21
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah pola distribusi vertikal oksigen terlarut, fluktuasi harian oksigen terlarut, produksi primer, rincian oksigen terlarut, produksi dan konsumsi oksigen terlarut selama 24 jam.
Beberapa parameter
penunjang seperti suhu, pH, klorofil-a, dan kelimpahan plankton yang masingmasing parameter tersebut diukur pada kedalaman 0; 0,6; 1,6; 3,15; 4,25 meter pada setiap 4 jam selama 24 jam. 4.1.1. Distribusi vertikal oksigen terlarut Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, oksigen terlarut pada umumnya menunjukan nilai yang semakin menurun seiring bertambahnya kedalaman seperti yang tertera pada Lampiran 3 dan Gambar 7.
Hal ini,
dikarenakan proses fotosintesis semakin berkurang dan adanya tingkat konsumsi oksigen yang tinggi untuk respirasi dan proses dekomposisi bahan organik berupa sisa pakan, feses, limbah organik dari kegiatan manusia yang terakumulasi di dasar perairan. Oksigen Terlarut (mg/l) 1 2 3 4 5 6 7
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5
0
8
Kedalaman (m)
Kedalaman (m)
0
a
06.00 H1 14.00
10.00 18.00
Oksigen Terlarut (mg/l) 1 2 3 4 5 6 7
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5
8
b
22.00
Gambar 7. Distribusi oksigen terlarut (a. Pagi-sore
02.00
06.00 H2
b. Malam-pagi)
Berdasarkan data yang diperoleh, konsentrasi oksigen terlarut selama 24 jam berkisar antara 6,52-7,29 mg/l pada permukaan perairan dan 0,65-1,29 mg/l pada kedalaman 4,25 m (Lampiran 3 dan Gambar 7). Kisaran konsentrasi oksigen terlarut
22 pada pagi hingga sore hari di permukaan sampai kedalaman 4,25 m adalah berkisar antara 0,65-7,10 mg/l dan pada pengamatan malam hingga pagi hari berkisar antara 0,71-7,29 mg/l (Lampiran 3 dan Gambar 7). Nilai distribusi vertikal oksigen terlarut selama pengamatan dapat menunjukkan bahwa pada umumnya Danau Lido menggambarkan tipe perairan clinograde di setiap waktu pengamatan yang dilakukan.
Terlihat bahwa semakin bertambah kedalaman, maka konsentrasi
oksigen semakin menurun.
Persen Saturasi (%)
100
Saturasi
80
0m
60
0,6 m
40
1,6 m 3,15 m
20 0 06.00 10.00 14.00 18.00 22.00 02.00 06.00
4,25 m
Waktu Pengamatan (jam)
Gambar 8. Persen saturasi konsentrasi oksigen terlarut pada beberapa kedalaman dan waktu pengamatan Pengamatan yang dilakukan tidak menunjukkan adanya kondisi saturasi pada seluruh kedalaman dan waktu yang diamati (Gambar 8). Pada umumnya perairan pada kedalaman 0-1,6 m hampir mencapai kondisi saturasi dibandingkan dengan di kedalaman 3,15-4,25 m.
Hal ini terkait dengan adanya pasokan oksigen yang
berasal dari difusi udara dan aktivitas fotosintesis yang optimal pada kedalaman 01,6 m.
Berdasarkan data yang diperoleh persen saturasi tertinggi terdapat di
permukaan perairan yaitu sebesar 91,48%, terjadi pada pukul 22.00 (Gambar 8). 4.1.2. Fluktuasi harian oksigen terlarut Konsentrasi oksigen terlarut bervariasi menurut waktu dan kedalaman. Konsentrasi oksigen di kedalaman 0-1,6 m lebih berfluktuasi dibandingkan dengan kedalaman 3,15-4,25 m selama pengamatan 24 jam (Gambar 9).
Oksigen Terlarut (mg/l)
23
8 7 6 5 4 3 2 1 0
0m 0,6 m
1,6 m 3,15 m 4,25 m
06.00 10.00 14.00 18.00 22.00 02.00 06.00 Waktu Pengamatan (jam)
Gambar 9. Fluktuasi harian oksigen terlarut rata-rata Berdasarkan pengamatan, konsentrasi oksigen terlarut tertinggi di kedalaman 0 m pada pukul 22.00 sebesar 7,29 mg/l.
Di kedalaman 0,6; 1,6 dan 4,25 m
konsentrasi tertinggi terjadi pada pukul 14.00 yaitu masing-masing adalah sebesar 6,72; 6,14; dan 1,29 mg/l. Konsentrasi oksigen terlarut pada kedalaman 1,6 meter menunjukkan nilai yang berbeda dari konsentrasi oksigen pada kedalaman sebelumnya. Nilai oksigen pada pengamatan pukul 10.00 di kedalaman 1,6 m menunjukkan nilai yang paling rendah yaitu sebesar 4,22 mg/l. Konsentrasi oksigen terlarut pada kedalaman 3,15 m dan 4,25 m umumnya berada di bawah nilai 3 mg/l (Gambar 9). Di kedalaman tersebut tetap menunjukkan adanya fluktuasi namun tidak sebesar di kedalaman 01,6 m. Konsentrasi oksigen terlarut mulai menurun pada pukul 14.00 WIB dan terus berkurang hingga pada hari berikutnya. Namun pada kedalaman 3,15 m meningkat pada pukul 02.00 hingga mencapai 2,88 mg/l. 4.1.3. Produksi primer Berdasarkan nilai produksi primer yang diukur, secara umum waktu fotosintesis optimum terjadi pada pukul 10.00-14.00 WIB. Namun pengamatan di lapisan permukaan pada pengamatan pukul 10.00-14.00 (Gambar 10.b.), terjadi penurunan jumlah oksigen yang dihasilkan dari proses fotosintesis (GPP). Produksi bersih (NPP) atau sumbangan oksigen hasil dari proses fotosintesis mengalami peningkatan di kedalaman 1,6 m pada pukul 10.00-14.00 yaitu sebesar 2,30 mg/l (Gambar 10.a).
24
NPP (mg O2/l/4 jam)
3 2
0m 0,6 m
1
1,6 m 3,15 m
0
4,25 m
06.00-10.00 10.00-14.00 14.00-18.00 -1
GPP (mg/O2/l/4 jam)
a
Waktu Pengamatan (jam)
3
b
2
0m 0,6 m
1
1,6 m
3,15 m
0 06.00-10.00
10.00-14.00
14.00-18.00
4,25 m
Waktu Pengamatan (jam)
Gambar 10. GPP dan NPP pada beberapa kedalaman dan waktu pengamatan Nilai produksi bersih (NPP) di kedalaman 3,15 dan 4,25 m sudah mencapai nilai negatif (Gambar 10.a). Pengamatan di kedalaman 3,15 m pukul 06.00-10.00 WIB yaitu sebesar 0,10 mg/l dan di kedalaman 4,25 pada pukul 14.00-18.00 WIB, yaitu sebesar 0,25 mg/l. Nilai GPP yang diperoleh dari hasil pengamatan yang dilakukan menunjukkan nilai yang tidak terlalu besar. Hal ini terkait dengan cuaca yang tidak terlalu cerah yang terjadi saat pengamatan. Nilai GPP yang kurang dari nilai NPP di kedalaman 1,6 m diduga karena tingkat konsumsi oksigen oleh mikroorganisme yang cenderung kurang dari produksi bersih oksigen yang berasal dari hasil fotosintesis. Namun dari beberapa pengamatan di beberapa kedalaman seperti di kedalaman 0,6; 3,15 dan 4,25 m nilai GPP lebih besar dari nilai NPP (Gambar 10.b). 4.1.4. Rincian ketersediaan oksigen terlarut Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh kondisi oksigen terlarut yang bervariasi menurut kedalaman dan waktu pengamatan.
