4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Variabilitas Kesuburan Perairan dan Oseanografi Fisika 4.1.1. Sebaran Ruang (Spasial) Suhu Permukaan Laut (SPL) Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) di perairan Selat Lombok dipengaruhi oleh pola musiman yang diakibatkan pergerakan angin muson. Pada musim Barat (Desember – Februari), massa air permukaan perairan di selat Lombok sudah menghangat (Gambar 8), dimana SPL mengalami peningkatan dan berada pada kisaran antara 26,20 - 30,41 °C dengan suhu tertinggi di Stasiun 1 pada bulan Desember dengan rerata suhu 29,12 °C (Tabel 3), pada Stasiun ratarata antara bulan Desember - Februari, suhu maksimum pada kisaran 28,94 – 29,53 °C dan kisaran suhu minimum antara 26,78 – 27,34 °C dengan rerata suhu pada kisaran 27,85 – 28,57°C. Standar deviasi (SD) dari sebaran suhu permukaan laut di Selat Lombok digambarkan dengan kontur nilai SD (Gambar 9). Pada musim barat nilai SD tertinggi setiap stasiun 1 - 4 ada di bulan Februari (Tabel 2). Pada musim peralihan I (Maret – Mei), sebaran suhu permukaan laut bulanan rata-rata di perairan Selat Lombok masih cukup panas tetapi cenderung sudah mulai mendingin (Gambar 8), SPL berada pada kisaran 26,85 – 30,06 °C, dengan rerata suhu di stasiun 1 – 4 berturut-turut antara 28,41 – 29,28 °C; 28,52 – 29,22 °C; 27.88 – 28,38 °C dan 28,11 – 28,5 °C, adapun rerata suhu tertinggi di Stasiun 1, bulan April sebesar 29,28 °C dan suhu rerata terendah di Stasiun 3 pada bulan Maret sebesar 27,88 °C (Tabel 2). Pada stasiun rata – rata memiliki kisaran suhu maksimum antara 28,72 – 29,56 °C dan suhu minimum antara 27,30 – 28,13 °C. Pada musim peralihan I ini jelas terlihat suhu permukaan laut masih tampak hangat di utara sampai dengan selatan, namun di bulan Mei suhu permukaan laut mulai berangsur mendingin dan pendinginan suhu permukaan laut ini diawali dari bagian selatan perairan Selat Lombok yang lebih dekat dengan Samudera Hindia yang merupakan perairan terbuka sehingga cenderung lebih cepat mengalami penurunan suhu permukaan laut dibandingkan dengan bagian utara perairan Selat Lombok.
33
34
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober November Desember Gambar 8. Sebaran suhu pernukaan laut (SPL) bulanan rata-rata dari Tahun 2002 - 2009.
35
Pola sebaran suhu permukaan laut (SPL) bulanan rata-rata pada bulan April memperlihatkan bahwa massa air permukaan perairan Selat Lombok lebih hangat dibanding bulan Maret, karena proses pemanasan di laut mencapai puncaknya di bulan April dan bahang yang terkandung didalamnya masih lambat dilepaskan ke udara. Sebaran SPL bulanan rata-rata pada musim peralihan I (Maret – Mei) di perairan Selat Lombok cenderung lebih hangat dibanding dengan musim lainnya. Hangatnya massa air permukaan laut disebabkan karena angin yang bertiup pada musim ini cenderung lemah sehingga bahang yang dilepaskan dari permukaan laut menjadi lebih kecil. Lemahnya angin mengakibatkan percampuran massa air kolom perairan tidak terjadi secara baik sehingga stratifikasi suhu perairan semakin kuat, dampaknya suhu permukaan laut menjadi hangat. Selain itu perairan di bagian utara Selat Lombok berdekatan dengan Laut Flores yang merupakan perairan laut tertutup yang lebih dangkal dibandingkan di bagian selatan dimana bahang yang diserap akan lama dilepaskan ke udara sehingga perairan tersebut cenderung lebih hangat dibanding dengan perairan selatan Selat Lombok. Tabel 2. Suhu permukaan laut (SPL) rata-rata bulanan pada bulan Januari - Juni di setiap stasiun pengamatan Stasiun 1
