4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Karakterisasi Lokasi Penelitian Lokasi penelitian Sungai Ciliwung bagian hulu hingga tengah memiliki ketinggian antara 1,289 sampai 163 m diatas permukaan laut. Kondisi ini merupakan ciri sungai pegunungan yang memiliki arus deras berkisar antara 0,63 sampai 1,09 m/dt, dengan dasar sungai berbatu, kerikil dan pasir. Stasiun penelitian I (Gunung Mas) merupakan lokasi yang masih baik terletak di kawasan hutan lindung, belum ada aktivitas baik perumahan maupun perkebunan teh. Kondisi air masih jernih dengan kecepatan arus deras dan debit yang relatif stabil, kedalaman kolom air berkisar antara 0,12 – 0,23 m dengan rata-rata kedalaman 0,17 m. Substrat dasar sungai didominasi oleh batuan besar yang tertanam. Bantaran sungai masih cukup baik dengan pepohonan yang masih lebat. Stasiun penelitian II (Kp. Pensiunan) berlokasi di perkebunan teh, kondisi perairan masih jernih dengan kisaran turbiditas 12,72 – 15,60 NTU dan fluktuasi debit cukup besar yaitu berkisar antara 0,40 – 1,00 m3/dt, sedangkan kecepatan arus 0,8 – 1,52 m/dt dengan rata-rata 1,00 m/dt. Lebar badan sungai sangat dipengaruhi oleh debit air sungai yaitu berkisar antara 2,1 – 4,13 m dengan ratarata 2,78 m, sedangkan kedalaman berkisar 0,20 – 0,34 m dengan rata-rata kedalaman 0,26 m. Stasiun penelitian III (Kp. Jogjogan) merupakan lokasi yang sekitarnya terdapat aktivitas pertanian, perkebunan serta sudah melewati kawasan penduduk dan tempat peristirahatan. Kondisi airnya sedikit keruh dengan nilai turbiditas berkisar antara 24,32 – 26,83 NTU dengan rata-rata 25,75 NTU. Substrat dasar pada lokasi ini didominasi oleh batu besar yang tertanam kuat dan pasir yang mencapai 92,17 %. Lebar badan air relatif tetap yaitu 18,35 m, kedalaman sungai berkisar 0,20 – 0,30 m dengan rata-rata 0,26 m. Kecepatan arus pada lokasi ini tercatat berkisar antara 0,52 – 0,82 m/dt.
32
Lokasi penelitian IV (Cibinong) merupakan lokasi yang diambil untuk mewakili daerah yang sudah ada gangguan yang berasal dari aktivitas antropogenik baik domestik maupun industri. Pada lokasi ini terdapat instalasi pengolahan air minum (PDAM) Kabupaten Bogor. Hasil pengukuran terhadap kekeruhan air diperoleh nilai berkisar antara 28,6 – 34,72 NTU dengan rata-rata turbiditas 32,28 NTU. Substrat dasar didominansi oleh pasir 93,87 % dan gravel 2,03 %. Kecepatan arus pada lokasi ini berkisar antara 0,46 – 0,59 m/dt, sedangkan kedalaman kolom perairan diperoleh kisaran antara 0,40 – 0,87 m dengan rata-rata kedalaman 0,70 m.
4.2. Parameter Fisika-Kimia Perairan Hasil pengukuran parameter fisika dan kimia perairan selama penelitian mulai bulan Desember 2010 sampai dengan Mei 2011 dapat dilihat pada lampiran 1 dan 2. 4.2.1. Kecepatan Arus Kecepatan arus Sungai Ciliwung hulu hingga pertengahan memiliki kisaran kategori cepat (0,5 – 1 m/detik) hingga sangat cepat (> 1 m/detik). Gambar 5 menunjukkan besaran kecepatan arus yang terukur selama penelitian. Kecepatan arus pada lokasi penelitian I (Gunung Mas) kisaran kecepatan arus antara 0,99 – 1,52 m/detik dengan rata-rata kecepatan arus 1,16 m/detik sehingga dapat dikategorikan sangat cepat. Lokasi penelitian II (Kp. Pensiunan) kecepatan arus yang terukur selama penelitian berkisar antara 0,80 – 1,56 m/detik dengan ratarata 1,00 m/detik sehingga dapat dikategorikan dalam berarus cepat hingga sangat cepat. Kp. Jogjogan sebagai lokasi penelitian III memiliki karakteristik arus cepat yaitu berkisar antara 0,52 – 0,82 m/detik dengan rata-rata kecepatan arus 0,68 m/detik, sedangkan lokasi penelitian ke IV (Cibinong) kecepatan arus sungai yang terpantau selama penelitian berkisar antara 0,46 – 0,59 m/detik dengan kecepatan rata-rata 0,52 m/detik, sehingga dikategorikan beraliran sedang hingga cepat. Kecepatan arus yang diukur dari setiap lokasi penelitian sangat dipengaruhi oleh ketinggian lokasi dan tekstur kemiringan lahan (lereng) dari setiap lokasi penelitian. Kecepatan arus sungai dapat mempengaruhi kondisi substrat dasar sungai pada lokasi penelitian. Kecepatan arus dengan kategori sangat cepat hingga
33
cepat yang terukur pada lokasi penelitian I dan II mengakibatkan pada lokasi ini substrat dasarnya didominasi oleh batuan besar yang tertanam (Lokasi penelitian I Gunung Mas dan lokasi penelitian III Kp. Jogjogan ) dan berbatu (Lokasi II Kp. Pensiunan) dengan sedikit endapan pasir. Sedangkan lokasi penelitian IV Cibinong dengan kategori berarus dengan kecepatan sedang didominasi oleh substrat yang berbatu dan berpasir.
Gambar 5. Kondisi kecepatan arus Sungai Ciliwung hulu yang diukur selama penelitian. Keberadaan perifiton dalam suatu perairan sungai sangat dipengaruhi oleh kecepatan arus dan kondisi substratnya. Besarnya kecepatan arus akan mengurangi jenis organisme yang tinggal dalam suatu perairan sungai, sehingga hanya biota dari jenis yang melekat saja yang dapat bertahan (Whitton 1975). Ekosistem sungai dangkal dengan arus kategori cepat biasanya didominasi oleh diatom perifitik (Welch 1980). 4.2.2. Kondisi Suhu Kondisi suhu selama penelitian seperti ditunjukkan Gambar 6, kisaran suhu hasil pengukuran dipengaruhi oleh ketinggian lokasi maupun waktu pengukuran, secara umum menurut Effendi (2003) kondisi suhu air Sungai Ciliwung masih tergolong baik dalam mendukung pertumbuhan alga terutama diatom (20 – 30 oC) dan Chlorophyta (30 – 35 oC). Hasil pengukuran suhu lokasi penelitian I (Gunung Mas) berkisar antara 18,0 – 18,3 oC dengan rata-rata 18,12 oC, kondisi suhu ini paling rendah dibandingkan dengan suhu di lokasi penelitian II (18,6 – 20,6 oC) dan lokasi
34
penelitian III (Kp. Jogjogan 19,7 – 21,3 oC), sedangkan lokasi penelitian IV (Cibinong) hasil pengukuran suhunya menunjukkan kisaran yang cukup tinggi yaitu 25,6 – 28,9 oC dengan rata-rata 27,25 oC. Kondisi suhu air Sungai Ciliwung masih menunjukkan kondisi normal dan sesuai baku mutu air yang ditetapkan dalam PP No. 82 tahun 2001 (15 – 21 oC untuk Gn Mas dan 24 - 30 oC pada stasiun Cibinong untuk air kelas II). Hasil pengukuran suhu sangat dipengaruhi oleh waktu dan ketinggian letak lokasi penelitian.
