VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN
Hasil analisis LGP sebagai solusi permasalahan pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi alat tangkap, deviasi tujuan pengelolaan perikanan tangkap dan pemakaian sumberdaya. Nilai total dari fungsi tujuan dalam persoalan LGP ini kurang memiliki makna dalam pembuatan keputusan. Hal ini disebabkan karena nilai tersebut tidak dapat memperlihatkan deviasi pencapaian dari setiap tujuan yang diinginkan yang bersifat multidimensi. Jadi hal yang terpenting untuk diketahui dalam penggunaan LGP adalah berapa alokasi optimal dari alat tangkap yang digunakan, berapa besar ketercapaian tujuan yang diinginkan sesuai dengan target yang telah ditetapkan dan berapa besar sumberdaya yang digunakan dalam mencapai tujuan tersebut. 8.1. Optimalisasi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Tangkap Optimalisasi pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap dimaksudkan untuk menentukan alokasi alat tangkap dan penggunaan sumberdaya yang tersedia bagi usaha perikanan guna pencapaian target kesejahteraan masyarakat dan kelestarian sumberdaya perikanan. Nilai yang diperoleh merupakan solusi optimal basis pengembangan perikanan tangkap untuk diterapkan saat ini di perairan Kabupaten Morowali. 8.1.1. Alokasi Alat Tangkap dan Penggunaan Sumberdaya Solusi optimal basis yang diperoleh dari metode analisis LGP terdiri atas nilai alokasi alat tangkap, target yang dicapai dan penggunaan sumberdaya yang optimal. Alokasi alat tangkap optimal basis selanjutnya dibandingkan dengan alokasi alat tangkap saat ini (aktual) guna menentukan apakah diperlukan
94 penambahan atau pengurangan jumlah alat tangkap yang dioperasikan. Untuk lebih jelasnya terlihat pada Tabel 17. Tabel 17. Alokasi Alat Tangkap Aktual dan Solusi Optimal Basis Pengelolaan Perikanan Tangkap di Perairan Kabupaten Morowali, 2003 Variabel keputusan X1 X2 X3 X4 X5
Jenis alat tangkap Bubu Pancing Jaring Insang Bagan Purse seine
Aktual (unit) 3 240 163 124 47 34
Solusi optimal basis (unit) 4 240 232 41 20
Tabel 17 menunjukkan bahwa pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap menurut solusi optimal basis tidak merekomendasikan penggunaan alat tangkap Jaring
Insang.
Unit
usaha
yang
direkomendasikan
untuk
ditingkatkan
pengalokasiannya yakni usaha Bubu dari 3 240 unit menjadi 4 240 unit dan usaha Pancing dari 163 unit menjadi 232 unit. Pengurangan unit usaha terjadi pada Bagan dan Purse seine. Hal ini menunjukkan bahwa usaha yang memungkinkan untuk dilakukan saat ini adalah usaha Bubu dan Pancing. Alat tangkap Bubu direkomendasikan karena biaya produksi yang dikeluarkan sangat kecil dibanding keempat jenis alat tangkap lain, mudah dioperasikan, sedangkan alat tangkap Pancing dapat memberikan keuntungan yang lebih besar. Persamaan kedua jenis alat tersebut adalah dapat menangkap jenis ikan yang memiliki nilai ekonomis tinggi (Kerapu dan Kakap), khusus Pancing mampu menangkap ikan Cakalang dan Tuna dalam volume yang relatif besar. Pengalokasian sejumlah alat tangkap guna mencapai tujuan yang diinginkan pada dasarnya selalu dihadapkan pada keterbatasan (kendala) sumberdaya yang tersedia. Kendala dan nilai sisa pemakaian sumberdaya tersebut, disajikan pada Tabel 18.
95 Tabel 18. Nilai Sisa Pemakaian Sumberdaya Perikanan Tangkap Menurut Solusi Optimal Basis di Perairan Kabupaten Morowali, Tahun 2003 No. Jenis sumberdaya 1. Effort optimum Pelagis Kecil (trip) 2. Effort optimum Pelagis Besar (trip) 3. Effort optimum Demersal (trip) 4. Effort optimum ikan Karang (trip) 5. Ketersediaan BBM/Solar (liter) 6. Ketersediaan BBMinyak Tanah (litr) 7. Ketersediaan Pelumas Mesin (liter) 8. Ketersediaan Es (unit) 9. Ketersediaan Umpan (ton) 10. Ketersediaan Garam (liter) Keterangan : RHS = Righthand Side
Kendala (RHS) 7 804.00 3 942.00 20 754.00 8 163.00 456 000.00 113 472.00 91 200.00 51 232.00 1 178.88 191 548.00
Nilai sisa 1 856.82 210.96 3 579.87 0 0 0 57 700.16 9 378.12 1 083.05 64 328.92
Tabel 18 menunjukkan bahwa kondisi optimal dalam pencapaian tujuan yang diinginkan dalam pengelolaan perikanan tangkap menunjukkan upaya penangkapan ikan Karang, penggunaan Bahan Bakar Minyak dan es seluruhnya habis terpakai, sedangkan sumberdaya lain sebagian besar masih tersisa. Kebutuhan bahan bakar minyak terutama solar dan minyak tanah serta es dirasakan sangat penting dalam mendukung operasi penangkapan ikan sehingga persediaan sumberdaya tersebut habis terpakai. Sisa upaya penangkapan ikan Pelagis Besar dan ketersediaan es terlihat semakin kecil dibanding penggunaan sumberdaya lainnya. Kondisi ini menunjukkan bahwa mobilitas nelayan dalam melakukan penangkapan ikan Karang dan ikan Pelagis Besar cukup tinggi sehingga ketersediaan BBM dan es perlu ditingkatkan. Penggunaan umpan yang dioperasikan bersama alat Pancing dengan sasaran utama penangkapan ikan Tuna dan Kerapu, baru mencapai 95.84 ton (8.13%) dari total umpan ikan yang tersedia. Hal ini terkait dengan frekuensi penangkapan ikan Tuna yang relatif kecil dalam setahun, faktor musim dan modal yang digunakan cukup besar. Modal investasi terbesar dalam usaha penangkapan ikan Tuna dengan menggunakan Pancing berasal dari biaya alat penunjang (rumpon). Tingginya
96 modal operasional penangkapan ikan Tuna disebabkan oleh setiap trip penangkapan ikan berlangsung selama 3-4 hari kerja dengan jumlah personil 4-5 orang, sementara trip penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap lain rata-rata satu hari kerja dengan jumlah personil 1-5 orang. Pemecahan masalah modal telah dilakukan perusahaan perikanan dan nelayan dengan sistem kemitraan. Caranya, perusahaan perikanan memberikan bantuan awal dalam bentuk pengadaan rumpon, sementara hasil tangkapan ikan Tuna oleh nelayan selanjutnya dijual ke perusahaan dengan sistem pembayaran yang telah disepakati bersama. 8.1.2. Pencapaian Tujuan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Tangkap Pengalokasian unit alat tangkap yang direkomendasikan menunjukkan bahwa target yang ingin dicapai melalui pengelolaan usaha perikanan tangkap dapat diminimumkan deviasinya. Target yang dicapai pada analisis LGP menunjukkan besarnya dampak pengelolaan perikanan tangkap yang dilakukan nelayan saat ini. Besaran target yang tidak tercapai dari pengelolaan perikanan tangkap menurut solusi optimal basis di perairan Kabupaten Morowali, disajikan pada Tabel 19. Tabel 19.
