5 KONDISI SISTEM PERIKANAN TANGKAP
5.1 Subsistem Usaha Perikanan Tangkap Kegiatan usaha perikanan tangkap di Perairan Selatan Jawa meliputi berbagai skala usaha, baik skala kecil, menengah maupun besar. Usaha skala kecil merupakan usaha yang dominan dilakukan nelayan. Usaha skala kecil pada umumnya menggunakan perahu motor tempel (out board engine), terbuat dari bahan fiberglass ukuran 1-2 GT. Perahu bersifat multipurpose, dilengkapi beberapa alat tangkap yang dapat digunakan sesuai dengan musimnya.
Alat
tangkap dominan adalah pancing, jaring insang monofilament, dan pukat kantong. Tujuan utama penangkapan adalah ikan pelagis kecil, demersal dan udang, dengan fishing ground terbatas di sepanjang perairan pantai. Perikanan skala menengah, terutama adalah perikanan gillnet multifilament, rawai dan purse seine. Perikanan gillnet multifilament menggunakan kapal motor 5-30 GT, mesin 60-160 PK. Ikan tujuan tangkap adalah ikan pelagis besar, seperti tongkol dan cakalang. Rawai terutama untuk menangkap ikan cucut, banyak dioperasikan di PPS Cilacap dan PPN Palabuhanratu. Perikanan purse seine beroperasi di PPN Prigi, tujuan utama penangkapan adalah ikan pelagis kecil. Hasil tangkapan terutama adalah untuk diolah dalam bentuk tepung ikan. Purse seine dalam bentuk mini purse seine digunakan oleh nelayan di PPI Cilautereun. Perikanan skala besar khususnya perikanan tuna longline, menggunakan kapal motor >30 GT, mesin 250-400 PK. Perikanan tuna longline memanfaatkan sumberdaya tuna di Perairan Lepas Pantai dan di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. Tujuan utama hasil tangkapan adalah tuna kualitas ekspor.
5.1.1 Perikanan Tuna Longline 1) Deskripsi umum Tujuan utama penangkapan tuna longline adalah jenis tuna yang berada di perairan samudera atau perairan laut yang dalam, yaitu pada kedalaman sekitar 50 m sampai 300 m. Perikanan tuna longline menggunakan kapal 30 -150 GT, mesin utama berkekuatan 250-400 PK ditambah 1 atau 2 mesin tambahan. Aktivitas usaha perikanan tuna longline berada di PPS Cilacap dan PPN Palabuhanratu.
105
Tujuan utama penangkapan adalah sumberdaya tuna yang tercakup dalam kelompok tuna besar, diantaranya yaitu southern bluefin atau tuna sirip biru selatan (Thunnus thynnus maccoyii), bigeye atau tuna mata besar (Thunnus obesus), yellowfin atau madidihang (Thunnus albacares) dan albacore (Thunnus alalunga). Tertangkap juga beberapa jenis ikan non tuna bernilai ekonomis tinggi seperti swordfish atau ikan pedang (Xiphias gladius), marlin atau ikan setuhuk (Makaira sp.) dan sailfish atau ikan layaran (Istiophorus orientalis). Hasil tangkapan terutama untuk tujuan ekspor. Pasar ekspor utama adalah Jepang, dengan produk tuna segar (fresh tuna), sebagai bahan sushi dan sashimi. Tuna untuk bahan sushi dan sashimi menetapkan syarat kualitas yang tinggi.
2) Deskripsi unit penangkapan ikan Kapal longline berbentuk panjang dan ramping, dengan tujuan agar kapal dapat lincah atau mudah berolah gerak. Kapal umumnya terbuat dari material kayu, ada juga yang terbuat dari fiberglass. Bentuk dasar kapal berbentuk “V” bottom, kapal memiliki kemampuan yang besar untuk membelah gelombang dan daya perlawanan air terhadap kapal lebih kecil. Kelincahan kapal longline sangat ditentukan oleh ukuran-ukuran utamanya, yaitu panjang (L), lebar (B), dalam (D) dan nilai perbandingan L/B, L/D dan B/D (Ayodhyoa, 1981). Spesifikasi kapal tuna longline di PPS Cilacap dan PPN Palabuhanratu dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Spesifikasi kapal tuna longline di PPS Cilacap dan PPN Palabuhanratu No. 1
Spesifikasi
Keterangan
Dimensi utama - Panjang kapal
21,02 – 26,42 m
- Lebar kapal
5,10 – 7,24 m
- Dalam kapal
1,30 – 3,27 m
- Draft kapal
0,90 – 2,90 m
2
Tonnage (GT)
33 - 137 GT
3
Material konstruksi
Kayu
4
Tahun pembuatan
1996 - 2004
5
Mesin utama
250 – 400 PK
6
Kapasitas palkah
8 - 40 ton
Sumber: Hasil survei di PPS Cilacap dan PPN Palabuhanratu, 2006
106
Konstruksi alat longline terdiri dari tali utama (main line), tali cabang (branch line), pancing (hook), tali pelampung (floating line), pelampung (float), lampu-lampu pelampung (floating lights), bendera (flag) dan tiang bamboo (pole) (Tabel 6). Alat tangkap longline tersusun dalam basket, satu basket terdiri atas 413 pancing. Setiap kali operasi menggunakan sekitar 200-400 basket, atau sekitar 1000-2000 pancing. Panjang longline dapat mencapai 100 km. Tabel 6 Spesifikasi alat tangkap tuna longline No.
Nama Bagian
Bahan
1 2
Diameter/No. (mm, No) Ø 5,5
Main line vinylon Branch line - eye rope Vinylon Ø - branch line vinylon Ø - swivel kuningan no. - kanamaya vinylon Ø - sekiyama vinylon Ø - wire leader kawat baja Ø - hook baja no. - snap kawat baja Ø 3 Float line vinylon Ø 4 Bouy plastik Ø Sumber: Hasil survei di PPS Cilacap dan PPN Palabuhanratu, 2006
4,6 4,6 22 3,6 3,6 1,5 5 4 5,5 600
Panjang (m) 50 - 70 0,2 17 - 20 0,06 12 2,5 2,5 0,065 0,13 3,5 -
Jumlah ABK pada kapal longline berkisar antara 10 sampai dengan 15 orang.
Tugas dan pembagian kerja di kapal longline yaitu 1 orang sebagai
nakhoda, 1 orang wakil nakhoda, 1 orang bertanggungjawab dalam operasi penangkapan ikan, 1 orang bertanggungjawab dalam penanganan ikan, 1 orang juru masak dan ABK lainnya bertugas dalam operasi penangkapan ikan.
3) Kegiatan operasi penangkapan ikan Umpan merupakan faktor penting bagi perikanan longline. Jenis umpan yang umum digunakan yaitu ikan layang, kembung, bandeng, lemuru, ikan terbang, belanak dan cumi-cumi. Ikan umpan yang digunakan merupakan ikan mati yang telah dibekukan.
Umpan yang digunakan mempunyai persyaratan
khusus yaitu dalam keadaan segar, struktur tubuh tahan dalam penangkapan, warna kulit terang dan mengkilat, bau cukup tajam, ukuran sesuai (panjang 15-25 cm dan lebar 4-5 cm), penampakan baik, umpan agak lemas dan kelihatan seolaholah hidup jika berada di dalam air, harga murah dan tersedia sepanjang tahun.
107
Kegiatan operasi penangkapan ikan meliputi tiga tahap yaitu setting, drifting, dan hauling.
Sebelum setting, terlebih dahulu dilakukan persiapan-
persiapan yang meliputi penyiapan umpan, branch line, radio buoy, pelampung dan light buoy serta penyambungan main line pada line thrower. Setting dimulai pada pagi hari sekitar pukul 04.00 sampai pukul 09.00 WIB. Setting dilakukan di bagian buritan kapal. Biasanya ABK yang bertugas melakukan setting dibagi dalam kelompok, berjumlah 7 orang yang bertugas secara bergantian. Setting dimulai setelah Fishing Master memberi perintah agar setting segera dilaksanakan. Radio buoy pertama dibuang disusul dengan 2 pelampung, line thrower dihidupkan, pancing dilempar dan snap branch line dipasang pada main line setiap kali bel berbunyi. Pada bel ke 14 atau ke 7 (sesuai dengan konstruksi longline), dipasang snap tali pelampung dan pelampungnya. Begitu seterusnya sampai pembuangan radio buoy terakhir. Pada bel ke 8 atau 15, diberi lempengan seng berscotlight dan setiap 30 pelampung dipasang 1 light buoy (atau disesuaikan dengan konstruksi longline yang digunakan). Penggunaan scotlight dan light buoy adalah agar longline dapat terlihat pada malam hari. Drifting berlangsung sekitar 5 jam, longline dibiarkan hanyut. Pada saat drifting, mesin kapal dimatikan untuk menghemat BBM dan ABK dapat beristirahat. Sekitar pukul 14.00 WIB, kapal mulai mendeteksi radio buoy yang ada di longline. Lokasi radio buoy dapat dideteksi dari kapal dengan Radio Detection Finder (RDF). Setelah diketemukan, kapal menuju ke tempat radio buoy terdeteksi. Persiapan hauling dilakukan, setiap ABK mulai mempersiapkan diri dan mempersiapkan peralatan yang diperlukan untuk melakukan hauling. Hauling dimulai sekitar pukul 14.00 WIB. Penarikan longline saat hauling dibantu dengan line hauler. Saat hauling mulai dilakukan, kapal bergerak mendekati radio buoy dan selanjutnya menaikkan radio buoy ke kapal. Main line dilewatkan line hauler melalui side roller, diteruskan ke belt conveyor, ditarik line arranger dan diatur ke dalam boks. Snap branch line dilepas, digulung dengan bran leel sampai kanayama, disusun 12 atau 13 branch line (sesuai konstruksi longline) dan 1 tali pelampung diikat dibawa ke gudang di buritan kapal. Jika ada ikan yang tertangkap, snap segera dilepaskan, ikan ditarik dan dibawa ke pintu pagar, lalu ikan diganco ke geladak kapal untuk segera dilakukan penanganan.
108
4) Penanganan dan pengolahan ikan Perikanan tuna adalah perikanan industri, kualitas merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Hal ini terkait dengan tujuan utama perikanan tuna adalah pasar ekspor. Pasar ekspor, khususnya Jepang, Amerika Serikat dan Uni Eropa mensyaratkan kualitas tinggi untuk produk yang masuk ke negaranya. Penanganan tuna perlu dilakukan secara hati-hati dan diperlukan fasilitas khusus. Penyimpanan ikan tuna dalam palkah dilakukan dengan menggunakan teknik chilling water. Sebelum dimasukkan ke dalam palkah, ikan dibungkus kantung plastik dan dimasukkan ke dalam boks berisi satu atau dua ekor tuna. Pembongkaran ikan di pelabuhan perlu dilakukan dengan hati-hati, dengan tetap menjaga kualitas ikan. Pembongkaran sedapat mungkin menghindarkan ikan dari terpaan sinar matahari. Kondisi suhu tubuh ikan dijaga agar tidak naik, dengan menyemprotkan air ke tubuhnya. Satu prinsip penanganan yang perlu diperhatikan, ikan harus dijaga tetap dalam kondisi dingin dengan suhu <4,4 oC. Sistem mutu produk perikanan di Indonesia diatur dalam UU 31/2004 tentang Perikanan. Penerapan sistem mutu telah diatur dalam Kepmen Pertanian 41/Kpts/IK 1210/1998, yang diubah menjadi Kepmen Kelautan dan Perikanan 01/Men/2002 tentang Sistem Manajemen Mutu Terpadu Hasil Perikanan. Penegasan sistem mutu produk perikanan tertera dalam UU Perikanan 31/2004 Bab IV tentang Pengelolaan Perikanan yaitu pada Pasal 20. Sistem mutu yang digunakan untuk produk perikanan adalah sistem manajemen mutu HACCP (Hazard Analysis Critical Control Points).
5) Distribusi dan pemasaran Produksi tuna Indonesia sebagian besar ditujukan untuk pasar ekspor. Tujuan utama ekpor produk tuna adalah pasar Jepang, Uni Eropa dan Amerika Serikat. Pasar Jepang khusus untuk produk tuna segar dan tuna beku sashimi. Pasar Uni Eropa dan Amerika Serikat untuk produk-produk olahan tuna, dapat juga untuk tuna segar dengan kualitas di bawah sashimi. Menurut Riyadi (2006), dalam perdagangan ekspor penting untuk diperhatikan adalah resiko-resiko yang mungkin akan dialami, diantaranya mencakup (1) country risk, (2) sovereignity, (3) trading risk, (4) transportation
109
risk, dan (5) foreign exchange risk. Country risk adalah resiko yang berkaitan dengan kondisi negara, seperti kebijakan politik pemerintah, terjadinya perang, kerusuhan dan lain sebagainya. Sovereignity merupakan resiko yang berkaitan dengan aturan yang berlaku di negara tujuan ekspor, seperti penentuan tarif. Trading risk adalah resiko berkaitan dengan transaksi atau pembayaran ekspor. Pembayaran ekspor yang bisa meminimalkan resiko, adalah melalui documentary credit atau letter of credit (L/C). Transportation risk berkaitan dengan resiko pengiriman barang seperti kapal tenggelam atau gangguan lainnya, untuk itu perlu perlindungan asuransi. Ada tiga cara yang dapat dilakukan yaitu free on board (FOB), eksportir hanya mengirim barang sampai di pelabuhan ekspor dan biaya asuransi ditanggung importir. Cost and freight (CNF), eksportir mengirim barang sampai pelabuhan tujuan dan biaya asuransi ditanggung eksportir. Cost insurance and freight (CIF), semua biaya
ditanggung importir. Foreign exchange risk
adalah resiko berkaitan deengan pertukaran nilai mata uang asing. Pasar ekspor terbuka, namun demikian untuk memulai kegiatan ekspor, perusahaan harus aktif mencari pasar baik langsung di negara tujuan atau melalui perusahaan eksportir.
Dokumen ekspor yang diperlukan diantaranya yaitu (1)
kontrak jual beli (sales contract), (2) invoice, (3) packing list, (4) pemberitahuan ekspor barang (PEB), (5) letter of credit (L/C), (6) laporan pemeriksaan ekpor (LPE), (7) bill of lading (B/L) atau air way bill, (8) surat keterangan asal (SKA), (9) surat pernyataan mutu (SPM) dan (10) sertifikat mutu (Retno 2006).
5.1.2
Perikanan Pancing Tonda
1) Deskripsi umum Tujuan utama perikanan pancing tonda (troll line) adalah ikan tuna (Thunnus spp.) dan ikan tongkol (Auxis sp. dan Euthynus sp.). Jenis tuna yang tertangkap dengan pancing tonda, umumnya masih berukuran kecil (baby tuna). Selain itu tertangkap juga ikan cakalang (Katsuwonus pelamis), tenggiri (Scomberomorus commersoni) dan madidihang (Thunnus albacares). Pancing tonda mulai dikembangkan untuk menangkap tuna dan cakalang di Perairan Selatan Jawa, pada beberapa tahun terakhir. Pancing tonda dioperasikan nelayan di PPP Pondokdadap, PPI Sadeng, PPN Prigi dan PPN Palabuhanratu.
110
Pada umumnya pancing tonda dioperasikan di sekitar rumpon. Rumpon termasuk salah satu alat pengumpul ikan (fish aggregating device) yang dipakai secara luas di Indonesia. Keistimewaan alat ini adalah mampu mengumpulkan ikan supaya terkonsentrasi ke suatu daerah penangkapan, sehingga operasi penangkapan dapat dilakukan dengan lebih efisien dan efektif. Rumpon terbuat dari daun kelapa. Rumpon dimasukkan kedalam perairan, untuk menarik ikan berteduh, mencari makan, atau bertelur. Berdasarkan lokasi pengoperasiannya, ada dua jenis rumpon yaitu (1) rumpon laut dangkal untuk menangkap ikan pelagis kecil, dan (2) rumpun laut dalam untuk menangkap ikan pelagis besar.
2) Deskripsi unit penangkapan ikan Konstruksi kapal tonda terbuat dari kayu. Ruang kemudi terletak di bagian buritan, ruang mesin berada di bagian tengah, di bagian atas ruang kemudi terdapat ruang ABK, palkah ikan terletak di bagian haluan. Kapal pancing tonda berukuran sekitar 3-10 GT, terbuat dari kayu jati (Tectona grandis) dan kayu ulin (Eusiderrixylon spp). Dimensi kapal adalah panjang (LOA) 10,75-12 m, lebar (B) 2,85-3,5 m, dalam (D) 1-1,5 m. Kapal tonda menggunakan mesin dalam (inboard engine), berkekuatan sekitar 20-40 PK. Berbagai merek mesin biasa digunakan nelayan seperti mesin Kubota atau mesin Yanmar. Satu kapal tonda akan menarik 4 tali pancing di sisi kanan kapal, 4 di sisi kiri dan dua di belakang. Tabel 7 Spesifikasi alat penangkapan ikan pancing tonda No. 1 2 3 4 5 6 7
Nama Bagian Gulungan Tali utama Kili-kili (Swivel) Tali cabang Dudukan Umpan Pancing
Bahan Kayu Benang monofilament Stainless Steel) Benang monofilament Plastik Plastik, kayu stainless steel Baja
Ukuran 22 cm x 12 cm x 1,5 cm PA no.400-800 (12 m) Tipe siku (3,5 m ) PA no. 200-500 (panjang 4 m) Diameter 0,1 cm 5-15 m 10 cm
Sumber : Hasil survey di PPP Pondokdadap, PPN Prigi dan PPN Palabuhanratu, 2006
111
Konstruksi alat terdiri atas tali utama, tali anak, pancing (hook), pelampung (float), pemberat dan umpan buatan. Pancing tonda dioperasikan menggunakan umpan dari plastik berbentuk rumbai-rumbai, dengan satu warna atau kombinasi beberapa warna. Umpan juga dapat berupa bulu ayam. Ukuran umpan tergantung ukuran mata pancing, pancing ukuran 10 menggunakan ukuran umpan 2,5 cm; pancing ukuran 9 umpan 6,5 cm, pancing ukuran 5-7 umpan ukuran 10,5 cm. Spesifikasi alat tangkap pancing tonda seperti pada Tabel 7. Rumpon terbuat dari pelampung dari besi, rope dari nylon multifilament, atraktor dari daun kelapa. Pelampung berbentuk tabung diameter 80-100 cm dan tinggi 200-250 m. Tali terbuat dari nylon multifilament berdiameter 2,5 cm. Pemberat terbuat dari cor semen berjumlah 3-4 buah. Rumpon diletakkan sejauh 50-200 mil dari pantai, pada kedalaman 50-100 m. Jumlah ABK pada kapal tonda berkisar antara 4 sampai 6 orang. Terdiri atas satu orang nakhoda yang merangkap sebagai fishing master, 1 KKM, dan 2-4 orang ABK lainnya bertugas dalam operasi penangkapan ikan. Nakhoda bertanggungjawab penuh atas keberhasilan operasi penangkapan ikan.
3) Kegiatan operasi penangkapan ikan Pengoperasian tonda dimulai dengan pencarian fishing ground. Perjalanan dari fishing base ke fishing ground berlangsung sekitar 12-24 jam tergantung pada jauh dekatnya letak rumpon dipasang. Sebelum pemancingan dimulai, nelayan menebarkan umpan hidup berupa ikan rucah ke perairan agar ikan tuna mengumpul dan naik ke permukaan. Pemancingan dapat dilakukan dengan beberapa cara. Cara pertama adalah metode handline. Pemancingan dimulai dengan pemasangan umpan pada kail, kemudian tali pancing diturunkan ke perairan. Nelayan menunggu sampai umpan dimakan, setelah itu pancing ditarik perlahan ke permukaan. Metode berikutnya disebut trolling. Pada metode ini, umpan dipasang kuat di kail sebelum pancing diturunkan ke perairan. Pancing ditarik disekitar rumpon. Benang pancing ada yang dipegang nelayan, ada juga yang diikatkan pada kayu-kayu di bagian buritan kapal. Satu kapal dapat mengoperasikan 8 pancing. Metode lain adalah dengan menggunakan alat bantu berupa layang-layang.
Pancing yang sudah diberi
112
umpan, diikatkan dibagian ekor layang-layang. Layang-layang diterbangkan di atas kapal. Ketinggian layang-layang diatur sehingga umpan bisa secara tepat di area renang ikan. Layang-layang diatur supaya bergerak naik turun. Gerakan naik turun umpan tersebut sangat menarik perhatian tuna untuk memakannya.
