4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelltian mengenai tingkat sedilnentasi di daerah terulnbu karang perairan Teluk Buyat dan sekitarnya telah dilakukan. Dalam melakukan kegiatan penelitian ini sering lnene~nuikendala seperti dengan keadaan cuaca lagipula dengan kendala lain yang dijutnpai di lapangan. Dalaln proses rnelakukan penelitian sebagaimana yang telah ditetapkan dalaln rencana penelitian kemudian dikejakan seperti yang sudah dikelnukakan pada metode penelitian yaitu sebanyak 8 (delapan) stasiodlokasi. Penelitian yang telah dilakukan pula yaitu mengenai keadaan fisik perairan dan juga lnusim yang berlaku. Penelitian tentang keadaan fisik perairan yaitu ada yang menggunakan peralatan yang sudah terpasang secara pennanen dan ada juga yang tidak permanen, sedangkan mengenai musim alatnya terpasang secara permanen. 4.1
Karakteristik Oseanografi dan Lingkungan Parameter fisik suatu perairan perlu diketahui, dimana parameter-parameter
tersebut akan mendukung dan memberikan infonnasi untuk mengetahui keadaan ekosistem dari suatu sumberdaya perairan. Kegiatan yang dilakukan meliputi: 4.1.1
Suhu, salinitas, dan konduktivitas Pengukuran suhu, salinitas, dan konduktivitas dengan menggunakan alat CTD
inilik dari PT NMR pada daerah sekitar 3 (tiga) stasiodlokasi penelitian dilakukan pada bulan Agustus, dan hasilnya sebagaimana terlihat pada Lampiran 1,2, dan 3. Dapat diketahui bahwa dalaln melakukan pengukuran suhu, salinitas, dan konduktivitas dengan CTD, dipergunakan jenis perahu yang agak besar yaitu jenis speed bout "Nemira 2".Pengukuran dari parameter ini dilakukan pada bulan Agustus
2002, karena rnenggunakan speed bout dirnana bahannya terbuat dari fibre glass lagipula pada bulan duni - Juli ombak agak besar dan angin cukup kuat. Bertolak dari hasil yang diperlihatkan pada Larnpiran 1, nilai dari suhu pennukaan dapat dikatakan rendah karena berada pada kisaran 25 - 26 "C, akan tetapi nilai dari salinitas perinukaan dapat dikatakan normal karena lebih besar 34 psu dan lebih kecil 35 psu, dan untuk nilai konduktivitasnya tinggi yaitu di atas nilai 50 ~nSIcm,dan lebih jelasnya dibuatlah Gambar 4 berikut ini.
Garnbar 4. Grafik Suhu, salinitas, dan konduktivitas tanggal 22 bulan Agustus 2002 sekitar stasiodlokasi 1 Pada Gambar 4 tersebut nilai suhu dapat dikatakan rendah, karena diketahui bahwa nilai suhu pennukaan perairan Nusantara berkisar pada 26 - 30 "C, tapi untuk nilai dari salinitas dapat dikatakan normal karena nilai salinitas permukaan untuk perairan Nusantara khusus untuk perairan Indonesia Bagian Tirnur berkisar pada 33,5 -
3 4 3 psu yang rnerupakan ciri khas lnassa air Pasifik Selatan, akan tetapi jika dilihat
dengan daerah penelitian berada pada daerah pesisir nilai tersebut adalah tinggi begitu juga nilai konduktivitasnya tinggi karena nilainya lebih besar dari 50 mS/cin, sehingga ini mengartikan bahiva banyaknya jumlah substansi dalam kolom air tersebut. Hasil yang diperoleh pada Lainpiran 2 tidak berbeda jauh dengan hasil yang diperoleh pada Lainpiran 1 yaitu nilai dari suhu permukaan dapat dikatakan rendah karena berada pada kisaran 25 - 26 "C, akan tetapi nilai dari salinitas permukaan dapat dikatakan normal karena lebih besar 34 psu dan lebih kecil 35 psu jika berada pada perairan laut yang luas, nalnun karena nilai tersebut berada pada wilayah dekat dengan lnuara sungai maka nilai tersebut adalah tinggi, dan untuk nilai konduktivitasnya tinggi yaitu dl atas nilai 50 mS/cm, lebih jelasnya seperti pada Gainbar 5.
60 -
5
m
a
-
-
-
*
-
-
s
~
~
-AV
V
V
V
T
V
T
+
$
Sa?initas
+
g5;2 " 0 w
c 0
$-.
ZT1
lo0
I
I
1
2
I
3
I
I
4
5
I
6
I
7
I
I
8
I
I
I
I
9 1 0 1 1 1 2 1 3
Jam pengarnatan
Gainbar 5. Grafik Suhu, salinitas, dan konduktivitas tanggal 22 bulan Agustus 2002 sekitar stasion/lokasi 3 Berdasarkan Gainbar 5 dapat dijelaskan tidak ada perbedaan yang signifikan dari kedua daerah tersebut (stasionJlokasi 1 dan stasion/lokasi 3) , dimana nilai dari suhu pennukaannya dapat dikatakan rendah, begtu juga dengan nilai salinitasnya
hampir sama serta nilai dari konduktivitas juga mirip. Jadi dapat dijelaskan bahwa pergerakan dari massa air perairan tersebut dapat dikatakan nonnal yaitu saling mempengaruhi. Untuk hasil yang diperoleh pada Lampiran 3 tidak berbeda jauh dengan hasil yang diperoleh pada Lampiran 2 yaitu nilai dan suhu pennukaan dapat dikatakan rendah karena berada pada kisaran 25
-
26 "C, nilai dari salinitas permukaan dapat
dikatakan normal karena lebih besar 34 psu dan lebih kecil 35 psu untuk perairan Nusantara tetapi karena berada pada wilayah pesisir maka nilai tersebut adalah tinggi, begitu juga untuk nilai konduktivitasnya tinggi yaitu di atas nilai 50 ~nS/cm,lebih jelasnya seperti pada Ga~nbar6. -
5
-
P
60
-
so
-
40
--t salinita A
3"
9
KDnduktivtas
10 0
I
I
I
l
i
l
l
l
l
l
l
~
l
l
l
l
l
l
l
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
~
t
I
I
I
I
I
I
I
I
-wl-~~~~~~~ch~&qq
Jam pengamatan
Gambar 6. Grafik Suhu, salinitas, dan konduktivitas tanggal 22 bulan Agustus 2002 sekitar stasion/lokasi 7 Pada Galnbar 6 yang diperoleh dari stasion/lokasi 7 (tujuh) tersebut jika dibandingkan dengan Garnbar 4 dan 5 apakah itu nilai suhu, salinitas rnaupun konduktivitas tidak menunjukkan perbedaan yang inencolok, diinana variasinya
sangat kecil, ha1 ini dimungkinkan juga karena hasil pengambilan datanya dilakukan pada hari yang saina dan juga waktunya tidak berbeda jauh. Dapat dijelaskan juga bahwa nilai suhu yang rendah tersebut karena pengaruh penyinaran sinar matahari berada di garis balik utara, sedangkan nilai dari salinitas maupun konduktivitas dapat dikatakan tinggi, sehingga dapat dijelaskan bahwa nilai salinitas mempunyai hubungan yang erat dengan konduktivitas, dimana apabila nilai dari salinitas tinggi diikuti juga dengan nilai dari konduktivitas, sehingga dapat diduga bahwa banyak substansi ataupun partikel-partikel sebagai daya hantar listrik pada koloin air di wilayah perairan tersebut. 4.1.2
Arus
Pengukuran kecepatan arus dengan menggunakan "Floater" sejauh 5 (lima) meter pada tanggal 14 Juni tahun 2002 sekitar stasion~lokasi3 (tiga) dan pada tanggal 26 Juli tahun 2002 sekitar stasion/lokasi 5 (lima) dengan arahnya sebagaimana tertera pada Tabel 3. Tabel 3. Kecepatan serta arah arus di daerah sekitar Teluk Buyat pada bulan Juni dan Juli tahun 2002 -
-
Pengukuran I I1 I11 IV V
Bulan Juni Kecepatan (mldet.) 0,063 0,058 0,072 0,052 0,060
Arah (") 250 LU 250 LU 250 LU 80 LU 80 LU
Bulan Juli Kecepatan (mldet.) 0,074 0,076 0,050 0,047 0,061
Arah (") 210 LU 210 LU 210 LU 30 LU 30 LU
Hasil yang diperoleh tersebut menunjukkan bahwa kecepatan arus yang terjadi dapat dikatakan lemah, ha1 ini diduga karena pengaruh dari pergerakan massa air dimana arus laut dan arus pasut saling berlawanan arah, begitu juga karena adanya
gesekan (friction) sehingga saling menghambat. Namun apabila arus laut dan arus pasut searah atau sejajar maka kecepatan arus akan menjadi kuat. Dapat dijelaskan pula bahwa ha1 yang paling kelihatan yaitu pada waktu sedang melakukan pengukuran kecepatan arus arahnya bisa berubah 180°, sehingga memungkinkan kecepatan arus dapat dikatakan lemah. 4.1.3
Gelombang
Parameter lain yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu gelombang, dimana pengukuran gelombang bersamaan dengan waktu pengukuran kecepatan arus pada tanggal 26 Juli tahun 2002 yaitu dengan interval waktu 2,93 detik; 3,00 detik; 3,90 detik; 2,92 detik; 3,55 detik; dan 3,27 detik dengan puncak gelombang tertinggi mencapai 270 cm dan lembah gelombang terendah adalah 180 cm. Tinggi dari rerata gelombang yang terjadi yaitu 225 cm, dan dapat dikatakan gelombangnya besar. Hasil dari periode gelombang dan tinggi gelombang tersebut memperlihatkan bahwa perairan tersebut periode gelombangnya cukup cepat begitu juga dengan tinggi gelombangnya. Bila memperhatikan keadaan gelombang yang demikian dapat dikatakan masih dipengaruhi oleh angin. 4.1.4
Pasut Data pasut selama bulan Mei - Juli 2002 yang tercatat pada alat Tides Gauge
milik PT NMR di tempatkan secara permanen di pelabuhan "Lakban", dan data tersebut merupakan data time series dengan interval waktu 10 menit. Hasil dari data pada Lampiran 4, 5, dan 6 telah diakurnulasi dalam interval waktu setiap 1 (satu) jam.
