4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Gambaran Umum Partisipan dan Key Informant Yang menjadi partisipan dalam penelitian ini adalah 4 keluarga yang tinggal di Desa
Sraten dimana salah satu anggota keluarganya pergi ke Asia Timur untuk menjadi TKI. Karena penelitian ini menggunakan metode Qualitatif Descriptif dengan pendekatan Life History maka digunakan 2 TKI yang diambil dari 4 keluarga partisipan sebagai pengungkap Life History dimana 2 orang TKI tersebut dapat diwawancarai secara mendalam (in - depth interview), dan selain partisipan sebagai penguat data serta melengkapi hasil wawancara maka ditetapkan 4 orang key informant sebagai pendukung data. Gambaran umum mengenai partisipan dan key informant dapat dilihat dari tabel dibawah ini : Tabel 1. Karakteristik Umum Partisipan Kepala Keluarga Partisipan
Nama TKI
Negara Tujuan TKI
Pendidikan TKI
Masa Kerja TKI
Sumber Penghasilan di luar TKI
Nama Partisipan
Afif Risdianto
Kalimah
Taiwan
SMP
>5 Tahun
Produksi gabah →
1. Kalimah
beras
2. Kamelia
Tukang batu dan
1. Basuki
Basuki
Suyatmi
Hongkong
SD
3 Bulan
Nur Amin
Khuzatul
Hongkong
SMA
>5 Tahun
jual beras
Islamiyah Irfa’i
Nur
Taiwan
SMP
>3 Tahun
Hayati
Tukang
1. Khuzatul
Mengolah sawah
Islamiyah
dan ternak bebek
2. Nur Amin
Produksi telor asin
1. Agus
Pegawai pabrik
2. Irfa’i
Sumber : Data Primer, 2013
Tabel 2. Karakteristik Key Informant Nama
Keterangan
Zaenal Arifin
Kadus RW IV Sraten
Su’udi
Kadus RW III Sraten
M Sumarno
Kadus RW V Sraten
Rina
TKI Taiwan
Sumber : Data Primer, 2013
Key informant merupakan sumber informasi sebagai data pendukung sekaligus untuk cross check terhadap sumber informasi utama (partisipan), selain Kepala Dusun yang mengetahui kondisi keluarga partisipan, juga salah seorang TKI yang saat ini masih bekerja di Taiwan.
4.2
Proses Awal, Proses Pemberangkatan, dan Suka Duka Selama Menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dengan Pendekatan Life History Life History dalam penelitian ini adalah cerita nyata tentang perjalanan hidup dua
orang TKI yang diteliti, sejak persiapan awal, proses pemberangkatan dan pengalaman semasa bekerja sebagai buruh migran, melalui wawancara secara mendalam. Life history yang diungkapkan oleh Kalimah (TKI Taiwan) dan Khusatul Islamiyah (TKI Hongkong), dapat menjadi gambaran kehidupan TKI dan keluarga dari TKI di desa penelitian 4.2.1 Proses Awal Seseorang Menjadi TKI Berdasarkan data yang diperoleh dalam penelitian ini, seseorang memutuskan bekerja ke luar negeri pada awalnya adalah karena kondisi sosial ekonomi keluarga yang berkekurangan, pengalaman orang lain yang dianggap sukses sebagai buruh migran, adanya informasi tentang prosedur menjadi TKI khususnya di wilayah Asia Timur melalui iklan, radio, teman, dan saudara. Setelah para calon TKI siap dan memutuskan menjadi TKI, maka akan masuk pada tahap awal untuk menjadi seorang TKI, yang digambarkan melalui skema sebagai berikut : Pendaftaran Melalui Sponsor / langsung ke PPTKIS
Menyiapkan Dokumen
Pembiayaan
KTP, akte kelahiran, Surat Keterangan Kelakuan Baik, Kartu Kuning dari Depnaker, surat persetujuan keluarga, dokumen lain yang harus diisi dari PPTKIS
Biaya pinjaman PPTKIS/ Sponsor melalui pemotongan gaji selama 7 – 9 bulan pertama
. Medical Chek Up (MCU) Tes kesehatan secara umum
Diterima & siap ke tahap pemberangkatan
Gambar 1 Skema Tahap Awal dalam Proses Pemberangkatan TKI
Sumber data tahap awal proses pemberangkatan berdasarkan ungkapan cerita TKI Khalimah, seperti tersebut di bawah ini : “Prosesnya rumit, pertama harus datang sendiri, dan aku diantar teman ke Ambarawa untuk cari sponsor, lalu ke Jawa Timur ke kantor PT Citra Catur Utama, setelah tahu infonya saya pulang dan segera melengkapi persyaratan, sebagai jaminan keluarga pada saat itu kakak saya yang tanda tangan,
