7 KONSEP PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP DI KAWASAN TELUK BONE 7.1 Pendahuluan Menurut Undang-Undang No 31 Tahun 2004 tentang perikanan bahwa pengelolaan perikanan adalah semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumber daya ikan, dan implementasi serta penegakan hukum dari peraturan perundang-undangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumber daya hayati perairan dan tujuan yang telah disepakati. Pengelolaan perikanan bertujuan untuk menjamin kelestarian sumber daya ikan sehingga pemanfaatan sumberdaya perikanan dapat berlanjut dalam jangka panjang. Sumberdaya perikanan dapat habis jika dieksploitasi terus menerus tak terkendali sehingga pengelolaan perikanan harus dilakukan teratur berkelanjutan dan bertanggung jawab sehingga peluang untuk mendapatkan keuntungan tidak hilang begitu saja (Cohrane, 2002).
Selanjutnya ditambahkan bahwa faktor-
faktor yang dapat menghambat kegiatan produksi perikanan adalah biologi, ekologi, lingkungan, teknologi, sosial dan ekonomi. Pengelolaan sumberdaya ikan berkelanjutan tidak melarang aktifvitas penangkapan yang bersifat ekonomi/komersil tetapi menganjurkan dengan persyaratan bahwa tingkat pemanfaatan tidak melampaui daya dukung (carrying capacity) lingkungan perairan atau kemampuan pulih sumberdaya ikan (MSY), sehingga generasi mendatang tetap memiliki aset sumberdaya ikan yang sama atau lebih banyak dari generasi saat ini. Bengen (2002) menyatakan bahwa suatu pengelolaan dikatakan berkelanjutan apabila kegiatan tersebut dapat mencapai tiga tujuan pembangunan berkelanjutan, yaitu berkelanjutan secara ekologi, sosial dan ekonomi. bahwa,
Berkelanjutan secara ekologi mengandung arti
kegiatan pengelolaan sumberdaya ikan dimaksud harus dapat
mempertahankan integritas ekosistem, memelihara daya dukung lingkungan, dan konservasi sumberdaya ikan termasuk keaneka ragaman hayati (biodiversity), sehingga
pemanfaatan
sumberdaya
ikan
dapat
berkesinambungan.
Berkelanjutan secara sosial mensyaratkan bahwa kegiatan pengelolaan ikan hendaknya dapat menciptakan pemerataan hasil, mobilitas sosial, kohesi sosial, partisipasi masyarakat, pemberdayaan masyarakat, identitas sosial, dan pengembangan kelembagaan.
Sedang keberlanjutan secara ekonomi berarti
bahwa kegiatan pengelolaan sumberdaya ikan harus dapat membuahkan
164
pertumbuhan ekonomi, pemeliharan kapital dan penggunaan sumberdaya ikan serta investasi secara efisien. Pengelolaan perikanan pada tahap awal ketika stok masih melimpah bertujuan
pada
pengembangan
kegiatan
memaksimumkan produksi dan produktivitas.
eksploitasi
sumberdaya
untuk
Pada tahap selanjutnya ketika
pemanfaatan sumberdaya ikan mulai mengamcam kelestarian stok ikan tersebut karena semakin banyaknya pihak-pihak yang terlibat, pengelolaan perikanan biasanya mulai memperhatikan unsur sosial (keadilan) dan lingkungan agar pemanfaatan sumber daya tersebut dapat berkelanjutan, strategi yang diterapkan pada tahap ini umumnya bertujuan untuk konservasi (Garcia et al. 2001 diacu dalam Bintoro, 2005). Mengingat bahwa banyak sumberdaya akuatik sudah lebih tangkap dan bahwa kapasitas penangkapan yang ada dewasa ini membahayakan konservasi dan pemanfaatan yang rasional sumberdaya, maka pengubahan teknologi yang bertujuan semata-mata pada peningkatan lebih lanjut kapasitas penangkapan, umumnya dipandang tidak diinginkan.
Sebagai gantinya suatu pendekatan
bersifat kehati-hatian (precautionary approach) pada pengubahan teknologi yang bertujuan untuk : (1) meningkatkan konservasi dan kelestarian jangka panjang sumberdaya akuatik hayati; (2) mencegah kerusakan yang tak terbalikkan atau yang tidak bisa diterima terhadap lingkungan; (3) meningkatkan manfaat sosial dan ekonomi yang diperoleh dari penangkapan dan (4) meningkatkan keselamatan dan kondisi kerja para karyawan perikanan (FAO, 1995). Hasil kajian yang telah dilakukan pada tiga topik sebelumnya, yaitu (1) kondisi perikanan tangkap cakalang; (2) biologi perikanan cakalang; dan (3) hubungan SPL dan klorofil-a dengan produksi cakalang dapat dijadikan sebagai dasar dalam menyusun konsep pengelolaan perikanan tangkap cakalang di kawasan teluk.
7.2 Tujuan Spesifik Tujuan yang ingin dicapai adalah mengembangkan konsep pengelolaan perikanan tangkap cakalang di kawasan Teluk Bone.
7.3 Metode Penyusunan
konsep
pengelolaan
perikanan
tangkap
cakalang
di kawasan teluk disusun berdasarkan penelitian sebelumnya, yaitu pada Bab 4 tentang kondisi perikanan tangkap cakalang di kawasan Teluk Bone;
Bab 5
165
Biologi perikanan cakalang; dan Bab 6 Hubungan SPL dan klorofil-a dengan produksi cakalang. Metodologi yang lebih rinci untuk setiap topik tersebut telah dideskripsikan pada bab-bab sebelumnya yang relevan. Konsep pengelolaan perikanan tangkap cakalang di kawasan Teluk Bone memiliki karakteristik sebagai berikut : (1) Sumberdaya perikanan cakalang termasuk dalam sumberdaya alam yang dapat diperbaharui namun jumlahnya terbatas. (2) Wilayah pengelolaannya di kawasan Teluk Bone (3) Tujuan pengelolaan agar kegiatan perikanan tangkap dapat berkelanjutan (4) Cakupan pengelolaannya juga menyangkut upaya penangkapan untuk ikan pelagis lain. (5) Pendekatan pengelolaan yang diterapkan adalah strategi manajemen terhadap faktor input dan output. Faktor input yaitu jumlah upaya penangkapan, bulan penangkapan dan faktor output adalah jumlah hasil tangkapan.