2
3
4
Rat-rata
Nilai Maks Min Rerata S.deviasi Maks Min Rerata S.deviasi Maks Min Rerata S.deviasi Maks Min Rerata S.deviasi Maks Min Rerata S.deviasi
Jan 28.75 26.91 27.92 0.64 29.38 27.05 28.00 0.79 28.97 26.44 27.67 0.76 28.68 26.90 27.81 0.56 28.95 26.83 27.85 0.69
Feb 29.36 26.99 28.34 0.89 29.14 26.20 28.09 1.09 29.01 26.78 27.83 0.83 29.99 27.15 28.16 0.74 29.37 26.78 28.10 0.89
Mar 29.12 27.66 28.41 0.50 28.80 27.73 28.52 0.38 28.34 27.03 27.88 0.44 28.64 26.77 28.12 0.66 28.72 27.30 28.23 0.50
Apr 29.94 28.84 29.28 0.37 30.07 28.65 29.22 0.49 29.03 26.85 28.30 0.83 29.21 28.12 28.51 0.39 29.56 28.12 28.83 0.52
Mei 29.62 28.73 29.09 0.33 29.48 28.67 29.15 0.25 28.99 27.89 28.38 0.39 28.55 27.26 28.11 0.42 29.16 28.14 28.68 0.35
Jun 28.94 28.09 28.43 0.28 28.68 28.09 28.34 0.22 28.44 27.52 28.01 0.31 28.25 26.85 27.27 0.50 28.58 27.64 28.01 0.33
36
Tabel 3. Suhu permukaan laut (SPL) rata-rata bulanan pada bulan Juli - Desember di setiap stasiun pengamatan Stasiun 1
2
3
4
Rat-rata
Nilai Maks Min Rerata S.deviasi Maks Min Rerata S.deviasi Maks Min Rerata S.deviasi Maks Min Rerata S.deviasi Maks Min Rerata S.deviasi
Jul 28.17 27.32 27.63 0.33 28.04 27.35 27.63 0.27 27.96 26.88 27.21 0.38 27.30 25.44 26.24 0.60 27.87 26.75 27.18 0.39
Agu 27.89 26.93 27.28 0.31 27.83 26.88 27.16 0.31 27.08 26.01 26.73 0.33 26.36 25.13 25.69 0.36 27.29 26.24 26.71 0.33
Sep 27.93 27.18 27.51 0.29 27.91 26.97 27.40 0.33 27.78 25.50 26.92 0.79 26.58 25.27 25.99 0.53 27.55 26.23 26.95 0.49
Okt 28.60 27.45 28.07 0.34 28.30 27.68 27.99 0.20 28.05 26.62 27.37 0.55 27.56 26.72 27.09 0.27 28.13 27.12 27.63 0.34
Nov 29.28 28.44 28.94 0.28 29.29 28.29 28.76 0.32 28.36 26.78 27.59 0.53 28.41 27.29 27.84 0.36 28.83 27.70 28.28 0.37
Des 30.41 27.73 29.12 0.86 29.45 26.99 28.65 0.83 28.80 27.02 28.18 0.58 29.45 27.62 28.33 0.63 29.53 27.34 28.57 0.73
Pada musim Timur (Juni – Agustus), sebaran SPL sudah menunjukkan terjadinya penurunan suhu perairan bila dibandingkan dengan musim peralihan I (Gambar 8). Pada bulan Juni massa air permukaan laut terlihat masih relatif hangat di bagian utara dan lebih dingin di bagian selatan dengan suhu berkisar antara 26,85 – 28,94 °C dengan rerata suhu antara 27,27 – 28,43 °C. Sedangkan pada bulan Juli – Agustus, SPL terlihat semakin menurun, dimana pada bulan Juli berkisar 25,44 – 28,17 °C (rerata suhu 26,24 – 27,63 °C) dan bulan Agustus berkisar antara 25,13 – 27,89 °C (rerata suhu 25,69 - 27°C). Sebaran SPL di stasiun rata-rata, juga menunjukkan bahwa pada bulan lebih tinggi berkisar antara 27-64 – 28,58 °C (rerata suhu 28,01 °C) daripada bulan Juli yang berkisar antara 26,75 – 27,87 °C (rerata suhu 27,18 °C) dan bulan Agustus 26,24 – 27,29 °C (rerata suhu 26,71 °C). Pada musim ini, nilai standar deviasi (SD) signifikan tinggi terjadi di bagian selatan Selat Lombok (Gambar 9), dengan nilai SD tertinggi di Stasiun 4 berkisar antara 0,36 – 0,59, dan dari stasiun rata- rata nilai SD tertinggi terjadi pada bulan Juli hal ini menunjukkan di lokasi area tersebut terjadi fluktuasi yang signifikan tinggi.
37
Januari
April
Juli
Februari
Mei
Agustus
Maret
Juni
September
Oktober November Desember Gambar 9. Kontur standar deviasi (SD) suhu permukaan laut bulanan rata-rata dari tahun 2002 – 2009.
