20
4.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Perairan Teluk Jakarta merupakan salah satu teluk yang terdapat di utara pulau Jawa. Secara geografis, teluk ini mempunyai panjang pantai kurang lebih 89 km yang terletak antara 05°48′50″LS – 06°10′30″LS dan 106°33′00″BT – 107°03′00″BT, membentang dari Tanjung Pasir di bagian barat hingga Tanjung Karawang di bagian timur. Bagian tengah dan barat teluk terdapat beberapa pulau kecil yang merupakan bagian dari gugusan kepulauan Seribu (Pardjaman 1977 in Nurafni 2002). Kedalaman rata-rata perairan Teluk Jakarta adalah kurang lebih 15 meter. Topografi dasar bagian tengah melandai ke arah utara dengan kedalaman berkisar antara 20 – 30 meter sehingga teluk ini digolongkan sebagai perairan yang dangkal (Anggoro 2002). Perairan ini mengalir sungai-sungai besar diantaranya Citarum, Bekasi, Ciliwung, serta sungai-sungai kecil dan sungaisungai buatan seperti Sungai Cidurian, Cilontar, Cisadane, Kali Angke, Kali Pesanggrahan, Kali Grogol, Kali Sunter, Kali Cakung, dan Kali Cikarawang. Sungai-sungai yang bermuara di Teluk ini banyak mengangkut bahan-bahan buangan yang dihasilkan dari berbagai aktivitas manusia di daratan (Suyarso 1995 in Nurafni 2002). Teluk Jakarta memiliki banyak fungsi strategis baik secara ekonomis maupun ekologis di Indonesia, diantaranya ialah merupakan pintu gerbang laut bagi hubungan ibukota negara dengan bagian-bagian lain dari kepulauan Indonesia dan hubungan dagang internasional, sebagai sumber mata pencaharian bagi para nelayan untuk kegiatan penangkapan maupun budidaya, sebagai tempat penampung limbah yang dibuang baik sengaja maupun tidak sengaja kedalam teluk. Kegiatan penangkapan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya konsumsi masyarakat akan kebutuhan pangan. Salah satu ikan pelagis kecil yang memiliki nilai ekonomis penting adalah ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma). Ikan ini adalah ikan yang paling banyak diminati oleh masyarakat karena memiliki rasa yang enak dan harga yang relatif terjangkau. Sumber pencemaran perairan pesisir dan perairan Teluk Jakarta dapat dikelompokkan menjadi tujuh kelas, yaitu industri, sewage (limbah cair
21
pemukiman), urban stormwater (limbah cair perkotaan), pertambangan, pelayaran, pertanian, dan perikanan budidaya. Bahan pencemar yang terkandung di dalamnya dapat berupa sedimen, unsur hara, logam beracun, pestisida, organisme eksotik, organisme patogen, sampah, dan oxygen depleting substance (bahan penyebab oksigen terlarut berkurang) (KPPL dan PPLH-IPB 1997 in Anggoro 2002). Menurut Praseno dan Kastoro (1979), pengendapan sedimen dari sungai yang melalui kota Jakarta memiliki warna hitam. Warna ini disebabkan oleh pembusukan zat organik dan oleh minyak. Penambangan pasir di laut juga berakibat semakin keruhnya air laut sehingga dapat mengganggu kehidupan tumbuh-tumbuhan (terutama fitoplankton) dan zooplankton (cladocera). Namun akibat dari pengaruh daratan ini bisa positif, yaitu dengan terjadinya pengayaan zat hara di lingkungan laut maka kemungkinan fitoplankton dapat melimpah dan sehingga jumlah zooplankton menjadi lebih banyak, akibatnya perairan tersebut menjadi subur. Penangkapan serta pencemaran yang terjadi akan berpengaruh terhadap habitat dan kelangsungan hidup populasi ikan sebagai salah satu sumberdaya yang ada di perairan Teluk Jakarta. Oleh karena itu, perlu adanya pengelolaan yang tepat agar kelestarian sumberdaya ikan dapat terus berkelanjutan.
4.2. Hubungan Panjang dengan Berat Tubuh Ikan Pertumbuhan dapat dikatakan sebagai pertambahan ukuran panjang atau berat dalam suatu waktu. Dalam hubungan panjang dengan berat maka berat dapat dianggap sebagai suatu fungsi dari panjang. Penghitungan panjang berat ini dapat memberikan keterangan mengenai pertumbuhan ikan, kemontokan ikan, serta perubahan dari lingkungan (Effendie 1997). Berikut merupakan grafik hubungan panjang berat ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) jantan maupun betina. Hasil analisis menunjukkan bahwa hubungan panjang total dengan berat tubuh ikan kembung perempuan baik jantan maupun betina memperlihatkan suatu persamaan geometrik yang relatif berbeda (Gambar 4).
