4 Hasil dan Pembahasan Sebelum dilakukan sintesis katalis Cu/ZrSiO4, serbuk zirkon (ZrSiO4, 98%) yang didapat dari Program Studi Metalurgi ITB dicuci terlebih dahulu menggunakan larutan asam nitrat 1,0 M. Tujuan dari pencucian ini adalah untuk mengaktifkan serbuk zirkon dengan cara menghilangkan pengotor-pengotor (2%) yang kemungkinan terdapat di dalamnya. Dengan adanya pengotor, larutan Cu(NO3)2 tidak akan terimpregnasi dengan sempurna pada serbuk zirkon karena terhalangi oleh pengotor-pengotor tersebut. Dengan menggunakan larutan asam nitrat, pengotor yang kemungkinan ada pada serbuk zirkon dapat larut dalam asam nitrat, sehingga dapat dipisahkan. Untuk menghilangkan sisa asam nitrat, serbuk zirkon dicuci dengan air lalu disaring. Karena zirkon memiliki ukuran partikel yang sangat kecil, maka sulit untuk memisahkan zirkon dari larutan.
Untuk itu dilakukan sentrifuga menggunakan alat Fisher Scientific CentrificTM
Centrifuge dengan skala 9 selama 15 menit sebanyak lima kali menggunakan air, sehingga serbuk zirkon akan mengendap pada dasar tabung dan dapat dipisahkan. Cu(NO3)2 dipilih sebagai sumber ion logam Cu karena kelarutannya yang tinggi dan sisa ion nitrat dari Cu(NO3)2 ini akan terdekomposisi saat kalsinasi.(40) Sedangkan logam Cu dipilih sebagai zat aktif katalis karena katalis tersebut mampu memberikan aktivitas dan selektivitas yang tinggi pada suhu operasi rendah dibandingkan dengan katalis berbasis logam lainnya.(11) Hal tersebut telah dibuktikan oleh penelitian sebelumnya yang menghasilkan katalis berbasis Cu dengan aktivitas hampir seratus persen pada suhu 225oC.(3) Metode sintesis katalis yang digunakan pada penelitian ini adalah incipient wetness impregnation. Pada metode ini, larutan Cu(NO3)2 tidak boleh membasahi penyangga. Hal tersebut dilakukan karena bila larutan Cu(NO3)2 membasahi penyangga, maka saat dikeringkan, Cu(NO3)2 akan ikut mengering di luar penyangga. Padahal yang seharusnya mengering adalah penyangga yang telah diimpregnasi oleh larutan Cu(NO3)2. Dengan kata lain, bila larutan Cu(NO3)2 membasahi penyangga, maka saat dikeringkan, akan terbentuk
40
dua fasa padat, yaitu penyangga yang telah diimpregnasi oleh Cu(NO3)2 dan Cu(NO3)2.xH2O itu sendiri. Ilustrasi Cu(NO3)2 yang membasahi penyangga dan yang tidak membasahi masing-masing dijelaskan oleh Gambar 4.1 a dan b. Pada Gambar 4.1 a, Cu(NO3)2 yang ditambahkan ke penyangga terlalu banyak, sehingga membasahi penyangga. Setelah dikeringkan dengan panas, Cu(NO3)2 ikut membentuk fasa padat di luar penyangga.
Hal tersebut tidak
diinginkan karena seharusnya Cu(NO3)2 terimpregnasi seluruhnya pada penyangga, seperti pada Gambar 4.1 b. Oleh karena itu, saat serbuk zirkon hampir basah oleh larutan Cu(NO3)2, perlu dilakukan pengeringan di dalam oven.
Setelah kering, larutan Cu(NO3)2 dapat
diteteskan kembali. Langkah-langkah tersebut dilakukan terus hingga larutan Cu(NO3)2 habis.
Dengan langkah-langkah tersebut, terbentuknya fasa padat Cu(NO3)2 di luar
penyangga dapat dihindari.
Katoda
(b) Gambar 4.1 Ilustrasi pembasahan Cu(NO3)2 (warna biru) pada penyangga (warna putih) (a) Cu(NO3)2 yang membasahi penyangga; (b) Cu(NO3)2 yang tidak membasahi penyangga
Komposisi mol Cu untuk katalis Cu/ZrSiO4 dibuat bervariasi, yaitu 9% dan 15%. Sebelum digunakan, Cu(NO3)2.3H2O yang masih basah dikeringkan pada suhu di bawah 114oC lalu segera ditimbang.
