2
TINJAUAN PUSTAKA
Sampai sejauh ini, belum ada penelitian yang mengkaji pengembangan terpadu perikanan tangkap dan wisata bahari di Kabupaten Cianjur. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan terkait pengembangan perikanan tangkap dan wisata bahari adalah di Pantai Palabuhanratu oleh Putra (2009); di Pantai Baron, D.I Yogyakarta oleh Kurniati (2005); di Pantai Popoh, Jawa Timur oleh Herawati (2000); di Kab. Jembrana Bali oleh Budiadnya (1997) dan di Pangandaran oleh Hidayati (1997). Berikut ini disajikan gambaran perikanan tangkap dan wisata bahari di Kabupaten Cianjur, termasuk gambaran Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Jayanti Kabupaten Cianjur dan gambaran konsepsi dasar pengembangan terpadu perikanan tangkap dan wisata bahari. 2.1
Perikanan Tangkap dan Peranannya
2.1.1 Perikanan tangkap di Kabupaten Cianjur Pusat kegiatan perikanan tangkap di Kabupaten Cianjur berada di Pantai Jayanti. Di pantai ini, kegiatan perikanan tangkap masih bersifat tradisional. Hal ini terlihat dari unit penangkapan seperti perahu penangkap ikan dan alat tangkap yang digunakan masih sederhana dan jumlahnya masih terbatas (Farida, 2006). Perahu penangkap ikan, selain digunakan untuk mengoperasikan alat tangkap seperti pancing ulur dan jaring rampus, juga sebagai alat transportasi dari Pantai Jayanti ke Pantai Rancabuaya yang berada di Kabupaten Garut. Perahu tersebut menggunakan motor tempel dengan badan perahu terbuat dari fiber (Sudita, 2009). Di samping alat tangkap pancing ulur dan jaring rampus, ada alat tangkap lain yang biasa digunakan nelayan Pantai Jayanti untuk menangkap ikan di laut yaitu jaring ampar. Ketiga jenis alat tangkap tersebut digunakan nelayan PPI Jayanti untuk menangkap ikan di sekitar perairan Jayanti, Sindangbarang dan Agrabinta (Sudita, 2009). Nelayan di PPI Jayanti berjumlah sekitar 600 orang dengan produksi kurang dari 100 ton/tahun (Ramadhan, 2005). Masih rendahnya produksi hasil tangkapan
4
nelayan PPI Jayanti bukan disebabkan tidak adanya sumberdaya ikan, namun lebih disebabkan terbatasnya daya jangkau nelayan ke daerah penangkapan ikan, sehingga ikan yang berada jauh dari Pantai Cianjur Selatan atau di perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) belum tersentuh nelayan. Keterbatasan daya jangkau nelayan ke daerah penangkapan ikan di atas merupakan dampak dari beberapa hal, seperti ukuran perahu dan mesin yang kecil, alat tangkap yang sederhana dan tingkat teknologi penangkapan ikan yang masih sangat rendah. Ukuran perahu dan mesin yang kecil sangat mempengaruhi daya jangkau penangkapan yang dilakukan nelayan.
Nelayan PPI Jayanti
menggunakan perahu dengan ukuran sekitar 3 GT dan mesin 15 PK sehingga hanya mampu melakukan operasi penangkapan ikan di sekitar perairan pantai dan beberapa muara sungai; tidak jarang nelayan terkendala dengan besarnya ombak ketika akan berlayar jauh ke arah samudera (Sudita, 2009). Selain ukuran perahu dan mesin yang kecil, alat tangkap yang digunakan juga masih sederhana, yaitu alat tangkap pancing ulur, jaring ampar dan jaring rampus. Alat-alat tangkap ini hanya dapat dioperasikan untuk menangkap ikanikan yang relatif berukuran kecil. Untuk mengoperasikan alat tangkap tersebut, nelayan di daerah ini belum menggunakan bantuan mesin dan teknologi lainnya selain yang telah disebutkan di atas. Nelayan di PPI Jayanti, mengingat daerah penangkapan ikannya yang tidak jauh, belum memerlukan alat-alat canggih seperti global possitioning system (GPS) dan fish finder untuk dapat menentukan daerah mana yang banyak sumber ikannya (Sudita, 2009).