22
y = 5E‐05x2,739 R² = 0,8867 r = 0,9416
100 80
Berat (gram)
Berat (gram)
120
60 40 20 0 0
100 200 Panjang (mm) (a)
300
140 120 100 80 60 40 20 0
y = 0,0001x2,6001 R² = 0,8825 r = 0,9394
0
100
200
300
Panjang (mm) (b)
Gambar 4. Hubungan panjang berat ikan kembung perempuan (R. brachysoma) (a) jantan dan (b) betina di perairan Teluk Jakarta Berdasarkan Gambar 4, nilai koefisien regresi (b) untuk ikan kembung perempuan jantan adalah 2,739 dan ikan betina adalah 2,6001. Setelah dilakukan pengujian dengan uji t pada ikan kembung perempuan baik jantan maupun betina, ternyata nilai t hit < t tab yang berarti terima hipotesis H0 yaitu koefisien regresi (b) = 3 sehingga memiliki pola pertumbuhan isometrik. Ini berarti bahwa pertumbuhan panjang ikan kembung perempuan seimbang dengan pertumbuhan beratnya. Bila dilihat dari koefisien korelasinya ternyata terdapat hubungan yang erat antara panjang total dengan berat tubuh ikan kembung perempuan, baik ikan jantan (r = 0,9416 ; n=115) maupun ikan betina (r = 0,9394 ; n = 125). Berbeda dengan hasil penelitian Vanichkul dan Hongskul (1963) terhadap ikan kembung perempuan di perairan Teluk Thailand yang menunjukkan nilai b sebesar 3,1463 pada ikan jantan dan 3,7633 pada ikan betina dan setelah melalui uji-t menunjukkan bahwa pertumbuhan berat lebih cepat daripada panjangnya yang mengindikasikan ikan kembung perempuan memiliki pola pertumbuhan allometrik positif.
4.3. Hubungan Panjang dengan Tinggi Tubuh Ikan Data tinggi tubuh ikan kembung perempuan berkaitan dengan panjang total tubuh ikan, hubungan dapat dilihat pada Gambar 5. Hubungan panjang dengan tinggi tubuh ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) diperlukan dalam pengaturan ukuran mata jaring. Berdasarkan Gambar 5, terlihat bahwa nilai
23
koefisien korelasi (r) sebesar 0,9569 (n = 10), hal ini menandakan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara panjang total ikan dengan tinggi tubuh ikan kembung perempuan. Keeratan hubungan ini membuktikan bahwa panjang ikan mempengaruhi tinggi tubuh ikan kembung perempuan.
tinggi tubuh (mm)
60 50 40
y = 0,3682x ‐ 17,016 r = 0,9569
30 20 10 0 160
170
180
190
200
panjang (mm)
Gambar 5. Hubungan panjang dengan tinggi tubuh ikan kembung perempuan (R. brachysoma) di perairan Teluk Jakarta Nelayan
Kalibaru
menangkap
ikan
kembung
perempuan
dengan
menggunakan alat tangkap payang. Ukuran mata jaring yang digunakan ialah sebesar 1,5 inchi pada kantong dan 3 inchi pada bukaan mulut. Namun ukuran mata jaring tersebut tidak sesuai dengan yang diharapkan karena masih tertangkapnya ikan kembung perempuan yang berukuran kecil dan yang pertama kali matang gonad sehingga perbesaran ukuran mata jaring perlu dilakukan agar ikan-ikan yang berukuran kecil dan yang pertama kali matang gonad tidak ikut tertangkap.
4.4. Faktor Kondisi Faktor kondisi adalah keadaan yang menyatakan kemontokan ikan dalam bentuk angka (Royce 1972). Nilai faktor kondisi ini menunjukkan keadaan baik dari ikan dengan melihat segi kapasitas fisik untuk bertahan hidup (survival) dan reproduksi (Effendie 1997).
