4 Hasil dan Pembahasan
Danau Kakaban menyimpan berbagai organisme yang langka dan unik. Danau ini terbentuk dari air laut yang terperangkap oleh terumbu karang di sekelilingnya akibat adanya aktivitas tektonik. Dengan demikian, diharapkan α-amilase dari isolat bakteri Danau Kakaban mempunyai karakter yang unik. Pada penelitian ini dilakukan penapisan aktivitas α-amilase terhadap 40 isolat bakteri dari Danau Kakaban. Selanjutnya dilakukan penapisan aktivitas aktivitas α-amilase pendegradasi pati kentang. Dari hasil penapisan tersebut dipilih salah satu isolat untuk dilakukan produksi, isolasi dan karakterisasi aktivitas α-amilase pendegradasi pati kentang.
4.1
Penapisan Aktivitas α-Amilase dengan Red Amylopectine
Red amylopectine merupakan hasil pewarnaan amilopektin dengan penambahan cibacron brilliant red 3b-a. Cibacron brilliant red 3b-a berinteraksi secara kovalen pada amilopektin dengan panjang residu D-glukosa tertentu. Hasil penapisan empat puluh isolat bakteri dari Danau Kakaban dengan red amylopectine diperoleh enam isolat bakteri yang menunjukkan aktivitas positif terhadap α-amilase. Keenam isolat bakteri tersebut adalah KBU 2-3L, KBU 2-FL, KBU 1-6L, KBH 1-7L, KBH 1-3L, dan KBU 2-1L. Aktivitas positif terhadap α-amilase ditunjukkan dengan adanya daerah bening dengan latar belakang merah (Gambar 4. 1). Daerah bening tersebut terjadi akibat adanya degradasi red amylopectine oleh aktivitas α-amilase. Amilopektin yang terdapat pada red amylopectine terdegradasi menjadi molekul yang lebih sederhana, misalnya oligosakarida. Molekul produk dari degradasi red amylopectine tidak berwarna. Hal ini disebabkan interaksi cibacron brilliant red 3b-a spesifik terhadap amilopektin pada panjang residu D-glukosa tertentu.
22
Gambar 4. 1 Hasil penapisan aktivitas α-amilase dengan red amylopectin Enam isolat bakteri dari Danau Kakaban yang menunjukkan aktivitas -amilase. 1. KBU 2-3L, 2. KBU 2-FL, 3. KBU 1-6L, 4. KBH 1-7L, 5. KBH 1-3L, dan 6. KBU 2-1L.
Penapisan aktivitas α-amilase dengan red amylopectine memiliki banyak keuntungan. Salah satu keuntungan pemakaian red amylopectin ini adalah proses penapisan dilakukan tetap mempertahankan kultur agar tetap hidup. Teknik ini sangat berbeda dengan teknik degradasi kompleks pati-iodin yang sering dipakai. Penapisan aktivitas α-amilase dengan teknik degradasi kompleks pati-iodin dilakukan dengan ’membunuh’ kultur pada penambahan larutan KI/I2. Dengan demikian, pemakaian red amylopectine dapat digunakan untuk penapisan aktivitas α-amilase secara berkesinambungan. Kultur tetap hidup pada media pertumbuhan, sehingga dapat diamati profil aktivitas α-amilase selama masa pertumbuhan bakteri.
Gambar 4. 2 Aktivitas α-amilase isolat KBH 1-7L selama tiga hari masa pertumbuhan Aktivitas α-amilase pada hari ke-1 (A), hari ke-2 (B) dan hari ke-3 (C).
Pada penelitian ini juga dilakukan pengamatan aktivitas α-amilase dengan red amylopectine selama pertumbuhan isolat bakteri. Pengamatan aktivitas α-amilase tersebut dilakukan selama tiga hari. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa adanya warna terang dengan 23
latar belakang merah. Berdasarkan Gambar 4.2, warna terang tersebut semakin melebar selama masa pertumbuhan isolat bakteri. Hal ini menunjukkan bahwa sekresi α-amilase terus meningkat selama masa pertumbuhan isolat bakteri.