Dalam penelitian ini,
produksi yang terukur adalah produksi oksigen yang berasal dari proses fotosintesis
25 oleh fitoplankton yang terdapat pada botol terang. Tingkat konsumsi yang terukur adalah tingkat konsumsi oleh mikroorganisme yang terukur pada botol gelap yang berupa proses respirasi dan proses dekomposisi.
Suplai oksigen dan konsumsi
oksigen yang berasal dari luar perairan tidak diukur lebih lanjut dalam penelitian ini. Namun dilakukan dengan pendugaan yang berasal dari perhitungan selisih antara DO aktual T1 (pengamatan DO di waktu berikutnya) dengan DO sisa (hasil kegiatan fotosintesis serta konsumsi oksigen yang terukur dari botol terang dan gelap). Nilai DO yang terukur pada pukul 10.00 merupakan akumulasi dari hasil suplai dan konsumsi oksigen dari waktu pengamatan sebelumnya atau DO T 0 (pukul 06.00) yang telah diinkubasi selama 4 jam. Konsentrasi nilai DO aktual pada pukul 06.00 (T0) di permukaan perairan adalah sebesar 6,52 mg/l. Konsentrasi yang dihasilkan oleh proses fotosintesis yang terukur pada botol terang selama 4 jam adalah sebesar 1,73 mg/l dan konsentrasi oksigen yang terpakai oleh mikroorganisme yang terukur pada botol gelap selama 4 jam adalah sebesar 1,34 mg/l (Gambar 11). Nilai DO sisa merupakan hasil penjumlahan dari nilai DO T 0 dengan nilai fotosintesis dan kemudian dikurangi dengan hasil respirasi mikroorganisme. Nilai DO sisa yang diperoleh adalah sebesar 5,56 mg/l. Konsentrasi DO pada pukul 10.00 (T1) adalah sebesar 6,62 mg/l (Gambar 11 dan Lampiran 6). Jika dilihat dari hasil pengamatan, pada pukul 06.00-10.00 WIB memiliki nilai selisih positif pada lapisan permukaan dan kedalaman 3,15 dan 4,25 m, yang ditunjukkan dengan posisi grafik DO sisa di sebelah kiri grafik DO aktual T 1. Adiwilaga et al. (2009) menyatakan bahwa kondisi tersebut dapat menduga suplai oksigen di lapisan permukaan lebih dominan diperoleh dari proses difusi serta aliran yang memasuki badan perairan. Pada kedalaman 0,6 dan 1,6 m menunjukkan nilai selisih negatif (yang ditunjukkan dengan posisi grafik DO sisa di sebelah kanan grafik DO aktual T1) yang berarti bahwa tingkat konsumsi oksigen oleh makroorganisme yang tidak terukur dalam botol gelap lebih dominan. Tingkat konsumsi oksigen oleh mikroorganisme di lapisan permukaan lebih besar dari tingkat konsumsi oksigen di kedalaman 4,25 m, yaitu sebesar 1,34 mg/l di permukaan dan 0,26 mg/l di kedalaman 4,25 m (Gambar 11.a dan Lampiran 6). Hal ini diduga mikroorganisme lebih aktif di lapisan permukaan pada pagi hari.
26
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5
Kedalaman (m)
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5
Oksigen Terlarut (mg/l) -1 0 1 2 3 4 5 6 7 8
06.00-10.00 WIB
DO aktual 10.00 GPP Respirasi DO sisa
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5
(a)
Oksigen Terlarut (mg/l)
0 1 2 3 4 5 6 7 8
-1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5
14.00-18.00 WIB
DO aktual 18.00 GPP Respirasi DO sisa
(c)
22.00-02.00 WIB
DO aktual 02.00 Respirasi DO sisa
(b)
18.00-22.00 WIB
DO aktual 22.00 Respirasi DO sisa
(d)
Oksigen Terlarut (mg/l) -1 0 1 2 3 4 5 6 7 8
Kedalaman (m)
Kedalaman (m)
DO aktual 14.00 GPP Respirasi DO sisa
Oksigen Terlarut (mg/l)
Oksigen Terlarut (mg/l) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5
10.00-14.00 WIB
Kedalaman (m)
Kedalaman (m)
Kedalaman (m)
Oksigen Terlarut (mg/l) 0 1 2 3 4 5 6 7 8
(e)
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5
02.00-06.00 H2 WIB
DO aktual 06.00H2 Respirasi DO sisa
Gambar 11. Grafik rincian ketersediaan oksigen terlarut (DO) rata-rata
(f)
27 Hasil pengamatan pada pukul 10.00-14.00 WIB, selisih DO aktual T1 (DO pukul 14.00) dengan DO sisa menunjukkan nilai negatif di kedalaman 0; 0,6 dan 1,6 m (Gambar 11.b dan Lampiran 6), dengan pola grafik DO aktual T 1 berada di sebelah kiri DO sisa di kedalaman tersebut. Kemudian pada kedalaman 3,15 dan 4,25 m menunjukkan nilai selisih positif, yang ditunjukkan dengan pola grafik DO aktual T1 berada di sebelah kanan DO sisa. Hasil fotosintesis yang ditunjukkan pada pengamatan pukul 10.00-14.00 WIB cenderung lebih besar dibandingkan dengan tingkat konsumsi oksigen terlarut. Begitu pula dengan hasil pengamatan pada pukul 14.00-18.00 WIB yang menunjukkan nilai selisih yang positif antara DO aktual T 1 (DO pukul 18.00) dengan DO sisa di kedalaman 0; 0,6 dan 4,25 m, sedangkan nilai selisih negatif diperoleh di kedalaman 1,6 dan 3,15 m.
Aktivitas pemanfaatan
oksigen terlarut oleh mikroorganisme cenderung lebih kecil daripada tingkat produksi oksigen di seluruh kedalaman selama waktu pengamatan (Gambar 11.c dan Lampiran 6). Pengamatan oksigen yang dilakukan pada malam hari tidak berbeda jauh. Namun suplai oksigen pada malam hari hanya berasal dari luar perairan seperti difusi dan aliran yang memasuki badan perairan. Tingkat konsumsi mikroorganisme dan makroorganisme tetap berlangsung sepanjang hari. Pada pengamatan malam hari (18.00-22.00; 22.00-02.00 dan 02.00-06.00) hampir di semua lapisan perairan menunjukkan nilai selisih DO aktual T 1 dan DO sisa yang positif, sehingga menunjukkan bahwa pada malam hari suplai DO yang berasal dari luar perairan lebih dominan dibandingkan dengan tingkat konsumsi oksigen oleh mikroorganisme yang terukur di dalam botol gelap. Tingkat konsumsi oksigen oleh mikroorganisme cenderung lebih besar di kedalaman 4,25 m. 4.1.5. Produksi dan konsumsi total oksigen terlarut selama 24 jam Nilai produksi dan konsumsi oksigen total selama 24 jam dapat terlihat pada Gambar 12. Fotosintesis total ditunjukkan dengan grafik GPP total (Gambar 12.a). Berdasarkan Gambar 12.a ditunjukkan bahwa proses fotosintesis yang terjadi dalam 12 jam dapat memberikan tambahan oksigen yang cukup besar ke perairan khususnya pada lapisan epilimnion.