7.4 Hasil Penelitian 7.4.1 Karakteristik perikanan cakalang di Teluk Bone Produksi tertinggi dicapai pada kwartal IV yakni bulan Oktober- Desember, disusul kwartal III yakni bulan Juli-September, selanjutnya kuartal I yakni bulan Januari-Maret dan yang terendah pada kuartal II yakni dari bulan Maret-Juni. Tingginya produksi pada kwartal IV (Oktober-Desember) berhubungan dengan faktor angin musim yang terjadi di kawasan Teluk Bone, karena pada kuartal IV masih berlangsung angin Barat.
Pada angin barat tersebut arus permukaan
teluk Bone relatif tenang dan mempengaruhi musim penangkapan ikan cakalang. Simbolon (2011) menyatakan bahwa angin yang tidak kencang dan tidak terjadi ombak merupakan puncak musim penangkapan karena ikan cakalang akan cenderung berenang di permukaan dan operasi penangkapan cakalang juga cukup kondusif. Di kawasan Teluk Bone dikenal ada 4 (empat) musim penangkapan, yaitu musim Barat (Desember – Pebruari), musim Peralihan I (Maret – Mei), musim Timur (Juni – Agustus) dan musim Peralihan II (September – Nopember). Pada musim Barat dan musim Timur terjadi perbedaan kondisi di kawasan Teluk Bone. Pada musim Barat angin bertiup dari arah Barat, massa air di laut Flores berasal dari laut Jawa dan masuk ke kawasan Teluk Bone, pada musim ini ditandai dengan kondisi perairan yang teduh dan gelombang laut kecil.
Sedangkan
166
pada musim Timur angin bertiup dari sebelah Timur, massa air dilaut Flores berasal dari laut Banda dan masuk ke kawasan Teluk Bone, pada musim ini ditandai dengan kondisi perairan yang bergelombang laut cukup besar.
Pada
musim Timur ini (sekitar bulan Juli) terjadi pengangkatan massa air
dingin
(upwelling) di bagian Timur laut Flores dan menurun kembali pada bulan Oktober (Nontji, 1993), hal ini akan berpengaruh terhadap produksi hasil tangkapan cakalang di kawasan Teluk Bone.
Selanjutnya Amiruddin(1993) menyatakan
bahwa musim Peralihan II (September – Nopember) merupakan musim terbaik melakukan penangkapan di kawasan Teluk Bone khususnya
di Kabupaten
Luwu. Teknologi penangkapan ikan yang khusus dalam melakukan kegiatan penangkapan ikan cakalang adalah dengan menggunakan alat tangkap pole and line, disamping alat tangkap lain seperti purse seine, jaring insang hanyut dan pancing tonda, namun ketiga alat tersebut tidak menangkap secara khusus ikan cakalang.
Untuk mengetahui jenis alat tangkap yang tergolong ramah
lingkungan Syamsuddin (2008) melakukan penilaian.
Dari hasil penilaian
tersebut diperoleh bahwa urutan prioritas alat ramah lingkungan adalah ; pole and line; pancing ulur, rawai dasar dan mini purse seine. Hal ini didasarkan pada penilaian bobot skor yang diberikan dengan mengacu pada ketentuan Pelaksanaan Perikanan BertanggungJawab (Code of Conduct For Responsible Fisheries) yang direkomendasikan oleh badan dunia (FAO) tahun 1995. Nilai CPUE pada masing-masing zona yaitu Utara, Tengah dan Selatan semakin menurun dengan penambahan upaya (trip). Demikian juga dengan nilai MSY dan upaya optimum yang sudah terlampaui, sehingga dengan demikian pertambahan upaya (trip) tidak meningkatkan hasil tangkapan. Dengan demikian status sumberdaya cakalang sudah diduga mengalami over exploited. Perlakuan yang dilakukan terhadap sumberdaya yang sudah over exploited adalah dengan menurunkan tingkat eksploitasi yang sudah melebihi MSY dengan cara menurunkan tingkat upaya penangkapan dengan mempertimbangkan faktor kehati-hatian. Pembagian proporsi MSYSS masing-masing zona mengacu pada nilai proporsi MSY yang dihitung dari masing-masing zona (Bab 4).
Dari
perhitungan nilai proporsi diperoleh bahwa untuk Zona Utara memperoleh 8 %, Zona Tengah 67 % dan Zona Selatan 25 %. Untuk kawasan di Zona Utara nilai MSYSS cakalang
sebanyak 1.263
ton/tahun dengan upaya penangkapan optimum sebesar 1.010 trip (pole and line sebesar 668 unit, purse seine 65 unit, jaring insang hanyut 161 unit dan pancing tonda 116 unit), kawasan perairan di Zona Tengah nilai MSYSS sebanyak 10.575
167
ton/tahun dengan upaya penangkapan optimum sebesar 7.828 trip (pole and line sebear 5.294 unit, jairng insang hanyut sebesar 1.048 unit dan pancing tonda 1.486 unit) dan untuk perairan kawasan di Zona Selatan nilai MSYSS sebanyak 3.946 ton/tahun dengan upaya penangkapan optimum sebesar 3.788 trip (pole and line sebesar 1.768 unit, purse seine sebesar 1.019 unit, jaring insang hanyut sebesar 378 unit dan pancing tonda sebesar 623 unit). Sesuai ketentuan dalam Code of Conduct Responsible Fisheries (CCRF) jumlah tangkapan total yang diperbolehkan (Total Allowable Catch) adalah 80% dari besarnya nilai MSY (Nikijuluw, 2002), sehingga untuk di Zona Utara nilai MSYSS sebesar 1.010 ton/tahun dengan upaya penangkapan 808 trip (pole and line sebesar 533 unit, purse seine 48 unit, jaring insang hanyut 128 unit dan pancing tonda 97 unit), di zona Tengah sebesar 8.460 ton/tahun dengan upaya penangkapan 6.262 trip (pole and line sebear 4.258 unit, jaring insang hanyut sebesar 814 unit dan pancing tonda 1.190 unit) dan di Zona Selatan sebesar 3.157 ton/tahun dengan upaya penangkapan 3.030 trip (pole and line sebesar 1.424 unit, purse seine sebesar 818 unit, jaring insang hanyut sebesar 303 unit dan pancing tonda sebesar 485 unit). Pengelolaan
perikanan
di
Teluk
Bone
perlu
dirancang
dengan
mempertimbangkan ukuran cakalang pertama kali matang gonad dan alokasi produksi setiap zona penangkapan.