4.2
Penapisan Aktivitas α-Amilase Pendegradasi Pati Kentang
Isolat bakteri yang menunjukkan aktivitas α-amilase terhadap red amylopectine ditumbuhkan pada media pertumbuhan yang mengandung 1% pati kentang terlarut. Hasil penapisan dengan penambahan larutan KI/I2 pada media pertumbuhan diperoleh empat isolat yang menunjukkan aktivitas positif terhadap α-amilase. Aktivitas positif tersebut ditunjukkan dengan adanya warna terang dengan latar belakang biru/ungu. Keempat isolat bakteri tersebut adalah KBU 1-6L, KBU 2-3L, KBU 2-FL dan KBH 1-7L.
Gambar 4. 3 Hasil penapisan α-amilase pendegradasi pati kentang Empat isolat bakteri Danau Kakaban yang memunujukkan aktivitas α-amilase pendegradasi pati kentang. 1. KBU 1-6L, 2. KBU 2-3L, 3. KBU 2-FL, dan 4. KBH 1-7L
Berdasarkan Gambar 4. 3, terdapat empat isolat yang menunjukkan aktivitas α-amilase pendegradasi pati kentang. Hasil penapisan tersebut menunjukkan adanya perbedaan pada hasil penapisan aktivitas α-amilase dengan red amylopectine. Perbedaan tersebut menunjukkan bahwa isolat KBH 1-3L dan KBU 2-1L tidak mampu mendegradasi pati kentang. Hal ini dapat dijelaskan dengan melihat struktur dan komposisi pati kentang. Pati kentang tersusun dari amilosa dan amilopektin, sedangkan red amylopectine hanya tersusun dari amilopektin. Adanya gugus fosfat yang terdapat pada pati kentang menyababkan pati
24
kentang sulit terdegradasi. Selain itu, komponen lain yang terkandung dalam pati kentang tersebut menghambat degradasi pati oleh kedua isolat, KBU2-1L dan KBL 1-3L.
Gambar 4. 4 Hasil penapisan aktivitas α-amilase pendegradasi butir pati kentang isolat KBU 1-6L A. Pati kentang mentah, B. Pati kentang terlarut
Salah satu isolat yang menunjukkan aktivitas α-amilase pendegradasi pati kentang juga dilakukan penapisan α-amilase pendegradasi butir pati kentang. Isolat yang diteliti pada penapisan ini adalah KBU 1-6L. Hasil penapisan α-amilase pendegradasi butir pati kentang menunjukkan bahwa isolat KBU 1-6L mampu mendegradasi butir pati kentang. Dengan demikian, α-amilase dari isolat KBU 1-6L dapat digunakan untuk mendegradasi butir pati kentang, sehingga tidak perlu dilakukan gelatinisasi dalam proses pengolahan pati sebagai bahan baku industri.
4.3
Produksi α-Amilase
Pada tahap awal, dilakukan pemilihan jenis pati sebagai penginduksi α-amilase. Pemilihan jenis pati penginduksi dilakukan dengan produksi 25 mL enzim dengan konsentrasi pati penginduksi sebesar 0,05%. Enzim ekstraseluler pada supernatan diuji aktivitas α-amilase dengan Metode Fuwa. Dari keempat jenis pati yang dicoba (beras, jagung, sagu dan singkong), aktivitas α-amilase paling besar terdapat pada α-amilase yang diinduksi dengan pati jagung. Dengan demikian, jenis pati yang baik digunakan untuk penginduksi α-amilase tersebut adalah pati jagung. Pada penelitian ini jumlah pati jagung sangat terbatas, sehingga dipilih pati beras sebagai penginduksi dalam produksi α-amilase pada penelitian ini.
25
Tahap selanjutnya dilakukan produksi α-amilase dari isolat KBU 1-6L sebanyak 200 mL. Enzim α-amilase yang diperoleh dari supernatan hasil sentrifugasi media pertumbuhan dianalisis dengan elektroforesis pada gel SDS-PAGE 10%.