24
Selang Kelas Panjang (mm) (a)
207‐213
200‐206
193‐199
186‐192
179‐185
172‐178
165‐171
158‐164
1.8 1.6 1.4 1.2 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 151‐157
207‐213
200‐206
193‐199
186‐192
179‐185
172‐178
165‐171
158‐164
Faktor Kondisi Rata‐rata
1.6 1.4 1.2 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 151‐157
Faktor Kondisi Rata‐rata
Selang Kelas Panjang (mm) (b)
Gambar 6. Faktor kondisi rata-rata ikan kembung perempuan (R. brachysoma) (a) jantan dan (b) betina pada setiap selang kelas panjang di perairan Teluk Jakarta Ikan memiliki kemampuan yang berbeda dalam beradaptasi terhadap perubahan lingkungan pada setiap ukuran panjang, selain itu ketersediaan makanan di perairan juga mempengaruhi nilai faktor kondisi (Effendie 1997). Berdasarkan Gambar 6, Terlihat bahwa nilai faktor kondisi ikan jantan maupun betina berfluktuasi terhadap selang kelas panjang. Nilai tertinggi faktor kondisi rata-rata baik ikan jantan maupun betina berada pada selang kelas ukuran 151 – 157mm. Nilai faktor kondisi rata-rata cenderung menurun ketika ukuran ikan semakin panjang, sesuai dengan pernyataan Pantulu (1963) in Effendie (1997) bahwa faktor kondisi relative berfluktuasi terhadap ukuran ikan, ikan yang berukuran kecil mempunyai kondisi relative yang tinggi kemudian menurun ketika ikan bertambah besar. Keadaan menurunnya faktor kondisi pada ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) dapat dikarenakan adanya perubahan lingkungan akibat ruaya ikan yaitu dari perairan pantai ke perairan laut untuk memijah. Selain itu, penurunan faktor kondisi pada selang kelas panjang 200 – 206mm pada ikan jantan maupun betina karena ikan pada ukuran tersebut telah selesai melakukan proses pemijahan. Nilai faktor kondisi rata-rata ikan jantan pada setiap kelas ukuran panjang berkisar antara 1,0711 – 1,4169, sedangkan pada ikan betina berkisar antara
25
1,2245 – 1,4334. Secara keseluruhan, kisaran nilai faktor kondisi betina lebih besar daripada ikan jantan. Hal ini diduga bahwa ikan betina memiliki kondisi lebih baik saat mengisi gonadnya dengan cell sex dalam proses reproduksi dibandingkan dengan ikan jantan (Effendie 1997).
2.0 Faktor kondisi rata‐rata
Faktor kondisi rata‐rata
2.0 1.5 1.0 0.5 0.0
1.5 1.0 0.5 0.0
I
II
III
IV
Tingkat Kematangan Gonad (a)
I
II
III
IV
Tingkat Kematangan Gonad (b)
Gambar 7. Faktor kondisi rata-rata ikan kembung perempuan (R. brachysoma) (a) jantan dan (b) betina pada setiap tingkat kematangan gonad di perairan Teluk Jakarta Berdasarkan Gambar 7, terlihat bahwa faktor kondisi mengalami fluktuasi pada setiap tingkat kematangan gonad ikan kembung perempuan. Nilai faktor kondisi rata-rata tertinggi ikan kembung perempuan jantan maupun betina yaitu pada TKG I sebesar 1,3352 pada ikan jantan dan 1,4280 pada ikan betina. Kemudian faktor kondisi rata-rata menurun ketika tingkat kematangan gonad mengalami kenaikan (TKG II dan III), faktor kondisi ikan akan menurun pada saat makanan berkurang jumlahnya sehingga ikan menggunakan cadangan lemaknya sebagai sumber energi selama proses pematangan gonad. Namun pada saat TKG IV faktor kondisi mengalami sedikit kenaikan hal ini dikarenakan pengaruh kematangan gonad ikan yang tinggi. Berdasarkan Gambar 8, faktor kondisi baik jantan maupun betina mengalami fluktuasi pada tiap waktu penelitian. Nilai faktor kondisi rata-rata pada setiap bulannya berkisar antara 1,2777 – 1,3443 untuk ikan jantan dan 1,2999 – 1,3882 untuk ikan betina.
26
2.0 Faktor kondisi rata‐rata
Faktor kondisi rata‐rata
1.5 1.0 0.5 0.0
2.0 1.5 1.0 0.5 0.0
Waktu penelitian (a)
Waktu penelitian (b)
Gambar 8. Faktor kondisi rata-rata ikan kembung perempuan (R. brachysoma) (a) jantan dan (b) betina pada setiap waktu di perairan Teluk Jakarta Nilai faktor kondisi ikan jantan dan betina hampir memiliki pola yang sama. Faktor kondisi ikan jantan maupun betina cenderung menurun pada bulan Agustus dan Oktober dan meningkat pada bulan September dan November. Pada bulan Agustus dan Oktober diduga
ikan kembung perempuan telah mengalami
kematangan gonad yang tinggi dan sedang mengalami musim pemijahan sehingga memerlukan pemanfaatan energi untuk bergerak migrasi dan beradaptasi dengan lingkungan pemijahan yaitu laut lepas. Oleh karena itu, ikan cenderung beradaptasi dengan lingkungan dan mengakibatkan kondisi tubuh ikan yang semakin menurun. Faktor kondisi meningkat kembali pada bulan September, diduga ikan telah mampu beradaptasi terhadap lingkungan dan mendapatkan asupan makanan yang cukup untuk tumbuh dan perkembangan gonad. Peningkatan faktor kondisi disebabkan oleh perkembangan gonad yang akan mencapai puncaknya sebelum terjadi pemijahan (Pantulu 1963 in Effendie 1997).
