18
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Respon Umur Tanaman Pada Cekaman Kekeringan Cekaman kekeringan merupakan salah satu faktor pembatas yang
memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Untuk tetap hidup setiap jenis tanaman memiliki respon yang berbeda dalam mengatasi cekaman kekeringan. Pengaruh cekaman kekeringan bergantung pada genetik tanaman, dimana perbedaan morfologi, anatomi dan metabolisme akan menghasilkan respon yang berbeda terhadap cekaman kekeringan (Hamim 2004). Tanaman yang tidak mampu beradaptasi pada kondisi cekaman kekeringan akan mati apabila mengalami cekaman lebih lanjut (Sopandie 2006). Tabel 1. Matriks respon umur tanaman pada cekaman kekeringan (hari) Jenis Rumput DD MM PM SSC BD PD SS BH CG PN
0
4
8
Umur tanaman (hari) 12 16 20
24
28
Keterangan : 1. Tanaman masih hidup Tanaman sudah layu permanen 2. DD: Digitaria decumben, MM: Melinis minutiflora, PM: Panicum maximum, SSC: Stenotaphrum secundatum, BD: Brachiaria decumben, PD: Paspalum dilatatum, SS: Setaria splendida, BH: Brachiaria humidicola, CG: Chloris gayana, PN: Paspalum notatum
Hasil pengamatan tanaman rumput di rumah kaca yang dilakukan setiap 4 hari menunjukan bahwa tanaman yang diberi perlakuan stres kekeringan memberikan respon yang berbeda pada usia hidup tanaman. Setiap jenis tanaman rumput yang diberi perlakuan stres kekeringan dapat bertahan hidup antara hari ke 12 sampai hari ke 28. Rumput yang memiliki usia hidup terlama adalah Chloris gayana dan Paspalum notatum sampai dengan umur 28 hari setelah dimulai perlakuan kekeringan, sedangkan rumput Digitaria decumben dan Melinis minutiflora mengalami layu permanen lebih cepat dibanding jenis lainnya. Dubey
19
(1995) menyatakan bahwa sifat peka dan toleran suatu tanaman bergantung pada sifat genetik dan respon biokimia yang dimiliki suatu spesies, sehingga selama bertahun-tahun para peneliti menitikberatkan untuk menciptakan adaptabilitas tanaman secara genetik dan biokimia menghadapi berbagai kondisi cekaman lingkungan.
4.2
Kadar Air Tanah Kadar air tanah mengambarkan besarnya air tersedia yang diserap oleh
tanaman untuk melakukan pertumbuhan hingga batas dimana air menjadi tidak tersedia dan tanaman mengalami layu. Hasil pengamatan terhadap kadar air tanah ditampilkan pada Tabel 2. Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa interaksi antara perlakuan cekaman kekeringan dan aplikasi FMA (Fungi mikoriza arbuskula) dengan jenis rumput menunjukan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air tanah. Tabel 2. Rataan Kadar Air Tanah (%) Jenis DD MM PM SSC BD PD SS BH CG PN Rataan
W0M0 37,86 ± 0,47a 38,70 ± 0,49a 38,36 ± 0,81a 38,46 ± 0,46a 38,76 ± 0,18a 38,62 ± 0,50a 38,16 ± 0,13a 37,84 ± 1,40a 37,94 ± 0,88a 38,22 ± 0,31a 38,29±0,56A
Keterangan : 1. 2. 3.
Perlakuan Kekeringan dan FMA W1M0 W0M1 28,54 ± 1,54b 38,02 ± 0,83a 24,14 ± 1,95cd 38,42 ± 0,70a gh 20,94 ± 1,35 38,16 ± 0,45a de 23,76 ± 1,04 39,14 ± 0,59a def 22,86 ± 1,21 38,82 ± 0,94a defg 22,58 ± 1,53 38,22 ± 0,69a c 25,70 ± 2,17 38,62 ± 0,67a defg 22,60 ± 2,39 37,72 ± 1,88a fgh 21,68 ± 1,01 38,08 ± 0,79a defg 22,46 ± 0,75 38,32 ± 0,52a 23,53 ± 1,49B 38,35 ± 0,81A
W1M1 29,34 ± 2,16b 23,84 ± 1,28d 21,88 ± 2,16fgh 22,98 ± 0,79def 22,82 ± 1,50def 21,92 ± 1,37efgh 23,82 ± 2,45d 22,92 ± 1,47def 22,82 ± 1,33def 20,20 ± 0,16h 23,25 ± 1,47B
Rataan 33,44 ± 1,25A 31,28 ± 1,10B 29,84 ± 1,19E 31,09 ± 0,72BC 30,82 ± 0,96BCD 30,34 ± 1,02CDE 31,58 ± 1,36B 30,27 ± 1,78CDE 30,13 ± 1,00DE 29,80 ± 0,43E
Angka yang diikuti oleh superskrip huruf besar yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) Angka yang diikuti oleh superskrip huruf kecil yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) DD: Digitaria decumben, MM: Melinis minutiflora, PM: Panicum maximum, SSC: Stenotaphrum secundatum, BD: Brachiaria decumben, PD: Paspalum dilatatum, SS: Setaria splendida, BH: Brachiaria humidicola, CG: Chloris gayana, PN: Paspalum notatum
Perlakuan W0M1 pada rumput Stenotaphrum secundatum memiliki nilai rataan kadar air tanah tertinggi sebesar 39,14% sedangkan nilai rataan terendah pada tanaman Paspalum notatum yang mendapatkan perlakuan W1M1 dengan nilai 20,20%. Hasil ini menunjukan bahwa rumput Stenotaphrum secundatum
20