4) Penanganan dan pengolahan ikan Perikanan pancing tonda telah melakukan upaya penanganan ikan di atas kapal dengan baik. Kapal dilengkapi dengan palkah yang terbuat dari fiberglass. Dalam melakukan operasi penangkapan ikan, palkah-palkah yang tersedia di kapal akan diisi dengan es untuk persiapan penyimpanan ikan. Penanganan di atas kapal, diawali dengan melepaskan ikan yang terjerat pada mata jaring. Ikan dibersihkan dari sampah atau kotoran yang melekat dan dicuci dengan air laut. Ikan disortir menurut jenis dan ukuran ikan, kemudian dimasukkan ke dalam palkah, diberi es curah sesuai jumlah ikan yang ditangkap. Proses penanganan secara khusus di PPP Pondokdadap, dilakukan untuk ikan tuna berukuran > 20 kg dan berkualitas baik. Penanganan yang dilakukan adalah pemotongan kepala, ekor, insang dan pengeluaran isi perut.
Ikan
selanjutnya dimasukkan ke dalam boks yang dicampur dengan es curah untuk siap dikirim ke perusahaan ekspor tuna di Bali.
Hasil tangkapan lainnya yang
berkualitas baik akan dikirim ke perusahaan pengolahan tuna beku dan pengalengan tuna yang ada di Surabaya, Muncar Banyuwangi dan Bali.
5) Distribusi dan pemasaran Hasil tangkapan tonda terutama adalah ikan tuna berukuran kecil (baby tuna), tongkol dan cakalang. Baby tuna tidak memenuhi kualitas ekspor dalam bentuk segar. Ikan tuna pada umumnya akan didistribusikan ke industri-industri pengolahan tuna, yang akan diolah dalam bentuk tuna beku dan tuna kaleng. Tuna hasil tangkapan pancing tonda dari PPP Pondokdadap, PPN Prigi dan PPI Sadeng didistribusikan ke industri pengolahan tuna, diantaranya yaitu PT Aneka Tuna di Pandaan (Surabaya), Avila Prima dan Maya (Muncar, Banyuwangi). Hasil tangkapan tonda dari PPN Palabuhanratu dipasarkan ke Bandung dan dikirim ke industri pengolahan tuna yang ada di Jakarta.
113
5.1.3 Perikanan Gillnet Multifilament 1) Deskripsi umum Gillnet umum digunakan oleh nelayan di Perairan Pantai Selatan Jawa. Gillnet multifilament berukuran besar, banyak dioperasikan oleh nelayan di PPS Cilacap dan PPN Palabuhanratu. Jenis ikan tujuan tangkap dari gillnet nylon multifilament adalah ikan pelagis, diantaranya yaitu tongkol dari genus Auxis maupun Euthynnus, tenggiri (Scomberomorus commersonii), cakalang (Katsuwonus pelamis), dan lemadang (Coryphaena hippurus). Gillnet dapat juga menangkap berbagai jenis ikan tuna. Gillnet terbuat dari bahan jaring empat persegi panjang, mempunyai mata jaring (mesh size) bervariasi tergantung pada jenis ikan tujuan tangkap. Ukuran mata jaring sama pada seluruh tubuh jaring (webbing), dengan tinggi jaring lebih pendek jika dibandingkan dengan panjang jaring. Tinggi jaring disesuaikan dengan jenis atau densitas ikan, sementara jumlah piece jaring yang digunakan disesuaikan dengan kemampuan kapal. Gillnet atau dikenal sebagai jaring insang, hal ini disebabkan prinsip penangkapannnya adalah dengan membelit insang ikan.
2) Deskripsi unit penangkapan ikan Ukuran kapal yang digunakan tergantung pada besar kecilnya skala usaha, umumnya sekitar 5-40 GT, beroperasi pada perairan 4-12 mil dari garis pantai. Kapal berdimensi panjang (LOA) 12-16 m, lebar (B) 2,7-3,2 m, dan dalam (D) 1,8-2,2 m. Kapal umumnya dilengkapi palkah untuk tempat penyimpanan ikan. Ruangan palkah terletak dibawah lantai dek kapal dengan panjang 1,5-2 m, lebar 1 m, dan dalam 1-1,5 m. Kapal terbuat dari kayu, yaitu kayu bungur (Lagerstoemia speciosa), dan kayu laban (Vitex pubescens). Kapal dilengkapi mesin dalam (inboard engine), kekuatan mesin bervariasi anatar 22-160 PK sesuai dengan ukuran kapal yang digunakan. Bahan bakar yang digunakan adalah solar. Konstruksi alat tangkap gillnet secara garis besar terdiri atas badan jaring (webbing) yang berbentuk empat persegi panjang, pelampung tanda, pemberat, tali ris atas, tali ris bawah dan tali selambar. Badan jaring terbuat dari bahan nylon multifilament. Pada umumnya jaring gillnet yang terbuat dari multifilament adalah dari bahan PA 210 D 15, ukuran mesh size 4,5-5 inchi. Panjang jaring
114
setiap piece 45 m, lebar atau dalam 24 m. Jaring dilengkapi dengan tali ris pada bagian atas untuk mengikatkan pelampung (float) dan tali ris pada bagian bawah untuk mengikatkan pemberat (sinker). Fungsi pelampung dan pemberat adalah agar tubuh jaring dapat terapung dan terentang secara vertikal. Setiap kali operasi menggunakan 40-60 piece, sehinggga panjang jaring mencapai 1800- 2700 m. Nelayan gillnet
berjumlah 5-12 orang. Pendapatan nelayan diperoleh
melalui bagi hasil, yaitu hasil kotor dikurangi 25% untuk biaya operasi, 19% perbaikan jaring, 6% upah nakhoda. Sisanya 40% untuk buruh dan 60% pemilik.
3) Kegiatan operasi penangkapan ikan Setiap kapal perikanan yang akan melakukan kegiatan usaha perikanan, diharuskan memiliki Surat Izin Kepemilikan Perahu (SIKP) dan surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) yang dikeluarkan oleh Dinas Perikanan setempat. Pemilik kapal juga diharuskan memiliki surat izin berlayar yang dikeluarkan oleh Syahbandar. Surat Izin harus diperbaharui setiap tahunnya oleh pemilik kapal. Kapal berangkat dari fishing base pukul 16.00 WIB, dengan lama trip berkisar antara 7-15 hari. Waktu yang diperlukan menuju fishing ground sekitar 1-6 jam, bergantung jarak yang ditempuh. Fishing ground nelayan gillnet Palabuhanratu antara lain berada di Ujung Genteng, Cisolok, Jampang dan Deli. Fishing ground nelayan gillnet Cilacap meliputi Perairan Selatan Jawa Tengah, Selatan Gunung Kidul dan Perairan Pangandaran. Metode operasi meliputi setting, drifting, dan (hauling). Setting dilakukan sekitar pukul 18.00 WIB berlangsung sekitar 1-2 jam, berakhir sekitar pukul 20.00 WIB. Setting dimulai dengan penurunan pelampung tanda, penurunan badan jaring sampai pada penurunan pelampung tanda yang terakhir. Jaring akan terentang dengan mengikuti arah arus atau angin, dibiarkan hanyut (drifting) 5-10 jam. Hauling dilakukan pagi hari sekitar pukul 04.00 WIB, berlangsung sekitar 23 jam. Penarikan jaring dilakukan piece demi piece, dari bagian jaring yang terdekat dengan kapal. Jumlah hasil tangkapan per trip, akan tergantung pada musim. Pada saat musim puncak hasil tangkapan bisa mencapai 5 ton, saat musim peralihan berkisar antara 2-3 ton dan pada saat musim panceklik sekitar 5 kwintal-1 ton.
115
4) Penanganan dan pengolahan ikan Penanganan ikan diawali dengan melepaskan ikan yang terjerat pada mata jaring.
Ikan dibersihkan dari sampah atau kotoran yang melekat dan dicuci
dengan air laut. Ikan disortir menurut jenis dan ukuran ikan, selanjutnya ikan dimasukkan kedalam palkah yang diberi es curah sesuai dengan banyaknya ikan. Hasil tangkapan disimpan dalam palkah, jika hasil tangkapan melimpah dapat disimpan ke dalam blong (drum plastik) yang diletakkan di geladak kapal. Kualitas hasil tangkapan tergolong baik, hasil tangkapan dibersihkan terlebih dahulu sebelum dimasukkan kedalam palkah. Penyimpanan di dalam palkah atau blong dilakukan menggunakan es curah, sehingga kualitas ikan masih baik. Ikan dipasarkan dalam kondisi segar atau olahan. Ikan yang masih dalam kondisi baik, akan djual dalam bentuk segar. Ikan yang sudah dalam kualitas jelek, akan dilakukan pengolahan dalam bentuk ikan pindang atau ikan asin.
5) Distribusi dan pemasaran Hasil tangkapan gillnet multifilament masih terbatas untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri. Hasil tangkapan dibatasi oleh mutu ikan yang tidak memenuhi standar ekspor. Tujuan pemasaran dapat berupa pasar lokal yaitu penduduk di sekitar pelabuhan, maupun untuk pemasaran keluar daerah. Peluang ekspor hasil tangkapan terbuka untuk jenis ikan cakalang, namun karena mutunya kurang baik saat ini cakalang dari hasil tangkapan gillnet belum diekspor. Hasil tangkapan gillnet dari PPN Palabuhanratu, dipasarkan untuk konsumsi lokal penduduk Palabuhanratu dan daerah sekitarnya. Pemasaran keluar daerah meliputi Jakarta, Bandung dan Bogor. Pemasaran keluar daerah dalam bentuk segar, khususnya untuk ikan pelagis besar seperti tongkol, tenggiri dan cakalang. Pemasaran dalam bentuk olahan seperti pindang dan asin. Distribusi melalui angkutan darat, diantaranya menggunakan truk, mobil bak terbuka dan mobil box.
5.1.4 Usaha Perikanan Payang 1) Deskripsi umum Payang termasuk dalam kelas surroundingnet, dengan tujuan utama penangkapan adalah jenis ikan pelagis yang umumnya hidup bergerombol.
116
Prinsip penangkapan ikan dengan payang yaitu dengan cara membatasi gerak renang ikan, sehingga ikan terkurung pada tabir jaring dan selanjutnya masuk ke dalam kantong. Ciri khusus jaring payang adalah bibir bawah yang lebih menonjol di banding bibir atas (Nomura and Yamazaki 1977). Payang merupakan alat utama yang digunakan oleh nelayan di PPN Pelabuhanratu. Jenis ikan pelagis tersebut, diantaranya yaitu layang (Decapterus ruselli), lemuru (Sardinella sp.), kembung (Rastrelliger spp.), tongkol (Euthynnus spp.) serta cakalang (Katsuwonus pelamis).
2) Deskripsi unit penangkapan ikan Perahu terbuat dari kayu, yaitu kayu bungur (Lagerstoemia speciosa), bayur (Pterospermun javanicum), dan jati (Tectona grandis). Kayu untuk lunas kapal adalah kayu ulin (Eusiderrixylon spp.). Daya tahan perahu dapat mencapai 10 tahun. Dimensi perahu LOA: 10-12 m, B: 2,5-2,8 m, dan D: 1-1,5 m. Perahu dilengkapi palkah ikan, dengan panjang 2,4 m, lebar 1 m, dan dalam 1 m. Kapal bermesin outboard, dengan kekuatan mesin rata-rata 40 PK, kecepatan 4,0-4,5 knot. Bahan bakar yang digunakan adalah bensin dicampur minyak tanah. Alat tangkap terdiri atas bagian sayap (wing), badan (body) dan kantong (cod end). Payang terbuat dari bahan nylon multifilament, panjang keseluruhan mencapai 500 m. Jumlah mata keliling kantong 850 mata, bagian badan 825-625 mata, sayap 300-250 mata, dan bagian wing 40 mata. Mesh size pada bagian kantong 2,6-18,2 cm, terdiri dari 17 macam ukuran mata jaring. Mesh size bagian badan 20,3 sampai 33,1 cm. Mesh size bagian sayap 34-35 cm, dengan 3 macam ukuran. Mesh size wing tip 37,5 cm. Pelampung yang digunakan berupa jirigen plastik dan pelampung bambu. Jirigen plastik berjumlah 7 buah. Enam buah ukuran 20 liter dan 1 buah ukuran 50 liter yang digunakan untuk unjul-unjul. Pelampung diikatkan pada tali ris atas pada bagian mulut jaring. Unjul-unjul diletakkan di tengah-tengah bago-bago. Pelampung bambu 46 buah dengan ukuran panjang 100-150 cm dan diameter 10 cm. Jarak antar pelampung 6 meter terhitung dari ujung sayap. Pemberat berupa timah hitam, berjumlah 39 buah, ukuran 1,5-2 kg. Pemberat diikatkan langsung pada tali ris bawah dan dipasang diantara 2
117
pelampung bambu. Tali pelampung terbuat dari polyethylene (PE), diameter 3 mm panjang 400 m. Tali pemberat diameter 5 mm, dengan panjang 325 m. Tali penarik berdiameter 16 mm dengan penarik depan yaitu pada sayap kiri berukuran 15 m, tali penarik belakang atau tali selambar belakang berukuran 150-200 m. Jumlah ABK sekitar 18-20 orang. Satu orang sebagai ‘tekong’, dua orang sebagai anak payang, satu orang sebagai juru mudi, dan lainnya bertugas dalam operasi penangkapan ikan. Nelayan memperoleh pendapatan melalui bagi hasil yaitu dengan cara nilai jual hasil tangkapan dibagi 50% untuk pemilik dan 50% untuk nelayan buruh, setelah terlebih dahulu dikurangi dengan biaya operasi.
3) Kegiatan operasi penangkapan ikan Pengoperasian payang dimulai dari persiapan, perjalanan ke fishing ground, penentuan fishing ground, penurunan jaring (setting) dan penarikan jaring (hauling). Kapal berangkat dari fishing base menuju ke fishing ground sekitar pukul 06.00 WIB. Penentuan fishing ground biasanya dengan cara menduga-duga berdasarkan pengalamanan dan tanda-tanda alam yang ada di perairan. Waktu yang diperlukan dari fishing base menuju fishing ground sekitar 1-1,5 jam. Setting dimulai setelah kapal sampai di fishing ground dan menemukan gerombolan ikan, jaring diturunkan dimulai dengan penurunan pelampung tanda. Penurunan jaring dilakukan sampai semua badan jaring diturunkan. Selanjutnya kedua sayap didekatkan. Anak payang meloncat ke dalam lingkaran jaring untuk menghadang dan menakut-nakuti ikan agar tetap berada dalam lingkaran jaring. Hauling dilakukan dengan cara menarik jaring, mulai dari tali selambar hingga bagian kantong ke atas kapal. Saat bagian kantong sudah berada di atas kapal, hasil tangkapan mulai diangkat dan dimasukkan ke keranjang, blong ataupun palkah ikan. Jaring ditata kembali untuk melakukan kegiatan setting berikutnya. Perikanan payang bersifat musiman. Musim panceklik terjadi pada bulan September sampai Desember, biasanya pada saat tersebut terjadi penurunan hasil tangkapan. Musim puncak terjadi pada bulan Juni-Agustus, pada musim ini hasil tangkapan nelayan melimpah. Nelayan umumnya melakukan upaya penangkapan lebih tinggi pada saat musim banyak ikan atau musim puncak.
118
4) Penanganan dan pengolahan ikan Proses penanganan dan pengendalian hasil tangkapan di kapal yaitu ikan terlebih dahulu disortir atau dipisahkan berdasarkan jenis ikan ataupun nilai ekonomisnya. Ikan hasil tangkapan yang telah disortir disimpan ke dalam blong, palkah ataupun keranjang bambu. Untuk mempertahankan kondisi ikan tetap dalam keadaan baik, ikan dicampur dengan es.
Kesadaran nelayan untuk
membawa es dalam kegiatan operasi penangkapan ikan sudah mulai meningkat. Hasil tangkapan yang berkualitas baik dijual dalam kondisi segar, sedangkan yang berkualitas jelek akan diolah oleh industri-industri pengolahan. Pengolahan biasanya dalam bentuk ikan pindang, ikan asin dan abon ikan.
5) Distribusi dan pemasaran Hasil tangkapan payang dipasarkan hanya untuk konsumsi lokal dan keluar daerah. Tujuan pemasaran tangkapan payang dari PPN Palabuhanratu antara lain untuk konsumsi lokal daerah Palabuhanratu dan wilayah sekitarnya. Pemasaran keluar daerah meliputi Jakarta, Bandung, Bogor, Tasikmalaya dan Cianjur. Alat transportasi yang digunakan untuk pendistribusian ikan berupa truk, mobil bak terbuka dan mobil box. Ikan segar yang akan didistribusikan disimpan dalam blong atau styrofoam yang sudah diberi es, sedangkan untuk ikan olahan menggunakan keranjang plastik atau keranjang bambu.
5.1.5 Perikanan Purse Seine 1) Diskripsi umum Alat tangkap purse seine di Indonesia sering disebut juga dengan nama pukat cincin. Salah satu keunikannya adalah kemampuan mengurung kawanan ikan sejenis dalam jumlah besar, dengan cara melingkari dan merapatkan kedua sisi bawah jaring hingga membentuk cawan raksasa yang akan mengurung ikan tersebut dalam jaring. Purse seine dapat dioperasikan dengan menggunakan satu kapal (one boat system) atau dua kapal sekaligus (two boat system). Ayodhyoa (1981) mengemukakan, tujuan penangkapan purse seine adalah ikan-ikan yang merupakan pelagic shoaling spesies (membentuk kumpulan padat) dan berada dekat permukaan air (sea surface) atau jenis-jenis ikan yang
119
mempunyai sifat tertarik oleh suatu atraktor, seperti rumpon dan cahaya lampu. Kelompok ikan tersebut, diantaranya yaitu layang (Decapterus ruselli), lemuru (Sardinella longicep), kembung (Rastrelliger spp.), tongkol (Euthynnus spp.) serta cakalang (Katsuwonus pelamis). Pada awalnya jenis purse seine mempunyai kantong, lama kelamaan berubah dan ternyata jaring tanpa kantong lebih praktis.
2) Deskripsi unit penangkapan ikan Purse seine di Perairan Selatan Jawa banyak dioperasikan olah nelayan di PPN Prigi. Purse seine yang digunakan berukuran sedang, untuk menangkap ikan pelagis di perairan 4-12 mil. Purse seine juga digunakan oleh nelayan di PPP Cilautereun, dengan ukuran lebih kecil atau biasa disebut dengan mini purse seine. Purse seine yang beroperasi di PPN Prigi menggunakan dua kapal, namun cara pengoperasian alat tangkap termasuk dalam kategori one boat system. Kapal disebut dengan istilah kapal ”ketinting” dan kapal ”johnson”. Kapal ”ketinting” berukuran LOA: 15-16 m, D: 3,5-4 m dan D: 2-2,3 m. Ukuran kapal sekitar 2030 GT, inboard engine sekitar 200 PK dan bahan bakar solar. Kapal ”johnson” berukuran 10-15 GT, dengan LOA: 13-16 m, D: 3-3,5 m, d: 1,5-1,7 m. Kapal menggunakan mesin luar (outboard engine), berukuran sekitar 80 PK. Kapal mini purse seine di PPP Cilautereun berukuran panjang (LOA) sekitar 12 m, lebar (D) 1,8 m dan dalam (d) 0,7 m. Ukuran GT kapal 2-3 GT, dengan mesin dalam (outboard engine) ukuran sekitar 40 PK. Kapal dilengkapi dengan dua buah katir yang terbuat dari bambu dengan panjang 5 m, diikatkan dengan 2 kayu berukuran 1,5 m. Katir berfungsi menjaga keseimbangan kapal. Kapal dilengkapi pula dengan dua tiang sebagai penyangga bambu yang dipasang di atas kapal, berfungsi untuk memantau keberadaan ikan. Konstruksi purse seine terdiri atas kantong (bag), wing (tubuh jaring), corck line (floating line), lead line (sinker line), purse line, ring (cincin), dan bridle ring. Tubuh jaring terbuat dari bahan polyamide (PA) 210 D/6, mesh size 1-1,25 inci. Kantong dapat terbuat dari bahan yang sama polyamide atau menggunakan bahan polyethylene (PE), mesh size 0,75-1 inci. Srampad (selvedge), dipasang pada bagian pinggiran jaring yang berfungsi untuk memperkuat jaring pada waktu dioperasikan terutama pada waktu penarikan jaring. Srampad (selvedge) dipasang
120
pada bagian atas, bawah, samping kanan dan kiri. Panjang jaring purse seine sekitar 650-700 m dan lebar jaring 60-75 m. Panjang jaring mini purse seine sekitar 360-400 m, dengan lebar sekitar 40 m. Dilengkapi dengan pelampung dan pemberat, pelampung dari bahan synthetic rubber dan pemberat dari bahan timah. Cincin dari bahan kuningan, digantungkan pada tali pemberat dengan jarak 3 m. Kedalam cincin ini dimasukkan tali pengerut atau tali kolor (purse line). Alat bantu gardan (winch), digunakan untuk menarik tali kolor. Kapal dilengkapi dengan palkah ikan untuk menyimpan hasil tangkapan, berjumlah 3-4 buah. Pada kapal yang berukuran kecil, tidak dilengkapi palkah ikan. Ikan ditempatkan di blong berkapasitas 100 kg. Nelayan per unit purse seine di PPN Prigi berjumlah 20-25 orang. Jumlah nelayan per unit mini purse seine di PPP Cilautereun berjumlah 8-10 orang. Pembagian tugas yaitu, 1 orang bertugas sebagai juru mudi atau nakhoda yang bertindak juga sebagai fishing master, 1 orang bertugas mengemudikan kapal, 1 orang bertugas sebagai juru mesin, 1 orang sebagai pemantau ikan, 8-10 orang sebagai penarik jaring, 2-4 orang penarik tali pengerut dan 1 orang penguras. Bagi hasil pada perikanan purse seine yaitu pemilik kapal mendapatkan bagi hasil 50% dan ABK 50 % dari hasil tangkapan, setelah sebelumnya dikurangi dengan biaya operasi penangkapan. Bagian ABK akan dibagi untuk semua ABK, dengan bagian untuk nakhoda kapal biasanya lebih besar.
