4 KONDISI PERIKANAN TANGKAP CAKALANG DI KAWASAN TELUK BONE 4.1 Pendahuluan Salah satu perairan yang sumber ikannya perlu dikelola secara optimum adalah perairan teluk. Teluk adalah laut yang menjorok ke daratan. Indonesia sebagai negara yang memiliki 17.504 pulau tentunya mempunyai banyak teluk dan yang baru dapat diidentifikasi 631 teluk. Salah satu teluk yang dipilih dalam penelitian ini adalah Teluk Bone. Teluk ini masuk dalam WPPI 713 yaitu wilayah pengelolaan Selat Makassar, Laut Flores dan Laut Bali. Ekosistem Teluk Bone merupakan ekosistem yang mempunyai kekhasan tersendiri.
Perairannya semi tertutup dibandingkan dengan perairan Selat
Makassar dan Laut Flores karena secara geografis terletak di sebelah Timur daratan Sulawesi Selatan dan di sebelah Barat daratan Sulawesi Tenggara. Wilayah Teluk Bone memiliki luas sekitar 31.837,077 km2 dengan panjang garis pantai 1.126,84 km memiliki potensi sumberdaya perikanan yang cukup besar, khususnya perikanan cakalang karena 59 % (13,616 ton) produksi ikan cakalang Sulawesi Selatan berasal dari kawasan Teluk Bone (Dinas Kelautan dan Perikanan Sulawesi Selatan 2006). Di sekitar wilayah tersebut terdapat 9 (sembilan) kabupaten yaitu 7 kabupaten di wilayah Sulawesi Selatan serta 2 (dua) kabupaten di wilayah Sulawesi Tenggara yang merupakan satu kesatuan kawasan pengelolaan perikanan Teluk Bone. Perikanan tangkap di kawasan Teluk Bone merupakan kegiatan yang dilakukan dengan tujuan memanfaatkan sumberdaya ikan yang mempunyai nilai ekonomi dengan menggunakan teknologi, baik yang sederhana maupun yang lebih modern. Oleh karena itu perikanan tangkap di kawasan Teluk Bone adalah suatu proses produksi yang memiliki nilai ekonomi yang melibatkan berbagai komponen yang saling berinteraksi, di mana komponen utama adalah manusia (nelayan), kapal, alat tangkap, dan ketersediaan ikan yang menjadi tujuan utama penangkapan.
Interaksi
komponen
utama
dalam
perikanan
tangkap
menyebabkan adanya perbedaan karakteristik perikanan tangkap di suatu wilayah perairan. Perikanan cakalang sangat potensil untuk dikembangkan karena selain nilainya yang cukup tinggi, juga mampu menyerap tenaga kerja yang cukup banyak. Sumberdaya cakalang di Teluk Bone mempunyai kesamaan sifat dalam hal daerah penangkapan, area bermain dengan sumberdaya tuna khususnya dari jenis madidihang (yellowfin tuna). Pemanfaatan cakalang yang dilakukan
40
selama ini menggunakan berbagai jenis
upaya penangkapan ikan dengan
karakteristik dan deskripsi yang berbeda-beda. Karakteristik perikanan cakalang di Teluk Bone akan dideskripsikan melalui kegiatan usaha penangkapan dan tingkat pemanfaaatan sumberdaya perikanan cakalang.
4.2 Tujuan Spesifik 1
Mendeskripsikan kegiatan usaha penangkapan cakalang di kawan Teluk Bone yang meliputi spesifikasi alat tangkap pole and line, operasi dan daerah penangkapan serta produksi hasil tangkapan cakalang di kawasan Teluk Bone.
2
Menentukan tingkat produksi sumberdaya perikanan cakalang dan catch per unit effort (CPUE) yang dapat dimanfaatkan secara bersama (shared stok) untuk keperluan pengelolaan di kawasan Teluk Bone.
4.3 Metode 4.3.1 Deskripsi kegiatan usaha Metode yang digunakan pada Bab 4 ini adalah gabungan antara penelitian deskriptif dan survey langsung ke lapangan. Untuk deskripsi kegiatan usaha penangkapan (alat tangkap pole and line dan metode penangkapannya) dilakukan pengumpulan data lapangan khususnya tentang deskripsi alat tangkap pole and line dan metode penangkapannya sebagai salah satu alat dominan dalam penangkapan cakalang melalui survei langsung ke fishing base nelayan. Responden dipilih berdasarkan tempat pusat kegiatan penangkapan ikan cakalang pada setiap kabupaten di kawasan Teluk Bone yaitu Kabupaten Luwu di pusatkan di TPI Murante Kecamatan Suli, Kabupaten Bone di TPI Bajoe Kecamatan Tanete Riattang Timur dan Kabupaten Sinjai di TPI Lappa Kecamatan Sinjai Utara. Daerah penangkapan cakalang dan alat tangkap pole and line yang digunakan nelayan di Teluk Bone diidentifikasi berdasarkan hasil wawancara langsung dengan nelayan atau dengan keikutsertaan enumerator data secara langsung dalam aktivitas penangkapan yang dilakukan oleh nelayan. Penentuan posisi geografi menggunakan global positioning system (GPS). Produksi hasil tangkapan cakalang diperoleh dari data hasil tangkapan nelayan per trip dalam satuan kg.
Waktu yang digunakan nelayan untuk melakukan penangkapan
dengan alat tangkap pole and line adalah sehari semalam (one day fishing trip).
41
Untuk mendeskripsikan kondisi SPL, klorofil-a dan saliniitas kawasan Teluk Bone, data hasil olahan citra SPL, klorofil-a dan salinitas hasil pengukuran in situ dianalisis dengan menggunakan sofware Surfer Versi 10.
4.3.2 Tingkat pemanfaatan cakalang Data tentang jumlah produksi hasil tangkapan, jumlah unit dan trip alat tangkap pole and line, purse seine, jaring insang hanyut dan pancing tonda diperoleh dari statistik perikanan propinsi Sulawesi Selatan
pada 7
Kabupaten/Kota yang berada disepanjang pesisir kawasan Teluk Bone yaitu : Kabupaten Luwu, Kabupaten Bone, Kabupaten Sinjai, Kabupaten Wajo, Kabupaten Luwu Utara, Kabupaten Luwu Timur dan Kota Palopo.dari tahun 1996 -2006.
Untuk
keperluan
analisis
selanjutnya
data
dari
7
kabupaten
dikelompokkan menjadi 3 zona yaitu zona Utara mencakup kabupaten Luwu, Wajo, Luwu Utara, Luwu Timur dan kota Palopo ; zona Tengah yaitu kabupaten Bone dan zona Selatan yaitu kabupaten Sinjai. Selain ditentukan berdasarkan zona, tingkat pemanfaatan cakalang dihitung juga dalam satu kawasan Teluk Bone. Produksi hasil tangkapan dan upaya penangkapan (trip) dijumlahkan dari keseluruhan zona yang ada dalam kawasan Teluk Bone. Produksi hasil tangkapan dihitung berdasarkan proporsi produksi hasil tangkapan ikan cakalang yang dilakukan dalam 3 tahap, yaitu: 1. Menghitung proporsi berdasarkan produksi total masing-masing alat tangkap dalam kawasan teluk, sebagai berikut: Ck =
Pk 4
Pk 1
di mana, C : proporsi produksi k
: unit penangkapan
P : produksi berdasarkan data statistik; 2. Menghitung produksi cakalang dari masing-masing unit penangkapan dalam kawasan sebagai berikut :
Ik
Ck x IS
di mana, I
: produksi proporsi cakalang
C : proporsi produksi
42
IS : produksi ikan cakalang berdasarkan data statistik. 3. Produksi tahunan (P) setiap unit penangkapan cakalang pada masingmasing zona dalam kawasan Teluk Bone dihitung dengan persamaan sebagai berikut : 4
Ik
Pk = i 1
Jumlah alat tangkap yang dianalisis untuk zona Utara dan Selatan ada 4 jenis yaitu pole and line, purse seine, jaring insang hanyut dan pancing tonda, sedangkan untuk Zona Tengah hanya 3 jenis yaitu pole and line, jaring insang hanyut dan pancing tonda.
Selanjutnya dilakukan standarisasi terhadap alat
tangkap dengan tujuan untuk menyeragamkan satuan-satuan upaya yang berbeda sehingga dapat dianggap upaya penangkapan suatu jenis alat tangkap diasumsikan menghasilkan tangkapan yang sama dengan alat tangkap standar. Untuk
melakukan
standarisasi
upaya
penangkapan
terlebih
dahulu
mengestimasi nilai Fishing Power Index (FPI). Alat tangkap yang ditetapkan sebagai alat tangkap standar mempunyai FPI = 1 sedangkan jenis alat tangkap lainnya dapat dihitung nilai FPI dengan membagi nilai CPUE dengan CPUE alat standar. Tahapan standarisasi adalah sebagai berikut : (1) menghitung CPUE masing-masing alat tangkap yang akan distandarisasi,
CPUEi =
HTi FE i
di mana ,
HTi : Jumlah hasil tangkapan setiap jenis unit penangkapan ikan yang akan distandarisasi pada tahun ke-i
FE i : Jumlah upaya penangkapan ikan setiap jenis unit alat penagkapan ikan yang akan distandarisasi pada tahun ke-i (2) Menentukan alat standar, kemudian menghitung FPI dengan cara sebagai berikut :
FPI =
CPUEi CPUEs
di mana :
CPUEi : Catch per unit effort atau jumlah hasil tangkapan per satuan upaya jenis penangkapan yang akan distandarisasi pada tahun ke-i
43
CPUEs : Catch per unit effort atau jumlah hasil tangkapan per satuan upaya jenis penangkapan standar (3) Upaya penangkapan standar diperoleh dengan menggunakan persamaan (Gulland 1983) yaitu :
SEi
FPI x FEi
SE i : Upaya penangkapan (effort) hasil standarisasi pada tahun ke-i FPI : Fishing power index atau daya tangkap jenis unit penangkapan yang akan distandarisasi pada tahun ke-i
FE i : Jumlah upaya penangkapan (effort) jenis unit penangkapan ikan yang akan distandarisasi pada tahun ke-i (4) Menghitung ulang CPUE dengan membagi jumlah hasil tangkapan dengan upaya standar
CPUEi =
HTi FE s
di mana ,
HTi : Jumlah hasil tangkapan total setiap jenis unit penangkapan ikan pada tahun ke-i
FEs : Jumlah upaya penangkapan ikan setiap jenis unit alat penangkapan ikan yang telah distandar (5) Untuk menghitung nilai MSY digunakan metode surplus produksi. Pada metode ini digunakan data hasil tangkapan per satuan upaya (CPUE) dan jumlah upaya sebagai masukan. Dalam metode ini, digunakan analisis regresi linier dengan 2 (dua) variabel , yaitu variabel bebas (independent variable) dan variabel tak bebas (dependent variable). Menurut Sudjana (1998), variabel tak bebas merupakan variabel yang terjadi karena adanya variabel bebas. Variabel bebas (variabel x) yang digunakan yaitu upaya penangkapan (effort = E),sedangkan variabel tak bebasnya (variabel y) adalah hasil tangkap per unit alat tangkap (Catch Per Unit Effort = CPUE). Untuk memudahkan perhitungan digunakan software SPSS 16. Analisis dilakukan dengan menggunakan perhitungan catch per unit effort (CPUE) yaitu hasil tangkapan (catch) per upaya penangkapan (effort), untuk memperkirakan jumlah effort optimum penangkapan yang diperbolehkan sesuai dengan potensi sumberdaya cakalang yang ada di masing-masing zona dalam kawasan Teluk Bone.
