4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. MEMPELAJARI KARAKTERISTIK INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN MINUMAN JAHE MERAH INSTAN DI DESA BENTENG, CIAMPEA, BOGOR Industri rumah tangga pangan (IRTP) minuman jahe merah instan di Desa Benteng yang berdiri sejak tahun 2009 ini bernama Jahe Gunung Leutik. IRTP tersebut merupakan salah satu bagian anggota kampung TOGA (Tanaman Obat Keluarga) yang dibina oleh DKSH-IPB yang bekerja sama dengan LPPM-IPB dan SEAFAST Center. Pemilik IRTP adalah ibu Sekaryati. Karyawan yang dimiliki terdiri dari 2 orang. Produk IRTP yang dihasilkan berupa serbuk jahe hasil olahan dari tanaman jahe merah. Minuman serbuk jahe ini mencoba untuk mengambil manfaat dari tanaman jahe dengan cara penyajian yang praktis (instan). Secara garis besar, masalah yang terdapat di IRTP tersebut dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Masalah yang dijumpai di IRTP Desa Benteng Parameter Permasalahan Formula produk Belum ada penetapan formula yang tetap sehingga rasa minuman belum optimum Tempat sampah Belum ada tempat sampah khusus saat produksi Masih terdapat kotoran di lantai dan langit-langit Kebersihan ruang produksi ruang produksi PPPK Belum terdapat kotak PPPK khusus Peralatan produksi Belum ada timbangan digital untuk bahan yang ditambahkan dalam jumlah kecil Ruang produksi Belum ada ruang khusus untuk produksi Higiene karyawan Belum ada peralatan cuci tangan khusus produksi, belum ada perlengkapan seperti masker, sarung tangan, dan tutup kepala Belum ada pemeriksaan kesehatan karyawan secara Pemeriksaan kesehatan rutin Spesifikasi bahan baku Belum ada penetapan spesifikasi bahan baku Cara produksi Belum ada penetapan cara produksi yang baku Spesifikasi kemasan Belum ada penetapan spesifikasi kemasan Tanggal kadaluarsa dan kode produksi Belum ada penetapan tanggal kadaluarsa dan kode produksi Label produk Persyaratan label produk pangan belum terpenuhi Pencatatan dan dokumentasi Belum terdapat sistem pencatatan dan dokumentasi setiap produksi Produk minuman jahe merah instan yang dihasilkan belum memiliki formula standar atau tetap. Rasa yang dihasilkan belum optimum, warnanya pun berubah-ubah. Formula tetap (standar) harus digunakan agar karyawannya pun memiliki persepsi yang sama dengan pemilik atau penanggung jawab dari IRTP dalam hal formulasi pada saat pembuatan minuman jahe merah instan. Formula yang tetap merupakan salah satu upaya untuk mendapatkan produk yang bermutu baik. Selain itu, formula tetap juga akan menjaga kepercayaan konsumen terhadap produk minuman jahe merah ini. Kemasan yang digunakan pun masih kurang mendukung untuk memperpanjang umur simpan. Terdapat dua kemasan yang digunakan, yaitu kemasan primer yang berhubungan langsung dengan produk dan kemasan sekunder yang tidak berhubungan langsung dengan produk, Kemasan primer yang digunakan adalah plastik transparan jenis plastik LDPE (Low Density Polyethylene), sedangkan kemasan sekundernya menggunakan kertas karton. Kemudian, dilakukan perbaikan dengan mengubah kemasan primer menggunakan alumunium foil agar lebih menghasilkan produk yang berumur simpan lebih lama, tidak mudah rusak (sobek), terlindungi dari cahaya, dan berbagai cemaran yang
20
dimungkinkan masuk pada saat penyimpanan (misal, semut, debu, mikroba, dsb.) Kemasan sebelum dan sesudah dapat dilihat pada Gambar 4.
(a)
(b)
Gambar 4. (a) kemasan primer dan sekunder sebelum diperbaiki dan (b) kemasan primer dan sekunder setelah diperbaiki Kondisi tempat produksi minuman jahe merah instan pun masih kurang memenuhi syarat. Fasilitas masih terbatas sehingga tidak menunjang proses produksi yang optimal, seperti lokasi produksi yang masih bersatu dengan dapur rumah tangga, peralatan produksi (kompor gas, timbangan) yang terbatas, serta formula yang digunakan belum tetap secara kuantitatif sehingga diperlukan adanya penggunaan standard operating procedure (SOP) di IRTP tersebut agar memiliki produk yang aman, bermutu baik, dan layak untuk dikonsumsi oleh konsumen. Penerimaan yang baik dari konsumen terhadap produk minuman jahe merah instan ini merupakan salah satu faktor dalam memperbaiki IRTP ini. Adapula permasalahan lain, yaitu produk ini masih belum memiliki pelabelan yang sesuai dengan PP No. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Label pun sudah mengalami perbaikan dapat dilihat pada Gambar 5.
(a)
(b)
Gambar 5. (a) label sebelum diperbaiki dan (b) label setelah diperbaiki
4.2. PERBAIKAN FORMULASI MINUMAN JAHE MERAH INSTAN Pembuatan minuman jahe merah instan diawali dengan penyortiran jahe merah segarnya terlebih dulu, kemudian pencucian dan penimbangan. Terdapat 3 formula yang digunakan dengan perbandingan gula pasir dan jahe merah skala produksi 750 gram (Tabel 5 ). Setelah penimbangan, proses selanjutnya adalah proses pembuatan minuman jahe merah instan dengan teknik kokristalisasi. Proses ekstraksi terlebih dahulu dilakukan untuk mendapat ekstrak jahe merah yang menjadi bahan baku utama pembuatan minuman jahe merah instan. Ekstraksi jahe merah dilakukan dengan
21
menghancurkan jahe merah menggunakan blender dengan penambahan air hangat (1:2). Setelah diekstrak sempurna, hasil ekstraknya disaring hingga diambil filtratnya saja dan filtrannya (ampas) dibuang. Filtrat hasil ekstrak jahe merah dengan campuran air tersebut didiamkan terlebih dahulu selama 10 menit. Bahan lain disiapkan, seperti gula pasir, gula merah, rempah bubuk (cabai jawa dan lada hitam), serta garam. Setelah selesai diendapkan, filtrat (cairan) dituangkan ke wajan untuk dilakukan pemanasan dan bahan lainnya pun dilarutkan bersama-sama (kecuali gula pasir) serta diaduk hingga larut sempurna. Jumlah bahan tambahan disesuaikan dengan formula pada Tabel 5. Formula yang digunakan, yaitu formula A dengan perbandingan gula pasir dan jahe merah 2:1, formula B 1:1, dan formula C 3:1. Pemanasan (pemasakan) berlangsung hingga suhu 100 °C dengan disertai pengadukan. Adapun langkah-langkah pembuatannya terdapat pada Gambar 6. Jahe Merah Sortasi Pencucian Penimbangan Cabe jawa dan lada
Pengirisan
Blender
Penghancuran (blender), 15”
Bubuk cabe jawa dan lada hitam
Pengendapan, 10” Pemanasan 100 °C, disertai pengadukan
Air hangat
Gula pasir, gula merah, garam
Pendinginan 70 °C, disertai pengadukan Pembentukan kristal
Pengecilan ukuran kristal, dengan pengadukan Pengayakan
Pengemasan
Minuman jahe merah instan
Gambar 6. Diagram alir proses pembuatan minuman jahe merah instan
22
4.2.1. Rendemen Minuman Jahe Merah Instan Rendemen yang dihasilkan dari tiap formula berbeda-beda, yaitu 66.33% (formula A), 42.67% (formula B), dan 69.33% (formula C). Data lengkap terdapat pada Lampiran 1. Formula C dengan perbandingan gula pasir dan jahe merah 3:1, memiliki rendemen yang paling banyak. Hal ini disebabkan adanya penambahan gula pasir yang lebih banyak dibandingkan dengan formula A dan B. Selain itu, prosesnya pun lebih cepat karena larutannya lebih mudah mengalami keadaan superjenuh. Formula yang memiliki jumlah gula di bawah formula C, misal formula B tahapan kokristalisasinya lebih lama dibandingkan dengan formula A dan C. Menurut Saloko (2003), penambahan gula pasir berhubungan dengan peningkatan hasil berupa padatan terlarut dari produk. Pendapat yang sama diungkapkan oleh Yustina (1995), bahwa penambahan gula kristal sangat berpengaruh terhadap zat padat terlarut. Hal ini disebabkan gula kristal merupakan senyawa yang larut dalam air sehingga dapat meningkatkan zat padat terlarut dalam bahan. Oleh karena itu, semakin tinggi total padatan yang dihasilkan pada bahan maka semakin tinggi rendemennya.