3) Kegiatan operasi penangkapan ikan Purse seine yang melakukan penangkapan ikan pada siang hari, mulai melakukan persiapan sekitar pukul 04.00 WIB. Pukul 05.00 kapal berangkat menuju fishing ground, dengan lama perjalanan 1-1,5 jam. dengan penurunan pelampung tanda, badan dan sayap.
Setting dimulai
Satu orang nelayan
bertugas menggiring ikan dengan cara memukulkan tongkat dari bambu. Lama setting sekitar 30 menit. Setelah ikan masuk jaring tali selambar ditarik, sehingga terbentuk seperti mangkuk. Hauling dilakukan dengan menarik jaring secara perlahan, sampai cincin dan bagian kantong terangkat. Ikan dimasukkan ke dalam palkah. Jaring dirapihkan kembali untuk melakukan setting berikutnya.
121
Purse seine yang beroperasi pada malam hari, melakukan persiapan sekitar pukul 14.00 WIB. Kapal berangkat menuju fishing ground sekitar pukul 16.00 WIB, dengan lama perjalanan 1-2 jam. Operasi penangkapan dimulai dengan pemasangan lampu. Penurunan lampu dilakukan oleh 1–2 orang tukang lampu, lampu dibiarkan selama 2–3 jam dengan tujuan ikan berkumpul di sekitar lampu. Setelah ikan berkumpul di sekitar lampu, proses penurunan jaring dilakukan. Jaring dilingkarkan mengelilingi kelompok ikan dan purse line ditarik secepat mungkin, agar kelompok ikan tidak dapat meloloskan diri kearah horizontal maupun vertikal. Penarikan purse line dilakukan dengan menggunakan gardan. Hauling dilakukan dengan mengangkat tali pelampung, tali pemberat dan badan jaring ke atas kapal, bagian kantong tetap berada di atas air. Kegiatan setting dan hauling umumnya dilakukan 3 kali, jika 1 atau 2 kali setting hasil tangkapan sudah banyak dan keranjang ikan terisi penuh, operasi penangkapan dihentikan. Nakhoda memberikan perintah untuk kembali ke fishing base. Alat tangkap ditata seperti semula, lampu petromak disimpan diatas kapal, jangkar ditarik kembali, dan mesin dinyalakan untuk kembali ke fishing base.
4) Penanganan dan pengolahan ikan Penanganan hasil tangkapan dimulai setelah ikan masuk ke dalam jaring purse seine dan diangkat ke atas kapal. ABK mengambil hasil tangkapan dengan menggunakan serok. Pengambilan hasil tangkapan dilakukan secara hati-hati agar ikan tidak rusak. Penyortiran ikan dilakukan di atas kapal, ikan disortir berdasarkan jenis ikan dan ukuran ikan. Ikan yang sudah disortir disimpan dalam palkah atau blong dicampur dengan es curah. Dalam kondisi hasil tangkapan banyak, ikan ditimbun begitu saja di dalam palkah tanpa menggunakan es. Pada operasi purse seine dengan trip harian, penanganan ikan dan penggunaan es hanya dilakukan sekedarnya saja, sebagian besar nelayan tidak membawa es. Umumnya hasil tangkapan purse seine dalam kondisi mutu yang kurang baik. Ikan-ikan hasil tangkapan diolah oleh industri pengolahan menjadi ikan asap, ikan kaleng, ikan pindang maupun ikan asin. Ikan-ikan yang ukurannya tidak memenuhi standar atau kualitasnya rendah dan tidak layak untuk dikonsumsi, diolah menjadi pakan ternak atau tepung ikan.
122
5) Distribusi dan pemasaran Kualitas ikan yang kurang baik dari hasil tangkapan purse seine, menyebabkan jarang hasil tangkapannya dijual dalam kondisi segar. Sebagian besar hasil tangkapan dibeli oleh pengolah ikan untuk diolah menjadi produk olahan. Pengolahan dapat dalam bentuk ikan pindang, ikan asin atau tepung ikan. Dominasi alat tangkap purse seine di PPN Prigi, terlihat dari sebagian besar pemasaran hasil perikanan dari PPN Prigi adalah dalam bentuk ikan olahan. Tahun 2004, produksi yang dipasarkan dalam bentuk ikan asin mencapai 13.599 ton yang terdiri dari 7.885 ton ikan asin, ikan pindang 1.749 ton dan 3.965 ton ikan asap. Sementara pemasaran dalam bentuk ikan segar berjumlah 4.195 ton.
5.1.6 Perikanan Trammel Net 1) Deskripsi umum Trammel net merupakan alat tangkap yang terdiri atas lembaran jaring berlapis tiga. Dua lapis jaring bagian luar (outer net), yang mengapit jaring bagian dalam (inner net). Mesh size jaring bagian dalam lebih kecil. Berdasarkan cara pengoperasiannya, trammel net termasuk jenis bottom gillnet. Trammel net dioperasikan didasar perairan, dengan tujuan utama menangkap udang. Trammel net banyak digunakan oleh nelayan di Kabupaten Cilacap. Pasca pelarangan trawl tahun 1980, trammel net digunakan oleh kapal eks trawl di Kabupaten Cilacap, khususnya oleh kapal yang mendaratkan ikannya di PPI Sentolokawat. Pada saat ini keberadaan unit trammel net juga masih dominan dioperasikan oleh nelayan di PPS Cilacap, disamping unit gillnet dan longline.
2) Deskripsi unit penangkapan ikan Kapal yang digunakan untuk melakukan operasi penangkapan ikan dengan trammel net dapat berukuran kecil, ataupun kapal berukuran sedang. Perahu berukuran kecil terbuat dari bahan fiberglass, ukuran LOA: 9-10 m, B: 1-1,5 m dan D: 0,8-1 m. Perahu menggunakan motor tempel (outboard engine), ukuran sekitar 15 PK berbahan bakar bensin.
Kapal ukuran sedang yaitu 7-10 GT,
dengan LOA: 10-12 m, B: 3-4 m dan D: 1,5-2 m. Kapal dilengkapi mesin motor dalam (inboard engine) 30 PK, berbahan bakar solar.
123
Konstruksi trammel net tidak berbeda dengan konstruksi gillnet pada umumnya. Tubuh jaring terdiri atas 3 lapis, yaitu 1 lapis jaring bagian dalam dan 2 lapis jaring bagian luar. Ukuran mata jaring lapisan dalam lebih kecil dari pada ukuran mata jaring lapisan luar. Umumnya jaring lapisan dalam terbuat dari bahan polyamide (PA) monofilament berukuran 210 D/6-210 D/4, ukuran mata jaring antara 1,5-1,75 inchi ( 3,8 cm-4,4 cm ). Setiap lembar jaring mempunyai ukuran panjang 65,25 m ( 1.450 mata ) dan tingginya 51 mata. Jaring lapisan luar juga terbuat dari polyamide (PA), ukuran benang lebih besar yaitu 210 D/6 mesh size 5,5-6 inchi. Satu unit trammel net biasanya terdiri atas 7-12 piece. Pinggir jaring sebelah atas dan bawah dilengkapi dengan srampad (selvade). Selvade berfungsi untuk memperkuat tubuh jaring pada penggantungnya,. Selvage berupa mata jaring yang dijurai dengan benang rangkap sehingga lebih kuat. Selvage berukuran mata jaring 4,5 cm, terdiri dari 1-2 mata pada pinggiran jatas dan 5-6 mata pada pinggiran bawah. Selvage dari bahan polyethylene (PE). Trammel net dilengkapi dengan tali ris atas dan tali ris bawah. Tali ris terbuat dari bahan polyethylene (PE) dengan garis tengah tali 2-4 mm. Panjang tali ris atas berkisar antara 25,5-30 m, tali ris bawah antara 30-32 m. Dilengkapi pelampung dan pemberat yang berfungsi agar jaring dapat tegak di kolom air, dan mampu menghadang ikan atau udang. Jenis pelampung yang digunakan adalah plastik no. 18 dengan jarak pemasangan antara 40-50 cm. Tali pelampung terbuat dari bahan polyethylene dengan garis tengah 3-4 mm. Pemberat terbuat dari bahan timah, berat antara 10-13 gram. Pemberat dipasang dengan jarak antara 19-25 cm, pada sebuah tali yang terbuat dari bahan polyethylene dengan garis tengah 2 mm. Nelayan yang mengoperasikan trammel net terdiri atas 3-5 orang. Satu orang sebagai juru mudi yang bertindak juga sebagai fishing master. Nelayan lainnya bertugas mengoperasikan jaring dan menangani hasil tangkapan.
3) Kegiatan operasi penangkapan ikan Cara pengoperasian trammel net dilakukan dengan dua cara. Cara pertama adalah dengan cara ditarik (sweeping) dan kebanyakan dioperasikan pada siang hari. Cara kedua dilakukan dengan cara dihanyutkan mengikuti arus seperti cara pengoperasian gillnet, biasanya cara ini dilakukan pada malam hari.
124
Trammel net yang dioperasikan oleh nelayan di Cilacap pada umumnya menggunakan metode ditarik (sweeping). Trammel net dipasang di dasar perairan dengan posisi membentuk setengah lingkaran. Posisi jaring seperti demikian dapat tercapai, karena perahu bergerak melingkar membentuk setengah putaran. Setelah terbentuk garis lurus yang menghubungkan posisi umbal dengan posisi perahu, arah haluan diputar sehingga posisinya membelakangi umbal. Perahu bergerak cepat menjauhi umbal guna menarik jaring yang telah dipasang, sehingga jaring menyapu (sweeping) permukaan dasar perairan. Udang di dasar perairan, akan terkejut dan bergerak meloncat keatas, lalu terjerat pada jaring.
4) Penanganan dan pengolahan ikan Unit trammel net yang berukuran kecil tidak dilengkapi dengan palkah ikan. Udang hasil tangkapan dimasukkan kedalam blong plastik atau kotak styrofoam. Pada unit berukuran besar, kapal dilengkapi dengan palkah ikan. Udang hasil tangkapan dimasukkan kedalam blong, selanjutnya disimpan dalam palkah. Hasil tangkapan utama trammel net adalah udang.
Udang merupakan
komoditas ekspor. Penanganan di atas kapal dilakukan secara hati-hati. Udang disortir menurut jenis, ukuran dan keutuhannya. Dicuci bersih menggunakan air laut, selanjutnya dimasukkan kedalam blong plastik berisi air laut atau air tawar dan diberi es curah. Blong-blong disimpan di dalam palkah , jika air keruh diganti dengan air baru dan ditambah dengan es.
5) Distribusi dan pemasaran Hasil tangkapan udang khususnya dari PPS Cilacap dijual ke industriindustri pengolahan udang beku di PPS Cilacap, atau ke kota lain seperti Semarang, Surabaya dan Jakarta. Pemasaran dilakukan oleh bakul-bakul besar. Udang segar juga dipasarkan secara langsung ke restoran atau supermarket. Pasar ekspor udang beku dari PPS Cilacap meliputi Jepang, Hongkong, Taiwan, Singapora, Thailand, China, Vietnam, USA, Jerman, Finlandia, Belgia dan Yunani. Ekspor dilakukan langsung melalui pelabuhan Cilacap, maupun pelabuhan di Semarang, Surabaya dan Jakarta.
125
5.1.7 Perikanan Gillnet Monofilament 1) Deskripsi umum Gillnet monofilament merupakan jaring insang yang umum digunakan untuk menangkap ikan demersal, seperti layur (Trichiurus savala), bawal putih (Pampus argentius) dan lobster (Panulirus sp.). Penggunaan alat ini dilakukan secara multipurpose sesuai dengan musim penangkapan Ikan. Gillnet monofilament, biasanya disebut sebagai jaring sirang. Jaring sirang memiliki mesh size berlainan, sesuai dengan ikan tujuan tangkap.
Gillnet
monofilament banyak digunakan oleh nelayan skala kecil, karena disamping harganya murah juga sesuai dengan kapasitas kapal yang berukuran kecil.
2) Deskripsi unit penangkapan ikan Perahu berukuran 1-2 GT, terbuat dari bahan fiberglass. Perahu dilengkapi katir untuk menjaga keseimbangan kapal. Perahu bermesin outboard, kekuatan mesin 5-15 PK, berbahan bakar bensin. Kapal berdimensi LOA: 8 – 9 m, B: 0,7 1,0 m, dan D: 0,7 - 1,0 m. Kapal tidak dilengkapi dengan palkah ikan, hasil tangkapan biasanya ditempatkan dalam blong ataupun kotak styroform. Konstruksi jaring terdiri atas badan jaring (webbing) berbentuk empat persegi panjang, pelampung tanda, pemberat, tali ris atas, tali ris bawah dan tali selambar. Badan jaring terbuat dari bahan nylon monofilament, ukuran mata jaring yang digunakan berbeda untuk jenis ikan yang berbeda. Pada penangkapan bawal putih, mesh size 4,5-5 inchi, nomor benang 70, panjang jaring 40 m dan lebar 8 m. Pelampung berjumlah 27 buah, jarak antar pelampung 1,5 m. Untuk menangkap layur disebut jaring ciker, mesh size 2-3 inchi, nomor benang 30. Panjang jaring ciker sekitar 60 m dan lebar 8 m. Jumlah pelampung sebanyak 40 buah, jarak antar pelampung 1,5 m, diantara dua pelampung terdapat satu pemberat. Mesh size untuk menangkap lobster 3-5 inchi, tali ris PE diameter 4 mm, lebar 1,5 m. Panjang per piece 75-90 m dan lebar 1m, panjang jaring 5-20 piece per unit. Nelayan berjumlah 2-3 orang. Nelayan memperoleh pendapatan dengan sistem bagi hasil, yaitu 80% nelayan pemilik dan 20% nelayan buruh dari hasil tangkapan kotor.
Semua biaya operasi yang meliputi bensin dan perbekalan
konsumsi, serta biaya perawatan ditanggung oleh pemilik.
126
3) Kegiatan operasi penangkapan ikan Tahap operasi meliputi setting, drifting dan hauling. Setelah kapal sampai di fishing ground, kecepatan kapal dikurangi dan dua orang pandega mulai menurunkan jaring. Setting dimulai sekitar pukul 7-8 pagi. Setting dilakukan dari lambung kiri kapal dimulai dengan penurunan pelampung tanda dan pemberat pertama, dilanjutkan dengan penurunan pelampung, badan jaring, pemberat, pelampung tanda dan diakhiri pemberat terakhir. Setelah semua badan jaring diturunkan ke laut, tali selambar yang terhubung dengan tali ris atas diikat pada haluan kapal, mesin kapal dimatikan dan melakukan drifting selama 4-6 jam. Saat penarikan jaring (hauling), tali yang menghubungkan kapal dengan gillnet dilepas. Haluan kapal diputar, agar posisi alat tangkap ada di sebelah kiri lambung kapal, mesin kapal dimatikan.
Hauling dilakukan dengan menarik
pemberat dan pelampung tanda, diikuti penarikan pelampung, badan jaring dan pemberat. Ikan dipisahkan menurut jenisnya di atas kapal. Hauling diakhiri dengan penarikan pelampung tanda dan pemberat yang pertama kali diturunkan. Pada penangkapan lobster, operasi penangkapan biasanya dilakukan sekitar pukul 03.00 WIB.
Pada saat setting, mesin dihidupkan dan perahu berjalan
dengan kecepatan rendah.
Hauling dilakukan sekitar 2 jam setelah setting.
Nelayan biasanya melakukan setting 2 kali per trip penangkapan, setelah itu kembali ke fishing base dan sampai sekitar pukul 9.00-10.00 WIB. Musim penangkapan lobster berlangsung sepanjang tahun. Musim puncak biasanya bersamaan dengan jatuhnya musim penghujan, yaitu sekitar bulan September-Januari. Musim paceklik terjadi sekitar April-Mei bersamaan dengan musim kemarau dan angin kencang serta ombak besar. Penangkapan biasanya dilakukan di perairan karang.
Keadaan ini sangat beresiko, jaring seringkali
tersangkut karang dan menyebabkan sobek dan tidak dapat digunakan lagi. 4) Penanganan dan pengolahan ikan Kapal gillnet berukuran kecil dan tidak dilengkapi dengan palkah ikan. Nelayan membawa blong plastik atau kotak styrofoam untuk tempat menyimpan hasil tangkapan. Nelayan biasa juga meletakkan hasil tangkapan di atas dek kapal, kondisi ini sangat mempengaruhi mutu ikan.
127
Lama trip penangkapan bersifat harian (one day fishing), menyebabkan nelayan jarang membawa es. Hanya sebagian nelayan saja yang membawa es, biasanya sekitar 3 balok. Harga es per balok yang sekitar Rp 7.000,00, dirasakan cukup mahal oleh nelayan dan menambah beban biaya operasi penangkapan. Pada penangkapan lobster, proses penanganan dilakukan dengan dua cara, yaitu (1) menggunakan pasir kering, dan (2) lobster ditaruh pada jaring dibiarkan terkena air laut. Penanganan menggunakan pasir kering dilakukan dengan cara menaburkan pasir ke seluruh tubuh lobster. Lobster dimasukkan kedalam kotak styrofom atau blong plastik. Pasir berguna untuk tetap menjaga kelembaban tubuh lobster.
Pada cara penanganan yang kedua, lobster dimasukkan kedalam jaring
dan dibiarkan terkena air laut. Lobster yang berada dalam jaring diikatkan pada bagian samping kapal, sehingga lobster tetap hidup.
5) Distribusi dan pemasaran Khusus untuk hasil tangkapan bawal putih dan layur yang berkualitas ekspor, biasanya ikan dibeli oleh bakul ikan dan pengumpul ikan dari luar kota. Oleh pengumpul bawal putih atau layur akan dibawa ke perusahaan eksportir untuk dilakukan penanganan lebih lanjut. Sistem transportasi lobster hidup ada 2 macam, yaitu sistem basah dan sistem kering. Transportasi sistem basah dilakukan dengan menggunakan wadah berisi air laut. Transportasi dapat dilakukan secara tertutup atau terbuka. Pada sistem tertutup, lobster dimasukkan ke dalam kantung plastik tebal berisi air dan diberi oksigen secukupnya, selanjutnya dimasukkan ke dalam kotak styrofoam. Pada sistem terbuka, lobster dimasukkan kotak fiberglass dan dipertahankan hidup dengan sistem aerasi. Suhu air dipertahankan stabil, dengan memasukkan beberapa kantung plastik berisi es. Sistem kering dilakukan dengan membius lobster sampai pingsan. Media yang digunakan adalah serbuk gergaji atau serutan kayu atau kertas koran yang lembab dan bahan karung goni. Media harus dicuci terlebih dahulu sampai bersih untuk menghilangkan bau, kotoran, atau bahan berbahaya. Media yang digunakan harus dibuat lembab, dengan memasukkannya ke dalam frezeer. Pendinginan media, dapat juga menggunakan es balok yang dibungkus plastik.