Berdasarkan data pasut yang diperoleh pada Lampiran 4, maka dibuatlah suatu gainbar dalam bentuk grafik yaitu pola dari pasut yang terjadi selama bulan Mei tahun 2002 sebagaiinana terlihat pada Gambar 7 berikut ini.
am bar 7.
Pola grafik pasut pada bulan Mei 2002
Pada Gainbar 7 tersebut diinana selaina penkwkuran data pasut untuk bulan Mei tahun 2002 memperlihatkan bahwa bentuk grafik pasut tersebut menunjukkan pola yang semi-diurnalyaitu dalam sehari (24 jam) tejadi 2 kali air pasang dan 2 kali air surut, pola pasut yang demikian berlaku umum untuk perairan bagian timur Indonesia. Kemudian hasil data pasut yang terhimpun selama bulan Juni tahun 2002 diperlihatkan pada Lampiran 5. Dari data hasil pasut pada Lampiran 5 dibuatlah suatu
bentuk gafik yaitu pola dari pasut yang terjadi selama bulan Juni tahun 2002 sebagaimana terlihat pada Gainbar 8 berikut ini.
Gambar 8. Pola grafik pasut pada bulan Juni 2002 Pada Gambar 8 tersebut dimana selama pengukuran data pasut untuk bulan Juni tahun 2002 ada grafik yang putus yaitu pada awal bulan, ha1 ini dikarenakan bahwa pada awal bulan Juni alat pasut yang terpasang sebelumnya pada dermaga kayu (dermaga darurat) dipindahkan pada dermaga yang permanen (terbuat dari beton) sehingga ada beberapa data yang tidak ada, akan tetapi walaupun datanya tidak ada nalnun grafiknya mengikuti pola yang terjadi yaitu n~einperlihatkanbentuk grafik pasut tersebut dengan pola yang senzi-diurnal yaitu dalam sehari (24 jam) terjadi 2 kali air pasang dan 2 kali air surut ha1 ini juga sama seperti dengan pola pasut pada bulan Mei tahun 2002.
Hasil data pasut yang terhimpun selama bulan Juli tahun 2002 diperlihatkan pada Lampiran 6. Bertolali dari hasil data pasut pada Lampiran 6 dibuatlah suatu bentuk grafik yaitu pola dari pasut yang terjadi selama bulan Juli tahun 2002 sebagaimana terlihat pada Garnbar 9 di bawah ini.
4/7/02
8/7/02
12/7/02
16/7/02
19/7/02
23/7/02
27/7/02
3 1 /7/02(01 00)
Gambar 9. Pola grafik pasut pada bulan Juli 2002 Pada Gambar 9 tersebut dimana selama pengukuran data pasut untuk bulan Juli tahun 2002 memperlihatkan bahwa bentuk grafik pasut tersebut menunjukkan pola yang semi-diurnalyaitu dalam sehari (24 jam) terjadi 2 kali air pasang dan 2 kali air surut. Berdasarkan gambar-gambar pola pasut yang ditampilkan baik bulan Mei
-
Juli cenderung mirip, dimana menampilkan perubahan yang tejadi yaitu ada 2 (dua) kali bentuk pasut dalam sehari (24 jam). Hal yang demikian menunjukkan bahwa
bentuk gratik pasut pada bulan Mei
-
Juli adalah pola pusut .renzi-diut-tzul, yang
condong keharian ganda. Jenis pasut pola .sen7i-diurizul condong keharian ganda berlaku ulnuln pada perairan bagian tilnur Indonesia. Bertolak dari hasil yang didapat oleh beberapa parameter fisik tersebut sangat meinpengaruhi keadaan lingkungan yang berada di daerah pesisir terutama untuk perairan laut itu sendiri. Sebagai contoh untuk daerah Teluk Buyat dimana terdapat lnuara sungai yaitu sebagai daerah estuaria dengan nilai salinitasnya berada pada 34 psu inerupakan nilai vang cukup tinggi dan ini sangat lnelnpengaruhi bagi hewanhewan yang hidup pada lingkungan estuaria dengan nilai salinitasnya rendah. Kemudian untuk gelombang yang cukup besar dapat lnerusak terumbu karang, sehingga ekosiste~ndari terulnbu karang dapat terganggu yang lnerupakan habitat hewan penghuni karang sebagai ternpat berlindung, tempat ~nencarimakan, tempat bertelur maupun mengasuh. Begitu juga dengan arus maupun pasut dapat rnemba\va sarnpah dari satu te~npat ke ieinpat yang lain, sehingga dapat ineinpengaruhi lingkungan perairan.
4.2
Kecepatan Angin, Tekanan Udara, dan Curah Hujan Perlu juga diketahui bahwa selama kurun waktu penelitian pengukuran
parameter fisik perairan dan pengambilan sedinzelzt trup proses pengukuran kecepatan angin, tekanan udara, dan curah hujan berjalan pula. Data yang tercatat pada alat "Rm Young Rain Gauge" lnilik dari PT NMR seperti terlihat pada Lalnpiran 7, 8, dan 9. Adapun inaksud dari pengukuran kecepatan angin, tekanan udara maupun curah liujan yaitu dengan inendapatkan infonnasi dari data-data tersebut maka
hubungannya dengan data fisik di perairan dapat saling menunjang misalnya untuk data kecepatan angin punya kaitan dengan periode gelombang atau tinggi gelombang, begitu pula dengan curah hujan punya kaitan dengan lingkungan sampai pada keadaan sedimen, ataupun tekanan udara dan kecepatan angin punya kaitan dengan kecepatan at-us dan arahnya, dan faktor-faktor lain yang punya hubungan. Berdasarkan hasil yang diperoleh pada La~npiran7 yaitu selama bulan Mei tahun 2002 menunjukkan bahwa kecepatan angin dapat dilihat bahwa rata-ratanya 11iulai lneningkat ~nemasukipertengahan bulan tersebut dan ini kebalikan dengan curah hujan. Perlu dijelaskan pula bahwa apabila lnusirn angin selatan bertiup curah hujan akan menurun drastis dan ini akan lnemasuki lnusiln kemarau. Untuk tekanan udara dimana pada awal bulan tekanan udaranya rendah dan memasuki pertengahan bulan tekanan udara mulai meningkat dan ha1 ini yang menunjukkan sudah terjadi perubahan tekanan dan dengan sendirinya sangat berpengaruh pada kecepatan angin jelasnya seperti pada ,Gambar 10 dan 1 1 berikut ini.
-
-u, 5 E .- 4
-z m 5
3
v
Q1
= id
2
&
1
"
CI
CI
$
0 T
-
r
T
)
m C
r
U
-
C
-
U
a
C
-
U
a
C
U
-
C
m
U
a
Hari pengamatan
Ga~nbar10. Grafik rata-rata kecepatan angin selama bulan Mei 2002
c
r
)
-- 1006
t;i
E 1004 1002
U
m
1000
4
998
5
996 994 992
cr
e
4-I
1
- P 3 m t - m - C T J L S ) t - m - m m t - m -
- 7 - - m m m m C U C r )
Hari pengamatan
Gambar 11. Grafik rata-rata tekanan udara selama bulan Mei 2002 Kelnudian data hasil yang diperoleh pada Lampiran 8 yaitu selama bulan Juni tahun 2002 menunjukkan bahwa pada awal bulan dan akhir bulan curah hujan dapat dikatakan tidak ada dan curah hujan hanya terjadi pada pertengahan bulan, ha1 ini juga I
punya hubungan dengan rata-rata kecepatan angin yaitu awal bulan dan akhir bulan rata-rata kecepatan angin tinggi begitu juga yang terjadi dengan tekanan udara yaitu pada pertengahan bulan tekanannya menurun dan jelasnya sebagaimana terlihat pada Gambar 12 dan 13 berikut ini.
%? 8 C.
E 7
U
.E 6 W
Ei
g
5 4
-(6Y 3 C)
$ 2
5 1 B 0 ~
c
'
3
m
r
-
-
?
-
o
c
.
,
l
T
c
.
C l
\
\
3
P
J
m
c
.
l
+
m
Hari pengamatan
-
Gainbar 12. Grafik rata-rata kecepatan angin selaina bulan Juni 2002
- w m t - - a - w m t - - m - m m t - - m -
7
-
C
U
C
U
a
C
.
l
C
U
Hari pengamatan
Gambar 13. Grafik rata-rata tekanan udara selama bulan Juni 2002
N
Kemudian hasil yang diperoleh pada Lampiran 9 selama bulan Juli tahun 2002 menunjukkan bahwa pada bulan Juli tersebut sudah terjadi musi~nkeinarau ha1 ini dibuktikan dengan kecepatan angin rata-rata cukup tinggi jika dibandingkan dengan bulan-bulan sebelu~nnyayang rata-rata kecepatan angin masih rendah. Selanjutnya mengenai tekanan udara pada bulan Juli yaitu sudah cukup tinggi dan ini yang meinbuat kecepatan angin meningkat, dan jelasnya seperti pada Gainbar 14 dan 15 berikut ini.