4.2.2. Waktu Rehidrasi Formula C terdispersi secara sempurna pada 27 detik setelah penambahan air panas, sedangkan sampel formula B pada 43 detik dan formula A pada 33 detik. Hasil tersebut menunjukkan bahwa formula yang mengalami waktu rehidrasi tercepat adalah formula C. Namun, formula A dan B juga masih tergolong minuman cepat saji, karena waktu rehidrasi masih tergolong singkat. Semakin besar penambahan gula pasir memberikan kecenderungan indeks kelarutan dalam air serbuk instan yang dihasilkan semakin meningkat (Saloko 2003). Selain itu, semakin besar konsentrasi bahan pengisi yang ditambahkan dalam suatu bahan maka kelarutannya dalam air akan cukup tinggi (Hariantono dan Muchtadi 1986). Kecepatan kelarutan minuman juga menjadi salah satu faktor yang menentukan sifat instan minuman. Berdasarkan hasil penilitian ini, ketiga formula masih tergolong instan karena waktu rehidrasi yang baik untuk minuman serbuk instan berkisar antara 1 menit (Meilutyte 2010).
4.2.3. Warna Warna merupakan faktor mutu yang sangat penting dalam menilai produk-produk makanan dan faktor awal yang menjadi penilaian konsumen terhadap suatu produk. Pengukuran warna dari ketiga sampel menggunakan chromameter metode Hunter notasi L*a*b*. Menurut Farncis dalam Nielsen, nilai ini sangat mewakili warna, dimana L = kecerahan, +a = tingkat kemerahan. –a = tingkat kehijauan, +b = tingkat kekuningan, -b = tingkat kebiruan. Ketiga skala ini dikenal sebagai sistem CIELAB dengan parameter L*a*b. Tabel 7. Hasil analisis warna dengan chromameter CR-300 Minolta Formula A B C
Batch Batch 1 Batch 2 Batch 1 Batch 2 Batch 1 Batch 2
L* +50.97 +50.62 +49.06 +50.90 +50.46 +51.01
a* +3.27 +3.20 +4.35 +3.91 +2.95 +3.00
b* +15.52 +15.22 +14.86 +14.54 +14.14 +14.35
Dari data pada Tabel 7 terlihat bahwa produk minuman jahe merah instan ini memiliki kisaran lightness (L) +50 yang menyatakan tidak terlalu cerah maupun tidak terlalu gelap, dan nilai a positif yang berarti warnanya sedikit merah dan nilai b positif kekuningan. Hasil tersebut dapat mendeskripsikan bahwa perbedaan formulasi yang digunakan tidak berpengaruh terhadap warna serbuk minuman jahe merah instan.
4.2.4. Penerimaan Konsumen Uji hedonik dilakukan untuk mementukan formula mana yang terpilih untuk selanjutnya akan dilakukan karakterisasi produk dari formula terpilih. Adapula eksperimen tambahan yang ditanyakan secara langsung kepada panelis untuk mengetahui panelis pernah meminum minuman berbasis rempah-rempah atau jahe dan mengetahui ketidaksukaan panelis terhadap rempah-rempah atau jahe. Kedua pertanyaan akan dihubungkan dengan hasil uji organoleptik yang diperoleh. Hasil yang
23
diperoleh dari 70 panelis yang pernah meminum minuman dari rempah-rempah atau jahe adalah 69 panelis menyatakan pernah dan hanya 1 panelis yang menyatakan tidak pernah. Kemudian, dilakukan pemetaan kembali dengan pertanyaan berikutnya apakah panelis menyukai produk minuman dari rempah-rempah atau jahe. Hasil yang diperoleh dari 70 panelis adalah 40 panelis menyatakan suka, 26 panelis mentakan agak suka, dan 4 panelis menyatakan tidak suka. Komposisi panelis tidak memberikan pengaruh negatif terhadap uji kesukaan minuman jahe merah instan. Hal ini disebabkan oleh komposisi panelis yang menyatakan tidak suka hanya 6%. 6% 37%
Suka Agak Suka Tidak Suka
57%
Gambar 7. Komposisi panelis berdasarkan ketidaksukaan terhadap rempah-rempah atau jahe Berdasarkan analisis data hasil uji organoleptik dengan menggunakan program SPSS dapat terlihat dari hasil tiap atribut yang diujikan, diantaranya:
(a) Atribut Rasa
Frekuensi Rating Kesukaan (%)
Rasa merupakan persepsi dari sel pengecap yang meliputi rasa asin, manis, asam, dan pahit diakibatkan oleh bahan yang terlarut dalam mulut (Meilgaard et al. 1999). Menurut Nasution (1980), rasa dapat dinilai dengan adanya tanggapan rangsangan kimiawi oleh indera pencicip (lidah). Atribut rasa ini tidak dapat dilepaskan dari keseluruhan cita rasa produk pangan. Rasa pun memegang peranan sangat penting terhadap penerimaan produk pangan. Pengujian organoleptik memperoleh hasilnya bahwa terdapat kurang dari 50% panelis yang memberikan skor kesukaan berkisar antara suka hingga sangat suka terhadap atribut rasa. Distribusi frekuensi (%) dapat dilihat pada Gambar 8. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa formula tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan panelis terhadap rasa (Lampiran 5b). 35.0
31.4 27.1 24.3
30.0 22.9
25.0
17.1
20.0 15.0
10.0
10.0 5.0
14.3 12.9 10.0 10.0
25.7 24.3
8.6
5.7 2.9
netral 8.6
agak suka suka
2.9
1.4
tidak suka agak tidak suka
15.7 14.3 10.0
sangat tidak suka
sangat suka
0.0
A
B
C
Formula Gambar 8. Frekuensi rating kesukaan (%) panelis terhadap atribut rasa ketiga formula (70 panelis) Apabila dilihat dari profil kesukaan terhadap rasa diperoleh dari panelis 70 orang yang menyatakan suka sampai sangat suka terhadap minuman jahe merah instan adalah sebanyak 41.4% untuk formula A, 37.1% untuk formula B, dan 34.3% untuk formula C (Gambar 8). Namun, hasil penilaian panelis yang menyatakan suka terhadap minuman jahe atau rempah-rempah menyatakan skor suka terhadap atribut rasa formula minuman jahe merah instan diperoleh kurang dari 57% panelis (Gambar 7) sehingga dilakukan peninjauan kembali terhadap data frekuensi rating kesukaan (%) dari profil panelis yang tergolong suka minuman berbasis jahe atau rempah-rempah. Dapat dilihat hasil pada Gambar 9.