44
Menurut Model Schaefer (Pauly 1983) persamaan yang menyatakan hubungan antara hasil tangkapan persatuan upaya (CPUE) sebagai fungsi dari upaya (f) dalam satuan trip, adalah sebagai berikut : CPUE = a + bf Hubungan antara effort (f) dengan catch (C) maka : C = af – bf
2
kemudian effort optimum (fopt) dapat diperoleh dengan menyamakan turunan pertama catch terhadap effort = 0 , sehingga C = af - bf
2
C = a – 2 bf = 0 Fopt = -
a 2b
Untuk mendapatkan nilai maksimum lestari adalah sebagai berikut : MSY = a (a/2b) - b (a2/4b2) MSY =
a2 4b
di mana : b : slope (kemiringan garis regresi) a : intersep (titik perpotongan garis regresi dengan sumbu y) Dalam penggunaan metode ini, maka beberapa asumsi dasar yang harus diperhatikan : 1)
Stok ikan dianggap sebagai unit tunggal dan sama sekali tidak berpedoman atas struktur populasinya.
2) Stok ikan selalu dalam keadaan yang cenderung menuju situasi steady state (setelah mengalami penangkapan ikan pulih kembali) sesuai dengan model pertumbuhan biomas seperti kurva logistic. 3) Hasil tangkapan dan upaya penangkapan merupakan data yang bersifat random 4) Hasil tangkapan yang di daratkan berasal dari perairan di kawasan Teluk Bone dan tidak ada hasil tangkapan yang di daratkan di luar kawasan.
Pengujian terhadap koefisien regresi dan garis trend dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut : H0 : b = 0 H1 : b ≠ 0
45
Jika b = 0, variabel bebas [upaya tangkap (trip)] tidak berpengaruh terhadap variabel terikat (produksi dan CPUE).
Jika b ≠ 0, variabel bebas
berpengaruh terhadap variabel terikat. Keputusan menerima H0 apabila P>0,05, menolak H0 apabila P<0,05. Analisis uji hipotesis menggunakan software SPSS ver.16. Untuk menentukan pengelolaan bersama stok cakalang (shared stock) dalam kawasan Teluk Bone (Gambar 9), maka dilakukan perhitungan dengan cara sebagai berikut : Menghitung MSY dan Fopt pada masing-masing zona (Utara, Tengah dan Selatan), dengan menggunakan upaya penangkapan yang telah distandariasi. Menghtiung proporsi masing-masing zona dengan cara sebgai berikut :
Pzi =
MSYzi 3 MSYzi i 1
untuk Fopt adalah Fzi =
Foptzi 3 Foptzi i 1
di mana : Pzi
: proporsi MSY pada zona ke i
MSYzi : nilai MSY pada zona ke i Fzi
: proporsi Fopt pada zona ke-i
Foptzi : nilai Fopt pada zona kei Menghitung MSY pada seluruh kawasan Teluk Bone. Menghitung MSY
shared stock untuk masing-masing zona dan Fopt
dengan cara sebagai berikut : MSYzi = Pzi x MSYsk Foptzi = Fzi x Foptsk di mana : MSYsk : Nilai MSY shared stock untuk seluruh kawasan Teluk Bone. Foptsk : Fopt dalam MSY shared stock untuk seluruh kawasan Teluk Bone MSYzi : Nilai MSY shared stock untuk zona ke-i Foptzi : Nilai Fopt dalam MSY shared stock untuk zona ke-i
46
PZu
PZt
MSYsk (shared stock)
PZs
Gambar 9 Pendekatan untuk memperoleh MSY per zona dan MSY shared stock.
4.4 Hasil Penelitian 4.4.1 Alat tangkap (pole and line) Alat tangkap pole and line adalah alat tangkap yang terdiri atas tangkai atau joran (pole), tali pancing (line) dan mata pancing (hook) (Gambar 10). Tangkai pancing terbuat dari bambu yang cukup tua berukuran panjang 2 m, diameter pangkal 3 cm dan ujungnya berukuran 0,5 cm. Tali pancing terbuat dari bahan nylon monofilament berwarna putih/bening berukuran panjang 1,5-2 m berdiameter 3 mm. Ujung bagian atas dihubungkan dengan lilitan tali dan ujung bagian bawah dihubungkan dengan tali pancing yang terbuat dari bahan yang sama dengan tali pancing utama dan berukuran 15-20 cm. Mata pancing yang umum digunakan bernomor 8 dan terbuat dari baja yang tidak berkait balik, pembungkus terbuat dari kulit dan diujung mata pancing dipasang bulu ayam berwarna putih atau merah sebagai umpan buatan.
47
Gambar 10 Joran, tali dan mata pancing yang dipakai oleh nelayan pole and line di kawasan Teluk Bone Alat-alat yang digunakan dalam unit penangkapan pole and line antara lain : 1. Ember besar Digunakan untuk menampung umpan yang diambil dari bak umpan sebelum dilemparkan ke laut. Alat ini terbuat dari plastik dan mempunyai ukuran diameter 50 hingga 60 cm. 2.
Alat pembuang umpan dipakai dengan beberapa tujuan tergantung ukurannya, yang besar berdiameter 40 cm berfungsi untuk memindahkan umpan hidup dari palkah umpan ke ember, sedangkan yang berukuran kecil (diameter 25 cm) dipakai untuk proses menebar umpan ke laut.
4.4.2 Kapal Kapal dalam armada penangkapan pole and line berfungsi untuk mengangkut nelayan dan alat tangkap dari fishing base ke fishing ground serta kembali ke fishing base atau tempat pendaratan lainnya. Selain itu kapal juga berfungsi membawa hasil tangkapan, umpan hidup dan mengejar gerombolan ikan. Kapal pole and line yang digunakan terbuat dari kayu biti dan jati dan menggunakan mesin dalam (inboard engine).
Motor dalam yang digunakan
48
mempunyai kekuatan mesin antara 74-220 HP dengan bahan bakar solar. Panjang kapal berukuran antara 15-22,5 m, lebar 3,5-5,20 m dan dalam 1,56-210 cm serta bertonage 15-30 GT. Kapal pole and line memiliki tempat pemancingan, palkah ikan, bak umpan hidup, pipa penyemprot, sayap dan peralatan navigasi. Konstruksi kapal pole and line disajikan pada Gambar 11 dan 12. Tempat pemancingan (flying deck) pada kapal pole and line terdapat di bagian haluan kapal. Daerah pemancingan ini berbentuk jajaran genjang dan dilengkapi tempat duduk pemancing dengan kapasitas 10 orang bagian depan, 2 orang pada sisi kanan dan sisi kiri. Palkah ikan berfungsi selain untuk menyimpan hasil tangkapan juga berfungsi membawa perbekalan es balok selama operasi penangkapan. Palkah ikan berukuran panjang 250 cm, lebar 150 cm dan tinggi 150 cm. Jumlah palkah ikan setiap kapal dua unit yang terletak di atas dek kapal bagian tengah. Bak umpan hidup sebanyak 2 unit, dengan ukuran panjang 250 cm, lebar 135 cm dan tinggi 230 cm. Pada setiap bak terdapat lubang dengan diameter 10 cm. Sistem sirkulasi dalam bak umpan diatur dengan menggunakan belahan bambu yang dimasukkan ke dalam salah satu lubang.
Keterangan : A. B. C. D. E.
Anjungan Kamar Mesin Kamar Tidur WC Dapur
F. Palkah Ikan G. Bak Umpan Hidup H. Tempat Pemancingan I. Pele-pele J. Platform
Gambar 11 Contoh konstruksi kapal pole and line di kawasan Teluk Bone.
49
Gambar 12 Kapal pole and line di kawasan Teluk Bone. Pipa penyemprot (water sprayer) berada di dekat tempat pemancingan. Pipa-pipa yang digunakan diameter 1,5 cm terbuat dari besi disambung dengan slang plastik. Air yang digunakan untuk menyemprot berasal dari air laut dengan menggunakan tenaga mesin. Sayap (platform) merupakan tempat yang dilebihkan disekeliling badan kapal. Daerah ini mempunyai lebar 60 cm yang berfungsi sebagai tempat boy-boy melemparkan umpan. 4.4.3 Tenaga kerja/nelayan Nelayan pada umumnya hanyalah mengandalkan kemampuan fisik saja, sedangkan tingkat pendidikan bukan merupakan keharusan bagi nelayan namun yang lebih penting adalah keterampilan dan semangat kerja. Pada dasarnya jumlah tenaga kerja/nelayan dalam pengoperasian kapal pole and line tergantung ukuran kapal dan teknologi yang digunakan. Jumlah nelayan
di atas kapal
berjumlah 15-20 orang. Pembagian kerjanya terdiri atas satu orang kapten kapal (nahkoda) sebagai fishing master bertugas dan bertanggung jawab terhadap keberhasilan penangkapan dan keselamatan anak buah kapal selama pelayaran, satu orang kepala kamar mesin bertugas menjaga kestabilan dan kelancaran kerja mesin, satu orang boy-boy (penebar umpan), satu orang palolang (yang mengambil umpan dari bak besar ke bak kecil) dan pemancing. Pemancing inti harus berpengalaman dan umumnya berada di bagian depan haluan kapal berjumlah 10 orang dengan posisi merapat dan sisanya dua orang pada bagian samping kiri dan dua orang pada bagian kanan.