128
5.2 Subsistem Pelabuhan Perikanan: Fungsionalitas dan Aksesibilitas Undang-Undang 31/2004 tentang Perikanan memberikan fungsi yang strategis bagi keberadaan pelabuhan perikanan. Pembangunan pelabuhan perikanan diperlukan dalam rangka menunjang usaha serta pengembangan ekonomi perikanan secara menyeluruh, terutama dalam menunjang perkembangan industri perikanan baik hulu maupun hilir. Salah satu tujuan dari dibangunnya pelabuhan perikanan di berbagai wilayah di Indonesia, adalah tercapainya pemanfaatan sumberdaya perikanan yang seimbang, merata dan proporsional. Keberadaan
pelabuhan
perikanan
sebagai
suatu
lingkungan
kerja,
diharapkan akan mampu menjadi pusat pertumbuhan dan pengembangan kegiatan perikanan di suatu wilayah yang berbasis perikanan tangkap. Pada akhirnya, pembangunan pelabuhan perikanan diharapkan akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dan perkembangan ekonomi wilayah. Keberadaan pelabuhan perikanan juga mengemban tugas sebagai pusat pengawasan dan pengendalian sumberdaya perikanan. Pembangunan pelabuhan perikanan telah dimulai secara ide dasar dan persiapan konstruksi sejak repelita I yang dibebankan pada APBN. Pada awalnya pemerintah pusat hanya akan membangun pelabuhan perikanan terutama untuk mengakomodasikan atau memodernisasi perikanan terutama di tempat-tempat strategis. Namun atas desakan BAPPENAS dan desakan politik, maka pemerintah pusat didorong juga untuk membangun pangkalan pendaratan ikan. Direktorat Jenderal Perikanan pada Pelita I mulai menganggarkan rehabilitasi PPI yang sudah ada dan membangun yang baru. Hal ini menimbulkan berbagai kesulitan baik konseptual perencanaan yang panjang, persiapan dan pelaksanaan konstruksi mengingat luasnya wilayah Indonesia dan PPI sebenarnya merupakan kewajiban Pemda, kekurangpengetahuan pemerintah pusat menimbulkan banyak kurang berfungsinya dan efektifnya PPI yang dibangun pemerintah (Suboko 2005). Pembangunan
pelabuhan
perikanan
pada
dasarnya
adalah
untuk
meningkatkan optimalisasi pemanfaatan sumberdaya ikan di Perairan Nusantara dan ZEE Indonesia, dalam menunjang pengembangan perikanan tangkap baik skala kecil maupun skala industri. Suatu lokasi industri menghendaki akses yang mudah ke suplai bahan baku dan daerah tujuan pasar. Oleh karena itu dalam
129
pemilihan lokasi pelabuhan perikanan, harus diperhatikan keterkaitannya dengan fishing ground (forward linkages) dan tujuan pasar atau hinterland (backward linkages) (Vigarié 1979 diacu dalam Lubis 1989; Lubis 2006; Ismail 2005). Pembangunan pelabuhan perikanan merupakan kegiatan yang kompleks dan memerlukan biaya yang sangat mahal, karena meliputi pekerjaan darat dan laut serta menyangkut aspek sosial ekonomi nelayan. Pembangunan pelabuhan perikanan memerlukan perencanaan yang matang dan komprehensif. Berbagai pengkajian perlu dilakukan sebelum sebuah pelabuhan perikanan dibangun. Pengkajian dimaksud diantaranya meliputi studi kelayakan, investigasi, studi detail design, konstruksi, operasi dan perawatan (maintenance) serta kelayakan ekonomi, sosial dan politik (Soeboko 2005) Pada kenyataannya, saat ini banyak PPI/PP yang terlantar dan tidak termanfaatkan. Hasil observasi lapang ke sejumlah PP/PPI, ada beberapa PP/PPI yang telah dibangun dengan dana sangat besar, tidak dapat berfungsi dengan baik. Hal ini menekankan bahwa, pembangunan suatu pelabuhan perikanan harus didahului dengan suatu pengkajian dan perencanaan yang matang dari berbagai aspek sesuai dengan kompleksitas yang dimiliki. Operasional pelabuhan harus dikelola oleh pengelola yang mampu menjalankan manajemen pelabuhan dengan baik. Pengendalian dan pengawasan operasional pelabuhan, perlu dilakukan dengan baik dan secara berkelanjutan.
5.2.1
Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu berada di sudut timur
laut Teluk Pelabuhanratu. Lokasi pelabuhan berada pada 7o LS dan 106o30’ BT. Teluk Pelabuhanratu merupakan teluk terbuka yang menghadap ke barat daya. Teluk dikelilingi oleh pegunungan terjal yang berkelanjutan ke bawah, sehingga perairan memiliki kedalaman lebih dari 200 m (PT Perencana Djaya 1994). Kompleks pelabuhan dibangun di atas tanah seluas 10,6 ha, di daerah muara Sungai Cipalabuhan dan Cipangairan. Pembangunan pelabuhan dimulai sejak bulan April 1991 dan selesai pada bulan Desember 1992. Operasional PPN Palabuhanratu dimulai pada 18 Pebruari 1993. Dasar pembangunan pelabuhan
130
adalah studi pendahuluan oleh JICA tahun 1980 dan DARUDEC tahun 1984, pra studi kelayakan oleh PCI/ATELIER tahun 1985, studi kelayakan oleh RODGEINCONEB 1986 dan Perencanaan Teknik oleh TRIPATRA ENG tahun 1989. Pelaksanaan konstruksi oleh PT PEMBANGUNAN PERUMAHAN (PP). Studi Master Plan untuk Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pelabuhan Jangka Pendek dan Jangka Panjang dilakukan oleh PT ASTRI ARENA tahun 1993. Pembangunan pelabuhan dibiayai dari dana APBN, APBD Jawa Barat, Asean Development Bank (ADB) dan Islamic Development Bank (ISDB). Total dana sampai tahun 1993 sekitar Rp 16.800.000.000,00 (PT Perencana Djaya 1994). Sejak beroperasi tahun 1993 hingga saat ini, PPN Palabuhanratu telah berkembang dan menambah berbagai fasilitas kepelabuhanan. Pada tahun 2002, PPN Palabuhanratu telah menambah fasilitas kolam pelabuhan dengan luas sekitar 2 ha, dengan biaya SPL-OECF INP-22. Kolam baru tersebut mulai dioperasikan sejak November 2002, dikhususkan untuk pendaratan kapal berukuran besar.
1) Fasilitas dan aktivitas PPN Palabuhanratu Hasil pengamatan terhadap kondisi fisik dari PPN Palabuhanratu menunjukkan, fasilitas yang ada telah termanfaatkan dengan baik. Alur masuk ke kolam pelabuhan, didesain untuk alur masuk kapal berukuran 100 GT. Kolam pelabuhan ada dua, yaitu 1 kolam dikhususkan untuk berlabuh kapal longline dengan kedalaman sekitar -3 m. Kolam lainnya untuk berlabuh kapal berukuran sedang dan kecil, dengan kedalamam sekitar -2 m dan -2,5 m. Panjang dermaga 509 m dan 410 m. Pemecah gelombang (breakwater) berukuran 125 m, 294 m, 200m dan 50 m (PPN Palabuhanratu 2006). Sesuai dengan statusnya sebagai Pelabuhan Perikanan Nusantara, PPN Palabuhanratu telah dilengkapi dengan fasilitas yang cukup lengkap, baik fasilitas pokok, fungsional maupun fasilitas penunjang (Lampiran 19). Aktivitas PPN Palabuhanratu cukup ramai. Kapal didominasi oleh kapal berukuran kecil, yaitu perahu motor tempel dengan alat tangkap payang, bagan, pancing dan jaring rampus. Kapal motor berukuran <10 GT meliputi jenis purse seine, gillnet dan rawai. Kapal berukuran 11-30 GT terdiri atas gillnet dan rawai, sedangkan kapal berukuran >30 GT hanya unit longline. Kapal longline mulai beroperasi sejak
131
tahun 2002, yaitu dengan selesai dibangunnya kolam untuk kapal ukuran besar. Jumlah kapal longline di PPN Palabuhanratu sebanyak 34 unit pada tahun 2006. Permasalahan utama PPN Palabuhanratu adalah dominasi kapal kecil yang masuk ke PPN. Hal ini tentunya tidak sesuai dengan rencana awal pembangunan PPN, yang diharapkan dapat mengakomodir pelayanan kapal ukuran sedang dan besar. Kondisi ini juga berdampak pada tidak optimalnya fungsi pelabuhan. Kebutuhan solar di PPN Palabuhanratu terus meningkat. Peningkatan secara signifikan terjadi pada tahun 2004, yaitu berjumlah 10.380.781 l dari sebelumnya 4.821.870 l pada tahun 2003. Kebutuhan minyak tanah bervariasi, tahun 2003 sebanyak 1.119.078 l, menurun menjadi 889.965 l tahun 2004. Kebutuhan air tawar cenderung meningkat, tahun 2003 berjumlah 1.591.300 l, meningkat tajam tahun 2005 menjadi 6.034.700 l. Peningkatan kebutuhan BBM dan air tawar yang meningkat tajam pada tahun 2004, terjadi karena peningkatan aktivitas unit longline di PPN Palabuhanratu. Kebutuhan es berfluktuasi, terjadi penurunan pada tahun 1999-2001, dengan jumlah lebih kecil dari 100.000 balok per tahun. Kebutuhan es meningkat tahun 2004, yaitu 285.470 balok, tahun 2006 menurun menjadi 196.863 balok. Penurunan kebutuhan es tahun 1999-2001 dan peningkatan kebutuhan tahun 2004, tidak setajam jika dibandingkan dengan peningkatan kebutuhan BBM. Hal ini disebabkan tidak semua kapal longline menggunakan es. Beberapa kapal longline menggunakan palkah berpendingin untuk menjaga kualitas ikan. Kebutuhan umpan di PPN Palabuhanratu baru dicatat sejak tahun 2002, dengan jumlah kebutuhan 39.458 kg. Tahun 2004 meningkat menjadi 92.559 kg dan 2.013.400 ekor (tahun 2006 tidak ada data). Kebutuhan umpan tercatat, dengan mulai beroperasinya unit longline di PPN Palabuhanratu tahun 2002.
2) Keterkaitan dengan fishing ground (forward linkages) Perahu berukuran kecil, dengan alat tangkap payang, bagan, pancing dan jaring rampus yang beroperasi terbatas di perairan sekitar Teluk Palabuhanratu. Kapal gillnet, purse seine, pancing ulur dan rawai berukuran <10 GT, beroperasi di sekitar Teluk Palabuhanratu hingga Perairan Ujung Genteng. Kapal gillnet dan rawai ukuran 10-30 GT beroperasi di luar Teluk Palabuhanratu, hingga mencapai
132
Perairan Barat Sumatera dan Selatan Jawa Tengah. Fishing ground kapal longline meliputi Perairan ZEEI Samudera Hindia Selatan Jawa dan barat Sumatera. Lokasi fishing ground perahu berukuran kecil, menggunakan motor tempel ukuran sekitar 40 PK berada di sekitar Teluk Palabuhanratu, sekitar 1-12 mil dari garis pantai atau 1-2 jam perjalanan. Kapal berukuran lebih besar, dengan tenaga penggerak juga lebih besar mampu menjangkau fishing ground yang lebih jauh. Kapal gillnet bermesin inboard sekitar 160 PK, beroperasi 5-7 hari per trip. Jangkuan kapal longline lebih jauh, dengan lama trip 2-4 bulan per trip. 3) Keterkaitan dengan pasar (backward linkages) Lokasi PPN Palabuhanratu berjarak 1 km dari Kota Palabuhanratu. Akses jalan menuju Kota Palabuhanratu dari kota-kota terdekat, seperti Bogor, Cianjur dan Sukabumi relatif mudah. Akses dari Bogor dapat melalui ruas jalan BogorCibadak-Palabuhanratu, dengan jarak sekitar 100 km dan waktu tempuh sekitar 23 jam. Akses dari Bandung dapat ditempuh melalui jalur Bandung-SukabumiPalabuhanratu, berjarak 155 km dan waktu tempuh 3-4 jam. Jalur CibadakPalabuhanratu, dapat ditempuh melalui jalur alternatif Palabuhanratu-CikidangCibadak dan Palabuhanratu-Cikembang-Cibadak. Palabuhanratu-Cibadak sekitar 40 km, waktu tempuh sekitar 1 jam. Prasarana jalan hotmix, lebar sekitar 6-7 m. Akses menuju Pelabuhan Udara Cengkareng Jakarta, untuk produk tuna segar (fresh tuna) berjarak sekitar 145 km, waktu tempuh 4-5 jam dalam kondisi jalan lancar.
Hambatan utama menuju pasar adalah jalan yang sempit dan
berkelok-kelok pada ruas Palabuhanratu-Cibadak. Kemacetan sering terjadi pada ruas Cibadak-Bogor, khususnya antara Rancamaya menuju Ciawi. Selanjutnya kemacetan sering terjadi di jalan tol Ciawi-Jakarta, terutama pada jam-jam sibuk di hari kerja atau saat hari libur dengan banyaknya kendaraan menuju Puncak.
5.2.2 Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Cilautereun, Kabupaten Garut Kabupaten Garut memiliki 5 PPI dan 1 PPP, yaitu PPI Sancang, PPI Cimarimuara, PPI Tanggeuleuk, PPI Bungbulang, PPI Rancabuaya dan PPP Cilautereun. PPP Cilautereun merupakan pusat kegiatan perikanan paling ramai, karena lokasi yang berdekatan dengan lokasi pariwisata.
133
Secara geografis PPP Cilautereun terletak pada posisi 7o40’06” LS dan 107o41’06’ BT. PPP Cilautereun berada di Muara Sungai Cilautereun, dengan dasar perairan berlumpur. PPP Cilautereun menempati suatu kawasan dengan luas 2,5 ha. Lokasi PPP yang berada di muara sungai, menyebabkan tingkat sedimentasi yang tinggi dari lumpur yang dibawa oleh aliran sungai.
1) Fasilitas dan aktivitas di PPP Cilautereun PPP Cilautereun dilengkapi darmaga yang terletak memanjang di sisi sungai, dengan panjang 400 m. Kolam pelabuhan ada dua, yaitu untuk kapal kecil yang berada di muara sungai, luas 100 m dan kapasitas tambat 35 kapal per hari. Kolam kedua, luas 300 m2 dan kapasitas 10 kapal berukuran 25 GT. Kolam kedua terkadang dimanfaatkan juga oleh kapal-kapal kecil, pada saat air laut surut dan kapal tidak dapat masuk ke kolam yang ada di muara sungai. PPP Cilautereun sebagai pelabuhan perikanan tipe B, memiliki fasilitas cukup lengkap (Lampiran 20). Beberapa fasilitas saat ini banyak yang mengalami kerusakan, khususnya pada fasilitas tambahan. Aktivitas cukup ramai, karena lokasi PPI selain untuk kegiatan perikanan juga digunakan untuk kegiatan wisata.
2) Keterkaitan dengan fishing ground (forward linkages) Fishing ground nelayan di PPP Cilautereun beroperasi terbatas di perairan pantai. Kapal atau perahu yang digunakan, masih terbatas pada kapal atau perahu berukuran kecil. Alat tangkap yang utama digunakan adalah mini purse seine, gillnet monofilament dan multifilament, serta pancing rawai. Lokasi fishing ground dari kapal-kapal yang ada, hanya mampu menjangkau perairan di sekitar pantai sampai batas sekitar 8 mil dari pantai. Kapal beroperasi di sekitar selatan Kabupaten Garut, bergerak kearah timur mencapai perairan Pangandaran dan kebarat mencapai perairan selatan Cianjur dan Palabuhanratu.
3) Keterkaitan dengan pasar (backward linkages) Jarak PPP Cilautereun menuju kota Kecamatan Pamempeuk sekitar 6 km, merupakan jalan desa beraspal hotmix dengan lebar 4-5 m. Jalan relatif datar, kondisi jalan baik dan sedikit kendaraan. Jarak menuju Kota Garut sekitar 85 km,
134
waktu tempuh sekitar 3-4 jam. Kondisi jalan merupakan jalan kabupaten, lebar sekitar 8-9 m, berkelok-kelok naik turun pegunungan dan terjal. Jarak menuju Bandung sekitar 154 km, waktu tempuh sekitar 4-6 jam. Jalan yang dilewati adalah jalan provinsi yang cukup ramai, yaitu jalur Bandung-Tasikmalaya. Akses dari Kota Garut menuju Jakarta melewati jalan tol
Cikampek-
Padalarang-Cileunyi, berjarak sekitar 330 km dengan waktu tempuh 8-9 jam. Hambatan utama akses pemasaran adalah kondisi prasarana jalan, khususnya pada ruas jalan Garut-PPP Cilautereun. Kondisi jalan pada beberapa ruas rusak, sempit dan berliku-liku. Pada umumnya pedagang dari luar kota, tidak setiap hari datang ke lokasi PPP. Pedagang luar kota datang pada waktu-waktu tertentu, khususnya saat musim ikan. Kondisi ini menyebabkan harga tidak dapat bersaing. 5.2.3 Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Cilacap, Kabupaten Cilacap Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap merupakan pelabuhan perikanan kelas A. Lokasi pelabuhan berada di Teluk Penyu. PPS Cilacap mulai beroperasi bulan April 1996, dengan status PPN, tahun 2001 naik statusnya menjadi PPS berdasarkan SK Menteri Kelautan 261/2001. Perencanaan pembangunan pelabuhan telah dimulai sejak 1989. Dana pembangunan dan pengembangan pelabuhan dari berbagai sumber, diantaranya APBN, Pertamina, Dana Pengembangan ZEE Indonesia, SPL-OECF, dan BP4CA (PPS Cilacap 2005b). Alat tangkap dominan di PPS Cilacap adalah gillnet, longline dan trammel net, dengan jumlah 130 unit, 68 unit dan 73 unit pada tahun 2004. Kapal trammel net memanfaatkan alur masuk pelabuhan, tetapi hanya sebagian mendaratkan ikannya di PPS Cilacap. Trammel net mendaratkan ikan didepo-depo sepanjang Kaliyasa dan di TPI Tegal Katilayu dengan hasil tangkapan utama udang. Hasil tangkapan utama adalah tuna, cakalang, layaran, setuhuk dan cucut yaitu sekitar 76,75% dari total tangkapan. Jenis ikan tersebut ditangkap menggunakan longline dan gillnet, ukuran >30 GT. Albakor, madidihang dan baby tuna lebih banyak ditangkap oleh unit longline. Cakalang dan lisong oleh gillnet. Setuhuk, layaran dan cucut merupakan hasil tangkap sampingan unit longline dan gillnet. Kendala utama PPS Cilacap adalah kondisi alur masuk yang mengalami pendangkalan, akibat dari aliran Sungai Kaliyasa. Pendangkalan alur masuk
135
mempengaruhi frekuensi kunjungan kapal, yang berdampak pada penurunan hasil tangkapan sekitar 56% tahun 2003-2004. Tahun 2006, produksi telah meningkat kembali (lihat Bab 4.5).
1) Fasilitas dan aktivitas PPS Cilacap Kompleks pelabuhan memiliki lahan sekitar 307.826 m2. Lahan seluas 180.522 m2 merupakan hak pakai, yang digunakan untuk area kolam pelabuhan, perkantoran, TPI dan perumahan. Lahan lainnya, sekitar 127.304 m2 merupakan hak pengelolaan, diperuntukkan untuk area industri dan pengembangan. Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap sebagai pelabuhan perikanan tipe A, telah memiliki fasilitas kepelabuhanan yang sangat lengkap, baik fasilitas pokok, fungsional dan fasilitas penunjang (Lampiran 21). Pembangunan fasilitas dan peningkatan kapasitas terus dilakukan. Fasilitas pada umumnya berfungsi dengan baik. Pelabuhan dikelola dengan baik, didukung SDM pengelola yang memadai. Area industri dan pengembangan disewakan, dengan perjanjian sewa 5, 10, 15 dan 20 tahun. Lahan yang telah memiliki surat perjanjian sewa 5 tahun, yaitu SPBU 1 unit luas 5.000 m2, gudang dan bengkel 7 unit luas 5.372 m2, pengolahan dan cold storage 7 unit luas 9.283 m2, toko BAP 2 unit luas 5.000 m2. Izin sewa 10 tahun, yaitu pengolahan dan cold storage seluas 360 m2. Perjanjian sewa 15 tahun yaitu gudang dan bengkel 1 unit luas 720 m2, pengolahan dan cold storage 1 unit luas 5.405 m2. Perjanjian 20 tahun, yaitu pabrik es 1 unit luas 2.250 m2, pengolahan dan cold storage 1 unit luas 4.500 m2. Area industri masih cukup luas, terbuka bagi investor untuk melakukan investasi usaha di PPS Cilacap. Pelayanan kebutuhan es, diantaranya dipasok oleh PT Andalan Mino Saroyo, PT Sumber Asrep, PD Sari Petodjo, PT Rias Samudera, dan CV Cilacap. Pada tahun 2006 jumlah es yang digunakan sebanyak 148.515 balok dengan nilai Rp 1.188.120.000,-. Harga jual per balok sebesar Rp 8.000,00. Jumlah pelayanan es menurun dibandingkan dengan tahun 2002 yang berjumlah 332.842 balok. Pelayanan solar disuplai oleh KUD Mino Saroyo dan PT Wijaya Kusuma. Kebutuhan solar tahun 2006 berjumlah 4.966 l, dengan nilai Rp 21.353.800,00, jumlah tersebut menurun dibandingkan tahun 2005 yang berjumlah 12.428 l dan bernilai Rp 53.440.400,00.
