaksud sebagai berikut: (1) Pukat tarik: pukat udang ganda, pukat udang tunggal, pukat tarik berbingkai dan pukat tarik ikan; (2) Pukat kantong: payang termasuk lampara, dogol termasuk lampara dasar, cantrang, jaring arad; (3) Pukat cincin: pukat cincin; (4) Jaring insang: jaring insang hanyut, jaring lingkar, jaring klitik, jaring insang tetap, jaring tiga lapis; (5) Jaring angkat: bagan perahu/rakit, bagan tancap, serok dan songko, anco, jaring angkat lainnya; (6) Pancing: rawai tuna, rawai hanyut lain selain rawai tuna, rawai tetap, rawai dasar tetap, huhate, pancing tonda, pancing ulur, pancing tegak, pancing cumi, pancing lainnya; (7) Perangkap: sero, jermal, bubu, perangkap lainnya; (8) Alat pengumpul dan penangkap: alat pengumpul rumput laut, alat penangkap kerang, alat penangkap teripang, alat penangkap kepiting; dan (9) API lain: muroami, jala tebar, garpu dan tombak. Pengelompokkan tersebut mengindikasikan terdapat berbagai tipe API yang dioperasikan di seluruh wilayah laut Indonesia. Berdasarkan Statistik Perikanan Provinsi Maluku tahun 2006, alat tangkap yang dioperasikan di Provinsi Maluku dikelompokkan kedalam 14 jenis API. Perkembangan jenis dan jumlah API di Maluku selama periode 2002 – 2006 tercantum pada Tabel 4.
78
Tabel 4 Jenis dan jumlah API di Maluku Tahun 2002-2006 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Jenis Alat Tangkap Pukat udang Pukat payang Pukat tarik ikan Pukat pantai Pukat cincin Jaring insang Jaring angkat Pancing Huhate Rawai Perangkap Alat pengumpul Muro ami API lainnya Jumlah
2002 154 210 344 192 9 614 1 336 21 564 226 229 5 663 3 312 7 8 296 51 147
2003 47 175 339 233 11 406 2 082 26 418 198 279 6 198 1 092 4 099 52 556
Tahun 2004 39 140 370 246 11 305 1 936 25 289 224 308 6 344 1 500 4 337 52 038
2005 35 135 419 245 12 688 1 672 23 679 216 950 5 962 1 808 5 237 53 046
2006 53 138 425 251 12 843 1 717 24 152 244 992 6 017 1 561 4 871 53 264
Sumber: DKP Maluku (2007a) API = alat penangkap ikan
4.3.4 Nelayan Tenaga kerja (nelayan) merupakan salah satu faktor dari unit penangkapan ikan yang sangat berperan dalam melakukan kegiatan penangkapan ikan. Nelayan sebagai tenaga kerja adalah sangat penting artinya terutama dalam mengelola faktor-faktor produksi yang tergabung dalam satu unit penangkapan yang berkaitan dengan tujuan pemanfaatan sumberdaya ikan. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 mendefinisikan nelayan sebagai orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Ahli mesin dan juru masak yang bekerja di atas kapal penangkapan dikategorikan sebagai nelayan walaupun mereka tidak melakukan kegiatan menangkap (Ditjen Perikanan Tangkap 2004). Selanjutnya, berdasarkan waktu yang di alokasikan untuk melakukan operasi penangkapan ikan maka nelayan dapat diklasifikasikan dalam: (1) nelayan penuh: nelayan yang seluruh waktunya dialokasikan untuk melakukan penangkapan ikan; (2) nelayan sambilan utama: nelayan yang sebagian besar waktunya dialokasikan untuk melakukan operasi penangkapan ikan. Dalam kategori ini, nelayan dapat pula mempunyai pekerjaan lain; dan (3) nelayan sambilan tambahan: nelayan yang sebagian kecil waktunya dialokasikan untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan. Keadaan nelayan di Provinsi Maluku tidak dapat dirincikan menurut tipe klasifikasi sebelumnya. Namun jumlah nelayan di Maluku pada tahun 2006