--E Y
8 7
.
6
s
5
UJ
W
0' 4 a
xlG 3 2Y 1
20
C
7
)
U
-
)
o
, - c r , L D L n t - - c n - - - - - C \ 1 m ( U ~ m c r ,
Hari pengamatan
Gambar 14. Grafik rata-rata kecepatan angin selama bulan Juli 2002
-z
1005
n
E 1004
Y
Q
2 1003 U
2 1002 Q) C,
(6 C,
1001
!! & 1000 C,
Q
rx
999 - C r ) L l ' 3 l - - m - C r ) L l ' 3 r - a - m L n l - - m -
7
-
7
-
-
m
m
m
m
m
m
Hari pengamatan
Gainbar 15. Grafik rata-rata tekanan udara selalna bulan Juli 2002 Hasil yang diperoleh untuk curah hujan pada bulan Mei, Juni, dan Juli seperti pada Lalnpiran 7, 8, dan 9 menunjukkan bahwa jumlah curah hujan pada bulan Mei sering terjadi perubahan begitu juga yang terjadi pada bulan Juni, namun pada bulan Juni juinlah intensiksnya lebih banyak dengan bulan Mei. Untuk bulan Juli jumlah intensitasnya terjadi penurun secara drastis. Grafik dari curah hujan selama bulan Mei sampai bulan Juli 2002 sebagaimana terlihat pada Gambar 16 berikut ini. Pada Gambar 16 dapat dilihat bahwa pada akhir bulan Mei tidak terjadi lagi hujan dan jika dihubungkan dengan kecepatan angin maupun tekanan udara yang terjadi peningkatan, maka ha1 tersebut dapat terjadi dan ini merupakan musim pancaroba yaitu musiln peralihan dari musiln hujan ke musiin kemarau. Untuk bulan Juni curah hujan hanya terjadi pada pertengahan bulan dan jumlah intensitas lebih banyak jika dibandingkan dengan yang terjadi pada bulan Mei. Apabila dihubungkan
60 50
s
+B u h Juni
'9 r: 30
23 20 U
10 0 P
-
O
r
c
l
N
W
c
3
N
N
u
l
l
r
0
0
-
1
n
Hari p engamatan L
Gambar 16. Grafik curah hujan pada bulan Mei, Juni, dan Juli tahun 2002 dengan kecepatan angin maupun tekanan udara memang mempunyai hubungan, dimana pada awal bulan dan akhir bulan kecepatan angin maupun tekanan udara meningkat, sedangkan pada pertengahan bulan kecepatan angin maupun tekanan udara terjadi penurunan, sehingga ha1 ini yang memungkinkan intensitas curah hujan terjadi pada pertengahan bulan Juni. Kemudian untuk bulan Juli jumlah dari curah hujan hampir dapat dikatakan tidak ada karena hanya terjadi 4 (empat) kali dan ini menandakan awalnya musim kemarau. Hal ini dibuktikan dengan rata-rata kecepatan angin terjadi peningkatan begitu juga dengan tekanan udara terjadi peningkatan, selanjutnya dapat juga
dibuktikan dengan keadaan perairan dimana keadaan gelombang semakin besar. Pada bulan Juli ini dapat diinfonnasikan bahwa walaupun jumlah intensitasnya terjadi penurunan drastis namun ada 1 (satu) kali terjadi hujan yang intensitasnya sangat besar jika dibandingkan dengan yang terjadi pada bulan Mei maupun Juni, sehingga sangat mempengaruhi perairan karena aliran air dari DAS langsung memperlihatkan perairan daerah Teluk Buyat dan sekitarnya inenjadi keruh. Berdasarkan parameter-parameter fisik perairan yang terukur maupun teramati begitu juga dengan musirn yang terjadi selaina kurun waktu penelitian mempunyai hubungan. Sebagai contoh apabila kecepatan angin dan tekanan udara meningkat keadaan laut seperti gelombang inenjadi besar, sedangkan curah hujan inenurun dan intensitas sedikit. Selanjutnya jika dihubungkan dengan lingkungan wilayah pesisir dimana apabila curah hujan meningkat dan intensitas cukup banyak dapat terlihat bahwa perairan pantai langsung terjadi perubahan dimana warna airnya menjadi coklat b
(keruh) dan ha1 ini dapat menggangfl ekosistem terumbu karang dilnana untuk fotosistesa tidak akan berjalan dengan baik karena banyaknya partikel-partikel yang melayang pada kolom air tersebut. Dapat juga dijelaskan dengan bukti dimana nilai dari salinitas maupun konduktivitas pada wilayah perairan (daerah penelitian) cukup tinggi. Kemudian apabila rata-rata kecepatan angin terjadi peningkatan begitu juga dengan tekanan udaranya dimana inemasuki musim keinarau sehingga keadaan perairan yaitu gelombangnya cukup besar. Apabila ha1 ini terjadi maka aktivitas dari lnasyarakat (nelayan) untuk melaut sangat mempengaruhi. Kejadian ini sebagaimana
yang telah dibuktikan yaitu sebagian dari masyarakat pesisir melakukan aktivitas pada daerah mangrove yaitu mengambil batang mangrove yang sudah kering ataupun menebang cabang-cabangnya untuk dijadikan kayu bakar, sehingga ha1 ini lama kelamaan hutan mangrove akan habis dan ekosistern pasti terganggu. Selanjutnya dapat disampaikan bahwa aktivitas dari masyarakat di wilayah tersebut baik itu pertambangan rakyat (tradisional) maupun pertambangan perusahaan tidak terpengaruh dengan karakteristik oseanografi maupun musim, namun secara tidak langsung dapat melnpengaruhi lingkungan perairan apabila terjadi hujan dilnana batuan yang sudah hancur dan juga tanah yang sudah terbongkar akan terbawa oleh air hujan dan memasuki DAS sehingga akan berdampak pada perairan laut. Perlu juga diketahui bahwa pada Teluk Buyat bermuara Sungai Buyat, sehingga material yang terbawa oleh air sungai tersebut masuk pada perairan laut dan ini akan lnengganggu ekosistern di daerah terumbu karang, sedangkan untuk kegiatan pertanian seperti petani kelapa maupun cengkih tidak terpengaruh. ,
4.3
Tingkat Sedimentasi Bertolak dari tabel 3, dimana sediment trap yang diambil dengan rencana 8
(delapan) minggu selama 2 (dua) bulan hanya dapat dilakukan sebanyak 5 (lima) kali pengambilan narnun dengan wahcu yang sama 2 (dua) bulan, ha1 ini dikarenakan bahwa pada waktu yang sudah ditetapkan 1 (satu) minggu untuk setiap pengambilan
sediment trap kondisi lapangan tidak memungkinkan sebab cuaca tidak baik (ombaknya agak besar) yaitu musim angin Selatan bertiup. Begtu juga dengan setiap
kali pengambilan sediment trap ada yang tidak ditemukan sebab sudah ditutupi oleh koloni karang yang patah dan ada juga yang diambil oleh nelayan. Pada waktu peletakkan sampai pengambilan sediment trap ada yang hanya 1 (satu) minggu dan ada yang 2 (dua) minggu, ha1 tersebut karena faktor cuaca yang tidak mendukung. Faktor cuaca tersebut yaitu keadaan gelombang yang cukup besar. Jumlah sediment trap yang didapatlditemukan pada setiap kali pengambilan dan juga dengan jumlah berat sedimen yang diukurlditimbang dan dilanjutkan dengan mengukur TSS sebagaimana terlihat pada Lampiran 1OA, 1OB, 1 1A, 1 lB, dan 12. Pengambilan pertama sed~merzttrap waktunya mencapai 2 (dua) minggu yaitu diletakkan pada tanggal 3 1 Mei dan diambil pada tanggal 14 Juni, dan hasilnya seperti pada Lampiran 10A. Pada Lampiran 10A tersebut dimana sampel yang didapat selama 2 minggu cukup tinggi, ha1 ini jika dilihat dari kandungan TSSnya seperti pada
stasiodlokasi 3 bila dibandingkan dengan stasion/lokasi yang lain, dan lebih jelasnya seperti pada Gambar 17 berikut ini. Pada Galnbar 17 dapat dijelaskan bahwa letak dari stasiodlokasi 3 berada dekat dengan muara sungai, lagipula selama sediment trap berada terjadi musim hujan diikuti juga dengan gelombang cukup besar karena angin Selatan lagi bertiup. Perlu juga dijelaskan bahwa pada stasion/lokasi 3 tersebut yang jumlahnya lebih banyak adalah yang menghadap ke laut (3A) dan ha1 ini dikarenakan selama kurun waktu tersebut ombak cukup besar sehingga material sedimen yang berada di depan teluk atau sekitarnya terangkat dan terbawa oleh massa air (arus laut) masuk ke daerah teluk. Sediinen yang berasal dari daratan itulah yang disebut sebagai sedimen 11tlzogenou.s.
90000 80000
--.I .
