4
Hasil dan Pembahasan
Reaktor-separator terintegraasi yang dikembangkan dan dikombinasikan dengan teknik analisis injeksi alir dan spektrofotometri serapan atom uap dingin (FIA-CV-AAS) telah dikaji untuk penentuan merkuri dengan konsentrasi yang sangat renik. Analisis kuantitatif pada metode ini didasarkan atas besarnya intensitas sinar yang diserap oleh atom merkuri yang terbentuk melalui reaksi berikut ini.
Hg2+ → Hg0(g) (reduksi) Sn2+ → Sn4+ (oksidasi) + 2+
Hg
2+
+ Sn
→ Hg
0
(g)
4+
+ Sn
Beberapa faktor yang sangat berpengaruh pada penentuan ion logam dengan metode yang dikembangkan ini adalah laju alir pompa, ukuran reaktor-separator terintegrasi, pencampuran reagen, jenis asam, konsentrasi asam, dan konsentrasi reduktor (SnCl2). Parameter-parameter tersebut sangat mempengaruhi sensitifitas dan ketepatan dari pengukuran. Setelah diperoleh kondisi pengukuran yang optimal, selanjutnya dipelajari pula kinerja analitik dan penggunaannya untuk analisis merkuri dalam sampel krim pemutih.
4.1
Optimasi Laju Alir Pompa
Penentuan laju alir pada kedua pompa peristaltik dilakukan dengan menggunakan pompa 1 untuk larutan standar merkuri dan larutan asam, sedangkan pompa 2 untuk reduktan SnCl2. Profil sinyal yang diperoleh pada berbagai laju alir seperti terlihat pada Gambar 4.1 sedangkan kondisi pengukurannya dapat dilihat pada Lampiran A.
0.017
Absorbansi
0.014
0.0131
0.011
0.008
0.0091
0.0091
1 (2,5); 2 (3,0)
1 (2,5); 2 (2,5)
0.0097
0.0077
0.005 1 (3,0); 2 (3,0)
1 (3,0); 2 (2,5)
1 (3,2); 2 (2,8)
Jenis Pompa dan Laju Alir (mL/menit)
Gambar 4.1 Pengaruh laju alir pompa Dari Gambar 4.1, dapat disimpulkan bahwa laju alir larutan standar merkuri dan asam (pada pompa1) harus lebih besar dari pada laju alir reduktan SnCl2 (pada pompa 2). Dengan semakin besarnya laju alir larutan standar merkuri dan asam maka akan semakin banyak uap logam merkuri yang terbentuk sehingga akan semakin banyak merkuri yang teranalisis dalam detektor CV-AAS sehingga absorbansi yang didapat akan optimum. Laju alir yang lebih besar tidak terlalu disukai karena akan menyulitkan proses pemisahan uap atom merkuri dengan sisa hasil reaksi didalam separator.
4.2
Modifikasi Ukuran Reaktor-Separator Terintegrasi
Reaktor-separator terintegrasi atau terpadu merupakan sebuah alat yang mempunyai dua fungsi sekaligus, yaitu sebagai tempat terjadinya reaksi kimia sekaligus memisahkan uap merkuri dari campuran reaksi, sebelum dialirkan ke CV-AAS. Reaktor-separator terintegrasi yang dipelajari terdiri dari tiga jenis dengan geometri ukuran yang berbeda, yaitu berukuran kecil (panjang tabung 6 cm dengan diameter 2 cm), sedang (panjang tabung 7,5 cm dengan diameter 2,5 cm), dan berukuran besar (panjang tabung 9 cm dengan diameter 3 cm). Diameter dalam tabung tempat pemasukan sampel (Hg), asam dan reduktan (SnCl2) dibuat berukuran sama yaitu sebesar 0,5 mm.
24
0.014 0.012
Absorbansi
0.012 0.01 0.008
0.007
0.006
0.005
0.004 0.002 0 Kecil
Sedang
Besar
Jenis Reaktor-Separator
Gambar 4.2 Pengaruh ukuran reaktor-separator Dari Gambar 4.2, dapat dilihat bahwa dengan semakin besar ukuran reaktor-separatornya maka akan semakin luas permukaan yang digunakan sebagai tempat terjadinya reaksi kimia sekaligus memisahkannya, sehingga akan semakin optimum puncak yang didapat. Ukuran reaktor-separator yang besar juga memungkinkan membesarnya waktu kontak antar reaktan sehingga mengoptimalkan reaksi pembentukan uap merkuri.