Nelayan menggunakan naluri dan pengalaman saja
sehingga dapat dikatakan bahwa teknologi yang digunakan oleh nelayan masih sangat rendah. Terbatasnya daya jangkau nelayan terhadap daerah penangkapan ikan, mendapat perhatian positif dari Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat. Salah satu program yang dilakukan adalah pemasangan rumpon (Anonymous, 2008b). Pemasangan rumpon ini dilakukan untuk membantu para nelayan dalam membantu menentukan lokasi penangkapan ikan; dimana rumpon dipasang sebagai sarana pemikat ikan agar ikan berkumpul di sekitarnya. Dengan pemasangan rumpon ini diharapkan para nelayan tidak lagi mencari-cari daerah
5
penangkapan ikan terlebih dahulu kemudian baru menangkap ikan, namun para nelayan dapat langsung menuju dan menangkap ikan di sekitar rumpon tersebut. Dengan demikian, para nelayan dapat merasakan manfaat dari rumpon yaitu berupa adanya kepastian yang lebih baik untuk mendapatkan hasil tangkapan yang diperoleh dan upaya penghematan biaya operasional. Hal ini tentunya diharapkan akan berdampak positif bagi Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Jayanti berupa adanya peningkatan jumlah hasil tangkapan yang didaratkan. 2.1.2 Peranan perikanan tangkap Perikanan tangkap di Cianjur memiliki peranan yang penting; diantaranya adalah sebagai salah satu penyedia sumber gizi ikani bagi masyarakat, sebagai penyedia ikan/hasil tangkapan bagi wisatawan dan sebagai penyedia lapangan kerja/sumber pencaharian bagi masyarakat sekitar. Sebagai penyedia sumber gizi, ikan mengandung berbagai zat yang diperlukan tubuh seperti lemak tak jenuh ganda Omega 3 (DHA dan EPA); protein (protein ikan laut lengkap); vitamin-vitamin: A, B12, D dan E; mineralmineral: fosfor, kalsium, natrium, selenium, seng dan iodium (Soehardi, 2004). Hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Jayanti pada tahun 2007 meliputi ikan banjar (Rastrelliger sp.) (3,8%), cabuk (pari; Trygon sp.) (0,3%), buas (cucut; Carcharhinus sp.) (0,0%), jangilus (Istiophorus sp.) (0,1%), kacang-kacang (Sphyraena sp.) (0,2%), kadukang (manyung; Arius sp.) (0,0%), kakap merah (Lutjanus sp.) (0,4%), layur (Trichiurus sp.) (89,3%), pisang-pisang (Casio sp.) (0,3%), remang (Congresox sp.) (0,5%), siput (0,4%), tenggiri (Scomberomerus sp.) (2,2%), tongkol (Auxis sp.) (1,8%), udang (Penaeus sp.) (0,0%) dan lain-lain (0,6%) (Anonymous, 2008b). Bagi wisatawan yang berkunjung ke PPI Jayanti, hasil tangkapan berupa ikan ini menjadi daya tarik tersendiri. Selain dapat dijadikan sebagai oleh-oleh, mereka juga dapat mengkonsumsi langsung ikan hasil tangkapan yang sudah dimasak terlebih dahulu. Cara memasak ikan yang paling banyak digemari adalah dibakar. Dengan melihat kondisi bahwa salah satu faktor daya tarik PPI Jayanti bagi wisatawan adalah hasil tangkapannya, maka subsektor perikanan tangkap
6
senantiasa berusaha menyediakan ikan untuk dapat memenuhi kebutuhan wisatawan dalam berbagai musim, sepanjang tahun. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya di atas, perikanan tangkap di PPI Jayanti juga berperan menjadi penyedia lapangan pekerjaan/sumber pencaharian bagi masyarakat sekitar. Walaupun hanya sebagian kecil nelayan di PPI Jayanti yang bekerja sebagai nelayan tetap, tetapi jika musim puncak ikan (bulan Agustus-Desember) tidak sedikit yang awalnya para petani, beralih profesi sementara menjadi nelayan. Nelayan seperti ini lebih dikenal sebagai nelayan sambilan. Jumlah nelayan tetap di PPI Jayanti adalah 220 orang dan 380 orang bekerja sebagai nelayan sambilan (Sudita, 2009). 2.2
Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) dan Peranannya
2.2.1 Definisi dan kriteria PPI Menurut Lubis (2002), bahwa pelabuhan perikanan sebagai pelabuhan khusus di bidang perikanan adalah suatu wilayah perpaduan antara daratan dan lautan yang dipergunakan sebagai pangkalan kegiatan penangkapan ikan dan dilengkapi dengan berbagai fasilitas sejak ikan didaratkan sampai ikan didistribusikan. Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) sendiri merupakan tempat bertambat dan berlabuhnya perahu atau kapal perikanan, tempat pendaratan hasil tangkapan, dan merupakan lingkungan kerja kegiatan ekonomi perikanan yang meliputi area perairan dan daratan, dalam rangka memberikan pelayanan umum dan jasa untuk memperlancar kegiatan perahu perikanan dan usaha perikanan (Lubis, 2000 vide Novemasari, 2005). Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Kep.10/Men/2004 tentang pelabuhan perikanan, karakteristik PPI diklasifikasikan sebagai berikut (Anonymous, 2004): a)
Daerah operasional perahu ikan yang dilayani meliputi perairan pedalaman dan perairan kepulauan
b)
Fasilitas tambat/labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang-kurangnya 3 GT
c)
Panjang dermaga sekurang-kurangnya 50 m
7
d)
Kedalaman kolam minus 2 m
e)
Mampu menampung sekurang-kurangnya 20 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 60 GT kapal perikanan sekaligus
f)
Memiliki lahan sekurang-kurangnya 2 ha Menurut
Peraturan
Menteri
Kelautan
dan
Perikanan
Nomor
Per.16/MEN/2006 disebutkan bahwa kriteria suatu PPI adalah sebagai berikut (Anonymous, 2006): a)
Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di perairan pedalaman dan perairan kepulauan
b)
Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurangkurangnya 3 GT
c)
Panjang dermaga sekurang-kurangnya 50 m dengan kedalaman kolam minus 2 m
d)
Mampu menampung sekurang-kurangnya 20 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 60 GT kapal perikanan sekaligus Ada perbedaan kriteria PPI berdasarkan kedua peraturan di atas yaitu
mengenai pencantuman lahan PPI, pada Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Kep.10/Men/2004 tercantum bahwa luas lahan suatu PPI sekurang-kurangnya adalah 2 ha, sedangkan pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Per.16/MEN/2006 tidak lagi dicantumkan kriteria luas lahan suatu PPI. 2.2.2 Fasilitas PPI Jenis dan kapasitas fasilitas yang ada di suatu pelabuhan perikanan (termasuk PPI) berkembang sesuai dengan kebutuhan operasional pelabuhan. Fasilitas-fasilitas tersebut terdiri atas fasilitas pokok, fasilitas fungsional dan fasilitas penunjang (Lubis, 2002). Secara umum, yang termasuk fasilitas pokok, fasilitas fungsional dan fasilitas penunjang di suatu PPI adalah sebagai berikut: 1)
Fasilitas Pokok Fasilitas pokok adalah fasilitas dasar yang harus dipenuhi oleh suatu PPI
dimana fasilitas-fasilitas tersebut diperlukan untuk melindungi perahu/kapal ikan yang mendaratkan hasil tangkapannya dari gangguan alam. Adapun fasilitas
8
pokok pada suatu PPI biasanya adalah dermaga, kolam pelabuhan dan alat bantu navigasi. 2)
Fasilitas Fungsional Fasilitas fungsional adalah fasilitas yang berfungsi untuk meninggikan nilai
guna dari fasilitas pokok dan mendukung kelancaran operasional PPI dengan cara memberikan pelayanan-pelayanan yang diperlukan di suatu PPI.