#
70000 60000 50000 40000 30000 20000 10000 0 Stasionfiokasi sediment trap
Gambar 17. Grafik TSS pada setiap stasiodlokasi pengambilan I (pertaina) dengan waktu 2 minggu (3 1 Mei - 14 Juni) Berikut pengambilan kedua sediment trap waktunya mencapai 1 (satu) minggu yaitu diletakkan pada tanggal 14 Juni dan diambil pada tanggal 21 Juni, hasilnya seperti pada Lampiran 10B. Data pada Lampiran 10B tersebut memperlihatkan bahwa TSSnya jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan Lampiran IOA, padahal waktunya hanya 1 minggu ha1 ini karena pada waktu sebelum pengainbilan sediment trap terjadi hujan di daerah pengunungan sehingga banyak material sedimen yang terbawa oleh DAS lagipula ombaknya cukup besar, dan dari hasil tersebut dibuatlah suatu grafik seperti pada Gambar 18.
r
160000 140000 120000
2 100000 P 80000
VI
E
60000 40000 20000 0 Stasionflokasi sediment trap
Gambar 18. Grafik TSS pada setiap stasion/lokasi pengambilan IT (kedua) dengan waktu 1 ~ninggu(14 Juni - 2 1 Juni)
Pada Gambar 18 di atas ini seperti yang sudah djelaskan sebelumnya dimana pada stasion/lokasi 3 jumlah sedimennya lebih tinggi dengan stasion~lokasiyang lain. Dapat ditambahkan juga bahwa material sedimen yang sudah berada pada daerah tersebut ikut juga terangkat bersama dengan massa air karena pengaruh dari gerakan ombak yang ikut membongkamya. Begtu juga dengan sediinen yang berasal dari daratan akibat erosi DAS dan membawanya ke laut disebut sebagai sedimen Ilthogenozis, dan pada stasion/lokasinya yang berada di daerah teruinbu karang
sedimen tersebut disebut sebagai sedimen biogenous yaitu merupakan sisa-sisa bongkahan karang yang diakibatkan oleh gelombang. Selanjutnya pada pengambilan ketiga sediment trap waktunya mencapai 2 (dua) minggu yaitu diletakkan pada tanggal 21 Juni dan diainbil pada tanggal 5 Juli, hasilnya seperti pada Lampiran 11A. Bertolak dari data hasil yang diperoleh pada Lampiran 11A tersebut dibuatlah suatu grafik seperti pada Gambar 19 berikut ini.
500000 450000 400000 350000 A
-F
VI 03 i-
300000 250000 200000~ 150000 100000 50000 0 Stasionnokasi sediment trap
Gainbar 19. Grafik TSS pada setiap stasion/lokasi pengambilan 111 (ketiga) dengan waktu 2 minggu (2 1 Juni - 5 Juli)
Pada Gambar 19 terlihat bahwa TSSnya jauh lebih banyak apabila dibandingkan dengan pengambilan sebelurnnya. Hal ini dikarenakan bahwa gelombang yang terjadi jauh lebih besar bila dibandingkan hari-hari sebelumnya sehingga material sedimen yang beluin seinpat mengendap di dasar langsung terbongkar dan terbawa oleh massa air (arus laut) begitu juga yang terjadi di daerah teruinbu karang. Dapat dijelaskan pula bahwa karena geloinbang yang datang dari arah laut tegak lurus dengan garis pantai sehingga langsung membongkar material sedimen yang sudah mengendap dan selanjutnya sediinen tersebut diangkut inelalui proses arus laut. Dapat ditambahkan pula bahwa sifat dari jenis sedimen yang halus tersebut yaitu lambat mengendap yaitu hanya melayang-layang di suatu perairan dan itu sangat dipengaruhi oleh arus laut atau juga arus pasut untuk mentranspornya ke daerah-daerah yang lain. Selanjutnya dapat dibuktikan pula bahwa walaupun selama kurun waktu tersebut intensitas hujan sangat kurang atau tidak salna sekali namun keadaan perairan 1
laut di wilayah tersebut warnanya agak coklat dan ini mengartikan bahwa sedimen yang sudah mengendap terbongkar oleh adanya gelombang. Hal serupa terjadi dimana material sedimen yang masih melayang-layang terbawa oleh arus laut maupun arus pasut. Kemudian pengambilan keempat sediment trap waktunya mencapai 1 (satu) minggu yaitu diletakkan pada tanggal 5 Juli dan diambil pada tanggal 12 Juli, dan hasilnya seperti pada Lampiran 1IB. Hasil yang didapat ini dibuatkan grafik seperti pada Gambar 20 berikut ini.
160000 140000 120000 h
=!
m m I-
100000 80000 60000 40000 20000 0 Stasionllokasi sediment trap
Gambar 20. Grafik TSS pada setiap stasiodlokasi pengambilan IV (keempat) dengan waktu 1 minggu (5 Juli - 12 Juli) Hasil yang diperoleh pada Lampiran 11B seperti terlihat pada Gambar 20 dimana TSSnya sudah agak menurun tetapi masih cukup banyak karena walaupun gelombangnya sudah agak kecil namun selama kurun waktu tersebut ada terjadi hujan yang walaupun cuma 3 (tiga) kali tetapi yang satu kali jurnlah dan intensitasnya cukup tinggi bila dibandingkan dengan curah hujan pada bulan-bulan sebelumnya sehingga material dari daratan langsung terbawa oleh aliran sungai ke laut.
Pada Gambar 20 tersebut yaitu pengambilan keempat dapat dijelaskan pula bahwa material sedimen yang ditemukan pada stasiodlokasi 2 yang sudah berada di luar teluk lebih banyak dengan stasion~lokasi3 yang berada di dalam teluk, dan ini dimungkinkan karena lnuara dari Sungai Buyat yang berada di dalaln teluk sudah berpindah arahnya tidak lagi menghadap ke stasion/lokasi 3 (Lampiran 24, Gambar B). Dapat disampaikan bahwa arah dan gerakan arus di dalam teluk menurut Rondo (2000) yaitu lnengarah ke arah Timur laut dan keluar dari dalaln teluk sesuai dengan arah dari arus pasut dan selanjutnya lnengarah ke stasion/lokasi 2, sehingga ha1 inilah yang memungkinkan jumlah sedimen pada daerah tersebut tinggi. Selanjutnya pada pengambilan yang terakhir atau kelima sediment trap waktunya mencapai 2 (dua) minggu yaitu diletakkan pada tanggal 12 Juli dan diambil pada tanggal 26 Juli, dan hasilnya seperti pada Lampiran 12. Hasil yang diperoleh pada Lampiran 12 TSSnya cukup tinggi karena selama periode waktu tersebut gelombang cukup besar sehingga waktu yang sebenarnya hanya 1 minggu tidak dapat dilakukan dan baru dapat dilakukan selama 2 (dua) minggu, dan berdasarkan hasil tersebut dibuatlah suatu grafik seperti pada Gambar 2 1. Pada Gambar 2 1 tersebut dapat dilihat bahwa jumlah sedimennya masih cukup tinggi dan ini dapat dibuktikan dengan hasil yang didapat pada stasion/lokasi 8 padahal sudah agak jauh dari daerah teluk. Dapat dijelaskan bahwa jenis sedimen yang ditemukan pada stasionAokasi 8 tersebut warna sedimennya agak putih dan dianggap merupakan sedimen blogenous yaitu berasal dari bongkahan karang, namun untuk jenis sedimen yang ditemukan pada stasiodlokasi 2 tersebut merupakan sedimen yang
berasal dari daratan maupun dari laut karena wama sedimennya tidak juga gelap dan tidak juga putih.
600000 500000
5'400000
-F s,
300000
V) V)
t-
200000 100000 0 L
1
2
3A
3B
4
6
8
Stasion/lokasi sediment trap
Gambar 21. Grafik TSS pada setiap stasion/lokasi pengambilan V (kelima) dengan waktu 2 minggu (12 Juli - 26 Juli) Berdasarkan hasil-hasil yang didapat sesuai dengan TSSnya mulai dari pengambilan pertama sampai pada pengambilan kelima menunjukkan bahwa padatan tersuspensi total cukup tinggi baik di daerah teluk maupun di daerah terumbu karang, dan jelasnya seperti pada Gambar 22 berikut ini.
Gtunbar 22,
TSS pads setiap stasimAasl sb1m.w pwlitian ( p p n l a n 1- V) 31 M4 -26 Jdi.