setelah itu saya datang lagi ke PT untuk lengkapi persyaratan dan akhirnya tes kesehatan, ya akhirnya saya diterima sebagai calon TKI tapi teman saya tidak lolos dan harus pulang”
Proses awal yang dimulai dari pendaftaran hingga calon TKI diterima, adalah sesuai dengan peraturan yang ada sebagaimana tersebut dalam PERMEN No. PER.19/MEN/V/2006 pasal 10, bahwa kelengkapan dokumen merupakan bentuk seleksi administrasi dan untuk test kesehatan seharusnya juga dilengkapi dengan test psikologi. Hal-hal yang berkaitan dengan pembiayaan, sesuai dengan kesepakatan dapat dibiayai oleh Pelaksana Penempatan TKI Swasta (PPTKIS)/sponsor terlebih dulu dan TKI mengangsur melalui gaji yang diterima, karena total biaya cukup besar untuk ditanggung TKI sekaligus. Sesuai dengan Pasal 34 ayat 1 dan 2 dari PERMEN No. PER.19/MEN/V/2006 dan pasal 76 ayat 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja di Luar Negeri, bahwa komponen biaya yang dapat dibebankan kepada TKI adalah biaya pengurusan jati diri, pemeriksaan kesehatan dan psikologi, pelatihan kerja dan sertifikasi kompetensi kerja, visa kerja, akomodasi dan konsumsi selama masa penampungan, tiket pemberangkatan dan retribusi jasa pelayanan bandara (airport tax), transportasi lokal, dan jasa perusahaan (PPTKIS). 4.2.2 Proses Pemberangkatan Setelah calon TKI diterima, maka akan lanjut ke tahap proses pemberangkatan yang digambarkan melalui skema sebagai berikut : Penampungan Masuk karantina selama 3 - 6 bulan
Pendidikan Bahasa, cara merawat orang jompo (Taiwan), tata tertib, aturan perilaku
PEMBERANGKATAN KE NEGARA TUJUAN Sesuai kontrak perjanjian
Dokumen
Kontrak Kerjasama
Antara TKI & PPTKIS / sponsor → proses pemberangkatan, pembiayaan yang menjadi tanggungan TKI dan cara pembayaran
Cek Akhir Kelengkapan Dokumen
MCU Akhir Tes kesehat sebelum pemberangkatan
Gambar 2 Skema Proses Pemberangkatan TKI
Sumber data adalah cerita dari dua TKI yang diteliti, dimana proses penampungan TKI Kalimah (Taiwan) selama 4 bulan, sedangkan Khuzatul Islamiyah (Hongkong) selama 6 bulan.
TKI Khuzatul Islamiyah, mengungkapkan pengalamannya sebagai berikut ini : “Saya dipenampungan agak lama selama 6 bulan karena PT saya menuntut kami benar benar harus menguasai bahasa mandarin dan tatatertib tingkah laku selama menjadi pembantu rumah tangga di Hongkong, supaya lancar disananya”
Sebagaimana skema Proses Pemberangkatan TKI di atas, telah sesuai dengan PERMEN No. PER.19/MEN/V/2006 pasal 16 ayat 1, bahwa PPTKIS dapat melakukan penampungan terhadap calon TKI untuk keperluan pelatihan kerja, pemeriksaan kesehatan dan psikologi, dan pengurusan dokumen. Berkaitan dengan pembekalan terhadap calon TKI maka sesuai dengan Peraturan Menteri di atas, yang bertanggung jawab adalah Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan TKI (BP3TKI), dimana Pembekalan Akhir Pemberangkatan (PAP) adalah kegiatan pemberian pembekalan atau informasi kepada calon TKI yang akan berangkat bekerja ke luar negeri, agar calon TKI mempunyai kesiapan mental dan pengetahuan untuk bekerja di luar negeri, memahami hak dan kewajibannya serta dapat mengatasi masalah yang akan dihadapi. Dalam pasal 23 ayat 1 pada peraturan yang sama, di sebutkan bahwa materi yang diberikan dalam PAP meliputi : a. Materi wajib yang terdiri dari : Peraturan perundang-undangan di negara tujuan penempatan, meliputi peraturan keimigrasian, peraturan ketenagakerjaan, peraturan yang berkaitan dengan ketentuan pidana. Materi perjanjian kerja, yaitu hak dan kewajiban TKI dan pengguna Jasa TKI; upah, waktu kerja, waktu istirahat/cuti, asuransi; jenis pekerjaan; jangka waktu perjanjian kerja dan tata cara perpanjangan perjanjian kerja; cara
penyelesaian
masalah/perselisihan. b.