Suplai oksigen yang terbesar berasal dari
fotosintesis, terjadi di kedalaman 1,6 meter, yaitu sebesar 4,22 mg/l/hari. Tingkat produksi semakin menurun hingga kedalaman 4,25 meter yaitu sebesar 1,91
28 mg/l/hari.
Tingkat
konsumsi
oksigen
yang
digunakan
untuk
respirasi
mikroorganisme dan proses dekomposisi menunjukkan nilai yang semakin menurun sampai pada kedalaman 3,15 meter dan kemudian meningkat kembali pada kedalaman 4,25 meter yaitu sebesar 2,94 mg/l/hari. Tingkat konsumsi cenderung kurang dari tingkat produksi oksigen yang berasal dari proses fotosintesis di kedalaman 0,6; 1,6 dan 3,15 m. Di kedalaman 4,25 m tingkat konsumsi oksigen cenderung lebih besar daripada produksi oksigen total. Apabila suplai oksigen yang berasal dari proses lain (difusi udara dan aliran yang masuk ke badan perairan) tidak mencapai lapisan di bawah kedalaman 4,25 m dimungkinkan dapat terjadi defisit oksigen di lapisan dasar perairan. Pada kondisi seperti ini suplai oksigen yang berasal selain dari fotosintesis sangat dibutuhkan. Seperti yang terlihat pada Gambar 12.b. dengan kondisi DO sisa di kedalaman 4,25 m sudah mencapai nilai negatif. Oksigen Terlarut (mg/l/hari) -2 -1 0 1 2 3 4 5 6 7 8
0
0
1
1
2
3
a
4 5
Kedalaman (m)
Kedalaman (m)
Oksigen Terlarut (mg/l/hari) 0 1 2 3 4 5 6 7 8
2 3
b
4 5
GPP total
Konsumsi total
DO 06.00 H2
DO sisa
Gambar 12. Grafik produksi dan konsumsi oksigen total rata-rata selama 24 jam Grafik DO sisa yang ditunjukkan pada Gambar 12.b. berada disebelah kiri DO aktual T1 di kedalaman 0; 3,15 dan 4,25 m, yang menunjukkan bahwa suplai oksigen yang berasal dari luar perairan lebih dominan sepanjang hari di lapisan tersebut. Di kedalaman 0,6 dan 1,6 m grafik DO sisa berada di sebelah kanan grafik DO aktual T1, menunjukkan bahwa konsumsi oksigen untuk respirasi ikan dan proses lain yang tidak terukur dalam botol gelap lebih dominan sepanjang hari. Jika tidak mendapat suplai oksigen dari proses lain, maka perairan akan mencapai kondisi anoksik.
29 Produksi dan konsumsi oksigen total selama satu hari dari permukaan hingga kedalaman 4,25 m menunjukkan bahwa tingkat produksi oksigen selama satu hari lebih besar daripada tingkat konsumsi oksigen terlarut (Lampiran 8).
Tingkat
konsumsi sebesar 9859,62 mgO2/m2/hari, sedangkan tingkat produksi oksigen adalah sebesar 13613,89 mgO2/m2/hari. DO sisa memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan dengan DO aktual T1 dari permukaan hingga kedalaman 4,25 m yaitu dengan nilai DO sisa sebesar 20527,54 mgO2/m2/hari dan nilai DO aktual T1 adalah sebesar 19241,67 mgO2/m2/hari (Lampiran 8). 4.1.6. Parameter pendukung keberadaan DO a. Suhu Suhu air di permukaan pada pagi hingga sore hari berkisar antara 26,95-28,05 °C dan pada malam hingga pagi hari berkisar antara 26,9-27,15 °C (Lampiran 9 dan Gambar 13). Di kedalaman 4,25 m pada pagi hingga sore hari berkisar antara 25,6526,1 °C dan pada malam hingga pagi hari suhu berkisar antara 25,35-25,5 °C (Lampiran 9 dan Gambar 13). Pada malam hari, suhu di kedalaman 4,25 tidak menunjukkan adanya perbedaan yang jauh. Suhu (oC) 26 27
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5
28
a
06.00 14.00
10.00 18.00
Keterangan : (a). Pagi-Sore
25
Kedalaman (m)
Kedalaman (m)
25
Suhu (oC) 26 27
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5
28
b
22.00
02.00
06.00 H2
(b). Malam-Pagi
Gambar 13. Distribusi vertikal suhu rata-rata Berdasarkan pengamatan, suhu air cenderung menunjukkan penurunan dengan semakin bertambahnya kedalaman.
Hal ini terkait dengan perbedaan intensitas
cahaya yang masuk ke perairan pada setiap waktu dan kedalaman. Suhu air pada siang dan malam saat pengamatan tidak menunjukkan adanya perbedaan yang besar.