24
Frekuensi Rating Kesukaan (%)
25.0 22.5
25.0
25.0 22.5 20.0
20.0
20.0 17.5
17.5 15.0
20.0 15.0 15.0
15.0
5.0
tidak suka agak tidak suka
15.0 10.0
sangat tidak suka
10.0 7.5
10.0
10.0
netral
7.5
agak suka
2.5
suka
2.5 0.0
sangat suka
0.0
A
B Formula
C
Gambar 9. Frekuensi rating kesukaan (%) panelis kategori suka minuman berbasis jahe atau rempahrempah) terhadap atribut rasa ketiga formula (40 panelis) Berdasarkan Gambar 9, hasil dari jumlah panelis kategori suka minuman berbasis jahe atau rempah-rempah, diperoleh skor suka sampai sangat suka untuk atribut rasa minuman jahe merah instan hanya 42.5% untuk formula A, formula B 37.5%, dan formula C 35% dari jumlah panelis 40 orang. Hal ini berarti panelis umum dan panelis kategori suka memilih formula A yang lebih disukai daripada formula B dan C untuk rasa dari minuman jahe merah instan. Namun, berdasarkan hasil analisis ragam diperoleh bahwa tiap formula tidak memiliki perbedaan yang nyata dalam hal rasa.
(b) Atribut Aroma
Frekuensi Rating Kesukaan (%)
Aroma merupakan bau yang ditimbulkan oleh rangsangan kimia yang tercium oleh syarafsyaraf olfaktori yang berada dalam rongga hidung ketika makanan masuk ke dalam mulut dan tidak hanya ditentukan oleh satu komponen, tetapi juga oleh beberapa komponen tertentu yang menimbulkan bau khas (Dewayanti 1997). Aroma produk minuman jahe merah instan yang ditimbulkan adalah aroma sari jahe bercampur dengan aroma manisnya gula. Pengujian organoleptik menunjukkan bahwa kurang dari 50% yang memberikan skor kesukaan untuk ketiga formula. Distribusi frekuensi dapat dilihat pada Gambar 10. 40.0 40.0
35.7 32.9
35.0 30.0 25.0
24.3 21.4
agak tidak suka
15.7 11.4 8.6
15.0 5.0
tidak suka 20.0
20.0 10.0
sangat tidak suka
28.6
27.1
5.7 2.9 0.0
5.7
netral 4.3
0.0
5.74.3 1.4
0.0
agak suka 4.3
suka sangat suka
A
B
C
Formula Gambar 10. Frekuensi rating kesukaan (%) panelis terhadap atribut aroma ketiga formula (70 panelis) Hasil analisis ragam menunjukan dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0.05), formula tidak berbeda nyata terhadap tingkat kesukaan panelis terhadap aroma minuman jahe merah instan (Lampiran 5c). Apabila dilihat dari profil kesukaan terhadap rasa diperoleh dari panelis 70 orang adalah sebanyak 45.7% untuk formula A, 37.2% untuk formula B, dan 40% untuk formula C (Gambar 10).
25
Frekuensi Rating Kesukaan (%)
Hasil dari pemetaan diperoleh bahwa panelis dari 70 orang menyatakan suka terhadap minuman berbasis jahe atau rempah-rempah adalah sebanyak 40 orang (57%) pada Gambar 6. Namun, hasil penilaian panelis terhadap atribut aroma kurang dari 40 orang yang memberikan skor suka-sangat suka (6-7) sehingga dilakukan peninjauan kembali terhadap data frekuensi rating kesukaan dari profil panelis yang tergolong suka terhadap minuman berbasis jahe atau rempahrempah. Dapat dilihat hasilnya pada Gambar 11. 37.5
40.0 35.0 30.0
25.0
25.0
20.0
tidak suka agak tidak suka
15.0
5.0
sangat tidak suka
27.5 22.5
20.0
10.0
32.5
30.0 27.5
10.0 5.0 2.5 0.0
15.0 12.5 7.5
netral 7.5 7.5
0.0
0.0
7.5
suka
2.5
sangat suka
0.0
A
B
agak suka
C
Formula Gambar 11. Frekuensi rating kesukaan (%) panelis kategori suka minuman berbasis jahe atau rempahrempah) terhadap atribut aroma ketiga formula (40 panelis) Berdasarkan Gambar 11, hasil dari jumlah panelis yang menyukai minuman berbasis jahe atau rempah-rempah, diperoleh frekuensi (%) panelis yang memberikan skor suka sampai sangat suka ternyata untuk atribut aroma 47.5% untuk formula A, untuk formula B 37.5% dan formula C 40% dari panelis kategori suka terhadap minuman berbasis jahe atau trempah-rempah-rempah untuk atribut aroma. Hal ini berarti panelis umum dan panelis kategori suka memilih formula A yang lebih disukai daripada formula B dan C untuk atribut aroma minuman jahe merah instan. Namun, berdasarkan hasil analisis ragam diperoleh bahwa tiap formula tidak berbeda nyata untuk aroma dari minuman jahe merah instan.
(c) Atribut Kenampakan
Frekuensi Rating Kesukaan (%)
Pengujian ini berdasarkan indera penglihatan bukan hanya menilai warna minuman saja. Hasil analiisi ragam menunjukkan bahwa formula berpengaruh nyata terhadap kenampakan (Lampiran 5d). Distribusi frekuensi dapat dilihat pada Gambar 12. 50.0 50.0 35.7
40.0 30.0
31.4 30.0
27.1
10.0
tidak suka 25.7
8.6 7.1 2.9 0.0
4.3
8.6
5.7 1.4
2.9 1.4 1.4
B
netral agak suka 5.7
suka sangat suka
0.0
A
agak tidak suka
20.0
15.7 14.3
20.0
sangat tidak suka
C
Formula Gambar 12. Frekuensi rating kesukaan (%) panelis terhadap atribut kenampakan ketiga formula (70 panelis)
26
Frekuensi Rating Kesukaan (%)
Apabila dilihat dari profil kesukaan terhadap rasa diperoleh dari panelis 70 orang adalah sebanyak 54.3% untuk formula A, 32.8% untuk formula B, dan 41.4% untuk formula C (Gambar 12). Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan diperoleh bahwa panelis menilai formula A dan C tidak memiliki perbedaan yang nyata terhadap atribut kenampakan (Lampiran 5d). Namun, formula A memiliki nilai rata-rata kesukaan yang lebih tinggi dari kedua formula lainnya. Semakin tinggi skor kesukaan, maka semakin besar pula kesukaan panelis terhadap produk. Hasil dari pemetaan diperoleh bahwa panelis dari 70 orang menyatakan suka terhadap minuman berbasis jahe atau rempah-rempah adalah sebanyak 40 orang (57%). Namun, hasil penilaian panelis terhadap atribut kenampakan kurang dari 40 orang yang meberikan skor suka-sangat suka (67) sehingga dilakukan peninjauan kembali terhadap data frekuensi rating kesukaan dari profil panelis yang tergolong suka terhadap minuman berbasis jahe atau rempah-rempah (Gambar 13). 50.0 45.0 40.0 35.0 30.0 25.0 20.0 15.0 10.0 5.0 0.0
47.5
sangat tidak suka 32.5 27.5
25.0
10.0 7.5 2.5 0.0
A
7.5
17.5 12.5 7.5 0.0
B Formula
32.5 25.0 20.0
7.5 5.0 2.5 0.0
tidak suka agak tidak suka netral
10.0
agak suka suka sangat suka
C
Gambar 13. Frekuensi rating kesukaan (%) panelis kategori suka minuman berbasis jahe atau rempahrempah) terhadap atribut kenampakan ketiga formula (40 panelis) Berdasarkan Gambar 13, hasil dari jumlah panelis kategori suka terhadap minuman berbasis jahe atau rempah-rempah, diperoleh ternyata 55% yang memberikan skor suka sampai sangat suka terhadap atribut kenampakan untuk formula A, untuk formula B diperoleh hanya 35% dan formula C sebanyak 42.5%. Hal ini berarti panelis umum dan panelis kategori suka memilih formula A yang lebih disukai daripada formula B dan C untuk kenampakan minuman jahe merah instan. Namun, berdasarkan hasil analisis ragam diperoleh bahwa tiap formula tidak berbeda nyata terhadap kenampakan minuman jahe merah instan.