Materi penunjang terdiri dari: adat istiadat, budaya, pengetahuan tentang bahaya narkoba dan HIV/AIDS, resiko kerja yang mungkin timbul di negara penempatan, tata cara pengiriman uang (remittance), pembinaan mental kerohanian, pengetahuan tentang dokumen perjalanan dan pelaksanaan perjalanan.
4.2.3 Pengalaman Selama Menjadi TKI di Negara Tujuan Bekerja di negara lain yang memiliki bahasa, kebiasaan dan budaya yang berbeda bukan hal mudah, sekalipun telah melalui masa pendidikan singkat sebagai bekal ketrampilan menjadi TKI, mereka tetap membutuhkan adaptasi dengan lingkungan kerjanya. Dari dua
orang TKI yang diteliti mengungkapkan pengalamannya, gambaran suka dan duka selama bekerja sebagai TKI di negara tujuan bekerja, sebagaimana terlihat dari tabel berikut ini: Tabel 3. Gambaran Kondisi TKI di Negara Asia Timur Kondisi selama jadi TKI di negara Asia Timur
1. 2.
3. 4. 5.
Suka Gaji tinggi, sehingga dapat mencukupi kehidupan keluarga dan dirinya sendiri. Fasilitas pelayanan berupa jaminan keamanan dan perlindungan kerja bagi TKI dilayani dengan maksimal. Tetap bisa bersosialisasi dengan orang-orang Indonesia sesama TKI Leluasa beribadah sesuai agama dan kepercayaan masing-masing. Fasilitas kerja cukup dan nyaman, kamar tidur memadai, makan cukup dan perlakuan yang baik
Duka
1. 2. 3.
4. 5.
Tidak nyaman dengan situasi semasa adaptasi lingkungan baru di negara orang. Sedih dan sering merasa rindu dengan keluarga. Keterbatasan perilaku karena harus menyesuaikan dengan majikan yang berkebangsaan berbeda. Pekerjaan berat dan sering melebihi batas wajar. Pungutan biaya (Pemerintah Indonesia) dan pencitraan yang buruk karena kehidupan sosial yang cenderung bebas
Sumber : data primer 2013
Kedua TKI yang diteliti telah bekerja lebih dari lima tahun sehingga memiliki pengalaman yang cukup panjang. TKI Kalimah menuturkan sebagai berikut : “Selama di Taiwan aku merasa senang atas jaminan keamanan kerja disini, gajinya besar bisa untuk sekolah anak, biaya makan dan minum ditanggung majikan, fasilitasnya bagus, dan terutama kalau ada masalah kami sudah diberikan nomer telepon penanggung jawab dari kedutaan dan biasanya langsung ditangani, susahnya ikut orang di negeri orang harus ikut aturan orang, dan kerjanya berat, saya kalau ngepel gak boleh pakai alat, harus jongkok padahal rumahnya sebesar lapangan, gak ada toleransinya. Kalau sakit apabila istirahat gajinya harus dipotong, tapi itu tergantung majikannya, majikan saya baik mbak tapi pelit”
Sementara itu TKI Khuzatul Islamiyah menuturkan sebagai berikut : “Hongkong gajinya tinggi, itu yang utama membuatku suka, selama di Hongkong saya merasa senang karena pelayanan perlindungan TKI terlayani dengan baik dan benar, apabila ada masalah langsung ditangani, yang membuat saya senang saya tetap bisa sholat 5 waktu, kalau hari minggu libur, kami orang-orang Indonesia biasanya tumpah ruah di lapangan atau taman untuk berkumpul dan ngerumpi sekaligus cari hiburan, biasanya makan dan belanja, kalau susahnya disini apa-apa mahal jadi harus irit biar bisa kirim keluarga, mandi sehari sekali, airnya mahal jadi dijatah, yang buat saya susah perlakuan dari pemerintah Indonesia atau stafnya yang sering seperti memeras dengan biaya-biaya aneh yang timbul, dan pencintraan buruk bagi TKI di Hongkong yang dianggap sebagai orang yang hidup dengan pergaulan bebas.