50
4.4.4 Operasi dan daerah penangkapan Sebelum operasi penangkapan ikan persiapan yang harus dilakukan adalah persiapan sebelum kapal berangkat meliputi pengisisan bahan bakar, air tawar, es, perbekalan makanan dan surat-surat kapal. Bahan bakar yang digunakan untuk mesin kapal dan generator adalah solar. Dalam satu trip (satu hari operasi penangkapan) membutuhkan 1 drum bahan bakar atau kurang lebih 200 liter. Air tawar yang dibawa sepenuhnya digunakan untuk keperluan memasak dan minum selama kapal beroperasi. Untuk ransum atau perbekalan makanan meliputi beras, gula, kopi, teh, mie instan, lauk pauk dan lain-lain.
Hasil
tangkapan yang diperoleh agar tidak mudah rusak (busuk) menggunakan es balok dengan berat 10 kg/balok. Persiapan terakhir sebelum berangkat adalah surat-surat kapal seperti surai izin perikanan dan lain-lain. Sesudah persiapan dilaksanakan kapal menuju daerah pencarian umpan. Kapal meninggalkan fishing base sekitar pukul 20.00 Wita. Kapal bergerak terus menerus sambil mencari umpan hidup dari nelayan bagan, komunikasi antara
nelayan
pole
and
line
dan
nelayan
bagan
dilakukan dengan
menggunakan alat komunikasi HP. Setelah memperoleh informasi dari nelayan bagan, maka kapal pole and line menuju ke bagan. Ikan umpan dipindahkan dari bagan ke palkah kapal pole and line secara hati-hati agar ikan umpan tidak mengalami stres. Untuk mendapatkan umpan hidup nelayan membeli dari bagan yang dioperasikan sepanjang malam dengan menggunakan cahaya lampu. Satu trip penangkapan umpan yang digunakan berkisar 24-50 ember. Tiap palkah berkapasitas sekitar 50 ember umpan (setiap ember kira-kira setara dengan 2 kg umpan). Adapun fungsi dari palkah umpan hidup ini adalah untuk menyimpan umpan hidup agar dapat bertahan hidup sampai operasi penangkapan selesai. Pada bak umpan tersebut terdapat lubang yang berfungsi sebagai tempat sirkulasi air sehingga kualitas air tetap terjamin.
Kekuatan sirkulasi air perlu
diatur untuk mencegah umpan terlalu cepat bergerak dan mati sebagai akibat dari sirkulasi air yang terlalu cepat. Jika umpan tidak mencukupi dari alat
bagan atau alat bagan tidak
beroperasi maka nelayan pole and line mengambil umpan dari nelayan payang yang dalam bahasa daerah setempat disebut ’papanja’. Nelayan ’panja’ ini hanya ditemukan di Kabupaten Bone. Daerah penangkapan untuk umpan hidup umumnya adalah pada perairan teluk yang dangkal dan perairan yang terlindung dari gelombang dan arus kuat. Ikan yang umumnya digunakan sebagai umpan
51
hidup untuk pole and line adalah jenis teri dari Stolephorus indicus.
genera Stolephorus, seperti
Jika Stolephorus tidak tersedia
maka nelayan biasa
menggunakan jenis umpan yang lain seperti ikan layang (Decapterus sp) yang berukuran kecil atau dari jenis tembang (sardinella) sp.
Pengambilan umpan
pada nelayan bagan dilakukan dengan sistem langganan, namun ada pula yang dibeli secara langsung. Untuk keberhasilan penangkapan dengan pole and line, ketersediaan umpan hidup sangatlah penting, karena umpan hidup berfungsi sebagai atraktan untuk menarik kawanan ikan cakalang mendekat ke kapal. Penggunaan jenis umpan ini sangat tergantung dari hasil tangkapan nelayan bagan. jumlah umpan diperkirakan mencukupi
Sesudah
kapal pole and line menuju daerah
fishing ground. Pemancingan ikan umumnya dilakukan pada pagi hingga siang hari, kadang pula dilakukan pada sore hari jika persediaan umpan hidup masih ada. Sebagian besar alat pole and line dioperasikan disekitar rumpon (Gambar 13).
Keterangan : 1. Tanda Pengenal 2. Rakit Bambu 3. Pelepah kelapa 4. Batu pemberat pelepah 5. Anyaman rotan 6. Batu pemberat pada rumpon
Gambar 13 Konstruksi rumpon sebagai alat untuk mengumpulkan cakalang. Namun ada pula yang mencari lokasi penangkapan dengan melakukan pengamatan di sekitar perairan tersebut.
Pengamatan di sekitar perairan
misalnya dengan melihat kawanan burung laut yang beterbangan di atas permukaan air dan kawanan ikan lumba-lumba yang meloncat di permukaan air (Gambar 14 dan 15).
52
Gambar 14 Burung-burung yang beterbangan di atas permukaan laut.
Gambar 15 Kawanan lumba-lumba yang meloncat di atas permukaan laut. Proses kegiatan penangkapan cakalang di Teluk Bone dalam satu trip disajikan pada Gambar 16.
53
Mulai
Persiapan operasi penangkapan
Layak tidak
ya Menuju Fishing ground bagan
Pelayaran
Persiapan umpan Tidak mancing
tidak
Kualitas, kuantitas cukup
One day fishing
ya Pelayaran fishing ground cakalang
Kegiatan memancing
Tinggalkan fishing ground
Penanganan ikan
Pencatatan hasil tangkapan
Selesai
Gambar 16 Skema proses penangkapan cakalang dengan pole and line di kawasan Teluk Bone.
54
4.4.5 Kondisi oseanografi Perairan laut kawasan Teluk Bone merupakan perairan yang semi tertutup dibandingkan dengan perairan Selat Makassar dan Laut Flores, karena secara geografis terletak di sebelah Timur daratan Sulawesi Selatan dan sebelah Barat daratan Sulawesi Tenggara. Berdasarkan letak geografis tersebut maka kondisi kawasan perairan Teluk Bone relatif berbeda dengan kondisi perairan Selat Makassar dan Laut Flores. Kondisi oseanografi kawasan perairan Teluk Bone yang diperoleh dari Ocean Color Time-Series Online Visualization hasil citra satelit MODIS-Terra yang dikeluarkan oleh NASA (National Aeronautics and Space Administration) untuk data SPL dan data klorofil-a menggunakan citra satelit MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) hasil citra satelit Aqua. Data citra satelit yang digunakan telah dianalisis berdasarkan GES-DISC Interactive Online Visualization and Analysis Infrastructure (GIOVANNI) dalam kurun waktu 2 tahun (2006-2007). Data salinitas diperoleh dari hasil pengukuran langsung (in situ) selama 6 bulan dengan menggunakan alat conductivity meter.
1) Suhu permukaan laut (SPL) Untuk melihat hubungan antara SPLcitra dan SPLinsitu dilakukan analisis regresi.
Hasil analisis hubungan SPLcitra dan SPLinsitu pada lokasi penelitian
(Zona Utara) (Gambar 17) diperoleh model persamaan : SPLcitra = 12,875 + 0,5924 SPLinsitu dengan koefisien korelasinya (r) 0,63.
Hasil analisis hubungan SPLcitra dan
SPLinsitu pada lokasi penelitian (Zona Tengah) (Gambar 17) diperoleh model persamaan : SPLcitra = 6,1074 + 0,801 SPLinsitu dengan koefisien korelasinya (r) 0,70.
Hasil analisis hubungan SPLcitra dan
SPLinsitu pada lokasi penelitian (Zona Selatan) (Gambar 17) diperoleh model persamaan : SPLcitra = 2,0574 + 0,9177 SPLinsitu dengan koefisien korelasinya (r) 0,77. Berdasarkan nilai koefisien korelasi (r) dari ketiga persamaan tersebut, terlihat ada korelasi antara data citra dan insitu, terlihat ada hubungan satu sama lain. Dengan kata lain citra MODIS yang digunakan baik untuk merepresentasikan kondisi SPL di lokasi penelitian. Kisaran rataan SPL bulanan dalam kurun waktu 2 tahun di Zona Utara adalah 28,8-31,70C, Zona Tengah pada kisaran 27,9-31,50C, Zona Selatan pada kisaran 27,0-31,10C.
Kecenderungan perubahan SPL bulanan dalam kurun
55
waktu 2 tahun di setiap zona menunjukkan SPL cenderung tinggi pada bulan Maret, April, Nopember dan Desember di Zona Utara, April dan Desember di Zona Tengah dan Zona Selatan (Gambar 18 ).
32,00 y = 0,592x + 12,87 R² = 0,401
SST citra
31,60
31,20
30,80
Utara 30,40 30,00
30,40
30,80
31,20
31,60
SST Insitu
31,40 y = 0,801x + 6,107 R² = 0,484
SST citra
31,00
30,60
30,20
Tengah 29,80 30,00
30,20
30,40
30,60
30,80
31,00
31,20
SST insitu
31,20 30,80
y = 0,917x + 2,057 R² = 0,589
SPL citra
30,40 30,00
29,60 29,20
Selatan
28,80 29,60
30,00
30,40
30,80
31,20
31,60
SST insitu
Gambar 17 Hubungan antara : SPLinsitu dan SPLcitra (Utara, Tengah dan
Selatan)
56
SPL pada bulan Agustus dan September cenderung rendah di Zona Utara yang juga menunjukkan perubahan yang sama di
zona lain. Kisaran rataan
terendah SPL di Zona Utara adalah 28,8-28,90C, Zona Tengah pada kisaran 27,9-28,20C, dan Zona Selatan 27-27,30C.
Kisaran rata-rata SPL bulanan
tertinggi dalam kurun waktu 2 tahun di Zona Utara adalah 31,6 -31,70C, di Zona Tengah pada kisaran 31,3-31,50C, dan di Zona Selatan pada kisaran 30,831,10C. SPL pada bulan Agustus 2007 terjadi perubahan terendah dalam kurun waktu 2 tahun di semua zona, di mana Zona Utara mencapai 28,90C , Zona Tengah mencapai 28,00C, dan Zona Selatan mencapai 27,30C.