Hal tersebut dilakukan karena Cu(NO3)2.3H2O dapat terdekomposisi
menjadi CuO pada suhu 114oC. Setelah sintesis, tahap penting lainnya adalah kalsinasi. Kalsinasi bertujuan untuk mengubah Cu(NO3)2 pada katalis menjadi CuO dan menghilangkan ion nitrat. Temperatur kalsinasi yang dipilih adalah 500oC selama 12 jam. Temperatur ini sesuai dengan penelitian Purnama untuk katalis Cu/ZrO2. Dicoba juga temperatur kalsinasi lain untuk katalis 15%Cu/ZrSiO4, yaitu pada 300oC selama 4 jam. Variasi temperatur kalsinasi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh temperatur kalsinasi terhadap keaktifan katalis yang dihasilkan. Namun perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui temperatur kalsinasi yang optimum untuk katalis ini.
41
(a)
(b)
(c)
Gambar 4.2 Penampakan fisik penyangga ZrSiO4 selama proses sintesis katalis Cu/ZrSiO4 (a) Penyangga ZrSiO4; (b) ZrSiO4 yang telah diimpregnasi oleh Cu(NO3)2; (c) padatan CuO/ZrSiO4
Sebelum dilakukan uji aktivitas katalis, perlu dilakukan reduksi CuO pada katalis menjadi Cu secara insitu di dalam reaktor. Proses reduksi merupakan proses yang sangat penting karena akan menentukan aktifitas katalis yang akan diuji. Bila suhu reduksi terlalu rendah, maka tidak semua CuO tereduksi menjadi Cu.
Akibatnya katalis akan menunjukkan
aktivitas yang rendah. Sedangkan bila suhu reduksi terlalu tinggi, maka dapat merusak katalis dan spesi lain dapat tereduksi. Hal tersebut juga dapat menurunkan aktivitas katalis. Kondisi reduksi yang dipilih pada penelitian ini adalah pada suhu 150oC selama 2 jam dan 300oC selama 4 jam dengan laju alir gas hidrogen sebesar 40 mL/menit dan laju alir gas nitrogen sebesar 30 mL/menit.
Suhu 150oC dipilih karena menurut Vong, CuO dapat
tereduksi secara optimal menjadi Cu menggunakan gas hidrogen pada suhu 146-154oC.(42) Sedangkan suhu 300oC dipilih untuk mempercepat reaksi reduksi. Reaksi reduksi yang terjadi adalah sebagai berikut: CuO + H2 ≡ Cu + H2O CuO dapat direduksi oleh hidrogen menjadi Cu karena memiliki potensial reduksi yang lebih besar/positif daripada potensial reduksi hidrogen. Sedangkan ZnO tidak dapat direduksi oleh hidrogen karena memiliki potensial reduksi yang lebih kecil/negatif daripada potensial reduksi hidrogen. Semakin kecil/negatif nilai potensial reduksi suatu senyawa, makin kuat kerjanya sebagai pereduksi.
Berikut ini adalah setengah reaksi reduksi senyawa yang
digunakan dalam penelitian ini beserta nilai potensial reduksinya. Cu2+ + 2e- Æ Cu Eo = +0,34 V 2H+ + 2e- Æ H2 Eo = 0 V Zn2+ + e- Æ Zn Eo = -0,76 V Setelah reduksi selesai, gas hidrogen dimatikan, tetapi gas nitrogen tetap dialirkan untuk mengusir gas hidrogen di dalam reaktor. Bila kadar hidrogen telah mencapai 0,1%, dan suhu 42
reaktor telah mencapai suhu yang diinginkan, maka reaksi RKM siap dilakukan. Reaksi RKM dilakukan dengan mengumpankan campuran metanol dan air dengan perbandingan mol 1:1,2. Sebelum masuk ke reaktor, metanol dan air diuapkan terlebih dahulu, kemudian bereaksi di dalam reaktor dengan bantuan katalis. disintesis ditunjukkan pada Tabel 4.1.