79
tercatat 114.630 orang, sedangkan Rumah Tangga Perikanan (RTP) pada tahun yang sama berjumlah 37.505 (DKP Maluku 2007). Permasalahan klasik nelayan di Maluku adalah mereka masih juga dikategorikan sebagai sumberdaya manusia dengan tingkat kemampuan rendah. Kondisi kehidupan mereka umumnya masih memprihatinkan dan dililit oleh sejumlah keterbatasan pengetahuan dan ketrampilan mengelola sumberdaya perikanan secara efisien, dan kurang berorientasi bisnis perikanan. Permasalahan internal tersebut berhubungan dengan kualitas manajemen terhadap karakteristik nelayan di setiap WPP Provinsi Maluku. Walaupun pengembangan sumberdaya manusia nelayan telah menjadi kewenangan otonomi kabupaten/kota, namun berdasarkan tuntutan globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas maka pengembangan sumberdaya manusia nelayan perlu ditingkatkan daya saingnya. Perkembangan nelayan meningkat selama periode 2002 - 2006. Peningkatan jumlah nelayan pada tahun 2005 menjadi 114.156 orang atau sekitar 29% dibandingkan tahun sebelumnya adalah seirama dengan peningkatan RTP pada tahun yang sama yaitu sebesar 37.434 atau sekitar 13%. Tabel 5 Nelayan dan rumah tangga perikanan (RTP) di Maluku tahun 2002-2006 No
Tahun
Uraian 2002
2003
2004
2005
2006
1.
Nelayan perikanan laut
74 012*
105 660*
88 236*
114 156+
114 630+
2.
RTP Laut
31 026^
31 472^
33 016^
37 434^
37 505^
Sumber: * DKP RI (2006) + DKP Maluku (2007b) ^ DKP Maluku (2003; 2005; 2007a)
4.3.5 Produksi perikanan Produksi hasil perikanan merupakan output dari proses penangkapan ikan. Produksi tersebut sangat ditentukan oleh berbagai faktor seperti sarana penangkapan ikan, kemampuan atau ketrampilan nelayan, manajemen, dan beberapa faktor lainnya termasuk infrastruktur pendukung seperti pelabuhan perikanan ataupun pangkalan pendaratan ikan. Produksi hasil perikanan berdasarkan Statistik Perikanan Provinsi Maluku tahun 2006 yang terdiri dari komoditi udang, cakalang, tuna, kembung, layang, selar, julung, teri, dan komoditi lain-lain relatif meningkat selama periode 2002-
80
2006. Kenaikan tersebut adalah seiring dengan peningkatan jumlah RTP, kapal penangkap, API dan nelayan pada periode yang sama. Produksi hasil perikanan menurut komoditi tercantum pada Tabel 6. Ratarata volume produksi ikan pelagis kecil seperti kembung dan layang sejak tahun 2002 hingga 2006 relatif meningkat, sedangkan ikan selar, julung dan teri berfluktuasi pada periode tahun yang sama. Produksi ikan pelagis terbanyak pada tahun 2006 secara berurutan adalah ikan layang (35.129,8 ton), kembung (32.880,7 ton), selar (13.454,4 ton), teri (8.215,6 ton), dan julung (2.335,6 ton). Jika dibandingkan dengan tahun 2005 maka produksi ikan pelagis kecil dimaksud mengalami peningkatan produksi lebih besar dari 35% untuk masing-masing jenis ikan. Kecenderungan peningkatan produksi ikan pelagis kecil pada tahun 2006 mengindikasikan tingkat pemanfaatan jenis pelagis kecil cukup intensif. Walaupun demikian, secara total produksi, perubahan produksi hasil perikanan Maluku tahun 2006 terhadap 2005 hanya meningkat sekitar 0,5%. Upaya peningkatan produksi tidak hanya berkaitan langsung dengan bertambahnya nelayan, tetapi