30 Variasi suhu terjadi perlahan-lahan dan perubahan suhu siang dan malam hari relatif kecil (Sumawidjaja 1974). b. Kecerahan Nilai kecerahan sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengamatan, kekeruhan, padatan tersuspensi, dan ketelitian orang yang melakukan pengukuran. Nilai kecerahan di Danau Lido adalah sebesar 2,41 meter. Semakin tinggi nilai kecerahan suatu perairan, akan semakin besar pula penetrasi cahaya, sehingga lapisan yang memungkinkan terjadinya fotosintesis oleh fitoplankton akan semakin tebal (Welch 1952). c. pH Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan, nilai pH yang diperoleh bervariasi pada setiap waktu dan kedalaman. Namun tidak menunjukkan adanya fluktuasi. Nilai pH yang diperoleh selama pengamatan adalah berkisar antara 5,56,5 pada titik kedalaman yang diamati (Tabel 3). Nilai pH secara keseluruhan menunjukkan adanya penurunan dengan semakin bertambahnya kedalaman. Nilai pH meningkat pada siang hari dan kembali turun pada malam hari. Nilai pH yang meningkat pada siang hari diduga berkaitan dengan aktivitas fotosintesis yang memanfaatkan CO2, sedangkan penurunan pH pada malam hari diduga berkaitan dengan aktivitas respirasi organisme perairan dan dekomposisi bahan organik yang menghasilkan CO2 yang bersifat asam yang tanpa diimbangi dengan adanya proses fotosintesis. Hal ini menyebabkan nilai pH yang cenderung turun dengan meningkatnya CO2. Tabel 3. Nilai pH selama 24 jam pada beberapa waktu dan kedalaman D (m) 0 0,6 1,6 3,15 4,25
06.00 6 6 6 6 5,5
10.00 6,5 6 6 6 6
Keterangan : D : Kedalaman (m)
14.00 6,5 6,5 6 6 6
pH 18.00 22.00 6 6 6 5,5 6 5,5 6 6 5,5 6
02.00 6 6 6 6 5,5
06.00 H2 6 6 6 6 5,5
31 d. Klorofil-a Klorofil-a merupakan salah satu parameter yang sangat menentukan tingkat produktivitas primer di perairan. Sebaran dan tinggi rendahnya konsentrasi klorofila sangat terkait dengan kondisi lingkungan suatu perairan. Beberapa parameter fisika dan kimia yang mempengaruhi sebaran klorofil-a adalah intensitas cahaya dan nutrien (terutama nitrat dan posfat). Klorofil-a ( g/l) 100
300
500
Kedalaman (m)
-100 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5
Gambar 14. Konsentrasi klorofil-a Berdasarkan hasil pengukuran terhadap konsentrasi klorofil-a diketahui bahwa nilai konsentrasi klorofil-a dari setiap pengamatan dan setiap kedalaman yang diamati berkisar antara 88,93-385,69 g/l. Nilai konsentrasi tertinggi terdapat pada kedalaman 0,6 m dan terendah terdapat pada kedalaman 4,25 m (Gambar 14). e. Kelimpahan plankton Kelimpahan fitoplankton dapat menggambarkan seberapa besar kemampuan suatu perairan dapat mensuplai oksigen ke dalam perairan tersebut. Hasil dari proses fotosintesis yang dilakukan oleh fitoplankton yang berupa oksigen kemudian akan dilepas ke perairan dan ke atmosfer. Laju fotosintesis tidak hanya ditentukan oleh kelimpahan melainkan juga ditentukan oleh jenis dan ukurannya. Kelimpahan fitoplankton yang tertinggi terdapat di permukaan perairan yaitu sebesar 2818 sel/l dan kelimpahan terendah terdapat di kedalaman 3,15 m yaitu sebesar 8 sel/l.
Berdasarkan data yang diperoleh, jenis fitoplankton yang
mendominasi di perairan danau Lido di hampir semua lapisan perairan adalah dari kelas Dinophyceae (Tabel 4).
32 Tabel 4. Kelimpahan kelas fitoplankton (sel/l) yang mendominasi di perairan danau Lido Kelas Dinophyceae Bacillariophyceae Chlorophyceae Jumlah
0m 2171 778 2818 5768
Kedalaman (m) 0,6 m 1,6 m 3,15 m 476 554 79 281 46 41 279 65 8 1036 665 128
4,25 m 61 118 61 239
Fitoplankton tersebut melakukan proses fotosintesis yang menghasilkan oksigen.
Dalam penelitian ini diduga masukan oksigen yang berasal dari
fotosintesis hanya sampai pada pukul 14.00 karena cahaya optimum yang terjadi pada umumnya di waktu tersebut. Proses fotosintesis sudah tidak efektif lagi setelah waktu tersebut. Hal ini terkait dengan intensitas cahaya yang semakin berkurang akibat cuaca yang redup. Berdasarkan hasil pengamatan terlihat bahwa fitoplankton memberikan kontribusi yang nyata terhadap ketersediaan oksigen melalui proses fotosintesis, sedangkan di kedalaman yang tidak mendapat masukan cahaya matahari seperti pada kedalaman 3,15 dan 4,25 m, fitoplankton tidak memberikan kontribusi yang nyata, karena terkait dengan cahaya yang dibutuhkan oleh fitoplankton untuk melakukan fotosintesis sangat terbatas. Suplai oksigen pada kedalaman yang tidak mendapat masukan cahaya, maka suplai oksigen diperoleh dari hasil difusi dari permukaan yang mengalir ke kedalaman tersebut dan dari aliran yang masuk ke badan perairan. Suplai oksigen yang berasal dari luar perairan diduga terjadi selama 24 jam dan hampir di seluruh lapisan perairan. 4.2. Pembahasan Oksigen terlarut merupakan parameter kimia perairan yang sangat dibutuhkan oleh seluruh organisme maupun mikroorganisme akuatik untuk dapat memenuhi kebutuhan respirasi, metabolisme dan dekomposisi.
Konsentrasi oksigen akan
semakin menurun dengan bertambahnya kedalaman dan meningkatnya suhu. Ketersediaan oksigen terlarut di perairan sangat dipengaruhi oleh proses fotosintesis fitoplankton dan difusi udara bebas serta aliran yang memasuki badan perairan (inflow).
33 Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di Danau Lido, konsentrasi oksigen terlarut pada umumnya semakin menurun seiring dengan bertambahnya kedalaman (Lampiran 3 dan Gambar 7). Penurunan konsentrasi oksigen diakibatkan karena adanya
aktivitas
pemanfaatan
oksigen
oleh
mikroorganisme
makroorganisme untuk respirasi dan dekomposisi bahan organik.
maupun
Konsentrsasi
oksigen yang berada di permukaan hingga kedalaman 1,6 m pada umumnya masih cenderung tinggi yaitu di atas 3 mg/l.
Konsentrasi oksigen yang tinggi di
permukaan hingga kedalaman 1,6 m sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya yang masih dapat mencapai kedalaman tersebut sehingga proses fotosintesis masih dapat berlangsung secara optimum.
Selain itu, suplai oksigen juga dipengaruhi oleh
adanya difusi dari udara bebas. Pada kedalaman yang lebih dalam (3,15-4,25 m) konsentrasi oksigen cenderung menurun (kurang dari 3 mg/l). Hal ini dikarenakan proses fotosintesis di kedalaman tersebut sudah semakin berkurang.
Intensitas
cahaya yang masuk di kedalaman tersebut sangat sedikit dan hampir tidak ada, sehingga suplai oksigen di kedalaman tersebut lebih dipengaruhi dengan adanya aliran yang masuk ke badan perairan (inflow), sedangkan tingkat konsumsi oleh makroorganisme dan mikroorganisme tetap berlangsung di semua lapisan perairan dan sepanjang hari. Boyd (1982) menyatakan bahwa difusi oksigen dari udara bebas terjadi ketika berlangsung kontak antara campuran gas atmospheric dengan air, dengan syarat air berada dalam keadaan undersaturated. Difusi oksigen dari udara bebas ke perairan berlangsung sangat lambat meskipun terjadi pergolakan massa air. Laju transfer oksigen ini sangat dipengaruhi oleh konsentrasi oksigen terlarut di permukaan, konsentrasi saturasi dan akan bervariasi sesuai kecepatan angin (Seller dan Markland 1987).
Oksigen yang memasuki badan perairan dapat terjadi karena
adanya inflow. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, fotosintesis pada umumnya lebih efektif terjadi pada kedalaman sedikit di bawah lapisan permukaan, yaitu kedalaman 0,6 m dan 1,6 m. Hal ini dapat terlihat pada Gambar 7 bahwa dari beberapa hasil pengamatan yang dilakukan, konsentrasi oksigen pada pengamatan pagi hingga siang hari menunjukkan konsentrasi oksigen yang lebih tinggi.