Pada Gambar 22 di atas ini &pat dijelaskan bahwa pada dmmh stasioaflohsi 1 h t u k phggim pmiahya tebing dan pda dam& tersebut k b t u k tduk lagipuh
lahan pertanian sudah k a d a mpai padapinggim t e b h sehingga diduga bahw
banyak material sedimen yang terbawa oleh arus ke daerah tersebut dan juga dari lahan pertanian dimana materialnya langsung ke laut jika curah hujan yang cukup banyak. Kemudian dapat dijelaskan pula bahwa material sedimen tersebut seperti yang sudah diuraikan sebeluinnya menunjukkan dimana banyaknya material sedimen mengartikan pada lahan atas sudah terjadi pengikisan oleh aliran massa air pada DAS dan ini dikarenakan bentuk pengelolaan lahan pertanian tidak teratur dan lnasih bersifat tradisional ataupun karena adanya kegiatan pertambangan rakyat yang berkelompok maupun terkotak-kotak dengan tidak memperhatikan buangannya ataupun kegiatan pertambangan oleh perusahaan yang ada. Gambar 22 juga menunjukkan bahwa setiap kali pengambilan sedznzent trup stasion/lokasi 3 selalu mendominasi jumlah sedimennya dan ini karena letaknya berada di dalam teluk lagipula letaknya dekat dengan inuara sungai sehingga jumlahnya selalu mendominasi. Tetapi jika diperhatikan pada gambar tersebut yaitu pada pengambilan keeinpat jumlah tertinggi yaitu pada stasion/lokasi 2 dimana letaknya berada di luar teluk, dan ha1 ini dikarenakan pada kurun waktu tersebut terjadi hujan yang intensitasnya cukup tinggi dan material dari daratan mengalir ke laut melalui DAS dan selanjutnya oleh arus pasut maupun arus pantai membawa material sedimen ke arah stasion/lokasi 2. Pada Gambar 22 tersebut terlihat bahwa untuk pengambilan kelima dimana jumlahnya jika dibandingkan dengan pengambilan pertama hingga keempat adalah di atas rata-rata, dan yang paling mencolok terjadi pada stasion/lokasi 3B dan perlu diketahui bahwa posisi dari muara sungai sudah kembali yaitu sudah menghadap ke
stasion/lokasi 3B. Dapat disampaikan juga bahwa selama kurun w a k u untuk pengambilan kelima ini keadaan laut bergelombang yang cukup besar sehingga memungkinkan material sedimen yang sebelumnya sudah mengendap terbongkar lagi begitu juga dengan karang banyak yang patah inaupun hancur dan sesuai penglihatan pada waktu pengambilan sedment trap nampak pada stasion/lokasi 8 dimana warna sedimennya agak putih bercampur material karang yang banyaknya Namun demikian hasil-hasil yang didapatkan tersebut dilakukan lagi uji dengan larutan asain agar lebih membuktikan dari mana asal padatan tersebut. Setelah mendapatkan hasil TSSnya, sedimen yang ada dilanjutkan lagi dengan analisis menggunakan larutan asam yaitu HCI IN, dan hasil-hasil yang diperoleh sebagaimana terlihat pada Lampiran 13A, 13B, 14A, 14B, dan 15. Berdasarkan hasil yang tertera pada Lampiran 13A ineinperlihatkan dari total sedimen yang ada menunjukkan bahwa sedimen yang diduga berasal dari daratan sedikit yang larut dalam asam jika dibandingkan dengan sediinen yang berasal dari pecahan terumbu karang atau yang sudah lama di laut, dan jelasnya sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 23. Pada Gambar 23 tersebut menunjukkan bahwa perbandingan antara sedimen yang larut dalam asam jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan sedimen yang tidak larut dalam asam, ha1 ini dibuktikan dengan sedimen yang terdapat pada stasion~lokasi
3 dibandingkan dengan sedimen yang terdapat pada stasion~lokasi6 dan 7. Karena dilihat dari perbandingannya untuk total dengan yang tidak larut dalam asam cukup besar. Namun perlu juga diketahui bahwa stasion/lokasi 3 memang berada dalain teluk sehingga kandungan sedimen yang berasal dari daratan cukup tinggi, dan sebaliknya
mtuk sbsidokasi 6 dm 7 b e d di luar teluk sehingga ~
~ adatah yang y
a
banyak berasal dari laut.
35
30
E 25
j
2o
E '" 10 5 0
StufoMukasi srdimen trap d
Untuk deta h i 1 yang tertem pada Lampiran 13B m e m p e r b t k .jumlah total sdmen yang diperoleh menunjukh bahwa ti*
larut ddam asam lcbih banyakjika
&~~larutdalamasamse~contohuntulrsedimenyang~
pda s t a s i d o h i 3, dan hi diduga bahwa s a h e n tersebut M M damtan
sebaliknyastperti~enyang~padastasid0~7dan8dimana~larzlt
dslatll asam lebih banyak &
idengin yang tidak larut d a b asam dm ini
diduga dimen tersebut berasal dari hut atolu sedimen dari dmi tetapi sudah lama bmda di hut, seIanjutnya b e n h d m hail tersebut dib&
suatu grafik s e j d
path b h 24 bedat id.
100
90 80 n
b
70
E
60
w
X
F
d
50
BTdlt h&h-
40
3O 20
10 0
Staslonilokasi sedlmsnt trap
Pada Gambar 24 menunjukkan bahwa untuk stasiodlokasi 3 sedimen yang tidak larut dalam asam jauh lebih besar dengan yang larut dalam asam, dan perlu diketahui bahwa stasion/lokasi tersebut berada dekat muara sungai, namun perlu diketahui bahwa stasion/lokasi 4 berada juga dalain teluk tetapi sediinen yang larut dalam asam lebih besar jika dibandingkan dengan sedimen yang tidak larut dalam asain dan ini membuktikan bahwa sediinen tersebut berasal dari laut yang terbawa oleh arus yang masuk ke dalam teluk tersebut. Dapat dijelaskan pula bahwa apabila material sedimen warnanya agak putih ha1 tersebut menandakan bahwa kandungan materialnya lebih banyak berasal dari laut jika dibandingkan dengan warna yang agak gelap menandakan bahwa kandungan materialnya banyak berasal dari daratan. Keinudian untuk hasil yang diperoleh pada Lampiran 14A inenunj ukkan bahwa sedimen pada stasion/lokasi 3 yang sudah dapat dipastikan bahwa material sedimennya berasal dari daratan dan letaknya juga berada dekat muara sungai, dan begitu juga dengan stasion/lokasi 7 yang letaknya agak jauh daii inuara sungai yang mengartikan bahwa material sediinen yang didapat berasal dari laut, jelasnya hasil tersebut dibuatlah suatu grafik seperti pada Gambar 25. Pada Gambar 25 memperlihatkan bahwa sedimen yang berada di stasiod lokasi 3 masih mendominasi untuk yang tidak larut dalam asam. Namun untuk stasion/lokasi 1 yang letaknya agak jauh dari muara sungai dan juga sediment trapnya berada di atas terumbu karang ha1 serupa juga untuk stasiodlokasi 2, (tetapi stasiodlokasi 2 letaknya dekat dengan teluk Buyat) tetapi dari jumlah total sedimen yang tidak larut dalaln asam lebih banyak jika dibandingkan dengan yang larut dalam asam walaupun perbandingannya tidak terlalu besar, sehingga diduga bahwa sedimen
140 120 n L
100
[
80
OP
60
3 +.r
E
40 20
0 Stasionllokasi sedimen trap aambar25.~'~yanglanddalsmssamdan~tidlrk~~asam pada d a p stasidokasi ~ b i l a IDn (kctip) dengrtn W 2 mbggu (21 J m i 5 3di)
-
yang b
d di b x a h tersebut b r a d dari damtun Icbib banyak d i i d h g h dengan
yang~daril~daninim~hahwakdaansuatu~tidakpernah
t e n a n g a p h g i p a d a ~ p a a E a i m i ~ ~ ~ a i r ~ a k d i ~ aTus~t~snrslaut.
mil yang diperoleh pada Lsmphm 14B
~~bahwamasih punya
kaitan d q m yang wadi p d a pgambilan sediment
ketiga (Lampixan
14A), ditllana mtuk m b i l a n yang keempt hi ymg mencofok yaitu p d a
~ d o k a s i 2 m a s i h b a n y a k j u g a ~ y a n g t i d a k ~ d a h ~ ~ b d a di fuar Teluk Buyat walmpm tidak tdalu jauh dm bmbarkan had
1-
yang dipc~olehpath h p h n
14B d'bdah sum g d k 9eper?i p d a Gambar 26
b a h t ini.
30 25 C
5 20 e 5I 15 rn
10
5
0 Staslonllokasi sedlmen trap C
G m W 26,
Grafik d i m e n yang larut dalam asam dan yang ti& larut dalam asam puh se@ stasioa/lokasi pgambilan N (keenpt) dmgan 1 mhggu (5 Juli - 12 Juli)
Osmbar 26 id m e m p ~ ~ i b a t l c abahwa n rmtuk stasiodohi 2 &en
yang
htddamasamdanymgtidak lanrt d a b asam tidak ~ j a u h ] E a r c n a p a d a
selang periode waktu tersebut kondisi perairan bergelombang dan juga terjadi hujan sehingga sediinen yang berada di dasar perairan teraduk atau terbongkar oleh adanya gelombang, begitu juga yang berasal dari daratan. Hal ini juga dibuktikan yaitu pada waktu penyelaman untuk pengambilan sedlmen trup selain masih bergelombang dan berarus keadaan perairan sangat keruh. Dapat dijelaskan lagi bahwa kekuatan atau perpindahan massa air masih mengarah ke arah Barat, sehingga material sedimen yang keluar dari teluk dan berasal dari daratan masih tetap mengarah ke daerah tersebut
walaupun proses
perpindahannya tidak jauh. Jika dibandingkan dengan total sedimen pada stasionl lokasi 3B yang letaknya berada dekat dengan muara sungai dan juga menghadap ke arah muara sungai sebagai sulnber masukan sedimen dari daratan masih lebih banyak dengan stasion/lokasi 2 tersebut. Kemudian hasil yang diperoleh pada Lampiran 15 memperlihatkan bahwa dari juinlah total sedimen yang didapat menunjukkan stasiotdlokasi 3 dan 4 yang berada di dalam Teluk Buyat jauh lebih banyak yang tidak larut dalam asam jika dibandingkan dengan stasion/lokasi yang berada di luar teluk dimana yang larut dalam asam lebih banyak, dan dari hasil yang diperoleh pada Lampiran 15 dibuatlah grafik seperti pada Gambar 27. Pada Gambar 27 dapat dibuktikan bahwa total sedimen yang ditemukan pada stasiotdlokasi yang berada di luar Teluk Buyat larut dalam asam (berasal dari bongkahan karang) lebih banyak jika dibandingkan dengan stasion/lokasi yang berada di dalam teluk tersebut. Dapat dijelaskan pula bahwa selaina kurun waktu tersebut gelombang hampir setiap hari lagipula cukup besar.