38
Secara spasial, bagian selatan dari perairan Selat Lombok memiliki massa air yang lebih dingin daripada massa air bagian utara Selat Lombok (Gambar 8), Angin muson tenggara membawa udara dingin dari daratan Australia sehingga mengakibatkan suhu udara lebih dingin daripada suhu perairan sehingga memungkinkan terjadinya pelepasan bahang ke udara. Selain itu, angin yang kuat juga berperan terhadap massa air kolom perairan yang berdampak terhadap dinginnya massa air permukaan. Dinginnya massa air perairan di selatan BaliLombok semakin meluas pada bulan Agustus dengan suhu permukaan laut berkisar antara 25,13 – 26,36 °C , di perairan pada stasiun 4 posisi 9.25 °LS, 115.75 °BT dan sekitarnya, menunjukkan indikasi terjadinya upwelling yang mengangkat massa air dalam yang dingin ke atas permukaan laut di perairan selatan Selat Lombok. Pada masa Peralihan II (September- November) di perairan Selat Lombok menunjukkan perbedaan antara bulan September dengan bulan Oktober – November (Gambar 8), pada bulan September, suhu permukaan laut (SPL) masih sangat rendah selanjutnya mengalami peningkatan pada bulan Oktober – November. Perairan Selat Lombok, bila dibandingkan dengan bulan-bulan yang lainnya, sebaran SPL pada bulan September memiliki nilai yang paling rendah. SPL terendah berada di stasiun 4 dengan suhu kisaran antara 25,27 – 26,58 °C (Tabel 3). Rendahnya SPL di perairan Selat Lombok sampai dengan awal periode musim peralihan II, kemungkinan oleh masih kuatnya tiupan angin muson tenggara yang mengakibatkan bahang dari kolom perairan lebih banyak dilepaskan ke udara serta oleh adanya upwelling di bagian selatan perairan selat Lombok. Selanjutnya berangsur- angsur suhu permukaan laut mulai menghangat di bulan Oktober- November. Pada stasiun rata-rata, dari nilai rerata suhu permukaan laut menujukkan kenaikan suhu yang signifikan dari bulan September – November yaitu berturut-turut sebesar 26,95 °C di bulan September, 27,63 °C dan mencapai nilai rerata tertinggi di periode peralihan II, sebesar 28,28 °C. Berdasarkan penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa sebaran SPL bulanan rata-rata di perairan Selat Lombok baik di bagian utara dan selatan memperlihatkan variasi yang cukup tinggi baik secara spasial dan temporal (Gambar 8). Secara temporal, SPL memperlihatkan perubahan pola sebaran
39
secara musiman sedangkan secara spasial terlihat adanya perbedaan sebaran SPL antar lokasi stasiun pengamatan pada waktu bersamaan atau pada waktu yang berbeda. Secara spasial perbedaan ini disebabkan oleh proses dinamika massa air yang terjadi di dalam perairan Selat Lombok sebagai akibat dari pengaruh musim. Secara temporal (musiman), variasi suhu permukaan laut terlihat cukup tinggi pada musim Timur (Juli - September), sedangkan pada musim Barat (Januari April) massa air cenderung lebih hangat dan homogen. 4.1.2. Sebaran Ruang ( Spasial ) Klorofil Sebaran konsentrasi klorofil-a di perairan Selat Lombok secara umum adalah meningkat di bagian selatan antara Bali-Lombok pada saat musim Timur dan menurun pada musim Barat (Gambar 10). Peningkatan konsentrasi klorofil pada musim Timur berkaitan dengan fenomena upwelling di perairan Samudera Hindia yaitu sekitar perairan selatan Jawa - Sumbawa (Wyrtki, 1962). Fenomena upwelling yang terjadi di Samudera Hindia bagian Timur juga memberi pengaruh pada perairan Selat Lombok, karena sebagian massa air perairan Selat Lombok merupakan masukan dari massa air Samudera Hindia. Pada musim Barat (Desember – Februari), di bulan Desember upwelling yang terjadi di selatan perairan Selat Lombok sudah berangsur menghilang namun cenderung adanya kenaikan konsentrasi di bagian utara meskipun nilainya rendah, dan utamanya terkonsentrasi di dekat pesisir pantai tenggara Bali dan pesisir pantai barat Lombok. Pada bulan Desember – Januari, nilai konsentrasi klorofil-a bulanan rata-rata tertinggi ada di stasiun 2 dan 3 yaitu berkisar antara 0,10 – 0,53 mg/m³ (Tabel 4). Tingginya konsentrasi klorofil-a di stasiun ini kemungkinan koordinat lokasinya relatif lebih dekat dengan pesisir pantai tenggara Bali dan pesisir pantai barat Lombok oleh adanya sungai-sungai besar yang membawa partikel- partikel organik dengan intensitas tinggi ke muara dekat dengan pesisir pantai di lokasi tersebut sehingga terjadi pengkayaan nutrien yang berakibat konsentrasi klorofilnya cenderung tinggi. Hal ini semakin jelas tampak dari nilai standar deviasi (SD) yang tinggi yang berarti terjadi fluktuasi yang tinggi di stasiun 2 di bulan Desember dan stasiun 3 di bulan Januari dengan nilai 0,15 (Tabel 4).
40
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober November Desember Gambar 10. Sebaran klorofil bulanan rata-rata dari tahun 2002 – 2009.