Gambar 18 Rataan SPL (0C) di Zona Utara, Tengah dan Selatan Pola sebaran SPL secara mendatar pada masing-masing zona pada musim Barat (Desember 2006-Februari 2007) dapat dilihat pada Gambar 19. Dari gambar tersebut terlihat bahwa SPL di Zona Utara berkisar antara 31,7320C, di Zona Tengah berkisar antara 30,2-31,80C dan di Zona Selatan berkisar antara 29,9-30,70C. Meskipun pada musim yang sama namun di Zona Utara memiliki sebaran SPL yang besar dibandingkan pada Zona Tengah dan Zona Selatan. Pola sebaran SPL musim Barat dan Timur pada Zona Selatan dapat dilihat pada Gambar 20.
Dari gambar tersebut terlihat bahwa SPL di Zona
Selatan pada musim Barat berkisar antara 29,9-30,70C dan pada musim Timur berkisar antara 27,8-28,60C dan nilai sebaran SPL pada musim Barat pada zona yang sama (Zona Selatan) lebih tinggi dibandingkan pada musim Timur.
57
Utara
Tengah
Selatan
Gambar 19 Sebaran mendatar SPL pada musim Barat di Zona Utara, Tengah dan Selatan
58
Musim Barat
Musim Timur
Gambar 20 Sebaran mendatar SPL pada musim Barat dan Timur di Zona Selatan 2) Salinitas Kisaran rataan salinitas insitu bulanan berfluktuatif pada setiap zona selama pengukuran. Pada Zona Utara kisaran salinitas adalah 32,4-33,8 o/oo, Zona Tengah kisaran salinitas adalah 32,6-33,9 o/oo, dan Zona Selatan kisaran salinitas adalah 32,5-33,8 o/oo.
Kecenderungan perubahan salinitas bulanan
dalam kurun waktu 6 bulan di setiap zona menunjukkan salinitas cenderung tinggi pada bulan Mei di Zona Utara, April di Zona Tengah dan bulan Maret dan Mei di Zona Selatan dan salinitas rendah pada bulan Januari di Zona Utara, Februari di Zona Tengah dan Selatan (Gambar 21 ).
59
34,0
Salinitas (0/00)
33,6 33,2 32,8 32,4 32,0 Jan
Peb
Mar
Apr
Mei
Jun
Bulan Utara
Tengah
Selatan
o
Gambar 21 Rataan salinitas ( /oo) di Zona Utara, Tengah dan Selatan Pola sebaran mendatar salinitas di Zona Utara pada musim Barat dan Tiimur dapat diihat pada Gambar 22.
Musim Barat
Musim Timur
Gambar 22 Sebaran mendatar salinitas pada musim Timur dan Barat di Zona Utara
60
Berdasarkan gambar di atas terlihat bahwa nilai salinitas pada musim o
Barat berkisar antara 31,7-33,1 /oo dan pada musim Timur berkisar antara 32,4o
33,3 /oo dan selanjutnya nilai salinitas yang rendah berada disekitar dekat pantai baik pada musim Barat maupun Timur. Hal ini disebabkan karena pengaruh air sungai yang bermuara disepanjang pantai Teluk Bone.
3) Klorofil-a Kisaran rataan klorofil-a bulanan dalam kurun waktu 2 tahun di kawasan perairan Teluk Bone menunjukkan di Zona Utara pada kisaran 0,26-0,78 mg/m3, Zona Tengah pada kisaran 0,14-0,38 mg/m3, Zona Selatan 0,17-0,31 mg/m3 (Gambar 23). Kecenderungan perubahan bulanan klorofil-a dalam kurun waktu 2 tahun menunjukkan di Zona Utara konsentrasi klorofil-a lebih tinggi dibandingkan zona lainnya, walaupun terdapat kecenderungan berbeda secara bulanan di setiap zona. Kecenderungan perubahan rataan bulanan dalam kurun waktu 2 tahun di Zona Utara relatif tidak berfluktuatif, kecuali pada bulan April. Kisaran rataan bulanan klorofil-a dengan konsentrasi yang rendah di Zona Utara pada kisaran 0,26-0,28 mg/m3, Zona Tengah pada kisaran 0,14-0,18 mg/m3, Zona Selatan pada kisaran 0,18-0,20 mg/m3. Konsentrasi rataan klorofila tertinggi dalam kurun waktu 2 tahun di Zona Utara sebesar 0,78 mg/m3 di bulan April 2007. Konsentrasi rataan tertinggi dalam kurun waktu 2 tahun di Zona Tengah 0,38 mg/m3 di bulan Juli 2007. Konsentrasi rataan klorofil-a dalam kurun waktu 2 tahun
di Zona.Selatan sebesar 0,31 mg/m3 di bulan Oktober 2006.
Gambar 23 Rataan klorofil-a (mg/m3) di Zona Utara, Tengah dan Selatan
61
Pola sebaran klorofil-a secara mendatar pada masing-masing zona pada musim Timur (Juni-Agustus 2007) dapat dilihat pada Gambar 24. Dari gambar tersebut terlihat bahwa klorofil-a di Zona Utara berkisar antara 0,3-3,1 mg/m3, di Zona Tengah berkisar antara 0,2-1,0 mg/m3 dan di Zona Selatan berkisar antara 0,2-0,8 mg/ m3
Utara
Tengah
Selatan
Gambar 24 Sebaran mendatar klorofil-a pada musim Timur di Zona Utara, Tengah dan Selatan Pola sebaran klorofill-a musim Barat dan Timur pada Zona Selatan dapat dilihat pada Gambar 25. Dari gambar tersebut terlihat bahwa klorofil-a di Zona
62
Selatan pada musim Barat berkisar antara 0,18-0,30 mg/m3 dan pada musim Timur berkisar antara 0,2-0,8 mg/m3 dan nilai sebaran klorofil-a pada musim Barat
pada zona yang sama (Zona Selatan) lebih tinggi dibandingkan pada
musim Timur
Musim Barat
Musim Timur
Gambar 25 Sebaran mendatar klorofil-a pada musim Timur dan Barat di Zona Selatan
4.4.6 Perkembangan produksi Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa produksi cakalang dihitung dari proporsi produksi hasil tangkapan cakalang dari alat pole and line, purse seine, jaring insang hanyut dan pancing tonda yang dioperasikan oleh nelayan pada 7 kabupaten/kota yang berada di sepanjang pesisir kawasan Teluk Bone yaitu : Kabupaten Luwu, Kabupaten Bone, Kabupaten Sinjai, Kabupaten Wajo, Kabupaten Luwu Utara, Kabupaten Luwu Timur dan Kota Palopo.
Hasil
perhitungan produksi (ton) cakalang dari data statistik Dinas Perikanan dan Kelautan Sulawesi Selatan selama tahun 1996-2006 yang telah diolah pada Zona Utara, Zona Tengah dan Zona Selatan disajikan pada Tabel 5, 6 dan 7.
63
Tabel 5 Produksi (ton) cakalang dari 4 jenis alat tangkap di Zona Utara dalam kawasan Teluk Bone Jenis alat tangkap Tahun Pole and line Purse seine Jaring insang Pancing tonda hanyut 1996 950,2 106,3 324,8 35,5 1997 882,5 98,2 519,4 34,2 1998 726,4 98,5 505,0 10,6 1999 882,9 86.0 468,7 77,6 2000 613,7 101,3 574,7 58,1 2001 712,0 121,1 311,4 61,8 2002 901,0 95,0 287,0 28,0 2003 1.050,9 142,0 429,0 36,0 2004 813,3 96,0 395,0 31,0 2005 572,0 69,8 264,4 86,4 2006 679,0 76,3 204,1 166,0 Total 8.783,9 1.090,5 4.283,5 625,2 Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Sul-Sel (1996-2006) yang sudah diolah
Tabel 6 Produksi (ton) cakalang dari 3 jenis alat tangkap di Zona Tengah dalam kawasan Teluk Bone Jenis alat tangkap Pole and line Jaring insang hanyut Pancing tonda 1996 4.883,10 3.188,96 1.893,45 1997 2.734,98 1.786,11 1.060,50 1998 3.342,39 2.182,78 1.296,03 1999 3.829,94 2.501,18 1.485,08 2000 3.971,74 2.593,79 1.540,06 2001 4.211,11 2.750,11 1.632,88 2002 4.407,16 2.878,14 1.708,90 2003 4.408,19 2.878,82 1.709,30 2004 4.416,37 2.884,16 1.712,47 2005 4.417,74 2.885,06 1.713,00 2006 4.506,09 2.942,75 1.747,26 Total 45.128,80 29.471,87 17.498,92 Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Sul-Sel (1996-2006) yang sudah diolah Tahun
64
Tabel 7 Produksi (ton) cakalang dari 4 jenis alat tangkap di Zona Selatan dalam kawasan Teluk Bone Jenis alat tangkap Tahun Pole and line Purse seine Jaring insang Pancing tonda hanyut 1996 1.038,3 540,0 1.502,0 158,0 1997 914,1 261,0 1.116,0 323,0 1998 1.022,4 452,0 952,4 215,0 1999 1.660,0 762,0 1.240,0 98,0 2000 1.145,7 395,0 1.115,0 582,0 2001 1.615,3 126,1 1.275,5 98,5 2002 1.561,7 255,0 950,0 395,0 2003 864,9 665,0 952,0 303,0 2004 1.509,1 972,0 702,0 1.365,1 2005 1.440,7 1.199,8 880,0 929,7 2006 2.128,3 847,9 972,0 589,0 Total 14.900,5 6.475,8 11.656,9 5.056,3 Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Sul-Sel (1996-2006) yang sudah diolah Berdasarkan tabel tersebut di atas pada Zona Utara produksi tertinggi pole and line dicapai pada tahun 2003 sebesar 1.050,9 ton dan terendah pada tahun 2000 sebesar 613,7 ton.
Produksi tertinggi alat tangkap purse seine
dicapai pada tahun 2003 sebesar 142 ton dan terendah pada tahun 2005 sebesar 69,8 ton. Produksi tertinggi jaring insang hanyut dicapai pada tahun 2000 sebesar 574,7 ton dan terendah pada tahun 2006 sebesar 204,1 ton. Selanjutnya produksi tertinggi pancing tonda dicapai pada tahun 2006 sebanyak 166 ton dan terendah dicapai pada tahun 1998 sebanyak 10,6 ton. Produksi total tertinggi dihasilkan oleh alat pole and line sebanyak 8.783,9 ton dan yang terendah dihasilkan oleh alat pancing tonda sebanyak 625,2 ton.