4.3
Faktor Pendorong dan Penarik Buruh Migran (TKI) Koontz, (1989) menyebutkan bahwa setiap tindakan atau perilaku seseorang selalu
didasari oleh motivasi tertentu. Motivasi digambarkan sebagai segala sesuatu yang mendorong, mengaktifkan atau menggerakkan segala daya upaya untuk mencapai suatu tujuan. Berdasarkan penuturan empat keluarga partisipan yang merupakan sumber informasi,
diperoleh data tentang faktor pendorong dan faktor penarik dimana seseorang memutuskan menjadi TKI ke luar negeri khususnya Asia Timur, sebagaimana terlihat pada tabel sebagai berikut : Tabel 4. Faktor Pendorong dan Penarik TKI
FAKTOR PENDORONG Keadaan rumah tangga yang tidak harmonis dan harus bercerai dengan suami. Tidak ada pekerjaan di lingkungannya yang sesuai kemampuan dengan pendapatan baik untuk mengangkat perekonomian keluarga Tanggungan keluarga (ibu,adik dan anaknya), dengan beban yang cukup berat Kebutuhan ekonomi keluarga sudah mendesak dan sulit dipenuhi saat itu Pendapatani suami tidak pasti Biaya pendidikan anak saat ini dan nanti Keinginan memiliki rumah yang lebih layak huni Keinginan mengganti sawah orangtua yang dijual untuk kebutuhan hidup Tidak memiliki lahan/sawah untuk digarap
FAKTOR PENARIK Di Negara Asia Timur terkenal dengan pelakuan yang lebih baik terhadap TKI daripada negara Arab. Negara Asia Timur memberi gaji tinggi. Perlindungan khusus TKI dan keselamatan kerja terjamin. Bisa menguasai tiga bahasa (Inggris, Mandarin dan bahasa daerah) Terdapat kerabat yang saat itu sedang bekerja di Asia Timur. Memperoleh pengalaman baru di negara yang dituju. Menyaksikan keberhasilan teman dan tetangganya yang masih menjadi TKI di luar negeri dalam meningkatkan perekonomian keluarga
Sumber : Data primer 2013
Faktor yang menjadi pendorong sebagaimana dalam tabel di atas adalah didasarkan atas penuturan dari TKI Kalimah sebagai berikut : “Bercerai bukan harus membuatku lemah, saya harus tunjukkan bahwa saya mampu menghidupi anak, dan membantu supaya keluarga saya lebih baik status ekonominya, dengan saya memutuskan bekerja ke Luar Negeri saya yakin bisa memberikan yang terbaik buat keluarga dan hasilnya ya sekarang ini anak saya sudah lulus STM, rumah sudah punya, adik saya sudah mapan dengan keluarga yang bahagia, saya senang sekarang ini, ya tinggal menata kedepannya mau apa”
Sebagai penguat data, salah seorang key informant yaitu Zaenal Arifin Kadus RW IV dimana TKI tersebut tinggal, mengungkapkan sebagaimana tersebut berikut : “ Ya biasanya orang-orang desa sini yang memutuskan pergi ke Luar Negeri buat jadi TKI, masalahnya pasti merasa tidak bisa mencukupi biaya kehidupan, ya kalau Kalimah ini karena cerai dengan suaminya dan akhirnya pulang ke Sraten sudah ada anaknya sehingga merasa tidak mau menjadi beban ibunya yang masih harus menyekolahkan adiknya si Kamelia makanya dia memutuskan jadi TKI”
Pada sisi lain, faktor penarik bagi seseorang untuk menjadi buruh migran adalah gaji atau intensif yang lebih menarik atau tinggi daripada negara asal (Primasanto,2010). Terbukti dari penyataan dari khusatul Islamiyah dan Kalimah yang disampaikan di awal jawaban mereka bahwa :
“Gaji di Taiwan/Hongkong Tinggi”
Dan juga pernyataan dari Kalimah bahwa : “Saya tidak bisa tergantung dengan penghasilan ibu yang hanya bekerja sebagai penggiling beras, anak saya yang masih 2.5 tahun membuat saya ingin mencari pekerjaan dengan penghasilan lebih supaya bisa membahagiakannya dan keluarga, di Taiwan gajinya cukup tinggi Rp.. 5.000.000.perbulan, Kalau masalah mencoba kerja di sini saja saya pernah jadi satpam di sebuah PT Tekstil tapi gajinya cukup buat beli lauk buat makan saja mbak, apalagi lulusan SMP susah cari kerja”
Pernyataan tersebut diperkuat oleh key informant, Rina seorang TKI di Taiwan, sebagaimana hasil wawancara sebagai berikut : “Gaji Rp. 5.000.000.- di Taiwan, sangat membantu keluarga dan sekolah anak, apalagi setelah status cerai dengan suami, akulah yang tanggung jawab penuh masalah biaya anak”