Fasilitas
fungsional di PPI diantaranya tempat pelelangan ikan (TPI), fasilitas pengolahan hasil tangkapan, pabrik es, gedung pemasaran ikan, area perbaikan alat tangkap, bengkel dan instalasi air bersih. 3)
Fasilitas Penunjang Fasilitas
penunjang
adalah
fasilitas
yang
secara
tidak
langsung
meningkatkan peranan pelabuhan dan sebagai pelengkap kebutuhan operasional dimana para pelaku mendapatkan kenyamanan dalam melakukan aktivitasnya di pelabuhan. Di antara yang tergolong pada fasilitas penunjang adalah kantor PPI, kios perlengkapan penangkapan, musholla, mess, kantin dan toilet. 2.2.3
Fungsi dan peranan PPI Berdasarkan penjelasan Pasal 41 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun
2004 tentang Perikanan, disebutkan bahwa fungsi pelabuhan perikanan (termasuk PPI) adalah sebagai tempat tambat-labuh perahu perikanan, tempat pendaratan ikan, tempat pemasaran dan distribusi ikan, tempat pelaksanaan pembinaan mutu hasil perikanan, tempat pengumpulan data hasil tangkapan, tempat untuk memperlancar kegiatan operasional perahu perikanan dan tempat pelaksanaan
penyuluhan
serta
pengembangan
masyarakat
nelayan
(Anonymous, 2004). Pangkalan Pendaratan Ikan berfungsi secara langsung sebagai pusat kegiatan masyarakat nelayan berupa (Herawati, 2000): a.
Tempat kegiatan dan pengembangan ekonomi masyarakat nelayan Sebagai pusat kegiatan perikanan tentunya pelabuhan sangat berperan dalam
pengembangan ekonomi masyarakat sekitarnya. Selain sebagai tempat terjadinya transaksi jual-beli ikan, pengolahan, perbaikan perahu dan alat tangkap, juga sebagai pusat kehidupan nelayan sehari-hari bahkan industri perikanan.
9
b.
Sebagai pusat pendaratan dan pendistribusian hasil tangkapan Hasil tangkapan yang diperoleh nelayan biasanya didaratkan di pelabuhan.
Selain untuk dipasarkan secara langsung, ada juga hasil tangkapan yang kemudian diolah menjadi bahan industri atau hanya sekedar didaratkan kemudian didistribusikan ke luar daerah atau ke luar negeri. c.
Pusat jaringan informasi antara nelayan dan masyarakat sekitar pelabuhan Pelabuhan merupakan pusat informasi dan data perikanan.
Berbagai
kalangan yang mencari sumber informasi baik secara langsung maupun tidak langsung terkait perikanan biasanya disediakan oleh pelabuhan perikanan. Menurut Direktorat Jenderal Perikanan (1994) vide Lubis (2002) bahwa pelabuhan perikanan berperan sebagai pusat pengembangan ekonomi perikanan baik berskala lokal, nasional, maupun internasional ditinjau dari aspek: 1)
Produksi: pelabuhan perikanan merupakan tempat para nelayan melakukan kegiatan-kegiatan produksinya, mulai dari memenuhi kebutuhan perbekalan untuk menangkap ikan di laut sampai membongkar hasil tangkapannya di dermaga.
2)
Pengolahan: pelabuhan perikanan berfungsi menyediakan sarana-sarana yang dibutuhkan untuk mengelola hasil tangkapannya.
3)
Pemasaran: pelabuhan perikanan merupakan pusat pengumpul dan tempat awal pemasaran hasil tangkapan. Pengembangan ekonomi perikanan di pelabuhan juga harus ditunjang oleh
industri perikanan baik industri hulu maupun hilir dan pengembangan sumberdaya manusia khususnya masyarakat nelayan yang ada di sekitar pelabuhan tersebut. 2.3
Wisata Bahari dan Peranannya
2.3.1 Pengertian wisata bahari Wisata bahari adalah wisata dengan objek/tujuan berupa kawasan pantai dan laut misalnya, menyelam, berselancar, berlayar, memancing dan lain-lain (Samsuridjal, 1997 vide Hata, 2007). Wisata bahari merupakan bagian dari wisata alam, dimana wisata alam adalah kegiatan pariwisata yang memanfaatkan potensi sumberdaya alam serta ekosistemnya baik dalam bentuk asli maupun perpaduan hasil buatan manusia.