4.3
Pengaruh Pencampuran Reagen
Pengaruh pencampuran antara larutan standar merkuri yang sudah terasamkan dengan reduktan SnCl2, dilakukan dengan teknik pencampuran di dalam dan di luar reaktorseparator. Pencampuran didalam dilakukan dengan menggunakan reaktor-separator yang telah dioptimasi sedangkan pencampuran diluar dengan menggunakan koil reaksi pendek (0,5 m) dan panjang (3 m). 0.015
0.012
Absorbansi
0.012 0.009
0.007 0.006 0.003 0 Pencamp. di luar
Pencamp. di dalam
Jenis Pencampuran
Gambar 4.3 Pengaruh pencampuran reagen
25
Dari Gambar 4.3, dapat dilihat bahwa pencampuran didalam reaktor-separator memberikan absorbansi yang cukup besar, sedangkan pencampuran diluar yang menggunakan koil panjang (3 m) tidak memberikan peningkatan absorbansi. Hal ini dapat terjadi karena semakin panjangnya koil maka uap logam merkuri akan terencerkan kembali dan berdifusi kembali kedalam campuran reaksi sehingga akan semakin sulit untuk memisahkannya.
4.4
Optimasi Larutan Asam
Larutan asam diperlukan sebagai pemberi suasana agar reaksi reduksi pada merkuri dapat terjadi. Dalam hal ini, pertama kali dilakukan pengukuran dengan memvariasikan jenis asam pada konsentrasi tetap. Profil sinyal hasil pengukuran pada berbagai jenis asam (H2SO4, HNO3, HCl) dengan konsentrasi 3 %, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 4.4 berikut ini. Dari data absorbansi, dapat dilihat bahwa jenis asam yang memberikan hasil yang baik adalah asam klorida (HCl), yang selanjutnya digunakan untuk penelitian ini.
Gambar 4.4 Pengaruh jenis asam Dari data optimasi jenis asam, maka larutan asam yang digunakan dalam penelitian ini adalah HCl. Agar nilai absorban yang diperoleh optimum, maka selanjutnya dilakukan pengukuran dengan memvariasikan konsentrasi HCl untuk mengetahui pada konsentrasi berapa diperoleh absorbansi yang paling besar. Dari pengukuran absorbansi larutan standar dengan parameter jenis reduktan dan tekanan gas pembawa tetap (Lampiran D), diperoleh aluran antara absorbansi terhadap konsentrasi asam seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 4.5 berikut ini.
26
Absorbansi
0.013
0.012
0.011
0.01 2
4
6
8
10
12
[HCl],(%)
Gambar 4.5 Pengaruh konsentrasi asam Dari Gambar 4.5, dapat terlihat bahwa antara konsentrasi 2 hingga 12 % tidak menghasilkan perbedaan absorbansi yang berarti. Akan tetapi untuk alasan kemudahan dan penghematan pereaksi, maka digunakan konsentrasi sebesar 5 % yang sudah menghasilkan nilai absorbansi yang cukup memadai. Meskipun konsentrasi HCl tersebut tidak menghasilkan perbedaan yang berarti, namun seharusnya tetap ada perubahan yang menunjukkan semakin besar konsentrasi HCl, semakin besar juga absorbansinya. Asam dalam penelitian ini diperlukan dalam proses reaksi reduksi-oksidasi, artinya suasana asam sebagai syarat agar reaksi tersebut berlangsung dengan lancar. Dalam hal ini, HCl dapat dikatakan sebagai salah satu pereaksi. Apabila konsentrasi pereaksi semakin besar, maka reaksi akan cenderung berjalan kearah yang konsentrasinya lebih kecil, yaitu hasil reaksi. Dengan kata lain, reaksi cenderung berjalan kearah kanan. Oleh karena itu, absorbansi yang dihasilkan juga akan semakin besar dengan konsentrasi HCl yang semakin besar. Namun jika konsentrasi asam terlalu besar, ada kemungkinan akan terjadi pengenceran hasil reaksi yang terlalu besar, karena reaksi akan terus berjalan kearah produk. Pengenceran produk ini dapat menyebabkan kualitas analisis yang semakin berkurang. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan konsentrasi asam 5 % sudah cukup signifikan untuk reaksi tersebut berlangsung.