m 50
% 40
z
1 $
20 10 0
Stasionllokasi medimen trap 27. ~ ~ t ~ ! y a n g l t t r u t ~ ~ d a n y a ~ g t i ~ l a t u t d s l l ~ a s a p d a setiap SEaSionflokasi pengambih V (kelima) dmgm waktu 2 mhg&(l2 ~ u l-26 i ~ i )
Pada Gambw 27 ini juga menuqjukbn bahw untuk sca~iOnnokasi2 mupun 8 j~sedimenyanghmtddamrrsamjmhlebih~jihdibrrn~dmgan
stasidlohsi yang lain, clan uatuk dil~elahuihnhwa &en
ymg
~~ @a
s t a s i d o h i 8 tersebut hampir keselutuhan asal d k n n y a berasal dari bmgkdm mkar-
y a w
putih-
Berdasar%an dari hprsil&sil yang didaptkan -but
m e m p d h t h brrhwa
d i m e n yang ditmukan pada setiap sediment tmp d a q m stasiodlobi jauh dari
muara sunpi (Teluk Buynt) terindikasi bahn jumlah matmid sdhm banyak
berasal dari pecahan terumbu karang dan larut dalam asam, dan untuk jumlah material sedimen yang berada dekat dengan muara sungai (Teluk Buyat) jumlahnya lebih banyak yang tidak larut dalam asam (asal sedimen dari daratan). Penelitian yang telah dilakukan selain uji-uji tersebut di atas dilanjutkan pula dengan uji untuk mengetahui apakah bentuk pengelolaan wilayah pesisir dan laut berjalan dengan baik, ~nakasediinen yang diteinukan pada setiap sediment trup dilakukan lagi pengujian kandungan bahan organik. Hasil-hasil kandungan bahan organik yang diperoleh tersebut diperlihatkan pada Lainpiran 16A, 16B, 17A, 17B, dan 18. Dalam melakukan pengujian jumlah kandungan bahan organik dari setiap stasion/lokasi tidak semuanya dapat dilakukan, ha1 ini dikarenakan bahwa ju~nlah sedimen yang berada pada setiap sediment trap tersebut kurang (sedikit). Untuk kandungan bahan organik yang diperoleh pada Lainpiran 16A tersebut menunjukkan persentasi tertinggi ditemukan pada stasiodlokasi 3B sebanyak 20,70 %, dan diikuti L
dengan stasiodlokasi 2 yaitu sebanyak 14,31 %, stasiodlokasi 3A sebanyak 11,13 %, dan jelasnya sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 28. Pada Gambar 28 memperlihatkan bahwa persentasi kandungan bahan organik yang terbanyak pada stasion/lokasi 3B yang berada di daerah teluk yang menghadap ke muara sungai. Jadi dapat dijelaskan bahwa sumber sedimen berasal dari daratan, dan untuk yang ditemukan pada stasionJlokasi 2 yang berada di luar Teluk Buyat lebih banyak dengan stasiodlokasi 3A (daerah muara sungai tapi menghadap ke laut), ha1 ini diduga sedimen tersebut terbawa oleh massa air karena bongkaran dari gelombang dan selanjutnya diangkut arus walaupun jaraknya tidak jauh dari muara sungai.
25 20 A
s 'z 15 V
(d
u
c
S L
10
QI
e 5
0 Stasion/lokasi sediment trap Gainbar 28. Grafik persentasi (%) kandungan bahan organik di sediinen pada setiap stasiodlokasi pengambilan I (pertama) dengan waktu 2 minggu (3 1 Mei 14 Juni) Kemudian hasil yang diperoleh seperti pada Lampiran 16B menilnjukkan bahwa persentasi tertinggi ditemukan pada stasion/lokasi 3B sebanyak 16,09 %, dan diikuti dengan stasiodlokasi 4 yaitu sebanyak 13,54 %, stasiodlokasi 3A sebanyak 10,18 %, dan jelasnya sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 29 berikut ini. Pada Gambar 29 ditemukan bahwa persentasi kandungan bahan organik masih didominasi oleh stasiodlokasi 3B yaitu sediment trupnya menghadap muara sungai, namun jika dibandingkan antara stasiodlokasi 3A yang sediment trapnya menghadap ke laut lebih sedikit dengan stasiodlokasi 4 yang saina-sama berada di dalain teluk, mengartikan bahwa sediinen yang berada di dalam teluk lebih banyak pada daerah stasiodlokasi 4. Hal dibuktikan dengan arah arus di dalam teluk umumnya mengarah
-5
I8 16 14 12
. I
t *
E QI
lo 8 6 4 2 0
Stasionllokasi sediment trap Galnbar 29. Grafik persentasi (%) kandungan bahan organik di sediinen pada setiap stasion/lokasi pengambilan 11 (kedua) dengan waktu 1 minggu (14 Juni 2 1 Juni) ke arah utara. Dapat dijelaskan juga bahwa kandungan bahan organik berasal dari daratan, dan ha1 ini juga yang diteinukan pada pengainbilan pertama. Kemudian hasil yang diperoleh seperti pada Lampiran 17A menunjukkan bahwa persentasi tertinggi ditemukan pada stasion/lokasi 4 sebanyak 14,87 %, dan diikuti dengan stasionllokasi 2 yaitu sebanyak 13,13 %, stasion/lokasi 1 sebanyak 11,97 %, stasion/lokasi 3A sebanyak 9,26 %, dan 3B sebanyak 9,14 %, jelasnya sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 30 berikut ini.
0
1
1 I
2
3A
3B
2 3 4 Stasionllokasi sediment trap
4
5 I
Gambar 30. Grafik persentasi (%) kandungan bahan organik di sedi~nen pada setiap stasion/lokasi penga~nbilan111(ketiga) dengan waktu 2 minggu (2 1 Juni 5 Juli) Gambar 30 di atas memperlihatkan bahwa persentasi kandungan bahan organik pada stasion/lokasi 1 dan 2 (1 1,97 % dan 13,13 %) lebih banyak jika dibandingkan dengan stasion/lokasi 3A maupun 3B yaitu hanya 9,26 % dan 9,14 % yang terdapat di dalam teluk dan juga dekat dengan muara sungai, ha1 ini diduga karena daerah stasion/lokasi 1 dan 2 sudah berada dekat dengan lahan pertanian sehingga material sedimen tersebut langsung ke laut dan dibongkar oleh gelombang yang selanjutnya ditranspor oleh arus ataupun arus pasut. Kemudian untuk stasion/lokasi 4 yang prosentasinya yaitu 14,87 % lebih banyak dengan stasion/lokasi 3 dimana sama-sama berada di dalam teluk, ha1 dikarenakan bahwa proses pergerakan inassa air yang berada di dalam teluk oleh arus pasut umuinnya mengarah ke daerah
stasion/lokasi 4, lagipula dibuktikan dengan banyaknya sampah-sampah yang mengendap di daerah tersebut, dan waktu itu juga terjadi perpindahan arah dari muara sungai yang menghadap ke arah stasiodlokasi 4 (Lampiran 24, Gambar B) karena pengaruh dari tekanan gelombang dengan inassa air sungai yang akan keluar. Hasil yang diperoleh seperti pada Lampiran 17B menunjukkan bahwa persentasi tertinggi ditemukan pada stasion/lokasi 4 sebanyak 12,17 %, dan diikuti dengan stasiodlokasi 3A dan 3B yaitu sebanyak 10,84 % dan 9,71 %, stasiodlokasi 2 sebanyak 9 3 7 %, jelasnya sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 3 1 berikut ini.
14
12
g 10 .-
Y
o i
8
u
e
a in
6
L
a 4. e
2
0
Stasionllokasi sediment trap Gainbar 3 1. Grafik persentasi (%) kandungan bahan organik di sedimen pada setiap stasion/lokasi pengambilan 1V (keempat) dengan waktu 1 minggu (5 Juli 12 Juli)
Pada Gambar 3 1 memperlihatkan bahwa persentasi kandungan bahan organik paling banyak terdapat pada stasiordlokasi 4 jika dibandingkan dengan stasiordlokasi yang lain. Hal ini sama dengan yang terjadi pada pengambilan ketiga yaitu diduga bahwa material sediinen yang terdeposisi ke daerah stasiordlokasi 4 tersebut karena pengaruh dari pergerakan massa air yang mengarah ke daerah tersebut. Dapat dijelaskan juga bahwa pada stasiodlokasi 3A yang menghadap ke laut persentasi kandungan bahan organiknya lebih banyak dengan stasiotdlokasi 3B yang menghadap ke arah muara sungai, sehingga diduga bahwa sedimen yang sifatnya lnasih melayang di laut namun berasal dari darat mengarah ke arah utara dalam teluk tersebut. Keinudian hasil yang diperoleh seperti pada Lampiran 18 menunjukkan bahwa persentasi tertinggi ditemukan pada stasiotdlokasi 1 sebanyak 14,17 %, dan diikuti dengan stasiodlokasi 3A yaitu sebanyak 13,01 %, stasion/lokasi 4 sebanyak 12,70 %, stasion/lokasi 2 sebanyak 11,76 %, dan 3B sebanyak 10,36 %, jelasnya sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 32. ,
Pada Gambar 32 memperlihatkan bahwa persentasi kandungan bahan organik paling banyak ditemukan pada stasionJlokasi 1, dan ha1 ini diduga karena terjadi pengangkutan material sedimen oleh arus pasut yang mengarah ke arah Barat di wilayah perairan tersebut karena pada stasion/lokasi 5 - 8 tidak ditemukan kandungan bahan organik lagipula sedimen yang ditemukan pada daerah tersebut banyak berasal dari bongkahan karang (biogenous). Dapat dijelaskan juga bahwa pergerakan inassa air yang terjadi di daerah tersebut sering berubah-ubah dengan jangka waktu yang tidak lama dan ha1 ini diduga pengaruh dasar perairan yang tidak curam dan juga pengaruh arus pasut.