Berdasarkan proporsi ukuran ikan layak
tangkap pada masing-masing zona, maka alokasi produksi cakalang dewasa di Zona Utara sebesar 573 ton/tahun, Zona Tengah sebesar 5.820 ton/tahun dan Zona Selatan sebesar 2.210 ton (Gambar 81). Nilai-nilai ini secara keseluruhan menghasilkan jumlah hasil tangkapan yang diperbolehkan berdasarkan Lm untuk teluk Bone sebesar 8.600 ton per tahun.
Alokasi berdasarkan Lm
Alokasi JTB
9000
Produksi (ton)
8000
7000 6000 5000 4000
3000 2000 1000
0 Zona Utara
Zona Tengah
Zona Selatan
Gambar 81 Estimasi alokasi produksi (ton) cakalang pada setiap zona.
168
Gambar 82. Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) (ton) ikan cakalang dengan mempertimbangkan aspek keberlanjutan dan upaya penangkapan optimum (trip)
7.4.2 Biologi perikanan Struktur ukuran cakalang yang tertangkap dengan alat pole and line pada masing-masing zona dalam kawasan teluk terlihat bahwa kisaran panjang cagak (FL) ikan yang tertangkap di Zona Utara berkisar antara 29,2-61,0 cm, panjang minimal diperoleh pada bulan Januari dan Pebruari yaitu 29,2 cm, sedangkan panjang maksimal diperoleh pada bulan Juni dan Desember yaitu 61,0 cm, di Zona Tengah berkisar antara 29,8-61,0 cm, panjang minimal diperoleh pada bulan Januari yaitu 29,8 cm sedangkan panjang maksimal diperoleh pada bulan Juni dan Desember yaitu 61,0 cm. Selanjutnya di Zona Selatan berkisar antara 29,0-64,0 cm, panjang minimal diperoleh pada bulan Januari
yaitu 29,0 cm
sedangkan panjang maksimal diperoleh pada bulan Juni yaitu 64,0 cm. Rataan, range dan standar deviasi panjang cagak (FL) cakalang pada setiap zona menunjukkan trend yang sama dimana peningkatan dimulai dari bulan Januari hingga bulan Juni dan stabil pada bulan-bulan berikutnya. Dalam periode bulan Januari hingga bulan April, rataan FL cakalang di Zona Utara umumnya lebih kecil dibandingkan dengan FL di Zona Tengah dan Selatan, namun mulai bulan Mei hingga bulan Desember rataan ukuran FL hampir sama. Nilai Koefisien b menunjukkan keseimbangan pertumbuhan panjang dan berat ikan. Nilai koefisien b memiliki trend meningkat mulai dari 2,5055 di Zona Utara, 2,5999 di Zona Tengah dan 2,7733 di Zona Selatan. Hasil analisis nilai b dari masing-masing zona menunjukkan bahwa nilai thit < ttab0,05 atau nilai b = 3.
Hal
169
ini menunjukkan bahwa tubuh cakalang di kawasan teluk Bone memiliki pola isometrik atau pertambahan panjang tubuh sama dengan pertambahan berat. Analisis pertumbuhan berdasarkan metode Tanaka yang dilanjutkan dengan
analisis
metode
plot
Ford
Walford
pertumbuhan von Bertalanffy sebagai berikut:
menghasilkan
persamaan
0,19 (t + 0,36)
Lt = 76 { 1–e
}.
Persamaan tersebut dapat memberikan indikasi bahwa cakalang yang terdapat di kawasan teluk Bone mencapai FL maksimum (L∞) sebesar 76 cm pada umur 84 bulan. Keberlanjutan perikanan tangkap sebaiknya didukung oleh peraturan yang menetapkan ukuran ikan yang layak tangkap. Salah satu kriteria ikan layak ditangkap adalah jika memiliki panjang yang lebih besar dari panjang pertama kali ikan matang gonad (length at first maturity, Lm). Nilai Lm cakalang di Teluk Bone adalah 46,5 cm. Bulan penangkapan cakalang yang layak tangkap di Zona Utara umumnya dijumpai pada bulan April hingga Desember, di Zona Tengah pada bulan Februari hingga Desember sedangkan di Zona Selatan pada bulan Maret hingga Desember, dengan jumlah yang bisa ditangkap berbeda pada setiap bulan yang dianjurkan.
7.4.3 Hubungan SPL dan klorofil-a dengan produksi cakalang Produksi cakalang periode kuartalan selama kurun waktu 2 tahun (20062007) di Zona Utara menunjukkan bahwa produksi tertinggi terjadi di tahun 2006 pada kuartal IV yaitu 988,5 ton. Kemudian produksi tertinggi selanjutnya terjadi juga pada kuartal IV tahun 2007 yaitu 955,7 ton. Sedangkan produksi ikan pada kuartal I, II dan III tahun 2006 dan 2007 relatif sama, namun produksi kuartalan cakalang pada tahun 2006 lebih tinggi dibandingkan tahun 2007 (Gambar 56). Nilai SPL pada kuartal IV Tahun 2006 di mana produksi tertinggi mengalami trend peningkatan yaitu pada bulan Oktober 29,30C, Nopember 30,50C dan Desember 31,40C. Adapun kandungan klorofil-a pada kuartal ke IV tahun 2006 juga mengalami trend peningkatan yaitu pada bulan Oktober 0,26 mg/m3, Nopember 0,32 mg/m3 dan pada bulan Desember 0,34 mg/m3. Produksi cakalang padai Zona Tengah dalam kurun waktu 2 tahun menunjukkan produksi tertinggi pada kuartal IV tahun 2006 yaitu 2624,76 ton, kemudian produksi ikan pada kuartal I, II dan III pada tahun yang sama relatif sama. Secara umum dapat dinyatakan bahwa produksi kuartalan cakalang di Zona Tengah pada tahun 2006 lebih tinggi dibandingkan dengan produksi kuartalan cakalang pada tahun 2007 (Gambar 57). Nilai SPL pada kuartal IV
170
Tahun 2006 dimana produksi tertinggi mengalami trend peningkatan yaitu pada bulan Oktober 28,30C, Nopember 29,80C dan Desember 31,00C.
