4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Penentuan Kadar Air Pada pengukuran inframerah dari pelumas ini bertujuan untuk membandingkan hasil spektra IR dari pelumas yang bebas air dengan pelumas yang diduga memiliki kadar air yang tinggi di dalamnya.Perbandingan dilakukan dengan menganalisa gugus-gugus fungsi yang dihasilkan dari spektra inframerah dan membandingkannya dengan tabel korelasi.
4.1.1 Penentuan Puncak Serapan Air Dengan FTIR 105
Multipoint Baselinecorrection Multipoint Baselinecorrection
%T 90
75
60
45
30
15
0 4400 sampel
4000
3600
3200
2800
2400
2000
1800
1600
1400
1200
1000
800 1/cm
Gambar 0.1: Spektra tumpukan Inframerah sampel pelumas bekas dengan pelumas bekas bebas air
Gambar 4.1 menunjukkan spektra inframerah dari sampel yang akan diteliti. Dari spektra yang dihasilkan diperoleh puncak-puncak serapan yang cukup tajam di beberapa bilangan gelombang.Puncak-puncak tajam didapat pada bilangan gelombang 1375,25 cm-1, 1460,11cm-1, 2852,72cm-1, 2918,30cm-1, 2953,02cm-1, 3412,08cm-1.
Tabel 0.1: Tabel korelasi inframerah
Bilangan gelombang (cm-1)
Jenis vibrasi
1375,30
Tekuk simetris CH
1460,11
Vibrasi deformasi –O-CH2
2852,75
CH2 asiklik
2916,30
Vibrasi ulur –C-H
2953,02
CH2 asiklik
3412,09
Vibrasi O-H
Untuk dapat melakukan perbandingan pelumas bekas, dilakukan pengukuran pada pelumas bekas bebas air. Dari dua spektra inframerah yang diperoleh, terlihat puncak-puncak yang hampir sama pada bilangan gelombang yang sama. Agar lebih mudah melakukan perbandingan, dilakukan penggabungan spektra inframerah dari pelumas bekas. Pada spektra hasil penggabungan, terlihat lebih jelas persamaan puncak-puncak yang terdapat di dalam kedua pelumas. Perbedaan hanya terdapat pada puncak pada bilangan gelombang 3412,08cm-1. Berdasarkan tabel korelasi, puncak serapan pada bilangan gelombang ini merupakan puncak serapan dari gugus fungsi O-H dari air. Besarnya puncak yang dihasilkan tergantung pada besarnya konsentrasi air yang terkandung di dalam senyawa. Pada spektra inframerah dari sampel pelumas, puncak gugus fungsi O-H yang dihasilkan cukup besar dan tajam. Hal ini menunjukkan bahwa di dalam sampel pelumas bekas tersebut, terdapat air dengan kandungan yang cukup tinggi.
4.2 Pembuatan Standar Emulsi Air Dalam Pelumas Bekas Untuk menghitung kadar air yang terkandung di dalam pelumas bekas, harus dilakukan dengan membandingkan sampel dengan pelumas yang memiliki air dengan jumlah yang diketahui. Untuk itu perlu dibuat suatu campuran standar simulasi pelumas yang telah ditambahkan air dengan jumlah yang telah ditentukan. Gambar 4.2 merupakan gambar dari spektra inframerah yang dihasilkan dari pengukuran. Dari spektra terlihat penurunan puncak serapan pada bilangan gelombang 3412,08cm-1 yang merupakan puncak gugus fungsi O-H dari air. Penurunan ini sejalan dengan berkurangnya jumlah air yang ditambahkan ke dalam pelumas tersebut. 18
0.5
Multipoint Multipoint Multipoint Multipoint Multipoint Multipoint Multipoint
Abs 0.45
0.45 Abs