4.5. Nisbah Kelamin Nisbah kelamin adalah perbandingan jenis kelamin jantan dan betina. Aspek ini berhubungan dengan kondisi populasi ikan dalam suatu perairan dengan melihat perbandingan antara jumlah jantan dan jumlah betina dalam suatu
27
populasi, dimana rasio 1 : 1 (ikan jantan dan ikan betina masing-masing 50%) merupakan kondisi yang ideal (Ball and Rao 1984). Namun pada kenyataannya, kondisi ideal tidak harus 1:1. Ikan kembung perempuan yang memiliki TKG IV berjumlah 113 ekor yang terdiri dari 45 ekor ikan jantan dan 68 ekor ikan betina.
jumlah jenis kelamin (%)
jumlah jenis kelamin (%)
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
waktu penelitian (a)
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
waktu penelitian (b)
Gambar 9. Persentase jumlah jenis kelamin ikan kembung perempuan (R. brachysoma) (a) semua TKG dan (b) TKG IV setiap waktu di perairan Teluk Jakarta Keterangan : = Jantan = Betina Berdasarkan Gambar 9a, terlihat bahwa persentase jumlah kelamin ikan jantan maupun ikan betina pada semua TKG mengalami fluktuasi. Hal ini dikarenakan adanya aktivitas penangkapan dan ikan yang memiliki sifat yang bergerombol (schooling). Sedangkan pada Gambar 9b, terlihat bahwa persentase jumlah ikan jantan maupun betina yang berTKG IV lebih didominasi oleh ikan betina sehingga dapat dikatakan ikan betina lebih banyak dibandingkan ikan jantan di perairan Teluk Jakarta. Nisbah kelamin J/B (gambar 10) dipisahkan berdasarkan semua TKG dan TKG IV. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui perbedaan antara keadaan nisbah kelamin ikan secara umum yaitu semua TKG dan TKG IV yang merupakan keadaan ikan yang akan memijah.
28
1.8
Nisbah kelamin (J/B)
1.6 1.4
Nisbah kelamin J/B semua TKG
1.2 1 0.8 0.6
Nisbah kelamin J/B TKG IV
0.4 0.2 0 Agustus
September Oktober Waktu penelitian
Nopember
Gambar 10.Nisbah kelamin ikan kembung perempuan (R. brachysoma) (J/B) semua TKG dan TKG IV setiap waktu di perairan Teluk Jakarta. Berdasarkan hasil uji “chi-square” pada selang kepercayaan 95% (α = 0,05) terhadap nisbah kelamin menunjukkan hasil nyata bahwa nisbah kelamin ikan kembung perempuan jantan dan betina dari semua TKG adalah seimbang antara 1:1,08. Sedangkan nisbah kelamin ikan kembung perempuan yang ber-TKG IV jantan dan betina menunjukkan hasil yang tidak seimbang antara 1:1,5. Hasil yang tidak seimbang ini juga terjadi pada ikan kembung perempuan di Perairan Burma yaitu 1:1,7 (Druzhinin 1968). Hal ini diduga bahwa untuk menjamin keberhasilan pemijahan ikan kembung perempuan diperlukan jumlah ikan betina yang lebih banyak dibandingkan ikan jantan, namun untuk dikatakan ideal atau tidaknya kondisi tersebut maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai nisbah kelamin. Penyimpangan pada pola perbandingan 1:1 dapat dikarenakan adanya perbedaan pola tingkah laku bergerombol, perbedaan laju mortalitas, dan pertumbuhan antara jantan dan betina (Febianto 2007).
4.6. Ukuran Pertama Kali Matang Gonad Perkembangan gonad menuju matang merupakan bagian dari reproduksi ikan sebelum terjadi pemijahan. Pencatatan perubahan atau tahap-tahap kematangan gonad diperlukan untuk mengetahui perbandingan ikan-ikan yang
29
akan melakukan reproduksi atau tidak. Berdasarkan pengetahuan tahap perkembangan gonad akan didapatkan keterangan bilamana ikan itu memijah,
TKG (%)
baru memijah, atau telah selesai memijah (Effendie 1997).
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
TKG IV TKG III TKG II TKG I
TKG (%)
selang kelas panjang (mm) (a)
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
TKG IV TKG III TKG II TKG I
selang kelas panjang (mm) (b)
Gambar 11. Persentase tingkat kematangan gonad ikan kembung perempuan (R. brachysoma) (a) jantan dan (b) betina pada setiap selang kelas panjang di perairan Teluk Jakarta Berdasarkan Gambar 11 yaitu persentase tingkat kematangan gonad ikan kembung perempuan pada setiap selang kelas panjang terdapat 9 kelas ukuran panjang, diperoleh informasi bahwa ikan jantan maupun ikan betina yang mulai memasuki TKG IV (matang gonad) ada pada selang kelas ukuran panjang 165 –
30
171mm dengan persentase matang gonad masing-masing sebesar 38% dan 26%. Hal ini menunjukkan bahwa ikan jantan maupun ikan betina pertama kali mencapai matang gonad pada selang kelas ukuran panjang yang sama. Berdasarkan perhitungan ukuran pertama kali matang gonad dengan menggunakan metode Spearman-Karber, didapatkan bahwa ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) yang pertama kali matang gonad terdapat pada ukuran 183mm pada selang kelas panjang 179 – 185mm untuk ikan jantan dan ukuran 182mm pada selang kelas panjang 179 – 185mm untuk ikan betina dengan persentase masing-masing sebesar 50% dan 79%. Metode SpearmanKarber dijadikan sebagai acuan untuk penentuan ukuran pertama kali matang gonad untuk ikan kembung perempuan karena persentase ikan yang memiliki TKG IV lebih besar dibandingkan menggunakan grafik persentase TKG (gambar 11). Adanya perbedaan ukuran pertama kali matang gonad dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain perbedaan spesies, kebiasaan makanan, umur dan ukuran, serta kondisi fisiologis dari ikan tersebut (Lagler et al. 1962).