lebih baik dari rumput Paspalum notatum dalam mempertahankan air tanah, hal ini di sebabkan perlakuan penyiraman (W0) pada rumput Stenotaphrum secundatum memberikan pengaruh terhadap ketersediaan air tanah agar tetap tinggi sedangkan pada rumput Paspalum notatum yang diberi perlakuan kekeringan (W1) akan mengalami penurunan kadar air tanah. Pada perlakuan penyiraman (W0), nilai rataan W0M0 terhadap W0M1 tidak berbeda (P>0,01), demikian juga pada perlakuan tanpa penyiraman (W1). Ini menunjukan bahwa pemberian perlakuan FMA (Fungi mikoriza arbuskula) tidak memberikan pengaruh terhadap status nilai kadar air tanah baik pada perlakuan penyiraman (W0) maupun pada tanpa penyiraman (W1). Nilai rataan kadar air tanah pada jenis tanaman menunjukan bahwa rumput Digitaria decumben memiliki nilai rataan tertinggi yaitu sebesar 33,44%, sedangkan yang paling terendah adalah rumput Paspalum notatum dengan rataan 29,80%. 4.3
Potensial Air Daun Potensial air merupakan parameter yang banyak digunakan dalam mengukur
status air tanaman dan merupakan faktor penentu untuk pergerakan air dalam tubuh tanaman (Joly 1985). Potensial air daun merupakan indikator terjadinya kekurangan air (Joly 1985 dalam Larcher 1995), Potensial air daun menurun dengan semakin rendahnya kandungan air tanah, dengan demikian pada kondisi ketersediaan air tanah menurunkan menyebabkan semakin rendah nilai potensial air daun yang menunjukan tanaman mengalami stres kekeringan. Hasil pengamatan terhadap terhadap potensial air daun ditampilkan pada Tabel 3. Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa interaksi antara perlakuan kekeringan dan aplikasi FMA (Fungi mikoriza arbuskula) dengan jenis rumput menunjukan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) terhadap potensial air daun.
21
Tabel 3. Rataan Potensial Air Daun (MPa) Jenis DD MM PM SSC BD PD SS BH CG PN Rataan
W0M0 -0,75 ± 0,2ab -0,56 ± 0,2ab -0,73 ± 0,2ab -0,68 ± 0,2ab -0,55 ± 0,2ab -0,74 ± 0,3ab -0,49 ± 0,2ab -0,98 ± 0,1ab -0,97 ± 0,4ab -0,40 ± 0,7a -0,69± 0,2A
Keterangan : 1. 2. 3.
Perlakuan Kekeringan dan FMA W1M0 W0M1 -9,15 ± 5,6efgh -0,79 ± 0,1ab -2,91 ± 2,1 abcd -0,59 ± 0,1ab hi -13,46 ± 6,2 -0,95 ± 0,6ab cdefg -6,79 ± 1,6 -0,51 ± 0,6ab i -17,09 ± 13,7 -0,82 ± 0,3ab defg -7,67 ± 2,8 -0,78 ± 0,1ab fgh -10,43 ± 1,7 -0,64 ± 0,2ab efg -8,17 ± 2,7 -0,63 ± 0,3ab fgh -9,43 ± 2,0 -1,00 ± 0,4ab efgh -9,13 ± 7,8 -0,90 ± 0,2ab -9,42 ± 4,6C -0,76 ± 0,3A
W1M1 -4,40 ± 2,0abcde -2,67 ± 1,5abc -5,50 ± 1,7abcdef -7,00 ± 1,7cdefg -9,78 ± 4,2fgh -5,69 ± 1,6bcdef -10,28 ± 2,1fgh -8,05 ± 1,8efg -7,10 ± 3,6cdefg -11,21 ± 7,0gh -7,17 ± 2,7B
Rataan -3,77 ± 2,0AB -1,68 ± 1,0A -5,16 ± 2,2BC -3,74 ± 1,0AB -7,06 ± 4,6 C -3,72 ± 1,2AB -5,46 ± 1,1 BC -4,46 ± 1,2 B -4,63 ± 1,6B -5,41 ± 3,9BC
Angka yang diikuti oleh superskrip huruf besar yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) Angka yang diikuti oleh superskrip huruf kecil yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) DD: Digitaria decumben, MM: Melinis minutiflora, PM: Panicum maximum, SSC: Stenotaphrum secundatum, BD: Brachiaria decumben, PD: Paspalum dilatatum, SS: Setaria splendida, BH: Brachiaria humidicola, CG: Chloris gayana, PN: Paspalum notatum
Perlakuan W0M0 pada rumput Paspalun notatum memiliki nilai potensial air daun tertinggi dengan rataan -0,40 MPa, sedangkan perlakuan W1M0 pada rumput
Brachiaria humidicola memiliki nilai terendah dengan rataan -17,09
MPa. Hasil ini menunjukan bahwa perlakuan penyiraman (W0) pada rumput Paspalum notatum mampu mempertahankan nilai potensial air daun pada level normal, sedangkan pada rumput Brachiaria decumben yang diberi perlakuan tanpa penyiraman (W1) nilai potensial airnya akan terus menurun hingga mengalami layu permanen. Hal ini disebabkan karena tanaman sudah tidak mampu lagi mempertahankan air yang terdapat pada sel dan jaringan sehingga proses metabolisme dan fotosintesis mengalami gangguan. Perlakuan pada 10 jenis rumput menunjukan bahwa M0W0 (-0,69MPa) memiliki nilai potensial air daun tertinggi, sedangkan yang terendah adalah M0W1 (-9,42MPa). Pemberian FMA pada perlakuan penyiraman (W0) tidak memberikan perbedaan terhadap nilai rataan potensial air daun, namun pada perlakuan cekaman kekeringan (M1) pemberian FMA menunjukan hasil yang berbeda (P<0,01). Hal ini menunjukan bahwa peranan FMA baru akan nampak ketika tanaman mengalami cekaman kekeringan, dimana hifa pada akar tanaman akan bekerja secara maksimal dalam proses pengambilan air dan unsur hara dalam tanah agar dapat mempertahankan potensial air daun pada kondisi sub-optimal.