Selanjutnya
pada Zona Tengah produksi tertinggi pole and line dicapai pada tahun 1996 sebesar 4,883,10 ton dan terendah pada tahun 1998 sebesar 3.342,39 ton. Produksi tertinggi jaring insang hanyut
dicapai pada tahun 1996 sebesar
3.188,96 ton dan terendah pada tahun 1997 sebesar 1.786,11 ton. Selanjutnya produksi tertinggi pancing tonda dicapai pada tahun 1996 sebanyak 1.893,45 ton dan terendah dicapai pada tahun 1997 sebanyak 1060,50 ton. Produksi total tertinggi dihasilkan oleh alat pole and line sebanyak 45.128,8 ton dan yang terendah dihasilkan oleh alat pancing tonda sebanyak 17.498,92 ton. Sedangkan pada Zona Selatan produksi tertinggi pole and line dicapai pada tahun 2006 sebesar 2.128,3 ton dan terendah pada tahun 1997 sebesar 914,1 ton.
Produksi tertinggi alat tangkap purse seine dicapai pada tahun 2005
65
sebesar 1.199,8 ton dan terendah pada tahun 2001 sebesar 126,1 ton. Produksi tertinggi jaring insang hanyut dicapai pada tahun 1996 sebesar 1.502 ton dan terendah pada tahun 2002 sebesar 950 ton.
Selanjutnya produksi tertinggi
pancing tonda dicapai pada tahun 2004 sebanyak 1.365,1 ton dan terendah dicapai pada tahun 1996 sebanyak 158 ton. Produksi total tertinggi dihasilkan oleh alat pole and line sebanyak 14.900,5 ton dan yang terendah dihasilkan oleh alat pancing tonda sebanyak 5.056,3 ton.
Besarnya upaya penangkapan untuk
mengeksploitasi sumberdaya perikanan cakalang pada Zona Utara, Zona Tengah dan Zona Selatan disajikan pada tabel 8, 9 dan 10. Tabel 8 Upaya penangkapan ikan (trip) dari armada penangkapan ikan yang mengoperasikan 4 jenis alat tangkap untuk menangkap cakalang di Zona Utara dalam kawasan Teluk Bone Jenis alat tangkap Tahun Pole and line Purse seine Jaring insang Pancing tonda hanyut 1996 1.031 156 319 217 1997 1.728 110 422 234 1998 1.530 125 220 267 1999 1.494 98 430 112 2000 1.234 122 501 311 2001 1.404 135 282 275 2002 307 107 229 106 2003 1.758 149 301 128 2004 696 129 268 80 2005 525 107 180 246 2006 2.076 110 164 404 Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Sul-Sel (1996-2006) yang sudah diolah
66
Tabel 9 Upaya penangkapan ikan (trip) dari armada penangkapan ikan yang mengoperasikan 3 jenis alat tangkap untuk menangkap cakalang di Zona Tengah dalam kawasan Teluk Bone Jenis alat tangkap Jaring insang Pancing tonda hanyut 1996 12.336 6.877 5.459 1997 11.668 4.659 9.820 1998 15.562 3.207 12.355 1999 12.561 2.834 1.728 2000 13.458 997 740 2001 22.288 899 1.551 2002 25.032 1.308 884 2003 10.651 3.555 7.095 2004 12.038 2.651 4.427 2005 17.961 2.482 878 2006 12.193 3.360 1.595 Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Sul-Sel (1996-2006) yang sudah diolah Tahun
Pole and line
Tabel 10 Upaya penangkapan ikan (trip) dari armada penangkapan ikan yang mengoperasikan 4 jenis alat tangkap untuk menangkap cakalang di Zona Selatan dalam kawasan Teluk Bone Jenis alat tangkap Tahun Pole and line Purse seine Jaring insang Pancing tonda hanyut 1996 2.672 825 870 1.618 1997 2.752 1.808 824 1.052 1998 2.118 1.345 724 821 1999 3.254 1.256 837 822 2000 2.516 2.187 572 1.354 2001 2.458 1.516 545 724 2002 2.563 1.738 430 675 2003 2.378 2.128 520 876 2004 5.100 2.356 658 381 2005 4.424 2.923 510 1.941 2006 3.666 1.461 736 1.689 Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Sul-Sel (1996-2006) yang sudah diolah Untuk menyeragamkan besarnya nilai upaya penangkapan dilakukan standarisasi upaya penangkapan yaitu dengan mengalikan nilai fishing power index (FPI) dengan upaya penangkapan (trip).
Alat yang dijadikan standar
adalah jaring insang hanyut karena nilai CPUE dari alat tersebut memiliki nilai yang terbesar dibanding alat tangkap lainnya, sehingga nilai FPI jaring insang
67
hanyut adalah 1. Hasil perhitungan nilai upaya penangkapan standar pada masing-masing zona yaitu Zona Utara, Tengah dan Selatan disajikan pada Tabel 11, 12 dan 13. Tabel 11 Upaya penangkapan standar (trip) dari armada penangkapan ikan yang mengoperasikan alat tangkap untuk menangkap cakalang di Zona Utara dalam kawasan Teluk Bone
.Tahun
Pole and line
1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
933 717 316 810 535 645 719 737 552 389 546
Jenis alat tangkap Purse Jaring seine insang hanyut 104 319 80 422 43 220 79 430 88 501 110 282 76 229 100 301 65 268 48 180 61 164
Pancing tonda
Jumlah upaya (standar)
35 28 5 71 51 56 22 25 21 59 133
1.392 1.247 584 1.390 1.175 1.092 1.046 1.163 906 676 904
Tabel 12 Upaya penangkapan standar (trip) dari armada penangkapan ikan yang mengoperasikan alat tangkap untuk menangkap cakalang di Zona Tengah dalam kawasan Teluk Bone
Tahun
Pole and line
1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
10.530 7.134 4.911 4.340 1.527 1.377 2.003 5.444 4.059 3.801 5.145
Jenis alat tangkap Jaring insang Pancing tonda hanyut 6.877 4.058 4.659 2.766 3.207 1.904 2.834 1.683 997 592 899 534 1.308 777 3.555 2.111 2.651 1.574 2.482 1.474 3.360 1.995
Jumlah upaya (standar) 21.491 14.559 10.022 8.856 3.116 2.809 4.088 11.109 8.284 7.756 10.500
68
Tabel 13 Upaya penangkapan standar (trip) dari armada penangkapan ikan yang mengoperasikan alat tangkap untuk menangkap cakalang di Zona Selatan dalam kawasan Teluk Bone
Tahun
Pole and line
1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
601 675 777 1.121 588 690 707 472 1.415 835 1.612
Jenis alat tangkap Purse Jaring seine insang hanyut 313 870 193 824 344 724 514 837 203 572 54 545 115 430 363 520 911 658 695 510 642 736
Pancing tonda
Jumlah upaya (standar)
92 238 163 66 299 42 179 166 1.280 539 446
1.876 1.930 2.008 2.538 1.661 1.331 1.431 1.521 4.263 2.579 3.436
Hasil tangkapan per trip (CPUE) pada masing-masing zona mengalami fluktuatif.
Untuk perairan pada Zona Utara
CPUE terendah diperoleh pada
tahun 1996 sebesar 1.018 (ton/trip). Namun dalam kurun waktu 2004 – 2006 nilai CPUE mengalami penurunan dari 1,474 ton/trip menjadi 1,245 ton/trip, dan tidak ada peningkatan jumlah trip.
Untuk perairan pada Zona Tengah, CPUE
terendah diperoleh pada tahun 1997 sebesar 0.383 ton/trip. Namun dalam kurun waktu
2001-2006 nilai CPUE mengalami penurunan dari 3,059 ton/trip menjadi
0,876 ton/trip, meskipun terjadi peningkatan jumlah trip. Sedangkan pada Zona Selatan
CPUE terendah diperoleh pada tahun 2004 sebesar 1.067 ton/trip.
Namun dalam kurun waktu 2001 – 2006 nilai CPUE mengalami penurunan dari 2,040 ton/trip menjadi 1,320 ton/trip, meskipun terjadi peningkatan jumlah trip (Tabel 14, 15 dan 16).
69
Tabel 14 Nilai CPUE (ton/trip) setiap perikanan cakalang di Zona Utara
dalam kawasan Teluk Bone Tahun 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Total Produksi (ton) 1.416,8 1.534,3 1.340,5 1.515,2 1.347,8 1.206,3 1.311,0 1.357,9 1.335,3 992,6 1.125,4
Total Upaya (trip) 1.392 1.247 584 1.390 1.175 1.092 1.046 1.163 906 676 904
CPUE (ton/trip) 1,018 1,231 2,295 1,090 1,147 1,104 1,253 1,167 1,474 1,469 1,245
Tabel 15 Nilai CPUE (ton/trip) setiap perikanan cakalang di Zona Tengah
dalam kawasan Teluk Bone Tahun 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Total Produksi (ton) 9.965,5 5.581,6 6.821,2 7.816,2 8.105,6 8.594,1 8.994,2 8.996,3 9.013,0 9.015,8 9.196,1
Total Upaya (trip) 21.962 14.559 10.022 8.856 3.116 2.809 4.088 11.109 8.284 7.756 10.500
CPUE (ton/trip) 0,464 0,383 0,681 0,883 2,602 3,059 2,200 0,810 1,088 1,162 0,876
70
Tabel 16 Nilai CPUE (ton/trip) setiap perikanan cakalang di Zona Selatan
dalam kawasan Teluk Bone Tahun 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Total Produksi (ton) 2.738,3 2.614,1 2.641,8 3.460,0 3.037,7 2.715,4 2.661,7 2.664,9 4.548,2 4.450,2 4.537,2
Total Upaya (trip) 1.876 1.930 2.008 2.538 1.661 1.331 1.431 1.521 4.263 2.579 3.436
CPUE (ton/trip) 1,460 1,354 1,315 1,363 1,829 2,040 1,860 1,752 1,067 1,725 1,320
Berdasarkan hasil ANOVA (Lampiran 1) untuk Zona Utara diperoleh nilai Fhitung = 7,44 (P<0,05), maka hal ini menunjukkan adanya pengaruh antara jumlah upaya (trip) terhadap produksi dan keduanya mempunyai hubungan linier. Nilai koefesien regresi b = 0,405 sedangkan nilai konstanta a = 890,3, koefisien korelasi (r) = 0,67,sehingga model persamaan regresinya adalah y = 890,3 + 0,405 x
(Gambar 26).