Gambar 6. Kondisi suhu air Sungai Ciliwung selama penelitian. 4.2.3. Konduktivitas Nilai konduktivitas hasil pengukuran langsung di lapangan dengan menggunakan probe menunjukkan adanya perbedaan dan kenaikan yang cukup nyata antara stasiun I (Gunung Mas) hingga stasiun IV (Cibinong). Nilai konduktivitas di stasiun Gunung Mas terukur berkisar antara 61 – 63,2 µS/cm dengan rata rata 61,70 µS/cm dan hasil pengukuran di stasiun Kp. Pensiunan terjadi kenaikan berkisar antara 99,4 – 101 µS/cm dengan rata-rata diperoleh 100,33 µS/cm, nilai konduktivitas antara 194,25 – 196,7 µS/cm dengan rata-rata 195,96 µS/cm diperoleh dari stasiun Kp. Jogjogan dan kisaran nilai hasil pengukuran di stasiun Cibinong berkisar antara 250 – 255 µS/cm dengan rata-rata 253,12 µS/cm, seperti ditunjukkan pada Gambar 7. Nilai hasil pengukuran parameter konduktivitas perairan sungai yang semakin tinggi dari setiap lokasi penelitian menunjukkan adanya masukan bahan organik maupun anorganik dari luar badan air sungai yang semakin kompleks khususnya untuk lokasi Kp. Jogjogan maupun Cibinong, karena kedua lokasi ini
35
sudah melalui wilayah dengan aktivitas domestik maupun industri. Nilai konduktivitas hasil pengukuran di Sungai Ciliwung masih dalam kisaran perairan alami (20 – 1500 µS/cm; Boyd 1988) dan masih dapat mendukung kehidupan hidrobiota, karena konduktivitas akan berpengaruh terhadap tekanan fisiologis biota air termasuk perifiton jika nilainya lebih dari 500 µhos/cm (Afrizal, 1992).
Gambar 7. Nilai konduktivitas air Sungai Ciliwung selama penelitian. 4.2.4. Turbiditas Hasil pengukuran terhadap kekeruhan air Sungai Ciliwung seperti ditunjukkan pada Gambar 8 menunjukkan kecenderungan semakin meningkat antara stasiun Gunung Mas hingga stasiun Cibinong.
Gambar 8. Nilai turbiditas air Sungai Ciliwung selama penelitian. Hasil pengukuran di lapangan stasiun Gunung Mas diperoleh nilai tubiditas yang paling rendah yaitu berkisar antara 3,87 – 5,02 NTU dengan rata-rata 4,25 NTU yang berarti kondisi air masih jernih dan kondisi ini tidak banyak
36
berfluktuasi selama penelitian. Nilai turbiditas di stasiun Kp. Pensiunan mulai menunjukkan adanya kenaikan dengan nilai turbiditas berkisar antara 12,72 – 15,60 NTU dengan rata-rata 13,77 NTU. Hasil pengukuran nilai turbiditas stasiun Kp. Jogjogan semakin naik dengan kisaran 24,32 – 26,83 NTU dengan rata-rata 25,75 NTU, sedangkan stasiun Cibinong nilai turbiditas hasil pengukuran selama penelitian menunjukkan nilai yang paling tinggi diantara stasiun penelitian yang lain dengan kisaran 28,6 – 34,72 NTU dengan rata-rata 32,28 NTU. Semakin meningkatnya nilai turbiditas hasil pengukuran di setiap stasiun penelitian menunjukkan adanya peningkatan masukan bahan organik maupun anorganik baik terlarut maupun tersuspensi, baik yang berupa pasir halus dan lumpur maupun yang berupa plankton dan organisme lainnya (APHA 1995; Davis & Cornwell 1991). Kondisi kekeruhan akan menghalangi penetrasi cahaya matahari sehingga berpengaruh terhadap biota dalam perairan termasuk di dalamnya perifiton. 4.2.5. Total Padatan Terlarut Hasil pengukuran parameter total padatan terlarut air Sungai Ciliwung selama penelitian pada masing-masing lokasi penelitian seperti ditunjukkan pada Gambar 9. Gunung Mas memiliki nilai TDS yang paling rendah yaitu berkisar antara 18,3 – 21,2 mg/l dengan rata-rata 19,4 mg/l, sedangkan hasil pengukuran tertinggi diperoleh pada stasiun Cibinong dengan kisaran nilai TDS antara 119 – 121 mg/l dengan rata-rata 120,13 mg/l. Stasiun Kp. Pensiunan dan Kp. Jogjogan nilai TDSnya hampir sama dengan kisaran berturut-turut 92,4 – 93,8 mg/l ratarata 92,9 dan 95,5 – 97,3 mg/l rata-ratanya 96,6 mg/l. Nilai TDS yang diperoleh dari hasil pengukuran air Sungai Ciliwung di lokasi penelitian menunjukkan adanya bahan-bahan organik yang berupa ion-ion yang biasa ditemukan di perairan seperti sodium (Na), kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) (Effendi 2003). Keberadaan bahan organik tersebut dalam perairan akan mengakibatkan perairan menjadi keruh sehingga menghambat masuknya cahaya matahari ke dalam perairan akibatnya proses fotosintesis terganggu (Wardoyo 1975).
37
Gambar 9. Hasil pengukuran total padatan terlarut air Sungai Ciliwung selama penelitian. 4.2.6. Derajat Keasaman (pH) Hasil pengukuran kondisi pH air Sungai Ciliwung pada masing-masing stasiun penelitian seperti ditunjukkan Gambar 9 memiliki kisaran yang relatif hampir sama yaitu 6,5 – 7 dengan rata-rata 6,78 (St. Gunung Mas), 6 – 6,5 dengan rata-rata 6,25 (St. Kp. Pensiunan) dan kisaran 6 – 6,5 dengan rata-rata 6,28 (St. Kp. Jogjogan), sedangkan stasiun Cibinong nilai pH hasil pengukuran diperoleh kisaran yang lebih tinggi dibandingkan dengan stasiun yang lain yaitu 6 – 7,2 dengan rata-rata 7,02.