41
Pada musim Peralihan I (Maret – Mei), konsentrasi klorofil-a di perairan Selat Lombok masih relatif rendah di bulan Maret namun masih tampak tinggi di bagian utara Selat Lombok yaitu pada stasiun 1 dan stasiun 2 yaitu berkisar antara 0,15 -0,31 mg/m³ (Tabel 4), namun konsentrasi klorofil-a cenderung mulai meningkat di bulan April – Mei di perairan bagian selatan Selat Lombok (Gambar 10). Konsentrasi klorofil-a bulanan di semua stasiun pada musim Peralihan I berkisar antara 0,13 – 0,62 mg/m³, adapun konsentrasi pada stasiun rata-rata (Maret – Mei) umumnya berkisar antara 0,16 – 0,43 mg/m³. Selama musim Timur (Juni – Agustus), sebaran klorofil-a pada bulan JuliAgustus di setiap stasiun pengamatan menunjukkan bahwa pusat konsentrasi klorofil-a tinggi dan mengalami penyebaran di perairan Selat Lombok bagian selatan (Gambar 10). Berdasarkan sebaran klorofil-a setiap stasiun pengamatan yang berada di Selat Lombok sepanjang periode Juni - Agustus diperoleh konsentrasi klorofil-a rata-rata di stasiun 1 sebesar 0,19 – 0,27 mg/m³ (rerata 0,22 – 0,23 mg/³m) dan berturut-turut di stasiun 2 - 4 yaitu antara 0,17 – 0,28 mg/m³ (rerata 0,2 mg/m³); 0,23 – 0,47 mg/m³ (rerata 0,30 – 0,36 mg/m³); 0,32 – 0,71mg/m³ (rerata 0,44 – 0,54 mg/m³). Pada stasiun rata-rata konsentrasi klorofil-a mempunyai kisaran di musim timur antara 0,23 – 0,42 mg/m³. Sepanjang bulan Juli, sebaran klorofil-a berkisaran antara 0,19 – 0,61 mg/m³ dengan konsentrasi tertinggi berada pada stasiun 3 dan 4. Pada stasiun 3 klorofil-a berkisar antara 0,27 – 0,36 mg/m³ dengan nilai rerata 0,30 mg/m³ sedangkan di stasiun 4 klorofil-a berkisar antara 0,34 – 0,61 mg/m³ dengan nilai rerata 0,45 mg/m³. Pada bulan Agustus di perairan selatan Selat Lombok, klorofil-a terlihat terus mengalami peningkatan konsentrasi (Gambar 10). Sebaran klorofil-a pada bulan Agustus berada pada kisaran 0,20 – 0,71 mg/m³ dengan konsentrasi ratarata tertinggi berada pada stasiun 3 dan 4. Pada stasiun 3, klorofil-a berkisar antara 0,27 – 0,47 mg/m³ dengan nilai rerata 0,36 mg/m³ dan di stasiun 4 berkisar antara 0,38 – 0,71 mg/m³ dengan nilai rerata 0,54 mg/m³ (Tabel 4). Dalam gambar 10, tampak jelas terjadinya peningkatan konsentrasi klorofil-a di bagian selatan Selat Lombok ke arah timur, dan puncak konsentrasi klorofil-a tertinggi pada musim Timur terjadi di bulan Agustus.
42
Tabel 4. Klorofil rata-rata bulanan pada bulan Januari – Desember di setiap stasiun pengamatan Stasiun
1
2
3
4
Ratarata
Nilai
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agu
Sep
Okt
Nov
Des
Maks
0.31
0.35
0.30
0.31
0.33
0.27
0.25
0.24
0.22
0.23
0.38
0.23
Min
0.20
0.16
0.16
0.15
0.17
0.19
0.19
0.20
0.18
0.15
0.16
0.14
Rerata
0.25
0.25
0.20
0.21
0.21
0.23
0.22
0.22
0.20
0.19
0.24
0.18
S.deviasi
0.05
0.07
0.05
0.06
0.05
0.03
0.03
0.02
0.02
0.02
0.09
0.03
Maks
0.48
0.30
0.31
0.36
0.32
0.21
0.29
0.26
0.22
0.22
0.29
0.52
Min
0.16
0.16
0.15
0.15
0.16
0.18
0.19
0.18
0.18
0.15
0.14
0.11
Rerata
0.26
0.24
0.19
0.23
0.22
0.20
0.22
0.21
0.20
0.19
0.21
0.27
S.deviasi
0.11
0.05
0.05
0.09
0.05
0.01
0.03
0.02
0.02
0.02
0.05
0.15
Maks
0.53
0.40
0.48
0.42
0.45
0.43
0.36
0.47
0.39
0.71
0.96
0.41
Min
0.11
0.20
0.21
0.26
0.22
0.23
0.27
0.27
0.27
0.28
0.19
0.15
Rerata
0.34
0.30
0.30
0.32
0.31
0.31
0.30
0.36
0.32
0.48
0.40
0.26
S.deviasi
0.15
0.07
0.09
0.07
0.08
0.07
0.03
0.07
0.04
0.17
0.27
0.08
Maks
0.30
0.36
0.38
0.62
0.49
0.61
0.61
0.71
0.72
0.42
0.86
0.39
Min
0.13
0.13
0.13
0.19
0.25
0.32
0.34
0.38
0.34
0.30
0.09
0.12
Rerata
0.21
0.23
0.24
0.42
0.36
0.44
0.45
0.54
0.52
0.35
0.33
0.19
S.deviasi
0.06
0.09
0.10
0.19
0.08
0.10
0.08
0.11
0.15
0.05
0.26
0.09
Maks
0.40
0.35
0.36
0.43
0.40
0.38
0.38
0.42
0.39
0.39
0.62
0.39
Min
0.15
0.16
0.16
0.19
0.20
0.23
0.25
0.26
0.24
0.22
0.14
0.13
Rerata
0.27
0.26
0.23
0.30
0.28
0.29
0.30
0.34
0.31
0.30
0.29
0.23
S.deviasi
0.09
0.07
0.07
0.10
0.07
0.05
0.04
0.06
0.05