Diduga bahwa
aktivitas fotosintesis yang lebih optimum di kedalaman tersebut. Intensitas cahaya
34 yang berada di permukaan yang terlalu tinggi serta suhu yang meningkat sehingga beberapa jenis fitoplankton yang tidak toleran terhadap kondisi tersebut bergerak menuju lapisan di bawah permukaan. Seperti yang ditunjukkan pada hasil klorofil-a (Gambar 14), bahwa konsentrasi klorofil-a lebih besar di kedalaman 0,6 m yaitu sebesar 385,69 g/l dan di kedalaman 1,6 m sebesar 362,96 dibandingkan dengan di kedalaman lainnya. Kelimpahan fitoplankton (Tabel 4) di kedalaman 0,6 cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan di lapisan permukaan. Intensitas cahaya yang sangat kuat menyebabkan laju fotosintesis terhambat (photo inhibition). Pola distribusi oksigen terlarut secara vertikal selama 24 jam pada pengamatan yang dilakukan selama dua hari cenderung tidak menunjukkan perbedaan antara siang dan malam (Lampiran 3 dan Gambar 7). Konsentrasi oksigen terlarut tertinggi umumnya terjadi di permukaan perairan dan terendah terjadi pada kedalaman 4,25 m hingga dasar perairan sepanjang hari. Distribusi vertikal oksigen terlarut selama dua hari, dapat menggambarkan bahwa di danau Lido adalah tipe clinograde pada setiap waktu pengamatan sepanjang hari.
Menurut Goldman dan Horne (1983) bahwa tipe clinograde
menggambarkan suatu danau dengan kandungan unsur hara dan bahan organik yang tinggi (eutrofik).
Pada tipe ini oksigen terlarut semakin berkurang dengan
bertambahnya kedalaman atau bahkan habis sebelum mencapai dasar. Penurunan ini
diakibatkan
mikroorganisme.
oleh
adanya
proses
dekomposisi
bahan
organik
oleh
Seller dan Markland (1987) menyatakan bahwa tipe ini
menggambarkan suatu perairan yang eutrofik yaitu kondisi perairan yang memiliki unsur hara yang tinggi.
Konsentrasi oksigen yang rendah pada lapisan bawah
menunjukkan adanya pemanfaatan oksigen terlarut yang intensif untuk proses dekomposisi bahan organik yang berasal dari lapisan atas. Kondisi saturasi atau kejenuhan oksigen suatu perairan tercapai ketika konsentrasi oksigen yang terukur di perairan sama dengan konsentrasi oksigen terlarut secara teoritis (Jeffries dan Mills 1996). Menurut Boyd (1982) bahwa jika suatu perairan mengalami kondisi undersaturated, maka perairan masih mendapat suplai oksigen terlarut dari atmosfer. Namun, jika suatu perairan mengalami supersaturated, maka oksigen yang berada di perairan akan terlepas ke atmosfer. Pada pengamatan yang dilakukan, rata-rata konsentrasi oksigen tidak menunjukkan
35 adanya kondisi saturasi pada seluruh kedalaman dan waktu yang diamati (Gambar 8). Persen saturasi tertinggi tercapai ketika pengamatan pada pukul 22.00 WIB di permukaan perairan sebesar 91,48%. Hal ini diduga bahwa suplai oksigen di waktu tersebut lebih dominan terjadi akibat adanya difusi udara bebas yang mempengaruhi perairan, seperti yang ditunjukkan dari hasil selisih DO aktual T 1 (DO 22.00) dan DO sisa yang bernilai positif (Lampiran 6) yang dapat menduga hal tersebut, sehingga tidak perlu dikhawatirkan akan adanya defisit oksigen di lapisan tersebut pada malam hari. Nilai kejenuhan (saturasi) oksigen menggambarkan kondisi oksigen yang terdapat di dalam badan air. Semakin tinggi nilai kejenuhan oksigen, maka semakin kecil defisit oksigen dalam badan air tersebut dan sebaliknya. Tinggi dan rendah dari suatu nilai kejenuhan oksigen dipengaruhi oleh kandungan bahan organik yang terkandung di dalam badan air. Hal ini terkait dengan aktivitas pemanfaatan oksigen oleh mikroorganisme untuk proses dekomposisi secara aerob. Semakin banyak senyawa organik yang terakumulasi di badan perairan, maka akan semakin besar tingkat pemanfaatan oksigen oleh mikroorganisme sehingga dapat memicu adanya defisit oksigen (Barus 2002). Konsentrasi oksigen terlarut bervariasi menurut waktu dan kedalaman. Konsentrasi oksigen di kedalaman 0-1,6 m lebih berfluktuasi dibandingkan dengan kedalaman 3,15-4,25 m selama pengamatan 24 jam, baik siang maupun malam (Gambar 9). Konsentrasi oksigen terlarut pada siang hari cenderung lebih tinggi daripada malam hari. Kondisi ini dikarenakan adanya intensitas cahaya matahari yang mencukupi untuk proses fotosintesis pada siang hari yang memberikan suplai oksigen yang lebih besar selain suplai yang berasal dari proses lain seperti difusi dan aliran yang masuk ke badan perairan. Pada malam hari, perairan hanya mendapat masukan oksigen berasal dari difusi dan adanya oksigen bawaan dari inflow. Selain itu, tingkat konsumsi oksigen pada malam hari tidak diimbangi dengan adanya pasokan oksigen dari fotosintesis, sementara tingkat konsumsi oksigen oleh organisme perairan terjadi sepanjang waktu sehingga konsentrasi oksigen semakin menurun. Konsentrasi oksigen terlarut yang menurun pada siang hari, seperti yang terdapat pada pengamatan di kedalaman 1,6 m yaitu mencapai sebesar 4,22 mg/l
36 pada pukul 10.00 WIB (Gambar 9), sedangkan hasil fotosintesis (GPP) dan produksi bersih (NPP) yang ditunjukkan pada Gambar 10 memiliki konsentrasi oksigen yang cukup besar. Hal ini diduga bahwa adanya aktivitas pemanfaatan oksigen oleh makroorganisme selain yang terukur di dalam botol gelap seperti ikan yang lebih dominan sehingga keberadaan oksigen semakin menurun seperti yang dapat ditunjukkan oleh hasil selisih antara DO aktual T 1 (DO pukul 10.00) dengan DO sisa yang menunjukkan nilai negatif (Lampiran 6) yang dapat menduga hal tersebut. Perlu diwaspadai adanya defisit oksigen jika hal ini berlangsung sepanjang hari. Secara umum konsentrasi oksigen terlarut menurun setelah pukul 14.00 WIB pada lapisan permukaan hingga kedalaman 1,6 m (Gambar 9), diduga bahwa aktivitas fotosintesis sudah mulai menurun, sedangkan makroorganisme cenderung berkumpul di kedalaman tersebut dan melakukan aktivitas respirasi hingga malam hari. Konsentrasi oksigen terlarut yang meningkat pada malam hingga pagi hari, seperti yang ditunjukkan pada pengamatan pukul 22.00 dan 06.00 di hari berikutnya (Gambar 9), di kedalaman 3,15 dan 4,25 m, lebih dipengaruhi oleh adanya suplai oksigen yang berasal dari luar perairan. Dapat diduga dari hasil selisih DO aktual T 1 dengan DO sisa yang bernilai positif di waktu dan kedalaman yang telah disebutkan, yang dapat menduga bahwa perairan tersebut cenderung mendapat suplai oksigen dari luar perairan di waktu dan kedalaman yang disebutkan sehingga tidak akan terjadi defisit oksigen. Produksi primer merupakan hasil dari proses fotosintesis oleh organisme autotrof yang berupa energi kimia dan oksigen yang sangat dibutuhkan oleh organisme lainnya.