Gambar 10. Hasil pengukuran kondisi pH air Sungai Ciliwung hulu selama penelitian. Kisaran pH seperti yang diperoleh dari hasil pengukuran dilapangan pada setiap stasiun penelitian termasuk dalam kisaran yang masih baik dalam
38
mendukung kehidupan biota akuatik (Effendi 2003). Kondisi perairan dengan pH netral sampai basa umumnya mampu mendukung kehidupan alga biru serta keanekaragaman jenisnya. Sedangkan dalam kondisi asam (pH < 6) akan menghambat pertumbuhannya. (Wetzel 1979). 4.2.7. Alkalinitas Hasil analisis parameter alkalinitas air Sungai Ciliwung dari setiap lokasi penelitian yang ditunjukkan Gambar 11 memiliki kecenderungan semakin meningkat dari stasiun Gunung Mas hingga stasiun Cibinong. Gunung Mas memiliki kisaran nilai alkalinitas berkisar 27,69 – 40,18 mg/kg CaCO3 dengan rata-rata 52,63 mg/kg CaCO3, kisaran nilai alkalinitas stasiun Kp. Pensiunan berkisar 31,03 – 44,63 mg/kg CaCO3 dengan rata-rata 36,92 mg/kg CaCO3, dan Kp. Jogjogan memiliki kisaran nlai alkalinitas 46,78 – 61,20 mg/kg CaCO3 dengan rata-rata 52,22 mg/kg CaCO3, sedangkan stasiun Cibinong kisaran nilai alkalinitas tertinggi dibandingkan dengan stasiun yang lain yaitu berkisar 78,95 – 86,70 mg/kg CaCO3 dengan rata-rata 82,32 mg/kg CaCO3. Perairan dengan nilai alkalinitas tinggi secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap meningkatnya produktivitas perairan dan biasanya perairan alami memiliki nilai alkalinitas berkisar 40 mg/l CaCO3 (Boyd 1988).
Gambar 11. Nilai alkalinitas air Sungai Ciliwung hasil pengukuran selama penelitian. 4.2.8. Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut air Sungai Ciliwung selama penelitian ditunjukkan pada Gambar 12. Terlihat tidak terdapat perbedaan yang
39
cukup tajam di antara lokasi penelitian akan tetapi memiliki kecenderungan mengalami penurunan konsentrasi antara stasiun Gunung Mas hingga Cibinong. Konsentrasi oksigen terlarut stasiun Gunung Mas diperoleh hasil pengukuran paling bagus yaitu berkisar 7,7 – 8,3 mg/l dengan rata-rata 8,05 mg/l, konsentrasi yang hampir sama diperoleh pada stasiun Kp. Pensiunan (7,32 – 7,8 mg/l dengan rata-rata 7,51 mg/l) dengan stasiun Kp. Jogjogan (konsentrasi DO 7,2 – 7,8 mg/l dengan rata-rata 7,55 mg/l), sedangkan stasiun Cibinong hasil pengukuran selama penelitian menunjukkan konsentrasi yang lebih rendah dibandingkan dengan stasiun yang lain yaitu berkisar 6,2 – 6,83 mg/l dengan konsentrasi rata-rata 6,51 mg/l.
Gambar 12. Konsentrasi oksigen terlarut hasil pengukuran selama penelitian. Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut selama penelitian tidak berfluktuasi dan masih dalam kisaran normal dalam mendukung proses kehidupan akuatik dan masih jauh diatas ambang batas kualitas air yang ditetapkan dalam PP No. 82 tahun 2001 yaitu 6 mg/l untuk air kelas I. Konsentrasi oksigen terlarut pada perairan Sungai Ciliwung hulu hingga pertengahan masih tergolong baik karena pada bagian badan air ini masih dapat di mungkinkan terjadinya difusi dari udara langsung melalui riak-riak air akibat adanya kecepatan arus maupun akibat benturan dengan substrat dasar yang berupa batuan. 4.2.9. Unsur Hara (Nutrien) Unsur hara yang diukur pada penelitian ini adalah unsur hara penting seperti nitrit, nitrat, ammonia, total nitrogen, orto fosfat dan total fosfat yang semuanya akan disajikan dalam gambar grafik.
40
Konsentrasi NO2 setiap lokasi penelitian seperti ditunjukkan Gambar 13 stasiun Cibinong memiliki konsentrasi yang cukup tinggi dan fluktuatif dengan kisaran antara 0,086 – 0,706 mg/l dengan rata-rata 0,26 mg/l, sedangkan konsentrasi stasiun Gunung Mas dan Kp. Pensiunan relatif rendah dengan kisaran berturut-turut antara 0,001 – 0,003 mg/l rata-ratanya 0,0017 mg/l dan 0,001 – 0,004 mg/l dengan rata-rata 0,003 mg/l. Sementara stasiun Kp. Jogjogan konsentrasi NO2 relatif sedikit lebih tinggi dengan kisaran 0,01 – 0,055 mg/l dengan rata-rata 0,031 mg/l. Berdasarkan hasil yang diperoleh maka stasiun Cibinong kondisi perairannya kurang mendukung untuk kehidupan organisme akuatik yang sensitif karena menurut Moore (1991) perairan dengan kadar nitrit lebih dari 0,05 mg/l akan persifat toksik bagi organisme perairan yang sangat sensitif. Sedangkan untuk kepentingan air minum masih dapat dipergunakan karena belum melebihi 1 mg/l seperti yang direkomendasikan oleh WHO (Moore 1991).
Gambar 13. Konsentrasi NO2 setiap lokasi sampling selama penelitian. Konsentrasi NO3 hasil analisa setiap lokasi penelitian selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 14. Konsentrasi nitrat sedikit lebih tinggi dari konsentrasi nitrit pada lokasi dan waktu yang sama.
41
Gambar 14. Konsentrasi NO3 setiap lokasi sampling selama penelitian. Konsentrasi nitrat di stasiun Gunung Mas, Kp. Pensiunan dan Kp. Jogjogan relatif rendah meskipun ada kecenderungan mengalami kenaikan. Konsentrasi nitrat setiap lokasi sampling berturut-turut dari stasiun Gunung Mas berkisar 0,225 – 0,674 mg/l dengan rata-rata 0,504 mg/l, kisaran 1,073 – 1,723 mg/l dengan rata-rata 1,271 mg/l dari stasiun Kp. Pensiunan, sementara kisaran 1,29 – 3,57 mg/l rata-rata 1,925 mg/l dari stasiun Kp. Jogjogan, sedangkan di stasiun Cibinong hasil analisis nitrat dengan konsentrasi tertinggi dan fluktuatif dengan kisaran 3,78 – 20, 58 mg/l dengan rata-rata konsentrasi 9,50 mg/l. Kondisi ini mengindikasikan bahwa air Sungai Ciliwung yang melalui stasiun Cibinong sudah mengalami pencemaran antropogenik yang berasal dari aktivitas manusia maupun kotoran hewan karena konsentrasinya melebihi 5 mg/l (Davis & Cornwell 1991). Konsentrasi NH4 di air Sungai Ciliwung mulai stasiun Gunung Mas hingga Cibinong seperti ditunjukkan Gambar 15 cenderung mengalami kenaikan. Konsentrasi amonia terendah berkisar 0,001- 0,027 mg/l dengan rata-rata 0.009 mg/l diperoleh dari stasiun Gunung Mas, sementara di stasiun Kp. Pensiunan kisaran konsentrasi amonia antara 0,048 – 0,086 mg/l dengan rata-rata 0,07 mg/l dan konsentrasi di Kp. Jogjogan sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi di Gunung Mas maupun Kp. Pensiunan dengan kisaran 0,066 – 0,46 mg/l dengan rata-rata 0,26 mg/l, sedangkan konsentrasi yang cukup tinggi diperoleh dari stasiun Cibinong dengan kisaran konsentrasi 0,71 – 103 mg/l dengan rata-rata 0,93 mg/l.