Adapun
kandungan klorofil-a pada kuartal ke IV tahun 2006 mengalami trend penurunan meskipun dalam kisaran yang kecil yaitu pada bulan Oktober 0,28 mg/m3, Nopember 0,26 mg/m3 dan pada bulan Desember 0,25 mg/m3. Pada Zona Selatan total produksi kuartalan
yang tertinggi terlihat di
tahun 2007 kuartal IV yaitu 2055 ton. Meskipun produksi kuartalan cakalang pada kuartal I, II dan III pada tahun 2007 lebih rendah dibandingkan kuartal IV namun masih lebih tinggi dibandingkan dengan produksi kurtalan cakalang pada tahun 2006 (Gambar 58).
Nilai SPL pada kuartal IV Tahun 2007 di mana
produksi tertinggi mengalami trend peningkatan yaitu pada bulan Oktober 28,90C, Nopember 30,20C dan Desember 31,10C. Adapun kandungan klorofil-a pada kuartal ke IV tahun 2007 mengalami fluktuasi dalam kisaran yang kecil yaitu pada bulan Oktober 0,21 mg/m3, Nopember 0,18 mg/m3 dan pada bulan Desember 0,20 mg/m3. Kisaran nilai SPL berdasarkan kategori kalender pada Zona Utara diperoleh 29,2-31,40C, Zona Tengah 28,2-30,70C dan Zona Selatan 27,4-30,10C sedangkan kisaran nilai SPL kuartalan berdasarkan kategori musim pada Zona Utara diperoleh 29,3-31,50C, Zona Tengah 28,7-30,90C dan Zona Selatan 27,730,30C. Sehingga dapat dinyatakan bahwa pada Zona Utara suhu lebih hangat dibandingkan Zona Tengah dan Zona Selatan. Kisaran nilai klorofil-a kuartalan berdasarkan kategori kalender dengan parameter statistik mean pada Zona Utara diperoleh 0,3-0,7 mg/m3, Zona Tengah 0,2-0,3 mg/m3 dan Zona Selatan 0,2-0,3 mg/m3 sedangkan kisaran nilai klorofil-a kuartalan berdasarkan kategori musim pada Zona Utara diperoleh 0,3-0,6 mg/m3, Zona Tengah 0,2-0,4 mg/m3 dan Zona Selatan 0,2-0,2 mg/m3, sehingga dapat dinyatakan bahwa pada Zona Utara kondisi lebih subur dibandingkan Zona Tengah dan Zona Selatan.
7.4.4 Konsep pengelolaan perikanan tangkap cakalang di Teluk Bone Sebuah konsep untuk menggambarkan pengelolaan perikanan tangkap cakalang digambarkan dalam bentuk atau pola pemanfaatan terhadap sumberdaya cakalang di Teluk Bone, bukan merupakan pemodelan atau model matematika. Secara umum pengelolaan perikanan tangkap adalah pengendalian jumlah tangkapan dan ukuran ikan sebagai respon terhadap kondisi peikanan yang tingkat eksploitasinya relatif sudah berlebih.
Pengendalian tersebut
dilakukan dalam empat cara, yaitu (1) pembatasan jumlah hasil tangkapan (2)
171
pengaturan jumlah upaya penangkapan, (3) menentukan bulan penangkapan berdasarkan ukuran ikan layak tangkap dan (4) menentukan bulan penangkapan berdasarkan kelimpahan hubungannya dengan SPL dan klorofil-a. Butir (1) mengacu pada hasil penelitian Bab 4, yaitu dibatasinya hasil tangkapan sebesar 80 % MSYSS, yaitu di Zona Utara MSYSS sebanyak 1.010 ton/tahun, di Zona Tengah sebanyak
8.460 ton/tahun dan di Zona Selatan
sebanyak 3.157 ton/tahun. Namun jumlah hasil tangkapan yang dapat ditangkap berdasarkan ikan yang layak tangkap dengan tujuan mempertahankan keberlanjutan sumberdaya ikan cakalang adalah Zona Utara sebesar 573 ton, Zona Tengah 5.820 ton dan Zona Selatan 2.210 ton. Butir (2) di Zona Utara upaya penangkapan optimum untuk mencapai MSYSS adalah 808 trip (pole and line sebesar 533 unit, purse seine 48 unit, jaring insang hanyut 128 unit dan pancing tonda 97 unit), di Zona Tengah upaya penangkapan optimum untuk mencapai MSYSS sebanyak 6.262 trip (pole and line sebear 4.258 unit, jaring insang hanyut sebesar 814 unit dan pancing tonda 1.190 unit) dan di Zona Selatan upaya penangkapan optimum untuk mencapai MSYSS sebanyak 3.157 ton/tahun dengan upaya penangkapan 3.030 trip (pole and line sebesar 1.424 unit, purse seine sebesar 818 unit, jaring insang hanyut sebesar 303 unit dan pancing tonda sebesar 485 unit). penangkapan
yang
dapat
digunakan
untuk
mendukung
Namun upaya keberlanjutan
sumberdaya ikan cakalang adalah Zona Utara adalah 409 trip (pole and line sebesar 271 unit, purse seine 26 unit, jaring insang hanyut 65 unit dan pancing tonda 47 unit), Zona Tengah sebanyak 3.279 trip (pole and line sebesar 2.217 unit, jairng insang hanyut sebesar 439 unit dan pancing tonda 622 unit) dan Zona Selatan
sebanyak 1.688 trip (pole and line sebesar 788 unit, purse seine
sebesar 454 unit, jaring insang hanyut sebesar 168 unit dan pancing tonda sebesar 278 unit). Butir (3) salah satu kriteria ikan layak ditangkap adalah memiliki panjang yang lebih besar dari panjang pertama kali ikan matang gonad (length at first maturity, Lm). Berdasarkan kurva sigmoid proporsi ikan yang matang gonad diperoleh Lm cakalang di Teluk Bone adalah 46,5 cm. Berdasarkan nilai Lm dapat diketahui bahwa ukuran ikan layak tangkap di Zona Utara dan tengah > 46,5 – 61,9 cm, sedangkan ukuran ikan layak tangkap di Zona Selatan > 46,5 – 64,9 cm.