16 14
s
=ta A
VI
* C
12 I0 8
QI
z
g
6 4
2 0 Stasionllokasi sediment trap Gainbar 32. Grafik persentasi (%) kandungan bahan organik di sediinen pada setiap stasionllokasi pengambilan V (kelima) dengan waktu 2 minggu (12 Juli 26 Juli) Berdasarkan dari hasil persentasi kandungan bahan organik yang diperoleh dari setiap stasiodlokasi seperti diperlihatkan pada Lainpiran 16A menunjukkan bahwa jumlah yang paling banyak yaitu stasion/lokasi 3B yaitu 20,70 % yang berada dekat muara sungai dan menghadap ke arah muara sungai (Teluk Buyat), dan ini terjadi pada pengambilan pertama. Perlu diketahui juga bahwa sebelum pengambilan pertama berlangsung musim hujan yaitu sampai pada awal bulan Mei, dengan demikian terindikasi bahwa sedimen-sedimen tersebut berasal dari daratan baik itu lahan pertanian inaupun liinbah yang di buang oleh masyarakat setempat inelalui sungai dan ada yang langsung ke laut.
Hasil ini j uga dibuktikan dengan hasil dari wawancara dengan beberapa masyarakat setempat dimana bentuk pengolahan pertanian masih bersifat tradisional yaitu tidak memperhatikan apakah bentuk lereng agak curam ataupun landai itu sama saja yang pasti akan mendapatkan hasil sehingga apakah akan tejadi erosi atau tidak para petani tidak mengetahuinya, selanjutnya informasi dari beberapa petani bahwa mereka juga menggunakan pupuk untuk pertanian seperti pupuk Urea, dan yang umum menggunakan NPK (Natrium, Phosphat, dan Kalium), begitu juga dengan sampah yang langsung dibuang apakah ke sungai atau ke laut mereka tidak mengetahui dampak yang akan terjadi oleh sampah tersebut, namun ada juga beberapa masyarakat yang sampahnya ditimbun ataupun langsung dibakar.
4.4
Ikan dan Terumbu Karang Untuk jumlah dan jenis ikan yang ditemukan pada wilayah penelitian adalah
cukup dari jenis ikan indikator, sedangkan dari jenis ikan target sangat kurang (hampir tidak ada).
Dari jenis ikan indikator hasilnya sangat bervariasi. Jenis-jenis ikan
indikator didominasi oleh j enis C'lzaetodon klezn~r. Jenis dan jumlah dari ikan indikator sebagaimana terlihat pada Tabel 4. Sebagaimana yang dilaporkan oleh Lalamentik (2001) bahwa jenis-jenis ikan karang diternukan pada wilayah perairan tersebut yaitu pada daerah sekitar stasion1 lokasi 4
-
7 dengan kedalaman 3 m maupun 10 m untuk ikan indikator didominasi
oleh jenis Clzuetodon kleznrz, dan untuk stasion/lokasi 4 (Teluk Buyat kedalaman 3 m) ditemukan paling dominan jenis C. trrfascrulis begitu juga dengan stasion/lokasi 5 - 6 kedalarnan 3 m diternukan paling do~ninanC: trfascrutus. Situasi ini inerefleksikan
bahwa spesies dari ikan indikator mempunyai 'niche' ekologi yang luas dan tidak dipengaruhi oleh perubahan-perubahan komposisi habitat (kondisi terumbu karang). Kemudian dijelaskan pula bahwa jenis ikan target tertinggi ditemukan pada Teluk Buyat kedalaman 3 m (stasion/lokasi 4 ), sedangkan pada stasion/lokasi yang lain nanti ditemukan pada kedalaman 10 m. Spesies yang dominan ditunjukkan oleh famili Acanthuridae (Acu~zthuruslineatzrs, A. pyroferus, Ctenochatus striatus, dan C. tominiensis), Mulidae (Purupeneus blfasiatus), Scaridae (Scarus dimidiatus dan S. alt ipinis) dan Siganidae (Sipnzrs puellus, S. doliat zrs, S. vulpinus, S. coralinus, dan S. canuliculatzr.~),Caesionidae (Pterocaesio sp. dan Cuesion sp.), hasil ini terindikasi bahwa spesies target berasosiasi dengan perubahan kondisi terumbu karang. Ketergantungan antara kondisi terumbu karang dan keberadaan ikan karang, khususnya ikan indikator menyebabkan perubahan komposisi spesies target pada tiaptiap stasion dan kedalaman. Ketika ada perubahan komposisi habitat seperti karang batu dan habitat lainnya rnaka respons dapat terjadi terhadap kualitas habitat. , Perubahan-perubahan ini dapat dihasilkan dari kejadian alam atau aktivitas manusia yang merusak teru~nbukarang. Tekanan pada kondisi ikan karang ada 3 faktor utama yaitu; pertama, bom ikan dan racun, ha1 ini dimana karang rusak secara fisik; kedua, penangkapan ikan dengan jaring (misalnya gill net) oleh nelayan di daerah terumbu karang, ha1 ini juga dapat merusak karang; ketiga, tingginya populasi dari Acantlzasterplanci. Genus karang batu yang ditemukan di daerah sekitar stasion/lokasi 4 - 7 pada kedalainan 3 dan 10 m menurut Lalamentik (2001) berjumlah 35 genus, dan yang paling banyak ditemukan pada kedalaman 10 m. Kemudian dari hasil yang didapat
sejak tahun 1996 setiap stasion baik pada kedalaman 3 m maupun 10 m ada yang bertarnbah dan ada juga yang berkurang, sehingga dijelaskannya ada fluktuasi dari tahun ke tahun dan prosentasi tutupan karangnya ada yang mengalami penurunan, ada yang mengalami peningkatan, dan ada yang tetap. Kemudian genus karang yang ditemukan pada setiap stasion yaitu dari genus Acroporu dan Montiporu. Juinlah koloni karang paling tinggi diteinukan pada stasion
Teluk Buyat kedalaman 3 m (stasion/lokasi 4), sedangkan paling rendah ditemukan pada stasion 3 (stasion/lokasi 5
-
7) juga pada kedalaman 3 m. Hasil ini
memperlihatkan bahwa jumlah koloni bervariasi dari tahun ke tahun, yang mana hasil ini tidak diketahui apakah oleh biologi atau fisik perairan. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa karena ada tutupan karang yang mengalami peningkatan itu disebut dengan kategori baik, dan tutupan karang yang ~nengalaini penurunan disebut dengan kategori rusak. Untuk yang masuk kategori rusak dijelaskan karena kegiatan peinboman dan juga karena pengaruh dari Acunthuster plunci. ,
Tabel 4. Jutnlah dan spesies dari ikan indikator selama penelitian
3 . 3 = tidak ada terumbu karang
Hasil yang didapat pada Tabel 4, dimana ada beberapa stasion/lokasi waktu pengambilan sediment trap tidak ditemukan beberapa jenis ikan indikator tersebut. Hal ini dikarenakan bahwa keadaan perairan sangat keruh dan juga gelombang di kedalaman tersebut sudah pecah, sehingga untuk inengadakan "sensus visual" tidak bisa, sedangkan pengamatan ikan target tidak jelas jenisnya, karena pada waktu akan menghainpiri agar jelas jenisnya ikan tersebut langsung menghindar. Sebagai informasi bahwa pada pengamatan di stasion/lokasi 3 (tiga) pernah ditemukan jenis dari Scorpion fish (Yterou russelli) dan juga ikan pari (Trygon sp.). Dapat dijelaskan pula bahwa untuk jenis ikan target yang langsung menghindar diduga karena mereka takut sebab sarnpai saat ini di daerah tersebut kegiatan pembolnan ikan masih sering terjadi baik dilakukan pada siang hari lnaupun dilakukan pada malam hari. Sesuai dengan hasil wawancara terhadap masyarakat seteinpat bahwa kegiatan pemboinan ini sebenarnya sudah lama dilarang apalagi pada kawasan tersebut sudah ada polisi perairan, nainun masih ada yang sering melakukannya dan sesuai hasil wawancara ,
yang senng melakukannya adalah nelayan yang berasal dari desa tetangga yaitu Desa Tumbak. Pemboman ikan yang dilakukan di daerah tersebut dapat dikatakan sudah canggih karena nelayan menggunakan bahan pupuk dan bisa dilakukan sampai pada kedalaman 10
-
15 meter baik siang maupun malam hari dengan menghubungkan
melalui kabel listrik dan jenis lampu pijar. Hasil penelitian ini jika dihubungkan dengan hasil yang dilakukan oleh Lalamentik (2001) ada hubungannya dimana untuk jenis ikan indikator sama yaitu didominasi oleh jenis Chaetodon kleznzi dan diteinukan pada setiap stasion lagipula bahwa untuk jenis ikan indikator tidak dipengaruhi oleh perubahan-perubahan
komposisi habitat (kondisi terumbu karang), sedangkan untuk jenis ikan target sangat dipengaruhi oleh kondisi dari terumbu karang seperti akibat oleh alain maupun aktivitas manusia langsung memberikan respons terhahap kualitas habitat. Untuk jenis-jenis ikan permukaan yang tertangkap oleh nelayan setelnpat dengan menggunakan alat pancing ataupun pukat yaitu: ikan layang (Decapterus sp.), selar (Selaroides leptolepis), kembung (Uastrelliger sp.), tongkol (Auxis thuzurq, tembang (Sardinella sp.), teri (Stoleplzorus sp.), cakalang (Katsuwonus pelamis), madidihang (Tlzunnus albucares), dan layaran (Istiophorz~sorientalis). Untuk penangkapan ikan dasar daerahnya berada pada perairan sekitar Pulau Racun (depan Teluk Buyat) yang jaraknya sekitar 3 mil dari darat dan jika mendayung waktunya 2
-
3 jam, dan kalau dengan mesin "motor katinting" waktunya hanya '/2