136
Fasilitas air tawar disalurkan oleh KUD Mino Saroyo kerjasama dengan PDAM Kabupaten Cilacap. Air tawar dijual dengan harga Rp 17.500,00 per m3. Kebutuhan air tawar tahun 2006 sebesar 5.799 m3, nilai Rp 185.581.700,00. Untuk memenuhi kebutuhan air minum saat melakukan operasi penangkapan ikan, nelayan membawa persediaan air sendiri berupa air mineral dalam galon. Mekanisme pasar dilakukan melalui sistem lelang. Ikan tuna tidak dilelang, karena dibawa langsung ke Jakarta untuk diekspor. Pemilik kapal tetap dikenakan retribusi sesuai Perda 13/2000 tentang Retribusi Pasar Grosir. Penjualan ikan dan udang tahun 2002 mencapai Rp 33,14 milyar, retribusi Rp 1,66 milyar. Sebesar 0,95% dari retribusi disetorkan sebagai PAD Kabupaten Cilacap. Tahun 2003, jumlahnya menurun menjadi 17,51 milyar. Tahun-tahun berikutnya tidak ada data.
2) Keterkaitan dengan fishing ground (forward linkages) Unit trammel net bermotor outboard, beroperasi di perairan pantai hingga 12 mil. Fishing ground meliputi perairan di sekitar Teluk Penyu, Karangbolong dan Teluk Pananjung di Pangandaran. Kapal gillnet dan kapal trammel net bermesin inboard, ukuran 10-30 GT beroperasi pada fishing ground yang lebih luas. Operasi penangkapan ikan ke barat mencapai Perairan Pamempeuk hingga Palabuhanratu dan kearah timur mencapai Perairan Selatan Kabupaten Pacitan. Kapal longline >30 GT beroperasi di fishing ground perairan ZEE Indonesia Perairan Selatan Jawa, kearah barat beroperasi hingga Perairan Barat Sumatera dan kearah timur mencapai Perairan Selatan Bali dan Laut Flores. Kapal longline beroperasi dalam waktu yang lama, yaitu sekitar 2-4 bulan per trip.
3) Keterkaitan dengan pasar (backward linkages) Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap berjarak 251 km dari Semarang, 2 km dari kota Kecamatan Cilacap Selatan. Kota Cilacap dapat ditempuh melalui jalur timur dan jalur barat. Jalur timur melalui Kebumen atau Purwokerto, dari jalur barat melalui Ciamis. Akses jalur timur relatif lebih mudah, prasarana jalan lebar dan beraspal. Jalur barat relatif lebih sempit, berbukit dan berkelok. Hasil tangkapan dari PPS Cilacap, sebagian besar merupakan komoditi ekspor, diantaranya tuna, albakor, meka, udang dogol, udang jerbung dan ubur-
137
ubur. Tuna segar diekspor melalui Bandara Soekarno Hatta Jakarta. Akses jalan menuju Jakarta melalui jalur Cilacap-Purwokerto-Cirebon-Jakarta atau CilacapCiamis-Bandung-Jakarta, akses jalan dengan kondisi yang baik. Hambatan utama jika melalui jalur Purwokerto-Cirebon, berupa kemacetan. Saat hari “pasaran”, sejumlah pasar dipenuhi pengunjung hingga ke sisi jalan, menyebabkan kemacetan dan antrian panjang. Pada ruas jalan Cirebon-Jakarta sering terjadi kemacetan, karena ruas jalan ini merupakan akses utama jalan di Pantai Utara Jawa (PANTURA). Ruas jalan Cirebon-Jakarta sangat ramai, baik untuk angkutan penumpang maupun angkutan barang. Jika melalui jalur CilacapCiamis-Bandung, jalan relatif sempit dan berkelok-kelok naik turun perbukitan. Jalur ini tidak seramai PANTURA, dan jarang terjadi kemacetan. Sebagian produksi diekspor melalui perusahaan di Jakarta yaitu 1.230 ton pada tahun 2004. Sedangkan sekitar 7.423 ton produk olahan tuna (beku, segar, kaleng), udang beku, keong beku, layur beku dan ubur-ubur kering diekspor dari Pelabuhan Cilacap. Negara tujuan ekspor adalah Jepang, USA, Thailand, China, Singapura, Hongkong, Vietnam, Inggris, Jerman, Finlandia, Belgia dan Yunani. Jenis ikan yang diekspor memiliki harga yang tinggi. Harga rata-rata ekspor tuna segar adalah 4,80 US $, tuna beku 2,11$, udang beku 9,26 $, keong beku 0,50 $, layur beku 4,80 $, ubur-ubur kering asin 0,60 $, tuna kaleng 1,77 – 2,82 $. Ekspor dari PPS Cilacap telah melalui uji mutu di Laboratorium Pengujian dan Pengawasan Mutu Hasil Perikanan Kabupaten Cilacap.
5.2.4 Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Pasir, Kabupaten Kebumen Kabupaten Kebumen memiliki 3 Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) yaitu PPI Pasir, PPI Karangduwur dan PPI Argopeni. Searah dengan semangat otonomi daerah, Pemerintah Kabupaten Kebumen telah membangun beberapa PPI yaitu PPI Tanggulangin, PPI Rowo, dan PPI Srati. PPI Pasir merupakan PPI yang terbesar. PPI Pasir mulai beroperasi pada tahun 1978. PPI Pasir telah dibangun dengan menghabiskan biaya sampai dengan tahun 1998, sebesar Rp 3,7 milyar. Anggaran pembangunan PPI Pasir berasal dari Anggaran Pendapatan dan Balanja Negara (APBN) dan Anggaran Belanja Daerah (APBD) Provinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Kebumen.
138
1) Fasilitas dan aktivitas PPI Pasir PPI Pasir memiliki fasilitas memadai untuk sebuah pelabuhan berstatus PPI, baik fasilitas pokok, fungsional maupun fasilitas penunjang (Lampiran 22). Fasilitas yang ada diantaranya darmaga, kolam pelabuhan, breakwater, rambu suar, TPI, rumah mesin, pabrik es mini dan sumur gali. Dalam perkembangannya, banyak fasilitas yang sudah dibangun tidak termanfaatkan dengan baik. Sedimentasi yang tinggi dari aliran sungai yang bermuara dekat pelabuhan, mengakibatkan kolam pelabuhan mengalami pendangkalan. Kolam pelabuhan memerlukan pengerukan, namun keterbatasan dana pemerintah daerah menjadi kendala. Tahun 2006, kolam sudah berupa daratan dan tidak dapat difungsikan. Aktivitas nelayan di PPI Pasir sebenarnya cukup tinggi, namun banyaknya fasilitas yang rusak menyebabkan pelayanan terganggu.
Pendaratan kapal
dilakukan di pantai terbuka, sangat berbahaya, kemungkinan hanyut terbawa gelombang.
PPI Pasir merupakan salah satu PPI yang terimbas gelombang
tsunami pada Mei 2006, banyak kapal pecah dan tidak dapat diperbaiki lagi. (2) Keterkaitan dengan fishing ground (forward linkages) Perahu nelayan di PPI Pasir berukuran kecil sekitar 1 GT, terbuat dari bahan fiberglass dan kayu. Jarak jangkau operasi penangkapan ikan hanya terbatas di sekitar perairan Kebumen, sampai sekitar 4 mil dari garis pantai. Fishing ground nelayan berada di sekitar pantai, menyusur ke timur hingga Perairan Selatan Purworejo dan ke barat hingga Perairan Srandil Kabupaten Cilacap. Perairan pantai berkarang di Karangbolong dan sekitar PPI Karangduwur, merupakan fishing ground yang baik bagi unit penangkapan lobster. Pada penangkapan lobster, nelayan melakukan operasi penangkapan ikan di pinggirpinggir pantai sekitar lokasi PPI, sehingga tidak membutuhkan BBM yang besar. Aktivitas nelayan di PPI Pasir sebenarnya cukup tinggi, namun kurangnya modal dari pemerintah kabupaten menyebabkan fasilitas yang sudah dibangun tidak dapat dioperasionalkan dan pelayanan menjadi terganggu. Pendaratan kapal dilakukan di pantai terbuka. Kondisi ini menimbulkan bahaya besar bagi kapal yang bertambat, diantaranya dapat hanyut terbawa gelombang.
139
3) Keterkaitan dengan pasar (backward linkages) Lokasi PPI Pasir merupakan lokasi yang terisolir. Lokasi PPI berada di balik perbukitan kapur, dengan dataran yang sempit. Desa di sekitar lokasi PPI masih jarang dihuni penduduk, sehingga pergerakan transportasi relatif jarang. Jarak dari kota kabupaten ke PPI Pasir sekitar 45 km, ditempuh sekitar 1-1,5 jam. Akses jalan dari arah Kebumen-Gombong-Karangbolong-Pasir, atau KebumenGombong-Logending-Pasir. Prasarana jalan pada beberapa kilometer mendekati PPI Pasir, melalui pegunungan kapur yang berkelok-kelok dan terjal. Pemerintah telah merencanakan membangun jalur lintas pantai selatan, yang direncanakan dapat menghubungkan daerah-daerah pantai di Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta dan Jawa Timur. Saat ini, sebagian besar ruas jalan di Pantai Selatan Jawa Tengah sudah dibangun. Lokasi PPI Pasir telah dilalui jalan yang menghubungkan daerah di wilayah Cilacap dan Purworejo.
5.2.5 Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Sadeng, Kabupaten Gunung Kidul Kabupaten Gunung Kidul memiliki 10 PPI, yaitu PPI Sadeng, Wediombo, Siung, Sundak, Drini, Krakal, Kukup, Baron, Ngrenehan dan PPI Gesing. PPI Sadeng terletak di sebelah tenggara dari Kota Wonosari. PPI Sundak, Drini, Krakal, Kukup dan PPI Baron, terletak di sebelah barat dari PPI Sadeng. PPI Sadeng terletak di Desa Pucung, Kecamatan Girisubo. PPI Sadeng dibangun pada akhir tahun 80-an, dengan menggunakan biaya APBN dan mulai dioperasikan pada Juli 1991. Lokasi PPI Sadeng berada di perairan terbuka, sedikit menjorok ke darat. Secara alami lokasi tidak terlindung dari ancaman gelombang besar. Kondisi ini terbukti dengan adanya gelombang tsunami pada Mei 2006, beberapa fasilitas hancur terimbas tsunami. PPI Sadeng berpotensi tinggi terjadi pengendapan dari aliran sungai, yang membawa lumpur dari perbukitan di belakang pelabuhan.
1) Fasilitas dan aktivitas PPI Sadeng Fasilitas kepelabuhanan di PPI Sadeng telah dibangun, baik untuk fasilitas pokok, fungsional maupun penunjang.
Kolam pelabuhan dibuat dengan
mengeruk wilayah daratan, sehingga kolam pelabuhan menjorok ke darat.
140
Breakwater dibangun di muka kolam pelabuhan, tegak lurus menutup daerah yang menjorok ke darat dengan menyisakan pintu masuk untuk alur pelayaran. Fasilitas fungsional dan fasilitas penunjang juga telah dibangun relatif lengkap (Lampiran 23). Hanya saja fasilitas yang ada belum dapat berfungsi secara optimal, dan belum dikelola dengan baik. Kondisi ini disebabkan terbatasnya kualitas dan kuantitas personil pengelola PPI Sadeng. Pengelola PPI Sadeng berjumlah sekitar 10 orang, dengan pendidikan tertinggi diploma. Aktivitas perikanan di PPI Sadeng cukup ramai, dengan aktivitas utama adalah perikanan tonda. Pemerintah DI Yogyakarta sangat membuka pintu bagi nelayan dari daerah lain yang mau mendaratkan ikannya di PPI Sadeng, sebagai nelayan andon atau menetap. Pemerintah DI Yogyakarta mendatangkan nelayan dari daerah lain, khususnya dari Cilacap untuk menetap di PPI Sadeng. Sebagian besar nelayan di PPI Sadeng adalah nelayan andon dari Cilacap dan sebagian kecil dari Jawa Timur. Nelayan diberikan fasilitas perumahan di area pelabuhan. Satu hal yang menarik dari keberadaan PPI Sadeng, adalah minat dari generasi muda untuk terjun di bidang perikanan. Mereka melihat keberadaan PPI Sadeng sebagai peluang lapangan kerja yang lebih menjanjikan, setelah mereka berusaha mencari pekerjaan bahkan sampai bekerja di luar negeri. Penduduk asli yang bekerja sebagai nelayan di PPI Sadeng, sebagian besar masih berusia muda.
2) Keterkaitan dengan fishing ground (forward linkages) Nelayan di PPI Sadeng yang menggunakan perahu berukuran kecil, beroperasi terbatas pada fishing ground di sekitar perairan pantai. Fishing ground berjarak sekitar 1-4 mil dari garis pantai. Fishing ground lobster berada di perairan karang, dekat tebing-tebing terjal di sepanjang pantai Gunung Kidul. Nelayan tonda beroperasi di sekitar rumpon yang telah dipasang oleh Pemerintah Provinsi DI Yogyakarta. Pemasangan rumpon berada sekitar 50-100 mil dari garis pantai, di Perairan Selatan Yogyakarta.
3) Keterkaitan dengan pasar (backward linkages) Jarak PPI Sadeng menuju Kota Wonosari sekitar 46 km, dengan waktu tempuh sekitar 1-1,5 jam. Kondisi jalan dari Wonosari menuju PPI Sadeng cukup
141
baik, berupa jalan hotmix dengan lebar 5-6 m. Hambatan utama perjalanan adalah jalan yang berkelok-kelok, naik turun pegunungan dengan bibir jalan yang terjal. Sarana angkutan relatif jarang, dan sangat sepi. Jumlah penduduk di Kecamatan Girisubo relatif kecil, sehingga pergerakan transportasi sangat jarang. Akses jalan dari Wonosari menuju Kota Yogyakarta sekitar 45 km, dengan waktu tempuh sekitar 1-1,5 jam. Kondisi jalan Wonosari-Yogyakarta cukup baik, yaitu merupakan jalan provinsi dengan lebar sekitar 8-10 m. Jalan menanjak naik pegunungan pada beberapa kilometer mendekati Kota Wonosari. Beberapa ruas jalan sedang dibangun jalan tembus, sehingga ruas jalan lebih pendek dan relatif datar. Jalan tembus dibangun dengan membuat jalan membelah pegunungan. 5.2.6 Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Tamperan, Kabupaten Pacitan Kabupaten Pacitan memiliki
beberapa pangkalan pendaratan ikan yang
tersebar di sepanjang pantai Pacitan. Sebagian besar dari pangkalan pendaratan ikan yang ada, berupa pangkalan pendaratan alami yang dirintis oleh penduduk setempat. Nelayan memanfaatkan pantai yang sedikit menjorok ke laut, atau muara-muara sungai untuk tempat mendaratkan ikannya. Beberapa PPI yang ada di Pacitan yaitu PPI Watukarung di Kecamatan Pringkuku, PPI Tamperan di Kecamatan Pacitan, PPI Teleng di Kecamatan Pacitan, PPI Pancer Wetan di Kecamatan Pacitan, PPI Wawaran di Kecamatan Kebonagung, dan PPI Tawang di Kecamatan Ngadirojo. Pemerintah Pacitan mulai berupaya melakukan pembangunan di bidang perikanan dengan melengkapi berbagai fasilitas di PPI yang ada. Tamperan merupakan PPI yang diprioritaskan untuk dikembangkan dan menjadi andalan pengembangan perikanan Kabupaten Pacitan. Pangkalan Pendaratan Ikan mulai dibangun pada tahun 2001. Pembangunan didasarkan pada studi detail desain yang dibuat Tahun 2001. Pembangunan PPI Tamperan secara keseluruhan direncanakan akan memerlukan dana sebesar Rp 43.043.446.000,00 (empat puluh tiga milyar empat puluh tiga juta empat ratus empat puluh enam ribu rupiah). Pekerjaan pembangunan PPI Tamperan yang sudah terealisasi sampai tahun 2004, telah menghabiskan dana sebesar Rp 14.329.478.000,00. Pembangunan yang sudah dilakukan, meliputi pembangunan (1) breakwater sepanjang 361,2 m
142
dengan biaya Rp 10.903.926.000,00; (2) pembuatan revetment sepanjang 120 m dan reklamasi seluas 6.050 m2 dengan total dana Rp 2.750.000.000,-; (3) pembangunan gedung TPI luas 160 m2, menghabiskan dana Rp 300.000.000,00; dan (4) bangunan drainase sepanjang 120 m, dengan dana Rp 375.552.000,00.
1) Fasilitas dan aktivitas PPI Tamperan Fasilitas yang sudah dibangun di PPI Tamperan, belum dapat difungsikan dengan baik. Darmaga belum berfungsi, jumlah perahu atau kapal ikan di PPI masih sedikit. TPI belum berfungsi, nelayan menjual ikannya langsung ke bakul. Aktivitas perikanan di PPI Tamperan dan secara umum di Kabupaten Pacitan didominasi perahu berukuran kecil, menggunakan alat tangkap yang digunakan secara multipurpose sesuai musim ikan. Alat tangkap yang umum digunakan adalah gillnet monofilament, pancing dan krendet. Aktivitas perikanan di Pacitan tidak jauh berbeda dengan aktivitas perikanan di Gunung Kidul.
2) Keterkaitan dengan fishing ground (forward linkages) Fishing ground nelayan Pacitan terbatas di sekitar Teluk Pacitan. Nelayan melakukan operasi penangkapan di sekitar perairan pantai yaitu sekitar 1-4 mil dari garis pantai. Terdapat beberapa teluk yang merupakan fishing ground nelayan Pacitan, yaitu Teluk Pacitan, Panggul, Taman, Sidomulyo dan Teluk Sudimoro. Nelayan melakukan penangkapan ikan di perairan Pacitan, ke barat hingga selatan Wonogiri dan Gunung Kidul, dan kearah timur mendekati perairan Prigi. Nelayan terkadang menetap untuk beberapa waktu di pantai terdekat, keluar dari Pacitan. Tidak mengherankan jika kita dapat menemukan nelayan Pacitan, sedang melakukan operasi penangkapan ikan di Pantai Baron Kabupaten Gunung Kidul. 3) Keterkaitan dengan pasar (backward linkages) Kabupaten Pacitan berjarak sekitar 256 km dari Surabaya, 117 km dari Solo dan 114 km dari kota Yogyakarta. Akses jalan dapat ditempuh melalui tiga jalur utama, kondisi jalan beraspal dan dapat dilalui dengan berbagai jenis kendaraan. Tiga jalur tersebut adalah Solo-Wonogiri-Pacitan dengan waktu tempuh sekitar 45 jam, Ponorogo-Pacitan waktu tempuh 3-4 jam dan Trenggalek-Pacitan dengan
143
waktu tempuh sekitar 3-4 jam. Jalur utama yang menghubungkan Pacitan dengan wilayah lain dalam kondisi baik, namun beberapa diantaranya beresiko terhadap longsor dan beberapa ruas kurang memadai untuk beban berat. Pemerintah Kabupaten Pacitan telah berencana mengembangkan perikanan tuna. PPI Tamperan direncanakan sebagai tempat pendaratan kapal tuna, dengan hasil tangkapan ikan tuna yang ditujukan untuk pasar ekspor. Ekspor akan dilakukan melalui pelabuhan udara Adi Sumarmo Surakarta. Akses jalan menuju Kota Surakarta melalui Kabupaten Wonogiri, dengan kondisi jalan yang baik.
5.2.7 Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Prigi, Kabupaten Trenggalek Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi dibangun diatas lahan seluas 27,5 ha dengan luas tanah 11,5 ha dan luas kolam pelabuhan 16 ha. Lokasi PPN Prigi terletak pada 111° 43’58” BT dan 08°17’22” LS, di Desa Tasikmadu, Kecamatan Watulimo. Pemukiman penduduk terletak di sebelah utara dan barat PPN Prigi, di sebelah utara juga terdapat rawa-rawa yang telah diolah menjadi lahan pertanian. Pelabuhan Perikanan Prigi mulai dibangun sejak tahun 1978/1979 sebagai Pelabuhan Perikanan (PP), dan mulai beroperasi pada tahun anggaran 1981/1982. Pada tahun 2001 statusnya meningkat menjadi pelabuhan perikanan tipe B, yaitu Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi. Lokasi pelabuhan berada di teluk yang cukup terlindung dari gelombang yaitu Perairan Teluk Prigi. Kedalaman kolam pelabuhan dipengaruhi pasang surut rata-rata sekitar 2 m, dengan arus sedang.