4.7. Waktu Pemijahan Waktu pemijahan berkaitan dengan waktu ikan akan memijah. Waktu pemijahan dapat dilihat dengan menghubungkan antara waktu penelitian dengan TKG, IKG, HSI, dan faktor kondisi rata-rata ikan kembung perempuan. Berdasarkan hubungan antara tingkat kematangan gonad pada setiap waktu pengamatan terlihat bahwa matang gonad (TKG IV) ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) baik jantan maupun betina ditemukan di tiap bulan pengamatan dengan persentase yang berfluktuatif. Tingkat kematangan gonad (TKG IV) banyak terdapat pada bulan Agustus dan meningkat kembali pada bulan Oktober baik pada ikan jantan maupun betina. Ikan kembung perempuan yang tertangkap di Teluk Lingayen, Filipina memiliki musim pemijahan dari bulan Maret – Oktober dengan puncak pemijahan terjadi pada bulan Agustus (Ochavillo et al. 1991; Froese and Pauly 2006 in Lachita 2006). Sedangkan ikan kembung perempuan yang tertangkap di Teluk Thailand memiliki musim pemijahan dengan pertama kali memijah pada bulan Februari – Maret. Adanya ikan yang memiliki matang gonad III dan IV mengindikasikan
31
bahwa adanya ikan yang memijah di perairan Teluk Jakarta, sehingga diduga bahwa waktu pemijahan ikan kembung perempuan berlangsung selama bulan penelitian yaitu bulan Agustus sampai dengan bulan November dengan puncak
Tingkat Kematangan Gonad (%)
pemijahan terdapat pada bulan Agustus dan Oktober
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
TKG IV TKG III TKG II TKG I Agustus September Oktober November
Tingkat Kematangan Gonad (%)
Waktu penelitian (a) 120 100 80 60
TKG IV
40
TKG III
20
TKG II
0
TKG I Agustus September Oktober November Waktu penelitian (b)
Gambar 12. Persentase tingkat kematangan gonad ikan kembung perempuan (R. brachysoma) (a) jantan dan (b) betina pada setiap waktu di perairan Teluk Jakarta Persentase nilai indeks kematangan gonad (IKG) pada ikan kembung perempuan baik jantan maupun betina mengalami fluktuatif pada setiap waktu penelitian. Pada ikan kembung perempuan jantan nilai IKG rata-rata berkisar antara 2,4082 – 3,7393% sedangkan ikan betina berkisar antara 3,4109 – 4,9455%.
32
TKG IV (%)
TKG IV (%)
100 80 60 40 20 0
100 80 60 40 20 0
Waktu penelitian (a)
IKG (%)
IKG (%)
10.0 8.0 6.0 4.0 2.0 0.0
waktu penelitian (b) 10.0 8.0 6.0 4.0 2.0 0.0
5.0 4.0 3.0 2.0 1.0 0.0
Waktu penelitian (b)
HSI (%)
HSI (%)
Waktu penelitian (a) 5.0 4.0 3.0 2.0 1.0 0.0
Waktu penelitian (b)
2.0 Faktor kondisi rata‐rata
Faktor kondisi rata‐rata
Waktu penelitian (a)
1.5 1.0 0.5 0.0
Waktu penelitian (a)
2.0 1.5 1.0 0.5 0.0
Waktu penelitian (b)
Gambar13. Hubungan nilai TKG, IKG, HSI, dan faktor kondisi rata-rata ikan kembung perempuan (R. brachysoma) (a) jantan dan (b) betina pada setiap waktu di perairan Teluk Jakarta
33
Besarnya nilai IKG pada ikan betina dapat diartikan bahwa bobot gonad ikan betina lebih besar dibandingkan ikan jantan. Semakin tinggi kematangan gonad maka garis tengah telur di dalam ovarium semakin besar dan gonad bertambah berat. Hal ini menyebabkan nilai indeks kematangan gonad akan bertambah sampai mencapai kisaran maksimum ketika akan memijah, lalu akan menurun kembali dengan cepat selama pemijahan berlangsung sampai selesai (Effendie 1997). Persentase nilai HSI pada ikan kembung perempuan baik jantan maupun betina mengalami fluktuatif pada setiap waktu penelitian dengan HSI tertinggi terdapat pada bulan Agustus – September yaitu sebesar 1,0200 – 1,3387% pada jantan dan 1,6632 –1,8330% pada ikan betina. Dapat diduga bahwa pada bulan Agustus telah terjadi pemijahan, maka pada bulan september terjadi akumulasi dan penyimpanan lemak serta protein dalam hati untuk pemijahan selanjutnya yaitu pada bulan Oktober. Menurut Brown (1957) aktivitas makan akan meningkat setelah pemijahan untuk meningkatkan lipid, protein, dan air untuk pemijahan berikutnya, dan pada saat mulai pematangan gonad, organ aktif menentukan kebutuhan vitelogenin sehingga organ hati bertambah berat dan ukurannya pun bertambah.