22
Pemberian FMA (Fungi mikoriza arbuskula) pada perlakuan cekaman kekeringan dapat menaikan nilai potensial air daun sebesar 23.88 %. Morte et al. (2000) Peran FMA (Fungi mikoriza arbuskula) sebetulnya secara tidak langsung meningkatkan ketahanan terhadap kadar air yang ekstrim. Cendawan mikoriza dapat mempengaruhi kadar air tanaman inang. Menurut Foth (1991) tanaman inang dimanfaatkan jamur sebagai makanan adalah keuntungan bagi tanaman inang yaitu: (1) Permukaan akar bertambah dengan bertambah efektifnya penyerapan nutrien (partikel fosfor) dan air, (2) Fungsi akar menjadi lebih luas, (3) Toleransi terhadap kekeringan dan panas bertambah (4) Sumbangan nutrient tanah lebih tersedia (5) Terhambatnya infeksi oleh organisme penyakit. 4.4
Kadar Air Relatif Daun Kadar air relatif daun atau RWC (Relative water content) merupakan
parameter ketahanan tanaman menghadapi cekaman kekeringan, dimana varietas toleran dibuktikan dengan dapat mengatur RWC tetap tinggi, oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa nilai RWC merupakan salah satu parameter ketahanan tanaman Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa interaksi antara perlakuan kekeringan dan aplikasi FMA (Fungi mikoriza arbuskula) dengan jenis tanaman menunjukan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai rataan kadar air relatif daun. Tabel 4. Rataan Kadar Air Relatif Daun (%) Jenis DD MM PM SSC BD PD SS BH CG PN Rataan
W0M0 77,78 ± 15,4cdefg 68,32 ± 6,6abcd 76,46 ± 2,8defg 82,28 ± 2,8abcdefg 83,81 ± 3,7abcdef 83,70 ± 1,2abcdef 92,34 ± 2,7a 81,57 ± 1,8bcdefg 83,94 ± 4,1abcdef 73,40 ± 3,3fg 80,36 ± 4,4A
Keterangan : 1. 2. 3.
Perlakuan Kekeringan dan FMA W1M0 W0M1 ijk 29,69 ± 5,5 83,59 ± 15,4abcdef ij 27,90 ± 10,1 67,04 ± 6,4abcd kl 21,92 ± 8,5 72,21 ± 1,3g ijk 29,69 ± 6,4 87,20 ± 6,4abc ijk 31,00 ± 3,4 87,38 ± 4,0abc ijk 29,60 ± 4,2 84,68 ± 3,3abcde ijk 29,92 ± 4,9 91,22 ± 2,8ab kl 22,36 ± 5,0 83,29 ± 1,7abcdef l 15,55 ± 3,0 78,64 ± 10,5cdefg ijk 30,12 ± 2,7 74,62 ± 2,7efg C 26,77 ± 5,4 80,99±5,5A
W1M1 50,44 ± 17,6h 25,83 ± 5,1ij 24,09 ± 4,3kl 34,51 ± 10,2ij 38,33 ± 5,6i 33,21 ± 6,4ij 38,95 ± 11,6i 30,98 ± 6,3ijk 35,12 ± 7,1i 31,90 ± 5,1ijk 34,34 ± 7,9B
Rataan 60,37 ± 13,5AB 47,27 ± 7,1AB 48,67 ± 4,2F 58,42 ± 6,4ABC 60,13 ± 4,2AB 57,80 ± 3,8BCD 63,11 ± 5,5A 54,55 ± 3,7CDE 53,31 ± 6,2DEF 52,51 ± 3,5EF
Angka yang diikuti oleh superskrip huruf besar yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) Angka yang diikuti oleh superskrip huruf kecil yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) DD: Digitaria decumben, MM: Melinis minutiflora, PM: Panicum maximum, SSC: Stenotaphrum secundatum, BD: Brachiaria decumben, PD: Paspalum dilatatum, SS: Setaria splendida, BH: Brachiaria humidicola, CG: Chloris gayana, PN: Paspalum notatum
23
Perlakuan W0M0 pada rumput Setaria splendida memberikan nilai rataan tertinggi 92,34 %, sedangkan perlakuan W1M0 pada rumput Chloris gayana memberikan nilai rataan terendah 15,55%. Hal ini menunjukan bahwa perlakuan penyiraman (W1) memberikan respon terbaik pada rumput Setaria splendida terhadap nilai kadar air relatif daun, sebaliknya perlakuan tanpa penyiraman (W0) pada rumput Chloris gayana memperlihatkan bahwa tanaman mengalami cekaman kekeringan yang ditandai dengan rendahnya kadar air relatif pada daun. Hal ini disebabkan karena pada rumput Chloris gayana yang mendapat perlakuan tanpa penyiraman (W1) sudah tidak mampu lagi mempertahankan status air pada sel dan jaringan, dimana penyerapan air tanah oleh akar mengalami gangguan akhibat tidak tersedianya air tanah yang cukup. Nilai rataan antara perlakuan menunjukan bahwa W0M1 memiliki nilai rataan kadar air relatif daun tertinggi sebesar 80,99%, sedangkan nilai terendah pada perlakuan W1M0 dengan nilai rataan 26,77%.