Aktivitas katalis-katalis yang telah
Aktivitas seluruh katalis tersebut dibandingkan
dengan katalis LTSC komersial. Tabel 4.1 Nilai hasil uji aktivitas katalis Katalis
LTSC Komersial
9%Cu/ZrSiO4
15%Cu/ZrSiO4
15%Cu/ZrSiO4 (Tkal=300oC)
T (oC)
Konversi MeOH (%)
200
65,40
225
96,50
250
99,60
300
106,81
150
0,03
200
0,60
250
4,72
300
15,46
150
0,03
200
1,73
250
6,12
300
27,76
150
0,08
200
0,33
250
2,21
400
8,36
150
0,28
200
3,02
250
8,73
300
21,08
15%Cu/15%ZnO/ZrSiO4
43
120 9%Cu/ZrSiO4
Konversi MeOH (%mol)
100
15%Cu/ZrSiO4
80
15%Cu/ZrSiO4 (Tkal = 300oC) 15%Cu/15%ZnO/ZrSiO4
60
LTSC Komersial
40 20 0 130
180
230
280 330 o Temperatur ( C)
380
430
Gambar 4.3 Kurva konversi metanol terhadap temperatur reaksi RKM
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa konversi metanol naik seiring dengan bertambahnya kandungan Cu dan temperatur reaksi. Hal ini tampak setelah kandungan Cu naik dari 9% menjadi 15% ternyata dapat menaikkan konversinya hampir dua kali lipat. Hal ini terjadi karena semakin banyaknya Cu sebagai sisi aktif katalis yang dapat mempercepat reaksi RKM. Begitu pula dengan naiknya temperatur, maka akan dapat menaikkan nilai tetapan laju reaksi dan menghasilkan energi kinetik yang melampaui energi aktivasi reaksi RKM, sehingga reaksi berjalan lebih cepat. Kurva konversi metanol terhadap temperatur reaksi RKM ditunjukkan pada Gambar 4.3. Pengaruh suhu kalsinasi terhadap aktivitas katalis juga dievaluasi. Variasi suhu kalsinasi dilakukan terhadap katalis 15%Cu/ZrSiO4. Katalis 15%Cu/ZrSiO4 pertama dikalsinasi pada suhu 500oC selama 12 jam, sedangkan katalis 15%Cu/ZrSiO4 kedua dikalsinasi pada suhu 300oC selama 4 jam. Ternyata suhu kalsinasi sangat berpengaruh terhadap aktivitas katalis. Terlihat pada katalis 15%Cu/ZrSiO4 pertama, tercapai konversi metanol sebesar 15,46% pada suhu reaksi RKM 300oC, sedangkan katalis kedua hanya menghasilkan konversi sebesar 8,36% pada suhu reaksi RKM 400oC. Masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mencari suhu kalsinasi optimum untuk katalis ini. Penambahan ZnO bertujuan untuk meningkatkan aktivitas katalis Cu/ZrSiO4, tetapi efek yang terjadi tidak terlalu signifikan. Mulai suhu reaksi 200oC, aktivitas katalis naik sekitar 2oC dengan adanya penambahan ZnO pada katalis 15%Cu/ZrSiO4. Namun pada suhu reaksi 300oC, aktivitas katalis 15%Cu/ZrSiO4 lebih besar daripada katalis 15%Cu/15%ZnO/ZrSiO4 karena terdapat kesalahan saat pengukuran, tetapi hal tersebut dapat diabaikan.