Gattuso dan Jauhert (1990) menjelaskan bahwa proses
fotosintesis secara maksimum jarang tercapai dikarenakan adanya faktor pembatas di antaranya suhu, intensitas cahaya, konsentrasi nutrien, kelimpahan fitoplankton dan jenis dari fitoplankton yang terdapat di perairan tersebut. Fotosintesis memiliki peranan yang lebih penting dalam mengatur konsentrasi oksigen terlarut di perairan dibandingkan dengan proses fisika. Barnes dan Mann (1994) in Pitoyo dan Wiryanto (2002) menyatakan bahwa produktivitas primer suatu ekosistem perairan pada dasarnya merupakan hasil perubahan energi cahaya matahari menjadi energi kimia dalam tubuh organisme autotrof perairan tersebut melalui fotosintesis. Jumlah seluruh bahan organik yang
37 terbentuk dalam proses produktivitas dinamakan produktivitas primer kotor (GPP/ Gross Primery Produtivity) atau yang disebut juga sebagai laju fotosintesis total, termasuk bahan organik yang habis digunakan dalam respirasi selama waktu pengukuran. Produktivitas primer bersih merupakan istilah yang digunakan bagi jumlah sisa produktivitas primer kotor yang sebagian digunakan oleh tumbuhan untuk respirasi. Produktivitas primer bersih (NPP/ Net Primery Productivity) ialah penyimpanan bahan organik di dalam jaringan-jaringan tumbuhan yang merupakan kelebihan dari proses respirasi oleh organisme autotrof selama jangka waktu pengukuran. Nilai produktivitas primer dapat digunakan sebagai indikasi tentang tingkat kesuburan suatu ekosistem perairan (Barus et al. 2008). Berdasarkan hasil dari pengamatan yang telah dilakukan menujukkan bahwa produksi primer masih berpengaruh terhadap ketersediaan oksigen. Produksi primer yang diperoleh menunjukkan bahwa hasil GPP cenderung lebih besar dari nilai NPP di beberapa kedalaman dan waktu pengukuran (Gambar 10). Hal ini diduga bahwa tingkat konsumsi oleh mikroorganisme cenderung lebih besar, sehingga bahan organik yang dihasilkan selama waktu pengamatan terpakai kembali untuk proses penguraian bahan organik, menyebabkan produksi bersih yang dihasilkan dari proses fotosintesis cenderung lebih rendah. Namun nilai NPP yang terdapat di kedalaman 1,6 m pukul 10.00-14.00 cenderung lebih besar dari nilai GPP. Hal ini diduga bahwa laju konsumsi oksigen yang terjadi selama proses pengamatan cenderung lebih kecil sehingga hasil produksi bersih yang akan digunakan oleh organisme heterotrof semakin besar konsentrasinya.
Produktivitas primer dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya adalah intensitas cahaya yang memegang peranan sangat penting dalam proses fotosintesis, konsentrasi klorofil-a yang menyerap energi cahaya yang kemudian merubah energi kimia menjadi bahan organik sebagai hasil akhir fotosintesis, kemudian adalah suhu perairan. Menurut Barus (2002) bahwa laju fotosintesis akan meningkat 2-3 kali lipat untuk setiap kenaikan suhu 10 °C. Namun pada kondisi cahaya dan suhu yang terlalu ekstrim justru akan menghambat laju fotosintesis. Selain itu faktor lain yang mempengaruhi fotosintesis adalah unsur hara yang tersedia di perairan tersebut yang digunakan oleh organisme autotrof untuk proses fotosintesis.
38 Oksigen terlarut di dalam perairan dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan maupun proses dekomposisi, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Selain itu oksigen juga dibutuhkan dalam proses oksidasi untuk perombakan (dekomposisi) bahan organik oleh mikroorganisme (Salmin 2005).
Hasil Pengamatan
menunjukkan bahwa kondisi oksigen terlarut bervariasi menurut kedalaman dan waktu pengamatan (Gambar 11). Ketersediaan oksigen secara rinci selama 24 jam yang diamati masih dapat memenuhi kebutuhan oksigen untuk aktivitas organisme perairan. DO aktual T1 menggambarkan kondisi DO di waktu 4 jam berikutnya, ketika aktivitas konsumsi dan produksi oksigen berlangsung selama waktu pengamatan. DO sisa menggambar seberapa besar hasil DO yang berada di perairan setelah adanya proses produksi yang dikurangi dengan konsumsi oksigen. DO sisa dapat pula menggambarkan bagaimana kondisi oksigen terlarut di waktu berikutnya. Berdasarkan perhitungan, diperoleh bahwa pada pengamatan yang dilakukan pada siang hari (pukul 06.00, 10.00 dan 14.00) oksigen di kolom perairan cenderung dikonsumsi oleh makroorganisme seperti ikan yang berada di kawasan KJA maupun ikan liar yang berada di sekitar perairan. Hal ini terlihat dari hasil selisih DO aktual T1 dan DO sisa yang menunjukkan nilai negatif di kolom perairan, sedangkan aktivitas respirasi dan dekomposisi pada siang hari cenderung lebih kecil. Hasil selisih di permukaan dan di kedalaman 4,25 m cenderung menunjukkan hasil yang positif selama waktu pengamatan di siang hari. Hal ini diduga bahwa proses lain yang dapat mensuplai ketersediaan oksigen terlarut di perairan lebih dominan daripada tingkat konsumsi oksigen oleh mikroorganisme.