Pada perlakuan dengan
penyiraman (W0) nilai rataan W1M0 tidak berbeda (P>0,01) dengan W0M0, sebaliknya pada perlakuan tanpa penyiraman (W1) menunjukan bahwa perlakuan W1M1 berbeda nyata (P<0,01) terhadap W1M0. Hal ini menunjukan bahwa pemberian FMA (Fungi mikoriza arbuskula) pada perlakuan tanpa penyiraman (W1) memberikan respon lebih baik terhadap kadar air relatif daun dibandingkan yang tidak diberi FMA, ini karena hifa tanaman pada kondisi tanpa penyiraman (W1) mampu bekerja secara optimal untuk memenuhi kebutuhan air pada tanaman sehingga tanaman berupaya untuk mempertahankan tingkat kesegaran ketika proses kehilangan air terus terjadi. Pada perlakuan tanpa penyiraman (W1) pemberian FMA dapat menaikan nilai kadar air relatif daun sebesar 28.27%. Rendahnya nilai kadar air relatif daun tanaman pada cekaman kekeringan menunjukan bahwa tanaman menurunkan tekanan turgor serendah mungkin agar tetap dapat bertahan, sehingga sel menjadi berukuran lebih kecil dari tanaman kontrol selanjutnya apabila tanaman tidak mampu mempertahankan tekanan turgornya maka tanaman akan mati. Hasil penelitian Ashri (2006) menunjukan bahwa tanaman kedelai yang diberi cekaman kekeringan menurun sampai pada 43-30%. Nilai kadar air relatif daun merupakan titik kritis bagi tanaman dimana mulai mengalami layu berat.
24
4.5
Defisit Air Daun Defisit air daun menunjukan banyaknya air dalam jaringan yang hilang
dibanding dengan kandungan air pada kondisi turgor penuh. Semakin besar defisit air maka akan semakin rendah air yang tersedia untuk metabolisme sehingga dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada proses morfologi dan fisiologi pada tanaman. Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa interaksi antara perlakuan cekaman kekeringan dan aplikasi FMA (Fungi mikoriza arbuskula) dengan jenis rumput menunjukan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai defisit air daun. Tabel 5. Rataan Defisit Air Daun (%) Jenis DD MM PM SSC BD PD SS BH CG PN Rataan
W0M0 22,22 ± 15,4fghij 14,46 ± 6,6ijkl 23,54 ± 2,8fghi 17,72 ± 2,8fghijkl 16,19 ± 3,7ghijkl 16,30 ± 1,2ghijkl 7,66 ± 1,0l 18,43 ± 1,8fghijk 16,06 ± 4,1ghijkl 26,60 ± 3,3fg 17,92 ± 4,3C
Keterangan : 1. 2. 3.
Perlakuan Kekeringan dan FMA W1M0 W0M1 70,31 ± 5,5bcd 16,41 ± 15,4ghijkl 65,73 ±10,1cd 14,53 ± 6,4ijkl ab 78,08 ± 8,5 27,79 ± 1,3f bcd 70,31 ± 6,4 12,80 ± 6,4jkl bcd 69,00 ± 3,4 12,62 ± 4,0jkl bcd 70,40 ± 4,2 15,32 ± 3,3hijkl bcd 70,08 ± 6,1 8,78 ± 1,3kl ab 77,64 ± 5,0 16,71 ± 1,7ghijkl a 84,45 ± 3,0 21,36 ±10,5fghij bcd 69,88 ± 2,7 25,38 ± 2,7fgh A 72,59 ± 5,5 17,17 ± 5,3C
W1M1 49,56 ± 17,6e 65,69 ± 5,1cd 75,91 ± 4,3abc 65,49 ± 10,2cd 61,67 ± 5,6d 66,79 ± 6,4cd 61,05 ± 13,7d 69,02 ± 6,3bcd 64,88 ± 7,1d 68,10 ± 5,1bcd 64,82 ± 8,1B
Rataan 39,63 ±EF 40,10 ± 7,1EF 51,33 ± 4,2A 41,58 ± 6,4DEF 39,87 ± 4,2EF 42,20 ± 3,8CDE 36,89 ± 5,5F 45,45 ± 3,7BCD 46,69 ± 6,2ABC 47,49 ± 3,5AB
Angka yang diikuti oleh superskrip huruf besar yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) Angka yang diikuti oleh superskrip huruf kecil yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) DD: Digitaria decumben, MM: Melinis minutiflora, PM: Panicum maximum, SSC: Stenotaphrum secundatum, BD: Brachiaria decumben, PD: Paspalum dilatatum, SS: Setaria splendida, BH: Brachiaria humidicola, CG: Chloris gayana, PN: Paspalum notatum