0.07
0.16
0.09
Pada Musim Peralihan II (September – November) di perairan selatan Selat Lombok, peningkatan konsentrasi klorofil-a mengalami puncaknya pada sampai bulan November (Gambar 10). Pada bulan September, sebaran klorofil-a bulanan rata-rata di stasiun 1 berkisar antara 0,18 – 0,22 mg/m³, stasiun 2 berkisar antara 0,18 – 0,22, stasiun 3 berada pada kisaran 0,27 – 0,39 mg/m³, stasiun 4 berada pada kisaran 0,34 – 0,72 mg/m³ (Tabel 4). Pada bulan November, klorofil bulanan rata-rata di perairan selatan Selat Lombok berada pada kisaran 0,14 – 0,95 mg/m³, untuk stasiun 1 pada kisaran 0,15 – 038 mg/m³, stasiun 2 pada kisaran 0,14 – 0,28, pada stasiun 3 pada kisaran 0,18 – 0,95 mg/m³ dan pada stasiun 4 berada pada kisaran 0,09 – 0,86. Berdasarkan analisa sebaran klorofil pada stasiun pengamatan 1 - 4, secara umum di perairan utara Selat Lombok memiliki konsentrasi yang lebih rendah dari perairan selatan Selat Lombok (Gambar 10).
43
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober November Desember Gambar 11. Kontur standar deviasi (SD) klorofil bulanan rata-rata dari Tahun 2002 – 2009.
44
Secara umum dapat dijelaskan bahwa selama musim Barat (Desember – Maret), sebaran klorofil-a di perairan sekitar selat Lombok cenderung homogen dan rendah berkisar antara 0,10 – 0,53 mg/m³. Pada bulan Juni – November, sebaran horisontal klorofil-a pada permukaan laut memperlihatkan perubahan pola sebaran bila dibandingkan dengan musim barat dan awal peralihan I, khususnya di selatan perairan Selat Lombok. Pada daerah selatan perairan Selat Lombok terjadi peningkatan konsentrasi klorofil-a baik di perairan sekitar pantai maupun di perairan lepas pantai selama musim timur dan peralihan II. Meningkatnya konsentrasi klorofil-a dan meluasnya daerah sebaran klorofil-a dengan konsentrasi tinggi mempunyai hubungan yang erat dengan peningkatan konsentrasi nutrien terutama konsentrasi nitrat dan menurunnya suhu permukaan laut di perairan Selat Lombok ini selama musim Timur. Karakteristik perairan ini menunjukkan bahwa perairan di selatan Selat Lombok terajadi fenomena fisik massa air yang memicu terjadinya peningkatan konsentrasi klorofil-a pada permukaan perairan. Pada bulan Desember terjadi penurunan konsentrasi dan luasan daerah sebaran konsentrasi klorofil-a, penurunan konsentrasi dan luasan daerah sebaran dari klorofil-a ini berlanjut sampai dengan bulan Maret (awal peralihan I). Namun di beberapa tempat khususnya di perairan dekat pantai barat Lombok dan sebagian tenggara Bali tampak adanya peningkatan konsentrasi klorofil-a namun sifatnya hanya lokal, hal ini disebabkan oleh adanya sungai-sungai besar yang membawa air bermuara disitu membawa partikel organik yang banyak sehingga terjadi peningkatan konsentrasi nutrien di wilyah tersebut, peningkatan konsentrasi nutrien ini mempunyai hubungan yang erat dengan tingginya konsentrasi klorofil-a di daerah itu. Selanjutnya untuk dapat melihat gambaran tentang fenomena dan membuktikan adanya upwelling pada suatu daerah , dapat dilihat dari sebaran vertikal suhunya, dengan lapisan termoklin sebagai acuan. Sebaran vertikal suhu berupa penggambaran kontur suhu permukaan bulanan rata-rata dan standar deviasinya pada tiap-tiap stasiun dan kedalaman masing-masing, dengan menggunakan titik contoh tiap kedalaman 5 m, 55 m, 115 m 155 m, 195m dan 250 m yang diasumsikan mewakili area lapisan tercampur (mix layer), lapisan termoklin dan lapisan perairan dalam (deep sea). Secara umum lapisan termoklin
45