Kelompok cakalang yang layak tangkap di Zona Utara umumnya
dijumpai pada bulan April hingga Desember, di Zona Tengah pada bulan Februari hingga Desember sedangkan di Zona Selatan pada bulan Maret hingga Desember. Proporsi tertinggi ikan layak tangkap berdasarkan zona didapatkan
172
pada Zona Tengah 56,11 %, selanjutnya Zona Selatan 55,98 % dan terendah pada Zona Utara 45,42 %. Hal ini menunjukkan bahwa ikan yang tertangkap dengan ukuran yang tidak layak untuk dalam kawasan teluk Bone adalah 43,8954,58 %. Keberlanjutan perikanan tangkap sebaiknya didukung oleh peraturan yang menetapkan ukuran ikan yang layak tangkap. Butir (4) bulan penangkapan yang terbaik berdasarkan kelimpahan ikan dan kondisi SPL dan klorofil-a pada Zona Utara, Tengah dan Selatan diperoleh pada kuartal IV yaitu bulan antara Oktober-Desember. Kondisi SPL pada saat itu berada pada kondisi yang optimum di mana suhu berkisar antara 28,3-31,10C, adapun klorofil-a berada pada kisaran antara 0,18-0,34 mg/m3.
Pada Zona
Utara suhu perairan lebih hangat dan lebih subur dibandingkan zona Tengah dan Zona Selatan. Konsep pengelolaan perikanan tangkap cakalang di kawasan Teluk Bone dapat dirangkum seperti pada Gambar 83.
173
Teknologi penangkapan yang tersedia : pole and line, jaring insang hanyut, purse seine dan pancing tonda
MSY dan Fopt : Zona Utara : 1.010 ton/ tahun dan 808 trip; Zona Tengah : 8.460 ton/tahun dan 6.262 trip; Zona Selatan 3.157 ton/tahun dan 3.030 trip
Lokasi kawasan Teluk Bone dibagi menjadi 3 zona : Zona Utara ratarata SPL 30,610C, klorofil-a 0,40 mg/m3; Zona Tengah rata-rata SPL 29,940C, klorofil –a 0,27 mg/m3; Zona Selatan rata-rata SPL 29,330C, klorofil-a 0,28 mg/m3. Perairan di Zona Utara lebih hangat dan Subur. Ada 4 musim tangkap : Ms. Barat (DesFeb), Ms.Alih I (MaretMei), Ms.Timur (JuniAgustus), Ms.Alih II (September- Nopember)
Hasil analisis biologis ikan cakalang diperoleh sebagai berikut: Kisaran panjang cagak (FL) ikan yang tertangkap di Zona Utara berkisar antara 29, 2 – 61,0 cm, Zona Tengah antara 29,8 – 61,0 cm, Zona Selatan 29, 0 – 64,0 cm. Lt =76{1–e0,19(t+0,36)}. FL maksimum (L∞) sebesar 76 cm pada umur 84 bulan. Nilai Lm (ukuran layak tangkap) adalah 46,5 cm.
Waktu tangkap berdasarkan produksi : Kuartal IV (OktoberDesember) ; berdasarkan ukuran ikan layak tangkap Zona Utara April-Desember, Zona Tengah FebruariDesember dan Zona Selatan Maret Desember
Pengelolaan perikanan tangkap berkelanjutan
Konsep Pengelolaan Perikanan Cakalang di Teluk Bone : 1. Teknologi penangkapan cakalang yang dilakukan oleh armada pole and line, purse seine, jaring insang hanyut dan pancing tonda harus meloloskan juvenil ikan. 2. Hasil tangkapan yang diperbolehkan (JTB) ikan cakalang tidak melebihi produksi optimum berdasarkan alokasi pemanfaatan bersama stok (shared stok), serta mempertimbangkan aspek kebelanjutan sumberdaya ikan cakalang sehingga untuk Zona Utara 573 ton/tahun, Zona Tengah 5.820 ton/tahun dan Zona Selatan 2.210 ton/tahun. 3. Upaya penangkapan optimum untuk mencapai MSYSS dengan mempertimbangkan keberlanjutan, di Zona Utara 409 trip (pole and line sebesar 271 unit, purse seine 26 unit, jaring insang hanyut 65 unit dan pancing tonda 47 unit), di Zona Tengah upaya penangkapan optimum sebanyak 3.279 trip (pole and line sebear 2.217 unit, jairng insang hanyut sebesar 439 unit dan pancing tonda 622 unit) dan di Zona Selatan upaya penangkapan optimum sebanyak 1.688 trip (pole and line sebesa 788 unit, purse seine sebesar 454 unit, aring insang hanyut sebesar 168 unit dan pancing tonda sebesar 278 unit).
4. Operasi penangkapan ditutup secara serentak pada waktu (bulan) musim puncak pemijahan atau saat ukuran ikan belum layak tangkap (Januari sampai April), khususnya di Zona Utara. 5. Pelarangan terhadap pendaratan dan jual beli ikan yang masih berukuran kecil dan belum layak tangkap (ukuran yang ≤ 46,5 cm, FL). 6. Unit penangkapan dibatasi melalui pembatasan pemberian izin penangkapan 7 Membentuk kawasan konservasi perairan di Zona Utara untuk dijadikan sebagai nursery ground yang pengelolaannya dilakukan oleh masyarakat dengan pemerintah (Colaborative based management).
Gambar 83 Konsep pengelolaan perikanan tangkap berkelanjutan di kawasan Teluk Bone
174
Berdasarkan keragaan nilai optimal dari komponen perikanan tangkap cakalang yang dikaji serta keterkaitan antara berbagai komponen tersebut, maka dihasilkan konsep pengelolaan yang nantinya sangat berguna dan diharapkan akan menjadi acuan dalam pengembangan sumberdaya perikanan cakalang berkelanjutan di kawasan Teluk Bone. Beberapa konsep pengelolaan perikanan tangkap yang dihasilkan dari pola pemanfaatan sumberdaya perikanan di kawasan Teluk Bone adalah sebagai berikut : 1)
Teknologi penangkapan cakalang yang dilakukan oleh armada pole and line, pure seine, jaring insang hanyut dan pancing tonda harus meloloskan juvenil ikan.