Nilai r positif artinya bahwa peningkatan upaya
meningkatkan pula produksi (ton), namun pertambahan produksi per unit alat semakin menurun, hal ini terlihat dari nilai hasil regresi antara CPUE dengan upaya penangkapan (trip).
Gambar 26 Garis regresi linier jumlah upaya (trip) terhadap produksi (ton) di Zona Utara dalam kawasan Teluk Bone.
71
Selanjutnya berdasarkan hasil ANOVA (Lampiran 2) untuk Zona Utara diperoleh nilai Fhitung = 18,19 (P<0,05), maka hal ini menunjukkan adanya pengaruh antara jumlah upaya (trip) terhadap CPUE dan keduanya mempunyai hubungan linier. Nilai koefesien regresi b = – 0,0011 sedangkan nilai konstanta a = 2,47, koefisien korelasi (r) = 0,82,sehingga model persamaan regresinya adalah CPUE = 2,47 – 0,0011 upaya (Gambar 27). Dari persamaan di atas menunjukkan bahwa terjadi kecenderungan produktivitas alat tangkap menurun
CPUE
dengan penambahan upaya (trip). 2,50
y = 2,47- 0,0011x
98
R² = 0,67
2,00 1,50
05
04 06
1,00
02 97 00 01 1163
99 96
0,50 0,00 0
500
1000
1500
Upaya (trip)
Gambar 27 Garis regresi linier jumlah upaya (trip) terhadap CPUE di Zona Utara dalam kawasan Teluk Bone. Berdasarkan Gambar 27 menunjukkan bahwa korelasi negatif antara upaya dan CPUE menunjukkan bahwa semakin tinggi upaya semakin rendah nilai CPUE. Korelasi negatif antara upaya dan CPUE mengindikasikan bahwa produktivitas alat tangkap akan menurun bila upaya ditambah. Hubungan antara upaya dan CPUE berbentuk linier (R2=0,67). Berdasarkan hasil ANOVA (Lampiran 3) untuk Zona Tengah diperoleh nilai
Fhitung = 0,003
(P>0,05),
maka hal ini menunjukkan tidak adanya
pengaruh antara jumlah upaya (trip) terhadap produksi. Nilai koefesien regresi b =
0,004 sedangkan nilai konstanta a = 8330,8, koefisien korelasi (r) =
0,02,sehingga model persamaan regresinya adalah y = 8330,8 + 0,004 x (Gambar 28).
Produksi (ton)
72
10000
04 02 01 00
8000
95
06 03
05 99
99 6000
97
4000
y = 8330,8 + 0,004x R2 = 0,0004
2000 0 0
5000
10000
15000
20000
25000
Upaya (trip) Gambar 28 Garis regresi linier jumlah upaya (trip) terhadap produksi (ton) di Zona Tengah dalam kawasan Teluk Bone. Selanjutnya berdasarkan hasil ANOVA (Lampiran 4) untuk Zona Tengah diperoleh nilai Fhitung = 19,29 (P<0,05), maka hal ini menunjukkan adanya pengaruh antara jumlah upaya (trip) terhadap CPUE dan keduanya mempunyai hubungan linier. Nilai koefesien regresi b = – 0,00014 sedangkan nilai konstanta a = 2,58, koefisien korelasi (r) = 0,83,sehingga model persamaan regresinya adalah CPUE = 2,58 – 0,00014 upaya (Gambar 29). Dari persamaan di atas menunjukkan bahwa terjadi kecenderungan produktivitas alat tangkap menurun
CPUE
dengan penambahan upaya (trip). 3,50 3,00
01
2,50
00
y = 2,58 - 0,00014x R² = 0,68 02
2,00
1,50 0504 99
1,00
0,50
0603 98
97
0,00 0
5000
10000
15000
20000
Upaya (trip) Gambar 29 Garis regresi linier jumlah upaya (trip) terhadap CPUE di Zona Tengah dalam kawasan Teluk Bone . Berdasarkan gambar 29 menunjukkan bahwa korelasi negatif antara upaya dan CPUE menunjukkan bahwa semakin tinggi upaya semakin rendah nilai CPUE. Korelasi negatif antara upaya dan CPUE mengindikasikan bahwa
73
produktivitas alat tangkap akan menurun bila upaya ditambah. Hubungan antara upaya dan CPUE berbentuk linier (R2=0,68). Berdasarkan hasil ANOVA (Lampiran 5) untuk Zona Selatan diperoleh nilai Fhitung = 31,05 (P<0,05), maka hal ini menunjukkan adanya pengaruh antara jumlah upaya (trip) terhadap produksi dan keduanya mempunyai hubungan linier. Nilai koefesien regresi b = 0,799 sedangkan nilai konstanta a = 1493,47, koefisien korelasi (r) = 0,88,sehingga model persamaan regresinya adalah y = 1493,47 + 0,799 x
(Gambar 30).
Nilai r positif artinya bahwa
peningkatan upaya meningkatkan pula produksi (ton), namun pertambahan produksi per unit alat semakin menurun, hal ini terlihat dari nilai hasil regresi
Produksi (ton)
antara CPUE dengan upaya penangkapan (trip). 5000 05
06
04
4000 99
y = 1493, 97 + 0,799x R2 = 0,78
00 98 01 97 03 02 96
3000
2000 1000 0 0
1000
2000
3000
4000
5000
Upaya (trip) Gambar 30 Garis regresi linier jumlah upaya (trip) terhadap produksi (ton) di Zona Selatan dalam kawasan Teluk Bone. Selanjutnya berdasarkan hasil ANOVA (Lampiran 6) untuk Zona Selatan diperoleh nilai Fhitung = 18,19 (P<0,05), maka hal ini menunjukkan adanya pengaruh antara jumlah upaya (trip) terhadap CPUE dan keduanya mempunyai hubungan linier. Nilai koefesien regresi b = – 0,0003 sedangkan nilai konstanta a = 2,12, koefisien korelasi (r) = 0,76,sehingga model persamaan regresinya adalah CPUE = 2,12 – 0,0003 upaya (Gambar 31). Dari persamaan di atas menunjukkan bahwa terjadi kecenderungan produktivitas alat tangkap menurun dengan penambahan upaya (trip)
CPUE
74
2,50 y = 2.12 - 0.0003x R2 = 0.58
01 02 00 03
2,00
1,50
05 96 97 98
99
06 04
1,00 0,50 0,00
0
1000
2000
3000
4000
5000
Upaya (trip) Gambar 31 Garis Regresi Linier jumlah upaya (trip) terhadap CPUE di Zona Selatan dalam kawasan Teluk Bone . Hasil analisis potensi sumberdaya cakalang di Zona Utara dengan menggunakan metode Surplus Produksi dengan analisis model Schaefer memperlihatkan nilai dugaan potensi maksimum lestari (Maksimum Sustainable Yield)
perikanan
cakalang
sebanyak
1.386
ton/tahun
dengan upaya
Hasil tangkapan (ton)
penangkapan optimum sebesar 1.123 trip ( Gambar 32)
1600 MSY = 1.386 ton
97
1400 98
1200
04 06
1000
00 02 03 01
99 96
05
800 600 400 200
Y = 2,47x - 0,0011x2
Fopt = 1.123 trip
0 0
250
500
750
1000 1250 1500 1750 2000 2250 Upaya tangkap (trip)
Gambar 32 Nilai MSY dan Fopt untuk stok cakalang (Katsuwonus pelamis) di Zona Utara dalam kawasan Teluk Bone. Hasil analisis potensi sumberdaya cakalang di Zona Tengah dengan menggunakan metode Surplus Produksi dengan analisis model Schaefer memperlihatkan nilai dugaan potensi maksimum lestari (Maksimum Sustainable
75
Yield) perikanan cakalang
sebanyak 11.886 ton/tahun dengan upaya
Hasil tangkapan (ton)
penangkapan optimum sebesar 9.214 trip ( Gambar 33).
14000 MSY = 11.886 ton 12000 10000 8000
96
05 0603 04 99 98
01 02 00
6000
97
4000 2000
Y = 2,58x - 0,00014x2
Fopt = 9.214 trip
0
0
4000
8000
12000
16000
20000
Upaya Tangkap (trip)
Gambar 33 Nilai MSY dan Fopt untuk stok cakalang (Katsuwonus pelamis) di Zona Tengah dalam kawasan Teluk Bone . Hasil analisis potensi sumberdaya cakalang di Zona Selatan dengan menggunakan metode Surplus Produksi dengan analisis model Schaefer memperlihatkan nilai dugaan potensi maksimum lestari (Maksimum Sustainable Yield)
perikanan
cakalang
sebanyak
4.452
ton/tahun
penangkapan optimum sebesar 4.220 trip ( Gambar 34)
dengan upaya
76
MSY = 4.452 ton
Hasil Tangkapan (ton)
4500 4000
3500 3000 2500
2000 1500 1000
Y = 2,11x - 0,003x2
500
Fopt = 4.220 trip
0 0
1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 Upaya Tangkap (trip)
Gambar 34 Nilai MSY dan Fopt untuk stok cakalang (Katsuwonus pelamis) di Zona Selatan dalam kawasan Teluk Bone.
Hasil perhitungan CPUE cakalang dalam seluruh kawasan Teluk Bone disajikan Tabel 17. Tabel 17 Nilai CPUE (ton/trip) seluruh perikanan cakalang dalam seluruh
kawasan Teluk Bone Tahun 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Total Produksi (ton) 14120,6 9739,0 10803,5 12791,4 12491,1 12515,8 12966,9 13019,1 14896,5 14458,6 14858,7
Total Upaya (trip) 24758 17736 12614 12784 5952 5233 6565 13794 13453 11011 14840
CPUE (ton/trip) 0,570 0,549 0,856 1,001 2,099 2,392 1,975 0,944 1,107 1,313 1,001
Berdasarkan hasil ANOVA (Lampiran 7) untuk seluruh kawasan Teluk Bone diperoleh nilai Fhitung = 0,06 (P>0,05), maka hal ini menunjukkan tidak adanya pengaruh antara jumlah upaya (trip). Nilai koefesien regresi b = 0,023 sedangkan nilai konstanta a = 12674,56, koefisien korelasi (r) = 0,08, sehingga model persamaan regresinya adalah y = 12674,56 + 0,023 x (Gambar 35).