10
Kegiatan wisata alam yang dilakukan manusia pada dasarnya dapat digolongkan pada dua hal yaitu (Anonymous, 1987 vide Iswoyo, 1994): 1)
Wisata darat, meliputi lintas alam, mendaki gunung, menelusuri gua, berburu dan fotografi
2)
Wisata tirta atau bahari, meliputi menyelam, berenang, berlayar, berselancar, memancing dan fotografi Selanjutnya dinyatakan pula bahwa menurut jenisnya, kegiatan wisata alam dapat digolongkan menjadi dua kegiatan yaitu:
1)
Wisata alam yang sifatnya aktif karena pengunjung dituntut aktif melakukan kegiatannya di tempat rekreasi tersebut, seperti memancing dan mendaki gunung
2)
Wisata alam yang sifatnya pasif karena pengunjung tidak perlu mengerahkan kemampuannya agar dapat memperoleh kesenangan di tempat rekreasi, seperti melihat pemandangan alam. Pengertian pariwisata sendiri menurut Cooper (1993) vide Iswoyo (1994)
adalah pergerakan seseorang dari tempat tinggal ke suatu tempat rekreasi. Sebagaimana disebutkan di atas bahwa wisata bahari sebagai bagian dari wisata alam, tidak hanya akan mengandalkan keaslian alam namun biasanya diikuti dengan perpaduan campur tangan manusia dalam pengelolaannya. Adanya campur tangan manusia diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah dalam pembangunan dan pengembangan wisata bahari. Pembangunan wisata bahari pada hakikatnya merupakan upaya untuk mengembangkan dan memanfaatkan objek dan daya tarik wisata yang terdapat di seluruh pesisir dan lautan, yang terwujud dalam bentuk kekayaan alam yang indah. Untuk mewujudkannya diperlukan strategi yang tepat dan langkah-langkah yang kreatif, diantaranya dengan penganekaragaman sarana dan produk wisata bahari. Produk wisata ini dihasilkan bersama antara masyarakat setempat dengan pemerintah (Dahuri, 2002 vide Kurniati, 2005). Dengan adanya penganekaragaman sarana dan produk wisata bahari di atas diharapkan dapat meningkatkan minat wisatawan yang datang. Penganekaragaman sarana misalnya dengan pengadaan alat-alat selancar, dayung dan snorkeling. Selain dengan penyediaan sarana tersebut, juga bisa dilakukan penambahan
11
produk wisata bahari seperti menurut peneliti, adanya lomba memancing, pertunjukan penangkapan ikan di pinggir pantai dengan menggunakan jaring ampar dan tour penangkapan bersama nelayan dalam upaya menangkap ikan di tengah laut yang tidak begitu jauh dari garis pantai (maksimal sekitar 3 km dari garis pantai) . 2.3.2
Potensi wisata bahari di Kabupaten Cianjur Wisata
bahari
merupakan
salah
satu
subsektor
yang
berpeluang
dikembangkan lebih jauh di Kabupaten Cianjur, tepatnya di wilayah Kabupaten Cianjur bagian selatan. Beberapa potensi yang dapat dimanfaatkan sebagai objek wisata bahari diantaranya adalah wilayah pantai termasuk didalamnya kegiatan perikanan tangkap dan pemandangan yang masih sangat alami. Wilayah Kabupaten Cianjur bagian selatan memiliki panjang pantai kirakira 75 km. Salah satu pantai yang dapat dikembangkan adalah Pantai Jayanti. Pantai Jayanti sudah dilengkapi bangunan TPI yang didepannya terdapat kios-kios pengecer ikan dan kios jajanan lain serta warung nasi yang dapat menyediakan ikan bakar sesuai pesanan. Kondisi pantainya sendiri terbangun atas pasir laut di sebelah kanan dan batu-batu karang di sebelah kiri (Ramadhan, 2005). Keindahan Pantai Jayanti memang belum mendapat “sentuhan kreatif dari tangan-tangan manusia”, hingga saat ini Pantai Jayanti masih bersifat alami. Jika dilihat dari segi komponen wisata pun belum banyak dimiliki oleh pantai ini. Menurut Suyitno (2001) vide Hata (2007), bahwa komponen wisata merupakan sektor-sektor yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan industri pariwisata dan terdiri atas sarana transportasi, sarana akomodasi, sarana makan-minum, daya tarik/objek wisata, sarana hiburan, toko cindera mata, tempat belanja, pramuwisata dan pengatur wisata. Sarana transportasi yang digunakan untuk kegiatan wisata bahari di Pantai Jayanti baru berupa perahu nelayan yang memang juga berpotensi disewakan untuk kepentingan wisata, sedangkan alat transportasi darat yang digunakan pengunjung yang datang biasanya merupakan kendaraan pribadi berupa mobil dan sepeda motor. Untuk kendaraan umum sendiri belum tersedia, kendaraan umum hanya sampai di daerah Kertajadi, yang berjarak sekitar 6 km dari Pantai Jayanti.
12
Selebihnya pengunjung harus menggunakan jasa sepeda motor “ojek” agar bisa sampai di pantai ini. Sarana akomodasi yang tersedia di Pantai Jayanti berupa pondokan dan vila. Pondokan dan vila tersebut berada di sekitar Pangkalan Pendarata Ikan (PPI) Jayanti. Sarana makan-minum yang ada yaitu café dan rumah makan. Café dan rumah makan menyediakan hidangan-hidangan berbahan baku ikan. Untuk daya tarik wisata, Pantai Jayanti merupakan pantai yang memiliki keindahan yang masih asri dan udara yang segar. Selain itu, pantai ini juga berdekatan dengan objek wisata lainnya yaitu Hutan Lindung Bojong Larang. Setiap pertengahan bulan Juli sampai Agustus biasanya diadakan kegiatan pesta laut yang berisi festival, berbagai perlombaan dan pasar rakyat. Hal ini menjadi daya tarik tersendiri bagi para pengunjung yang datang ke Pantai Jayanti pada bulan-bulan tersebut. Secara khusus, pengunjung belum dapat membawa cindera mata dari tempat wisata di pantai Jayanti karena belum adanya pihak yang mengelola hal tersebut. “Buah tangan” yang biasa dibawa oleh para pengunjung dari Pantai Jayanti adalah baru sebatas ikan basah. Sebagai kegiatan yang masih dalam tahap pengembangan, belum ada pusat perbelanjaan yang khusus tersedia di Pantai Jayanti. Pusat perbelanjaan baru tersedia di Kertajadi yang berjarak sekitar 6 km dari pantai tersebut. Selain pusat perbelanjaan, komponen lain yang belum tersedia adalah jasa pramuwisata dan pengatur wisata secara khusus kecuali bagi para pengunjung yang ingin berlayar, maka nelayanlah yang akan berprofesi sebagai pramuwisata sekaligus nakhoda perahu. Pemerintah Kabupaten Cianjur terus menata Pantai Jayanti melalui dua dinas terkait, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) dan Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata misalnya, melakukan penataan agar Pantai Jayanti bisa menjadi objek wisata pantai yang semakin nyaman, antara lain menanam pohon-pohon pelindung sekaligus peneduh, membangun kios untuk para pedagang setempat, serta merelokasi warung-rumah (warung yang sekaligus dijadikan tempat tinggal) ke tempat yang
13
lebih pantas tapi masih dalam areal Jayanti. Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan melakukan antara lain membangun dermaga sepanjang lebih-kurang 295 m².