2)
Hasil tangkapan yang diperbolehkan (JTB) ikan cakalang tidak melebihi produksi optimum berdasarkan alokasi pemanfaatan bersama stok (shared stok), dengan mempertimbangkan aspek keberlanjutan sumberdaya ikan cakalang sehingga untuk Zona Utara 573 ton/tahun, Zona Tengah 5.820 ton/tahun dan Zona Selatan 2.210 ton/tahun, atau JTB untuk seluruh teluk Bone adalah 8.600 ton per tahun.
3)
Upaya
penangkapan
optimum
untuk
mencapai
MSYSS
dengan
mempertimbangkan keberlanjutan, di Zona Utara adalah sebesar 409 trip (pole and line sebesar 271 unit, purse seine 26 unit, jaring insang hanyut 65 unit dan pancing tonda 47 unit), di Zona Tengah sebesar 3.279 trip (pole and line sebear 2.217 unit, jairng insang hanyut sebesar 439 unit dan pancing tonda 622 unit) dan di Zona Selatan sebesar 1.688 trip (pole and line sebesar 788 unit, purse seine sebesar 454 unit, jaring insang hanyut sebesar 168 unit dan pancing tonda sebesar 278 unit). Secara keseluruhan, total maksimum upaya penangkapan cakalang di teluk Bone adalah setara 5.376 trip operasi pole and line. 4)
Operasi penangkapan ditutup secara serentak pada waktu (bulan) musim puncak pemijahan atau saat ukuran ikan belum layak tangkap (Januari sampai April), khususnya di Zona Utara.
5)
Pelarangan terhadap pendaratan dan jual beli ikan yang masih berukuran kecil dan belum layak tangkap (ukuran yang ≤ 46,5 cm, FL).
6)
Unit
penangkapan
dibatasi
melalui
pembatasan
pemberian
izin
penangkapan. 7)
Membentuk kawasan konservasi perairan di Zona Utara untuk dijadikan sebagai daerah nursery ground yang pengelolaannya dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah (colaborative based management).
175
7.5 Pembahasan Jenis teknologi penangkapan yang dapat digunakan untuk memanfaatkan sumberdaya perikanan cakalang adalah alat tangkap yang sudah tersedia dan dimanfaatkan oleh nelayan setempat.
Alat tangkap yang khusus digunakan
dalam kegiatan penangkapan ikan cakalang adalah pole and line.
Hasil
penelitian Syamsudin (2008) yang mengkaji tentang alat tangkap cakalang yang ramah lingkungan di perairan kabupaten/kota Kupang menemukan bahwa alat pole and line adalah alat yang paling ramah lingkungan dari alat tangkap lainnya seperti pancing ulur, rawai dasar dan mini purse seine.
Baskoro (1987) diacu
dalam Syamsuddin (2008) bahwa unit penangkapan pancing memiliki nilai aspek biologi yang tinggi, hal ini dikarenakan unit penangkapan pancing memiliki selektivitas yang tinggi dan pengaruh eksploitasinya terhadap kelestarian sumberdaya tidak membahayakan. Pengembangan alat tangkap lain dapat dilakukan dengan mendesain ulang alat tangkap tersebut untuk menangkap cakalang seperti alat tangkap purse seine dengan pertimbangan bahwa alat tangkap tersebut memiliki keunggulan dalam produktivitas, hasil tangkapan berkualitas dan tingginya tingkat keuntungan (Irham 2009). Hanya saja bahwa alat tersebut tidak selektif, sehingga perlu upaya untuk memperbesar ukuran mata jaring baik pada bagian kantong maupun sayap dengan mempertimbangkan ukuran panjang ikan saat pertama kali matang gonad (Lm). Alokasi hasil tangkapan yang layak untuk pengelolaan cakalang di kawasan Teluk Bone berdasarkan prinsip keberlanjutan dan kehati-hatian adalah 80 % dari MSYSS pemanfaatan bersama stok (shared stok) yang telah layak tangkap, sehingga nilai alokasi untuk cakalang pada masing-masing zona adalah di Zona Utara 573 ton/tahun, Zona Tengah 5.820 ton/tahun dan Zona Selatan 2.210 ton dan jika dibandingkan dengan data produksi tahun 2006 maka tingkat pemanfaatan sudah melewati MSY, sehingga perlu mengurangi tingkat upaya untuk mencegah terjadinya biological dan ecocomical overfishing.