Berdasarkan data yang diperoleh, faktor yang paling menarik dari Negara Asia Timur selain gaji yang tinggi, adalah jaminan keamanan dan perlindungan kerja terhadap TKI yang lebih baik dari Negara Timur Tengah, Malaysia, dan Singapura. Hasil wawancara dengan keempat keluarga partisipan juga menggambarkan bahwa di Taiwan dan Hongkong upaya perlindungan terhadap keamanan kerja TKI jauh lebih baik, sebagaimana dituliskan pada tabel 4 di atas, diperkuat dengan informasi Rina TKI yang masih tinggal di Taiwan menyatakan bahwa: “Kenapa saya milih kerja di Taiwan, karena di Taiwan perlindungan terhadap TKI baik dalam keamanan kerja, kesehatan dan fasilitas yang diberikan dirasa lebih terjamin, dan kenyataannya memang begitu ketika saya dulu dapat majikan yang galaknya minta ampun dan saya merasa tidak kuat maka saya lapor dan diproses 3 bulan menunggu dicarikan pengganti majikan, sekarang majikannya baik saya dianggap saudara sendiri dan sering mendapat bonus”
Namun jaminan keamanan dan perlindungan kerja dari fakta yang terjadi sebenarnya juga tidak 100% terbukti, menurut informasi ada TKI yang masih bekerja di Hongkong harus dipulangkan dengan kondisi sakit HIV/AIDS, tentu hal tersebut harus dilihat per kasus, bukan gambaran umum yang menceritakan rendahnya moralitas dan merendahkan citra TKI disana. Bagaimana hal itu terjadi adalah tergantung pada kepribadian TKI dan situasi serta kondisi yang ada sehingga mengalami hal-hal yang buruk. Seperti hasil wawancara dengan Bapak Sumarmo Kadus RW V Sraten : “ Warga saya ada yang dipulangkan dengan kondisi sakit parah, setelah ada utusan dari Dinas Kesehatan yang datang ternyata mengidap HIV/AIDS dan akhirnya meninggal, ya resiko tgkatanya, jaminan perlindungan keamanan TKI baik, namun gaya hidup disana katanya bebas, apalagi jauh dari suami jadinya mungkin susah terkendali”
TKI Khuzatul Islamiyah yang saat ini bekerja di Hongkong mengatakan : “Kami disini sering sedih kalau mendengar berita negatif tentang para TKI di Hongkong, itu bukan kami, kami disini fokus bekerja dan selalu ingat keluarga di rumah, tidak ada waktu buat hidup bebas,
tergantung manusianya, karena saya merasakan selama di Hongkong memang benar ada jaminan keamanan yang lebih dibanding dengan negara tujuan lain.
4.4
Penggunaan Pendapatan (Remittance Ditambah Hasil Pendapatan Dari Keluarga) dalam Pemenuhan Kebutuhan Keluarga TKI Motif dasar perilaku manusia adalah untuk memenuhi kebutuhan baik kebutuhan
tersebut disadari ataupun tidak (Koontz 1989 : 115). Sebagian dari kebutuhan tersebut adalah kebutuhan primer, seperti kebutuhan-kebutuhan fisik (makanan, tempat tinggal, pakaian, kesehatan, dll) dan kebutuhan-kebutuhan lain yang dipandang sebagai kebutuhan sekunder, seperti kebutuhan akan kepemilikan barang yang bisa meningkatkan harga diri, pendidikan, status sosial, interaksi dengan orang lain, berprestasi, dll. Namun kebutuhankebutuhan tersebut intensitasnya mengalami perubahan dari waktu ke waktu, bahkan suatu kebutuhan yang awalnya merupakan kebutuhan sekunder dengan perubahan ruang dan waktu menjadi kebutuhan primer. Demikian halnya bagi para TKI yang sebagaimana disebutkan pada bagian sebelumnya, bahwa motivasi ataupun faktor pendorongnya adalah untuk memenuhi berbagai kebutuhan dalam keluarga sebagai wujud untuk meningkatkan taraf kehidupan keluarga. Penggolongan kebutuhan secara primer atau sekunder dan seterusnya bagi mereka juga dapat mengalami perubahan. Sebagai contoh telepon seluler (HP) pada masa-masa sebelum menjadi TKI merupakan kebutuhan sekunder karena ada kebutuhan lain yang lebih prioritas, namun semasa menjadi TKI, telepon seluler menjadi kebutuhan primer, yaitu sebagai salah satu sarana informasi termudah dan tercepat untuk berhubungan dan berinteraksi antara TKI dengan keluarga di Tanah Air. Secara mental hal tersebut kembali menjadi dorongan bagi TKI untuk lebih giat bekerja dan mengirimkan sebagian besar penghasilannya (remittance) bagi keluarganya. Rata-rata gaji TKI yang bekerja di Asia Timur khususnya Hongkong dan Taiwan adalah Rp. 5.000.000 / bulan dan sebagian besar pendapatan tersebut menjadi remittance untuk memenuhi berbagai kebutuhan pokok keluarga, serta kebutuhan yang dikategorikan berdasarkan waktu yaitu saat ini dan yang akan datang. Sementara kebutuhan tidak terduga merupakan kebutuhan yang tidak bisa diprediksi dan bersifat incidental, namun dengan adanya sebagian pendapatan yang ditabung, maka kebutuhan tak terduga dapat dipenuhi dari tabungan TKI ataupun tabungan keluarga.