Pembangunan dermaga ini merupakan proyek awal dari rencana
pengembangan Jayanti sebagai pelabuhan setingkat Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu (Ar-Rasyid, 2006). Penataan-penataan di atas dilakukan guna meningkatkan pendapatan daerah Cianjur. Berdasarkan Anonymous (2009), diketahui bahwa tingkat pendapatan daerah Kabupaten Cianjur dari subsektor wisata bahari pada tahun 2007 mencapai Rp. 16.994.900,-. Pendapatan tersebut adalah lebih besar 5,2% jika dibandingkan dengan perolehan pada tahun 2006 yang hanya mencapai nilai sebesar Rp. 16.115.775,-.
Dengan demikian, adanya penataan dan kreativitas pihak
pengelola dalam memanfaatkan berbagai potensi yang ada di Pantai Jayanti, dapat meningkatkan pendapatan bagi Kabupaten Cianjur. 2.4
Pengembangan Terpadu Perikanan Tangkap dan Wisata Bahari Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan kata
pengembangan adalah proses, cara, perbuatan mengembangkan, sedangkan terpadu berarti sudah dipadu (disatukan, dilebur menjadi satu). Dengan demikian, pengembangan terpadu diartikan sebagai proses pengembangan suatu kegiatan, dalam hal ini perikanan tangkap dan wisata bahari, secara bersama-sama dan saling melengkapi satu sama lain secara terprogram untuk mengharmoniskan dan mengoptimalkan seluruh potensi yang ada pada kedua subsektor tersebut. Pengembangan tersebut harus memiliki sifat berkesinambungan dan berkelanjutan. Hal ini sangat beralasan, karena untuk mempertahankan kelanjutan pembangunan subsektor perikanan tangkap dalam jangka panjang perlu pengelolaan perikanan secara terpadu untuk menghindari terjadinya kerusakan ekosistem pesisir oleh aktivitas lain yang berujung kepada
penurunan stock
sumberdaya ikan dan aktivitas perikanan tangkap (Dahuri et al., 1996). Keberadaan wisata bahari akan dapat melestarikan sumberdaya perikanan karena pada hakekatnya pembangunan wisata bahari berupaya mengembangkan dan memanfaatkan objek dan daya tarik wisata di seluruh pesisir Kusumastanto, 2003 vide Milasari, 2004). Jika pengembangan perikanan tangkap dan wisata
14
bahari dilaksanakan secara terpadu diharapkan dapat saling menguntungkan semua pihak, baik dalam hal kelestarian sumberdaya pesisir maupun peningkatan pendapatan daerah. Pihak-pihak yang dimaksud adalah pengelola perikanan tangkap, pengelola wisata bahari, pemerintah pusat dan daerah serta masyarakat sekitar pelabuhan perikanan atau pangkalan pendaratan ikan (PP/PPI). 2.5
Analisis Pengembangan Terpadu
2.5.1 Analisis pengembangan terpadu perikanan tangkap dan wisata bahari Menurut penulis, adanya dua kegiatan berlainan pada tempat yang sama akan memunculkan berbagai kepentingan yang beririsan terkait penggunaan fasilitas secara bersama-sama.
Irisan-irisan tersebut dapat bersifat destruktif
(saling melemahkan) atau konstruktif (saling menguatkan).
Dua kegiatan
dikatakan destruktif apabila kegiatan yang satu bersifat dominan dan cenderung menghilangkan potensi-potensi yang dimiliki kegiatan lainnya. Kedua kegiatan tersebut lebih bersifat saling berlawanan dalam pelaksanaannya, misalnya sebagaimana dikemukakan oleh Pane (2009) bahwa kegiatan perikanan tangkap yang kurang baik cenderung menghasilkan polusi khususnya polusi udara berupa bau amis ikan sebagai akibat dari buruknya sistem sanitasi dan kebersihan di lingkungan sekitar pelabuhan atau tempat pendaratan ikan. Jika di sekitar tempat pendaratan tersebut merupakan lokasi wisata bahari, maka ada kecenderungan wisatawan akan menjauh dari objek wisata di sekitar PP/PPI tersebut karena merasa tidak nyaman dengan kondisi sekitar pelabuhan; sebagai contoh di PPI Manggar kota Balikpapan. Sebaliknya, dikatakan konstruktif jika kegiatan perikanan tangkap dan wisata bahari dapat berjalan bersamaan dan saling mendukung satu sama lain, misalnya subsektor perikanan tangkap diuntungkan dengan adanya kegiatan wisata bahari dimana subsektor wisata bahari dapat merangsang efektifnya fungsi pemeliharaan pengelola PP/PPI terhadap kondisi dan penampilan lokasi PP/PPI agar senantiasa menarik bagi pengunjung. Manfaat juga dirasakan oleh subsektor wisata bahari, dimana sebagian kegiatan perikanan tangkap merupakan daya tarik bagi para wisatawan. Pola kerjasama seperti ini perlu didukung oleh berbagai pihak yang terlibat baik dalam perikanan tangkap maupun wisata bahari.