Terlihat bahwa pada
pengamatan siang hari laju produksi (GPP) cenderung lebih besar darpada laju konsumsi oksigen oleh mikroorganisme, sehingga dapat dimungkinkan tidak akan terjadi defisit oksigen di siang hari sehingga perairan di danau Lido tidak akan mencapai kondisi anoksik hingga di kedalaman 4,25 m. Pengamatan yang dilakukan pada malam hari menunjukkan bahwa suplai oksigen tidak lagi berasal dari proses fotosintesis, dikarenakan intensitas cahaya yang tidak ada pada malam hari. Seperti yang terlihat pada pengamatan malam hari (pukul 18.00, 22.00 dan 02.00), bahwa hasil selisih antara DO aktual T 1 dengan DO sisa menunjukkan nilai positif, yang dapat menduga bahwa perairan lebih dominan
39 mendapat pasokan oksigen dari luar perairan seperti adanya inflow dan difusi pada malam hari, sedangkan aktivitas pemanfaatan oksigen oleh makroorganisme cenderung lebih kecil. Tingkat konsumsi oleh mikroorganisme yang terukur pada botol gelap cenderung lebih besar khususnya di kedalaman 3,15 dan 4,25 m pada malam hari. Hal ini diduga bahwa aktivitas dekomposisi oleh mikroorganisme cenderung lebih besar sehingga pemanfaatan oksigen pun lebih besar. Pengamatan yang dilakukan selama waktu inkubasi (setiap 4 jam), keberadaan oksigen masih dapat mencukupi untuk kebutuhan organisme perairan selama 24 jam. Namun pada produksi dan konsumsi total selama 24 jam, nilai selisih DO aktual T1 dengan DO sisa menunjukkan nilai negatif di kedalaman 4,25 m yaitu sebesar 1,68 mg/l (Gambar 12 dan Lampiran 7). Hal ini menandakan bahwa di kedalaman tersebut sudah mendekati kondisi anoksik, sehingga perlu diwaspadai akan terjadi defisit oksigen di kedalaman tersebut, karena tingkat konsumsi oleh mikroorganisme lebih besar daripada tingkat produksi oksigen. Seperti yang terlihat pada Gambar 12.a menunjukkan nilai konsumsi total sebesar 2,94 mg/l/hari dan produksi total sebesar 1,91 mg/l/hari. Diduga hal ini terjadi sepanjang hari dan jika dibiarkan, maka kondisi defisit akan terjadi. Berdasarkan hasil perhitungan produksi dan konsumsi total di seluruh kedalaman menunjukkan bahwa tingkat konsumsi oksigen total di seluruh kedalaman, selama satu hari pada luasan tertentu lebih kecil daripada tingkat produksi oksigen total dari seluruh kedalaman selama satu hari (Lampiran 8). DO aktual yang terhitung lebih kecil daripada DO sisa. Hal ini dapat menunjukkan bahwa selama satu hari di seluruh kedalaman pada luasan 1m 2, konsentrasi oksigen di Danau Lido tidak menunjukkan adanya defisit oksigen dikarenakan tingkat produksi yang lebih besar dari tingkat konsumsi oleh mikroorganisme. Namun pada DO aktual yang lebih kecil daripada DO sisa dapat menunjukkan bahwa defisit oksigen dapat terjadi dikarenakan konsumsi oksigen selain dari mikroorganisme yang cenderung lebih besar di perairan tersebut di seluruh kedalaman selama satu hari. Menurut Swingle (1968) in Salmin (2005) bahwa kandungan oksigen terlarut minimum adalah 2 mg/l dalam keadaan normal dan tidak tercemar oleh senyawa beracun (toksik).
Pada kondisi kritis, ketika
oksigen terlarut mencapai 2 mg/l, maka organisme makrobentik akan mati, sedimen di dasar perairan semakin tebal, dan bioturbasi terhenti (Koschorreck et al. 2011).
40 Kemudian Huet (1970) in Salmin (2005) menyatakan bahwa idealnya, kandungan oksigen terlarut tidak boleh kurang dari 1,7 ppm selama waktu 8 jam dengan sedikitnya pada tingkat kejenuhan sebesar 70%. Welch (1952) menyatakan bahwa penyebab utama terjadinya penurunan kandungan oksigen dalam air di antaranya adalah respirasi organisme dalam air, baik hewan maupun tumbuhan, yang berlangsung sepanjang hari. Penyebab utama lainnya adalah proses dekomposisi bahan organik yang terlarut dan yang terakumulasi di dasar perairan. Konsentrasi oksigen yang rendah diduga terjadi pada malam hari, dikarenakan suplai oksigen yang hanya diperoleh dari proses difusi dan inflow, sehingga tidak mencukupi kebutuhan organisme lainnya dan dapat menimbulkan adanya defisit oksigen di kedalaman 4,25 m, sedangkan laju konsmusi berlangsung sepanjang hari di kedalaman tersebut. Keberadaan oksigen terlarut dipengaruhi oleh faktor fisika dan kimia, seperti suhu, salinitas, turbulensi air, dan tekanan atmosfer.
Semakin besar suhu dan
ketinggian serta semakin kecil tekanan atmosfer, kadar oksigen terlarut semakin kecil (Jeffries dan Mills 1996). Sebaran suhu yang dihasilkan pada pengamatan di Danau Lido diakibatkan karena adanya perbedaan tingkat intensitas cahaya matahari yang diserap setiap kolom perairan.
Penurunan suhu di kedalaman 4,25 m
dikarenakan semakin berkurangnya pemanasan air oleh sinar matahari karena bertambahnya kedalaman. Suhu pada siang hari cenderung lebih tinggi daripada suhu pada malam hari, selain dipengaruhi oleh intensitas cahaya, suhu perairan juga dipengaruhi oleh suhu udara yang terdapat disekitar danau. Menurut data BMKG Bogor (2011) bahwa suhu udara selama waktu pengamatan (27 dan 28 Mei 2011) pada siang hari dapat mencapai 31,3 °C yaitu pada pukul 14.00 WIB sedangkan suhu udara terendah mencapai 23,4 °C yaitu pada pukul 07.00 WIB. Berdasarkan data yang diperoleh, grafik distribusi oksigen secara vertikal yang diamati masih menunjukkan adanya dua macam lapis kedalaman antara permukaan dan lapisan dasar perairan baik pada siang hari maupun pada malam hari. Hal ini menunjukkan bahwa sangat kecil kemungkinan untuk terjadinya pembalikan massa air karena suhu permukaan lebih tinggi dibandingkan dengan suhu di dasar perairan sepanjang hari selama waktu pengamatan. Menurut Welch (1952), jumlah cahaya yang jatuh ke permukaan air sangat mempengaruhi suhu suatu perairan. Cahaya yang jatuh ke
41 perairan sebagian dipantulkan kembali ke atmosfer dan sebagian lagi masuk ke perairan yang disimpan dalam bentuk energi. Sebaran suhu yang semakin menurun dengan bertambahnya kedalaman tidak sesuai dengan hasil pengamatan DO yang semakin menurun dengan bertambahnya kedalaman di perairan Danau Lido. Diduga terdapat faktor-faktor lain yang lebih berpengaruh terhadap keberadaan oksigen di perairan yaitu adanya aktivitas respirasi dan dekomposisi di kedalaman 4,25 m dan suplai oksigen yang tinggi di lapisan permukaan. Tingkat kecerahan menjadi faktor penting dalam mengontrol produktivitas perairan, karena terkait dengan tingkat penetrasi cahaya yang akan menentukan laju fotosintesis dan produktivitas primer. Menurut Welch (1952) bahwa semakin tinggi nilai kecerahan suatu perairan, akan semakin besar pula penetrasi cahaya, sehingga lapisan yang memungkinkan terjadinya fotosintesis oleh fitoplankton akan semakin tebal.
Berdasarkan nilai kecerahan, menurut Seller dan Markland (1987)
berdasarkan tingkat kesuburannya bahwa perairan di Danau Lido dapat dikatakan termasuk ke dalam tipe Hiper-eutrofik yaitu perairan dengan kadar unsur hara dan produktivitas primer yang sangat tinggi. Pada perairan ini tingkat kecerahan tinggi dan kondisi anoksik hanya terjadi di lapisan hipolimnion. Aktivitas fotosintesis oleh fitoplankton akan mempengaruhi nilai pH di suatu perairan.