(d) Atribut Keseluruhan (Overall) Menurut Shachman (2005), sensori keseluruhan tidak hanya dinilai dari satu indera saja. Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa terdapat kurang dari 50% panelis yang memberikan skor kesukaan yang berkisar antara suka hingga sangat suka. Hasil analisis ragam menunjukan bahwa perbedaan ketiga formula minuman jahe merah instan tidak berbeda nyata terhadap kesukaan panelis tehadap keseluruhan (overall) (Lampiran 5e). Apabila dilihat dari profil kesukaan terhadap keseluruhan diperoleh dari panelis 70 orang yang memberikan skor suka hingga sangat suka adalah sebanyak 37.2% untuk formula A, 37.2% untuk formula B, dan 27.1% untuk formula C. Distribusi frekuensi (%) dapat dilihat pada Gambar 14.
27
Frekuensi Rating Kesukaan(%)
40.0
35.7 34.3
35.0
sangat tidak suka
30.0
15.0
tidak suka
25.7 22.9
25.0 20.0
18.6 11.4
11.4 7.1
5.7 2.9 0.0
20.0
agak tidak suka netral
12.9 11.4
10.0 5.0
37.1
35.7
2.9
suka
2.9
1.4 0.0
0.0
sangat suka
0.0
A
agak suka
B Formula
C
Gambar14. Frekuensi rating kesukaan (%) panelis terhadap atribut keseluruhan (overall) ketiga formula (70 panelis)
Frekuensi Rating Kesukaan (%)
Hasil dari pemetaan diperoleh bahwa panelis dari 70 orang menyatakan suka terhadap minuman berbasis jahe atau rempah-rempah adalah sebanyak 40 orang (57%). Namun, hasil penilaian panelis terhadap atribut keseluruhan kurang dari 40 orang yang meberikan skor suka-sangat suka (6-7) sehingga dilakukan peninjauan kembali terhadap data frekuensi rating kesukaan dari tiap profil panelis yang tergolong suka terhadap minuman jahe merah instan (Gambar 15). 35.0 32.5 32.5
35.0
32.5
30.0 25.0
12.5
12.5
10.0
10.0 5.0
20.0 17.5
17.5
20.0 15.0
sangat tidak suka
25.0 22.5
5.0 2.5 0.0
B Formula
netral suka
0.0
sangat suka
0.0
A
agak tidak suka agak suka
5.0 5.0 0.00.0
12.5
tidak suka
C
Gambar 15. Frekuensi rating kesukaan (%) panelis kategori suka minuman berbasis jahe atau rempahrempah) terhadap atribut keseluruhan (overall) ketiga formula (40 panelis) Berdasarkan Gambar 15, hasil dari jumlah panelis kategori suka terhadap minuman berbasis jahe atau rempah-rempah yang memberikan skor suka hingga sangat suka terhadap atribut keseluruhan (overall) untuk minuman jahe merah instan, diperoleh ternyata hanya 37.5% untuk formula A, untuk formula B diperoleh 40%, dan untuk formula C mendapatkan 32.5%. Hal ini berarti panelis umum dan panelis kategori suka memilih formula B yang lebih disukai daripada formula A dan C untuk penilaian terhadap atribut keseluruhan (overall) minuman jahe merah instan. Namun, berdasarkan hasil analisis ragam diperoleh bahwa tiap formula tidak berbeda nyata secara keseluruhan (overall).
4.2.5. Penentuan Formula Terbaik Berdasarkan uji organoleptik terhadap 3 formula A, B, C, diperoleh hasil yang tidak berbeda nyata dalam hal rasa, aroma, dan keseluruhan (overall). Namun pada atribut kenampakan, didapatkan hasil yang berbeda nyata sehingga dilakukan uji lanjut. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa sampel A dan C ternyata tidak berbeda nyata (terletak dalam satu subset). Oleh karena itu, formula
28
yang dipilih sebagai formula terbaik adalah formula C karena bahan yang digunakan untuk pembuatan formula C lebih ekonomis daripada formula A, karena rendemen yang dihasilkan tinggi. Selain itu, waktu rehidrasi formula C juga masih tergolong cepat dalam hal penyajiannya.
4.3. KARAKTERISTIK FISIKO KIMIA PRODUK Serbuk jahe merah instan dengan formula terpilih memiliki warna agak merah kekuningan dengan tingkat kecerahan sedang (nilai L, a, b dapat dilihat pada Tabel 8). Waktu rehidrasinya sekitar 27 detik. Bagian yang tidak larut air sebesar 1.04% disebabkan oleh adanya penambahan rempahrempah, seperti cabai jawa dan lada hitam yang sehingga menyebabkan masih terdapat sedikit bagian yang tidak larut di dalam minuman jahe merah instan. Data dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Hasil karakteristik fisik produk minuman jahe merah instan Parameter Hasil Warna L = +50.74, a = +2.98, b = +14.24 Waktu rehidrasi (detik) 27 Bagian tidak larut air (%) 1.04 *Keterangan: L = lightness, +a = merah, +b = kuning Karakteristik kimia untuk produk minuman jahe merah instan yang diamati meliputi kandungan air, abu, protein, lemak, dan karbohidrat (by difference). Hasil karakteristik dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil karakteristik kimia produk minuman jahe merah instan Per Sachet Per Sachet Per seduhan Per seduhan Kandungan (%) (20g) (%) (170g) Air 1.16% 0.232 g 88.37% 150.232 g Abu 1.17% 0.234 g 0.14% 0.234 g Lemak 0.08% 0.092 g 0.05% 0.092 g Protein 0.46% 0.016 g 0.01% 0.016 g Karbohidrat 97.13% 19.426 g 11.43% 19.426 g Parameter yang penting untuk diketahui pada bahan pangan salah satunya adalah kandungan air. Hal ini berkaitan terutama untuk menentukan presentase zat-zat gizi secara keseluruhan. Pengetahuan akan kandungan air akan dapat membantu dalam penentuan kadar zat gizi lainnya dalam satuan persen berat kering. Kandungan air produk minuman jahe merah instan dengan formula yang terpilih diperoleh sebesar 1.17% (bb) atau 0.232 gram pada setiap takaran sajinya. Kandungan air minuman instan ini cukup rendah karena pada saat pembuatan minuman instan, dilakukan pemasakan sehingga air yang ada di dalam larutan akan menguap dan larutan akan membentuk kristal gula. Kandungan air tersebut masih memenuhi kandungan air maksimum dari SNI minuman instan (BSN 2004). Sedangkan setelah diseduh dengan menambahkan air sebanyak 150 ml, maka kandungan air akan meningkat menjadi 88.37%. Parameter kandungan kimia lain yang diuji adalah abu. Kandungan abu dapat menunjukkan kandungan mineral yang terdapat di dalam suatu produk pangan. Sekitar 96% bahan makanan terdiri dari senyawa organik dan air, sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral sebagai senyawa anorganik atau abu. Menurut Nielsen (2003), semakin besar kadar abu suatu bahan pangan, semakin besar pula kandungan mineral yang terkandung di dalam bahan pangan tersebut. Kandungan minuman jahe merah instan sebesar 1.17% (bb) atau 0.234 gram per takaran sajinya. Kandungan abu pada minuman jahe merah instan ini cukup tinggi karena memang bahan mentahnya yaitu jahe merah mengandung mineral yang cukup tinggi pula. Mineral utama yang dikandung oleh jahe merah segar adalah Kalium, Fosfat, dan Kalsium (Koswara 1995). Kandungan kimia selanjutnya yang dianalisis adalah lemak. Kandungan lemak pada minuman jahe merah instan adalah sebesar 0.08% (bb) atau 0.092 gram per takaran saji. Kemudian dilakukan pula uji terhadap kandungan protein. Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh, karena disamping berfungsi sebagai sumber energi juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein biasanya juga mengandung fosfor, belerang, dan beberapa jenis protein mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga (Winarno 1997). Hasil analisis proksimat produk minuman jahe
29
merah instan menunjukkan kadar protein sebesar 0.46% (%bb) atau 0.016 gram per takaran saji. Kadar lemak dan protein dari produk ini memang tergolong rendah karena bahan utamanya yaitu jahe bukan merupakan sumber lemak ataupun protein. Kadar lemak pada jahe segar hanya berkisar 1,0 gram dalam 100 gram jahe merah segar, sedangkan kadar protein hanya berkisar 1,5 gram dalam 100 gram jahe merah segar (Koswara 1995). Kandungan karbohidrat pada serbuk jahe merah adalah sebesar 97.13% (bb) atau 19.426 gram per takaran saji. Kandungan karbohidrat dalam produk ini sangat dominan karena pada proses pembuatan banyak ditambahkan gula sebagai bahan baku. Selain itu, jahe merah pun mengandung kandungan karbohidrat yang dominan. Sebanyak 100 gram jahe kering mengandung sekitar 70,8 gram karbohidrat (Koswara 1995). Secara umum minuman jahe merah instan memiliki berbagai komponen bioaktif dan minuman ini kaya akan kandungan karbohidratnya dengan adanya penambahan gula yang banyak didalamnya. Energi yang diperoleh cukup besar. Mengingat jumlah gula yang ditambahkan cukup banyak, maka karbohidrat utama di dalam minuman jahe merah instan adalah gula.