15
Adanya fasilitas PP/PPI yang dimanfaatkan bersama antara pengelola perikanan tangkap dan pengelola wisata bahari dapat menjadikan PP/PPI sebagai pusat kegiatan perikanan tangkap dan wisata bahari secara bersamaan. Namun demikian, beberapa di antara pantai yang memiliki potensi perikanan tangkap dan wisata
bahari
secara
bersama-sama,
sebagian
besar
pengelolaan
dan
pengusahaannya masih dilakukan secara sektoral, sehingga untuk mewujudkan pengembangan secara bersama-sama, PP/PPI dapat berperan sebagai koordinator yang dapat mewadahi aktivitas kedua subsektor tersebut. Salah satu contohnya, PP/PPI dapat menjadi basis pengembangan terpadu antara kegiatan perikanan tangkap dan kegiatan wisata bahari. Kepala Daerah
Dinas Kelautan dan Perikanan
Masyarakat
Dinas Pariwisata
PP/PPI Keterangan :
Garis komando/perintah Garis koordinasi
Gambar 1 Pola interaksi antar unsur kelembagaan pada pengembangan terpadu perikanan tangkap berbasis di suatu PP/PPI dan wisata bahari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) dapat menjadikan PP/PPI sebagai pusat kegiatan perikanan tangkap dari mulai aktivitas penyediaan perbekalan melaut sampai pendaratan dan pemasaran hasil perikanan yang termasuk di dalamnya kegiatan pengolahan hasil tangkapan. Berkaitan dengan hal ini, PP/PPI mempunyai kepentingan terhadap DKP sebagai lembaga yang memiliki kewenangan dalam mengelola, mengembangkan dan menerapkan aturan-aturan perikanan di daerah, sehingga dengan adanyan DKP, pola dan pengembangan perikanan tangkap menjadi teratur dan terarah sesuai visi dan misi pemerintahan daerah.
16
Dinas Pariwisata (Dispar) memiliki kepentingan terhadap PP/PPI berupa penyediaan hasil tangkapan sebagai salah satu daya tarik bagi wisatawan yang datang ke pantai tempat PP/PPI tersebut berada.
Banyak sedikitnya hasil
tangkapan di PP/PPI, sangat berpengaruh terhadap naik turunnya jumlah pengunjung yang datang ke pantai tersebut, karena salah satu motivasi kedatangan wisatawan ke tempat ini adalah untuk menikmati hasil tangkapan. Sebaliknya, PP/PPI memiliki kepentingan terhadap Dispar berupa adanya jaminan pengelolaan, pengembangan dan pemeliharaan lingkungan pelabuhan karena lingkungan pelabuhan sebagai salah satu daya tarik wisata haruslah selalu bersih dan nyaman bagi para pengunjung. Di samping ketiga unsur tersebut adalah adanya peran serta masyarakat sekitar.
Masyarakat berperan sebagai pelaku kegiatan perikanan tangkap,
sekaligus juga dapat dilibatkan sebagai pelaku kegiatan wisata bahari. Dalam kegiatan perikanan tangkap, masyarakat dapat berperan sebagai nelayan, pedagang ikan, atau kuli angkut (juru pikul). Dalam kegiatan wisata bahari, mereka dapat dilibatkan sebagai pemilik/pengelola kios, pelaku pementasan kesenian dan pemandu wisata. Di sisi lain, masyarakat memiliki aturan yang harus diikuti dan ditaati oleh semua orang yang berkunjung ke wilayahnya. Aturan-aturan tersebut berfungsi sebagai pengendali kegiatan sosial yang terjadi di wilayah pantai sekaligus juga penyaring budaya luar yang tidak sejalan dengan budaya lokal. Seluruh kegiatan perikanan tangkap dan wisata bahari termasuk para pelaku dan sumberdaya alam didalamnya berada dalam koordinasi dan pengelolaan pemerintah daerah. Pemerintah daerah juga berwenang memodifikasi peraturan dan tata ruang yang ada di pantai tersebut sesuai visi misi pembangunan berkelanjutan didaerahnya.
Dengan demikian, sangat dimungkinkan untuk
dibuatkannya peraturan daerah tentang pengembangan terpadu perikanan tangkap dan wisata bahari di pantai tersebut. Kemungkinan pengembangan terpadu sub-subsektor perikanan tangkap dan wisata bahari di suatu PP/PPI dapat dianalisis melalui skema pada Gambar 2.