di perairan Indonesia berada pada kedalaman 100 – 300 m dengan kisaran suhu antara 9 – 26 °C (Soegiarto dan Birowo, 1975), dan menurut Hani (2006), menyebutkan bahwa lapisan termoklin di Selat Lombok berada pada kisaran kedalaman 75 – 200 m. Perairan selat lombok adalah perairan yang menjadi lintasan Arlindo, lintasan ini merupakan bagian dari lintasan massa air termoklin antar samudera pada lintang rendah dan memainkan peranan penting dalam sirkulasi termohalin global. Ilahude dan Gordon (1996), menyatakan bahwa sumber utama massa air Arlindo adalah massa air termoklin yang berasal dari Samudera Pasifik bagian utara. Pada musim Barat (Desember – Februari), kondisi suhu perairan memperlihatkan massa air yang cenderung lebih hangat dengan kisaran antara 28,92 - 30,47 °C di permukaan laut dan pada kedalaman 250 m berkisar antara 9,10 – 13,44 °C (Gambar 12), suhu perairan yang hangat ini masih terus berlanjut sampai masa peralihan I di bulan April yang berkisar antara 29,37 – 30,26 °C di permukaan dan kisaran 9,39 – 13,55 °C di kedalaman 250 m. Pada akhir periode peralihan I, di bulan Mei suhu permukaan cenderung sudah mulai menurun yaitu pada kisaran 29,14 – 29,79 °C. Rata-rata kedalaman dari lapisan termoklin yaitu berada pada 70 m hingga 200 dengan ketebalan rata-rata sekitar130 m. Pada periode ini terjadi fluktuasi suhu yang tinggi yang terjadi di lapisan termoklin yang dimulai pada bulan November – Januari (Gambar 12), fluktuasi yang paling tinggi di berada di bulan Desember dengan lokasi di selatan Selat Lombok tepatnya pada stasiun 3 dan 4 sekitar bujur 115.75 °BT dan lintang 8.5 °LS - 9.5 °LS di lapisan termoklin. Fluktuasi yang tinggi diakibatkan oleh adanya dinamika yang terjadi di daerah itu. Pada musim barat, angin muson Barat Laut yang mengarah ke Tenggara sangat kuat bergerak dan membawa sejumlah massa air laut permukaan yang hangat bertemu dengan arus Arlindo masuk ke perairan Selat Lombok dari utara ke selatan mengarah ke Samudera Hindia. Terjadi proses percampuran massa air di lapisan termoklin, kondisi batimetri dibagian selatan Selat Lombok di sekitar stasiun 3 dan 4 koordinat 8 - 9° LS yang terdapat punggung laut (sill) menyebabkan terjadinya fluktuasi yang sangat tinggi pada daerah itu, oleh karena
46
arus dalam yang bergerak terhalang oleh siil yang meyerupai dinding (Gambar 13), sehingga terjadi proses percampuran massa air. Pada musim peralihan I (Maret – Mei), memasuki masa transisi angin Barat Laut cenderung lemah di permukaan namun Arlindo masih kuat bergerak di kolom perairan ke arah selatan menuju Samudera Hindia, sehingga fluktuasi suhu di lapisan termoklin perairan selatan Selat Lombok terlihat relatif masih kuat namun cenderung mulai melemah, tetapi pada bulan Mei angin muson Tenggara sudah mulai menguat membawa arus dingin di selatan perairan lombok dan sebagian masuk melewati Selat Lombok dengan intensitas yang tinggi. Pada musim Timur (Juni – Agustus) angin Muson Tenggara semakin meningkat, suhu perairan Selat Lombok mulai mendingin dengan kisaran suhu di permukaan antara 26,77 °C – 29,16 dan kisaran suhu di kedalaman 250 m berkisar antara 9,63 – 13,71 °C, sampai bulan Agustus suhu perairan semakin dominan menjadi lebih dingin berkisar antara 26,77 – 27,68 °C di permukaan dan berkisar antara 9,74 – 13,42 °C di kedalaman 250m. Respon terhadap bertiupnya angin muson tenggara yang mengakibatkan suhu permukaan rendah dan ketebalan lapisan permukaan perairan di perairan dekat pantai menjadi berkurang, akibatnya lapisan termoklin menjadi lebih dangkal sehinggga terjadi penipisan lapisan tercampur. Isoterm 10,5 – 12 °C yang bergeser ke arah permukaan pada musim Timur mengindikasikan bahwa massa air dari lapisan dalam juga ikut terangkat ke atas permukaan laut selama terjadinya penaikan massa air khususnya terjadi di bagian selatan perairan Selat Lombok di koordinat namun tidak terjadi di bagian utara Selat Lombok (Gambar 12). Hal ini merupakan indikasi terjadinya upwelling di selatan perairan Selat Lombok, yang selanjutnya diikuti oleh meningkatnya konsentrasi klorofil permukaan laut dan nutrien. Adapun data-data suhu perkedalaman untuk setiap stasiun dari bulan Januari – Desember dapat dilihat dalam lampiran 7.