Baselinecorrection Baselinecorrection Baselinecorrection Multipoint Baselinecorrection Multipoint Baselinecorrection Baselinecorrection Multipoint Baselinecorrection Multipoint Baselinecorrection Baselinecorrection Multipoint Baselinecorrection Multipoint Baselinecorrection Baselinecorrection Multipoint Baselinecorrection Baselinecorrection
0.375
0.4
0.3
0.225
0.35 0.15
0.075
0.3
0
0.25
3675
3625
3575
3525
3475
3425
3375
3325
3275
3225
3175
3125
3075
5%
3025 1/cm
0.2
0.15
0.1
0.05
0 4400 5%
4000
3600
3200
2800
2400
2000
1800
1600
1400
1200
1000
800 1/cm
Gambar 0.2: Spektra inframerah pelumas standar simulasi dengan perbesaran gambar pada spektra serapan gugus O-H
Gambar 4.2 merupakan gambar dari spektra inframerah yang dihasilkan dari pengukuran. Dari spektra terlihat penurunan puncak serapan pada bilangan gelombang 3412,08cm-1 yang merupakan puncak gugus fungsi O-H dari air. Penurunan ini sejalan dengan berkurangnya jumlah air yang ditambahkan ke dalam pelumas tersebut. Dari absorban yang diperoleh pada puncak serapan gugus fungsi, dialurkan terhadap jumlah air yang ditambahkan ke dalam pelumas sehingga diperoleh kurva kalibrasi standar (Gambar 4.3). Intensitas puncak gugus O-H dari sampel pelumas bekas menunjukkan nilai %T 73,90. Dengan menggunakan rumus A = − log
%T , akan diperoleh nilai A dari sampel yaitu sebesar 0,1314. 100
Dengan menggunakan persamaan regresi linier yang telah melalui titik 0,0 dari kurva kalibrasi standar, kadar air yang terkandung di dalam sampel dapat dihitung sebagai berikut:
A x100% slope 0,1314 = x100% 0, 0105 = 12,51%
kadarair =
19
Dari hasil perhitungan, didapatkan besarnya kadar air yang terkandung di dalam sampel pelumas bekas sebesar 12,51%.
0.45 0.4 0.35
y = 0,010x R² = 0,994
Absorban
0.3 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0 0
10
20 30 40 Kadar Air dalam Pelumas Bekas (%)
50
Gambar 0.3: Kurva kalibrasi standar larutan pelumas simulasi standar melalui 0,0
4.3 Penentuan Konsentrasi Larutan Elektrolit Air yang terkandung di dalam pelumas bekas biasanya merupakan air bebas dan air terikat. Air terikat ini akan stabil di dalam pelumas bekas dalam bentuk emulsi. Untuk melakukan proses pemisahan air dari pelumas bekas, maka bentuk emulsi air harus dipecah terlebih dahulu. Secara umum, proses pemecahan emulsi dapat dilakukan dengan beberapa cara, tergantung dari jenis kestabilan emulsi. Jika kestabilan emulsi berasal dari kestabilan elektrik yang terdapat pada permukaan
emulsi,
maka
emulsi
dapat
dipecah
dengan
penambahan
sejumlah
elektrolit.(Bikerman,1948) Emulsi akan lebih stabil jika pada permukaan terbentuk lapisan film tipis yang terbentuk dari surfaktan. Pada permukaan film tersebut akan terdapat suatu gaya elektrostatik yang menstabilkan lapisan film tersebut, sehingga emulsi stabil. Usaha yang dilakukan untuk memecah emulsi sebanding dengan besarnya usaha yang kita lakukan untuk memcah film tersebut. Lapisan film emulsi ini dapat dipecah secara langsung. Gangguan secara mekanik dapat mengganggu kestabilan permukaan film, sehingga memperbesar kemungkinan pecahnya emulsi.(Bikerman,1948).