42
Gambar 15. Konsentrasi NH4 setiap lokasi sampling air Sungai Ciliwung Hulu. Keberadaan bahan pencemar (bahan organik) yang ada di perairan yang mengakibatkan tingginya konsentrasi beberapa parameter termasuk amonia seperti yang diperoleh dari stasiun Cibinong. Berdasarkan konsentrasi yang diperoleh amonia di air stasiun Cibinong sudah melebihi konsentrasi amonia yang ada di perairan alami yang biasanya kurang dari 0,1 mg/l (Mc Neely et al. 1979) dan menurut Sawyer dan McCarty (1978) konsentrasi tersebut melebihi 0,2 mg/l sehingga dapat membahayakan kehidupan akuatik khususnya ikan karena bersifat toksik, tetapi kondisi toksik tidak terjadi karena konsentrasi oksigen terlarut, pH maupun suhu masih tergolong masih baik. Konsentrasi total nitrogen di air Sungai Ciliwung yang diperoleh dari stasiun Gunung Mas hingga Cibinong cenderung mengalami kenaikan dan kenaikan yang cukup tajam diperoleh dari stasiun Cibinong dengan kisaran konsentrasi 5,12 – 23,30 mg/l dengan rata-rata 11,1 mg/l (Gambar 16).
Gambar 16. Konsentrasi TN air Sungai Ciliwung selama penelitian
43
Konsentrasi yang hampir sama diperoleh dari stasiun Gunung Mas dan Kp. Pensiunan dengan kisaran 0,431 – 0,87 mg/l rata-rata 0,727 mg/l serta kisaran 0,68 – 0,92 mg/l rata-rata 0,747 mg/l. Sementara konsentrasi di Kp. Jogjogan sedikit lebih tinggi konsentrasinya dengan kisaran antara 1,65 – 3,56 mg/l dengan rata-rata 2,35 mg/l. Unsur hara yang dianalisis selain nitrogen adalah fosfor dengan parameter orto fosfat dan total fosfat. Konsentrasi orto fosfat air Sungai Ciliwung dari Gunung Mas hingga Cibinong seperti ditunjukkan Gambar 17 cenderung mengalami kenaikan, dimana konsentrasi tertinggi diperoleh dari stasiun Cibinong dengan kisaran konsentrasi 0,37 – 0,66 mg/l dengan rata-rata 0,45 mg/l, sedangkan konsentrasi terendah diperoleh di stasiun Gunung Mas dengan kisaran 0,01 – 0,216 mg/l dengan rata-rata 0,069 mg/l. Sementara konsentrasi di stasiun Kp. Pensiunan berkisar 0,03 – 0,133 mg/l dengan rata-rata 0,104 mg/l, sedang Kp. Jogjogan konsentrasi orto fosfat diperoleh kisaran 0,182 – 0,5 mg/l dengan ratarata 0,387 mg/l. Senyawa fosfat yang berupa total fosfor adalah gambaran jumlah keberadaan fosfor yang berupa partikulat maupun terlarut, organik maupun anorganik. Perairan dengan bahan pencemar tinggi pada umumnya memiliki kecenderungan konsentrasi total fosfor dan orto fosfat yang lebih tinggi (Mackereth et al. 1989).
Gambar 17. Konsentrasi o-PO4 air Sungai Ciliwung pada setiap lokasi penelitian.
44
Konsentrasi total fosfor seperti ditunjukkan oleh Gambar 18 mulai stasiun Gunung Mas hingga Cibinong cenderung mengalami peningkatan. Konsentrasi di stasiunGunung Mas adalah yang terendah berkisar antara 0,058 – 0,281 mg/l dengan rata-rata 0,102 mg/l, sedangkan konsentrasi yang diperoleh di stasiun Kp. Pensiunan total fosfornya cenderung berfluktuasi dari waktu ke waktu dalam setiap pengambilan sampel dengan kisaran konsentrasi 0,047 – 1,014 mg/l dengan rata-rata 0,424 mg/l, sementara Kp. Jogjogan konsentrasi total fosfat juga fluktuatif antara 0,244 – 0,719 mg/l dengan rata-rata 0,481 mg/l, sedangkan konsentrasi di stasiun Cibinong diperoleh konsentrasi tertinggi dibandingkan dengan lokasi lainnya dengan kisaran fluktuatif antara 0,54 – 0,97 mg/l dengan rata-rata 0,78 mg/l.
Gambar 18. Konsentrasi TP dalam air Sungai Ciliwung setiap lokasi penelitian. Konsentrasi ortofosfat dan total fosfor dalam perairan alami cenderung kecil kurang dari 0,1 mg/l dan 1 mg/l (Boyd 1988). Berdasarkan konsentrasi orto fosfat dan total fosfor yang ditemukan pada lokasi sampling di sepanjang Sungai Ciliwung maka stasiun Gunung Mas merupakan lokasi yang perairannya masih alami keberadaan unsur fosfor di lokasi ini pada umumnya berasal dari pelapukan batuan dan sisa serasah tumbuhan yang telah mati, sedangkan di stasiun Kp. Pensiunan konsentrasinya cenderung fluktuatif hal ini dikarenakan lokasi ini terdapat perkebunan teh intensif yang pada prosesnya dilakukan pemupukan jadi diduga sumber fosfor yang ada di air berasal dari aktivitas perkebunan teh. Sedangkan sumber fosfor di stasiun Kp. Jogjogan dan Cibinong cenderung berasal
45
dari aktivitas antropogenik baik domestik maupun industri seperti sabun atau detergen, minyak pelumas, industri makanan dan minuman. 4.3. Karakteristik Biologi 4.3.1. Komposisi dan Kelimpahan Perifiton Hasil pengamatan komposisi perifiton pada penelitian di perairan Sungai Ciliwung dari stasiun Gunung Mas hingga Cibinong ditemukan 83 jenis yang terdiri dari Bacillariophyceae (44 jenis), Chlorophyceae (20 jenis), Cyanophyceae (14 jenis), Rhodophyceae (1 jenis), Xantophyceae (2 jenis) dan Dinophyceae (2 jenis). Dari enam kali pengamatan hampir setiap jenis ditemukan sehingga ada kemiripan antar waktu. Jumlah taksa atau jenis perifiton yang ditemukan dalam setiap pengamatan ditunjukkan Gambar 19. Kekayaan taksa atau jumlah jenis yang ditemukan pada stasiun Gunung Mas hingga Cibinong cenderung mengalami kenaikan. Stasiun Gunung Mas dan Kp. Pensiunan memiliki kekayaan taksa (jumlah jenis) hampir sama yaitu berturutturut 28 – 44 jenis dengan rata-rata 36 jenis dan 27 – 40 jenis dengan rata-rata 36 jenis, sedangkan stasiun Kp. Jogjogan dan Cibinong juga memiliki jumlah jenis yang ditemukan hampir sama yaitu berkisar antara 36 – 49 jenis rata-ratanya 42 jenis dan untuk stasiun Cibinong berkisar antara 40 – 48 jenis engan rata-rata 43 jenis.