Berdasarkan penelitian diperoleh data sebagaimana terlihat pada tabel di bawah ini : Tabel 5. Penggunaan Pendapatan Keluarga dalam Pemenuhan Kebutuhan Keluarga TKI Kategori Kebutuhan Kebutuhan Pokok : 1. Primer
2.
Sekunder
Jenis kebutuhan keluarga
Sumber Pendapatan
Rumah Makan Pakaian Pendidikan Hand Phone
Remittance Keluarga Remittance / keluarga Remittance Keluarga dan remittance
Hiburan Motor
Keluarga Remittance
Kebutuhan rutin Tabungan dan Investasi
Keluarga + remittance Pendapatan TKI + remittance
Kebutuhan dari waktunya : 1. 2.
Sekarang Akan datang
Sumber : Data Primer,2013
Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa remittance sangat berperan dalam pemenuhan kebutuhan hidup keluarga. Sugono (2008), jumlah penggunaan remittance adalah cara rumah tangga TKI dalam mempergunakan uang dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga TKI. Dalam penggunaan pendapatan keluarga sejalan dengan ungkapan Sukirno (1994) bahwa pendapatan digunakan oleh setiap rumah tangga dengan tujuan memenuhi kebutuhan rumah tangga, diantaranya untuk membeli barang dan jasa yang diperlukan, pendidikan, dan lainnya. Disamping itu pendapatan dialokasikan untuk ditabung sebagai alternatif dalam menghadapi kemungkinan kebutuhan dimasa yang akan datang. Sehingga dari teori dan hasil penelitian yang ada dapat dikaji bahwa dalam sebagian besar remittance digunakan untuk kebutuhan perbaikan serta pembelian rumah, namun sebagian kebutuhan rutin juga dibiayai dari remittance. Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa telepon seluler (HP) digunakan untuk menunjang kelancaran komunikasi oleh TKI dan keluarganya sudah menjadi kebutuhan primer. Hal tersebut dapat dilihat pada hasil wawancara dengan Nur Amin sebagai berikut : “ Kalau ditanya kebutuhan yang harus dipenuhi dalam keluarga ini banyak, untuk rehab rumah, belikan baju buat anak-anak, bayar listrik tapi yang terpenting adalah bisa makan sehari – hari dan kalau untuk anak-anak kami merasa puas jika mereka bisa sekolah ke jenjang yang lebih tinggi, ibunya mencari uang juga salah satunya untuk biaya sekolah anak, untuk bulanan dan uang saku anak
kami yang besar saja sudah menghabiskan rata – rata Rp. 400.000.- belum buat beli buku dan lain-lain, belum lagi adiknya yang baru masuk MI uang pangkalnya sampai Rp. 1.000.000.- mbak” Bahkan hand phone menurutku sangat penting, kadang mending makan seadanya yang penting pulsa terbeli”
Rumah atau tempat tinggal juga merupakan bagian dari kebutuhan primer yang dipenuhi melalui remittance karena kondisi rumah yang tidak memadai sehingga perlu dilakukan renovasi agar lebih layak huni, menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi keluarga. Pernyataan di atas juga diperkuat melalui penuturan Basuki suami dari Suyatmi bahwa: “ Kalau kebutuhan yang lain bisa dicari sambil jalan, tapi yang paling utama adalah bisa makan sehari-hari, dan tidur tidak kehujanan, makanya istri saya lebih memilih bekerja ke luar negeri karena kondisi kami memang harus di perbaiki seperti yang kita lihat saat ini”
Tidak berbeda dengan penuturan Kamelia : “Selama mbak Kamelia di luar negeri, kalau kirim uang hal terpenting selain untuk perbaikan rumah, adalah biaya kesehatan ibu dan sekolah Rangga, untuk itu kakak selalu mengirim khusus kepada kami Rp. 750.000.- / bulan untuk biaya sekolah Rangga, sedangkan kiriman yang lain tak terhitung”
Adapun kebutuhan sekunder yang utama, dipenuhi oleh keluarga TKI melalui remittance adalah sepeda motor dan perabot rumah tangga seperti yang diungkapkan Nur Amin di bawah ini : “Kiriman istri juga dibelikan motor, biar untuk transportasi kalau mau pergi-pergi.