4.4. PEMBUATAN STANDARD OPERATING PROCEDURE (SOP) Hasil dari tahapan formulasi minuman jahe merah instan hingga memperoleh formula terbaik dari berbagai uji, selanjutnya akan dibuat standard operating procedure (SOP). SOP adalah panduan langkah demi langkah yang harus dilakukan di berbagai tahapan produksi agar produksi berjalan dengan lancar. Pembuatan SOP ini bertujuan agar produksi berjalan dengan lancar dan produk yang dihasilkan sesuai dengan yang ditargetkan. Harapannya adalah setelah penerapan SOP ini, formula standar yang telah diperoleh dapat digunakan secara tetap dan konsisten. SOP produksi terdiri dari SOP pekerja, SOP penerimaan bahan baku, SOP ruang produksi, SOP ruang penyimpanan, SOP selama proses produksi, serta SOP penggunaan alat (Lampiran 2). SOP pekerja merupakan panduan yang mengatur segala hal yang berkaitan dengan apa saja yang harus dilakukan pekerja. Sebagai contoh, salah satu poin dari SOP pekerja adalah pekerja tidak diperbolehkan menggunakan perhiasan, jam tangan dan aksesoris lain selama produksi. SOP ini diberlakukan karena penggunaan aksesoris pada saat proses produksi dapat berpotensi untuk mengontaminasi bahan pangan yang sedang diolah. Selama ini di IRTP Gunung Leutik belum diterapkan SOP pekerja seperti ini dikarenakan pengetahuan yang masih terbatas. SOP selanjutnya adalah SOP penerimaan bahan baku. Peraturan ini diterapkan dengan tujuan bahan baku yang diterima berada dalam kondisi yang bagus dari masa penerimaan bahan baku, penyimpanan, hingga saat akan digunakan dalam proses produksi. Inti dari SOP ini adalah bahan baku yang diterima harus dalam kondisi yang baik, kemudian disimpan dengan benar dan apabila akan digunakan dalam produksi maka diberlakukan system FIFO (First In First Out) yang berarti bahan baku yang diterima lebih dulu akan digunakan lebih dulu dalam proses produksi agar kondisi bahan baku yang digunakan tetap bagus. SOP ruang produksi diterapkan menyangkut kebersihan dan sanitasi ruang produksi yang digunakan. Beberapa poin dari SOP ini adalah ruang produksi wajib dibersihkan sebelum dan setelah proses produksi, dan selama proses produksi pekerja harus menjaga kebersihan ruang produksi dengan membuang sampah dan kotoran pada trashbag yang telah disediakan. Penerapan SOP ruang produksi ini bertujuan untuk meminimalisir adanya kontaminasi dari ruang produksi yang kurang bersih. Oleh karena itu, penerapan SOP ini juga secara tidak langsung dapat menjaga mutu dari produk akhir yang dihasilkan. SOP selama proses produksi dibuat secara detail. Hal ini dikarenakan proses produksi merupakan hal yang paling vital yang akan menentukan mutu dan kualitas produk akhir. Pada SOP ini, pekerja diwajibkan untuk mencuci tangan di saat tertentu, memakai sarung tangan pada saat produksi, tidak diperbolehkan mengobrol, makan, serta minum maupun menggunakan alat komunikasi seperti Handphone, serta pekerja wajib mematuhi line/alur produksi yang telah ditentukan. Pada SOP ini disertakan pula alur produksi yang harus dipatuhi oleh pekerja (Lampiran 2). Pada alur produksi ini, dijelaskan secara jelas proses produksi yang harus dijalankan mulai dari pemilihan bahan baku hingga pengemasan dan pemasaran. Pada SOP ini juga dilengkapi beberapa keterangan tentang spesifikasi bahan baku yang diperbolehkan untuk diolah, formula standar yang harus digunakan, serta tahapan-tahapan rinci pengolahan seperti saat pembentukan kristal, pengecilan ukuran kristal, dan pengayakan. SOP selama produksi ini harus ditaati oleh pekerja agar produk minuman jahe merah instan yang dihasilkan dapat terjaga mutunya serta konsisten dari waktu ke waktu.
30
SOP terakhir yang diterapkan adalah SOP penggunaan alat. SOP ini menjelaskan bagaimana alat yang digunakan pada proses produksi harus dioperasikan dengan tepat dan dijaga kebersihannya. Penerapan SOP ini bertujuan untuk menjaga fasilitias produksi tetap terjaga kualitasnya sehingga alur produksi dapat berjalan dengan lancar.