Gambar 19. Jumlah taksa (jenis) perifiton perairan Sungai Ciliwung. Berdasarkan jumlah taksa (jenis) yang ditemukan di setiap stasiun penelitian diketahui bahwa persentase komposisi masing-masing kelas berbeda (fluktuatif) dalam setiap waktu pengamatan seperti ditunjukkan pada Gambar 20.
46
] % [ n o ti ifr e p sa l e k se ta n e s o r P
Desember 2010
Januari 2011
Februari 2011
Maret 2011
April 2011
Mei 2011
100 80 60 40 20 0
] 100 [% n o itf 80 ir e p 60 sa l e k 40 e sa t n 20 e s ro P 0
Bacillariophyceae
Chlorophyceae
Cyanophyceae
Rhodophyceae
Xanthophyceae
Dinophyceae
Lokasi sampling
Gambar 20. Proporsi kelas perifiton yang diperoleh pada setiap pengamatan. Proporsi perifiton seperti ditunjukkan Gambar 20, kelimpahan kelas Bacillariophyceae rata-rata 54,8%, kelas Clorophyceae rata-rata 19,8%, kelas Cyanophyceae rata-rata 18,1%, sedangkan kelas Xantophyceae, Dinophyceae dan Rodophyceae diperoleh dalam prosentase kecil yaitu berturut-turut rata-rata 4,0%, 1,7% dan 1,6%. Komposisi yang ditemukan tersebut merupakan hal umum yang sering ditemukan pada perairan yang mengalir (Whitton 1975). Welch (1980) mengemukakan bahwa keberadaan kelompok Bacillariophyceae di perairan sering mendominasi dan kelimpahannya sangat besar kecuali pada sungai yang berlumpur. Berdasarkan jumlah taksa yang diperoleh dari pengamatan perifiton di setiap lokasi sampling kemudian dihitung kelimpahannya untuk setiap lokasi seperti ditunjukkan Gambar 21. Kelimpahan perifiton seperti ditunjukkan Gambar 21 dari mulai stasiun Gunung Mas hingga Cibinong memiliki kecenderungan meningkat. Stasiun Gunung Mas dengan kondisi yang masih alami diperoleh kelimpahan yang paling sedikit dengan kisaran 2.618 – 7.851 sel/cm2 dengan rata-rata kelimpahan 4.725 sel/cm2. Kelimpahan stasiun Kp. Pensiunan berkisar antara 2.060 – 12.957 sel/cm2 dengan rata-rata 7.795 sel/cm2, sementara Kp. Jogjogan diperoleh kelimpahan antara 4.614 – 18.937 sel/cm2 dengan rata-rata kelimpahan 9.917 sel/cm2.
47
sedangkan stasiun Cibinong kelimpahannya berkisar 3.952 – 19.206 sel/cm2 dengan rata-rata 10.390 sel/cm2.
Gambar 21. Kelimpahan perifiton pada perairan Sungai Ciliwung. Rentang kisaran kelimpahan yang besar di stasiun Kp. Jogjogan dan Cibinong menunjukkan kelimpahan yang diperoleh dalam setiap pengamatan (pengambilan sampel) sangat fluktuatif. Semakin meningkatnya kelimpahan yang diperoleh dari setiap lokasi penelitian merupakan hal yang wajar karena kondisi perairannya memiliki konsentrasi bahan pencemar terutama unsur hara yang semakin meningkat mulai dari Gunung Mas hingga Cibinong. Berdasarkan komposisi dan kelimpahan perifiton yang diperoleh di perairan Sungai Ciliwung, maka dapat diketahui kondisi perairan sungai dari hasil perhitungan
beberapa
indeks
sepereti:
indeks
keanekaragaman,
indeks
keseragaman maupun indeks dominansinya. 4.3.2. Indeks Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi Hasil perhitungan indek keanekaragaman perifiton perairan Sungai Ciliwung hulu hingga tengah (Gambar 22), dimana Kp. Pensiunan memiliki nilai indek keanekaragaman yang lebih rendah daripada stasiun yang lain dengan nilai indeks berkisar 1,79 – 2,94 dengan rata-rata 2,42. Sedangkan stasiun Gunung Mas kisaran indeksnya 2,05 – 3,13 dengan rata-rata 2,89, nilai indeks untuk Kp. Jogjogan diperoleh 2,46 – 3,23 dengan rata-rata 2,95 dan stasiun Cibinong kisaran nilainya 2,52 – 3,17 dengan rata-rata 2,96. Kisaran nilai indeks keanekaragaman menurut klasifikasi Odum (1971) dikategorikan dalam Keanekaragaman sedang
48
(2,3026 < H < 6,9078) dimana penyebaran tiap jenis perifiton yang ditemukan dan kestabilan komunitas dalam kondisi sedang, sehingga komunitas perifiton yang ada memiliki kecenderungan mudah berubah. Kondisi ini sangat dimungkinkan karena lokasi Kp. Pensiunan berada di kawasan kebun teh yang lebih terbuka dengan sedikit gangguan dari aktivitas pengambilan batu oleh masyarakat yang menjadikan lokasi ini rentan mengalami perubahan.
Gambar 22. Indeks keanekaragaman perifiton perairan Sungai Ciliwung selama penelitian. Hasil perhitungan indeks keseragaman perifiton yang ditemukan di perairan Sungai Ciliwung dari stasiun Gunung Mas hingga Cibinong hampir sama seperti ditunjukkan Gambar 23.
Gambar 23. Indeks keseragaman perifiton perairan Sungai Ciliwung selama penelitian. Nilai indeks keseragaman ditunjukkan Gambar 23. Stasiun Kp. Pensiunan memiliki nilai indeks keseragaman paling kecil dibandingkan dengan stasiun yang
49
lain dengan kisaran nilai antara 0,49 – 0,81 dengan rata-rata 0,68. Sementara stasiun yang lain indeks keseragamannya diperoleh hampir sama yaitu kisaran 0,61 – 0,90 dengan rata-rata 0,81 (stasiun Gunung Mas), 0,66 – 0,89 dengan ratarata 0,79 (Kp. Jogjogan) dan nilai antara 0,66 – 0,86 dengan rata-rata 0,792 (stasiun Cibinong). Berdasarkan nilai keseragaman yang mendekati 1, maka stasiun Gunung Mas, Kp. Jogjogan dan Cibinong jenis perifiton yang ditemukan memiliki tingkat penyebaran yang cenderung rata di tiap stasiun, sebaliknya stasiun Kp. Pensiunan memiliki penyebaran tiap jenis perifiton yang tidak merata dan ada kecenderungan dominasi dari salah satu jenisnya. Nilai indeks keseragaman yang diperoleh menurut Odum (1971) dalam kategori keseragaman tinggi karena nilai indeksnya lebih tinggi 0,6 dan kurang dari 1 (0,6<E<1,0), hal ini menunjukkan bahwa perifiton yang ditemukan di stasiun Gunung Mas, Kp. Jogjogan dan Cibinong relatif sama dan tidak ada perbedaan yang mencolok hal ini menjadikan kondisi lingkungan di ketiga stasiun ini cenderung stabil. Sedangkan Kp. Pensiunan cenderung dikategorikan keseragamannya sedang yang menunjukkan kondisi lingkungan kurang stabil. Berdasarkan hasil perhitungan indeks dominansinya stasiun Kp. Pensiunan memiliki nilai yang paling tinggi dibandingkan dengan stasiun yang lain, hal ini sejalan dengan kondisi yang dihasilkan dari nilai indeks keseragamannya (Gambar 24). Nilai indeks dominansi yang diperoleh di stasiun Kp. Pensiunan berkisar antara 0,08 – 0,38 dengan rata-rata 0,18, sedangkan nilai indeks dominansi stasiun yang lain memiliki kisaran lebih rendah dan hampir mirip satu dengan lainnya dimana stasiun Gunung Mas kisaran indeks dominansi antara 0,06 – 0,24 dengan rata-rata 0,097, sementara nilai indek antara 0,049 – 0,182 dengan rata-rata 0,092 diperoleh dari Stasiun Kp. Jogjogan dan stasiun Cibinong nilai indeks dominansinya berkisar antara 0,058 – 0,182 dengan rata-rata 0,091.