Demikian halnya penuturan Kamelia bahwa : “Kalau makan tidak khawatir, berasnya pasti ada dari hasil seleb, makanya kami berani beli motor dan perabot yang lainnya”
Kebutuhan yang dikeluarkan dalam jumlah besar dari keluarga TKI ataupun TKI itu sendiri adalah kategori kebutuhan yang akan datang. Adapun kebutuhan sekarang biasanya termasuk kebutuhan pokok sehingga seperti makan, minum, keperluan pendidikan anak, sarana transportasi (bensin, dll), sudah dianggap kebutuhan yang memang harus dipenuhi dan tidak mengeluarkan biaya yang langsung dalam jumlah besar. Kebutuhan yang akan datang cukup mendapat perhatian dari TKI dan keluarga, termasuk di dalamnya adalah tabungan, rumah untuk disewakan, dan juga menambah/membeli lahan berupa sawah dan kebun. Seperti yang diungkapkan Kalimah sebagai berikut : “ untung saya punya sisa tabungan yang setiap bulan disisihkan, ya rencananya untuk saya pakai modal buat jualan ayam potong di pasar pagi, maklum sekarang masih pengangguran”
Tabungan tersebut juga dapat dimanfaatkan untuk membiayai kebutuhan tidak terduga, misalnya, konsultasi kesehatan hingga pengobatan penyakit yang diderita anggota keluarga, seperti penuturan Kalimah bahwa : “ pada saat akan berangkat yang kedua kalinya ada saja mbak, ibu saya harus operasi mata sehingga saya harus balik kanan untuk pulang kerumah dan membiayai penyembuhannya sampai baik, sayangnya sampai sekarang ibu tetap tidak bisa melihat”
4.5 Kontribusi Remittance Terhadap Pendapatan Keluarga dan Sektor Bagi Keluarga Tani dan Desa Asal TKI.
Pertanian
Remittance menjadi salah satu alasan bagi seseorang untuk melakukan migrasi. Istilah remittance digunakan untuk menunjukkan sejumlah uang yang dikirim oleh TKI yang bekerja di dalam maupun di luar negeri. Menurut Connel (1976) dalam Luh (2011) remittance adalah uang atau barang yang dikirim oleh TKI ke daerah asal, sementara TKI masih di negara tempat bekerja. Sebagian remittance tersebut oleh keluarga TKI digunakan untuk menunjang kegiatan di sektor pertanian, karena latar belakang sumber nafkah keluarga juga dari sektor pertanian. Menurut Farrant dalam Mukbar (2011), rumah tangga menerima remittance, sebagian kecil digunakan untuk konsumsi dan sebagian besar diinvestasikan, khususnya untuk investasi sosial misalnya pendidikan dan perumahan. Sedangkan menurut Pass (1999), penambahan aset adalah bertambahnya suatu item atau milik yang dipunyai rumah tangga TKI yang diperoleh dari remittance. Dalam hasil penelitian ditemukan bahwa terdapat kontribusi remittance yang digunakan untuk penambahan asset keluarga yaitu berupa rumah, penambahan modal usaha, sawah, motor, perabot rumah, kebun dan sebagainya terlihat dari wawancara dengan Agus adik dari Nur Hayati yang mengatakan bahwa : “Kiriman dari mbak Nur yang paling kelihatan adalah selain untuk rehab rumah juga dibelikan 3 petak sawah dan kebun/tanah kosong yang rencananya diserahkan pada ayah saya untuk ditanami sengon.”
Gambaran kontribusi remittance terhadap pendapatan keluarga dan sektor pertanian dapat terlihat dari 3 keluarga partisipan seperti pada tabel 6 :
Tabel 6. Kontribusi Remittance Terhadap Keluarga dan Sektor Pertanian Kondisi usaha tani sebelum menjadi TKI Keluarga Khuzatul Islamiyah : sawah milik ibu yang dikerjakan sendiri dan ternak bebek
Keluarga Nur Hayati: Tidak memiliki usaha di sektor pertanian Sawah ibunya dijual untuk kebutuhan keluarga
Keluarga Kalimah : Usaha penggilingan beras dengan modal terbatas milik ibu.penghasilan Rp. 500.000/bulan
Kondisi usahatani setelah menjadi TKI
Penambahan aset keluarga dan usaha tani/produksi
Nominal Aset (Rp)
Tahun Pembelian
Sawah milik ibu dikerjakan orang lain dengan sistem bagi hasil. Ternak bebek berhenti digantikan dengan ternak burung kenari.
Rehap Rumah
80.000.000.-
2011
Motor Kulkas
40.000.000.-
2012
Memiliki 3 petak sawah yang dikerjakan orang lain (bagi hasil) Usaha produksi telor asin Kebun dan tanah yang akan ditanami sengon.