4.5. SERTIFIKASI PRODUK MINUMAN JAHE MERAH INSTAN DALAM SKALA INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN Formula terbaik yang diajukan sebagai formula tetap yang digunakan di industri rumah tangga pangan Desa Benteng. Perbaikan pun telah banyak dilakukan, seperti perbaikan pengolahan (penggunaan timbangan digital agar memperoleh konsistensi dalam formula), label yang digunakan pun sudah sesuai dengan PP 69 tahun 1999 tentang label dan iklan pangan, kemasan primernya dilakukan perubahan menggunakan alumunium foil agar tetap terlindungi dari terjadinya oksidasi dan secara tidak langsung dapat menjaga umur simpan dari minuman jahe merah instan. Pengajuan sertifikasi produk pangan industri rumah tangga (SPP-IRT) baru dibuka oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor pada bulan April 2012. Formulir yang yang harus diisi oleh penanggung jawab terdapat pada Lampiran 7. Menurut BPOM (2003), adapun syarat-syaratnya selain mengisi formulir tersebut, diantaranya fotokopi KTP, Surat Keterangan Domisili Usaha dari Desa/Kelurahan, contoh label produk, dan foto penanggung jawab yang akan mengikuti penyuluhan. Setelah dilakukan pengajuan akan dijadwalkan untuk penyuluhan. Pemohon (penanggung jawab IRTP) setelah menyerahkan permohonan SPP-IRT, maka diwajibkan mengikuti penyuluhan keamanan pangan. Penyuluhan berlangsung satu hari pada tanggal 9 Mei 2012 dari pukul 08.00-17.00 WIB di Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor. Sebelum diberikan materi dari pihak Dinas Kesehatan Kab. Bogor, pemohon SPP-IRT mendapatkan pre-test terlebih dahulu, untuk mengetahui sejauh mana pemahaman penanggung jawab mengenai keamanan pangan dan pengolahan yang baik itu. Kemudian, diberikan materi selama sehari. Pemadatan dalam waktu sehari penyuluhan yang dilakukan tidak mengurangi kualitas materi yang disampaikan. Materi penyuluhan terbagi menjadi dua, yaitu materi utama dan materi pelengkap. Materi utama terdiri dari berbagai jenis bahaya (biologis, kimia, dan fisik), cara menghindari dan memusnahkannya, higiene dan sanitasi sarana IRT, cara produksi pangan yang baik industri rumah tangga (CPPB-IRT), dan peraturan perundang-undangan tentang keamanan pangan penggunaan BTP, label, dan iklan pangan. Sedangkan, materi pelengkapnya terdiri atas pengemasan dan penyimpanan produk pangan IRT serta pengembangan usaha P-IRT termasuk etika bisnis. Sebelum penyuluhan berlangsung dilakukan pretest terlebih dahulu untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan produsen terhadap keamanan pangan. Setelah itu, pemberian materi dari berbagai narasumber yang telah mendapat sertifikat penyuluh pangan dari BPOM. Materi pun disampaikan secara seksama dan diakhir sesi diberikan post-test untuk mengetahui sejauh mana tingkat pemahaman produsen terhadap materi-materi yang telah diberikan. Hasilnya yang akan menentukan langkah selanjutnya. Apabila nilai yang diperoleh kurang dari 60, maka tidak mendapatkan sertifikat penyuluhan dan berarti harus mengikuti lagi kegiatan penyuluhan keamanan pangan (PKP). Sertifikat PKP milik ibu Sekaryati penanggung jawab industri rumah tangga minuman jahe merah instan terdapat pada Lampiran 8. Pembagian jadwal untuk pemeriksaan sarana produksi diinformasikan kepada peserta untuk mempersiapkan dan menerapkan CPPB-IRT. Industri rumah tangga pangan (IRTP) minuman jahe merah instan (Konservasi TOGA) mendapat jadwal inspeksi pada tanggal 28 Mei 2012. Sebelum dilakukan pemeriksaan, peneliti melakukan pendampingan untuk menerapkan CPPB-IRT agar dapat menghasilkan pangan yang layak, bermutu, aman dikonsumsi, dan sesuai dengan tuntutan konsumen. Menurut BPOM (2003), cara produksi pangan yang baik adalah suatu pedoman yang menjelaskan bagaimana memproduksi pangan agar aman, bermutu, dan layak untuk dikonsumsi. Selama rentang waktu antara penyuluhan pangan hingga inspeksi sarana produksi dilakukan pendampingan secara intensif. Pendampingan ini dilakukan karena IRTP minuman jahe merah instan ini merupakan industri yang dinaungi oleh LPPM IPB dan SEAFAST Center. Pendampingan ini diperlukan mengingat masih terdapat beberapa aspek dalam IRTP yang harus dibenahi sebelum bisa mendapatkan sertifikat P-IRT. Kegiatan pendampingan yang dilaksanakan meliputi perbaikan dan pengadaan fasilitas produksi seperti timbangan digital, sarung tangan, masker, dan lain-lain. Selain itu, dilaksanakan pula pendampingan untuk menerapkan CPPB IRT yang telah didapat oleh pemilik IRTP pada saat penyuluhan. Salah satunya, dengan pembuatan desain tata letak dan alur produksi diperbaiki pula agar tidak terjadi kontaminasi silang selama produksi berlangsung pada IRTP tersebut (Gambar 16).
31
Keterangan: 1. Meja produksi 2. Etalase (penyimpanan produk jadi) 3. Kompor gas 4. Lemari es (penyimpanan bahan baku segar) 5. Washtafel 6. Toilet
4 1 2
3
5 6
Gambar 16. Denah ruang produksi minuman jahe merah instan Penerapan CPPB IRT ini diantaranya adalah pengendalian hama, penerapan sanitasi dan kebersihan saat produksi hingga perbaikan label produk minuman jahe merah instan. Pendampingan ini juga dilakukan pada saat pembuatan tempat produksi yang terpisah (Gambar 16) dan berbeda dari ruangan di dalam rumah dan adanya penggunaan standard operating procedure (SOP) dalam pembuatan minuman jahe merah instan. Setelah dilakukan pendampingan tersebut, IRTP ini diharapkan akan dapat menerapkan Cara Produksi Pangan yang Baik pada saat pemeriksaan maupun setelah pemeriksaan, sehingga IRTP ini telah siap menjadi industri yang layak untuk mendapatkan sertifikat P-IRT. Dengan pendampingan, proses penurunan sertifikat (SPP-IRT) berlangsung cepat hanya memerlukan waktu 2 minggu. Namun, IRT tanpa pendampingan masih terkendala dalam melakukan perbaikan yang disarankan oleh Dinas Kesehatan sehingga sertifikat PKP dan sertifikat produk pangannya terhambat. Prosesnya lama bisa mencapai lebih dari sebulan untuk sampai ke tangan penanggung jawab. Hal ini disebabkan kondisi secara keseluruhan IRTP kurang berantusias untuk segera melakukan perbaikan karena banyak pertimbangan, salah satunya biaya. Selain itu, pengetahuan akan keamanan pangan dan CPPB-IRT nya pun masih belum terlalu baik sehingga terhambat dalam melakukan perbaikan. Hal itu akan berdampak penting terhadap sertifikat yang akan diberikan oleh Dinas Kesehatan kepada pemilik IRTP. Hasil dari penyuluhan kurang banyak diterapkan sehingga proses perolehan sertifikatnya lama. Salah satu contohnya, untuk perbaikan label yang sering menjadi masalah di IRTP dengan keadaan yang belum sesuai dengan PP No.69 tahun 1999. IRTP tersebut merupakan salah satu IRTP binaan SEAFAST juga, namun tidak mendapatkan pendampingan yang lebih intensif agar lebih terarah dalam melakukan langkah-langkah perolehan sertifikat produk pangan dan usaha yang dijalankan pun tidak terhambat karena belum mendapatkan izin legal dari sertifikat tersebut. Dengan berbagai hambatan dari pihak penanggung jawab yang harus sehingga harus berulang kali melakukan perbaikan. Oleh karena itu, sertifikat yang diperoleh pun bisa mencapai 3 bulan setelah pemeriksaan sarana dan prasarana. Pada industri rumah tangga pangan yang lain yang tidak berada dibawah program LPPM IPB tentunya tidak mendapatkan pendampingan seperti IRTP minuman jahe merah instan. Pemilik IRTP harus memperbaiki sarana produksinya tanpa bantuan dari pihak lain. Kekurangan dari sistem ini tentunya perbaikan yang dilakukan tidak secara maksimal. Hal ini berarti, hanya bagian-bagian kecil saja yang dilakukan perbaikan. Untuk IRTP ini, memiliki kendala dalam ruang produksi yang masih bersatu dengan dapur kerumah tangga dan berdekatan dengan toilet sehingga masih memperoleh berita acaranya cukup. Namun, dari pihak Dinas Kesehatan sendiri memberi keringanan kepada pemilik IRTP, apabila masih ditemukan beberapa aspek yang bernilai kurang dari berita acara yang diperoleh hasilnya cukup pada saat pemeriksaan, maka pemilik IRTP dapat memperbaiki aspek tersebut hingga akhirnya mendapatkan sertifikat P-IRT. Inspeksi sarana produksi di IRT minuman jahe merah instan pada tanggal 28 Mei 2012 berlangsung selama 2 jam. Inspeksi ini bertujuan untuk melakukan peninjauan mengenai hasil dari penyuluhan yang sebelumnya telah dilakukan. Inspeksi dilakukan terhadap berbagai aspek sarana