Dengan
adanya pembatasan tersebut diharapkan kontinuitas sumberdaya cakalang pada waktu yang akan datang tetap terjaga. Pengurangan upaya penangkapan untuk tujuan pengelolaan dapat dilakukan pemerintah dengan strategi subsidi di bidang perikanan yang harus dilakukan secara cermat dengan mengacu pada karakteristik sumber daya perikanan. Oleh karena itu agar supaya subsidi perikanan efektif maka harus benar-benar dikendalikan oleh sistem pengelolaan sumber daya yang baik. Pada
176
pengelolaan di mana output benar-benar dikendalikan, maka subsidi akan mengarah kepada peningkatan rent (profit), bukan kepada output yang justeru akan menambah degradasi sumber daya (Fauzi 2005). Pengelolaan dengan pembatasan hasil tangkapan dan pembagian alokasi untuk pegelolaan sumberdaya cakalang di kawasan Teluk Bone telah pernah dilakukan di dunia internasional untuk mengatur pemanfaatan stok ikan yang dapat diakses beberapa negara termasuk di dalam negeri kita sendiri. Untuk tujuan pemanfaatan sumberdaya perikanan yang optimal tanpa merusak lingkungan dan kelestariannya pengelolaan dengan pembatasan hasil tangkapan dan pembagian quota diupayakan diterapkan di Teluk Tomini (Kusnadi, 2002 diacu dalam Bintoro, 2005). Dibeberapa negara model tersebut juga telah dilakukan seperti yang dinyatakan oeh Bergin dan Haward (1994) diacu dalam Bintoro (2005), sejak tahun 1985 Australia, Jepang dan Selandia Baru sebagai pemilik hak quota telah menentukan quota tahunan untuk memanfaatkan stok tahunan tuna Sirip Biru. Meskipun kebijakan sistem quota telah diterapkan, kolapsnya sumberdaya ikan tersebut tidak dapat dicegah oleh karena adanya permintaan pasar yang tinggi terhadap konsumsi ikan tersebut. Hasil tangkapan ikan tersebut terus mengalami penurunan drastis. Salah satu penyebabnya adalah terlalu tingginya penentuan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (TAC). Selain pembatasan alokasi hasil tangkapan yang perlu dilakukan
adalah
mengurangi
tingkat
upaya
penangkapan
di
daerah
penangkapan, melakukan penutupan area (closed area) ditempat yang diduga sebagai tempat bertelur. Keberhasilan nelayan dalam menangkap ikan sangat dipengaruhi oleh ketersediaan stok ikan di perairan. Nelayan biasanya tidak akan pergi melaut untuk beberapa waktu bila hasil tangkapan yang diperoleh sebelumnya sedikit dan akan melaut kembali atau meningkatkan trip penangkapan ketika tiba musim ikan. Pola musim penangkapan cakalang dilakukan sepanjang tahun namun puncaknya pada bulan Oktober sampai Desember. Pada bulan tersebut kondisi kawasan perairan Teluk Bone relatif tenang dan nilai SPL dan kandungan klorofil-a mengalami trend peningkatan. Nilai suhu pada bulan Oktober 29,30C, Nopember 30,50C dan Desember 31,40C.
Adapun kandungan klorofil-a juga
mengalami trend peningkatan yaitu pada bulan Oktober 0,26 mg/m3, Nopember 0,32 mg/m3 dan pada bulan Desember 0,34 mg/m3. Sehingga diduga bahwa pada bulan tersebut kawasan Teluk Bone lebih subur dan kaya akan unsur hara
177
dan sangat mendukung bagi keberadaan cakalang untuk mendapatkan makanan. Berdasarkan hasil penelitian tentang komposisi ukuran ikan kecil yang tertangkap oleh alat pole and line diketahui bahwa ukuran ikan berukuran kecil dan belum layak tangkap banyak dijumpai pada bulan Januari sampai Maret untuk Zona Utara, bulan Januari di Zona Tengah dan bulan Januari sampai Februari di Zona Selatan. Hal ini diduga karena cakalang melakukan pemijahan sekitar bulan Oktober. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Manik (2007) tentang pemijahan cakalang di sekitar pulau Seram Selatan dan pulau Nusa Laut diperoleh bahwa cakalang yang tertangkap pada bulan september terdirii dari 40 % TKG II, 54 % TKG III dan 6 % TKG V; pada bulan Oktober terdiri dari 8 % TKG I, 28 % TKG II, 60 % TKG III dan 4 % TKG V; sedangkan pada bulan Desember terdiri dar 39 % TKG II, 50 % TKG III dan 11 % TKG V hal ini mengindikasikan bahwa pada bulan-bulan tersebut aktivitas pemijahan
sedang
berlangsung
atau
mungkin
sudah
berakhir.
Tidak
tertangkapnya cakalang TKG IV selama penelitian karena cakalang akan bermigrasi jauh ke laut dalam apabila melakukan pemijahan sehingga kemungkinan tertangkap kecil sekali (Wilson 1982 diacu dalam Manik 2007). Oleh karena itu perlu dilakukan pembatasan waktu operasi penangkapan pada saat musim puncak pemijahan.
Dengan kata lain perlu diterapkan kebijakan
penutupan musim penangkapan bagi para nelayan, karena kondisi seperti ini bila terjadi secara terus menerus maka akan memberikan dampak yang buruk terhadap ketersediaan sumberdaya cakalang di lingkungannya. Penutupan
musim
penangkapan
pengelolaan sumberdaya ikan,
ikan
merupakan
pendekatan
yang umumnya dilakukan di negara di mana
sistem penegakan hukumnya sudah maju.
Pelaksanaan pendekatan ini
didasarkan pada sifat sumberdaya ikan yang sangat tergantung pada musim, dan sering kali hanya ditujukan pada satu spesies saja dalam kegiatan perikanan yang bersifat multispesies.
Beddington (1984) diacu dalam Nikijuluw (2002)
mengemukakan adanya dua bentuk penutupan musim, yaitu : (1) Penutupan musim penangkapan ikan pada waktu tertentu untuk memungkinkan ikan melakukan aktivitas pemijahan dan berkembang biak; (2) Penutupan kegiatan penangkapan ikan dengan alasan sumberdaya ikan telah mengalami deplesi dan ikan yang ditangkap semakin sedikit. Selain penutupan musim penangkapan, pendekatan pengelolaan yang lain adalah penutupan area penangkapan ikan secara sementara terutama pada daerah spawning ground dan nursery ground ikan. Berdasarkan hasil penelitian
178
diperoleh tentang panjang ikan yang tertangkap dengan ukuran terkecil adalah 29,0 cm dimana pada ukuran tersebut masih dikategorikan sebagai juvenil dari cakalang. Sebagaimana pendapat Mori (1971) diacu dalam Matsumoto et al. (1984) bahwa ukuran juvenil cakalang berkisar antara 1,4 – 30 cm dan pada daerah di mana juvenil cakalang diperoleh akan ditemukan pula larvanya. Hanya saja penyebaran juvenil jauh lebih luas dari penyebaran larvanya. Hal ini dapat disebabkan karena juvenil cakalang meninggalkan spawning area seiring dengan peningkatan pertumbuhan dan mobilitas.