Kagawa et al. (1984) in Zairin (1996) juga
menjelaskan bahwa tahap awal yang harus dilalui dalam pengembangbiakan adalah tahap pematangan gonad yang dimulai dari proses vitelogenesis (proses sintesis kuning telur) yang terjadi di dalam hati. Lalu Nagahama (1987) in Zairin (1996) menambahkan setelah disintesis vitelogenin
dilepas ke aliran darah
kemudian secara selektif akan diserap oleh oosit, sehingga akibat penyerapan ini sel telur akan membesar. Berdasarkan hasil hubungan TKG dan IKG hasil analisis HSI dan faktor kondisi rata-rata ikan kembung perempuan (R. brachysoma) menurut waktu penelitian (Gambar 13) maka dapat diduga bahwa waktu pemijahan berlangsung dari bulan Agustus sampai dengan bulan November dengan puncak pemijahan pada bulan Agustus dan bulan Oktober. Hal ini didukung dengan banyaknya ikan yang matang gonad pada bulan Agustus dan Oktober. Selain itu faktor kondisi rata-rata mengalami penurunan pada bulan Agustus dan Oktober yang diduga bahwa ikan telah memijah pada bulan Agustus dan ikan mulai beradaptasi
34
terhadap lingkungan pemijahan saat memasuki bulan Oktober awal. Dari hasil penelitian ikan kembung perempuan memijah pada saat kisaran nilai IKG berkisar antara 3,9105 – 4,1110% dan 3,9185 – 3,9546% yang merupakan kisaran nilai IKG tertinggi yaitu pada bulan Agustus dan Oktober.
4.8. Potensi Reproduksi Potensi reproduksi dapat diduga melalui jumlah telur yang masak sebelum dikeluarkan pada waktu ikan memijah atau merupakan fekunditas. Fekunditas dihitung pada ikan betina dengan TKG IV.
fekunditas
250000
y = 2036,9x ‐ 279874 R² = 0,3098 r = 0,5566 n = 68
200000 150000 100000 50000 0 0
50
100
150
200
250
panjang (mm)
fekunditas
250000
y = 1621x ‐ 41451 R² = 0,322 r = 0,5675 n = 68
200000 150000 100000 50000 0 0
50
100 berat (gram)
150
Gambar 14.Hubungan fekunditas dengan panjang dan berat ikan kembung perempuan (R. brachysoma) betina berTKG IV di perairan Teluk Jakarta Berdasarkan hasil pengamatan terhadap hubungan antara fekunditas dengan panjang total ikan kembung perempuan didapatkan persamaan y = 2036,9x – 279874 dan diperoleh koefisien determinasi (R2) sebesar 0,3098 yang menunjukkan bahwa hanya 30,98% dari keragaman nilai fekunditas ikan
35
kembung perempuan dapat dijelaskan oleh panjang total ikan. Koefisien korelasi (r) diperoleh sebesar 0,5566 yang menunjukkan bahwa hubungan antara fekunditas dengan panjang total adalah erat. Bila dihubungkan fekunditas ikan dengan panjang ikan naka diketahui rata-rata fekunditas yang paling sedikit terdapat pada selang kelas ukuran panjang 165 – 171mm yaitu 57.385 butir telur. Seiring dengan meningkatnya ukuran panjang ikan maka ditemukan fekunditas yang besar yaitu 192.028 butir telur yang terdapat pada selang kelas ukuran panjang 207 – 213mm Berdasarkan hasil pengamatan terhadap hubungan antara fekunditas dengan berat total ikan kembung perempuan (Gambar 14) didapatkan persamaan y = 1621x - 41451 dan diperoleh koefisien determinasi (R2) sebesar 0,3220 yang menunjukkan bahwa hanya 32,20% dari keragaman nilai fekunditas ikan kembung perempuan dapat dijelaskan oleh berat total ikan. Koefisien korelasi (r) diperoleh sebesar 0,5675 yang menunjukkan bahwa hubungan antara fekunditas dengan berat total adalah erat. Bila dihubungkan fekunditas ikan dengan berat ikan naka diketahui rata-rata fekunditas yang paling sedikit terdapat pada selang kelas ukuran berat 59 – 66gram yaitu 64.965 butir telur. Seiring dengan meningkatnya ukuran berat ikan maka ditemukan fekunditas yang besar yaitu 192.028 butir telur yang terdapat pada selang kelas ukuran berat 107 – 114gram.