4.5
Optimasi Konsentrasi SnCl2
Pada penelitian ini dilakukan optimasi terhadap SnCl2 yang bertindak sebagai reduktan. Reduktan dalam penelitian ini berfungsi untuk merubah bilangan oksidasi Hg dari +2 menjadi 0. Reaksi reduksi ini terjadi dalam suasana asam saat larutan standar merkuri yang telah terasamkan bercampur dengan reduktan pada alat reaktor-separator terintegrasi. Hasil dari reaksi ini berupa uap logam merkuri yang kemudian didorong oleh gas inert (gas N2)
27
menuju sel absorpsi. Untuk mengetahui pengaruh dari konsentrasi SnCl2, pada proses reduksi merkuri, dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi SnCl2 antara 0,1 hingga 3 %. 0.014
Absorbansi
0.013
0.012
0.011
0.01 0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
[SnCl2], (%)
Gambar 4.6 Pengaruh konsentrasi reduktan, SnCl2 Dari Gambar 4.6 dapat disimpulkan bahwa pada konsentrasi SnCl2 0,5 % telah dapat diperoleh nilai absorbansi yang maksimum. Nilai absorbansi yang besar ini diharapkan dapat memberikan sensitifitas yang lebih baik sehingga tidak diperlukan lagi skala ekspansi yang besar untuk pengukuran. Untuk pengerjaan selanjutnya digunakan larutan SnCl2 dengan konsentrasi 0,5 % sebagai agen pereduksi.
4.6
Kinerja Analitik
Kondisi peralatan AAS pada saat pengukuran seperti terlihat pada Tabel 4.1 sedangkan hasil optimasi yang telah dipelajari dapat dirangkum dalam Tabel 4.2 berikut ini selanjutnya diuji kinerja analitiknya. Gambaran mengenai kinerja analitik dari metode yang dikembangkan dievaluasi dengan mempelajari presisi, kelinieran pengukuran, limit deteksi, akurasi, metode penambahan standar, dan peningkatan sinyal. Tabel 4.1 Kondisi instrumen CV-AAS saat pengukuran Kondisi instrumen CV-AAS Panjang gelombang (nm)
253,7
SBW (nm)
0,7
Sens check
200
28
Tabel 4.2 Hasil optimasi pengukuran Parameter
Hasil Optimasi
Laju alir
Pompa 1: 3,2 mL.menit-1 Pompa 2: 2,8 mL.menit-1 Besar (9x3cm)
Ukuran reaktorseparator terintegrasi Pencampuran reagen
4.6.1
Pencampuran di dalam
Jenis asam
HCl
Konsentrasi asam
5%
Konsentrasi reduktan, SnCl2
0,5 % dalam 5 % HCl
Presisi
Tingkat presisi (kebolehulangan) pengkuran dalam suatu metode analitik menunjukan tingkat ketelitian metode tersebut. Kebolehulangan merupakan perbedaan hasil percobaan dari analisis yang sama di laboratorium yang sama yang dilakukan secara berulang-ulang guna menunjukkan ketelitian dari pengukuran. Kebolehulangan dapat dilihat dari standar deviasi relatif absorbansi suatu larutan standar pada konsentrasi tertentu yang diukur berulang-ulang. Semakin kecil standar deviasi relatifnya, maka akan semakin bagus kebolehulangan dari pengukuran tersebut. Pada penelitian kali ini diperiksa kebolehulangan pengukuran larutan standar merkuri pada konsentrasi 10 µg.L-1 dan 50 µg.L-1, seperti terlihat pada Gambar 4.7 dan Gambar 4.8.
29
0.0038
0.004
0.0038 0.0035
0.0032 0.0032
0.0035
0.0032
0.0035
0.0035 0.0032
Absorbansi
0.003
0.002
0.001
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Pengukuran Ke-
Gambar 4.7 Kebolehulangan pengukuran merkuri 10 µg.L-1
0.01
0.0092 0.0092 0.0087
0.0092 0.0092 0.0087 0.0087
Absorbansi
0.0082
0.0087 0.0087
0.0075
0.005
0.0025
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Perulangan ke-
Gambar 4.8 Kebolehulangan pengukuran merkuri 50 µg.L-1 Standar batas maksimum nilai koefisien varian dari konsentrasi analit yang digunakan adalah 7,29 % untuk konsentrasi 10 µg.L-1 dan 3,59 % untuk konsentrasi 50 µg.L-1 (Lampiran F), dengan standar deviasi sebesar 2,47.10-4 untuk konsentrasi 10 µg.L-1 dan 3,21.10-4 untuk konsentrasi 50 µg.L-1. Nilai % KV yang relatif kecil tersebut mengindikasikan bahwa metode pengukuran ini memiliki presisi yang tinggi.