50
Gambar 24. Indeks dominansi perifiton perairan Sungai Ciliwung selama penelitian. Menurut Odum (1971) nilai indeks dominansi yang diperoleh pada setiap stasiun masih dalam kategori dominansi rendah karena nilai indeksnya lebih kecil dari 0,4 (0
Tribonea Viride
yang menjadikan
Kp. Pensiunan memiliki kecenderungan adanya dominansi jenis
(C=0,18). 4.3.3. Biomassa Perifiton Perkembangan perifiton di lokasi penelitian dapat diketahui dari hasil perhitungan biomassanya baik dari perhitungan klorofil-a maupun massa kering bebas abu (Ass-free dry mass/AFDM) seperti yang ditunjukkan Gambar 25 dan 26. Seiring dengan meningkatnya konsentrasi unsur hara (N dan P) yang ada di perairan mulai dari Gunung Mas hingga Cibinong mempengaruhi jumlah taksa perifiton yang ditemukan, sehingga hal ini juga berpengaruh terhadap perkembangan perifiton yang ada di lokasi penelitian. Stasiun Gunung Mas hasil perhitungan biomassa berdasarkan klorofi-a berkisar 1,96 – 4,25 mg/m2 dengan rata-rata 3,37 mg/m2, selanjutnya Kp. Pensiunan berkisar 5,45 – 20,15 mg/m2 dengan rata-rata 11,64 mg/m2, sementara biomassa
51
di Kp. Jogjogan 8,66 – 15,34 mg/m2 dengan rata-rata 11,59 mg/m2, sedangkan stasiun Cibinong berkisar 14,58 – 29,11 mg/m2 dengan rata-rata 21,33 mg/m2.
Gambar 25. Hasil perhitungan klorofil-a perifiton perairan Sungai Ciliwung selama penelitian. Biomassa perifiton hasil perhitungan AFDM juga menunjukkan adanya peningkatan (Gambar 26). Stasiun Gunung Mas hasil perhitungan berkisar 0,04 – 0,20 mg/m2 dengan rata-rata 0,11 mg/m2, Kp. Pensiunan berkisar antara 0,04 – 0,57 mg/m2 rata-rata 0,35 mg/m2, Kp. Jogjogan berkisar 0,04 – 1,19 mg/m2 dengan rata-rata 0,44 mg/m2, sedangkan stasiun Cibinong kisaran AFDM 0,50 – 0,99 mg/m2 rata-ratanya 0,75 mg/m2.
Gambar 26. Hasil perhitungan biomassa perifiton perairan Sungai Ciliwung selama penelitian. Menurut Cuker (1983) pertumbuhan perifiton dan struktur komunitasnya dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien yang ada dalam perairan. Hasil penelitian
52
yang dilakukan oleh Lazarek (1985) menunjukkan pertumbuhan alga merupakan bioakumulasi massa sebagai akibat keberadaan unsur hara di perairan. 4.3.4. Analisis CCA Berdasarkan kondisi perifiton dan konsentrasi beberapa parameter kualitas air yang diperoleh dari setiap lokasi sampling di Sungai Ciliwung dilakukan analisis dengan ordinasi CCA yang digambarkan dalam bentuk grafik triplot seperti ditunjukkan Gambar 27. Hasil ordinasi CCA seperti yang ditunjukkan Gambar 27, menunjukan bahwa stasiun Gunung Mas (St. 1) sangat dipengaruhi kondisi fisik sungai seperti kondisi substrat, ketinggian lokasi, dan kecepatan arus. Kondisi pH perairan juga berpengaruh akan tetapi tidak terlalu kuat seperti kondisi fisik. Kondisi perairan di stasiun Gunung Mas ini dicirikan juga dengan rendahnya hampir semua parameter yang terukur seperti unsur hara (TN, NO2, NO3, NH4, o-PO4 dan TP) selain itu juga parameter konduktivitas, turbiditas, TDS, alkalinitas maupun klorofil-a. Perifiton yang ditemukan dalam jumlah banyak antara lain: Hydrodaction, Oscilatoria brevis, Synechococcus, Tetraspora, Phormidium, Westella, dan Melosira dickie.
Gambar 27. Hasil ordinasi CCa stasiun penelitian di Sungai Ciliwung. Stasiun Kp. Pensiunan (St. 2) stasiun ini memiliki karakteristik yang hampir mirip dengan stasiun Gunung Mas, tetapi Stasiun Kp. Pensiunan lebih
53
dicirikan oleh keberadaan ketinggian lokasi dibandingkan dengan kondisi substratnya. Kelimpahan perifiton yang ditemukan dalam jumlah banyak meliputi Nitzschia linearis, Sphaerocystis, Coelastrum, Nitzschia cf intermedia, Diploneis, Gomphonema, dan Klebsormidium. Stasiun Kp. Jogjogan dicirikan dengan kuatnya nilai konduktivitas maupun hasil pengukuran TDS, selain itu juga dipengaruhi kondisi turbiditas perairan maupun konsentrasi nutrien yang masuk ke perairan sungai. Sedangkan faktor ketinggian, kecepatan arus, kondisi substrat, maupun pH pengaruhnya kecil. Kelimpahan perifiton yang banyak ditemukan di stasiun Kp. Jogjogan antara lain Oscillatoria rubescens, Oscillatoria agardhii, Oscillatoria princeps, Staurosira cf anceps, Melosira varians, dan Pinnularia cf gibba. Stasiun Cibinong lebih dicirikan dengan faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dengan parameter nutrien, turbiditas, dan alkalinitas dalam konsentrasi tinggi sedangkan kondisi DO, pH, dan ketinggian lokasi yang lebih rendah serta kecepatan arus yang lebih lemah. Perifiton yang banyak ditemukan di stasiun Cibinong antara lain Pediastrum tetras, Gongrosira, Tabellaria, Synedra acus, Gomphonema parvulum, sedangkan perifiton yang ditemukan dalam kelimpahan lebih sedikit
Microspora, Ceratium, Achnanthidium, Closterium, Surirella,
Anabaena, Fragilaria crotonensis, Pediastrum duplex, dan Peridinium. 4.3.5. Interpretasi Metrik PIBI Hasil perhitungan metrik-metrik yang digunakan dalam PIBI tercantum dalam tabel 7. Peningkatan jumlah nilai skor PIBI menunjukkan kondisi perairan yang cenderung baik dan sedikit mengalami gangguan antropogenik (Hill et al. 2000). Hasil perhitungan metrik PIBI (Tabel 7) memperlihatkan seluruh stasiun penelitian memiliki nilai kisaran yang hampir sama, hal ini mengindikasikan bahwa kondisi perairan Sungai Ciliwung dari hulu (Gunung Mas) hingga bagian tengah (Cibinong) dari kondisi biota perifitonnya masih tergolong baik dan gangguan antropogenik yang terjadi masih bisa mendukung kehidupan akuatik.