47
Januari
Juli
Februari
Agustus
Maret
September
April
Oktober
Mei
November
Juni
Desember
Gambar 12. Kontur suhu vertikal bulan Januari – Desember
48
Januari
Juli
Februari
Agustus
Maret
September
April
Oktober
Mei
November
Juni
Desember
Gambar 13. Kontur standar deviasi suhu vetikal bulan Januari – Desember
49
Pada musim peralihan II (September – November), masih kuatnya angin Muson Tenggara menyebabkan suhu perairan Selat Lombok masih tampak dingin sampai dengan bulan Oktober dengan kisaran suhu permukaan antara 27,91 – 28,84 °C dan di kedalaman 250m berkisar 9,82 – 12,11 °C. Pada bulan November angin Muson Tenggara mulai melemah dan sebaliknya angin Muson Barat kekuatannya mulai meningkat, terjadi perubahan suhu perairan di Selat Lombok yang juga menampakkan tanda-tanda semakin menghangat pada semua stasiun pengamatan 1 – 4 kisaran suhu permukaan permukaan berturut turut antara 29,12 – 29.66 °C; 29.08 – 29,62 °C; 29,10 – 29,62 °C; dan 29,12 – 29,75 °C dan di kedalaman 250m suhu juga menunjukkan sedikit menghangat di setiap stasiun pengamatan, pada stasiun 1 berkisar antara 12,63 – 13,21 °C, dan di stasiun 2-4 masing-masing berkisar antara 11,73 – 12,57 °C; 10,75 – 11,89 °C dan 10,24 – 11,40 °C. Nilai SD juga cukup tinggi yaitu berkisar antara 0,20 – 1,90 hal ini menunjukkan fluktuasi yang cukup tinggi dengan fluktuasi tertinggi di stasiun 3 dan 4 di kedalamaman 155 – 195m dengan nilai SD di stasiun 3 berkisar antara 1,31 – 1,85 dan di stasiun 4 antara 1,33 – 90. Lapisan termoklin tampak menebal dan arus muson Barat mulai tampak meningkat dari utara ke selatan perairan Selat Lombok yang menimbulkan fluktuasi yang relatif tinggi (Gambar 13). 4.1.3. Sebaran Waktu (Temporal) Angin, SPL, Klorofil-a dan Nutrien Data angin, SPL, klorofil dan nutrien yang diperoleh digunakan untuk membandingkan distribusi sebaran menurut waktu, distribusi angin berupa vektor kecepatan angin bulanan rata-rata dengan konsentrasi klorofil-a dan nutrien di permukaan perairan dalam diagram stick plot dan disajikan pada Gambar 14, distribusi horizontal diplot untuk melihat sebaran temporal di empat lokasi penelitian dan satu lokasi rata-rata (data sebaran ada pada lampiran 3 - 6) Kecepatan minimum dan maksimum angin sepanjang tahun pengamatan berkisar 0,28 – 10,01 m/s. Berdasarkan Gambar 14, pola pergerakan angin memperlihatkan bahwa selama periode musim Barat, angin bertiup dari Barat Laut menuju Tenggara (Desember – Februari). Memasuki Musim peralihan I angin mulai berubah arah, dimana angin mulai bertiup dari Tenggara menuju Barat Laut. Keadaan ini terus berlangsung hingga memasuki periode musim Timur dan musim peralihan II, dapat dilihat pada stick plot angin.
50
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3
Stasiun 4
Stasiun Rata –rata Gambar 14. Stick Plot temporal angin, SST, Klorofil, Nitrat, Fosfat dan Silikat pada stasiun 1, 2, 3, 4 dan stasiun rata - rata
51
Dari Diagram stick plot angin terlihat bahwa Angin Muson Tenggara bertiup dengan periode yang lebih panjang jika dibandingkan dengan angin Muson Barat Laut yaitu dari bulan Maret sampai November. Pada musim Barat (Desember – Februari) angin bertiup dengan kecepatan kisaran antara 0,58 – 7,14 m/s di stasiun 1, pada stasiun 2 berkisar antara 0,75 – 7,10 m/s, stasiun 3 berkisar antara 1,33 – 8,21 m/s sedangkan pada lokasi 4 kecepatan angin berkisar antara 1,34 – 8,28 m/s. Pola angin pada periode musim Barat di perairan Selat Lombok menunjukkan arah angin yang bertiup dari Barat Laut ke Tenggara. Suhu permukaan laut setiap tahun umumnya menunjukkan pola fluktuasi setengah tahunan (semiannual), tahunan (annual) dan antar tahunan (interannual). Fluktuasi tahunan dan setengah tahunan diduga merupakan respon terhadap sistem angin muson sedangkan fluktuasi antar tahunan diduga dipengaruhi oleh IODM dan ENSO. Secara umum pada semua Stasiun 1 – 4, sebaran konsentrasi klorofil-a cenderung rendah. Peningkatan suhu permukaan laut di perairan Selat Lombok pada musim Barat tidak berdampak terhadap perubahan konsentrasi klorofil-a. Pada musim barat, massa air terlihat cukup hangat (29 – 30 °C) dan konsentrasi klorofil-a rendah (≤0,3 mg/m³). Pada musim peralihan I (Maret – Mei), mulai dinginnya massa air di perairan selatan Selat Lombok memberikan pengaruh terhadap kecenderungan peningkatan konsentrasi klorofil-a bersama dengan menurunnya suhu permukaan laut. Pada musim Timur (Juni – Agustus), angin bergerak dari Tenggara menuju Barat Laut. Angin di belahan bumi selatan mengakibatkan transpor ekman menjauhi garis pantai, sehinggga terjadi kekosongan di daerah pantai yang kemudian diisi oleh massa air dari lapisan dalam yang kaya nutrien dan bersuhu lebih dingin. Pada perairan selatan Selat Lombok khususnya di stasiun 3 dan 4 di semua tahun pengamatan, sebaran konsentrasi klorofil-a terlihat lebih tinggi daripada lokasi lainnya, dengan suhu permukaan laut yang rendah berkisar antara 25,27 – 28,25 °C, suhu permukaan laut yang sangat rendah merupakan indikasi kuatnya upwelling yang terjadi. Dalam Gambar 14 dapat dilihat bahwa selama waktu pengamatan terbentuk siklus tahunan untuk klorofil, yang menandakan telah terjadinya upwelling tiap tahunan oleh adanya penurunan suhu permukaan laut terlihat beda fase antara suhu permukaan laut dengan munculnya upwelling
52
dengan peningkatan klorofil-a, maksudnya bahwa diawali oleh suhu permukaan laut mendingin terjadilah upwelling sehingga nutrien meningkat lalu diikuti peningkatan produktivitas primer yang dicirikan dengan peningkatan konsentrasi klorofil-a. Pada musim peralihan II, konsentrasi klorofil-a di perairan Selat Lombok terlihat masih cukup tinggi namun mulai mengalami penurunan konsentrasi dari bulan September hingga November.