Gambar 4. 5 Zimograf (A) dan SDS-PAGE (B) dari isolat KBU 1-6L Analisis zimogram yang dilakukan pada penelitian ini menunjukkan bahwa isolat KBU 1-6L diduga memiliki satu jenis α-amilase. Hal ini ditunjukkan dengan munculnya satu pita pada gel Native-PAGE hasil analisis zimogram. Satu pita tersebut dimungkinkan pada protein yang dihasilkan isolat KBU 1-6L terdapat satu jenis α-amilase. Pewarnaan gel SDS-PAGE dengan coomasie brilliant blue dilakukan untuk mengetahui berat molekul α-amilase dari isolat KBU 1-6L. Berdasarkan Gambar 4. 1(B), jumlah pita yang muncul menunjukkan bahwa masih terdapat protein lain selain α-amilase dari isolat KBU 1-6L. Hasil pita yang diperoleh tidak begitu jelas terlihat. Hal ini disebabkan ekspresi α-amilase yang dilakukan kurang optimal. Aktivitas α-amilase hasil fraksinasi 0-80% adalah 169, 17 U/mL dengan kadar protein total sebesar 38, 6 mg/mL. Satu unit aktivitas didefinisikan sebagai jumlah pati yang terdegradasi dengan penurunan absorbansi 10% setiap 1 mL enzim.
26
4.4
Pengaruh pH terhadap Aktivitas α-Amilase
Perubahan pH sangat mempengaruhi aktivitas α-amilase. Pengujian pengaruh pH terhadap aktivitas α-amilase yang dihasilkan oleh isolat KBU 1-6L dilakukan dengan uji DNS. αAmilase yang digunakan pada pengujian ini adalah α-amilase hasil fraksinasi amonium sulfat 0-80%. Pada reaksi katalisis oleh α-amilase, kondisi pH yang terlalu rendah dapat menyebabkan proses protonasi oleh pusat aktif. Begitu juga sebaliknya, pada pH yang terlalu tinggi deprotonasi hidrogen donor. Dengan demikian, pengaruh pH terhadap aktivitas α-amilase bergantung pada pKa kedua sisi aktif enzim tersebut [Nielsen et al., 2001]. Di samping itu, kondisi pH berpengaruh pada struktur tersier dari protein (α-amilase). Struktur protein ditentukan oleh kondisi asam dan basa yang mempengaruhi ionisasi rantai samping. Ketika suatu protein berada dalam kondisi asam dan basa, residu asam amino penyusunnya mengalami ionisasi. Ionisasi tersebut bergantung pada tetapan keasaman (pKa) dari masingmasing residu asam amino penyusun protein.
Gambar 4. 6 Kurva aktivitas α-amilase terhadap variasi pH Berdasarkan Gambar 4. 6, aktivitas α-amilase dari isolat KBU 1-6L cenderung meningkat seiring dengan kenaikan pH. Namun, terjadi penurunan aktivitas α-amilase dari isolat KBU 1-6L setelah mencapai pH 7,0. Dengan demikian, pengujian pengaruh pH tersebut menunjukkan bahwa aktivitas α-amilase yang dihasilkan isolat KBU 1-6L optimum pada pH 7,0. Satu unit aktivitas didefinisikan sebagai jumlah glukosa (mM) yang dihasilkan setiap 1 mL enzim.
27
4.5
Pengaruh Konsentrasi Garam terhadap Aktivitas α-Amilase
α-Amilase dari bakteri laut umumnya dipengaruhi oleh konsentrasi garam lingkungannya. Garam-garam yang terlarut diduga mampu mengubah konformasi struktur tersier dari αamilase. Selain itu, konsentrasi garam yang sangat tinggi memungkinkan terjadinya pengendapan α-amilase. Pengendapan protein semacam ini sering dikenal dengan salting out. Garam-garam yang terlarut akan menurunkan kelarutan α-amilase. Hal ini disebabkan adanya kompetisi hidrasi antara α-amilase dengan garam-gram yang terlarut. Pada kenyataanya, bakteri laut mampu bertahan hidup dengan kondisi lingkungan dengan menghasilkan enzim ektraseluler, misalnya α-amilase. Dengan demikian, α-amilase bakteri laut diduga mempunyai sifat yang unik terhadap pengaruh konsentrasi garam di sekitarnya.