jam, akan tetapi ada juga yang menangkap sekitar Teluk Buyat yang jaraknya kira-kira 200 m dari darat pada kedalaman berkisar 20
-
100 m. Jenis-jenis ikan yang
tertangkap yaitu: Kerapu (Ephineplzelus sp.), Kuwe (Curunx sp.) ikan merah (Luljanus L
rnelabaricus), Biji nangka (Upeneus moluccensis), lencam (Letlzrinus lentjam), Ekor kuning (Caesio crythrogoster), Peperek (Lebognathus eguulus), Cucut botol (Centroplzorus squamosus), dan Kerong-kerong (Therapon theraps). Sebagai informasi juga dari nelayan setempat bahwa untuk melakukan penangkapan ikan permukaan maupun ikan dasar di daerah tersebut sudah agak sulit atau sudah menurun drastis, nalnun pernyataan tersebut dilanjutkan dengan keterangan bahwa jarak untuk daerah penangkapan menggunakan dayung hanya memakan waktu 10 - 20 menit yaitu hanya berjarak kira-kira 200 meter dari garis pantai (untuk ikan dasar) dan untuk ikan permukaan waktunya sama juga, dan hasil
tangkapannya tidak berbeda jauh dengan daerah penangkapan yang lain. Untuk daerah teluk dapat diinfonnasikan tempat dilaluinya pipa (tegak lurus dengan garis pantai) sebagai buangan limbah (tailing) pengolahan emas oleh PT NMR, namun pada areal pipa tersebut sering ditemukan banyak jenis ikan (Lampiran 25). 4.5
Pengaruh Sedimentasi pada Ekosistem Terumbu Karang Penelitian yang dilakukan pada daerah Teluk Buyat dan sekitarnya inengenai
sedimentasi di wilayah tersebut yaitu dengan menempatkan beberapa sediment trap. Peneinpatan sediment trap ini dengan maksud untuk mengetahui sampai sejauhmana pengaruh dari sedimen terhadap ekosistem terumbu karang. Hasil yang diperoleh terlihat pengaruh sedimentasi pada ekosistem teruinbu karang sangat jelas dan ini nampak pada jenis-jenis ikan target. Sebagaimana yang dilaporkan oleh Lalamentik (2001), untuk jenis ikan target dapat diketahui kehadirannya apabila didukung oleh habitat terumbu karang termasuk beberapa komponen seperti katang batu, algae, sponge maupun karang lunak (soft coral). Jadi dapat disampaikan bahwa apabila ekosistem terumbu karang baik maka kehadiran dari ikan karang akan meningkat sebaliknya apabila ekosistem terurnbu karang tidak baik maka kehadiran dari ikan karang akan menurun. Hal ini terjadi pada daerah tersebut karena tingkat sedimentasi sudah cukup tinggi sehingga mempengaruhi ekosistem terumbu karang. Kemudian keberadaan dari terumbu karang itu sendiri seperti pada stasion1 lokasi 5 - 7 banyak yang sudah rusak. Kerusakan yang paling nampak alubat dari
pemboman oleh nelayan dimana banyak bongkahan karang pada daerah tersebut, sehingga ekosistem dari terumbu karang akan terganggu. Implikasi pengelolaan ekosistem terumbu karang Hasil yang diperoleh dalain penelitian ini melalui wawancara dengan nelayan di Desa Buyat dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner), dimana para nelayan yang beraktivitas di wilayah pesisir dan laut seperti kegiatan pertanian dan pertambangan di darat serta kegiatan perikanan di laut. Kegiatan yang dilakukan di darat dapat ineinpengaruhi secara tidak langsung terhadap ekosistem teruinbu karang, sedangkan kegiatan di laut dapat mempengaruhi secara langsung terhadap ekosistem teruinbu karang. Kegiatan pertambangan, pertanian inaupun penangkapan ikan yang tidak ilegal akan malnpu ineningkatkan taraf hidup dari suatu masyarakat khususnya masyarakat pesisir dan laut. Aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat tersebut apabila tidak inelnperhatikan lingkungannya dan hanya diperuntukkan sebagai ineningkatkan kebutuhan hidupnya akan mempengaruhi ekosistein dari terumbu karang. Hal ini secara tidak langsung dimana lama kelamaan hasil perikanan akan menurun khususnya ikan karang yang mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi. Dalain konsep pengelolaan terumbu karang sekarang ini yaitu dengan mengikutsertakan segenap lapisan masyarakat dimana masyarakat itu sendiri yang akan
mendapatkan
manfaatnya
sehingga
pertumbuhan
ekonoini
secara
berkesinambungan dapat berjalan apabila cara pengelolaannya dilakukan dengan baik dengan demikian ekosistem dari terumbu karang akan terjaga.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa kehadiran dari jenis ikan indikator masih baik dan ha1 ini didukung pula oleh pendapatan dari nelayan tentang hasil tangkapan untuk ikan karang. Untuk lebih meningkatkan hasil tangkapan dan juga taraf hidup dari nelayan apabila daerah penangkapan untuk ikan karang atau ikan dasar tidak dalam jika dilihat dari segi efisiensi teknis maupun waktu. Dari segi teknis tidak memerlukan peralatan yang lebih spesifik dan dari segi waktu tidak jauh dari pantai begitu juga apabila ikan tertangkap waktunya untuk menarik tidak lama. Dengan deinikian implikasi dari penelitian ini dimana pengelolaan ekosistein temnbu karang di daerah ini yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat apabila memperhatikan hal-ha1 sebagai berikut. Di daerah wilayah penelitian tingkat sedimentasi cukup tinggi dan asal sedimen berasal dari daratan, sehingga akan inerusak ekosistem terumbu karang. Kerusakan dari ekosistem terumbu karang membuat berkurangnya ikan di daerah tersebut, mengingat keberadaan dari ikan karang sangat bergantung pada kondisi terumbu karang. Hasil dari sedimen tersebut selain sedimen yang beasal dari daratan juga berasal dari bongkahan karang karena pemboman maupun oleh alam yaitu gelombang, dengan demikian dapat juga menurunkan hasil tangkapan bagi nelayan setempat. Sebagaimana yang sudah disampaikan sebelumnya bahwa ekosistem terumbu karang di daerah penelitian telah terganggu dengan adanya sedimen. Namun demikian kehadiran dari ikan karang masih sering ditemukan khususnya ikan indikator, dan menurut Lalamentik (2001), untuk ikan karang baik ikan indikator
maupun ikan target masih ditemukan, dan untuk genus karang ditemukan pada setiap stasion dari jenis Acropora dan Montpora. Dari hasil ini apabila pengelolaan wilayah pesisir diatur, maka dengan sendirinya ekosistem terumbu karang akan meningkat sehingga kehadiran dari jenis ikan karang akan meningkat begitu juga terumbu karang akan lebih membaik. Dapat disampaikan bahwa jika kehadiran ikan karang meningkat dan teruinbu karang membaik, maka secara tidak langsung hasil tangkapan akan meningkat khususnya ikan karang. Dari hasil penelitian inenunjukkan bahwa harga jual dari jenis ikan karangdasar masih lebih baik dari ikan permukaanlpelagis. Dengan demikian apabila hasil tangkapan dari jenis ikan karang meningkat maka dengan sendirinya tingkat sosial ekonomi dari masyarakat setempat akan ikut meningkat pula. Kemudian berdasarkan hasil pernantauan di daerah tersebut dimana terdapat pulau-pulau yang, berada di sekitar daerah penelitian. Pada Gambar 2 terdapat sebuah pulau yaitu Pulau Hogow ditnana pulau ini kondisi terumbu karangnya cukup baik begitu juga dengan keberadaan ikan karang masih banyak. Pulau ini terdapat juga hamparan pasir putih lagipula bentuk dasar dari pulau ini bervariasi yaitu ada yang curam maupun landai, sehingga untuk kegiatan pariwisata selain maupun 'snorkling' sangat mendukung. Namun apabila wilayah pesisir daerah penelitian tidak dijaga dengan baik bukan tidak mungkin ekosistein yang berada di pulau ini akan rusak, sehingga pengelolaan di wilayah tersebut perlu dilakukan dengan melibatkan instansi-instansi yang terkait.
Untuk melakukan pengelolaan yang baik khususnya pada ekosistem terumbu karang dan umuinnya wilayah pesisir perlu dilakukan kerjasaina antar stakeholder (pemerintah, swasta, LSM, dan masyarakat) dalam mengambil keputusan terhadap suatu kebijakan. Agar semua kegiatan di atas dapat berjalan sesuai dengan tujuannya dan keberadaan ekosistem terumbu karang tetap terjainin, maka inasyarakat pesisir di daerah tersebut yang merupakan pengelola setempat perlu dilibatkan guna menciptakan rasa ineiniliki dan rasa bertanggung jawab terhadap pengelolaan ekosistem terumbu karang. Begitu juga diberi kesempatan penuh bagi masyarakat untuk ikut dalaln perencanaan, peinatauan, penerapan peraturan maupun mengainbil kebijakan dalam perlindungan terhadap terumbu karang. Dapat juga diberi keseinpatan kepada masyarakat untuk mengusulkan alternatif pengelolaan agar bisa menunjang taraf hidup untuk meningkatkan kesejahteraan.