Interaksi antara cekaman kekeringan dan aplikasi FMA dengan jenis rumput menunjukan bahwa nilai defisit air daun tertinggi terjadi pada rumput Chloris gayana yang mendapat perlakuan W1M0 dengan rataan 84,45% sedangkan nilai defisit air terendah ditunjukan pada rumput Setaria splendida yang mendapat perlakuan W0M0 dengan nilai rataan sebesar 7,66%. Hasil ini menunjukan bahwa rumput Setaria splendida yang mendapat perlakuan penyiramana (W0) memiliki kemampuan mempertahankan defisit air lebih baik dibanding rumput Chloris gayana yang mendapatkan perlakuan tanpa penyiramana (W1). Hal ini karena pada rumput Chloris gayana yang mengalami degradasi air pada sel dan jaringan
25
sementara transportasi air dan unsur hara terhambat, akhibatnya tanaman akan kering dan mengalami layu permanen. Rataan nilai defisit air daun pada perlakuan FMA menunjukan bahwa perlakuan W1M1 (64,82%) berbeda nyata (P<0,01) terhadap W1M0 (72,59%), hal ini menunjukan bahwa pemberian FMA pada cekaman kekeringan (W1) memberikan respon terbaik terhadap defisit air daun, dimana secara tidak langsung FMA akan berperan secara efisien dalam penyerapan air dan unsur hara dari tanah, sementara tanaman akan berupaya mempertahankan turgor sehingga defisit air dapat diminimalisir. Pemberian FMA pada perlakuan tanpa penyiraman (W1) mampu menurunkan defisit air daun sebesar 11,98%. Perbandingan antara jenis rumput menunjukan bahwa rumput Panicum maximum memiliki nilai defisit air tertinggi dengan rataan 51,33% sedangkan defisit air terendah pada ditunjukan pada rumput Setaria splendida dengan rataan 36,89%. 4.6
Produksi Berat Kering Tajuk Produksi berat kering tajuk merupakan suatu peubah yang sangat penting
untuk menduga produksi potensial tanaman dan dijadikan salah satu pedoman untuk mengetahui tingkat pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Hasil pengamatan terhadap berat kering tajuk rumput ditampilkan pada Tabel 6. Tabel 6. Produksi Berat Kering Tajuk (g/pot) Jenis DD MM PM SSC BD PD SS BH CG PN Rataan
W0M0 23,7 ± 4,0efghij 18,8 ± 4,4ijklmno 27,3 ± 5,7cdefgh 27,6 ± 3,5cdefg 12,8 ± 3,6opq 17,5 ± 5,7jklmnop 35,7 ± 7,0ab 15,5 ± 6,6lmnopq 16,0 ± 2,4klmnopq 5,6 ± 1,7r 20,04 ± 4,4B
Keterangan : 1. 2. 3.
Perlakuan Kekeringan dan FMA W1M0 W0M1 19,4 ± 1,8ijklmno 25,1 ± 6,9defghi 14,9 ± 2,4mnopq 29,8 ± 5,7bcde bcd 31,8 ± 3,8 31,5 ± 10,5bcd mnopq 14,7 ± 2,1 29,0 ± 4,7bcdef cdefg 28,1 ± 7,2 40,9 ± 8,6a jklmnop 16,8 ± 3,0 24,0 ± 0,9efghij klmnopq 16,2 ± 16,2 33,8 ± 3,4bc qr 9,3 ± 1,8 31,1 ± 11,5bcd pqr 10,2 ± 1,5 23,2 ± 5,6efghijk r 5,4 ± 1,6 15,9 ± 3,0klmnopq C 16,67 ± 4,1 28,43 ± 6,1A
W1M1 16,7 ± 0,9jklmnop 20,3 ± 3,5hijklmn 23,5 ± 4,9efghij 22,3 ± 2,3fghijkl 32,8 ± 5,7bc 21,0 ± 1,6ghijklm 15,8 ± 2,6klmnopq 13,4 ± 4,9nopq 17,4 ± 2,9jklmnop 11,2 ± 2,2pqr 19,45 ± 3,1B
Rataan 21,24 ± 3,4CD 20,94 ± 4,0CD 28,51 ± 6,2A 23,37 ± 3,1BC 28,64 ± 6,2A 19,83 ± 2,8DE 25,41 ± 7,3B 17,33 ± 6,2E 16,70 ± 3,1E 9,54 ± 2,1F
Angka yang diikuti oleh superskrip huruf besar yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) Angka yang diikuti oleh superskrip huruf kecil yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) DD: Digitaria decumben, MM: Melinis minutiflora, PM: Panicum maximum, SSC: Stenotaphrum secundatum, BD: Brachiaria decumben, PD: Paspalum dilatatum, SS: Setaria splendida, BH: Brachiaria humidicola, CG: Chloris gayana, PN: Paspalum notatum
26