4.6.2
Kelinieran Pengukuran
Kurva kalibrasi merupakan metode yang banyak digunakan untuk penentuan konsentrasi analit dalam suatu cuplikan. Metode kurva kalibrasi ini cocok untuk penentuan sampel yang mempunyai pengaruh matriks yang sangat kecil atau pengaruh matriks-nya dapat diabaikan. Kurva kalibrasi pada pengukuran secara spektrofotometri merupakan pengaluran antara
30
absorban atau dalam penelitian ini tinggi puncak terhadap beberapa konsentrasi standar. Kurva kalibrasi ini juga dapat menunjukkan kelinieran pengukuran, yaitu dari persamaan regresi kurva. Ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi (R2) dari persamaan regresi kurva yang mendekati nilai 1. Intersep yang dihasilkan pada persaamaan regresi menunjukkan akurasi dari metode pengukuran yang digunakan. Jika persamaan regresi linier menghasilkan intersep dengan nilai mendekati nol maka dapat dikatakan bahwa metode pengukuran yang digunakan cukup akurat.22 Pada penelitian ini kurva kaibrasi diperoleh dari pengukuran absorbansi larutan standar merkuri terhadap variasi konsentrasi antara 1 µg.L-1 hingga 100 µg.L-1. 0.016 0.014
Absorbansi
0.012 0.01 0.008
y = 0.0001x + 0.0018 2 R = 0.9968
0.006 0.004 0.002 0 0
20
40
60
80
100
120
Konsentrasi Hg (ppb)
Gambar 4.9 Kurva kalibrasi larutan standar merkuri Hasil yang diperoleh (Gambar 4.9) menunjukkan bahwa metode ini cukup akurat dalam penentuan Hg2+ dalam suatu larutan, ditunjukan oleh rentang dinamik sebesar 102 dengan koefisien korelasinya sebesar 0,9968.
4.6.3
Limit Deteksi
Limit deteksi pengukuran ditentukan melalui pengukuran harga absorbansi terkecil yang masih dapat dibedakan dengan sinyal blanko hasil dari beberapa kali pengukuran. Limit deteksi ini menunjukan jumlah konsentrasi terkecil dari analit yang masih dapat dideteksi (menghasilkan sinyal). Limit deteksi dinyatakan sebagai perbandingan sinyal standar (S) terhadap sinyal blanko (N) yang memenuhi ketentuan S/N=3. Limit deteksi pengukuran yang diperoleh melalui metode yang dikembangkan ini adalah sebesar 3,50 µg.L-1 (Lampiran H). Nilai limit deteksi ini menunjukan kelayakan dari metode yang dikembangkan untuk digunakan dalam analisis merkuri pada tingkat konsentrasi renik.
31
4.6.4
Akurasi
Akurasi pengukuran menunjukan kedekatan hasil dengan nilai yang sebenarnya atau dengan nilai yang dianggap benar. Akurasi pengukuran dapat dilakukan dengan beberapa cara, pada penelitian kali ini ditentukan dengan menentukan % rekoveri dari suatu larutan standar, yaitu menggunakan metode spike. Metode spike ini pada teknisnya adalah mengukur larutan standar dengan menggunakan sampel sebagai pelarut. Kemudian hasil yang diperoleh dikoreksi terhadap hasil pengukuran sampel secara langsung. Sampel yang diuji merupakan sampel krim pemutih yang ada di Bandung. Pada penelitian ini digunakan dua jenis sampel dengan penambahan 40 µg.L-1 larutan standar merkuri. Dari hasil pengamatan diperoleh tinggi puncak untuk pengukuran sampel secara langsung yaitu 14 µg.L-1 untuk sampel 8 dan sampel 9 yang kebetulan bernilai sama. Kemudian dari hasi analisis dengan metode spike untuk standar 40 µg.L-1 pada sampel 8 dan sampel 9 memberikan nilai konsentrasi sebesar 53 µg.L-1 dan 52 µg.L-1, sehingga dapat diperoleh persen rekoveri untuk sampel 8 sebesar 98,15 % dan untuk sampel 9 diperoleh rekoveri sebesar 96,30 % (Lampiran I). Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa persen rekoveri yang diperoleh cukup memadai yaitu > 95 %.