Pencapaian Tujuan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Tangkap Menurut Solusi Optimal Basis di Perairan Morowali, Tahun 2003
No. Meminimumkan deviasi tujuan 1. 2. 3. 4. 5.
Besaran target
Pendapatan maksimum (Rp juta) 13 197.79 Memenuhi permintaan ekspor ikan (ton) 2 400.00 Memenuhi permintaan konsumsi ikan (ton) 985.92 Penyerapan tenaga kerja (000 HOK) 450.47 Pemanfaatan sumberdaya ikan 3 788.95 Pelagis Kecil (ton) 6. Pemanfaatan sumberdaya ikan 2 968.63 Pelagis Besar (ton) 7. Pemanfaatan sumberdaya ikan 1 348.98 Demersal (ton) 8. Pemanfaatan sumberdaya ikan Karang (ton) 946.94 Keterangan : DU = pencapaian kurang (underachievement) dari target DO = pencapaian lebih (overachievement) dari target
DU dan DO -408.54 0 -148.71 -202.03 -1 239.34 -1 942.59 -752.43 -217.28
97 Tabel 19 menunjukkan bahwa maksimum pendapatan nelayan yang dicapai dari target awal Rp 13 197.79 juta yakni Rp 12 789.25 juta (96.90% yang tercapai). Pemenuhan permintaan ekspor ikan seluruhnya terpenuhi, sedangkan pemenuhan permintaan ikan domestik terpenuhi 837.21 ton (84.92%). Hal ini menunjukkan bahwa baik peningkatan pendapatan nelayan maupun pemenuhan kebutuhan ikan bagi masyarakat setempat melalui perikanan tangkap belum dapat terpenuhi. Penyerapan tenaga kerja melaut juga masih di bawah target yakni baru mencapai 55.15% dari target potensial. Kondisi ini menunjukkan belum maksimalnya pemanfaatan sumberdaya manusia yang digunakan dalam usaha perikanan tangkap. Hal ini terkait dengan pengalokasian tenaga kerja tidak semata pada usaha perikanan tangkap saja, akan tetapi tenaga kerja juga dialokasikan pada perikanan budidaya dan tambak, tenaga kerja di sektor pertanian, industri dan jasa. Tingkat pencapaian tujuan pemanfaatan potensi sumberdaya perikanan tangkap menunjukkan hasil tangkapan yang diperoleh berada pada level 34.56%77.05%. Pemanfaatan sumberdaya ikan tertinggi pada kelompok ikan Karang, sedangkan yang terendah pemanfaatannya yakni ikan Pelagis Besar, yang berarti bahwa pemanfaatan potensi sumberdaya perikanan tangkap masih di bawah MSY. Kenyataan ini menunjukkan bahwa diperlukan adanya upaya-upaya dari pihak terkait dalam rangka meningkatkan pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap. Upaya-upaya tersebut dapat berupa seperangkat kebijakan yang ditujukan menumbuhkan kemudahan berinvestasi bagi masyarakat di sektor perikanan. Berikut ini dijelaskan bagaimana pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap dikelola secara terpadu antara nelayan, pemerintah dan swasta. Skenario yang ditampilkan dalam model mempertimbangkan ketersediaan sumberdaya dan perubahan dalam harga input produksi dan hasil perikanan tangkap.
98 8.2. Dampak Kebijakan Perikanan terhadap Kesejahteraan dan Kelestarian Sumberdaya Perikanan Tangkap Kebijakan pemerintah dalam pengelolaan perikanan tangkap berhubungan dengan ketersediaan input bagi usaha perikanan (BBM, es dan kebutuhan pokok untuk konsumsi melaut), regulasi sektor perikanan guna meningkatkan pendapatan daerah
(retribusi usaha perikanan) dan peningkatan pendapatan nelayan
(peningkatan harga ikan). Perubahan kebijakan perikanan tersebut berdampak pada kesejahteraan
masyarakat
dan
kelestarian
sumberdaya
perikanan
tangkap
(diperlihatkan oleh hasil analisis postoptimal pada sub-sub bab berikut). 8.2.1. Peningkatan Ketersediaan Sumberdaya, Pemberlakuan Retribusi Usaha Perikanan dan Harga Ikan Solusi optimal dari usaha pengelolaan perikanan melalui kombinasi kebijakan peningkatan ketersediaan sumberdaya, pemberlakuan retribusi usaha perikanan dan peningkatan harga ikan disajikan pada Tabel 20. Tabel 20. Jumlah Alat Tangkap yang Direkomendasikan Akibat Peningkatan Ketersediaan Sumberdaya, Pemberlakuan Retribusi Usaha Perikanan dan Harga Ikan di Perairan Kabupaten Morowali, Tahun 2003 Variabel keputusan
X1 X2 X3 X4 X5 Keterangan :
Jenis alat tangkap Bubu Pancing Jaring Insang Bagan Purse seine
Rekomendasi (Unit) Optimal Basis
Skenario 1
Skenario 2
Skenario 3
Skenario 4
Skenario 5
4 240 232 41 20
5 260 308 68 20
4 660 308 105 50 40
4 660 308 105 50 40
4 680 312 102 50 40
4 660 308 105 50 40
Skenario 1 = peningkatan aksesibilitas penggunaan BBM 50% + effort penangkapan ikan 25% Skenario 2 = peningkatan aksesibilitas penggunaan BBM 50% + effort penangkapan ikan 25% + ketersediaan es 50% Skenario 3 = peningkatan aksesibilitas penggunaan BBM 50% + effort penangkapan ikan 25% + ketersediaan es 50% + retribusi usaha perikanan 5% Skenario 4 = peningkatan aksesibilitas penggunaan BBM 50% + effort penangkapan ikan 25% + ketersediaan es 50% + h arga perikanan 10% Skenario 5 = peningkatan aksesibilitas penggunaan BBM 50% + effort penangkapan ikan 25% + ketersediaan es 50% + retribusi usaha perikanan 5% + harga perikanan 10%
99 Tabel 20 menunjukkan bahwa kebijakan peningkatan aksesibilitas dalam penggunaan BBM (solar/bensin dan minyak tanah) oleh nelayan menyebabkan upaya penangkapan ikan juga meningkat sehingga ada indikasi untuk menambah usaha penangkapan ikan terutama usaha Bubu, Pancing dan Bagan. Namun kebijakan tersebut tidak berpengaruh pada penambahan unit usaha Jaring Insang dan Purse seine. Jaring Insang tidak direkomendasikan penggunaannya karena berhubungan dengan faktor wilayah penangkapan ikan yang terbatas pada daerah pantai dan kedalaman di bawah 20 meter (sama dengan pengoperasian Bubu). Perbedaannya adalah usaha Bubu lebih mudah dan murah dalam pengoperasiannya dibanding usaha Jaring Insang. Jika kemudahan memperoleh BBM dilakukan bersamaan dengan kebijakan investasi pabrik es dan pemberlakuan retribusi usaha perikanan, maka terjadi penurunan jumlah alokasi alat tangkap Bubu dan Bagan, alokasi alat Pancing tetap, sedangkan jumlah alat Jaring Insang dan Purse seine yang dialokasikan mengalami peningkatan. Penurunan jumlah alat tangkap Bubu dan Bagan menunjukkan bahwa alat tangkap tersebut tidak mampu merespon perubahan kebijakan yang terjadi. Hal ini disebabkan karena pengoperasian Bubu dan Bagan tidak menggunakan es dan pemasaran hasil tangkapan kedua alat relatif cepat, sehingga penggunaan es terhadap hasil tangkapan belum efektif. Sebaliknya penggunaan es lebih efektif bagi Jaring Insang dan Purse seine, karena keduanya menggunakan es setiap kali melaut. Jika peningkatan aksesibilitas BBM dan es diikuti dengan kenaikan harga ikan, maka jumlah alat tangkap Bubu dan Pancing yang dialokasikan akan meningkat, sedangkan alokasi alat Jaring Insang, Bagan dan Purse seine relatif tetap. Kondisi ini terkait dengan ikan hasil tangkapan dari alat Bubu dan Pancing memiliki harga yang relatif tinggi (umumnya komoditi ekspor).