Hasil analisis sidik ragam pada interaksi antara perlakuan cekaman kekeringan dan aplikasi FMA (Fungi mikoriza arbuskula) dengan jenis rumput menunjukan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) terhadap berat kering tajuk tanaman rumput. Interaksi antara cekaman kekeringan dan aplikasi FMA dengan jenis rumput menunjukan bahwa perlakuan dengan penyiraman (W0) pada rumput Brachiaria decumben menghasilkan produksi berat kering tajuk tertinggi dengan rataan 40,9 g, sedangkan perlakuan tanpa penyiraman (W1) pada rumput Paspalum notatum menghasilkan nilai berat kering tajuk terendah dengan rataan 5,4 g. Hasil ini menunjukan bahwa rumput Paspalum notatum yang mendapat perlakuan tanpa penyiraman mengalami gangguan metabolisme akhibat cekaman kekeringan akan menghambat pertumbuhan tanaman sehingga akan mengurangi jumlah biomasa yang dihasilkan. Hasil analsisi antara perlakuan menunjukan bahwa produksi berat kering tajuk tertinggi adalah pada perlakuan W0M1 dengan rataan sebesar 28,43 g, diikuti W0M0 dengan rataan 20,04 g, W1M1 dengan rataan 28,43 g sedangkan perlakuan W1M0 memberikan hasil terendah dengan rataan 16,67 g. Pada perlakuan W0M0 terhadap W1M1 tidak berbeda nyata (P>0,01) hal ini menunjukan bahwa perlakuan tanpa penyiraman dan aplikasi FMA (W1M1) mampu mendekati hasil produksi berat kering tajuk pada perlakuan penyiraman dan tanpa FMA (W0M0), kuat dugaan bahwa aplikasi FMA mampu memberikan kontribusi besar terhadap peningkatan produksi tajuk sehingga berdampak terhadap berat kering tajuk yang dihasilkan. Perbandingan pada perlakuan dengan penyiraman (W0) memperlihatkan bahwa aplikasi FMA mampu meningkatkan produksi berat kering tajuk sebesar 41,86%, sedangkan pada perlakuan tanpa penyiraman (W1) aplikasi FMA dapat meningkatkan produksi berat kering tajuk sebesar 16,67%. Perbandingan antar jenis rumput menunjukan bahwa rumput Brachiaria decumben memiliki nilai produksi berat kering tajuk tertinggi dengan rataan 28,64 g dan tidak berbeda (P>0,01) dengan produksi berat kering tajuk rumput Panicum maximum dengan rataan sebesar 28,51 g, sedangkan produksi berat kering tajuk terendah ditunjukan pada rumput Paspalum notatum dengan rataan
27
sebesar 9,54 g, namun demikian rumput Panicum maximum dan Brachiaria decumben memiliki respon terhadap usia layu permanen yang lebih singkat yaitu: hari ke-16 dan hari ke-20 dibandingkan rumput Paspalum notatum yang mampu bertahan sampai dengan hari ke-28. Terjadinya
penurunan
berat
kering
tajuk
selain
disebabkan
oleh
terhambatnya laju pertumbuhan dan perkembangan tanaman juga disebabkan oleh faktor genetik tanaman. Karti (2004) menyatakan bahwa cekaman kekeringan dapat memperkecil ukuran daun sehingga menurunkan kemampuan untuk berfotosintesis sehingga pembentukan fotosintat menurun, akibatnya produksi bahan kering tajuk menurun. 4.7
Produksi Berat Kering Akar Cekaman kekeringan akan menghambat transport dan translokasi unsur hara
dan air sehingga menghambat proses fotosintesis yang pada akhirnya dapat menurunkan produksi berat kering akar. Hasil pengamatan terhadap produksi berat kering akar rumput ditampilkan pada Tabel 7. Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa interaksi antara perlakuan cekaman kekeringan dan aplikasi FMA (Fungi mikoriza arbuskula) dengan jenis rumput menunjukan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) terhadap produksi berat kering akar tanaman. Tabel 7. Berat Kering Akar (g/Pot). Jenis DD MM PM SSC BD PD SS BH CG PN Rataan
W0M0 9,8 ± 4,9cdef 9,8 ± 4,9cdefg 18,4 ± 8,2b 2,5 ± 1,9h 9,8 ± 4,9defgh 5,5 ± 3,9efgh 29,9 ± 8,5a 6,2 ± 3,7defgh 2,9 ± 2,3gh 9,4 ± 9,8cdefg 11,26 ± 5,3A
Keterangan : 1. 2. 3.