Gambar 4. 7 Kurva aktivitas α-amilase terhadap variasi konsentrasi garam Pengaruh konsentrasi garam terhadap aktivitas α-amilase dari isolat KBU 1-6L dilakukan dengan metode Fuwa. Pada pengujian ini digunakan garam NaCl dan CaCl2. Berdasarkan Gambar 4. 7, terjadi kenaikan aktivitas α-amilase dari isolat KBU 1-6L pada penambahan αamilase sebesar 5,69 % dari aktivitas awal (tanpa penambahan NaCl). Kenaikan aktivitas αamilase juga terjadi pada penambahan 50 mM CaCl2. Pada penambahan 50 mM CaCl2 aktivitas α-amilase dari isolat KBU 1-6L meningkat sebesar 13,47 %. Kenaikan α-amilase dari isolat KBU 1-6L pada pengujian ini disebabkan adanya kestabilan konformasi struktur tersier dari α-amilase. Penambahan ion Na+ dan Ca2+ menambah kestabilan struktur tersier α-amilase. Hal ini terjadi karena α-amilase merupakan metaloenzim, yaitu enzim yang mengikat ion logam. Kedua pengujian tersebut menunjukkan
28
pengaruh yang berbeda antara garam NaCl dan CaCl2. Hal ini disebabkan oleh perbedaan jumlah ion yang dihasilkan kedua garam tersebut. Pada pelarutan NaCl diperoleh dua ion (Na+ dan Cl-), sedangkan pelarutan CaCl2 diperoleh tiga ion (Ca2+ dan 2 Cl-). Dengan demikian, efek yang diberikan garam CaCl2 lebih besar daripada NaCl. Namun kestabilan konformasi struktur tersier akan terganggu dengan semakin banyaknya ion-ion yang terlarut. Pada pengujian ini, terjadi penurunan aktivitas α-amilase dari isolat KBU 1-6L setelah penambahan 500 mM NaCl. Penambahan 500 mM NaCl mengakibatkan penurunan aktivitas α-amilase sebesar 46,96 %, sedangkan aktivitas α-amilase mengalami penurunan sebesar 56,23 % pada penambahan 500 mM CaCl2.
4.6
Identifikasi Isolat Danau Kakaban
Identifikasi isolat bakteri Danau Kakaban yang mempunyai aktivitas α-amilase dilakukan dengan pendekatan molekular. Hasil penentuan kekerabatan dengan program BLAST (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/blast.html) menunjukkan bahwa isolat KBU 1-6L merupakan Bacillus sp. Penentuan kekerabatan juga dilakukan terhadap isolat KBU 2-FL. Hasil penentuan kekerabatan tersebut menunjukkan bahwa isolat KBU 2-FL merupakan Pseudoalteromonas sp. dengan identitas maksimum sebesar 99 %. Tabel 4. 1 Hasil penentuan kekerabatan dari isolat KBU 1-6L Nomor akses
Deskripsi
Identitas maksimum (%)
EU821340.1
Bacillus sp. LM4
87
FJ641034.1
Bacillus firmus strain IMAUB 1032
87
FJ607048.1
Bacillus sp. 44-3
87
FJ535575.1
Bacillus sp. DCR_A68
87
EU685820.1
Bacillus sp. PK-1
87
EU685816.1
Bacillus sp. PK-14
87
EF377303.1
Bacillus sp. CCBAU 10727
87
EF032672.1
Bacillus firmus strain AU9
87
DQ084542,1
Bacillus sp. GD1204
87
AY372923.1
Brevibacillus sp. JS3
87
29
Hasil analisis morfologi dan fisiologi menunjukkan bahwa isolat KBU1-6L merupakan Bacillus epiphytus. Tabel 4. 2 Analisis morfologi dan fisiologi dari isolat KBU 1-6L Karakter Isolat
Isolat KBU 1-6L
Makroskopis koloni
sirkular, filamentous, opaque, raised, tidak memiliki pigmen
Mikroskopis sel
Sel berbentuk batang, gram positif, menghasilkan endospora
Motilitas
Motil
Uji biokimia a. Hidrolisis pati
Positif
b. Hidrolisis lemak
Negatif
c. Hidrolisis kasein
Positif
d. Hidrolisis gelatin
Positif
e. Fermentasi glukosa
Positif
f. Fermentasi sukrosa
Negatif
g. Fermentasi laktosa
Negatif
h. Produksi H2S
Negatif
i. Produksi indol
Negatif
j. Produksi urease
Negatif
k. Produksi katalase
Positif
l. Uji metil merah
Positif
m. Uji Voges-Proskauer
Negatif
n. Uji TSI
Positif
o. Uji Simmon’s sitrat
Negatif
p. Reduksi nitrat
Positif
KESIMPULAN
Bacillus epiphytus
30