dibutuhkan dukungan terhadap nelayan melalui peningkatan modernisasi kapal penangkap. Hal ini disebabkan sekitar 90% kapal penangkap masih merupakan PTM dengan jangkuan yang terbatas ke daerah penangkapan ikan. Selain itu diperlukan dukungan finansial dan IPTEK perikanan bagi nelayan PMT dan kapal motor untuk lebih memperluas daya jangkau ke wilayah perairan yang rendah tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan. Peningkatan produksi hasil perikanan berkaitan langsung dengan pasar untuk memberikan nilai tambah produk perikanan. Pemasaran hasil perikanan Maluku mempunyai peluang besar baik pada pasar ekspor maupun pasar domestik. Peluang pasar ekspor akhir-akhir ini terus meningkat karena (i) jumlah penduduk dunia terus meningkat; (ii) kesadaran manusia akan gizi ikan (seafood) bagi kesehatan, kecerdasan, dan kekuatan; (iii) semakin berkembangnya industri makanan dan minuman dengan bahan dasar atau raw material dari biota laut; dan (iv) kecenderungan produksi perikanan dunia menurun. Komoditi perikanan Maluku dalam realisasi ekspor tahun 2006 meliputi komoditi udang, ikan campur, kepiting beku, dan ikan hidup. Permintaan pasar dalam negeri lebih mengarah pada produk ikan asin, ikan asap, bakso ikan, abon ikan, dan kerupuk udang atau
81
kerupuk ikan. Produk-produk olahan tersebut masih berpeluang dikembangkan untuk memenuhi permintaan pasar dalam negeri ataupun pasar lokal. Tabel 6 Produksi hasil perikanan Maluku tahun 2002 - 2006 Komoditi
2002 2003 Udang 4348,2 5748,9 Cakalang 6981,9 6253 Tuna 4973,6 4112,3 Kembung 3746,7 3415,9 Layang 6828,7 8914,4 Selar 4272,9 6149,4 Julung 1201 1150,6 Teri 4131 6186.8 Lain-lain 203556 331 839,6 Ikan darat 274 111,3 Jumlah 240314 373.882,2 Sumber: DKP Maluku (2007)
Volume (ton) 2004 6776,7 7862,5 3792,6 9205,3 15518,6 7324,2 1094,2 5678,8 370431,94 520,1 428 204,9
2005 928,8 11777,8 4913,7 11487,7 19098,6 8652,4 1539,3 5970,9 417958,9 3328,2 485657,3
2006 3834,1 20719,2 6293 32880,7 35129,8 13454,4 2335,6 8215,6 361538,8 3689,4 488090,6
Perubahan 2005-2006 (%) 312,8 75,9 28,1 186,2 83,9 55,5 51,7 37,6 -13,5 10,85 0,5
4.3.6 Infrastruktur pelabuhan Sebagai wilayah kepulauan, infrastruktur pelabuhan perikanan di Maluku sangat berperan dalam pengembangan perikanan tangkap, karena masalah perikanan tangkap tidak dapat dilepaskan dari infrastruktur pelabuhan perikanan sebagai salah satu subsistem perikanan tangkap. Kemajuan perikanan tangkap dapat dilihat dari sejauhmana pelabuhan perikanan telah berkembang. Pelabuhan perikanan merupakan pusat segala aktifitas yang berkaitan dengan usaha penangkapan ikan dan usaha–usaha pendukung lainnya seperti usaha penyediaan bahan perbekalan, perkapalan, perbengkelan, pengolahan hasil tangkapan dan lain-lain. Pelabuhan perikanan di Maluku dapat dikelompokkan dalam beberapa tipe, yaitu (1) Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) sebanyak 2 buah; (2) Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) sebanyak 7 buah; dan (3) Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) sebanyak 3 buah (PPM 2006). Pada tahun 2004 kondisi PPI dan PPP ada yang sementara diusulkan maupun dibangun yang terdistribusi pada setiap wilayah kabupaten/kota. Sesuai dengan penjelasan pasal 41 Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004, pelabuhan perikanan mempunyai fungsi antara lain sebagai: (1) tempat tambat labuh kapal perikanan; (2) tempat pendaratan ikan; (3) tempat pemasaran dan distribusi ikan; (4) tempat pelaksanaan pembinaan mutu hasil perikanan; (5) tempat pengumpulan data tangkapan; (6) tempat pelaksanaan penyuluhan serta