54
Tabel. 7. Hasil perhitungan metrik-metrik PIBI di setiap stasiun selama penelitian. Skore metrik hasil perhitugan No.
Metrik
Gunung Mas
Kp. Pensiunan
Kp. Jogjogan
Cibinong
1
Kekayaan Taksa relatif Rata-rata Keanekaragaman Rata-rata Indeks Toleransi Polusi Rata-rata Indeks Cyanobacteria Rata-rata Indeks Pengendapan Rata-rata Indeks Eutraphentic Rata-rata Index achnanthes minutissima Rata-rata Klorofil a Rata-rata Biomassa Rata-rata Indeks Autotropfik Rata-rata PIBI skor Rata-rata Kategori
4,52 – 5,94 5,38 20,45 – 31,28 28,88 4,19 – 12,20 9,52 5,81 – 9,04 7,36 7,47 – 9,42 8,48 6,39 – 9,59 7,42 8,76 – 9,36
1,14 – 5,59 4,40 17,94 – 29,4 24,17 3,24 – 19,64 9,17 4,86 – 9,06 7,73 7,09 – 9,20 8,26 3,36 – 8,76 6,54 9,16 – 9,62
5,85 – 6,32 5,93 24,56 – 32,31 29,51 4,87 – 15,54 11,08 3,84 – 9,32 7,18 7,52 – 8,99 8,30 4,19 – 8,37 6,57 8,82 – 9,73
3,99 – 6,10 5,31 25,19 – 31,70 29,63 4,47 – 10,59 7,08 6,44 – 8,80 7,55 6,55 – 9,33 7,84 5,02 – 8,37 6,75 8,75 – 9,60
9,10 7,11 – 8,42 7,59 5,99 – 8,88 7,47 3,36 – 5,53 4,56 85,83 – 99,97 95,97 Sangat baik
9,38 3,41 – 6,57 5,01 3,45 - 8,76 5,16 2,48 – 8,39 4,82 69,69 – 92,72 84,65 Sedang
9,28 4,05 – 5,47 4,80 2,01 – 8,91 5,52 1,67 – 8,70 5,41 90,10 – 98,51 93,57 Baik
9,28 2,64 – 4,17 3,37 2,33 – 3,76 2,94 3,42 – 5,84 4,08 80,12 – 88,65 83,83 Sedang
2 3 4 5 6 7 8 9 10
Korelasi metrik atau indeks yang digunakan dalam perhitungan PIBI seperti yang ditunjukkan pada Tabel 8, memperlihatkan bahwa metrik kekayaan taksa berkorelasi negatif dengan parameter fisika lingkungan perairan Sungai Ciliwung yaitu: ketinggian lokasi (-0,514), kecepatan arus (-0,523) dan kondisi substratnya (-0,452) serta berkorelasi positif terhadap parameter suhu (0,533), konduktivitas (0,529), NO2 (0,509), NO3 (0,493), TN (0,549), o-PO4 (0,785), TDS (0,52), turbiditas (0,53) dan alkalinitas (0,49). Nilai biomassa (AFDM) dan klorofil-a memiliki korelasi negatif terhadap ketinggian (-0,64; -0,83), kecepatan arus (-0,63; -0,69), kondisi substrat (-0,59; 0,78), dan konsentrasi oksigen terlarut (-0,73; -0,79).
Metrik ini berkorelasi
positif terhadap konduktivitas (0,63; 0,79), NO2 (0,59; 0,73), NO3 (0,6; 0,73), NH4 (0,62; 0,85) TN (0,57; 0,69), o-PO4 (0,52; 0,57), TP (0,47; 0,72), TDS (0,64; 0,79), turbiditas (0,64; 84) dan alkalinitas (0,58; 0,79). Total skor PIBI berkorelasi negatif terhadap suhu (-0,47),
NH4 (-0,49), TP (-0,49), TDS (-0,46), dan
Turbiditas (-0,53), sedangkan korelasi positif ditunjukkan antara total skor PIBI
55
dengan parameter ketinggian (0,49), kecepatan arus (0,52), kondisi substrat (0,50), dan kondisi DO (0,61). Tabel 8. Hubungan korelasi PIBI dan komponen metrik serta variabel lingkungan berdasarkan koefisien korelasi Spearman. (p < 0,05) Indeks / metrik Variabel
Kekayaan KeanekaraTaksa gaman
PTI
Indeks Indeks Indeks CyanobacteEutraphenPengendapan ria tik
Achnantes minutissima
Biomass Kloropil-a Indeks [mg/m2] [mg/m2] Autotrophik
PIBI
Ketinggian Kec. Arus % Gravel Suhu DO pH Konduktivitas N-NO2
-0,514 -0,523 -0,452 0,533 -0,375 0,211 0,529 0,509
-0,194 -0,112 -0,168 0,167 -0,071 0,187 0,248 0,345
0,145 0,110 0,131 -0,152 0,044 -0,175 -0,084 -0,048
-0,032 -0,037 -0,107 0,100 -0,007 0,014 0,037 0,104
-0,205 -0,174 -0,253 0,180 -0,091 0,115 0,176 -0,027
-0,075 -0,101 -0,098 0,031 -0,146 -0,251 0,085 0,224
0,215 0,011 0,246 -0,334 0,106 0,030 -0,195 -0,126
-0,635 -0,631 -0,589 0,592 -0,725 0,298 0,631 0,593
-0,829 -0,699 -0,782 0,785 -0,795 -0,042 0,790 0,734
-0,059 -0,192 -0,075 0,051 -0,187 0,231 0,102 0,072
0,495 0,517 0,500 -0,468 0,614 -0,133 -0,439 -0,332
N-NO3
0,493
-0,148 -0,110 -0,010 -0,067 -0,344 -0,086 -0,138 0,010
-0,050 0,137 -0,014 -0,075 -0,224 0,016 -0,005 0,062
0,192 0,188 0,055 0,164 0,322 0,179 0,207 0,074
0,112 0,074 0,140 0,038 -0,148 0,091 0,121 0,117
-0,276 -0,127 -0,087 -0,211 -0,003 -0,158 -0,241 -0,065
0,734
0,446 0,549 0,785 0,393 0,524 0,528 0,490
0,229 0,161 0,479 0,331 0,074 0,228 0,157 0,353
0,600
N-NH4 TN 0-PO4 TP TDS Turbiditas Alkalinitas
0,624 0,571 0,525 0,471 0,640 0,637 0,579
0,851 0,686 0,571 0,723 0,790 0,835 0,789
0,094 0,057 0,076 0,091 -0,050 0,097 0,050 -0,032
-0,443 -0,490 -0,199 -0,177 -0,491 -0,455 -0,526 -0,274
4.3. Tingkat Pencemaran Sungai Ciliwung Hasil perhitungan tingkat pencemaran perairan Sungai Ciliwung Hulu (Gunung Mas) hingga tengah (Cibinong) dengan menggunakan indeks pencemaran Kirchoff (1991), ditunjukkan pada Gambar 28.