4.6.5
Penambahan Standar
Metode penambahan standar ini dilakukan untuk membuktikan pengaruh matrik dari sampel krim pemutih yang mengganggu pengukuran. Mengganggu atau tidaknya matrik dari sampel krim pemutih dapat dilihat dari slope kurva metode penambahan standar dan slope pada kurva kalibrasi. Jika terdapat gangguan matriks maka nilai slope kedua kurva yang diperoleh akan memberikan nilai yang berbeda. Selain itu, juga bisa dilihat dari hasil persen merkuri dalam sampel seharusnya tidak berbeda, baik pada metode penambahan standar maupun pada saat analisis sampel dengan metode kurva kalibrasi. Pada penelitian ini digunakan sampel 7 dan larutan standar merkuri dengan perbandingan volume yang sama antar keduanya.
32
0.01
Absorbansi
0.008 0.006
y = 0.0001x + 0.0027 R2 = 0.9847
0.004 0.002 0 0
10
20
30
40
50
Standar yang ditambahkan (ppb)
Gambar 4.10 Kurva metode penambahan standar Dari Gambar 4.10, terlihat bahwa slope untuk kurva metode penambahan standar sama dengan slope pada kurva kalibrasi, yaitu sebesar 0,0001. Selain itu, dari hasil pengolahan data (Lampiran J) diperoleh persen merkuri dalam sampel sebesar 1,35.10-4 %, hasil ini sama dengan hasil analisis sampel (1,30.10-4 %) secara kurva kalibrasi.
4.6.6
Peningkatan Sinyal
Uji peningkatan sinyal ini dilakukan dengan membandingkan absorbansi yang dihasilkan oleh reaktor-separator terintegrasi dengan separator komersial yang ada, pada konsentrasi standar merkuri 50 dan 100 µg.L-1. Hasil pengukuran seperti terlihat pada Gambar 4.11. Dari hasil penelitian ini diperoleh data bahwa reaktor-separator terintegrasi memberikan peningkatan sinyal sebesar 2,12 kali untuk 50 µg.L-1 dan 3,38 kali untuk 100 µg.L-1 (Lampiran K). Terjadinya peningkatan sinyal yang cukup berarti ini antara lain disebabkan oleh efektifnya fungsi reaktor-separator yang terintegrasi. 0.018 0.016
Absorbansi
0.014
Reaktor-Separator Terintergasi Separator Komersial
0.0161
0.012 0.01
0.0087
0.008 0.006 0.0041
0.004
0.0048
0.002 0 50
100
Konsentrasi (ppb)
Gambar 4.11 Perbandingan reaktor-separator terintegrasi dan separator komersial
33
4.7
Analisis Sampel Krim Pemutih
Sampel krim pemutih yang dianalisis merupakan sampel komersial yang dipasarkan di kota Bandung. Setelah melalui tahapan penyiapan sampel dari pengukuran diperoleh hasil-hasil analisis merkuri seperti ditunjukkan pada Tabel 4.3. Tabel 4.3 Kadar merkuri dalam sampel krim pemutih [Hg], -1
[Hg],
%Hg dalam
Sampel
(µg L )
(mg/kg)
Sampel
1
108
5,39
5,39x10-4
2
103
5,14
5,14x10-4
3
1030000
51366,5
5,13665
4
27000
1350
1,35x10-1
5
720
35,9
3,59x10-3
6
670
33,5
3,35x10-3
7
26
1,3
1,30x10-4
8
14
0,697
6,97x10-5
9
14
0,699
6,99x10-5
10
98
4,88
4,88x10-4
11
15
0,748
7,48x10-5
Hasil analisis menunjukkan bahwa konsentrasi merkuri dalam sampel krim pemutih (Tabel 4.3), berada pada rentang 0,697 hingga 51366.5 mg.kg-1 atau sekitar 6,97.10-5-5,137 % (Lampiran I). Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa kadar merkuri pada sampel krim pemutih, masih ada satu yang terdapat di atas ambang batas yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI No.445/ MENKES/ PER/V/1998 Tentang Bahan, Zat Warna, Substratum, Zat Pengawet dan Tabir Surya pada Kosmetik dan Keputusan Kepala Badan POM No. HK.00.05.4.1745 Tentang Kosmetik, yaitu sebesar 2%.15
Oleh sebab itu,
pengawasan terhadap penggunaan merkuri dalam krim pemutih maupun kosmetik perlu dilakukan sehingga efek samping penggunaannya dapat diminimalisasi.
34