100 Secara umum, pemberlakuan retribusi perikanan bagi kelima usaha perikanan tidak mempengaruhi nelayan untuk menambah atau mengurangi jumlah alat tangkap yang dialokasikan di perairan Kabupaten Morowali. Ini berarti bahwa retribusi usaha perikanan oleh pemerintah dapat diberlakukan seiring dengan kebijakan peningkatan aksesibilitas penggunaan BBM dan es sehingga tujuan pengelolaan perikanan secara terpadu dapat tercapai. Besaran tujuan yang dicapai dari pengelolaan perikanan tangkap berdasarkan kombinasi kebijakan ketersediaan sumberdaya, pemberlakuan retribusi usaha perikanan dan peningkatan harga ikan, secara jelas disajikan pada Tabel 21. Tabel 21. Pencapaian Tujuan Pengelolaan Perikanan Tangkap Akibat Peningkatan Ketersediaan Sumberdaya, Pemberlakuan Retribusi Usaha Perikanan dan Harga Ikan di Perairan Kabupaten Morowali, Tahun 2003 No
Tujuan yang ingin dicapai
1.
Pendapatan maksimum (Rp juta) Pemenuhan permintaan ekspor ikan (ton) Pemenuhan konsumsi ikan domestik (ton) Penyerapan tenaga kerja (000 HOK)
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Pemanfaatan sumberdaya ikan Pelagis Kecil (ton) Pemanfaatan sumberdaya ikan Pelagis Besar (ton) Pemanfaatan sumberdaya ikan Demersal (ton) Pemanfaatan sumberdaya ikan Karang (ton)
Besaran target
DU dan DO Basis
Skenario 1
Skenario 2
Skenario 3
Skenario 4
Skenario 5
13 197.79
-408.54
3 348.22
3 848.83
2 528.23
6 719.92
5 204.66
2 400.00
0
680.29
793.45
793.45
808.26
793.58
985.92
-148.71
111.09
153.10
153.10
152.04
153.10
450.47
-202.03
-121.45
-111.29
-111.29
-110.28
-111.29
3 788.95 -1 239.34
-185.35
0
0
0
0
2 968.63 -1 942.59
-1 613.43
-1 613.43
-1 613.43
-1 598.58
-1 613.43
1 348.98
-752.43
-599.22
-521.23
-521.23
-522.50
-521.23
946.94
-217.28
-31.44
0
0
0
0
Keterangan : DU = pencapaian kurang (underachievement) dari target DO = pencapaian lebih (overachievement) dari target
Tabel 21 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pendapatan nelayan, pemenuhan permintaan ikan ekspor dan konsumsi ikan domestik yang melebihi target awal jika kebijakan peningkatan aksesibilitas dalam penggunaan BBM (solar/bensin dan minyak tanah) dan upaya penangkapan ikan diterapkan. Kebijakan tersebut juga berpengaruh terhadap peningkatan penyerapan tenaga kerja dari 55.15% menjadi
101 73.04% dan pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap mencapai 90.00%, terutama pada sumberdaya ikan Pelagis Kecil dan ikan Karang. Jika kemudahan aksesibilitas
penggunaan BBM dan peningkatan upaya penangkapan ikan dilakukan bersamaan dengan kebijakan investasi pabrik es, maka hampir seluruh target yang ingin dicapai mengalami peningkatan (dari skenario 1), kecuali meminimumkan deviasi pemanfaatan sumberdaya ikan Pelagis Besar. Pada skenario 2, target pemanfaatan sumberdaya ikan Pelagis Kecil dan ikan Karang tercapai seluruhnya. Peningkatan pencapaian target dari seluruh tujuan pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap juga berlaku pada kebijakan peningkatan aksesibilitas BBM, effort penangkapan, ketersediaan es dikombinasikan dengan pemberlakuan retribusi usaha perikanan (skenario 3), peningkatan harga ikan (skenario 4) ataupun kombinasi keduanya. Perbedaan mendasar dari skenario 3, 4 dan 5 adalah pada skenario 4 (ketersediaan BBM, effort penangkapan ikan dan es dikombinasikan dengan peningkatan harga ikan), pendapatan maksimum, pemenuhan permintaan ekspor ikan yang dicapai, jumlah tenaga kerja yang diserap dan sumberdaya ikan Pelagis Besar yang dimanfaatkan lebih besar dibanding pada skenario 3 dan 5. Sebaliknya pada skenario 3 dan 5, kebutuhan konsumsi ikan domestik yang dipenuhi dan sumberdaya ikan Demersal yang dimanfaatkan pencapaiannya lebih besar dari skenario 4.
Hal ini menunjukkan bahwa kombinasi kebijakan peningkatan
ketersediaan BBM, effort, es dan harga ikan mampu meningkatkan pendapatan nelayan, pemenuhan permintaan ekspor ikan, penyerapan tenaga kerja dan penggunaan sumberdaya ikan Pelagis Besar. Tingginya pemanfaatan ikan Pelagis Besar terkait dengan jenis ikan hasil tangkapan merupakan komoditi ekspor dan harga jual yang relatif tinggi dibanding dengan ikan Pelagis Kecil dan ikan Demersal.