Perlakuan Kekeringan dan FMA W1M0 W0M1 9,0 ± 2,9cdefgh 11,0 ± 5,3cde 8,7 ± 3,1cdefgh 8,0 ± 4,7cdefgh bc 14,5 ± 7,9 14,7 ± 3,3bc gh 2,9 ± 0,7 4,8 ± 3,5efgh defgh 9,0 ± 2,9 9,9 ± 5,3defgh defgh 7,2 ± 2,2 9,8 ± 2,8cdefg 17,8 ± 6,1b 33,8 ±6,9a efgh 5,7 ± 1,0 9,5 ± 4,0cdefg efgh 5,4 ± 1,7 7,0 ± 4,9defgh defgh 6,3 ± 2,0 10,0 ± 3,6cdef B 8,65 ± 3,0 11,84 ± 4,4A
W1M1 9,8 ± 5,5cdef 6,1 ± 3,1defgh 14,2 ± 4,6bc 3,2 ± 1,0fgh 10,3 ± 6,3efgh 8,7 ± 1,5cdefgh 12,8 ± 2,5bcd 6,0 ± 1,8efgh 6,5 ± 4,1defgh 9,4 ± 3,2cdefg 8,70 ± 3,3B
Rataan 9,92 ± 4,6C 8,14 ± 3,9CDE 15,44 ± 6,0B 3,37 ± 1,7F 9,74 ± 4,8DE 7,79 ± 2,5CDE 23,57 ± 6,0A 6,85 ± 2,6DE 6,30 ± 3,2EF 8,78 ± 4,6CD
Angka yang diikuti oleh superskrip huruf besar yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) Angka yang diikuti oleh superskrip huruf kecil yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) DD: Digitaria decumben, MM: Melinis minutiflora, PM: Panicum maximum, SSC: Stenotaphrum secundatum, BD: Brachiaria decumben, PD: Paspalum dilatatum, SS: Setaria splendida, BH: Brachiaria humidicola, CG: Chloris gayana, PN: Paspalum notatum
28
Perlakuan W0M1 pada rumput Setaria splendida memberikan produksi tertinggi (33,8g), sedangkan perlakuan W0M0 pada rumput Stenotaphrum secundatum mempunyai produksi terendah (2,5g). Produksi berat kering akar antara perlakuan menunjukan bahwa perlakuan W0M1 memiliki nilai rataan tertinggi sebesar 11,84 g, sedangkan yang terendah adalah pada perlakuan W1M0 dengan nilai rataan 8,65 g. Hal ini menunjukan bahwa pemberian FMA memberikan respon terbaik terhadap produksi berat kering akar, sedangkan pada perlakuan tanpa FMA mengalami gangguan terhadap produksi berat kering akar. Pada antara perlakuan penyiraman (M0) dan tanpa penyiraman (M1) pemberian FMA menunjukan tidak berbeda (P>0,01). Berat kering akar pada semua jenis tanaman umumnya menunjukan adanya pengurangan sejalan dengan berkurangnya ketersediaan air pada tanaman. Pengurangan berat ini terjadi karena pada saat tanah kekurangan air tanaman akan memberikan respon terhadap sistim perakaran seperti akar akan lebih panjang, lebih halus dan banyak cabangnya untuk mempermudah menjangkau air. Sitompul dan guritno (1995) menyatakan bahwa tanaman akan membentuk akar yang lebih banyak dengan berat kering akar yang lebih rendah dalam keadaan kekurangan air dibandingkan dengan tanaman yang tumbuh dalam keadaan cukup air. Penurunan produksi berat kering akar tertinggi adalah pada rumput Setaria splendida sebesar 51,95% sedangkan penurunan yang paling terendah adalah pada rumput Brachiaria decumben sebesar 2,11%. Dari perbandingan tersebut diduga bahwa rumput Brachiaria decumben lebih toleran dibanding rumput Setaria splendida. Huang dan Fry (1988) mengatakan bahwa perakaran pada tanaman setelah pengeringan tanah akan menurunkan berat kering akar secara nyata. Rumput yang mampu bertahan hidup pada kondisi stres kering akan menurunkan berat kering akarnya. 4.8
Index Sesitivitas Kekeringan
Indeks sensitivitas kekeringan digunakan untuk menentukan jenis rumput ke dalam tingkat toleransi cekaman
29
Tabel 8. Matriks tingkat toleransi pada 6 peubah Jenis DD MM PM SSC BD PD SS BH CG PN Ket :
KAT AT AT P AT P P AT AT P P T AT P
PAD AT T AT AT P AT P AT AT P
PEUBAH KARD DAD AT AT AT P P AT AT P AT P AT P AT P P P P AT AT AT
BKT AT P T P T T P P P AT
BKA T AT AT AT T T P P T AT
SCORE SCORE TOTAL ISK HARI SCORE 7 1 7 5 1 5 5 2 10 4 3 12 5 3 15 6 4 24 2 4 8 2 4 8 4 5 20 4 5 20
= toleran jika nilai IS ≤ 0,5 = agak toleran jika 0,5< IS ≤ 1,0 = peka jika IS >1,0
Setelah dilakukan penentuan tingkat toleransi, selanjutnya dilakukan skoring terhadap tingkat toleransi dengan kaidah sebagai berikut : P = skor 0, AT = skor 1 dan T = skor 2. Hasil dari perhitungan skoring kemudian di kalikan dengan skoring terhadap hari dengan kaidah : H12 = skor 1; H16 = skor 2; H20 = skor 3; H24 = skor 4 dan H28 = skor 5. Hasil perhitungan index sensitivitas menunjukan tanaman dengan total skor tertinggi adalah rumput Paspalum dilatatum dengan nilai 24, diikuti rumput Paspalum notatum dan Chloris gayana. Sedangkan tanaman yang memiliki nilai skor terendah adalah rumput Melinis menutiflora. Hal ini menunjukan bahwa tanaman Paspalum dilatatum memiliki nilai toleransi terbaik dibandingkan dengan jenis lainnya.