Meskipun juvenil cakalang jarang
terlihat di laut dan sangat sulit untuk ditangkap namun juvenil ini dapat tertangkap oleh alat tangkap yang menggunakan cahaya, seperti bagan. Dalam upaya pengelolaan maka perlu dilakukan pembatasan upaya penangkapan bagan terutama pada saat setelah pemijahan berlangsung (bulan Oktober) dan penutupan sementara wilayah spawning area dan nursery ground dalam bentuk regulasi sehingga
tidak berdampak terhadap sumberdaya tersebut misalnya
dengan membentuk kawasan konservasi perairan (KKP). Pembentukan KKP ini dikelola oleh kelembagaan masyarakat bersama pemerintah dalam bentuk colaborative based management. Sebagaimana telah dijelaskan, bahwa pengembangan alat tangkap untuk pengelolaan perikanan tangkap cakalang dalam kawasan Teluk Bone dapat dilakukan pada keempat jenis alat tangkap dengan harus memperhitungkan tingkat selektivitas alat tangkap yang digunakan.
Batas minimum mesh size
jaring atau ukuran ikan yang tertangkap dalam pemanfaatan sumberdaya cakalang adalah memberi kesempatan ikan muda dan atau yang berukuran kecil untuk meloloskan diri sebelum proses penangkapan berakhir.
Penerapan
kebijakan ini sangat diperlukan untuk tetap mempertahankan keberadaan cakalang di kawasan perairan Teluk Bone, agar tidak terjadi kelebihan tangkap dalam masa pertumbuhan (growth overfishing). Bedding dan Retting (1984) diacu dalam Bintoro (2005) mengemukakan alasan pembatasan minimum mesh size adalah ikan muda yang umumnya berukuran kecil akan mampu meloloskan diri dari penangkapan yang menggunakan alat tangkap jaring yang mempunyai mesh size besar sehingga dapat meningkatkan kemungkinan ikan muda untuk tumbuh dan menambah kepadatan stok ikan tersebut pada musim berikutnya.
Untuk pemanfaatan
sumberdaya ikan cakalang di kawasan teluk Bone, minimum mesh size alat tangkap perlu ditentukan agar ikan muda mempunyai kesempatan untuk berkembang dan menambah stok ikan pada musim berikutnya.
179
Usaha pemanfaatan sumberdaya cakalang di kawasan perairan Teluk Bone umumnya dilakukan di sekitar pantai yang menjadi wilayah kritis bagi keberlanjutan stok ikan tersebut. Kegiatan penangkapan umumnya dilakukan oleh kapal dengan kapasitas < 30 GT dan daerah penangkapannya hanya berjarak 2 – 4 mil dari fishing base, akan berdampak terhadap keberlanjutan sumberdaya perikanan yang ada disekitar wilayah pesisir. Kebijakan berupa alokasi upaya penangkapan dan penutupan area yang diterapkan pada sumberdaya cakalang tersebut tentunya perlu dilihat dari perspektiif jenis ikan pelagis lain terutama ikan-ikan pelagis kecil.
Pengaruh
implementasi kebijakan tersebut terhadap sektor ekonomi usaha penangkapan ikan di kawasan Teluk Bone perlu diteliti lebih lanjut. Hal ini disebabkan oleh tidak berbedanya
area-area bagi ikan-ikan pelagis tersebut dan aktivitas
penangkapan kita yang bersifat multispesies. Pengelolaan pada sumberdaya multispesies tidak semudah pada perikanan monospesies.
Hal ini karena
eksploitasi pada stok multi spesies sangat dipengaruhi oleh aspek biologi dan teknologi.
Adanya interaksi antar spesies yang komposisinya di alam
dipengaruhi oleh persaingan terhadap makanan, adanya predator dan ikan yang menjadi makanannya yang apabila komposisinya berubah akan mempengaruhi dan mengubah pula komposisi yang ada. Secara teknologi mengubah ukuran mata jaring akan mempengaruhi ukuran ikan dari semua spesies ikan yang tertangkap jaring tersebut yang tentunya perubahan jumlah komposisi ikan tangkapannya tidaklah selalu proporsional dengan komposisi stok ikan di habitatnya. Bisa terjadi suatu keadaan di mana salah satu jenis mengalami overexploited sementara jenis lainnya underexploited (Murdiyanto, 2004).
7.6 Kesimpulan (1) Alokasi hasil tangkapan yang layak tangkap untuk pengelolaan cakalang di kawasan Teluk Bone berdasarkan prinsip keberlanjutan dan kehati-hatian pada masing-masing zona adalah di Zona Utara 573 ton/tahun, Zona Tengah 5.820 ton/tahun
dan Zona Selatan 2.210 ton/tahun.
Secara
keseluruhan, jumlah hasil tangkapan yang diperbolehkan (JTB) untuk seluruh teluk Bone adalah 8.600 ton per tahun. (2) Alokasi upaya (trip) penangkapan optimum pada Zona Utara alat tangkap pole and line sebesar 668 unit, purse seine 65 unit, jaring insang hanyut 161 unit dan pancing tonda 115 unit ; Zona Tengah alat tangkap pole and line sebear 5.293 unit, jairng insang hanyut sebesar 1.048 unit dan pancing tonda 1.486 unit; dan Zona Selatan alat tangkap pole and line sebesar 1.768
180
unit, purse seine sebesar 1.019 unit, jaring insang hanyut sebesar 377 unit dan pancing tonda sebesar 623 unit. Secara keseluruhan, total maksimum upaya penangkapan cakalang di teluk Bone adalah setara 5.376 trip operasi pole and line. (3) Pola musim penangkapan cakalang dilakukan sepanjang tahun namun musim penangkapan untuk cakalang layak tangkap di Zona Utara dari bulan April hingga Desember; di Zona Selatan dari bulan Februari hingga Desember dan di Zona Selatan dari bulan Maret sampai Desember. Puncak penangkapan cakalang di Teluk Bone berlangsung dari bulan Oktober sampai Desember setelah diduga ikan melakukan reproduksi. (4) Berdasarkan hasil penelitian tentang struktur ukuran ikan kecil yang tertangkap oleh alat pole and line diketahui bahwa ukuran ikan berukuran kecil dan belum layak tangkap banyak dijumpai pada bulan Januari sampai Maret untuk Zona Utara, bulan Januari di Zona Tengah dan bulan Januari sampai Februari di Zona Selatan. (5) Pemijahan ikan cakalang berlangsung sekitar bulan Oktober sehingga perlu penutupan area penangkapan ikan secara sementara terutama pada daerah spawning ground dan nursery ground ikan.