20
Larutan elektrolit yang digunakan sebagai pemecah emulsi air pada pelumas bekas adalah larutan NaCl. NaCl merupakan salah satu elektrolit kuat yang jika dilarutkan dalam air, maka molekul-molekul elektrolit ini akan berdisosiasi menjadi ion-ionnya (Vogel, 2000). Ion-ion ini nantinya akan mengganggu sistem elektrostatik yang terdapat pada permukaan film. Banyaknya jumlah molekul bernuatan ini akan sebanding dengan banyaknya NaCl yang dilarutkan dalam air. Untuk itu perlu dicari konsentrasi larutan NaCl yang paling tepat untuk digunakan sebagai pemecah emulsi. Pada penelitian ini, konsentrasi larutan NaCl divariasikan dari 200ppm hingga 2000ppm. Variasi konsentrasi NaCl ini diharapkan dapat berpengaruh terhadap efisiensi pemecahan emulsi air dalam pelumas bekas. Pada Gambar 4.4 dapat dilihat pengaruh variasi konsentrasi NaCl terhadap berkurangnya intensitas puncak serapan gugus O-H dalam lapisan pelumas. Multipoint Baselinecorrection Multipoint Baselinecorrection Multipoint Baselinecorrection 1 Multipoint Baselinecorrection Multipoint Baselinecorrection Multipoint Baselinecorrection Multipoint Baselinecorrection
0.08 Abs 0.07
0.06
0.05
0.04
0.03
0.02
0.01
0
3675 3625 NaCl 200ppm
3575
3525
3475
3425
3375
3325
3275
3225
3175
3125
3075 1/cm
Gambar 0.4: Spektra serapan puncak gugus O-H dari pelumas bekas dengan penambahan larutan elektrolit pada berbagai konsentrasi
Dari Gambar 4.4 terbukti bahwa larutan NaCl dapat berfungsi sebagai pemecah sistem emulsi air dalam minyak pada pelumas bekas. Kurva serapan gugus O-H akan menurun seiring dengan semakin tingginya konsentrasi larutan NaCl yang digunakan. Untuk mengetahui konsentrasi optimum dari larutan elektrolit yang dapat digunakan, dibuat grafik yang mengalurkan antara konsentrasi larutan elektrolit terhadap kadar air dalam pelumas, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.5. Pada Gambar 4.5 terlihat bahwa peningkatan konsentrasi elektrolit mempengaruhi kemampuan dari elektrolit tersebut untuk menurunkan kadar air dari pelumas bekas. Dengan waktu settling 1 21
jam dan 24 jam, keduanya menunjukkan adanya penurunan kadar air, tetapi setelah konsentrasi NaCl 1200ppm penurunan kadar airnya tidak terlalu signifikan. Maka untuk penelitian
Kadar Air dalam pelumas bekas (%)
selanjutnya digunakan larutan NaCl 1200 ppm.
15 10
t = 1 jam t = 24 jam
5 0 0
500
1000
1500
2000
2500
Konsentrasi elektrolit (ppm) Gambar 0.5: Kurva pengaruh konsentrasi elektrolit terhadap sisa kadar air dalam pelumas bekas setelah waktu settling 1 jam dan 24 jam
4.4 Penentuan Volume Etanol Dalam Larutan NaCl 1200 ppm Alkohol merupakan senyawa organik yang mempunyai gugus O-H. Akohol berbobot molekul rendah larut dalam air. Kelarutan dalam air ini langsung disebabkan oleh ikatan hidrogen antara alkohol dan air. Bagian hidrokarbon dari suatu alkohol bersifat nonpolar dan dapat larut dalam fasa minyak. Makin panjang panjang bagian hirokarbon dari alkohol, makin kecil kelarutannya di dalam air. Alkohol berkarbon 1, 2, dan 3 dapat larut dalam air.(Fessenden,1982) Karena sifat-sifat alkohol tersebut, maka alkohol dicoba digunakan sebagai pelarut campuran dalam membuat larutan NaCl 1200ppm. Alkohol yang dipilih adalah etanol.Alasan utama pemilihan etanol karena sifat-sifatnya dapat larut baik di dalam air dan senyawa organik, serta lebih mudah didapat. Fungsi etanol dalam pemecahan emulsi air dalam pelumas bekas adalah membantu kinerja larutan elektrolit dalam memecah lapisan film emulsi air-minyak. Partikelpertikel emulsi bergabung menjadi partikel yang besar yang yang akhirnya membentuk dua lapisan yang akhirnya membentuk dua fasa. Semakin banyak etanol yang digunakan, diharapkan akan semakin tinggi kadar air yang dapat dipisahkan dari pelumas. Pengukuran inframerah digunakan untuk mengetahui kemampuan dari etanol yang digunakan sebagai pelarut dalam larutan elektrolit. Data spektra inframerah yang didapatkan seperti yang terlihat pada Gambar 4.6. 22
105
Multipoint Baselinecorrection Multipoint Baselinecorrection 1 Multipoint Baselinecorrection Multipoint Baselinecorrection Multipoint Baselinecorrection Multipoint Baselinecorrection Multipoint Baselinecorrection 1 Multipoint Baselinecorrection
%T 90
75
60
45
30