17
A
B
Gambaran sub sektor perikanan
Gambaran sub sektor wisata bahari
tangkap di PP/PPI di suatu pantai
di suatu pantai
C 1) Apakah ada kegiatan-kegiatan baik di perikanan tangkap maupun di wisata bahari yang dapat dipadukan? a. Kegiatan-kegiatan perikanan tangkap untuk wisata bahari b. Kegiatan-kegiatan wisata bahari untuk perikanan tangkap 2) Apakah ada waktu-waktu kegiatan baik di perikanan tangkap maupun di wisata bahari yang bisa dipadukan? 3) Apakah ada peran sumberdaya manusia pada perikanan tangkap dan wisata bahari yang dapat dipadukan? 4) Apakah ada program-program baik di perikanan tangkap maupun di wisata bahari yang bisa dipadukan? 5) Apakah ada, dan selanjutnya pihak mana yang paling mungkin untuk mengelola kegiatan terpadu tersebut? a. Dinas Kelautan dan Perikanan b. Dinas Pariwisata c. Pihak independen yang dibentuk untuk mengelola kegiatan terpadu tersebut D • Bila ya/ada
Memungkinkan untuk dikembangkan secara terpadu
• Bila tidak
Tidak memungkinkan untuk dikembangkan secara terpadu
Sumber: Pane (2008a)
Gambar 2 Skema analisis pengembangan terpadu perikanan tangkap berbasis di suatu PP/PPI dan wisata bahari Terkait dengan pengembangan terpadu, Lang (1986) vide Dahuri et al. (1996) menyarankan bahwa keterpaduan dalam perencanaan dan pengelolaan sumberdaya alam, seperti pesisir dan lautan (atau dalam hal ini perikanan tangkap dan wisata bahari), agar dilakukan dalam tiga tataran, yaitu teknis, konsultatif dan koordinasi. Pada tataran teknis, segenap pertimbangan teknis, ekonomis, sosial dan lingkungan hendaknya secara seimbang atau proporsional dimasukkan ke dalam setiap perencanaan dan pelaksanaan pembangunan sumberdaya pesisir dan lautan. Pada tataran konsultatif, segenap aspirasi dan kebutuhan para pihak yang
18
terlibat (stakeholders) atau terkena dampak pembangunan sumberdaya pesisir dan lautan hendaknya diperhatikan sejak tahap perencanaan sampai pelaksanaan. Tataran koordinasi mensyaratkan diperlukannya kerjasama yang harmonis antar semua pihak yang terkait dengan pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan, baik itu pemerintah, swasta maupun masyarakat umum. Dalam tataran analisis, kemungkinan pengembangan terpadu perikanan tangkap dan wisata bahari dapat dilakukan dengan cara membandingkan kedua subsektor di dalam hal kemungkinan keterpaduan dari kegiatan-kegiatan yang ada, waktu-waktu kegiatan, peran sumberdaya manusia yang terlibat, programprogram yang ada dan kemungkinan pelaku pengelolaan terpadu tersebut (Pane, 2008). 2.5.2 Strategi pengembangan: Analisis SWOT Analisis SWOT (Strengths Weaknesses Opportunities Threat) digunakan untuk mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematis dalam mengambil suatu keputusan strategis yang berkaitan dengan pengembangan suatu kebijakan (Rangkuti, 2000). Selanjutnya Rangkuti menyatakan bahwa yang dimaksud dengan strengths (kekuatan) adalah potensi sumberdaya yang dapat melindungi dari persaingan dan dapat menciptakan kemajuan dalam suatu kegiatan usaha, weaknesses (kelemahan) adalah unsur dari potensi yang tidak dapat bersaing sehingga tidak dapat melakukan suatu kemajuan, opportunities (peluang) adalah unsur lingkungan yang memungkinkan suatu usaha atau kegiatan mendapatkan keberhasilan yang tinggi, sedangkan threats (ancaman) adalah unsur lingkungan yang dapat menghalangi suatu kegiatan jika tidak dilakukan tindakan pengelolaan yang tegas. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities) sebagai faktor internal, namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats) yang merupakan faktor eksternal.
19
1)
Lingkungan internal dan eksternal perikanan tangkap Rakhmania (2008) merumuskan faktor-faktor internal dan eksternal
perikanan tangkap di PPI Labuan–Provinsi Banten. Hal-hal yang dianalisis berupa faktor-faktor internal dan eksternal PPI Labuan yang berhubungan dengan prospek pendaratan hasil tangkapan di PPI tersebut. Faktor-faktor internal berupa kekuatan dan kelemahan di PPI Labuan yang berhubungan dengan prospek pendaratan hasil tangkapan di PPI tersebut meliputi jenis, volume dan mutu hasil tangkapan didaratkan, waktu dan lama proses pendaratan,
ketersediaan
prasarana-sarana
pendaratan
hasil
tangkapan
(aspek pendaratan hasil tangkapan); jenis dan jumlah hasil tangkapan yang tersedia, harga ikan, proses pemasaran dan distribusi, jumlah pelaku pemasaran serta prasarana-sarana pemasaran yang tersedia (aspek pemasaran); kemampuan fasilitas kepelabuhanan terkait pendaratan hasil tangkapan dan kemampuan pelayanan pengelola PPI dalam proses pendaratan sampai dengan pendistribusian (aspek kemampuan kepelabuhanan). Faktor-faktor eksternal berupa peluang dan ancaman di PPI Labuan yang berhubungan dengan prospek pendaratan hasil tangkapan di PPI tersebut meliputi ada/tidaknya PPI/PP dan atau tempat konsentrasi nelayan (TKN) disekitarnya, potensi pasar yaitu permintaan ikan basah daerah-daerah konsumen lokal, antar kota/daerah dan ekspor (jenis-jenis ikan komersial tertentu), ketersediaan prasarana dan sarana transportasi ke daerah-daerah konsumen, ada/tidaknya kebijakan/rencana Pemda/pemerintah pusat dalam mengembangkan perikanan tangkap/PPI Labuan dan kestrategisan lokasi PPI yaitu keberadaan posisi PPI Labuan terhadap daerah-daerah penangkapan ikan, ketersediaan sumberdaya ikan (SDI), jarak terhadap daerah-daerah konsumen/daerah-daerah distribusi atau daerah-daerah potensial distribusi dan keberadaan lokasi pariwisata. Putra (2009) merumuskan faktor internal dan eksternal yang berkenaan dengan pengembangan sinergitas perikanan tangkap dan wisata bahari di Palabuhanratu. Faktor-faktor internal berupa kekuatan dalam pengembangan sinergitas perikanan tangkap dan wisata bahari di Palabuhanratu menurutnya adalah keindahan objek wisata, adanya Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN)
20
Palabuhanratu sebagai salah satu daya tarik wisata, ketersediaan sarana penunjang pariwisata, ketersediaan unit penangkapan ikan, adanya objek wisata budaya “Upacara Adat Hari Nelayan”, besarnya nilai ekonomi wisata. Faktor-faktor yang menjadi kelemahan adalah kedatangan wisatawan yang bersifat musiman, kondisi muara Sungai Cimandiri yang mengalami pendangkalan, penurunan produktivitas perikanan
tangkap,
unit
penangkapan
yang
belum
dilengkapi
dengan
perlengkapan keamanan di laut dan tingkat pendidikan wisatawan yang menengah ke bawah. Selanjutnya dinyatakan bahwa yang termasuk faktor-faktor eksternal dalam pengembangan sinergitas perikanan tangkap dan wisata bahari di Palabuhanratu berupa peluang adalah adanya rencana pembangunan PPS Palabuhanratu, rencana pembangunan floating restaurant di daerah Cimandiri dan rencana pengembangan dan pengelolaan pasar ikan Palabuhanratu menjadi objek wisata. Sementara itu, yang termasuk faktor ancaman dalam pengembangan sinergitas tersebut adalah maraknya pengembangan wisata sungai di Kabupaten Sukabumi dan persaingan antar daerah yang semakin meninggi. 2)
Lingkungan internal dan eksternal wisata bahari Menurut Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam
(1993) vide Nuva (2004), yang termasuk dalam faktor internal dan eksternal pariwisata adalah: a)
Lingkungan internal yaitu faktor yang berasal dari obyek dan kawasan wisata bahari, antara lain: • Daya tarik Daya tarik merupakan faktor yang dapat membuat orang berkeinginan untuk melihat dan berkunjung ke tempat yang mempunyai daya tarik tersebut.