4.9. Pembahasan Umum Nilai potensial air tanaman merupakan aspek penting untuk melihat sejauh mana tanaman mampu mempertahankan hidup pada kondisi cekaman kekeringan. Tanaman yang toleran akan berusaha untuk tetap mempertahankan nilai potensial air tetap sehingga ketersediaan air pada sel dan jaringan tercukupi. Hasil penelitian menunjukan bahwa rumput Paspalum dilatatum dan Chloris gayana, mampu tetap survive dalam kondisi potensial air yang rendah. Pada kondisi tanpa penyiraman (W1) Rumput Paspalum dilatatum dan Chloris gayana mampu bertahan hidup sampai nilai potensial air masing-masing mencapai -7,67 MPa dan
30
-9,43 MPa sedangkan jika diberi FMA (Fungi mikoriza arbuskula) nilai potensial airnya akan naik menjadi -5,69 MPa dan -7,10 MPa. Hal ini menunjukan bahwa pemberian FMA ternyata memberikan dampak terhadap peningkatan nilai potensial air daun. Penutupan stomata merupakan mekanisme utama yang mengurangi fotosintesis karena cekaman kekeringan. Bray (1997) menyatakan bahwa mekanisme penurunan laju fotosintesis yang diakhibatkan oleh terjadinya penurunan potensial air dalam daun mencakup beberapa proses antara lain yaitu penutupan stomata secara hidroaktif dapat mengurangi suplai CO2, terjadinya dehidrasi kutikula, dinding sel epidermis dan membran sel mengurangi aviditas dan permeabelitas terhadap CO2, bertambahnya tahanan sel mesofil daun terhadap pertukaran gas dan menurunkan efisiensi sistim fotosintesis. Penurunan nilai potensial air daun sangat erat hubungannya dengan kadar air relatif daun dan defisit air daun. Pada kondisi cekaman kekeringan tanaman akan menurunkan nilai potensial air daun hal ini berdampak terhadap menurunya kadar air relatif daun dan meningkatnya defisit air daun. Hal ini ditunjukan dalam penelitian ini dimana rumput yan diberi perlakuan tanpa penyiraman mengalami penurunan kadar air relatif daun dan peningkatan defisit air daun seiring menurunnya nilai potensial air daun. Pada perlakuan tanpa penyiraman (W1) nilai kadar air relatif terendah terjadi pada rumput Chloris gayana pada nilai 15,55% sedangkan jika diberikan FMA maka akan naik menjadi 35,12%. Hal ini menunjukan bahwa pemberian FMA memberikan dampak yang positif terhadap peningkatan nilai kadar air relatif daun, hal yang sama juga terjadi pada rumput Paspalum dilatatum dan Panicum maximum namun hal ini tidak terjadi pada rumput Melinis menutiflora dimana pemberian FMA ternyata tidak berdampak terhadap peningkatan kadar air relatif daun. Kadar air relatif daun yang tinggi dapat dilihat dari tingkat kesegaran daun dimana tanaman Paspalum dilatatum, Chloris gayana dan Paspalum notatum memiliki tingkat kesegaran daun yang relatif lebih lama dibandingkan jenis lainnya. Hal ini dapat dilihat pada usia hidup tanaman dimana rumput Paspalum notatum dan Chloris gayana ternyata mampu bertahan sampai hari ke-28 setelah masa perlakuan sedangkan Paspalum dilatatum mampu bertahan hidup sampai hari ke-24. Hal ini menunjukan bahwa dalam keadaan tercekam akhibat kekeringan tanaman masih tetap survive
31
sehingga dapat dikatakan bahwa tanaman memiliki toleransi yang baik pada kondisi kekeringan. Pada rumput Digitaria decumben dan Melinis menutiflora mengalami layu permanen lebih awal yaitu pada hari ke-12 setelah masa perlakuan. hal ini menunjukan bahwa tanaman tidak mampu bertahan dalam kondisi kekeringan yang lebih lama sehingga kurang cocok untuk dikembangkan pada lahan kering. Peranan secara tidak langsung FMA yaitu melalui peningkatan ketersediaan dan penyerapan hara secara fisiologi dimana akar bermikoriza dapat mengekskresikan asam-asam organik dan fosfatase secara difusi kedalam tanah (George et al 1992). Produksi berat kering tajuk merupakan aspek penting dalam dunia peternakan, hal ini karena ketersediaan pakan memegang peranan penting dalam keberhasilan suatu usaha peternakan. Hasil penelitian menunjukan bahwa tanaman yang diberi perlakuan FMA pada kondisi kekeringan secara nyata (P<0,01) mampu meningkatkan produksi berat kering tajuk. Hal ini terjadi karena pada kondisi kekeringan FMA mampu memaksimalkan penyerapan air dan unsur hara di dalam tanah sehingga pertumbuhan tanaman tetap berlangsung. Pada kondisi tanpa penyiraman produksi berat kering tajuk (W1) rumput Paspalum dilatatum menunjukan tingkat toleransi yang tinggi pada kekeringan. Hal ini dapat dilihat pada hasil perhitungan index sesitivitas kekeringan, sedangkan pada rumput Chloris gayana menunjukan tingkat toleransi agak toleran. Menurut Karti (2003) tanaman yang toleran memiliki unsur ketersediaan P yang dapat dipenuhi melalui pelarutan dengan mengeluarkan asam organik yaitu asam oksalat, asam sitrat dan asam malat. Asam oksalat diduga mampu membentuk kompleks Al dan Fe baik dalam larutan maupun dipermukaan mineral sehingga akan meningkatkan ketersediaan beberapa unsur fosfor di dalam tanah. Hal ini tentunya akan berdampak terhadap ketersediaan hara bagi tanaman, dimana unsur hara yang tersedia
secara
baik
akan
mempengaruhi
terhadap
perkembangan
dan
pertumbuhan tanaman sehingga tanaman mampu menghasilkan produktivitas yang tinggi.