44
Secara umum, seluruh katalis Cu/ZrSiO4 memiliki aktivitas yang jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan katalis LTSC komersial (Cu/ZnO/Al2O3). Hal itu kemungkinan terjadi karena ZrSiO4 dan katalis-katalis yang telah disintesis menggunakan penyangga ZrSiO4 memiliki luas permukaan yang kecil. Dari analisis luas permukaan menggunakan metode BET (Brunauer-Emmet-Teller), didapat luas permukaan spesifik penyangga ZrSiO4, katalis 15%Cu/ZrSiO4. dan katalis 15%Cu/15%ZnO/ZrSiO4 masing-masing adalah sebesar 4,94 m2/gram, 5,58 m2/gram, dan 2,74 m2/gram. Padahal luas permukaan penyangga katalis yang seharusnya digunakan adalah sebesar 10-3000 m2/g.(34) Luas permukaan dihitung dari volume gas nitrogen yang teradsorpsi pada permukaan untuk membentuk lapisan tunggal. Dengan membagi luas permukaan sampel katalis dengan berat sampel katalis, maka didapatkan luas permukaan spesifik. Diagram yang menunjukkan naik turunnya luas permukaan ini ditunjukkan pada Gambar 4.4. Dari gambar tersebut, nampak bahwa luas permukaan penyangga ZrSiO4 bertambah setelah diimpregnasi dengan Cu. Namun, luas permukaan katalis 15%Cu/ZrSiO4 jauh berkurang setelah ditambahkan ZnO pada katalis tersebut. Penyebab dari fenomena tersebut masih belum dapat dipastikan. 5,58 5.58
Luas Permukaan (m2/g)-
6 5
4,94 4.94
4
2,74 2.74
3 2 1 0 ZrSiO4
15%Cu/ZrSiO4
15%Cu/15%ZnO/ZrSiO4
Katalis Gambar 4.4 Diagram hasil pengukuran luas permukaan menggunakan metode BET
Karakterisasi XRD yang telah dilakukan adalah untuk katalis 9%Cu/ZrSiO4, 15%Cu/ZrSiO4, dan 15%Cu/15%ZnO/ZrSiO4. Difraktogram XRD dari ketiga katalis ini dapat dilihat pada gambar di halaman selanjutnya.
45
Gambar 4.5 Difraktogram XRD katalis 9%Cu/ZrSiO4
Gambar 4.6 Difraktogram XRD katalis 15%Cu/ZrSiO4
46
Gambar 4.7 Difraktogram XRD katalis 15%Cu/15%ZnO/ZrSiO4
Puncak-puncak tajam dan berintensitas tinggi pada difraktogram ketiga katalis tersebut mengindikasikan padatan tersebut memiliki fasa kristalin.
Pada difraktogram tersebut
muncul puncak-puncak CuO yang cukup dominan yang mirip dengan difraktogram standar pada database PCPDFWin, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.8. Namun puncakpuncak CuO tersebut berimpitan dengan puncak-puncak ZrSiO4, sehingga tidak terlalu jelas nampak pada difraktogram. Puncak CuO pada difraktogram katalis 9%Cu/ZrSiO4 yang mirip dengan puncak CuO pada database PCPDFWin 80-1916 ditunjukkan pada sudut 2θ 38,6°, 53,5°, dan 67,8o. Sedangkan puncak CuO pada difraktogram katalis 15%Cu/ZrSiO4 yang mirip dengan puncak CuO pada database PCPDFWin 80-1916 ditunjukkan pada sudut 2θ 35,5o, 38,7o, dan 67,8o. Dan puncak CuO pada difraktogram katalis 15%Cu/15%ZnO/ZrSiO4 yang mirip dengan puncak CuO pada database PCPDFWin 80-1916 ditunjukkan pada sudut 2θ 35,7o, 38,6o, dan 47,6o. Puncak-puncak ZnO juga terdeteksi pada katalis 15%Cu/15%ZnO/ZrSiO4 pada sudut 2θ 31,8o, 47,5o, dan 62,9o. Puncak-puncak tersebut mirip dengan puncak-puncak ZnO pada database PCPDFWin 80-0074 (Gambar 4.9). ZrSiO4 juga terdeteksi pada ketiga katalis tersebut. Hal tersebut nampak pada adanya puncak-puncak khas ZrSiO4 pada sudut 2θ 20,0o, 27,0o, dan 35,8o.
Puncak-puncak tersebut mirip dengan puncak-puncak ZrSiO4 pada
database PCPDFWin 83-1383 (Gambar 4.10). Hal tersebut menunjukkan bahwa ketiga katalis tersebut memiliki fasa ruah seperti yang diharapkan.
47
Gambar 4.8 Puncak CuO pada PDF 80-1916
Gambar 4.9 Puncak ZnO pada PDF 80-0074
48
Gambar 4.10 Puncak ZrSiO4 pada PDF 83-1383
49