32
produksi IRTP, beberapa diantaranya adalah lingkungan produksi, bangunan dan fasilitas, peralatan produksi, suplai air, fasilitias dan kegiatan higiene dan sanitasi, hingga pencatatan dan dokumentasi. Apabila hasil penilaian inspeksi minimal cukup akan memperoleh sertifikat produksi pangan IRT atau nomor P-IRT. Rata-rata nilai pemeriksaan sarana IRTP minuman jahe merah instan bernilai cukup. Dapat dilihat pada Tabel 10 untuk hasil inspeksi oleh Dinas Kesehatan Bogor. Tabel 10. Hasil penilaian pemeriksaan sarana produksi (inspeksi) dari Dinas Kesehatan Kab. Bogor Nilai Parameter pemeriksaan A. Lingkungan Produksi 1. Semak Cukup 2. Tempat sampah Cukup 3. Sampah Cukup 4. Selokan Cukup B. Bangunan dan Fasilitas B.1. Ruang produksi 1. Konstruksi lantai Cukup 2. Kebersihan lantai Cukup 3. Konstruksi dinding Cukup 4. Kebersihan dinding Cukup 5. Konstruksi langit-langit Cukup 6. Kebersihan langit-langit Cukup 7. Konstruksi pintu, jendela dan lubang angin Cukup 8. Kebersihan pintu, jendela dan lubang angin Cukup B.2. Kelengkapan ruang produksi 1. Penerangan Cukup 2. PPPK Cukup B.3. Tempat penyimpanan 1. Tempat penyimpanan bahan dan produk Cukup 2. Tempat peyimpanan bahan bukan pangan Cukup C. Peralatan Produksi 1. Konstruksi Cukup 2. Tata letak Cukup 3. Kebersihan Cukup D. Suplai Air 1. Sumber air Cukup 2. Penggunaan air Cukup 3. Air yang kontak langsung dengan pangan Cukup E. Fasilitas dan Kegiatan Higiene dan Sanitasi E.1. Alat cuci/pembersih 1. Kebersihan Alat Cukup E.2. Fasilitas hygiene karyawan 1. Tempat cuci tangan Cukup 2. Jamban/toilet Cukup E.3. Kegiatan higiene dan sanitasi 1. Penanggung jawab Cukup 2. Penggunaan detergen dan desinfektan Cukup F. Pengendalian Hama 1. Hewan piaraan Cukup 2. Pencegahan masuknya hama Cukup 3. Pemberantasan hama Cukup G. Kesehatan dan Higiene Karyawan G.1. Kesehatan karyawan 1. Pemeriksaan kesehatan Cukup 2. Kesehatan karyawan Cukup
33
Tabel 10. Hasil penilaian pemeriksaan sarana produksi (inspeksi) dari Dinas Kesehatan (lanjutan) Nilai Parameter pemeriksaan G.2. Kebersihan karyawan 1. Kebersihan badan Cukup 2. Kebersihan pakaian Cukup 3. Kebersihan tangan Cukup 4. Kebersihan luka Cukup G.3. Kebiasaan karyawan 1. Perilaku karyawan Cukup 2. Perhiasan dan aksesoris lainnya Cukup H. Pengendalian Proses 1. Penetapan spesifikasi bahan baku Cukup 2. Penetapan komposisi dan formulasi bahan Cukup 3. Penetapan cara produksi yang baku Cukup 4. Penetapan spesifikasi kemasan Cukup 5. Penetapan tanggal kadaluarsa dan kode produksi Cukup I. Label Pangan 1. Persyaratan label Cukup J. Penyimpanan 1. Penyimpanan bahan dan produk Cukup 2. Tata cara penyimpanan Cukup 3. Penyimpanan bahan berbahaya Cukup 4. Penyimpanan label dan kemasan Cukup 5. Penyimpanan peralatan Cukup K. Manajemen Pengawasan 1. Penanggung jawab Cukup 2. Pengawasan Cukup L. Pencatatan dan Dokumentasi 1. Pencatatan dan dokumentasi Cukup 2. Penyimpanan catatan dan dokumentasi Cukup M. Pelatihan Karyawan 1. Pengetahuan karyawan Cukup HASIL KESELURUHAN CUKUP Sebagai contohnya, pada lingkungan produksi, semak bernilai cukup karena di sekitar tempat produksi tidak terdapat semak yang berpotensi sebagai pencemar dalam proses produksi. Pada kolom penyimpanan bahan dan produk juga bernilai cukup karena bahan dan produk jadi sudah ditempatkan secara terpisah sesuai dengan pedoman dalam CPPB IRT. Namun tidak dipungkiri, masih banyak kendala mengenai lahan produksi, karena masih bersatu dengan dapur rumah tangga sehingga beberapa aspek harus ditingkatkan kembali, walaupun masih memenuhi syarat untuk memperoleh SPP-IRT. Adapun yang perlu diperbaiki oleh penanggung jawab ke pihak Dinas Kesehatan adalah penyerahan diagram alir beserta formula detailnya untuk IRTP ibu Sekaryati. Tahapan inspeksi sendiri masih banyak kekurangannya, karena pihak Dinas Kesehatan tidak terlalu memeriksa detail dan memberikan nilainya pun tidak objektif. Tahapan perbaikan hanya dalam bentuk dokumentasi yang harus dilaporkan ke Dinas Kesehatan. Masih banyak kasus untuk sertifikasi ini yang IRTP-nya mendapatkan nilai pemeriksaan kategori cukup ataupun kurang yang tetap mendapatkan sertifikat produk pangan. Hal ini dikarenakan hanya dilakukan perbaikan secara dokumentasi saja dan tidak ada tindak lanjut secara langsung dari Dinas Kesehatan untuk melakukan peninjauan ke lokasi IRTP tersebut. Banyak kemungkinan yang muncul dari hasil dokumentasi perbaikan yang diberikan bukan hasil yang sebenarnya dan tidak dapat menggambarkan keadaan yang sesungguhnya pada IRTP tersebut sehingga masih banyak yang harus diperbaiki dalam hal inspeksi ke lapangan. Seharusnya IRTP yang memperoleh nilai cukup ataupun kurang mendapatkan peninjauan kembali tidak dalam bentuk dokumentasi saja yang harus diserahkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor sehingga pemantauan keamanan pangan tetap terjaga dan konsumen pun tetap terlindungi dari berbagai bahaya pangan yang mungkin muncul. Berbagai kasus keracunan pangan pun yang sering
34
muncul akibat pengolahan yang kurang baik di kalangan industri menengah ke bawah dapat diminimalisir dengan adanya perbaikan sistem inspeksi atau pemeriksaan sarana prasarana dari IRTP. Sertifikat menunjukkan bahwa produk minuman jahe merah instan milik Bu Sekaryati (penanggung jawab) memiliki P-IRT No. 6123201011009 (Lampiran 9). Adapun pengertian kode penomoran tersebut terdapat pada Tabel 10. Jenis pangan produk IRT diberi kode sesuai Lampiran 10a dan kemasan diberi kode sesuai Lampiran 10b. Tabel 11. Makna penomoran pada sertifikat produksi industri rumah tangga Digit Kode PIRT Keterangan 1 6 Jenis kemasan yang digunakan yaitu alumunium foil 2-3 12 Kelompok jenis pangan produksi yaitu rempah-rempah 4-5 32 Kode Provinsi untuk Provinsi Jawa Barat 6-7 01 Kode Kabupaten/Kota untuk Kabupaten Bogor Nomor urut jenis pangan produk IRT yang ke-1 yang 8-9 01 memperoleh nomor sertifikat produksi pangan IRT (SPPIRT) yang bersangkutan (Konservasi TOGA) 10-13 1009 Nomor urut PP-IRT di Kabupaten Bogor SPP-IRT yang telah diberikan Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor dapat dicabut atau dibatalkan apabila pemilik dan/atau penanggung jawab perusahaan melakukan pelanggaran terhadap peraturan yang berlaku di bidang pangan, pemilik perusahaan tidak sesuai dengan nama dan alamat yang tertera pada SPP-IRT, dan produk pangan terbukti merugikan atau membahayakan kesehatan atau jiwa. Menurut BPOM (2003), perubahan pemilik PP-IRT dan penanggung jawab perusahaan dapat dilakukan dengan melaporkan terlebih dahulu ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bersangkutan. Penambahan jenis pangan produk IRT yang dihasilkan oleh PP-IRT yang telah mengikuti penyuluhan dan hasil pemeriksaan (inspeksi) sarana produksi minimal cukup. Sertifikasi produk pangan ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan produsen dan karyawan tentang pengolahan pangan dan peraturan perundang-undangan di bidang keamanan pangan, menumbuhkan kesadaran dan motivasi produsen serta karyawan tentang pentingnya pengolahan pangan yang higiene dan tanggung jawab terhadap keselamatan kerja, serta dapat meningkatkan daya saing dan kepercayaan konsumen terhadap produk yang dihasilkan oleh IRT.