Rumah hak milik Nur Hayati
100.000.000.-
Sawah 3 petak
60.000.000.-
2009 – 2012 2011
Kebun kosong yang akan ditanami sengon
82.000.000.-
2011
Penambahan modal penggilingan beras milik ibunya sehingga pendapatan rata – rata mencapai lebih dari Rp. 1.000.000.-/bulan
Modal beli gabah 1 unit rumah huni dikontrakkan renovasi rumah
>10.000.000.-
2012
>. 50.000.000.-
2008-2009
> 50.0000.000.-
2 buah motor
> 25.000.000.-
Perabot Rumah tangga
> 20.000.000.-
2012 2010 & 2011 -
Sumber : Data Primer, 2013
. Uraian diatas sejalan dengan penelitian Tavi Supriana dan Vita Lestari Nasution (2010), yang mengatakan bahwa TKI berperan terhadap pemberdayaan ekonomi rakyat dibidang
jasa,
industri,
perdagangan,
pertanian/peternakan
serta
berperan
dalam
pengembangan ekonomi lokal, selain itu dana remittance yang dikirimkan oleh TKI dari luar negeri secara makro mampu menggerakkan perekonomian dipedesaan. Hal tersebut diyakinkan dengan pernyataan dari bapak Irfa’i suami dari mbak Nur Hayati: “Saya tinggalkan pekerjaan saya jadi buruh di Damatex dan setelah ada modal saya merintis usaha telor asin dengan alasan anak bisa lebih terawasi, ya sedikit bantuan dari istri bisa untuk sekolah anak mbak, sedangkan kebutuhan hidupnya saya cukupi dari telor asin,
Penambahan aset modal dari remittance juga terlihat dari hasil wawancara dengan Kamelia (adik TKI Kalimah) : “Dulu penggilingan padi itu dikelola 6 orang, jadi produksi tidak bisa maksimal karena harus giliran, sekarang cuma 3 orang sehingga kami bisa tiap hari menggiling padi apalagi kalau musim panen seperti sekarang ini kerja keras, setelah ada tambahan modal jadi berani membeli gabah dalam jumlah banyak akhirnya sekarang penghasilan kami juga meningkat”
Pendapatan keluarga tani akan meningkat dengan adanya remittance dari anggota keluarganya yang menjadi TKI, sehingga apabila sebagian pendapatan digunakan untuk modal usaha tani maka secara langsung akan berakibat pada perolehan pendapatan dari kegiatan usaha tani keluarga tersebut.
Sedangkan kontribusi remittance terhadap desa asal TKI tinggal, khususnya di Desa Sraten tidak tampak secara nyata walaupun dampaknya hanya terlihat bahwa masyarakat di desa Sraten kehidupan sosial ekonominya mampu bersaing dengan desa lain. Tingkat kesejahteraan keluarga TKI yang meningkat melalui kepemilikan aset produktif, rumah tinggal yang baik bahkan disewakan, bisa menjadi salah satu ukurannya. Pengelolaan sawah dengan sistem bagi hasil juga secara langsung memberi kontribusi pada peluang usaha dan tambahan pendapatan bagi warga desa yang lain. Menurut Bapak Su’udi Kadus RW 3 dimana warganya banyak yang jadi TKI menyatakan bahwa : “ Penghasilan dari mereka tidak secara langsung disumbangkan ke Desa lebih kepada keluarganya dan dinvestasikan secara pribadi, tapi ya menurut saya dari kehidupan ekonomi mereka yang cukup membuat desa Sraten terlihat lebih baik dan tidak tertinggal, ya mungkin juga lapangan pekerjaan bagi warga akan terbuka ketika TKI mengirim uang ke Desa untuk membangun rumah, tukangnya dari sraten jadinya ada hasil positif juga untuk warga sekitarnya”
Berdasarkan uraian di atas sangat nyata bahwa remittance memiliki kontribusi pada pemenuhan berbagai kebutuhan keluarga, selain itu juga peningkatan pendapatan keluarga TKI dan berdampak positif bagi kemajuan usaha di sektor pertanian, melalui usaha dibidang peternakan, usaha pengolahan hasil pertanian, dan diinvestasikan berupa membeli sawah, tanah dan kebun yang dapat diolah. Sehingga remittance juga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat khususnya pedesaan dengan pembangunan pertanian, hal ini sejalan dengan Riyadi dalam Mardikanto, 1997 bahwa pembangunan adalah suatu usaha atau proses perubahan, demi tercapainya tingkat kesejahteraan atau mutu hidup suatu masyarakat (dan individu-individu didalamnya) yang berkehendak dan melaksanakan pembangunan.