1) Fasilitas dan aktivitas PPN Prigi PPN Prigi sebagai pelabuhan perikanan tipe B, memiliki fasilitas yang cukup lengkap, baik fasilitas pokok, fungsional dan penunjang (Lampiran 24). Kolam pelabuhan ada dua, satu untuk berlabuh kapal-kapal kecil dan kolam lainnya untuk berlabuh kapal besar (>30 GT). Fasilitas kepelabuhanan lainnya dalam kapasitas yang memadai, termasuk ketersediaan lahan untuk industri dan pengembangan yang masih luas. Dalam lingkungan pelabuhan terdapat pabrik tepung ikan, namun saat ini belum beroperasi. Keberadaan industri tepung ikan ini diharapkan dapat menampung hasil tangkapan ikan pelagis kecil yang cukup melimpah di PPN Prigi, khususnya hasil tangkapan dari unit purse seine.
144
Lingkungan PPN Prigi cukup ramai, dikarenakan adanya kegiatan pariwisata dan perekonomian lainnya. Aktivitas pariwisata turut mendorong perkembangan perikanan di PPN Prigi, dengan dipasarkannya hasil tangkapan untuk restoran dan pengunjung wisata, baik untuk konsumsi segar maupun produk olahan. Kegiatan perikanan didominasi oleh unit penangkapan yang beroperasi harian (one day fishing). Purse seine merupakan unit penangkapan utama. Pancing tonda mulai digiatkan di PPN Prigi, dengan melihat keberhasilan nelayan Sendangbiru. Pelayanan kebutuhan BBM dilakukan oleh Pertamina melalui SPBU, SPDN (solar packed dealer nelayan), dan para pengecer lainnya. Kebutuhan BBM per tahun tergantung dari jenis kapal yang digunakan dan frekuensi pemberangkatan kapal. Pada tahun 2005 penjualan solar 2.098 ton, minyak tanah 157 ton dan bensin 527 ton. Kebutuhan rata-rata bulanan solar 100-300 ton, minyak tanah 530 ton, dan bensin 20-40 ton. Total penjualan BBM tahun 2005 sebesar 2.782 ton, terbesar adalah solar yaitu 74,28%, diikuti bensin 18,94% dan minyak tanah 6,78%. Pada tahun 2005 tersebut, terjadi peningkatan penggunaan BBM sebesar 839 ton atau 38,65%, dibandingkan tahun 2004 yang berjumlah 2.171 ton. Penjualan es tahun 2005 sebanyak 5.579 ton, meningkat 1.743 ton atau 45,44% dibandingkan tahun 2004 yang berjumlah 3.836 ton. Penggunaan es yang meningkat tahun tersebut, namun tidak searah dengan jumlah produksi ikan, menunjukkan kesadaran nelayan akan pentingnya mutu ikan semakin meningkat Fasilitas air tawar berupa sumur artesis dengan kedalaman sekitar 90 meter, kapasitas 70 ton per hari. Fasilitas air tawar dimiliki dan dikelola oleh Perum PPS Cabang Prigi. Pelayanan air tawar dilakukan oleh PT. Prima Indobahari Sentosa. Kebutuhan minum selama di laut, nelayan membawa air mineral dalam galon.
2) Keterkaitan dengan fishing ground (forward linkages) Dominasi unit penangkapan yang melakukan trip operasi harian, menjadikan fishing ground nelayan yang mendaratkan ikannya di PPN Prigi tidak terlalu jauh. Nelayan beroperasi di perairan-perairan teluk atau di pinggir pantai di sekitar perairan pantai Damas, Munjungan maupun Teluk Popoh. Kapal purse seine, gillnet, ataupun pancing rawai dengan ukuran lebih besar, beroperasi selain di perairan Trenggalek, juga keluar daerah diantaranya meliputi
145
perairan Kabupaten Blitar, Tulungagung maupun Pacitan. Nelayan pancing tonda beroperasi di sekitar rumpon, yang dipasang sekitar 50-200 mil dari garis pantai.
3) Keterkaitan dengan pasar (backward linkages) Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi terletak di Desa Tasikmadu, berjarak sekitar 4 km dari Watulimo. Lokasi dapat dicapai dengan menggunakan angkutan darat berupa mobil angkutan kota dari Kota Trenggalek sejauh 47 km, melalui terminal Punung. Sarana angkutan umum cukup banyak, beroperasi dari pukul 5.00-24.00 WIB. Kondisi jalan sempit berkelok-kelok, naik turun perbukitan. Trenggalek berjarak sekitar 153 km dari Surabaya, dapat dijangkau dari arah timur yaitu Surabaya-Malang-Blitar-Tulungagung-Trenggalek atau SurabayaMalang-Kediri-Tulungagung-Trenggalek. Jalur barat, dari Surakarta-PonorogoTrenggalek. Kondisi jalan umumnya baik, merupakan jalan provinsi, dengan sarana angkutan umum bus atau mini bus dalam frekuensi dan jumlah banyak.
5.2.8 Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Pondokdadap, Kabupaten Malang Pelabuhan Perikanan Pantai Pondokdadap terletak di Desa Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan. Lokasi pelabuhan berhadapan langsung dengan Perairan Samudera Hindia, terlindung Pulau Sempu. Pelabuhan dibangun tahun 1990, menggunakan dana APBN. Luas areal pelabuhan 5 ha, dengan wilayah daratan yang sempit. Belakang pelabuhan berupa daerah perbukitan. Kegiatan perikanan terus berkembang, dengan kegiatan utama perikanan pancing tonda. Penggunaan rumpon telah memberikan keuntungan, karena dapat menghemat BBM dan musim penangkapan dapat dilakukan sepanjang tahun. Permasalahan utama di PPP Pondokdadap adalah jumlah dan kualitas SDM Badan Pengelola PPP yang dirasakan masih kurang memadai. Jumlah SDM Pengelola PPP kurang dari 10 orang, dengan pendidikan sarjana (S1) hanya 1 orang, lainnya berpendidikan SMA, SMP dan SD.
1) Fasilitas dan aktivitas PPP Pondokdadap Pelabuhan Perikanan Pondokdadap sebagai pelabuhan tipe C, telah memiliki fasilitas yang memadai (Lampiran 25). Kekurangannya adalah fasilitas darmaga
146
yang belum permanen, dan kolam pelabuhan yang sangat dangkal saat air laut surut. Beberapa fasilitas perlu ditambahkan, diantaranya yaitu pabrik es, dan bantuan rumpon untuk nelayan. Fasilitas rumpon yang terbatas, sering menimbulkan konflik antara nelayan tonda dan nelayan payang yang turut beroperasi di sekitar rumpon. Aktivitas pelelangan ikan berjalan baik, dilaksanakan berdasarkan Perda 14/1998 tentang Retribusi Pasar Grosir dan Penyelenggaraan Pelelangan Ikan di Jawa Timur, serta SK Gubernur 105/1999 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perda Provinsi Jawa Timur 14/1998. Retribusi yang diperoleh dari hasil pelelangan ikan di PPP Pondokdadap tahun 2003 berjumlah Rp 863.497.299,00.
2) Keterkaitan dengan fishing ground (forward linkages) Daerah penangkapan ikan nelayan PPP Pondokdadap di sekitar perairan Malang yaitu Pantai Ngliyep, Balaikambang, Kondang Merah dan Sendangbiru. Kapal berukuran lebih besar dapat mencapai perairan daerah lain, diantaranya yaitu ke timur mencapai Perairan Kabupaten Jember dan ke barat menuju Perairan Kabupaten Blitar dan Kabupaten Tulungagung. Nelayan pancing tonda beroperasi disekitar rumpon.
Rumpon biasanya
dimiliki oleh kelompok-kelompok nelayan, yang melakukan operasi bersamasama di sekitar rumpon. Rumpon di pasang di Perairan Selatan Kabupaten Malang, yaitu pada jarak sekitar 50-200 mil dari garis pantai.
3) Keterkaitan dengan pasar (backward linkages) Lokasi PPP Pondokdadap terletak di Desa Tambakrejo, berjarak 29 km dari Kecamatan Sumbermanjing Wetan. Lokasi dapat ditempuh melalui jalur MalangTuren-Sendangbiru sekitar 69 km, atau Malang-Kepanjen-Turen-Sendangbiru sekitar 75 km, waktu tempuh 2-3 jam. Jalan berupa jalan hotmix, lebar sekitar 5-8 m, berkelok-kelok dan terjal. Sarana transportasi berupa mini bus, colt dan ojek. Jarak PPP Pondokdadap dari Kota Surabaya sekitar 157 km. Aksesibilitas dari Surabaya menuju Malang sangat baik, yaitu menggunakan jalan tol dengan waktu tempuh sekitar 1,5 jam. Kasus lumpur LAPINDO yang turut menggenangi jalan tol Surabaya-Malang, menjadikan akses Surabaya-Malang terhambat.
147
5.3 Subsistem Kebijakan dan Kelembagaan Konvensi hukum laut menyatakan bahwa permasalahan ruang samudera merupakan permasalahan yang berkaitan erat satu sama lain dan perlu dianggap sebagai suatu kebulatan. Suatu tertib hukum diberlakukan untuk memudahkan komunikasi internasional dan memajukan penggunaan laut dan samudera secara damai, pendayagunaan sumberdaya alam secara adil dan efisien, melakukan konservasi sumberdaya alam hayati dan pengkajian, perlindungan serta pelestarian lingkungan laut. Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF), telah mengamanatkan kepada negara-negara di dunia untuk melakukan pemanfaatan sumberdaya perikanan secara bertanggungjawab. Upaya pengelolaan sumberdaya perikanan Indonesia adalah mewujudkan pengelolaan sumberdaya yang memiliki daya saing dan berkelanjutan (sustainable competitive advantage). Untuk mencapai tujuan tersebut, upaya pengelolaan yang digunakan adalah dengan menggunakan pendekatan sumberdaya (resource-based management), pendekatan masyarakat (community-based management) dan pendekatan pasar (market-based management) (Purwaka 2003). Selanjutnya dinyatakan bahwa, kelembagaan merupakan faktor penting yang menggerakkan kinerja dari pengelolaan sumberdaya perikanan di Indonesia. Kelembagaan menghasilkan peraturan atau kebijakan yang merupakan aturan main (rule of the game) dalam pengelolaan sumberdaya. Dalam kaitannya dengan pelaksanaan otonomi daerah, hendaknya terdapat keselarasan perundangundangan yang dibuat. Untuk menghindari terjadinya benturan kepentingan antara pusat dengan daerah atau antar daerah.
Kerjasama, koordinasi dan sinergi
diperlukan untuk dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas kinerja pengelolaan sumberdaya perikanan. Penegakan hukum diperlukan untuk dapat menjamin kepastian hukum. Peraturan dibuat untuk dapat mengatur pengelolaan sumberdaya, agar dapat berjalan baik dan dipatuhi pengguna sumberdaya, hendaknya pembuatan peraturan haruslah menyerap aspirasi masyarakat.
5.3.1
Kebijakan Perikanan Keterpaduan sistem perundang-undangan untuk pengelolaan sumberdaya
perikanan Indonesia perlu dibangun untuk dapat menjamin terlaksananya
148
pengelolaan sumberdaya secara optimal, efisien dan efektif. Keterpaduan sistem perundangan-undangan mencakup materi hukum, agar tidak terjadi tumpang tindih atau ketidaksesuaian antara satu perundang-undangan dengan perundangundangan lainnya. Keterpaduan antara peraturan perundang-undangan yang ada di tingkat nasional dengan di daerah dan juga dengan di tingkat internasional. Peraturan atau kebijakan mencakup juga peraturan atau kebijakan tidak tertulis yang sudah mengakar di masyarakat. Peraturan atau kebijakan tersebut merupakan kearifan lokal yang perlu dihargai dan dipertahankan.
1) Kebijakan pemerintah pusat Berbagai peraturan perundang-undangan berkaitan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan di wilayah Indonesia, sudah dibuat dan sudah diberlakukan. Sebagai salah satu acuan dalam pembuatan peraturan perundangundangan tentang perikanan adalah Konvensi PBB tentang hukum laut yaitu United Nation Convention on the Law of the Sea, dimana Indonesia telah turut merativikasi dan mensahkannya dalam UU 17/1985. Ketentuan batas Wilayah Perairan Indonesia, telah diatur diantaranya melalui (1) UU 1/1973 tentang Landas Kontinen, (2) UU 5/1983 tentang ZEE Indonesia, (3) UU 6/1996 tentang Perairan Indonesia, dan (4) PP 38/2002 tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-Titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia. Peraturan berkaitan dengan pengelolaan perikanan, diantaranya adalah PP 15/1984 tentang Pengelolaan Sumberdaya Alam Hayati di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Undang-Undang tentang Perikanan yaitu UU 9/1985 yang diperbaharui dengan UU 31/2004.
Selanjutnya berbagai peraturan kebijakan
diturunkan dari UU tersebut diantaranya yaitu: (1)
PP 15/1990 tentang Usaha Perikanan.
(2)
PP 46/1993 tentang Perubahan Atas PP 15/1990 tentang Usaha Perikanan.
(3)
Kepmen Pertanian 815/Kpts/IK.120/11/1990 tentang Perizinan Usaha Perikanan.
(4)
Kepmen Pertanian 805/Kpts/IK.120/12/1995 tentang Ketentuan Penggunaan Kapal Pengangkut Ikan.
149
(5)
Keputusan bersama Menteri Pertanian dan Menteri Perhubungan Nomor 492/KPTS/IK.120/7/96 dan SK.1/AL.003/PHB-96 tentang Penyederhanaan Perijinan Kapal Perikanan.
(6)
Keputusan bersama Menteri Pertanian dan Menteri Perhubungan Nomor 493/KPTS/IK.410/7/96, No. SK.2/AL.106/PHB-96 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Perikanan sebagai Prasarana Perikanan.
(7)
Kepmen Pertanian 508/KPTS/PL.810/7/96, tentang Pengadaan Kapal Perikanan dan Penghapusan Sistem Sewa (Charter) Kapal Perikanan Berbendera Asing.
(8)
Kepmen Pertanian 646/KPTS/KP.150/7/96,
tentang Pembentukan Tim
Pengendali Pengadaan Kapal Perikanan. (9)
Keputusan bersama Direktur Jenderal Perikanan dan Direktur Jenderal Perhubungan
Laut
IK.120/DJ.7172/96
dan
PY.68/1/12-96
tentang
Pemberian Surat Izin Berlayar Kapal Perikanan dan Kapal Pengangkut Ikan. (10) Kepmen Pertanian 428/Kpts/IK.120/4/1999 tentang Perubahan Surat Kepmen Pertanian 815/Kpts/IK.120/11/90 tentang Perizinan Usaha Perikanan. (11) Kepmen Kelautan dan Perikanan 60/MEN/2001
tentang Penataan
Penggunaan Kapal Perikanan di ZEE Indonesia. (12) Kepmen Eksplorasi Laut dan Perikanan 45/2000 tentang Perizinan Usaha Perikanan. (13) PP 141/2000 tentang Perubahan Kedua Atas PP 15/1990 tentang Usaha Perikanan. (14) Kepmen Kelautan dan Perikanan 46/MEN/2001 tentang Pendaftaran Ulang Perizinan Usaha Penangkapan Ikan. (15) Kepmen Kelautan dan Perikanan 47/MEN/2001 tentang Format Perizinan Usaha Penangkapan Ikan. Peraturan mengenai pembagian wewenang pengelolaan perikanan antara pemerintah pusat dengan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota tercantum dalam UU 22/1999 yang diperbaharui dengan UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang ini diperjelas pelaksanaannya melalui PP 25/2000 yang diperbaharui dengan PP 38/2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
150
Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan terkait juga dengan permasalahan pembiayaan dan nilai manfaat yang akan diperoleh. Untuk itu perlu ada aturan yang jelas, mengenai pembagian urusan keuangan antara pusat dan daerah. UU 34/2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, telah mendeskripsikan dengan jelas hal-hal berkaitan dengan pembagian urusan tersebut.
Berbagai peraturan berkaitan dengan permasalahan keuangan atau
pungutan perikanan juga telah dibuat, diantaranya yaitu: (1) UU 20/2007 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak. (2) PP 142/2000 tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Departemen Kelautan dan Perikanan. (3)
Kepmen Kelautan dan Perikanan 23/2001 tentang Produktivitas Kapal Penangkap Ikan.
(4)
Kepmen Keuangan 316/KMK.06/2001 tentang Tatacara Penggunaan dan Pengenaan Pungutan Perikanan.
(5)
Kepmen Perindustrian dan Perdagangan 213/MPP/KEP/7/2001 tentang Penetapan Harga Patokan Ikan untuk Perhitungan Pungutan Hasil Perikanan.
(6) Kepmen Kelautan dan Perikanan 45/MEN/2001 tentang Tatacara Pemungutan Perikanan yang Terutang. (7)
Kepmen Keuangan 654/KMK.06/2001 tentang Perubahan atas Kepmen 316/KMK.06/2001 tentang Tatacara Pengenaan dan Penyetoran Pungutan Perikanan.
(8) PP 62/2002 Pengganti PP 142/2000, tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku di Departemen Kelautan dan Perikanan.
(1) Undang-Undang 31/2004 tentang Perikanan Undang-Undang 31/2004 tentang Perikanan telah mengatur secara lengkap hal-hal yang berkaitan dengan perikanan, tercakup dalam 17 bab. dan dijabarkan dalam 111 pasal. Cakupan materi perundangan, mulai dari ketentuan umum pada Bab I; ruang lingkup; wilayah pengelolaan perikanan; pengelolaan perikanan pada Bab IV dengan 19 pasal; Bab V usaha perikanan dengan 21 pasal; sistem informasi dan data statistik; pungutan perikanan; penelitian dan pengembangan perikanan; pendidikan, pelatihan dan penyuluhan perikanan; pemberdayaan
151
nelayan dan pembudidaya ikan kecil; penyerahan urusan dan tugas pembantuan; pengawasan perikanan; pengadilan perikanan; penyelidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan perikanan; ketentuan pidana pada Bab XV dengan 22 pasal; ketentuan peralihan dan ketentuan penutup pada Bab XVII. Pada Bab IV mengenai pengelolaan perikanan, dijabarkan secara lengkap hal-hal terkait dengan pengelolaan perikanan. Pasal 7 menyatakan bahwa, untuk mendukung kebijakan pengelolaan sumberdaya ikan, menteri menetapkan rencana pengelolaan, potensi dan alokasi sumberdaya ikan, jumlah tangkapan yang diperbolehkan, jenis, jumlah dan ukuran alat penangkapan ikan, jenis, jumlah dan penempatan alat bantu penangkapan, daerah, jalur dan ukuran alat tangkap, persyaratan dan standar prosedur operasi penangkapan ikan, sistem pemantauan, pencegahan pencemaran, rehabilitasi dan pengaturan sumberdaya, ukuran dan berat minimum ikan yang boleh ditangkap, suaka perikanan, jenis ikan yang dilarang diperdagangkan dan jenis ikan yang dilindungi. Pada Bab V dijabarkan hal-hal yang berkaitan dengan usaha perikanan, diantaranya meliputi perizinan usaha perikanan, kelaiklautan kapal perikanan, dan peran pelabuhan perikanan.
(2) Undang-Undang 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah Pada Bab III mengenai pembagian urusan pemerintahan, menyatakan bahwa pemerintah (pusat) memberikan otonomi seluas-luasnya kepada pemerintahan daerah untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Selanjutnya sistem pembagian wewenang diatur dalam pasal demi pasal. Pasal 12 Ayat (1) menyatakan urusan pemeritah yang diserahkan kepada daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana serta kepegawaian dengan urusan yag didesentralisasikan, Pasal 12 Ayat (2) menyatakan urusan pemerintahan yang dilimpahkan kepada Gubernur disertai dengan pendanaan sesuai dengan urusan yang didekonsentrasikan. Menurut Pasal 13 Ayat (1), urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan provinsi merupakan urusan dalam skala provinsi yang meliputi: (a) perencanaan dan pengendalian pembangunan; (b) perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;
152
(c) penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; (d) penyediaan sarana dan prasarana umum; (e) penanganan bidang kesehatan; (f) penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial; (g) penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota; (h) pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota; (i) fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah termasuk lintas kabupaten/kota; (j) pengendalian lingkungan hidup; (k) pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota; (l) pelayanan kependudukan, dan catatan sipil; (m) pelayanan administrasi pemerintahan; (n) pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten/kota; (o) penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh kabupaten/kota; dan (p) urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan. Pasal 13 Ayat (2) menyatakan, urusan pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Sedangkan pada Pasal 14 Ayat (1) dinyatakan, urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota.