Gambar 28. Tingkat pencemaran perairan Sungai Ciliwung selama penelitian. Kualitas air stasiun Gunung mas cenderung stabil yang ditunjukkan dari nilai maksimum dan minimum indeks pencemaran pada Gambar 28. Nilai indeks
56
pencemaran berkisar 90,425 – 91,745 dengan rata-rata sebesar 91,17 digolongkan dalam perairan belum tercemar. Stasiun Kp. Pensiunan hasil perhitungan nilai indeks pencemarannya berkisar 83,934 – 89,251 dengan rata-rata 86,54 yang digolongkan dalam kondisi belum tercemar, sementara nilai kisaran indeks pencemaran di Stasiun Kp. Jogjogan berkisar 79,775 – 84,261 dengan rata-rata 81,93 sudah termasuk tercemar ringan. Sedangkan stasiun Cibinong hasil perhitungan indeksnya berkisar 58,388 -
63,080 dengan rata-rata 61,18
digolongkan dalam kondisi tercemar sedang. 4.4. Kondisi Habitat Sungai Ciliwung Kondisi habitat di sekitar stasiun penelitan Gunung Mas hingga Cibinong berdasarkan hasil skoring ditunjukkan Gambar 29. Stasiun Gunung mas hasil penilaian karakteristik habitatnya tertinggi dengan skor 176 – 184 dengan rata-rata 182,3; sementara lokasi penelitian yang lain hasil penilaian skor Kp Pensiunan berkisar 80 – 90 dengan rata-rata 85; stasiun Kp. Jogjogan skor penilaian berkisar 65 – 80 dengan rata-rata 76,2 dan stasiun Cibinong hasil penilaian memiliki skor 65 – 77 dengan rata-rata 70,5.
Gambar 29. Hasil penilaian kondisi habitat setiap stasiun penelitian. Berdasarkan kriteria penilaian gangguan terhadap kondisi habitat yang dikeluarkan USEPA (Barbour et al. 1999). Stasiun Gunung Mas memiliki kondisi habitat yang termasuk dalam kategori optimal yaitu minim gangguan dari proses alam maupun akibat kegiatan antropogenik, sementara stasiun yang lain termasuk dalam kategori marginal karena sudah terganggu oleh aktivitas antropogenik
57
seperti perkebunan teh (Kp. Pensiunan), pertanian dan domestik (Kp. Jogjogan) serta industri (Cibinong). 4.5. Pengelolaan Sungai Ciliwung Keberadaan unsur hara (N dan P) di perairan Sungai Ciliwung yang dihasilkan dari aktivitas antropogenik baik domestik maupun industri akan berpengaruh terhadap biota yang ada dalam perairan khususnya perifiton. Penilaian kondisi perairan secara menyeluruh baik dari kualitas perairan, kondisi habitat dan biota yang ada di perairan tersebut akan membantu mengetahui kondisi perairan yang sebenarnya. Hasil analisis parameter unsur hara (N dan P) mulai dari Gunung Mas hingga Cibinong mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya aktivitas antropogenik maupun perubahan tata guna lahan yang ada disekitar DAS Sungai Ciliwung, kondisi ini akan mengakibatkan perubahan komposisi perifiton sebagai biota yang langsung berhubungan dengan kualitas perairan Sungai Ciliwung. Kondisi perairan Sungai Ciliwung dari setiap stasiun penelitian berdasarkan kondisi dari tiga indeks (metrik) yang diperoleh baik kondisi habitat, kualitas perairan maupun metrik PIBI dapat digambarkan dalam bentuk grafik radar seperti Gambar 30. Berdasarkan Gambar 30 stasiun yang masih dalam kondisi baik ditunjukkan oleh stasiun Gunung Mas dimana nilai indeks/ metrik yang diperoleh baik kualitas perairan, kondisi habitat dan PIBI semua mendekati nilai maksimal. Kondisi habitat yang masih baik dengan minimnya gangguan serta sedikitnya bahan polutan berupa nutrien yang masuk ke parairan menjadikan stasiun Gunung Mas lebih stabil demikian juga kondisi perifiton yang ditemukan hasil penilaian PIBI diperoleh penilaian yang paling tinggi (mendekati 100) menunjukkan kondisi perifitonnya tidak mudah berubah dan cenderung stabil dengan penyebaran yang merata serta tidak adanya kecenderungan dominansi jenis. Stasiun Kp. Pensiunan, Kp. Jogjogan dan Cibinong memiliki pola grafik radar yang memiliki pola tidak simetris kondisi ini akibat dari gangguan yang terjadi di stasiun penelitian tersebut. Stasiun Cibinong seperti ditunjukkan Gambar 31 memiliki grafik radar cenderung memusat hal ini disebabkan kondisi perairan
58
di stasiun Cibinong sudah mengalami gangguan dari aktivitas antropogenik yang berada di sepanjang DAS Sungai Ciliwung yang ditunjukkan semakin terganggunya kondisi habitat dan semakin meningkatnya bahan polutan khususnya unsur hara N dan P yang masuk ke dalam perairan mengakibatkan tumbuh suburnya jenis perifiton yang ditemukan dan kelimpahan yang semakin meningkat.
Gambar 30. Kondisi matrik /indeks setiap stasiun penelitian. Berdasarkan hasil penilaian kondisi perairan pada setiap lokasi stasiun di sepanjang Sungai Ciliwung, apabila tidak ada penanganan yang serius dari pejabat pembuat kebijakan dalam hal ini pemerintah setempat akan menimbulkan permasalahan tersendiri dimasa yang akan datang. Pengelolaan kodisi lingkungan perairan Sungai Ciliwung memerlukan pendekatan penilaian secara khusus seperti penilaian kualitas biologi dengan menggunakan perifiton (Pan et al. 1996; Hill et
59
al. 2000; Leland et al. 2001). Penilaian dengan menggunakan indeks multimetrik dan analisis multivariat menggambarkan pendekatan terkini pemantauan perairan sungai (Gerritsen 1995; Norris 1995; Reynoldson et al. 1997). Berdasarkan penilaian
ini pemerintah pembuat kebijakan dapat mempertimbangkan pola
pengelolaan kawasan Sungai Ciliwung utamanya DAS nya sehingga dapat ditekan seminimal mungkin gangguan yang akan berpengaruh terhadap kondisi perairan sungai.