102 Pencapaian tujuan sesuai dengan target tidak terlepas dari keterbatasan sejumlah sumberdaya yang tersedia dan intensitas penggunaannya. Jenis dan sisa pemakaian sumberdaya dalam mencapai tujuan pengelolaan perikanan tangkap berdasarkan
kombinasi
kebijakan
peningkatan
ketersediaan
BBM,
effort
penangkapan ikan, retribusi usaha dan harga ikan disajikan pada Tabel 22. Tabel 22. Nilai Sisa Pemanfaatan Sumberdaya Akibat Peningkatan Ketersediaan Sumberdaya, Pemberlakuan Retribusi Usaha Perikanan dan Harga Ikan di Perairan Kabupaten Morowali, Tahun 2003 No.
Jenis sumberdaya
7.
Effort optimum ikan Pelagis Kecil (trip) Effort optimum ikan Pelagis Besar (trip) Effort optimum ikan Demersal (trip) Effort optimum ikan Karang (trip) BBM Solar/Bensin (liter) BBM Minyak Tanah (liter) Pelumas Mesin (liter)
8.
Es (balok)
1. 2. 3. 4. 5. 6.
9. 10.
Umpan (ton) Garam (liter)
Keterangan :
a c e g i km
, , , ,, , , ,, ,,,
b d f h j l n
Besaran kendala a
7 804 9 755b 3 942c 4 982d 20 754e 25 943f 8 163g 10 204h 456 000i 684 000j 113 472k 170 208l 91 200 51 232m 76 848n 117 8.89 19 1548
Nilai sisa Optimal Basis 1 856.82
Skenario 1 1 548.27
Skenario 2 860.54
Skenario 3 860.54
Skenario 4 851.63
Skenario 5 859.97
210.96
0
0
0
0
0
3 579.87
4 484.82
1 923.33
1 923.33
1 994.59
1 919.48
0
0
266.04
266.04
255.01
267.44
0
98 877.52
43 558.62
43 558.62
41 610.38
43 486.79
0
0
0
0
0
0
57 700.16 9 378.12
46 884.16 0
45 603.46 0
45 603.46 0
45 602.76 0
45 603.95 0
1 083.05 64 328.92
1 052.30 34 020.73
1 052.30 19 303.48
1 052.30 19 303.48
1 050.91 19 992.11
1 052.30 19 286.27
= optimal basis = skenario 1-5
Tabel 22 menunjukkan bahwa walaupun ketersediaan BBM dan upaya penangkapan ikan ditingkatkan (skenario 2), namun pemakaian sumberdaya tersebut cukup tinggi terutama pada effort penangkapan ikan Karang, Pelagis Besar dan penggunaan minyak tanah. Kebijakan peningkatan ketersediaan BBM dan effort penangkapan ikan menyebabkan juga penggunaan es meningkat. Jika ketersediaan es meningkat, maka upaya penangkapan ikan Pelagis Kecil, Pelagis Besar dan ikan Demersal meningkat, sedangkan upaya penangkapan ikan Karang menurun.
103 Kebijakan peningkatan ketersediaan BBM, effort optimum penangkapan ikan dan penggunaan es diikuti dengan peningkatan harga (skenario 4), maka upaya penangkapan ikan Pelagis Kecil, Pelagis Besar, ikan Karang dan penggunaan BBM dan es juga meningkat dibanding pada skenario 3 (retribusi usaha perikanan) dan 5 (kombinasi retribusi usaha perikanan dan harga ikan). Kombinasi kebijakan pemberlakuan retribusi usaha dan peningkatan harga ikan, mampu meningkatkan upaya penangkapan ikan Demersal. Ketersediaan upaya penangkapan ikan Pelagis Besar, minyak tanah dan es yang selalu habis terpakai dari kelima skenario menunjukkan intensitas pemanfaatan sumberdaya ikan berlangsung cukup tinggi. Hal ini diperlihatkan oleh tercapainya target pemanfaatan potensi sumberdaya ikan, sehingga ketersediaannya semakin terbatas. Implikasi dari kebijakan peningkatan aksesibitas penggunaan BBM, prasarana pabrik es dan harga ikan bagi usaha penangkapan ikan adalah dapat menambah jumlah unit alat tangkap yang dioperasikan dengan keuntungan yang lebih besar bagi nelayan, pencapaian pemenuhan permintaan ikan melebihi target dan potensi sumberdaya ikan dapat dimanfaatkan secara maksimal. 8.2.2. Peningkatan Harga Input, Pemberlakuan Retribusi Usaha Perikanan dan Harga Ikan Solusi optimal dari usaha pengelolaan perikanan akibat peningkatan harga input BBM, es dan kebutuhan pokok, pemberlakuan retribusi usaha perikanan dan peningkatan harga ikan disajikan pada Tabel 23. Tabel 23 menunjukkan bahwa jika harga BBM (solar/bensin dan minyak tanah), es dan kebutuhan pokok meningkat, maka terjadi penurunan alokasi unit alat tangkap Bubu, Pancing, Jaring Insang dan Bagan. Kebijakan tersebut pun tidak berpengaruh terhadap penambahan alat tangkap Purse seine.
Namun jika
104 peningkatan harga BBM, es dan kebutuhan pokok diantisipasi dengan kenaikan harga ikan, maka jumlah alat tangkap Bubu, Jaring Insang, Bagan dan Purse seine yang dialokasikan mengalami penurunan, sedangkan jumlah alokasi alat tangkap Pancing meningkat. Kondisi ini terkait dengan harga ikan hasil tangkapan dari alat tangkap Pancing relatif tinggi (umumnya komoditi ekspor seperti Kerapu, Kakap dan Tuna) sehingga nelayan mengharapkan keuntungan yang lebih besar. Tabel 23. Jumlah Alat Tangkap yang Direkomendasikan Akibat Peningkatan Harga Input, Pemberlakuan Retribusi Usaha Perikanan dan Harga Ikan di Perairan Kabupaten Morowali, Tahun 2003 Variabel keputusan
X1 X2 X3 X4 X5 Keterangan :
Jenis alat tangkap Bubu Pancing Jaring Insang Bagan Purse seine
Rekomendasi (Unit) Skenario 6 4 260 108 90 44 41
Skenario 7 4 260 108 90 44 41
Skenario 8 3 980 212 78 30 24
Skenario 9 4 100 168 84 36 31
Skenario 6 = peningkatan harga BBM, es dan kebutuhan pokok masing -masing 15% Skenario 7 = peningkatan harga BBM, es dan kebutuhan pokok masing -masing 15% + retribusi usaha perikanan 5% Skenario 8 = peningkatan harga BBM, es dan kebutuhan pokok masing -masing 15% + harga perikanan 10% Skenario 9 = peningkatan harga BBM, es dan kebutuhan pokok masing -masing 15% + retribusi usaha perikanan 5% + harga perikanan 10%
Jika peningkatan harga BBM, es, kebutuhan pokok dan pemberlakuan retribusi bagi kelima usaha perikanan diikuti dengan kenaikan harga ikan, maka akan meningkatkan alokasi alat tangkap Bubu, Jaring Insang, Bagan dan Purse seine, sementara alokasi alat tangkap Pancing mengalami penurunan. Ini berarti bahwa untuk meningkatkan unit alat tangkap ikan skala kecil (Bubu, Jaring Insang dan Bagan) maka dampak peningkatan harga input dan pemberlakuan retribusi usaha perikanan dapat ditekan dengan meningkatkan harga ikan.