(3) Peraturan Pemerintah 38/2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. PP 38/2007 pada Pasal 9 menyatakan, dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, menteri/lembaga pemerintah non departemen menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria untuk pelaksanaan urusan wajib dan urusan pilihan. Pada Pasal 20, dinyatakan bahwa semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pembagian urusan pemerintahan, wajib mendasarkan dan menyesuaikan dengan PP ini. Pada saat PP ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari PP 25 tahun
153
200 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara RI tahun 2000 Nomor 54, Tambahan lembaran Negara RI Nomor 3952) dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang belum diganti dan tidak bertentangan dengan PP ini. Pada PP 25/2000 dijabarkan pembagian tugas dan wewenang antara Pemerintah dengan Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam bidang perikanan. Tugas dan kewenangan dibedakan kedalam 6 subbidang yaitu kelautan, umum, perikanan tangkap, pengawasan dan pengendalian, pengolahan dan pemasaran, serta penyuluhan dan pendidikan. Tugas dan kewenangan pemerintah adalah pada penetapan kebijakan norma, standar, prosedur dan kriteria pelaksanaan tugas dan wewenang, sementara tugas dan kewenangan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota lebih pada pelaksanaan kebijakan. Urusan pemerintah dalam subbidang kelautan diantaranya adalah penetapan kebijakan norma, standar, prosedur dan kriteria pengelolaan sumberdaya kelautan dan ikan di wilayah nasional, ZEEI dan landas kontinen serta sumberdaya alam yang ada dibawahnya meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian dan pengawasan; penataan ruang laut, pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; pengawasan dan penegakan hukum; pengelolaan terpadu sumberdaya laut antar daerah; perizinan terpadu; pemberdayaan masyarakat pesisir; penyerasian riset kelautan; pengelolaan dan konservasi, peningkatan kapasitas kelembagaan dan SDM; batas-batas maritim wilayah antar negara; pengesahan pemberlakuan perjanjian
internasional;
pemetaan
potensi;
pengharmonisan
peraturan;
pengelolaan wilayah laut di luar 12 mil; pencegahan pencemaran dan kerusakan SDI dan lingkungan; rehabilitasi SDI dan lingkungan; jenis ikan yang dilarang diperdagangkan; serta jenis ikan yang dilindungi. Urusan dalam subbidang perikanan tangkap diantaranya meliputi estimasi stok dan JTB; pemberian izin kapal di atas 30 GT atau di bawah 30 GT yang menggunakan ABK asing; pelaksanaan pungutan perikanan; usaha perikanan; pemberdayaan nelayan kecil; peningkatan kelembagaan dan ketenagakerjaan; sistem permodalan; promosi dan investasi; penetapan lokasi pembangunan dan pengelolaan pelabuhan perikanan; operasional dan penempatan syahbandar; pendaftaran kapal di atas 30 GT; pembangunan kapal perikanan; pembuatan alat
154
penangkapan ikan; pembangunan dan pemasukan kapal impor; produktivitas kapal; pemeriksaan fisik kapal di atas 30 GT; kelaikan kapal dan penggunaan alat tangkap; penempatan rumpon serta rekayasa dan teknologi penangkapan ikan. Urusan pemerintahan provinsi dan kabupaten/kota pada subbidang kelautan diantaranya meliputi pelaksanaan kebijakan pengelolaan sumberdaya kelautan dan ikan di wilayah provinsi atau kabupaten/kota; penataan ruang laut sesuai dengan peta potensi laut di wilayah laut kewenangan provinsi atau kabupaten/kota; penegakan hukum dan pemberian informasi apabila terjadi pelanggaran diluar batas wilayah laut kewenangan provinsi atau kabupaten/kota; pengelolaan terpadu pemanfaatan sumberdaya laut antar kabupaten/kota dalam wilayah kewenangan provinsi (sementara urusan kabupaten/kota adalah koordinasi pengelolaan terpadu dan pemanfaatan sumberdaya laut di wilayah kewenangan kabupaten/kota); perizinan terpadu pengelolaan dan pemanfaatan wilayah laut kewenangan provinsi (urusan
kabupaten/kota
adalah
pelaksanaan
dan
koordinasi
perizinan);
pemberdayaan masyarakat pesisir antar kabupaten/kota; koordinasi penyerasian riset kelautan kelautan; penetapan kebijakan dan pengaturan eksplorasi, eksploitasi, konservasi, pengelolaan kekayaan laut; peningkatan kapasitas kelembagaan dan SDM; reklamasi pantai dan mitigasi bencana; pelaksanaan koordinasi batas-batas wilayah maritim yang berbatasan dengan wilayah antar negara di perairan laut dalam kewenangan provinsi (urusan kabupaten/kota adalah pelaksanaan koordinasi dan kerjasama dengan daerah lain terutama dengan wilayah yang berbatasan dalam rangka pengelolaan laut terpadu); pemetaan potensi sumberdaya kelautan; pelaksanaan penyerasian dan pengharmonisan pengelolaan wilayah dan sumberdaya laut; pelaksanaan dan koordinasi pengelolaan wilayah laut; pencegahan pencemaran; pelaksanaan kebijakan rehabilitasi dan peningkatan sumberdaya ikan serta lingkungannya (urusan kabupaten/kota adalah pelaksanaan koordinasi); pelaksanaan dan koordinasi penetapan jenis ikan yang dilarang diperdagangkan, dimasukkan dan dikeluarkan ke dan dari wilayah RI (urusan kabupaten/kota adalah dalam pelaksanaan); jenis ikan yang dilindungi; mitigasi kerusakan lingkungan pesisir dan laut; pengelolaan jasa kelautan dan kemaritiman; pengelolaan dan konservasi plasma nutfah spesifik lokasi; penyusunan zonasi dan tata ruang perairan; pengelolaan kawasan
155
konservasi dan rehabilitasi perairan; perencanaan, pemanfaatan, pengawasan dan pengendalian tata ruang laut; pengelolaan konservasi sumberdaya ikan dan lingkungannya; rehabilitasi sumberdaya pesisir; pulau-pulau kecil dan laut. Urusan provinsi dan kabupaten/kota pada subbidang perikanan tangkap meliputi pengelolaan dan pemanfaatan perikanan; koordinasi dan pelaksanaan estimai stok ikan; fasilitasi kerjasama pengelolaan dan pemanfaatan perikanan antar kabupaten/kota; perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan plasma nutfah sumberdaya ikan, pembuatan dan penyebarluasan peta pola migrasi dan penyebaran ikan; pemberian izin penangkapan dan/atau pengangkutan ikan yang menggunakan kapal perikanan di atas 10 sampai dengan 30 GT serta tidak menggunakan tenaga kerja asing (untuk kabupaten/kota sampai dengan 10 GT); pemberian persetujuan pengadaan, pembangunan dan pemasukan kapal dari luar negeri (impor); penetapan kebijakan dan pelaksanaan pungutan perikanan; pelaksanaan kebijakan usaha perikanan tangkap; pemberdayaan nelayan kecil; peningkatan kelembagaan dan ketenagakerjaan perikanan; sistem permodalan, promosi
dan
investasi;
pelaksanaan
dan
koordinasi
penetapan
lokasi
pembangunan serta pengelolaan pelabuhan perikanan (urusan kabupaten/kota ditambah dengan pengelolaan dan penyelenggaraan pelelangan di TPI; dukungan pembangunan dan pengelolaan pelabuhan perikanan; pelaksanaan kebijakan pembangunan kapal perikanan; pendaftaran kapal perikanan di atas 10 GT sampai dengan 30 GT (kabupaten/kota sampai dengan 10 GT); pembuatan alat penangkap ikan; dukungan dalam penetapan kebijakan produktivitas kapal penangkap ikan; penggunaan peralatan bantu dan penginderaan jauh untuk penangkapan ikan; pemeriksaan fisik kapal >10 sampai dengan 30 GT (untuk kabupaten/kota sampai dengan 10 GT); standarisasi kelaikan kapal dan penggunaan alat tangkap; pelaksanaan dan koordinasi kebijakan pemanfaatan dan penempatan rumpon; dukungan rekayasa dan pelaksanaan teknologi penangkapan. Berdasarkan PP 25/2000 dijabarkan dengan jelas pembagian wewenang pemerintah dan pemerintah provinsi serta kabupaten/kota, seperti tersebut di atas. Pada subbidang kelautan ada 30 butir kewenangan. Kewenangan pemerintah pusat secara umum dalam hal penetapan kebijakan norma, standar, prosedur dan kriteria. Kewenangan provinsi dan kabupaten/kota lebih ditekankan pada
156
pelaksanaan kebijakan serta pelaksanaan dan koordinasi. Kewenangan penuh, diantaranya dalam hal pengawasan pelaksanaan penegakan hukum; penetapan kebijakan reklamasi dan mitigasi bencana; pelaksanaan penyerasian dan pengharmonisan pengelolaan wilayah dan sumberdaya laut; perencanaan, pemanfaatan, pengawasan dan pengendalian tata ruang laut; serta rehabilitasi sumberdaya pesisir, pulau-pulau kecil dan laut. Pada subbidang perikanan tangkap ada 24 butir kewenangan. Beberapa hal dilaksanakan oleh pemerintah pusat yaitu pengelolaan dan pemanfaatan perikanan di wilayah laut di luar 12 mil; estimasi stok ikan nasional dan jumlah tangkapan ikan yang diperbolehkan/JTB); fasilitasi kerjasama pengelolaan dan pemanfaatan perikanan antar provinsi; pembuatan dan penyebaraluasan pola mitigasi bencana; pemberian izin penangkapan di atas 30 GT; pembangunan dan pengelolaan pelabuhan perikanan pada wilayah perbatasan dengan negara lain; pelaksanaan pendaftaran kapal perikanan di atas 30 GT; pemberian persetujuan pengadaan, pembangunan dan pemasukan kapal dari luar negeri (impor); serta rekayasa dan teknologi penangkapan ikan. Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota diberi kewenangan, diantaranya dalam hal pengelolaan dan pemanfaatan perikanan di wilayah yang menjadi kewenangannya; fasilitasi kerjasama pengelolaan dan pemanfaatan perikanan antar kabupaten/kota; pemberian izin penangkapan, penetapan kebijakan pungutan perikanan; dukungan pembangunan pelabuhan perikanan; produktivitas kapal penangkap ikan; serta dukungan rekayasa dan pelaksanaan teknologi penangkapan ikan.
2) Kebijakan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota Secara umum pemerintah provinsi dan kabupaten/kota berwenang untuk membuat kebijakan, yang tertuang dalam bentuk Rentra Pembangunan Daerah, Rentra
Pembangunan
Perikanan,
Rencana
Aksi
(Action
Plan),
Arah
Kebijaksanaan Umum (AKU), Nota Kesepakatan Anggaran, dan Rencana Pembangunan Perikanan dan Kelautan. Dinas Perikanan dan Kelautan sebagai unsur pelaksana Pemerintah Kabupaten di bidang perikanan dan kelautan, berwenang menyusun kebijakan perikanan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota sesuai dengan tugas pokok, fungsi dan kewenangan yang diembannya. Arah
157
kebijakan pembangunan perikanan dari masing-masing provinsi dan kabupaten daerah penelitian seperti terlihat pada Tabel 8. Tabel 8 Arah kebijakan pembangunan perikanan dan kelautan provinsi dan kabupaten di Selatan Jawa No.
Provinsi/ Kabupaten
Kebijakan Pembangunan Perikanan
1
Jawa Barat
Akselerasi pembangunan perikanan tangkap di Pantai Selatan Jawa Barat.
2
Sukabumi
3
Garut
4
Jawa Tengah
5
Cilacap
Peningkatan kemampuan manajemen, peningkatan usaha perikanan, peningkatan sarana dan prasarana, peningkatan produksi, inventarisasi sumberdaya, pengendalian pemanfaatan sumberdaya, dan pengembangan Segara Anakan dan Nusakambanagn
6
Kebumen
Meningkatkan kuantitas dan kualitas pembinaan dan pelatihan bagi bakul ikan dan nelayan dengan metode partisipatif, meningkatkan sosialisasi arti penting sumberdaya hayati perikanan dan kelautan, memfasilitasi kemudahan usaha perikanan melalui koperasi, meningkatkan intensifikasi keberadaan kelembagaan kelompok, serta meningkatkan/penyempurnaan sarana prasarana.
7
DI Yogyakarta
Pembangunan sistem bisnis perikanan yang dilaksanakan secara terpadu dan berkelanjutan dengan memperhatikan kelestarian sumberdaya dan lingkungan hidup serta tersedianya prasarana fisik perikanan untuk mendukung kegiatan usaha perikanan
8
Gunung Kidul
Peningkatan produksi perikanan laut dan pengembangan usaha.
9
Jawa Timur
Pemantapan dan pengembangan kelembagaan perikanan, pegelolaan dan pengendalian sumberdaya ikan berkelanjutan, peningkatan pelayanan dalam rangka pemberdayaan komunitas perikanan dan kelautan, pengembangan IPTEK dan pengembangan jaringan informasi, pemasaran dan prasarana.
10
Pacitan
Pemberdayaan masyarakat pesisir, penyediaan sarana dan prasarana perikanan, pembangunan dan pengembangan kawasan pesisir, pengembangan usaha, pemetaan potensi dan peningkatan produksi
11
Trenggalek
Peningkatan pertumbuhan ekonomi sektor kelautan dan perikanan sesuai kemampuan lestari sumberdaya ikan dan daya dukung lingkungan, peningkatan kesejahteraan nelayan, pengelolaan lingkungan dan peningkatan peran laut sebagai pemersatu bangsa
12
Malang
Mengembangkan pemanfaatan sumberdaya perikanan laut dan kelautan, utamanya penangkapan ikan dari jalur satu ke jalur dua keatas secara bertahap dan berkelanjutan khususnya untuk jenis ikan ekonomis penting penunjang ekspor dengan diikuti pengembangan pusat pendaratan ikan yang strategis
Penerapan teknologi tepat guna dalam penangkapan ikan, pemberian modal usaha perikanan dan pemberian bantuan alat tangkap.
Sumber: Laporan Tahunan Dinas Perikanan provinsi/kabupaten
158
Sesuai dengan wewenang yang telah didesentralisasikan pemerintah pusat kepada pemerintah provinsi dan kabupaten/kota pada PP 25/2000, terdapat 30 butir wewenang pada subbidang kelautan dan 24 butir pada subbidang perikanan tangkap. Butir-butir kewenangan tersebut sebagian besar belum diakomodasikan dalam peraturan-peraturan pelaksanaan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Beberapa peraturan daerah yang sudah dibuat, diantaranya yaitu : (1)
SK
Direksi
PERUM
Prasarana
Perikanan
Samudera
005/PPPS/KPTS/DIR.A/III/2001 tentang Ketentuan Tarip Penggunaan Fasilitas, Barang dan Jasa yang Dikelola PERUM Prasarana Perikanan Samudera. (2)
SK Gubernur Jawa Timur 188/14/SK/014/2000 tentang Pembentukan Tim Pembina Penyelenggaraan Pelelangan Ikan di Jawa Timur.
(3)
Peraturan Pemerintah Kabupaten Trenggalek 11/2004 tentang Retribusi Izin Usaha Perikanan di Kabupaten Trenggalek.
(4)
Perda Kabupaten Trenggalek 16/2004 tentang Pengelolaan Sumberdaya Perikanan di Kabupaten Trenggalek.
(5)
SK Bupati Trenggalek 61/2003 tentang Penyelenggaraan Pelelangan Ikan di Kabupaten Trenggalek.
(6)
SK Bupati Kebumen 524.2/402/KEP/2003 tentang Penetapan Biaya Pelaksanaan Pelelangan Ikan di TPI Kabupaten Kebumen.
(7)
SK Bupati Cilacap 44/2004 tentang Perizinan Usaha Perikanan di Wilayah Kabupaten Cilacap.
(8)
Perda Kabupaten Gunung Kidul 3/2001 tentang Retribusi TPI.
5.3.2 Kelembagaan Perikanan Kelembagaan dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu kelembagaan pemerintah, kelembagaan swasta dan kelembagaan masyarakat. Kelembagaan pemerintah berperan sebagai regulator, fasilitator dan administrator dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya.
Kelembagaan swasta berperan
sebagai pelaksana kegiatan pemanfaatan sumberdaya. Kelembagaan masyarakat mencakup lembaga swadaya masyarakat, lembaga non pemerintah dan lembaga masyarakat lain yang bersifat independen. Peran aktif lembaga masyarakat adalah
159
sebagai kontrol sosial terhadap pelaksanaan kegiatan pengelolaan sumberdaya. Kontrol sosial sangat besar peranannya dalam kerangka mengikuti
dinamika
perubahan teknologi dan transformasi sosial yang terjadi.
1) Kelembagaan pemerintah (1) Departemen Kelautan dan Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) sebagai lembaga pemerintah pusat, berperan sebagai regulator, fasilitator dan administrator dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan Indonesia. Lebih lanjut, berbagai hal yang berkaitan dengan perikanan tangkap, dijalankan oleh Direktorat Jenderal Perikanan
Tangkap
(DJPT),
yang
dalam
menjalankan
tugasnya,
akan
berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal lainnya dalam lingkup DKP. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (2005) telah merumuskan visi bagi pembangunan perikanan tangkap, yaitu mewujudkan industri perikanan tangkap yang lestari, kokoh dan mandiri tahun 2020. Untuk mewujudkan visinya, misi yang diemban adalah sebagai berikut: (1) Mengelola sumberdaya ikan secara bertanggungjawab. (2) Mendorong dan memfasilitasi tersedianya prasarana dan sarana pelabuhan perikanan, kapal perikanan, alat tangkap serta sarana pendukung lainnya. (3) Mendorong dan memfasilitasi pengembangan industri perikanan tangkap. Tujuan yang ingin dicapai adalah : (1) Mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya ikan secara berkelanjutan guna menyediakan ikan konsumsi dalam negeri dan bahan baku industri. (2) Meningkatkan peran perikanan tangkap terhadap pembangunan perekonomian nasional. (3) Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan nelayan. Selanjutnya dinyatakan bahwa, sasaran yang ingin dicapai adalah : (1) Peningkatan produksi perikanan tangkap sebesar 2,2% per tahun sehingga mencapai 5.438.840 juta ton pada tahun 2009. (2) Peningkatan penyerapan tenaga kerja menjadi 6.185.000 orang. (3) Pendapatan nelayan minimal Rp 1.500.000,00 per orang per bulan tahun 2009. (4) Peningkatan kontribusi perikanan tangkap terhadap PDB.
160
(5) Peningkatan volume ekspor dan nilai ekspor hingga mencapai 1,26 juta ton dan US $ 3,8 milyar, atau masing-masing tumbuh rata-rata sebesar 8,8% dan 17,4% per tahun. Dalam menjalankan misinya Departemen Kelautan dan Perikanan harus berkoordinasi dengan lembaga lain seperti Direktorat Jenderal Anggaran, Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah, Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi, Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional, Direktorat Jenderal Perlindungan dan Konservasi Alam, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, dan Kementerian Negara dan UKM. Terdapat beberapa panitia ad-hoc seperti Dewan Maritim Nasional, Komisi Pengkajian Stok Sumberdaya Ikan dan Badan Koordinasi Keamanan Laut (BAKORKAMLA).
(2) Kelembagaan dinas di tingkat provinsi dan kabupaten Kelembagaan Dinas yang ada saat ini mengacu pada PP 3/2003 tentang Kelembagaan Dinas. Tugas Dinas Perikanan adalah melaksanakan kewenangan otonomi daerah dalam pelaksanaan tugas desentralisasi di bidang kelautan dan perikanan. Kelembagaan Dinas di tingkat provinsi dan di tingkat kabupaten, searah dengan pelaksanaan otonomi daerah dinamakan sesuai dengan kepentingan daerah. Kelembagaan dinas diatur melalui Peraturan Daerah, sedangkan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas diatur melalui Keputusan Bupati. Salah satu contoh kelembagaan dinas yaitu Dinas Peternakan, Kelautan dan Perikanan Kabupaten Malang, merupakan penggabungan dari Dinas Peternakan dan Dinas Kelautan dan Perikanan berdasarkan pada Perda 4/2004 dan SK Bupati Malang 95/2004 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Peternakan, Kelautan dan Perikanan. Dinas Peternakan, Kelautan dan Perikanan Kabupaten Malang merupakan unsur pelaksana Pemerintah Kabupaten Malang di bidang peternakan, kelautan dan perikanan, dipimpin oleh Kepala Dinas yang melaksanakan tugasnya di bawah dan bertanggugjawab kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah. Penamaan kelembagaan dinas, dasar pembentukan kelembagaan dan visi dari kelembagaan dinas, seperti terlihat pada Tabel 9.