fekunditas rata‐rata
100000 80000 60000 40000 20000 0 Agustus
September
Oktober
November
Waktu penelitian
Gambar 15.Fekunditas rata-rata ikan kembung perempuan (R. brachysoma) betina berTKG IV dengan selang kelas panjang 172 – 185mm pada setiap waktu di perairan Teluk Jakarta
36
Berdasarkan Gambar 15, fekunditas rata-rata ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) betina berTKG IV dengan selang kelas panjang 172 – 185mm berfluktuasi pada setiap waktu penelitian yaitu berkisar antara 70.029 hingga 94.114 butir telur. Fekunditas rata-rata pada bulan September meningkat dan kemudian menurun kembali pada bulan Oktober. Keadaan ini menandakan bahwa adanya pengaruh faktor kondisi ikan kembung perempuan dimana nilai faktor kondisi pada saat bulan Oktober mengalami penurunan. Faktor kondisi erat kaitannya dengan ketersediaan makanan pada ikan sedangkan ketersediaan makanan berhubungan dengan telur yang dihasilkan oleh ikan. Mekanismenya berhubungan dengan pemasakan oosit dan pengisapan telur (Nikolsky 1969 in Effendie 1997) Estimasi
fekunditas
pada
ikan
kembung
perempuan
(Rastrelliger
brachysoma) di Teluk Thailand dengan panjang 190 hingga 208 cm sebesar 200.000 dan 500.000 telur. Namun, jumlah telur ikan kembung pada umumnya berkisar antara 100.000 hingga 166.000 butir (Boonprakop 1965). Dengan demikian dapat dikatakan potensi reproduksi pada perairan Teluk Jakarta lebih rendah dibandingkan pada perairan Teluk Thailand.
4.9. Pola Pemijahan Sebaran diameter telur dapat mengindikasikan pola pemijahan ikan. Ada dua tipe pola pemijahan, yaitu total spawning dan partial spawning. Ovarium ikan yang mengandung telur masak berukuran sama semua atau seragam menunjukkan waktu pemijahan yang pendek. Sebaliknya, waktu pemijahan yang panjang dan terus menerus ditandai oleh banyaknya ukuran telur ikan yang berbeda di dalam ovarium (Hoar in Lumbanbatu 1979). Berdasarkan Gambar 16 terlihat bahwa sebaran diameter telur ikan membentuk dua puncak yaitu pada selang diameter 0,45 – 0,48mm dan 0,69 – 0,72mm, sehingga dapat ditetapkan bahwa pola pemijahan ikan kembung perempuan adalah bertahap (partial spawning). Artinya pemijahan ikan kembung perempuan dilakukan dengan mengeluarkan telur masak secara bertahap dalam beberapa waktu pemijahan (siklus reproduksi).
37
3000
frekuensi
2500 2000 1500 1000 500
0,81‐0,84
0,77‐0,80
0,73‐0,76
0,69‐0,72
0,65‐0,68
0,61‐0,64
0,57‐0,60
0,53‐0,56
0,49‐0,52
0,45‐0,48
0,41‐0,44
0,37‐0,40
0,33‐0,36
0,29‐0,32
0,25‐0,28
0
Selang Ukuran Diameter Telur (mm)
Gambar 16. Sebaran diameter telur (tingkat kematangan gonad IV) ikan kembung perempuan (R. brachysoma) pada setiap selang ukuran diameter telur di perairan Teluk Jakarta Ukuran diameter telur yang mempunyai tingkat kematangan gonad IV (Gambar 16) adalah beragam, ukuran diameter terkecil sebesar 0,25mm dan terbesar ialah 0,84mm. Banyaknya ukuran diameter telur yang berbeda dalam ovarium ikan yang mengandung telur masak menunjukkan waktu pemijahan yang panjang dan terus menerus (Hoar in Lumbanbatu 1979). Terlihat bahwa adanya perbedaan diameter telur pada histologis gonad (Gambar 18), hal ini mengindikasikan pola pemijahan ikan kembung perempuan adalah partial spawning. Hal ini didukung oleh penelitian Boonprakop (1965) yang menyatakan bahwa ikan kembung (Rastrelliger spp.) memijah lebih dari satu kali selama musim pemijahan. Pemijahan yang terjadi pada ikan kembung yaitu sekumpulan telur dilepaskan terlebih dahulu, berikutnya sekumpulan telur akan dilepaskan kembali dengan interval yang pendek. Ikan kembung memiliki sebaran diameter telur yang luas. Kelompok ukuran diameter telur yang besar merupakan perkembangan dari kelompok ukuran diameter telur sebelumnya dan mungkin merupakan sekumpulan telur yang terakhir dilepaskan setelah pemijahan pertama semala musim pemijahan.