105 Besaran tujuan yang dicapai dari pengelolaan perikanan tangkap akibat peningkatan harga input, pemberlakuan retribusi usaha perikanan dan peningkatan harga ikan, secara jelas disajikan pada Tabel 24. Tabel 24. Pencapaian Tujuan Pengelolaan Perikanan Tangkap Akibat Peningkatan Harga Input, Pemberlakuan Retribusi Usaha Perikanan dan Harga Ikan di Perairan Kabupaten Morowali, Tahun 2003 No
Tujuan yang ingin dicapai
1.
Pendapatan maksimum (Rp juta) Pemenuhan permintaan ekspor ikan (ton) Pemenuhan konsumsi ikan domestik (ton) Penyerapan tenaga kerja (000 HOK) Pemanfaatan sumberdaya ikan Pelagis Kecil (ton) Pemanfaatan sumberdaya ikan Pelagis Besar (ton) Pemanfaatan sumberdaya ikan Demersal (ton) Pemanfaatan sumberdaya ikan Karang (ton)
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Besaran target
DU dan DO
13 197.79
Skenario 6 -577.39
Skenario 7 -1 507.79
Skenario 8 831.24
Skenario 9 0
2 400.00
-536.67
-536.67
0
-224.89
985.92
-46.85
-46.85
-118.50
-88.49
450.47
-214.49
-214.49
-208.18
-210.82
3 788.95
-265.59
-265.59
-1 497.26
-981.12
2 968.63
-2 497.44
-2 497.44
-2 034.11
-2 228.27
1 348.98
-700.30
-700.30
-685.13
-691.49
946.94
-196.68
-196.68
-180.93
-187.53
Keterangan : DU = pencapaian kurang (underachievement) dari target DO = pencapaian lebih (overachievement) dari target
Tabel 24 menunjukkan bahwa jika harga BBM (solar/bensin dan minyak tanah), es dan kebutuhan pokok meningkat, maka seluruh tujuan pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap yang telah ditargetkan tidak tercapai. Deviasi pencapaian tujuan menjadi lebih besar jika pemerintah memberlakukan retribusi bagi usaha perikanan.
Jika peningkatan harga BBM (solar/bensin dan minyak
tanah), es dan kebutuhan pokok disertai dengan kenaikan harga ikan, maka nelayan akan memperoleh surplus pendapatan dan seluruh permintaan ekspor ikan terpenuhi, sedangkan target lain pengelolaan perikanan tidak tercapai. Secara khusus dengan kenaikan harga ikan, akan meningkatkan pemanfaatan sumberdaya ikan Pelagis Besar, ikan Demersal dan ikan Karang. Hal ini terkait dengan harga
106 ketiga jenis ikan tersebut relatif tinggi (umumnya komoditi ekspor seperti Tuna, Kerapu dan Kakap) sehingga pendapatan yang diperoleh nelayan relatif besar. Jika peningkatan harga BBM, es, kebutuhan pokok dan pemberlakuan retribusi bagi kelima usaha perikanan diikuti dengan kenaikan harga ikan, maka hanya tujuan memaksimumkan pendapatan nelayan saja yang tercapai, sedangkan tujuan lain pengelolaan perikanan tidak tercapai. Walaupun demikian pada skenario ini, target pemenuhan konsumsi ikan domestik lebih rendah pencapaiannya dibanding pada skenario 6 dan 7. Pencapaian target yang diinginkan berdampak pada perubahan penggunaan sejumlah sumberdaya. Nilai sisa pemakaian sumberdaya akibat peningkatan harga input, retribusi usaha perikanan dan harga ikan, disajikan pada Tabel 25. Tabel 25. Nilai Sisa Pemanfaatan Sumberdaya Akibat Peningkatan Harga Input, Pemberlakuan Retribusi Usaha Perikanan dan Harga Ikan di Perairan Kabupaten Morowali, Tahun 2003 No. Jenis sumberdaya 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Effort optimum ikan Pelagis Kecil (trip) Effort optimum ikan Pelagis Besar (trip) Effort optimum ikan Demersal (trip) Effort optimum ikan Karang (trip) BBM Solar/Bensin (liter) BBM Minyak Tanah (liter) Pelumas Mesin (liter) Es (balok) Umpan (ton) Garam (liter)
Besaran Nilai Sisa kendala Skenario 6 Skenario 7 Skenario 8 Skenario 9 0 0 2 356.92 1 369.25 7 804 3 942
2 228.59
2 228.59
543.75
1 249.79
20 754
785.12
785.12
1 198.94
1 025.53
8 163
0
0
0
0
456 000 113 472
0 0
0 0
0 0
0 0
91 200 51 232 117 8.89 19 1548
54 066.26 0 1 134.87 35 859.95
54 066.26 0 1 134.87 35 859.95
57 546.47 0 1 091.50 47 622.34
56 088.08 0 1 109.73 42 693.29
Tabel 25 menunjukkan bahwa walaupun terjadi peningkatan harga BBM, es dan kebutuhan pokok serta pemberlakuan retribusi usaha perikanan (skenario 6 dan 7), namun pemanfaatan effort optimum penangkapan ikan Pelagis Kecil dan ikan
107 Karang serta penggunaan bensin/solar dan minyak tanah cukup besar (terpakai habis). Pada kondisi ini nelayan lebih memilih menangkap ikan Pelagis Kecil dan ikan Karang dibanding ikan Pelagis Besar dan Demersal. Hal ini terkait dengan penggunaan BBM dan es yang relatif kecil pada upaya penangkapan ikan Pelagis Kecil dan ikan Karang. Jika peningkatan harga BBM, es, kebutuhan pokok dan retribusi usaha perikanan diikuti dengan peningkatan harga (skenario 8 dan 9), maka upaya penangkapan ikan Pelagis Kecil dan Demersal menurun, sedangkan upaya penangkapan ikan Pelagis Besar dan ikan Karang meningkat. Kenyataan ini memperkuat argumen tentang peningkatan pemanfaatan ikan Pelagis Besar dan ikan Karang untuk mencapai tujuan pengelolaan perikanan tangkap, akibat adanya peningkatan harga ikan. Implikasi dari skenario peningkatan harga BBM, es, kebutuhan pokok, dan pemberlakuan retribusi usaha perikanan menyebabkan target pengelolaan perikanan tangkap tidak tercapai. Namun dengan adanya peningkatan harga ikan, target pendapatan maksimum dan pemenuhan permintaan ekspor ikan masih dapat tercapai serta terjadi peningkatan pemanfaatan sumberdaya ikan Pelagis Besar dan ikan Karang. 8.2.3. Penurunan Harga BBM dan Es, Peningkatan Harga Kebutuhan Pokok, Pemberlakuan Retribusi Usaha Perikanan dan Harga Ikan Solusi optimal dari usaha pengelolaan perikanan melalui kombinasi penurunan harga BBM dan es, peningkatan harga kebutuhan pokok, effort penangkapan ikan, pemberlakuan retribusi usaha perikanan dan peningkatan harga ikan disajikan pada Tabel 26.