77
Produksi (ton)
16000
05
14000 12000
01
0002
04 99
06
96
03
10803,5
10000
97
8000 6000
y = 12.647 +0,02x R2 = 0,01
4000 2000
0 0
5000
10000
15000
20000
25000
Upaya (trip)
Gambar 35 Garis regresi linier jumlah upaya (trip) terhadap produksi (ton) dalam seluruh kawasan Teluk Bone. Selanjutnya berdasarkan hasil ANOVA (Lampiran 8) untuk seluruh kawasan diperoleh nilai Fhitung = 35,49 (P<0,05), maka hal ini menunjukkan adanya pengaruh antara jumlah upaya (trip) terhadap CPUE dan keduanya mempunyai hubungan linier. Nilai koefesien regresi b = – 0,00011 sedangkan nilai konstanta a = 2,633, koefisien korelasi (r) = 0,76, sehingga model persamaan regresinya adalah CPUE = 2,633 – 0,00011 upaya (Gambar 36). Dari persamaan di atas menunjukkan bahwa terjadi kecenderungan produktivitas
CPUE
alat tangkap menurun dengan penambahan upaya (trip). 3,000 01
2,500
y = -0,00011x + 2,633 R2 = 0,798
00 02
2,000 1,500
05 99 98
1,000
04 03 06
96
97
0,500 0,000 0
5000
10000
15000
20000
25000
Upaya (trip)
Gambar 36 Garis regresi linier jumlah upaya (trip) terhadap CPUE dalam seluruh kawasan Teluk Bone.
78
Hasil analisis potensi sumberdaya ikan cakalang dalam keseluruhan zona untuk pemanfaatan bersama (shared stock) dengan menggunakan metode Surplus Produksi dengan analisis model Schaefer memperlihatkan nilai dugaan potensi maksimum lestari (Maxsimum Sustainable Yield, MSY) cakalang
perikanan
sebanyak 15.782 ton/tahun dengan upaya penangkapan optimum
Hasil Tangkpan (ton)
sebesar 12.626 trip (Gambar 37).
18000 MSY = 15.782 ton
16000 14000
01
12000
05
04 06
96
99 03
0002
98
10000
97
8000
6000 4000
Y = 2,5x - 0,000099x2
2000
Fopt = 12.626 trip
0 0
5000
10000
15000
20000
25000
Upaya Tangkap (trip)
Gambar 37 Nilai MSY dan Fopt untuk stok cakalang (Katsuwonus pelamis) dalam seluruh kawasan Teluk Bone. Berdasarkan hasil perhitungan pemanfaatan bersama stok sumberdaya perikanan cakalang (shared stok) dalam rangka pengelolaan sumberdaya perikanan cakalang di teluk Bone pada masing-masing zona diperoleh bahwa untuk Zona Utara MSYSS dan FoptSS sebesar 1.263 ton/tahun dan 1.010 trip, Zona Tengah MSYSS dan FoptSS sebesar 10.575 ton/tahun dan 7.828 trip dan di Zona Selatan MSYSS dan FoptSS sebesar 3.946 ton/tahun dan 3.788 trip. Jika dibandingkan nilai MSY dan Fopt pada masing-masing zona, yaitu Zona Utara MSY dan Fopt sebesar 1.386 ton/tahun dan 1.123 trip, Zona Tengah MSY dan Fopt sebesar 11.886 ton/tahun dan 9.214 trip dan di Zona Selatan MSYdan Fopt sebesar 4.452 ton/tahun dan 4.220 trip maka nilai pemanfaatan bersama ini lebih rendah.
79
Hasil perhitungan besarnya alokasi upaya penangkapan optimum setiap zona untuk memanfaatkan stok bersama disajikan pada Tabel 18. Tabel 18 Alokasi upaya (trip) penangkapan optimum pada zona Utara, Tengah dan Selatan untuk memanfaatkan stok bersama. Zona Tengah
Utara
Jenis alat
Fopt SS (unit)
Propor si (%)
Aloka si (unit)
1.010 Pole and line Purse seine Jaring insang hanyut Pancin g tonda
Fopt SS (unit)
Propor si (%)
Selatan Aloka si (unit)
7.828
Fopt SS (unit)
Propor si (%)
Aloka si (unit)
3.788
66
668
68
5.294
47
1.768
6
65
-
-
27
1.019
16
161
13
1.048
10
378
11
116
19
1.486
16
623
Untuk tujuan pengelolaan sumberdaya perikanan ikan cakalang di teluk Bone secara berkelanjutan sebaiknya menggunakan nilai MSY pemanfaatan bersama (shared stok) dengan mempertimbangkan precautionary approach (pendekatan kehati-hatian) pada perikanan tangkap. Pembahasan lebih detail dijelaskan pada Bab 7.
4.5 Pembahasan Produksi cakalang di Sulawesi Selatan sebagian besar dihasilkan dari pesisir kawasan Teluk Bone. Kontribusi kawasan Teluk Bone terhadap produksi cakalang di Sulawesi Selatan berkisar antara 47 - 68 % dengan rata-rata 59 % per tahun (Dinas Kelautan dan Perikanan Sulawesi Selatan 2006). Hal ini menunjukkan bahwa kawasan Teluk Bone merupakan kawasan yang potensil dalam pengembangan sumberdaya ikan cakalang di Sulawesi Selatan. Namun demikian produksi ikan cakalang ini berfluktuasi dalam setahun.
Jika
berdasarkan kuartal, maka produksi tertinggi dicapai pada kuartal IV yakni bulan Oktober –
Desember, disusul kuartal III yakni bulan Juli – September,
selanjutnya kuartal I yakni bulan Januari – Maret dan yang terendah pada kuartal II yakni dari bulan Maret – Juni.
Tingginya produksi pada kuartal IV (Oktober –
Desember) berhubungan dengan faktor angin musim yang terjadi di kawasan Teluk Bone, karena pada kuartal IV masih berlangsung angin barat. Pada angin barat tersebut arus permukaan teluk Bone relatif tenang dan mempengaruhi musim penangkapan ikan cakalang. Simbolon (2011) menyatakan bahwa angin
80
yang tidak kencang dan tidak terjadi ombak merupakan puncak musim penangkapan karena ikan cakalang akan cenderung berenang di permukaan dan operasi penangkapan cakalang juga cukup kondusif. Di kawasan Teluk Bone dikenal ada 4 (empat) musim penangkapan, yaitu musim Barat (Desember – Pebruari), musim peralihan I (Maret – Mei), musim Timur (Juni – Agustus) dan musim peralihan II (September – Nopember). Pada musim Barat dan musim Timur terjadi perbedaan kondisi di kawasan Teluk Bone. Pada musim Barat angin bertiup dari arah Barat, massa air di laut Flores berasal dari laut Jawa dan masuk ke kawasan Teluk Bone, pada musim ini ditandai dengan kondisi perairan yang teduh dan gelombang laut kecil.
Sedangkan
pada musim Timur angin bertiup dari sebelah Timur, massa air di laut Flores berasal dari laut Banda dan masuk ke kawasan Teluk Bone, pada musim ini ditandai dengan kondisi perairan yang bergelombang laut cukup besar. Pada musim Timur ini (sekitar bulan Juli) terjadi pengangkatan massa air
dingin
(upwelling) dibagian Timur laut Flores dan menurun kembali pada bulan Oktober (Nontji 1993), hal ini akan berpengaruh terhadap produksi hasil tangkapan cakalang di kawasan Teluk Bone. Selanjutnya Amiruddin (1993) menyatakan bahwa musim peralihan II (September – Nopember) merupakan musim terbaik melakukan penangkapan di kawasan Teluk Bone khususnya
di Kabupaten
Luwu. Fluktuasi suhu permukaan laut bulanan dalam kurun waktu 2 tahun di sepanjang pantai kawasan Teluk Bone menunjukkan sebaran yang fluktuatif dengan pola perubahan yang cenderung sama. Hasil citra satelit (Lampiran 24) menunjukkan suhu permukaan laut relatif tinggi pada bulan Januari hingga April dan cenderung memiliki pola yang sama di sepanjang perairan kawasan Teluk Bone. Pada bulan Juni hingga Oktober suhu permukaan laut cenderung lebih rendah di banding bulan-bulan lainnya. Kecenderungan perubahan suhu permukaan laut tersebut disebabkan proses pencampuran massa air, sebagaimana terlihat dari hasil citra satelit pada bulan Mei dan Juni, massa air di Laut Flores terdapat massa air dengan suhu permukaan laut yang relatif lebih dingin. Proses percampuran massa air yang relatif dingin menyebabkan pada bulan Juni hingga Oktober suhu permukaan laut perairan kawasan Teluk Bone cenderung lebih rendah dibandingkan bulan lainnya. Kecenderungan perubahan ini di sebabkan oleh pengaruh munson di perairan Indonesia, pola kecepatan dan arah angin mempengaruhi arus permukaan laut. Bulan Maret angin barat semakin lemah dan bulan April kondisi angin tidak menentu dan kondisi ini sebagai masa peralihan ke munson Timur
81
(Birowo 1982). Nontji (1993) menyatakan bahwa di Teluk Bone dan Laut Flores kemungkinan terjadi pengangkatan massa air (up welling) dalam skala kecil. Pengangkatan massa air ini diduga terjadi pada bulan Maret dan mencapai permukaan pada bulan Juli dan menurun kembali pada bulan Oktober. Dari citra NOOA/AVHRR bulan Juli sampai September 1998 terlihat massa air dingin di bagian Timur Laut Flores.