161
Tabel 9 Kelembagaan dinas di tingkat provinsi dan kabupaten di Selatan Jawa
1
Provinsi/ Kabupaten Jawa Barat
Kelembagaan dinas Dinas Perikanan
2
Sukabumi
3
Garut
Dinas Perikanan dan Kelautan Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan
4
Jawa Tengah
5
Cilacap
6
Kebumen
7
DI Yogyakarta
No.
Dasar Pembentukan
Visi
PERDA Provinsi Jawa Barat No. 15 tahun 2001 tentang Kelembagaan Dinas.
Pengaturan dan pelayanan prima mewujudkan perikanan yang berorientasi agribisnis/marine bisnis, berwawasan lingkungan dan berbasis ekonomi rakyat.
PERDA Kabupaten Garut No. 8 tahun 2004 tentang Kelembagaan Dinas. Keputusan Bupati Garut No. 317 dan No. 330 tahun 2004 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja.
Bersama masyarakat peternak dan nelayan menuju ketahanan pangan yang berwawasan agribisnis pada tahun 2010.
Dinas Perikanan dan Kelautan Dinas Kelautan PERDA Kabupaten dan Perikanan Cilacap No. 36 tahun 2003 tentang Kelembagaan Dinas. Keputusan Bupati Cilacap No. 18 tahun 2004 tentang Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Dinas PERDA Kabupaten Peternakan, Kebumen No. 25 tahun Perikanan dan 2004 tentang Kelautan Kelembagaan Dinas.
Dinas SK Gubernur No.99 Perikanan dan tahun 2001 Susunan Kelautan Organisasi dan Tata Kerja Dinas
Mewujudkan Kabupaten Cilacap sebagai pusat kegiatan perikanan dan kelautan yang berbasis pembangunan ekonomi dan sosial
Terwujudnya masyarakat sejahtera melalui pengembangan potensi dan peningkatan produksi peternakan, perikanan dan kelautan yang berwawasan agribisnis dan berbasis sumberdaya yang tersedia Terwujudnya usaha yang profesional dalam mengelola sumberdaya perikanan dan kelautan secara rasional untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
162
Tabel 9 Lanjutan Provinsi/ Kabupaten Gunung Kidul
Kelembagaan dinas Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Perikanan
9
Jawa Timur
Dinas PERDA Provinsi Jawa Perikanan dan Timur No. 36 tahun Kelautan 2000 tentang Kelembagaan Dinas.
10
Pacitan
Dinas PERDA Kabupaten Kelautan, Pacitan No. .. tahun Perikanan dan ..tentang Kelembagaan Peternakan Dinas.
11
Trenggalek
12
Malang
Dinas Kelautan PERDA Kabupaten dan Perikanan Trenggalek No. 8 tahun 2003 tentang Kelembagaan Dinas Keputusan Bupati Trenggalek No. 804 tahun 2003 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Dinas PERDA Kabupaten Peternakan, Malang No. 4 tahun Kelautan dan 2004 tentang Kelembagaan Dinas. Perikanan Keputusan Bupati Malang No. 95 tahun 2004 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja
No. 8
Dasar Pembentukan
Visi
PERDA Kabupaten Gunung Kidul No. 23 tahun 2000 tentang Kelembagaan Dinas.
Terwujudnya instansi pelayanan pembangunan pertanian dan perikanan untuk memantapkan ketahanan pangan dan peningkatan sistem dan usaha agribisnis di Kabupaten Gunung Kidul. Pengelolaan sumberdaya perikanan dan kelautan secara berkelanjutan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat serta memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa. Terwujudnya masyarakat kelautan, perikanan dan peternakan yang produktif melalui optimalisasi sumberdaya yang berwawasan lingkungan. Terwujudnya masyarakat perikanan yang berdaya, sejahtera dan berwawasan lingkungan
Terwujudnya masyarakat yang sehat dan sejahtera melalui pembangunan peternakan, kelautan dan perikanan yang berkelanjutan, berdaya saing, berwawasan agribisnis dan berbasis sumberdaya lokal
Peran kelembagaan dinas yang memiliki tugas pokok dan fungsi sebagai unsur pelaksanan pemerintah provinsi/kabupaten di bidang perikanan dan kelautan, memiliki kewenangan desentralisasi dan dekonsentrasi di bidang perikanan dan kelautan. Kewenangan dan besarnya porsi pembangunan yang
163
dilakukan oleh dinas, akan dipengaruhi oleh struktur kelembagaan dinas yang ada. Sebagai contoh Struktur Dinas Perikanan Kabupaten Gunung Kidul yang mencakup 5 subdinas, yaitu Subdinas Produksi Tanaman Pangan dan Holtikultura, Perlindungan, Usaha Tani, Penyuluhan dan Subdinas Perikanan. Berdasarkan struktur yang demikian, maka porsi pembangunan perikanan akan kecil. Berbeda dengan struktur dinas di Kabupaten Sukabumi, Cilacap, dan Trenggalek, dimana struktur dinas tidak bergabung dengan sektor lain tetapi berdiri sendiri. Porsi pembangunan perikanan dengan struktur yang demikian, memiliki porsi pembangunan perikanan yang lebih besar.
(3) Kelembagaan di pelabuhan perikanan Pelabuhan perikanan sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan bisnis perikanan, sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh, dan/atau bongkar muat ikan (Bab I Pasal 1 UU 31/ 2004). Untuk menunjang peran tersebut, terdapat kelembagaan di pelabuhan perikanan diantaranya yaitu: (a) UPT Pelabuhan, berwewenang dan bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan, pengembangan, pemeliharaan dan pengelolaan sarana pokok, dan penunjang. Menyelenggarakan pelaksanaan teknis terhadap kapal perikanan, ketertiban, kebersihan. Mengkoordinasikan kegiatan instansi terkait di pelabuhan perikanan. (b) PERUM Prasara Pelabuhan Perikanan Samudera, berwewenang dan bertanggungjawab melaksanakan pelayanan barang dan atau jasa dan pengusahaan sarana komersial pelabuhan perikanan. (c) Dinas Perikanan, berwewenang dan bertanggungjawab melaksanakan pembinaan teknis perikanan sesuai kewenangan daerah di bidang perikanan. (d) Kantor Syahbandar, berwewenang dan bertanggungjawab memberikan perizinan kapal dan melaksanakan pengawasan yang berkaitan dengan keselamatan bagi kapal perikanan. (e) Pengawas perikanan, mempunyai wewenang dan tanggungjawab memberikan perizinan dan melaksanakan pengawasan dokumen kapal. (f) Kantor Kesehatan Pelabuhan, mempunyai wewenang dan tanggungjawab melakukan penanganan dan pengawasan kesehatan di pelabuhan perikanan.
164
(g) Kantor imigrasi, mempunyai wewenang dan tanggungjawab melaksanakan pengawasan terhadap ABK asing yang keluar atau masuk wilayah RI. (h) Kantor Bea dan Cukai, berwewenang dan bertanggungjawab melaksanakan pengawasan terhadap barang-barang muatan kapal perikanan dari atau ke luar negeri yang berkaitan dengan pabean. (i) Karantina ikan, mempunyai wewenang dan tanggungjawab melaksanakan karantina ikan baik antar daerah atau antar negara. (j) POLRI/AIRUD, mempunyai wewenang dan tanggungjawab melaksanakan penangkapan, penyelidikan dan penanggulangan kasus-kasus kriminal.
2) Kelembagaan usaha Kelembagaan usaha terdiri dari usaha skala besar, skala menengah dan skala kecil.
Kelembagaan usaha berperan sebagai pelaksana kegiatan pemanfaatan
sumberdaya baik dalam kegiatan penangkapan, pengolahan, maupun pemasaran. Pada umumnya peran dari kelembagaan usaha lebih menekankan pada keuntungan, serta sedikit kepeduliannya pada kelestarian sumberdaya. Permasalahan kelembagaan usaha perikanan menurut Dirjen Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Pemasaran DKP (2005), diantaranya adalah : (1) Usaha perikanan sebagian besar merupakan usaha skala kecil dengan tingkat produktivitas dan efisiensi usaha yang rendah. (2) Kemampuan permodalan rendah, selalu kalah dengan tatanan ekonomi lokal. (3) Sistem tata niaga perikanan yang tidak berpihak kepada nelayan. (4) Kesulitan akses terhadap faktor produksi, harga jual hasil tangkapan murah. (5) Lembaga usaha belum sepenuhnya mengakomodasikan kebutuhan nelayan. Kelembagaan usaha yang umum adalah dalam bentuk Koperasi (Tabel 10). Kelembagaan usaha lain diantaranya dalam bentuk Kelompok Usaha Bersama (KUB), dan Badan Usaha Milik Rakyat (BUMR). Fasilitasi dari pemerintah diperlukan untuk memperkuat dan meningkatkan kapasitas kelembagaan usaha.
3) Kelembagaa masyarakat Kelembagaan masyarakat mencakup lembaga swadaya masyarakat, lembaga non pemerintah dan lembaga masyarakat lain yang bersifat independen. Peran
165
aktif lembaga masyarakat adalah sebagai kontrol sosial terhadap pelaksanaan kegiatan pengelolaan sumberdaya. Kontrol sosial sangat besar peranannya dalam kerangka mengikuti dinamika perubahan teknologi dan transformasi sosial yang terjadi dalam pengelolaan sumberdaya. Tabel 10 Kelembagaan usaha perikanan yang ada di kabupaten di Selatan Jawa No. 1
Provinsi/ Kabupaten Sukabumi
Kelembagaan swasta
Keanggotaan
Kegiatan
1. KUD Mandiri Mina Sinar Laut
Nelayan
- Penyediaan perbekalan melaut - Penyaluran BBM dan alat penangkapan ikan - Penyelenggara pelelangan Ikan
2. Koperasi Karyawan Mina Nusantara 1. Forum Komunikasi Usaha Perikanan (FKUB KUB Kabupaten garut
Pengelola Perikanan
- Pemeliharaan fasilitas - Penyelenggaraan pemasaran ikan - Menumbuhkembangkan usaha di bidang perikanan dan kelautan
2
Garut
3
Cilacap
4 5
Kebumen Gunung Kidul
1. KUD Mino Saroyo 2. BUMR PT Mina Mitra Sejahtera 3. KUB Minowati 1. KUD Mino Pawurni 1. KUD Mina Samodra
6
Pacitan
1. KUD Mina
KUB Laut, KUB Pembudidaya Ikan, KUB Pemasaran
Nelayan Nelayan
Nelayan, bakul
Nelayan
7
8
Trenggalek
Malang
2. Koperasi Nelayan Mina Upadi 1. KUD Mina Teluk Prigi (SINATI) 2. Koperasi Bakul Ikan (KBI) 1. KUD Mina Jaya
- Penyediaan perbekalan - Pengeringan ikan - Usaha telepon - Pengelolaan Tempat Pelelangan Ikan - Penyediaan kebutuhan operasi penangkapan - Usaha simpan pinjam - Penangkapan Ikan - Usaha kapal fiberglass - Kegiatan perbengkelan
Nelayan
Pedagang Nelayan, pengolah ikan dan pedagang
- Penyelenggara pelelangan ikan - Penyedia perbekalan melaut
166
Ostrom (1992) diacu dalam Nikijuluw 2002, menyatakan bahwa ada dua atribut kunci yang merupakan faktor pendorong masyarakat untuk bekerjasama. Faktor tersebut adalah (1) Jika masyarakat memiliki derajat homogenitas yang tinggi dalam hubungan kekerabatan, etnis, agama, kepentingan, kepercayaan, budaya, serta strategi pengembangan mata pencarian; dan (2) Jika ketergantungan masyarakat cukup tinggi atas sumberdaya perikanan serta kesempatan yang kurang bagi masyarakat untuk menggeluti mata pencaharian lain. Kelembagaan masyarakat yang sudah berkembang, diantaranya adalah Rukun Nelayan. Rukun Nelayan umumnya berfungsi sebagai sarana silaturahmi antar nelayan. Pertemuan anggota, biasanya rutin dilakukan setiap bulan sekali untuk membahas hal-hal yang terkait dengan kepentingan mereka. Rukun Nelayan cukup efektif untuk membangun rasa kebersamaan, menyelesaikan permasalahan atau konflik serta berbagai upaya pembangunan perikanan berbasis masyarakat. Sebagai upaya membangun sistem pengawasan pengelolaan sumberdaya berbasis masyarakat (SISWASMAS), telah dibentuk kelompok-kelompok pengawas masyarakat (POKWASMAS). Contohnya adalak POKWASMAS Jala Bahari di Cilacap dan POKWASMAS Prigi Lestari di Trenggalek. Tujuan dibentuknya POKWASMAS adalah meningkatkan kesadaran dan komitmen masyarakat dalam usaha pelestarian sumberdaya ikan dan habitat serta meningkatkan efektivitas pengawasan terhadap pemanfaatan sumberdaya.
5.3.3 Beberapa Kebijakan dan Program Pembangunan Perikanan Dalam rangka melakukan kegiatan pengelolaan sumberdaya perikanan khususnya di Perairan Selatan Jawa, berbagai kebijakan dan program telah dilakukan. Kebijakan dan program tersebut diantaranya yaitu: 1) Pembentukan Forum Koordinasi Pengelolaan Pemanfaatan Sumberdaya Ikan (FKPPS) Koordinasi dalam melakukan pengelolaan sumberdaya perikanan telah diupayakan oleh pemerintah, dengan dibentuknya Forum Koordinasi Pengelolaan Pemanfaatan
Sumberdaya
Ikan
(FKPPS),
melalui
Kepmen
Pertanian
994/Kpts/KP.150/9/99. Forum terdiri atas FKPPS Nasional dan FKPPS Wilayah. FKPPS Nasional bertugas membantu Menteri Pertanian dalam merumuskan dan menetapkan kebijaksanaan pengelolaan sumberdaya ikan di laut.
167
Pertemuan oleh FKPPS Nasional minimal diselenggarakan sekali dalam dua tahun. Pertemuan digunakan untuk: (1) membahas hasil inventarisasi/masukan data dan informasi pemanfaatan sumberdaya ikan serta permasalahan yang timbul; (2) memberi pertimbangan, pendapat maupun saran pemecahan, sebagai upaya menyelesaikan permasalahan; (3) memberi masukan kebijaksanaan pengelolaan sumberdaya ikan di laut, khususnya sumberdaya ikan lintas propinsi. Untuk FKPPS Wilayah, pertemuan diadakan minimal sekali dalam satu tahun. Dimaksudkan untuk membantu FKPPS Nasional dalam: (1) mempercepat arus data dan informsi; (2) identifikasi dan pemecahan masalah/kasus; (3) merumuskan konsep kebijaksanaan pengelolaan sumberdaya ikan, termasuk alokasi pengembangannya yang merupakan hasil kesepakatan di dalam upaya pengelolaan bersama sumberdaya ikan di wilayah masing-masing. Cakupan FKPPS Wilayah IX yaitu Perairan Samudera Hindia, Selatan Jawa, Bali dan Nusa Tenggara. Keanggotaannya meliputi Dinas Perikanan Provinsi yaitu NAD, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, NTB, dan NTT. Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah menganggarkan dana yang cukup besar untuk kegiatan FKPPS, anggaran tahun 2005 sebesar Rp 82.572.500,00 untuk kegiatan pertemuan FKPPS regional dan nasional (Diskan Provinsi Jawa Barat 2005). Kedepan FKPPS ini diharapkan dapat meningkatkan kinerjanya untuk dapat memberikan konstribusi nyata bagi upaya pengelolaan sumberdaya perikanan, baik secara nasional maupun wilayah.
2) Program Mitra Bahari Program Mitra Bahari (PMB) dibentuk dalam rangka melakukan akselerasi pembangunan masyarakat pesisir, laut dan pulau-pulau kecil.
Program ini
diinisiasi oleh Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Ditjen KP3K), pada tahun 2002. Program bertujuan memecahkan permasalahan yang ada di pesisir, dalam mengelola sumberdaya yang terdapat di daerah mulai dari perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi program. Program melibatkan unsur Dinas Perikanan, Perguruan Tinggi, LSM, Tokoh Masyarakat dan stakeholder lainnya.
168
Untuk wilayah Jawa Barat telah dibentuk kelembagaan PMB yang disebut Konsorsium PMB Sub Regional Center Jawa Barat, dengan koordinator Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK IPB). Dalam pelaksanaannya, kelembagaan PMB belum memberikan kontribusi nyata bagi upaya pengelolaan sumberdaya perikanan di daerah, sesuai dengan tujuan yang diembannya. 3) Proyek Pembangunan Masyarakat Pantai dan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan (PMP2SP) atau Co-Fish Proyek PMP2SP dilaksanakan di Kabupaten Trenggalek mulai tahun 1998 dan berakhir tahun 2005, bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pantai dan upaya pengelolaan sumberdaya perikanan lestari. Kegiatan meliputi: (1) pengelolaan keragaman hayati, (2) pengelolaan kawasan pelestarian alam (PKPA), (3) pengembangan usaha ekonomi, dan (4) penguatan kelembagaan. Kegiatan Co-Fish telah berperan besar bagi upaya pengelolaan sumberdaya perikanan di Kabupaten Trenggalek. Berbagai kelembagaan masyarakat terbentuk melalui kegiatan Co-Fish, diantaranya Kelompok Pengelolaan Masyarakat Berbasis Komunitas (PSBK) Watulimo, Komite Perikanan Lokal (KPL) Kecamatan Panggul dan Munjungan,
serta organisasi Peningkatan Peranan
Wanita Tani Nelayan (P2WTN) Wanita Bahari Kecamatan Watulimo dan di kecamatan lainnya. Secara umum kegiatan Co-Fish telah banyak meningkatkan wawasan, pengetahuan dan memberdayakan ekonomi masyarakat pesisir, namun belum terlihat adanya upaya keberlanjutan program, setelah Co-Fish berakhir.
4) Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) merupakan program pemerintah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir melalui penyaluran dana untuk kegiatan usaha bagi masyarakat. Program PEMP dibiayai melalui dana Program Jaring Pengaman Sosial yang secara khusus diambilkan dari Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak. Program PEMP telah dilaksanakan sejak tahun anggaran 2001. Bertujuan: (1) meningkatkan partisipasi masyarakat pesisir dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pengembangan kegiatan ekonomi; (2) menciptakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha; (3) mengelola dan memanfaatkan sumberdaya
169
pesisir dan laut secara optimal, dan
berkelanjutan dengan memperhatikan
kelestarian lingkungan; (4) memperkuat kelembagaan sosial ekonomi masyarakat dan kemitraan; (5) mendorong terwujudnya mekanisme manajemen pembangunan yag partisipatif dan transparan dalam kegiatan masyarakat; (6) serta mengurangi beban masyarakat miskin di pesisir yang diakibatkan oleh kenaikan BBM. Dana PEMP diberikan kepada masyarakat pesisir yang menetap di daerah pantai, yang bekerja atau berusaha sebagai nelayan, pembudidaya ikan, pedagang, pengolah ikan, usaha jasa perikanan, dan pariwisata serta usaha lain yang terkait dengan usaha perikanan dan kelautan.
Dana diberikan kepada kelompok-
kelompok usaha, yang disebut sebagai Kelompok Masyarakat Pemanfaat (KMP). Perguliran dana PEMP dikelola oleh Lembaga Ekonomi Pengembangan Pesisir Mikro Mitra Mina (LEPPM3). Dalam pelaksanaannya LEPPM3 sebagai lembaga ekonomi mikro, belum memiliki legalitas dan standar operasional yang jelas.
Hal ini menjadikan tujuan program PEMP dalam memberdayakan
masyarakat pesisir, memiliki tingkat keberhasilan yang berbeda di tiap daerah.
5) Proyek Manajemen Unit (PMU) Proyek Manajemen Unit (PMU) merupakan program dari Pemerintah Daerah Jawa Timur dalam rangka mengembangkan potensi perikanan di Perairan Selatan Jawa Timur. Program ini berupa pinjaman armada kapal kepada nelayan sebagai sarana penangkapan ikan. Tujuan PMU: (1) mengurangi overfishing di Perairan Utara Jawa; (2) optimasi pemanfaatan Perairan Selatan Jawa Timur; (3) serta menekan pencurian ikan oleh nelayan asing di Perairan Selatan Jawa Timur. PMU dipusatkan di kawasan PPP Pondokdadap Sendangbiru Kabupaten Malang. Komponen PMU terdiri atas unsur nelayan serta KUB, Pengusaha, Investor, Perbankan, Intansi Teknis (Petugas Lapangan, Dinas, TPI) serta komponen masyarakat bisnis yang lain, yang berperan sebagai pembina dan partner dalam rangka pembukaan dan pengembangan wilayah perairan selatan Jawa Timur. Distribusi pengadaan kapal penangkap ikan dialokasikan kepada Kelompok Usaha Bersama (KUB), berupa dana bergulir (revolving) melalui sistem bagi hasil. Dalam pelaksanaannya program ini tidak berhasil dengan baik.