108 Tabel 26. Jumlah Alat Tangkap yang Direkomendasikan Akibat Perubahan Harga BBM, Es dan Kebutuhan Pokok, Pemberlakuan Retribusi Usaha Perikanan dan Harga Ikan di Perairan Kabupaten Morowali, Tahun 2003 Variabel keputusan X1 X2 X3 X4 X5
Jenis alat tangkap Bubu Pancing Jaring Insang Bagan Purse seine
Rekomendasi (Unit) Skenario 10 Skenario 11 4 680 4 660 312 308 102 105 50 50 40 40
Keterangan : Skenario 10 = penurunan harga BBM dan es 20% + peningkatan harga kebutuhan pokok 15% + retribusi usaha perikanan 5% + effort penangkapan ikan 25% Skenario 11 = penurunan harga BBM dan es 20% + peningkatan harga kebutuhan pokok 15% + retribusi usaha perikanan 5% + effort penangkapan ikan 25% + harga ikan 10%
Tabel 26 skenario 10 menunjukkan bahwa walaupun terjadi peningkatan harga kebutuhan pokok dan pemberlakuan retribusi usaha perikanan, namun jika diantisipasi dengan penurunan harga BBM dan es, maka alokasi kelima alat tangkap mengalami peningkatan. Demikian pula jika kondisi pada skenario 10 juga diikuti oleh peningkatan harga ikan (skenario 11), terlihat adanya kecenderungan penurunan jumlah alat tangkap Bubu, sedangkan jumlah pengalokasian alat tangkap lainnya relatif tetap. Hal ini mengindikasikan bahwa walaupun harga ikan tidak mengalami peningkatan namun adanya penurunan harga input BBM dan es masih mampu menarik minat nelayan untuk meningkatkan usaha perikanannya. Besaran tujuan yang dicapai dari pengelolaan perikanan tangkap akibat penurunan harga BBM dan es, peningkatan harga kebutuhan pokok, pemberlakuan retribusi usaha perikanan, peningkatan upaya penangkapan ikan dan harga ikan secara simultan, disajikan pada Tabel 27. Tabel 27 menunjukkan bahwa apabila terjadi penurunan harga BBM dan es, peningkatan harga kebutuhan pokok, pemberlakuan retribusi usaha perikanan, peningkatan upaya penangkapan ikan dan harga ikan secara simultan (skenario 11),
109 maka pendapatan maksimum yang diperoleh nelayan, pemenuhan konsumsi ikan domestik dan pemanfaatan sumberdaya ikan Demersal dapat dicapai melebihi target awal. Kondisi ini terbalik jika terjadi penurunan dan peningkatan harga input serta pemberlakuan kebijakan retribusi usaha perikanan tidak diikuti dengan peningkatan harga ikan (skenario 10). Tanpa kenaikan harga ikan, target yang dicapai dari pemenuhan permintaan ekspor ikan, penyerapan tenaga kerja dan pemanfaatan sumberdaya ikan Pelagis Besar lebih besar dari skenario 11 (ada kenaikan harga ikan). Hal ini memberikan suatu solusi optimal bagi pelaku usaha perikanan, bahwa walaupun terjadi peningkatan harga kebutuhan pokok, pemberlakuan kebijakan retribusi usaha perikanan dan tidak ada peningkatan harga ikan, namun tujuan yang diinginkan dari pemenuhan permintaan ekspor ikan dan kesempatan kerja tetap tercapai (melebihi target). Tabel 27. Pencapaian Tujuan Pengelolaan Perikanan Tangkap Akibat Perubahan Harga BBM, Es dan Kebutuhan Pokok, Pemberlakuan Retribusi Usaha Perikanan dan Harga Ikan di Perairan Kabupaten Morowali, Tahun 2003 No. Tujuan yang ingin dicapai
Besaran target
DU dan DO Skenario 10 2 517.92 808.26
1. Pendapatan maksimum (Rp juta) 13 197.79 2. Pemenuhan permintaan 2 400.00 ekspor ikan (ton) 3. Pemenuhan konsumsi Ikan 985.92 152.04 domestik (ton) 4. Penyerapan tenaga kerja (000 450.47 -110.28 HOK) 5. Pemanfaatan sumberdaya ikan 3 788.95 0 Pelagis Kecil (ton) 6. Pemanfaatan sumberdaya ikan 2 968.63 -1 598.58 Pelagis Besar (ton) 7. Pemanfaatan sumberdaya ikan 1 348.98 -522.50 Demersal (ton) 8. Pemanfaatan sumberdaya ikan 946.94 0 Karang (ton) Keterangan : DU = pencapaian kurang (underachievement) dari target DO = pencapaian lebih (overachievement) dari target
Skenario 11 5 186.98 793.58 153.10 -111.29 0 -1 613.43 -521.23 0
110 Hal lain yang dapat dikemukakan pada skenario 10 dan 11, pemanfaatan sumberdaya ikan Pelagis Kecil dan sumberdaya ikan Karang dari kedua kondisi tersebut mencapai titik maksimum atau termanfaatkan seluruhnya.
Ini berarti
bahwa seluruh potensi sumberdaya kedua kelompok ikan telah termanfaatkan sehingga diperlukan langkah-langkah atisipatif guna menjaga kelestariannya. Nikijuluw dkk. (2002), menyatakan bahwa jika pemanfaatan sumberdaya perikanan mencapai titik MSY, maka sebaiknya upaya penangkapan di perairan tersebut dikurangi atau mencari wilayah perairan baru (new fishing ground) guna kelangsungan ketersediaan sumberdaya tersebut. Pencapaian tujuan pengelolaan perikanan tangkap jika terjadi penurunan dan peningkatan harga input (BBM, es dan kebutuhan pokok), peningkatan effort penangkapan ikan, pemberlakuan retribusi usaha perikanan dan harga ikan secara simultan, disajikan pada Tabel 28. Tabel 28. Nilai Sisa Pemanfaatan Sumberdaya Akibat Perubaha n Harga BBM, Es dan Kebutuhan Pokok, Pemberlakuan Retribusi Usaha Perikanan dan Harga Ikan di Perairan Kabupaten Morowali, Tahun 2003 No.