82
pengembangan masyarakat perikanan; (7) tempat untuk memperlancar kegiatan operasional kapal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PPI maupun PPP tertentu di Maluku belum dimanfaatkan secara optimal bahkan tidak berfungsi dalam menunjang kegiatan perikanan tangkap. Fungsi-fungsi tersebut meliputi penyediaan bahan perbekalan melaut seperti bahan bakar minyak, es, air bersih, bahan makanan dan lain-lain. Ketersediaan bahan perbekalan tersebut sangat berpengaruh terhadap kelancaran operasi penangkapan maupun mutu ikan hasil tangkapan. 4.3.7 Pencapaian pembangunan sektor perikanan di Maluku Sektor perikanan dan kelautan Maluku telah memberikan kontribusi penting terhadap pembangunan daerah. Kontribusi ditunjukkan oleh nilai Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor perikanan dan kelautan tahun 2006, yang dipungut berdasarkan Perda Nomor 11 Tahun 2004 tentang Izin Usaha Perikanan dan Perda Nomor 15 Tahun 2004 tentang Uji Mutu Hasil Perikanan (DKP Maluku 2007). Nilai PAD dari sektor tersebut pada tahun 2006 mencapai sekitar Rp 5,56 milyar. Pendapatan tersebut berasal dari jasa pemeriksaan mutu dan Izin Usaha Penangkapan Ikan (IUP). Selain itu, pendapatan lainnya diperoleh melalui Pungutan Hasil Perikanan. Kontribusi penting lainnya terhadap produksi, nilai produksi, ekspor hasil perikanan, nilai ekspor, jumlah nelayan, armada penangkapan ikan, alat tangkap, pendapatan nelayan dan konsumsi perkapita hasil perikanan tahun 2006 (DKP Maluku 2007), seperti tercantum pada tabel berikut. Hingga akhir Desember 2006, ekspor hasil perikanan Maluku adalah sebesar 210.526,76 Ton dengan nilai US$ 61.326.000,36. Sebagian besar ekspor perikanan tersebut disumbangkan oleh komoditi ikan beku. Produksi perikanan sebesar 488.090,6 ton dengan nilai produksi sebesar Rp 2.546.109.181.397. Nelayan di Maluku pada tahun 2006 berjumlah 114.630 orang, dengan armada penangkapan sebanyak 43.923 Unit. Selain itu pendapatan nelayan yang dicapai pada tahun 2006 sebesar Rp 4.038.329 per tahun, sementara konsumsi ikan mencapai 54,3 kg per kapita per tahun. Indikator-indikator tersebut pada tahun 2006 cenderung meningkat, bila dibandingkan tahun sebelumnya.
83
Tabel 7 Keragaan pencapaian pembangunan perikanan di Maluku tahun 2006 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Uraian Produksi Nilai Produksi Ekspor hasil perikanan Nilai ekspor hasil perikanan Jumlah nelayan Armada penangkapan Alat tangkap Pendapatan nelayan Konsumsi perkapita
Jumlah 488 090,6 Ton Rp 2 546 109 181 397 210 526,76 Ton US$ 61 326 000,36 114 630 orang 43 923 Unit 53 264 buah Rp4 038 329/Tahun 54,3 Kg/Kapita/Tahun
Sumber: DKP Maluku (2007)
Berdasarkan keragaan pencapaian hasil pembangunan perikanan Maluku tahun 2006, maka pengembangan perikanan tangkap telah menunjukkan hasil yang cukup mengembirakan ditinjau dari sisi konsumsi ikan perkapita, nilai ekspor hasil perikanan, dan PAD, kecuali pendapatan nelayan belum memadai.