38
TKG I
TKG II
Sg Spermatocyt Jaringan epitel
TKG III Spermatocyt
primer
TKG IV Spermatozoa
Sekunder
Gambar 17.Histologis gonad ikan kembung perempuan (R. brachysoma) jantan Keterangan : perbesaran mikroskop 10x10 Gambar 17 merupakan histologis perkembangan gonad ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) jantan. Perkembangan gonad terlihat mulai dari TKG I hingga TKG IV. Secara histologis, gonad TKG I ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) jantan (Gambar 17) terlihat spermatogonia dengan jaringan ikat yang kuat, kemudian ketika memasuki TKG II jaringan ikat sudah mulai berkurang dan gonad lebih berkembang. Pada gonad TKG II, akan tampak spermatocyst primer yang terletak di dalam kantung tubulus seminiferus dan merupakan hasil pembelahan spermatogonia secara mitosis. Pada gonad TKG III, terjadi dua kali pembelahan yaitu yang pertama adalah spermatocyst primer membelah secara meiosis menjadi spermatocyst sekunder yang meliputi proses duplikasi DNA dan rekombinasi dari informasi genetik, dan yang kedua adalah pembelahan secara meiosis tanpa melibatkan duplikasi DNA menjadi benih sel yang disebut dengan spermatid. Pada gonad TKG IV, spermatid melakukan proses
39
spermiogenesis menjadi spermatozoa yang siap dikeluarkan untuk membuahi sel telur (Cabrita et al. 2008).
TKG I
TKG II
Oogonia
Oosit primer
(sel benih) Nukleus (inti sel)
TKG III
TKG IV
Butiran
Butiran
minyak
Kuning telur Butiran
Nukleus Butiran
(inti sel)
Kuning telur
Nukleus
minyak
(inti sel)
Gambar 18.Histologis gonad ikan kembung perempuan (R. brachysoma) betina Keterangan : perbesaran mikroskop 10x10 Secara histologis (Gambar 18) gonad TKG I ikan betina menunjukkan gonad didominasi oleh oogonia, inti sel (nukleus) sudah terlihat dengan jelas. Kemudian pada TKG II terdapat oosit primer dalam jumlah relatif banyak hasil pembelahan
dari
oogonia.
Begitu
memasuki
fase
pertumbuhan
awal
(previtellogenesis), menyebabkan material di sitoplasma muncul dan membentuk lapisan folikel yang terdiri dari lapisan granulose dan sel theca. Pada fase pertumbuhan kedua (vitellogenesis) menghasilkan cortical alveoli, lipid globules, kuning telur, dinding oosit serta membuat lapisan folikel semakin tebal. Pada TKG III ukuran diameter telur berkembang menjadi lebih besar, sel telur berkembang menjadi ootid dan banyak ditemui butiran kuning telur. Kemudian
40
memasuki TKG IV, ootid berkembang menjadi ovum dengan butiran telur yang berwarna kuning tua yang menandakan telur telah matang, butiran minyak yang berwarna putih semakin banyak yang menyebar dari sekitar inti sel sampai dengan tepi. Setelah TKG IV sel telur siap untuk diovulasikan (Cabrita et al. 2008)
4.10. Alternatif Pengelolaan Ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) ialah ikan pelagis kecil dan neritik di perairan Teluk Jakarta. Ikan kembung perempuan merupakan ikan yang memiliki nilai ekonomis penting dan merupakan bahan konsumsi masyarakat setempat. Harganya yang relatif terjangkau dan rasanya yang enak menjadikan ikan kembung perempuan ini diminati oleh masyarakat sehingga penangkapan ikan ini terus menerus dilakukan setiap waktu. Hal ini dikhawatirkan akan mengurangi jumlah populasi ikan kembung perempuan di alam khususnya di perairan Teluk Jakarta. Oleh karena itu diperlukan pengelolaan yang tepat agar sumberdaya ikan kembung perempuan di alam dapat berlanjut. Pengelolaan yang dimaksud seperti pengaturan waktu penangkapan maupun jenis dan ukuran ikan yang diperbolehkan ditangkap. Beberapa alternatif pengelolaan yang dapat dilakukan adalah mengatur waktu penangkapan yaitu tidak melakukan penangkapan berlebih pada waktu puncak pemijahan yaitu bulan Agustus dan Oktober sehingga ikan-ikan yang matang gonad tidak banyak tertangkap agar proses pemijahan tidak terganggu. Ukuran panjang pertama kali matang gonad ikan kembung perempuan jantan maupun betina menurut perhitungan menggunakan metode Spearman – Karber ialah pada selang kelas ukuran panjang 179 – 185mm. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ikan yang seharusnya boleh ditangkap adalah ikan yang ukurannya melebihi panjang 185mm dengan tinggi tubuh 51mm dan untuk penentuan ukuran mata jaring dilakukan berdasarkan tinggi tubuh ikan yang pertama kali matang gonad. Mata jaring yang digunakan seharusnya lebih dari 2 inchi pada kantong agar ikan-ikan kembung yang pertama kali matang gonad diberi kesempatan untuk memijah sehingga populasi ikan kembung perempuan dapat lestari.