Jenis sumberdaya
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Effort optimum ikan Pelagis Kecil (trip) Effort optimum ikan Pelagis Besar (trip) Effort optimum ikan Demersal (trip) Effort optimum ikan Karang (trip) BBM Solar/Bensin (liter) BBM Minyak Tanah (liter) Pelumas Mesin (liter) Es (balok) Umpan (ton) Garam (liter)
Besaran kendala
9 755 4 982 25 943 10 204 684 000 l 170 208 91 200 76 848 117 8.89 19 1548
Nilai sisa
Skenario 10
Skenario 11
851.63 0 1 994.59 255.01 41 610.38 0 45 602.76 0 1 050.91 19 992.11
859.97 0 1 919.48 267.44 43 486.79 0 45 603.95 0 1 052.30 19 286.27
Tabel 28 menunjukkan bahwa jika terjadi penurunan harga BBM dan es, maka daya beli nelayan untuk memperoleh BBM dan es menjadi lebih besar. Hal ini berdampak pada upaya untuk melakukan penangkapan ikan Pelagis Kecil dan
111 Pelagis Besar meningkat (jika dibandingkan peningkatan harga BBM dan es pada skenario 8 dan 9). Peningkatan penangkapan ikan Pelagis Besar menyebabkan penggunaan umpan juga meningkat Upaya penangkapan ikan Demersal dan ikan Karang pada skenario 10 dan 11 mengalami penurunan. Kondisi ini disebabkan karena unit alat tangkap yang menggunakan BBM dan es dalam volume yang relatif besar dengan jenis ikan tangkapan Pelagis adalah unit alat tangkap Pancing, Bagan dan Purse seine. Sebaliknya alat tangkap Bubu dan Jaring Insang umumnya menangkap jenis ikan Demersal dan ikan Karang dengan penggunaan BBM dan es yang relatif lebih kecil dibanding ketiga jenis alat tangkap sebelumnya. Implikasi dari kedua skenario ini adalah penurunan harga BBM dan es akan sangat berarti bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat (tercapainya target pendapatan maksimum, permintaan ikan ekspor, konsumsi ikan dan penyerapan tenaga kerja). Di sisi ketersediaan sumberdaya perikanan, penurunan harga BBM dan es menyebabkan seluruh potensi sumberdaya ikan Pelagis Kecil dan ikan Karang termanfaatkan.
Oleh sebab itu diperlukan daerah perairan baru untuk
penangkapan ikan sejenis guna kelestarian (keberlanjutan) sumberdaya perikanan. 8.3. Dampak Alternatif Kebijakan Perikanan terhadap Kesejahteraan Masyarakat dan Kelestarian Sumberdaya Hasil analisis LGP yang ditampilkan dalam bentuk skenario kebijakan perikanan dan perubahan eksternal dalam model ekonomi sumberdaya perikanan tangkap yang berkelanjutan (perubahan ketersediaan sumberdaya) memberikan pilihan alternatif terbaik usaha pengembangan perikanan tangkap. Penetapan alternatif kebijakan perikanan tangkap terbaik untuk diaplikasikan pada pelaku perikanan ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup (kesejahteraan) masyarakat
112 dan kelestarian sumberdaya perikanan tangkap. Peningkatan kesejahteraan masyarakat dan kelestarian sumberdaya memiliki indikator sebagai berikut : 1. Secara ekonomi dapat meningkatkan pendapatan nelayan 2. Mampu memenuhi permintaan pasar ikan (domestik dan ekspor) 3. Dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja 4. Secara biologi, kelestarian sumberdaya perikanan tangkap tetap terjaga Tiga indikator pertama dapat diidentifikasi melalui besaran target yang dicapai dari tujuan pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap untuk setiap perubahan internal pelaku perikanan dan kebijakan pemerintah terhadap usaha perikanan. Kriteria keempat dapat diidentifikasi melalui besaran nilai potensi sumberdaya ikan (MSY) yang termanfaatkan. Makin besar pencapaian pendapatan, pemenuhan permintaan ikan dan kesempatan kerja, maka makin baik kesejahteraan masyarakat.
Namun, jika pemanfaatan potensi sumberdaya perikanan melebihi
nilai MSY, maka terjadi ancaman kelestarian sumberdaya. Untuk itu, pemanfaatan potensi sumberdaya perikanan yang berkelanjutan tidak boleh melebihi MSY. Penentuan alternatif kebijakan terbaik berdasarkan indikator disesuaikan dengan kondisi sumberdaya, perubahan dalam harga input-output perikanan dan penetapan kebijakan retribusi usaha perikanan. Kondisi yang dimaksud terdiri atas 3 kombinasi dengan 11 skenario perubahan dalam koefisien tujuan (akibat perubahan harga input-output dan kebijakan pemerintah) dan kendala sumberdaya (akibat perubahan ketersediaan sumberdaya). Beberapa alternatif kebijakan pengelolaan perikanan tangkap guna peningkatan kesejahteraan dan kelestarian sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali, disajikan pada Tabel 29.
Indikator kesejahteraan dan kelestarian sumberdaya perikanan Besaran target Basis
Skenario 1
Skenario 2
Skenario 3
Skenario 11
Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Skenario 4 Skenario 5 Skenario 6 Skenario 7 Skenario 8 Skenario 9 Skenario 10
596.55 (44.22) 729.66 (77.05)
749.76 (55.58) 915.50 (96.68)
827.75 (61.36) 946.94 (100.00)
827.75 (61.36) 946.94 (100.00)
339.18 (75.29) 3 788.95 (100.00) 1 355.20 (45.65)
340.19 (75.52) 3 788.95 (100.00) 1 370.05 (46.15)
827.75 (61.36) 946.94 (100.00)
1 139.02 (115.53)
1 137.96 (115.42)
826.48 (61.27) 946.94 (100.00)
3 193.58 (133.07)
3 208.26 (133.68)
648.68 (48.09) 750.26 (79.23)
471.19 (15.87)
3 523.36 (92.99)
235.98 (52.39)
939.07 (95.25)
1 863.33 (77.64)
12 620.40 (95.63)
Skenario 6
648.68 (48.09) 750.26 (79.23)
471.19 (15.87)
3 523.36 (92.99)
235.98 (52.39)
939.07 (95.25)
1 863.33 (77.64)
11 690.00 (88.58)
Skenario 7
663.85 (49.21) 766.01 (80.89)
934.52 (31.48)
2 291.69 (60.48)
242.29 (53.79)
867.42 (87.98)
2 400.00 (100.00)
14 029.03 (106.30)
Skenario 8
657.49 (48.74) 759.41 (80.20)
740.36 (24.94)
2 807.83 (74.11)
239.65 (53.20)
897.43 (91.02)
2 175.11 (90.63)
13 197.79 (100.00)
Skenario 9
826.48 (51.27) 946.94 (100.00)
1 370.05 (46.15)
3 788.95 (100.00)
340.19 (75.52)
1 137.96 (115.42)
3 208.26 (133.68)
15 715.71 (119.08)
Skenario 10