4.6. ANALISIS KELAYAKAN USAHA Usaha yang dijalankan merupakan usaha dengan skala industri rumah tangga sehingga tidak ada biaya investasi yang dikeluarkan untuk menyewa tempat usaha, karena masih berdomisili usaha ditempat yang sama dengan rumah penanggung jawab/pemilik dari usaha minuman jahe merah instan. Total produksi/minggu (kg bahan) Total produksi/minggu (kg produk) Berat produk/pcs (gram) Total produksi/minggu (pcs) Operational usaha/bulan (hari) Total produksi/bulan (pcs) Discount rate (%) Pajak penghasilan (%)
= 8.524 = 69.33% x 8.524 = 5.9097 = 20 = 300 =8 = 300 x 8 =2400 = 14 % =5
Perhitungan harga pokok produksi yang dijadikan asumsi, diantaranya NPV, Gross B/C, Net B/C, dan IRR. Hasil kelayakan usaha minuman jahe merah instan diperoleh nilai NPV= Rp 917,725.03, gross B/C= 1.8244, net B/C= 3.8910, dan IRR= 53%. Perhitungan kriteria kelayakan usaha disajikan melalui arus kas (cash flow) pada Lampiran 12. Nilai-nilai tersebut menyatakan bahwa usaha minuman jahe merah instan layak untuk dilakukan, Selain itu, terdapat juga nilai Pay back Period (PBP) untuk usaha tersebut selama 3.1711 bulan. Pay back period (PBP) adalah teknik penilaian terhadap jangka waktu (periode) pengembalian investasi suatu proyek atau usaha. Perhitungan dapat dinilai dari perhitungan kas bersih yang diperoleh setiap tahun (Kusnandar et al. 2011). Menurut Nurmalina et al. (2009), bisnis yang payback period-nya cepat atau singkat, pengembaliannya kemungkinan besar akan dipilih. Namun, secara normatif tidak ada pedoman yang biasa dipakai untuk menentukan payback maksimum.
35
Penentuan layak tidaknya suatu investasi ditinjau dari aspek keuangan, maka dapat digunakan beberapa kriteria. Setiap penilaian layak perlu diberikan nilai yang standar untuk usaha yang sejenis dengan cara membandingkan dengan rata-rata industri atau target yang telah ditentukan (Kusnandar et al. 2011). Harga pokok untuk tiap formula adalah Rp 6,190.74 (Formula A), Rp 9,752.94 (Formula B), dan Rp 5,837.5 (Formula C) terdapat pada Lampiran 11. Berdasarkan hasil perhitungan harga pokok produksi diperoleh yang paling ekonomis adalah Formula C dengan perbandingan gula pasir dan jahe merah 3:1. Hal ini berhubungan lurus dengan rendemen yang dihasilkan. Semakin tinggi rendemen, maka kemasan yang dihasilkan pun akan semakin banyak dan HPP-nya akan semakin rendah. Suatu bisnis dinyatakan layak apabila jumlah seluruh manfaat yang diterima lebih besar dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Selisih antara manfaat dan biaya adalah manfaat bersih atau arus kas bersih. Suatu bisnis dikategorikan atau dinyatakan layak apabila nilai NPV lebih besar dari 0 (NPV > 0) yang artinya bisnis tersebut menguntungkan atau dapat memberikan manfaat, begitu pula sebaliknya apabila nilai NPV lebih kecil dari 0 (NPV < 0) maka bisnis tersebut tidak layak untuk dijalankan (Nurmalina et al. 2009). Gross B/C merupakan kriteria kelayakan usaha lainnya yang biasa digunakan dalam analisis bisnis. Manfaat ataupun biaya merupakan nilai kotor (gross) sehingga kriteria gross B/C dapat lebih menggambarkan bahwa adanya pengaruh tambahan biaya terhadap tambahan manfaat yang diterima oleh produsen. Apabila gross B/C >1, maka bisnis yang dijalani dinyatakan layak untuk dijalani (Nurmalina et al. 2009). Usaha minuman jahe merah instan pun memiliki nilai gross B/C lebih besar dari 1 yang dinyatakan bahwa usah tersebut layak dijalankan. Net B/C Ratio adalah rasio antara manfaat bersih yang bernilai positif dengan manfaat bersih yang bernilai negatif. Hal ini berarti bahwa manfaat bersih yang menguntungkan bisnis yang dihasilkan terhadap satu satuan kerugian dari bisnis tersebut. Menurut Nurmalina et al. (2009), suatu bisnis dinyatakan layak apabila nilai net B/C lebih besar dari 1 dan dikatakan tidak layak apabila nilai net B/C lebih kecil dari 1. Usaha minuman jahe merah instan memiliki nilai net B/C lebih besar dari 1 dan dinyatakan layak untuk dijalankan. Kelayakan bisnis pun dapat dinilai dari seberapa besar pengembalian bisnis terhadap investasi yang ditanamkan. Hal ini dapat ditunjukan dari nilai Internal Rate of Return (IRR). IRR merupakan tingkat discount rate (DR) yang menghasilkan NPV sama dengan nol. Sebuah bisnis dinyatakan layak apabila nilai IRR lebih besar dari opportunity of cost (OC) (Nurmalina et al. 2009). Usaha pembuatan minuman jahe merah instan dinyatakan layak karena nilai IRR (53%) lebih besar dibandingkan dengan nilai DR 14% yang berarti usaha tersebut layak untuk dijalankan.
36