Unsur-unsurnya
adalah
keindahan
alam,
banyaknya
sumberdaya alam yang menonjol, keutuhan sumberdaya alam, pilihan kegiatan rekreasi, ruang gerak pengunjung, dan kebersihan udara. • Pengelolaan, perawatan dan pelayanan Merupakan aktivitas pemanfaatan obyek wisata sehingga pengunjung mendapatkan kepuasan dalam kunjungan, juga untuk pelestarian obyek
21
wisata itu sendiri. Unsur-unsurnya adalah status pengelolaan, jumlah pegawai, pendapatan pegawai, dana anggaran, sumber pendanaan, serta sarana perawatan dan pelayanan. • Tersedianya air bersih Ketersediaan
air
bersih
merupakan
suatu
keharusan
dalam
pengembangan obyek wisata, baik untuk pengembangan obyek wisata maupun untuk pelayanan wisata.
Unsur-unsurnya adalah dapat atau
tidaknya air dialirkan ke obyek wisata atau mudah dikirim ke tempat lain, jarak sumber air terhadap lokasi obyek wisata dan debit sumber air. b)
Lingkungan eksternal, yaitu faktor yang berasal dari luar obyek wisata, diantaranya: • Potensi pasar Potensi pasar merupakan salah satu faktor yang menentukan berhasil tidaknya pemanfaatan suatu obyek wisata, menyangkut peluang dan kunjungan yang berhubungan dengan jumlah penduduk sebagai konsumen. Unsur-unsur yang menjadi potensi pasar adalah kepadatan penduduk di lokasi dan jarak obyek wisata tersebut ke pusat kota. • Kondisi lingkungan berupa keadaan alam dan masyarakat setempat Unsur-unsurnya berupa dampak sumberdaya biologis dan fisik, status kepemilikan tanah, kepadatan penduduk, sikap masyarakat, pendidikan dan mata pencaharian penduduk. • Kondisi iklim Kondisi iklim dapat mempengaruhi jumlah kunjungan dengan melihat beberapa unsur, yaitu pengaruh iklim terhadap waktu kunjungan, suhu udara pada musim kemarau dan rata-rata penyinaran matahari pada musim hujan.
3)
Analisis SWOT Analisis SWOT terhadap pengembangan terpadu perikanan tangkap
berbasis di suatu PP/PPI dan wisata bahari mencakup lingkup kekuatan (segala aspek internal subsektor perikanan tangkap berbasis di PP/PPI tersebut dan subsektor wisata bahari yang memungkinkan untuk dikembangkan secara
22
terpadu), kelemahan (semua aspek internal subsektor perikanan tangkap berbasis di PP/PPI tersebut dan subsektor wisata bahari yang tidak memungkinkan untuk dipadukan satu sama lain karena aspek-aspek kelemahan ini merupakan nilai negatif/penghambat dalam pengembangan), peluang (faktor-faktor pendukung dari lingkungan luar subsektor perikanan tangkap berbasis di PP/PPI tersebut dan subsektor wisata bahari) dan ancaman (faktor-faktor eksternal yang diperkirakan akan menghambat pengembangan terpadu perikanan tangkap berbasis di PP/PPI tersebut dan wisata bahari). Untuk melihat hubungan dari faktor-faktor yang berpengaruh dalam SWOT digunakan matriks yang memudahkan dalam mengidentifikasi kemungkinan pengembangan terpadu perikanan tangkap dan wisata bahari di suatu PP/PPI sebagai berikut: Tabel 1 Matriks SWOT Faktor internal STRENGTHS (S)
WEAKNESSES (W)
STRATEGI SO Membuat strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang STRATEGI ST Membuat strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman
STRATEGI WO Membuat strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang STRATEGI WT Membuat strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman
Faktor eksternal OPPORTUNITIES (O)
THREATS (T) Sumber: Rangkuti (2000)
Matriks SWOT menghasilkan empat kemungkinan alternatif strategi, pertama strategi SO (agresive strategy) yang menggunakan seluruh kekuatan yang dimiliki untuk mengambil peluang yang ada, kedua strategi ST (diversification strategy) yang menggunakan seluruh kekuatan yang dimiliki untuk menghindari ancaman yang dihadapi, ketiga strategi WO (turn around strategy) yaitu berusaha untuk mendapatkan peluang dan keuntungan dengan cara mengatasi kelemahankelemahan yang dimiliki dan keempat strategi WT (defensive strategy) yaitu berusaha meminimumkan kelemahan dan menghindari ancaman yang mungkin terjadi.
23