Peningkatan aksesibilitas (ketersediaan) BBM 50% + effort penangkapan ikan 25% Peningkatan aksesibilitas BBM 50% + effort penangkapan ikan 25% + ketersediaan es 50% Peningkatan aksesibilitas BBM 50% + effort penangkapan ikan 25% + ketersediaan es 50% + retribusi usaha perikanan 5% Peningkatan aksesibilitas BBM 50% + effort penangkapan ikan 25% + ketersediaan es 50% + harga ikan 10% Peningkatan aksesibilitas BBM 50% + effort penangkapan ikan 25% + ketersediaan es 50% + retribusi usaha perikanan 5% + harga ikan 10% Peningkatan harga BBM, Es dan kebutuhan pokok (biaya konsumsi melaut) masing-masing 15% Peningkatan harga BBM, Es dan kebutuhan pokok (biaya konsumsi melaut) masing-masing 15% + retribusi usaha perikanan 5% Peningkatan harga BBM, Es dan kebutuhan pokok (biaya konsumsi melaut) masing-masing 15% + harga ikan 10% Peningkatan harga BBM, Es dan kebutuhan pokok (biaya konsumsi melaut) masing-masing 15% + retribusi usaha perikanan 5%+ harga ikan 10% Penurunan harga BBM dan Es masing-masing 20% + peningkatan harga kebutuhan pokok 15% + pemberlakuan retribusi usaha perikanan 5% + peningkatan effort penangkapan ikan 25% = Penurunan harga BBM dan Es masing-masing 20% + peningkatan harga kebutuhan pokok 15% + pemberlakuan retribusi usaha perikanan 5% + peningkatan effort penangkapan ikan 25% + harga ikan 10%
= = = = = = = = = =
946.94
MSY ikan Karang (ton)
4
Keterangan :
1 348.98
MSY ikan Demersal (ton)
3
18 402.45 (139.44)
Skenario 5
19 917.71 (150.92)
Skenario 4
Tingkat pencapaian target kesejahteraan masyarakat dan kelestarian sumberdaya perikanan (%)
A. KESEJAHTERAAN MASYARAKAT 12 789.25 16 546.01 17 046.62 15 726.02 1. Pendapatan maksimum (Rp 13 197.79 (96.90) (125.37) (129.16) (119.16) juta) 2 400.00 3 080.29 3 193.45 3 193.45 2. Memenuhi permintan ekspor 2 400.00 (100.00) (128.35) (133.06) (133.06) ikan (ton) 837.21 1 097.01 1 139.02 1 139.02 3. Memenuhi permintaan ikan 985.92 (84.92) (111.27) (115.53) (115.53) domestik (ton) 248.44 329.02 339.18 339.18 4. Penyerapan tenaga kerja 450.47 (55.15) (73.04) (75.29) (75.29) (.000 HOK) B. KELESTARIAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP 2 549.61 3 603.60 3 788.95 3 788.95 MSY ikan Pelagis Kecil 1 3 788.45 (67.29) (95.11) (100.00) (100.00) (ton) 1 026.04 1 355.20 1 355.20 1 355.20 MSY ikan Pelagis Besar 2 2 968.63 (34.56) (45.65) (45.65) (45.65) (ton)
No.
Tabel 29. Alternatif Kebijakan Pengelolaan Perikanan guna Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat dan Kelestarian Sumberdaya Perikanan Tangkap di Perairan Kabupaten Morowali, Tahun 2003
827.75 (61.36) 946.94 (100.00)
1 355.20 (45.66)
3 788.95 (100.00)
339.18 (75.29)
1 139.02 (115.52)
3 193.45 (133.06)
18 384.77 (139.30)
Skenario 11
113
114
Tabel 29 menunjukkan bahwa, ada tiga kombinasi dan 11 skenario perubahan internal kebijakan perikanan, dimana penentuan alternatif terbaik pengelolaan perikanan tangkap guna kesejahteraan masyarakat dan kelestarian sumberdaya dapat tercapai. Kombinasi tersebut adalah (1) ketersediaan BBM, es dan effort penangkapan meningkat, (2) peningkatan harga BBM, es dan kebutuhan pokok, dan (3) kombinasi kedua kondisi 1 dan 2. Setiap kombinasi divariasi dengan pemberlakuan retribusi usaha perikanan dan peningkatan harga ikan. Berdasarkan ketiga kombinasi dan 11 skenario perubahan kebijakan, maka dipilih 5 (lima) skenario terbaik, yakni : 1. Skenario 4, yakni peningkatan aksesibilitas penggunaan BBM, es dan upaya penangkapan ikan, diikuti dengan peningkatan harga ikan. Target yang dicapai dari kombinasi kebijakan ini melebihi kebijakan lainnya terutama dalam hal memaksimumkan pendapatan nelayan mencapai Rp 19 917.71 juta (150.92%), permintaan ikan untuk ekspor terpenuhi 3 208.26 ton (133.68%) dan tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan Pelagis Besar mencapai 46.15%. Namun, jika pemerintah memberlakukan retribusi pada seluruh usaha perikanan tangkap, maka dipilih skenario 5. Target pemenuhan kebutuhan konsumsi ikan domestik dan pemanfaatan sumberdaya ikan Demersal pada skenario ini melebihi skenario 4, sedangkan besaran target lainnya menduduki urutan kedua setelah skenario 4. 2. Skenario 8 yakni peningkatan harga BBM, es dan kebutuhan pokok diikuti dengan peningkatan harga ikan. Pertimbangannya, walaupun terjadi peningkatan harga input, namun pencapaian pendapatan oleh nelayan masih melebihi target (Rp 14 029.03 juta yang dicapai) dan 2 400 ton permintaan ekspor ikan terpenuhi, serta pemanfaatan sumberdaya ikan Pelagis Besar, Demersal dan ikan Karang (kecuali ikan Pelagis Kecil) mengalami peningkatan.
115
3. Skenario 11, jika penurunan harga input BBM dan es, disaat harga kebutuhan pokok dan retribusi usaha perikanan diberlakukan diikuti dengan peningkatan harga ikan menyebabkan pendapatan nelayan meningkat sampai Rp 18 384.77 (139.30%) dan permintaan konsumsi ikan domestik terpenuhi sampai 1 139.02 ton (115.53%). Namun jika pengelolaan perikanan ditujukan untuk pemenuhan permintaan ekspor ikan dan penyerapan tenaga kerja, maka dipilih skenario 10. Ketersediaan BBM minyak tanah dan es balok pada setiap skenario selalu terpakai habis. Hal ini mengindikasikan pentingnya kedua input tersebut bagi usaha nelayan sehingga ketersediaannya perlu ditambah. Namun peningkatan ketersediaan BBM dan es, akan meningkatkan intensitas penangkapan pada sumberdaya ikan Pelagis Kecil, Pelagis Besar dan ikan Karang sehingga ketersediaan sumberdaya menurun dan seluruhnya termanfaatkan. Pada kondisi ini pemanfaatan sumberdaya perikanan mencapai titik MSY, sehingga diperlukan daerah penangkapan baru (new fishing ground) guna kelestarian sumberdaya. Kebijakan peningkatan aksesibilitas penggunaan BBM dan es yang ditunjang oleh peningkatan harga ikan berdampak pada pencapaian target pengelolaan perikanan tangkap. Secara makro, pemberlakuan retribusi bagi usaha perikanan dapat meningkatkan pendapatan daerah Kabupaten Morowali dari sektor perikanan. Secara biologi, pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap oleh nelayan dapat berlangsung dalam jangka waktu yang relatif lama dan ketersediaan sumberdaya ikan tetap lestari.