Multipoint Baselinecorrection Multipoint Baselinecorrection 1 Multipoint Baselinecorrection Multipoint Baselinecorrection Multipoint Baselinecorrection Multipoint Baselinecorrection Multipoint Baselinecorrection 1 Multipoint Baselinecorrection
0.105 Abs 0.09
0.075
0.06
0.045
0.03
15
0.015
0
-0.015
3725 3675 NaCl-alhokol 2:8
3625
4400 4000 NaCl-alhokol 2:8
3575
3525
3475
3600
3425
3375
3325
3275
3200
3225
3175
3125
3075 1/cm
2800
2400
2000
1800
1600
1400
1200
1000
800 1/cm
Gambar 0.6: Spektra IR sampel pelumas bekas yang ditambahkan campuran NaCl 1200 ppm-etanol dengan berbagai perbandingan volume etanol dalam larutan NaCl 1200 ppm
Gambar 4.6 menunjukkan spektra inframerah dari pengukuran sampel pelumas bekas yang telah dicampur dengan larutan Nacl-etanol sebagai pemecah emulsi. Dari gambar 4.6 terlihat, pada puncak gugus O-H terlihat penurunan intensitas puncak. Penurunan intensitas puncak ini seiring dengan jumlah etanol yang ditambahkan sebagai pelarut dalam larutan NaCl 1200ppm. Semakin banyak etanol yang ditambahkan, semakin kecil intensitas puncak dari gugus O-H, atau dengan kata lain, semakin banyak air yang dapat dipisahkan dari pelumas bekas. Dari Gambar 4.6, selanjutnya dibuat grafik yang mengalurkan pengaruh penambahan etanol di dalam larutan NaCl 1200ppm terhadap sisa air yang terkandung di dalam pelumas bekas. Ini bertujuan untuk mengetahui volume optimum dari etanol yang dapat digunakan. Dari Gambar 4.7 terlihat bahwa penambahan etanol sebagai pelarut dalam NaCl 1200 ppm memberikan hasil yang cukup baik dalam pemecahan emulsi dan memisahkan air dalam pelumas bekas. Dari grafik, dipilih etanol dengan perbandingan 1:1 terhadap larutan NaCl. Pemilihan etanol:NaCl 1:1 ini disebabkan, pada penambahan etanol berlebih, tidak didapatkan kemampuan memecah emulsi yang lebih baik. Selain itu, penggunaan etanol yang terlalu banyak juga tidak ekonomis.
23
bekas (%)
Kadar air dalam pelumas
15 t = 1 jam
10
t = 2 jam
5
t = 24 jam
0 0
2
4
6
8
10
penambahan volume etanol dalam 100 ml NaCl 1200 ppm (x10)
Gambar 0.7: Kurva pengaruh % volume etanol dalam larutan NaCl 1200 ppm terhadap sisa kadar air dalam pelumas bekas setelah waktu settling 1 jam, 2 jam, 24 jam
4.5 Penentuan Angka Banding Volume NaCl 1200ppm-Etanol 1:1 Terhadap Volume Pelumas Bekas Kemampuan larutan NaCl-etanol sebagai pemecah emulsi air dalam pelumas bekas juga dipengaruhi oleh jumlah yang pemecah emulsi yang ditambahkan ke dalam pelumas bekas tersebut. Semakin banyak larutan pemcah emulsi yang ditambahkan maka akan semakin baik kinerja dari larutan dalam memecah emulsi air dalam pelumas bekas. Dari Gambar 4.8 terlihat bahwa volume larutan pemecah emulsi memberikan pengaruh yang cukup besar dalam upaya memcah emulsi air dalam pelumas. Hal ini terlihat dengan menurunnya intensitas puncak O-H seiring meningkatnya volume NaCl-etanol yang ditambahkan ke dalam pelumas bekas Hasil yang diperoleh dari Gambar 4.8 perlu ditingkatkan lebih lanjut, untuk menentukan angka banding volume optimum dari larutan elektrolit terhadap volume pelumas. Untuk itu dibuat grafik yang mengalurkan antara angka banding volume larutan NaCl dalam etanol terhadap pelumas terhadap kadar air yang tersisa dalam pelumas, seperti yang ditunjukkan oleh grafik pada gambar 4.9. Dari gambar 4.9 hasil pengukuran menunjukan bahwa pada perbandingan campuran larutan NaCl 1000 ppm - Etanol (1:1) dengan pelumas bekas sebesar (3:10) telah mampu memberikan penurunan kadar air sebesar tidak kurang dari 60%. Perbandingan yang lebih besar tidak lagi mampu menurunkan jumlah air dalam pelumas dengan signifikan. Hasil ini menunjukkan bahwa hingga perbandingan (3:10) masih terjadi penurunan kadar air namun setelah itu penurunan kadar air tidak lagi signifikan. Dari percobaan ini jelas terlihat bahwa setelah angka banding
24
larutan NaCl 1200 ppm dalam air-etanol 3:10 digunakan dapat disesuaikan dengan kadar air pelumas yang diinginkan sebelum proses daur ulang selanjutnya. Multipoint Baselinecorrection Multipoint Baselinecorrection Multipoint Baselinecorrection Multipoint Baselinecorrection
0.04 Abs 0.035
2:10
0.03
4: 10 0.025
3: 10
0.02
5:10 0.015
0.01
0.005
0 3725
3675
3625
3575
3525
3475
3425
3375
3325
3275
3225
3175
3125
5:10
3075 1/cm
Gambar 0.8: Spektra inframerah dari puncak serapan air pada perbandingan alkohol:air dalam NaCl 1200ppm : 2:10, 3:10, 4:10 dan 5:10.