Nilai pH yang tinggi pada siang hari menunjukkan bahwa adanya
pemanfaatan CO2 yang bersifat asam oleh fitoplankton dalam proses fotosintesis, sehingga konsentrasi CO2 akan semakin menurun. Nilai pH yang rendah pada malam hari berkaitan dengan kandungan CO2 yang meningkat pada malam hari, akibat aktivitas respirasi yang meningkat pada malam hari yang tidak termanfaatkan penggunaannya untuk proses fotosintesis, karena CO2 bersifat asam. Nilai pH yang rendah di kedalaman 4,25 m diduga karena aktivitas dekomposisi bahan organik yang meningkat oleh bakteri sehingga jumlah CO2 tinggi. Klorofil-a merupakan salah satu parameter yang sangat menentukan produktivitas primer di perairan. Klorofil terdiri dari tiga jenis yaitu klorofil-a, b, dan c. Ketiga jenis klorofil ini sangat penting dalam proses fotosintesis tumbuhan yaitu suatu proses yang merupakan dasar dari pembentukan zat-zat organik di alam. Kandungan klorofil yang paling dominan dimiliki oleh fitoplankton adalah klorofil-
42 a.
Oleh karena itulah klorofil-a dapat dijadikan sebagai salah satu indikator
kesuburan perairan (Samawi 2001 in Rasyid 2009). Konsentrasi klorofil-a yang tinggi pada kedalaman 0,6 m dan 1,6 m, walaupun kelimpahan fitoplankton pada kedalaman tersebut lebih rendah dibandingkan dengan kelimpahan yang berada dipermukaan, diduga karena jenis fitoplankton yang berada di kedalaman 0,6 m mengandung konsentrasi klorofil-a yang paling banyak (Gambar 14 dan Lampiran 10). Kelimpahan fitoplankton dapat menggambarkan seberapa besar kemampuan suatu perairan dapat mensuplai oksigen ke dalam perairan tersebut. Hasil samping fotosintesis adalah berupa oksigen yang akan dilepaskan ke perairan dan ke atmosfer.
Berdasarkan pengamatan, fitoplankton yang berasal dari kelompok
Dinophyceae memiliki kelimpahan yang lebih tinggi di beberapa kedalaman (Tabel 8). Namun jenis dari fitoplankton kelas ini sangat sedikit (Lampiran 11). Menurut Lewis (1978) in Astuti dan Satria (2009), di danau daerah tropik di Filipina ditemukan
Chlorophyceae,
Dinophyceae,
Cyanophyceae
yang
mempunyai
kelimpahan yang lebih tinggi karena kondisi pencahayaan yang tinggi. Hal ini sesuai, dikarenakan Danau Lido berada di Indonesia yang beriklim tropis sehingga memiliki kondisi pencahayaan yang tinggi pula. Kelimpahan fitoplankton di kedalaman 4,25 m masih terlihat cukup tinggi. Dapat diindikasikan bahwa pada kedalaman ini masih mendapat suplai oksigen yang berasal dari fotosintesis, karena kedalaman tersebut masih mencapai kedalaman kompensasi, sehingga cahaya masih dapat menembus kedalaman ini dan fotosintesis masih dapat berlangsung walaupun hanya sedikit.
Kedalaman ini merupakan
kedalaman kompensasi, yang memiliki kondisi produksi oksigen dari proses fotosintesis sama dengan kebutuhan oksigen untuk aktivitas respirasi oleh organisme di dalamnya. Intensitas cahaya yang mencapai di kedalaman tersebut hanya 1%. Klorofil-a dan kelimpahan fitoplankton dapat mempengaruhi keberadaan oksigen terlarut yang berasal dari proses fotosintesis. Hal ini dapat dilihat pada persamaan GPP = -0,00003 (klorofil-a)2 + 0,019 (klorofil-a) – 1,538 untuk keterkaitan DO dengan klorofil-a dan persamaan GPP = 0,369 ln (kelimpahan) – 1,377 untuk keterkaitan DO dengan kelimpahan fitoplankton.
Dari persamaan
tersebut, GPP akan memiliki nilai 0 mg/l atau tingkat produksi dan konsumsi
43 oksigen sama, ketika konsentrasi klorofil-a sebesar 220,814 µg/l dan kelimpahan fitoplankton sebesar 41,75 ind/l yang terjadi di kedalaman antara 1,6-3,15 meter. Terlihat bahwa nilai GPP di kedalaman 3,15 m telah mencapai nilai sebesar 0,29 mg/l (Lampiran 5).
Konsentrasi oksigen terlarut di kedalaman tersebut sudah
mencapai nilai dibawah 3 mg/l dan tidak dapat mencukupi untuk kebutuhan ekologis. Tingkat konsumsi oksigen akan semakin bertambah hingga kedalaman yang semakin dalam, sehingga akan memacu adanya defisit oksigen di kedalaman yang semakin dalam. Dapat terlihat bahwa nilai DO sisa di kedalaman 4,25 m sudah mencapai nilai negatif, yang menandakan terjadinya kondisi defisit oksigen (Gambar 12.b). Hal ini terjadi karena aktivitas pemanfaatan oksigen oleh mikroorganisme lebih besar dibandingkan dengan tingkat produksi oksigen. Berdasarkan uraian yang dijelaskan, secara teoritis konsentrasi oksigen terlarut di Danau Lido, khususnya pada lokasi pengamatan sudah mengalami defisit oksigen terlarut di kedalaman 4,25 meter. Kondisi ini diduga dapat berlangsung hingga dasar perairan.
Rendahnya konsentrasi oksigen terlarut di kedalaman tersebut
diduga akibat peningkatan pemanfaatan oksigen untuk proses dekomposisi bahanbahan organik yang berasal dari kegiatan budidaya ikan pada KJA dan aktivitas pariwisata. Pengelolaan yang dapat
dilakukan di
Danau Lido adalah dengan
memperhatikan kegiatan budidata KJA dalam pemberian pakan dan perkembangan atau penambahan jumlah unit KJA. (1.) Perlu adanya pengangkatan KJA yang sudah tidak terpakai.
Banyaknya jumlah KJA yang sudah tidak terpakai
menyebabkan tertutupnya lapisan perairan sehingga penetrasi cahaya yang masuk ke perairan sangat terbatas. (2.) Pemberian pakan yang didasarkan pada bobot ikan, yaitu penambahan pemberian pakan berdasarkan penambahan bobot ikan.
(3.)
Penggunaan sistem aerasi mulai dari kedalaman 4 meter untuk meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut di kedalaman tersebut hingga dasar perairan.
(4.)
Pelaksanaan budidaya secara polikultur, yaitu penggunaan jaring ganda, sehingga pakan berlebih yang tidak termakan oleh ikan pada jaring pertama akan dimakan oleh ikan pada jaring kedua yang berada di bawahnya. (5.) Penggunaan sistem Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) untuk kegiatan pariwisata agar limbah hasil buangan yang dihasilkan tidak membahayakan kondisi perairan Danau Lido.