Kondisi seperti ini diperkirakan ada hubungannya
dengan massa air dingin dari Laut Banda yang pada saat yang sama terjadi penaikan massa air di Laut Banda yang berpengaruh terhadap musim penangkapan cakalang di Teluk Bone (Amiruddin 1993 dan Hengky 2002). Suhu permukaan laut yang diperoleh dari citra dalam kurun waktu 2 tahun berkisar antara 27,0 – 31,70C. Variasi suhu tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti pengaruh massa air yang masuk ke dalam kawasan teluk Bone, penaikan massa air (upwelling), pengaruh daratan dan kedalaman perairan. Suhu disekitar perairan pantai lebih tinggi dibandingkan di laut lepas, karena pada perairan pantai lebih dangkal sehingga penetrasi matahari lebih efektif menjangkau permukaan sampai ke dasar perairan.
Suhu di sekitar perairan
pantai kawasan teluk Bone berkisar antara 32 – 340C dan di laut lepas 29 – 310C (Nessa et al. 2002). Nilai salinitas selama penelitian menunjukkan sebaran yang fluktuatif dengan pola perubahan yang cenderung sama. Nilai salinitas yang diperoleh adalah nilai salinitas yang diukur pada saat kapal melakukan setting.
Nilai
salinitas ini lebih tinggi dibandingkan nilai salinitas yang dilaporkan oleh DKP (2006) yaitu 30-31
o
/oo. Perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh lokasi
pengambilan sampel, pasang surut dan musim.
Lokasi pengambilan sampel
yang dekat muara sungai akan menurunkan nilai salinitas karena dilusi air tawar dari sungai yang memiliki salinitas rendah. Selanjutnya menurut Nessa et al. (2002)
menyatakan bahwa variasi salinitas di Teluk Bone tidak hanya
dipengaruhi oleh pasang surut namun juga bergantung pada musim baik pada lapisan permukaan dan lapisan bawah. Nilai salinitas pada musim Timur lebih rendah dari musim Barat. Jika dihubungkan dengan aspek bioekologi cakalang maka salinitas di Teluk Bone merupakan salinitas yang dapat ditoleransi oleh cakalang. Toepoer (1976 diacu dalam Simbolon 2011) mengemukakan bahwa salinitas yang cocok untuk cakalang berkisar antara 32-35 o/oo, sedangkan Gunarso (1985) juga mengemukakan bahwa cakalang hidup pada perairan dengan salinitas 33-35 o/oo. Sebaran konsentrasi klorofil-a di perairan kawasan Teluk Bone dalam kurun waktu 2 tahun menunjukkan bahwa di Zona Utara lebih tinggi dibandingkan
82
Zona Tengah dan Selatan, sehingga dapat dikatakan bahwa pada Zona Utara ini memiliki produktivitas yang tinggi dibandingkan kedua zona lainnya, karena di Zona Utara perairannya lebih dangkal di badingkan Zona Tengah dan Selatan sehingga penetrasi sinar matahari hampir menembus kolom air menyebabkan proses fotosintesis dapat berlangsung dengan baik. Produktivitas perairan berkaitan dengan proses percampuran massa air dari lapisan bawah yang kaya nutrien ke lapisan permukaan dan di bantu cahaya akan terjadi proses fotosintesa oleh fitoplankton (Birowo 1982 ; Tubalawony et al. 2007). Dengan demikian banyaknya konsentrasi klorofil-a dapat dijadikan ukuran produktivitas suatu perairan. Untuk mengeksploitasi cakalang, maka nelayan menggunakan alat tangkap yang khusus yaitu pole and line, meskipun cakalang dapat pula tertangkap oleh alat tangkap yang lain sebagai hasil tangkapan sampingan. Produksi yang dihasilkan dari pole and line mencapai 62,12 %.
Meskipun
produksi yang dihasilkan cukup tinggi namun bukan berarti tidak ada permasalahan yang dihadapi.
Masalah utama yang dihadapi nelayan adalah
ketersediaan umpan hidup baik secara kualitas maupun kuantitas. Hasil tangkapan yang diperoleh nelayan sangat tergantung oleh ketersediaan umpan hidup. Jenis umpan hidup yang digunakan adalah dari jenis teri.
Hal ini sesuai dengan yang dilakukan oleh nelayan Sorong yang
menggunakan pula jenis teri yaitu Stolephorus zollongeri and S. celebicus (Gafa 1986 diacu dalam Rosana 1994).
Umpan hidup ini memiliki karakteristik
tersendiri seperti warna yang menarik, ukuran 3 - 6 cm, daya tahan hidupnya lama dan selalu tinggal dekat dengan kapal saat di tebar ke laut. Nilai produksi akan meningkat seiring dengan meningkatnya upaya, hal ini terlihat dari Gambar 21, 23, 25 dan 30, baik pada masing-masing zona dalam teluk maupun seluruh kawasan dalam teluk. Meskipun produksi meningkat namun produktivitas setiap unit mengalami penurunan, hal ini terlihat dari nilai CPUE pada masing-masing zona yaitu Utara, Tengah dan Selatan semakin menurun dengan penambahan upaya (trip). Demikian juga dengan nilai MSY dan Upaya
optimum
yang
sudah terlampaui,
sehingga
dengan
demikian
pertambahan upaya (trip) sudah tidak lagi berpengaruh terhadap peningkatan hasil tangkapan per unit upaya. Kemungkinan menurunnya CPUE juga karena
tidak menentunya lokasi penangkapan ikan serta akibat pengaruh perubahan kondisi alam/lingkungan (cuaca, angin, salinitas, musim) terhadap populasi dan komunitas sumberdaya. Menurut Potier et al. (1988) stok ikan pelagis sangat peka terhadap perubahan lingkungan terutama penyebaran salinitas secara
83
spasial yang dibangkitkan oleh angin munson. Selanjutnya menurut Boely et al. (1990) pengaruh kondisi lingkungan perairan memegang peranan yang signifikan dalam perubahan CPUE (catch per effort unit) sedang angin dan hujan berpengaruh langsung terhadap kegiatan penangkapan dan hasil tangkapan. Hal tersebut merupakan indikator bahwa pemanfaatan sumberdaya ikan cakalang
tersebut sudah tinggi. Fenomena tersebut merupakan konsekuensi
yang wajar dalam pemanfaatan sumberdaya yang bersifat terbuka (open access). Dengan demikian maka harus segera diambil tindakan pengelolaan yang tepat misalnya dengan cara tidak menambah (status quo) jumlah alat tangkap agar pemanfaatan sumberdaya cakalang dapat berkelanjutan dan terjamin kelestariannya. Pemanfaatan bersama stok sumberdaya perikanan cakalang (shared stok) pada masing-masing zona dalam kawasan Teluk Bone adalah salah satu teknik pengelolaan perikanan. Widodo dan Suadi (2006) menyatakan bahwa shared stok dapat dilakukan dengan (1) melakukan pengendalian terhadap kuota hasil tangkapan per jenis atau kelompok jenis dan bila memungkinkan juga per wilayah dan (2) Pengendalian terhadap kuota upaya penangkapan Metode yang dipakai untuk menghitung nilai MSY adalah dengan mengolah data sekunder tentang produksi ikan berupa hasil tangkapan (catch) dan upaya penangkapan (effort), berupa jumlah unit atau trip alat tangkap yang digunakan. Untuk menentukan nilai MSY digunakan model produksi surplus menurut Shaefer. Namun kelemahan dari metode ini adalah karena lebih cocok digunakan untuk monospecies, sementara di negara beriklim tropis seperti Indonesia yang jenis ikannya multispecies maka metode ini memberikan hasil yang kurang tepat.
4. 6 Kesimpulan (1) Alat tangkap yang khusus digunakan untuk menangkap cakalang di kawasan Teluk Bone adalah pole and line, namun dapat pula tertangkap oleh alat lain seperti purse seine, jaring nsang hanyut dan pancing tonda. (2) Lokasi penangkapan cakalang dilakukan pada daerah rumpon atau pada daerah-daerah yang dimana terdapat banyak burung-burung yang beterbangan atau kawanan ikan lumba-lumba. (3) Nilai suhu di Zona Utara adalah 28,8-31,70C, Zona Tengah 27,9-31,50C dan Zona Selatan 27,0-31,10C; konsentrasi klorofil-a di Zona Utara
84
adalah 0,26-0,78 mg/m3, Zona Tengah 0,14-0,38 mg/m3 dan Zona Selatan 0,17-0,31 mg/m3; salinitas di Zona Utara adalah 32,4-33,8 o/oo, Zona Tengah 32,6-33,9 o/oo, dan Zona Selatan adalah 32,5-33,8 o/oo. (4) Nilai CPUE yang diperoleh di Zona Utara dari tahun 1996-2006 berkisar antara 1,018 – 2,295 ton/trip, di Zona Tengah berkisar antara 0,383 – 3,059 ton/trip dan di Zona Selatan berkisar antara 1,067 – 2,040 ton/trip. Nilai dugaan potensi maksimum lestari (maksimum sustainable yield) perikanan cakalang di Zona Utara sebanyak 1.387 ton/tahun dengan upaya penangkapan optimum sebesar 1.123 trip, di Zona Tengah sebanyak 11.886 ton/tahun dengan upaya penangkapan optimum sebesar 9.214 trip dan di Zona Selatan sebanyak 4.452 ton/tahun dengan upaya penangkapan optimum sebesar 4.220 trip (5) Nilai MSY dan Fopt dalam seluruh kawasan teluk Bone dalam rangka pemanfaatan bersama sumberdaya perikanan cakalang (shared stok) pada masing-masing zona diperoleh bahwa untuk Zona Utara MSYSS dan FoptSS sebesar 1.263 ton/tahun dan 1.010 trip, Zona Tengah MSYSS dan FoptSS sebesar 10.575 ton/tahun dan 7.828 trip dan di Zona Selatan MSYSS dan FoptSS sebesar 3.946 ton/tahun dan 3.788 trip. (6) Alokasi upaya (trip) penangkapan optimum pada Zona Utara alat tangkap pole and line sebesar 668 unit, purse seine 65 unit, jaring insang hanyut 161 unit dan pancing tonda 116 unit ; Zona Tengah alat tangkap pole and line sebear 5.294 unit, jairng insang hanyut sebesar 1.048 unit dan pancing tonda 1.486 unit; dan Zona Selatan alat tangkap pole and line sebesar 1.768 unit, purse seine sebesar 1.019 unit, jaring insang hanyut sebesar 378 unit dan pancing tonda sebesar 623 unit. (7) Penambahan upaya (trip) akan menurunkan CPUE (ton/trip) hal ini berarti penambahan trip telah menyebabkan sumberdaya ikan cakalang berkurang.