Kadar air dalam pelumas bekas
14 12 10 8
t = 1 jam
6
t = 2 jam
4
t = 24 jam
2 0 0 2 4 6 Penambahan NaCl 1200 ppml-etanol 1:1 dengan volume oli 10 ml
Gambar 0.9: Kurva pengaruh penambahan volume NaCl-etanol (ml) ke dalam 10ml pelumas bekas setelah wktu settling 1 jam, 2 jam, 24 jam
25
4.6 Penentuan Waktu Settling Untuk memperoleh gambaran mengenai laju settling proses pemecahan emulsi air, dilakukan pengamatan jumlah air dalam pelumas bekas sejalan dengan bertambahnya waktu. Pada spektra yang diberikan pada Gambar 4.10 terlihat dengan jelas penurunan jumlah air seiiring dengan bertambahnya waktu settling. Pada waktu settling 1 jam, jumlah air telah menurun hingga 50% dari jumlah air awal yang terdapat dalam pelumas bekas. Dari pengamatan ini dapat disimpulkan bahwa pemilihan waktu settling dapat disesuaikan dengan jumlah air yang diharapkan pada pelumas.
0.06 Abs 0.0525
0.045
0.0375
0.03
0.0225
0.015
0.0075
0
-0.0075 3625
3575
3525
24a
3475
3425
3375
3325
3275
3225
3175
3125 1/cm
Gambar 0.10: Spektra inframerah serapan air pada pelumas bekas yang ditambahkan larutan NaCl 1200 ppm-etanol yang diperoleh selama waktu settling 24 jam
Banyaknya air yang dapat dipisahkan seiiring dengan lamanya waktu settling terlihat pada grafik yang ditunjukkan Gambar 4.11 Setelah waktu settling 24 jam, kadar air yang dapat dipisahkan dari pelumas bekas sudah optimal. Hal ini terlihat dari grafik, dimana, setelah 24 jam, kadar air yang terkandung di dalam pelumas bekas tersisa 1,34%.Keberhasilan proses pemecahan emulsi air dalam pelumas bekas juga ditunjukkan oleh Gambar 4.12
26
14 Kadar air dalam pelumas bekas
12 10 8 6 4 2 0 0
5
10 15 20 Waktu settling (jam)
25
30
Gambar 0.11: Kurva pengaruh waktu settling terhadap penurunan kadar air dalam pelumas bekas pada angka banding 3:10 larutan NaCl (etanol-air) 1:1 terhadap volume pelumas bekas
Emulsi air
Gambar 0.12: Tampak muka lapisan pelumas dilihat dari mikroskop optik dengan perbesaran 1000x pada permukaan pelumas bekas dengan air termulsi sebesar 12,51%.
Gambar 4.12 merupakan gambar mikroskopik optik 1000x perbesaran dari sampel pelumas bekas dengan air yang termulsi di dalamnya. Dari gambar terlihat bahwa air termulsi dengan stabil di dalam pelumas bekas. Setelah proses pemecahan emulsi air pada pelumas bekas dilakukan maka emulsi air tersebut akan pecah, seperti yang terlihat pada gambar 4.13
27
Gambar 0.13: Tampak muka lapisan pelumas dilihat dari miksoskop optik perbesaran 1000x dari permukaan pelumas setelah ditambahkan larutan pemecah emulsi
Pada gambar 4.13 terlihat bahwa film-film emulsi air telah dipecah oleh larutan NaCl-etanol setelah waktu settling 24 jam. Ini menunjukkan bahwa larutan NaCl 1200ppm-etanol 1:1dapat bekerja dengan sangat baik sebagai larutan pemecah emulsi air dalam pelumas bekas.
28