Penurunan konsentrasi
klorofil-a dari bulan September hingga November terlihat mengikuti peningkatan suhu permukaan laut. Sebaran Nutrien untuk nitrat bulanan rata-rata di bulan Agustus memperlihatkan konsentrasi dengan kisaran 0,01 – 8,97 ppm dengan pusat konsentrasi ada di wilayah selatan Selat Lombok. Pada bulan September, nitrat di perairan Selat Lombok terus mengalami peningkatan konsentrasi dengan kisaran antara 0,02 – 10,32 ppm pusat konsentrasi tertinggi wilayah selatan ini diduga merupakan pusat terjadinya upwelling yang terjadi di perairan Selat Lombok pada bulan September. Peningkatan konsentrasi nitrat yang signifikan ini dapat memberikan gambaran bahwa pada musim timur pada perairan dekat pantai di wilayah selatan Selat Lombok terjadi upwelling. Pada bulan Oktober, sebaran konsentrasi nitrat masih tinggi. Tingginya konsentrasi diduga karena terjadinya akumulasi penambahan nitrat dari upwelling yang terjadi pada bulan-bulan sebelumnya, sebaran nitrat di bulan oktober berkisar antara 0,03 – 11,17 ppm. Selain karena kemungkinan adanya akumulasi nitrat dari bulan-bulan sebelumnya, masih tingginya konsentrasi di selatan perairan Selat Lombok, karena kemungkinan masih terjadinya upwelling meskipun dengan kekuatan yang semakin berkurang. Pada bulan November – Desember sebaran nitrat menunjukkan penurunan konsentrasi, berkurangnya konsentrasi nitrat signifikan di wilayah selatan perairan Selat Lombok dan sekitarnya pada bulan November – Desember karena upwelling yang mengangkat massa air yang kaya nutrien sudah mulai berangsur melemah. Pada bulan Januari – Maret sebaran nitrat bulanan ratarata menunjukkan penurunan konsentrasi dan mencapai nilai minimum pada bulan Maret. Rendahnya konsentrasi nitrat permukaan di perairan Selat Lombok pada bulan Maret – April disebabkan karena tidak terjadi fenomena upwelling.
53
Sebaran fosfat dan silikat data yang didapatkan hanya terbatas pada tahun 2005 dan tahun 2009 saja, namun dari pola yang didapatkan masing-masing mempunyai pola yang hampir sama pada kedua tahun tersebut. Sebaran konsentrasi fosfat permukaan di perairan Selat Lombok menunjukkan konsentrasi yang tinggi di musim timur hal ini mengindikasikan bahwa terjadinya pengkayaan fosfat dari lapisan dalam yang terangkat sebagai dampak dari terjadinya upwelling. Pola yang terlihat bahwa konsentrasi fosfat akan cenderung meningkat dari bulan Desember sampai bulan April, pada bulan Mei konsentrasi fosfat cenderung menurun namun selanjutnya pada bulan Juni meningkat kembali dan mencapai puncaknya sampai
bulan Agustus, selanjutnya memasuki musim
peralihan II di bulan September konsentrasinya terus menurun sampai dengan bulan November. Sebaran konsentrasi silikat di perairan Selat Lombok memperlihatkan pola yang hampir sama. Pada musim Timur terjadi peningkatan konsentrasi silikat permukaan perairan selatan Selat Lombok disebabkan karena terjadi pengangkatan massa air lapisan dalam ke atas permukaan sehingga selama musim timur di dekat perairan pantai selatan Selat Lombok diindikasikan terjadi pengkayaan nutrien pada lapisan permukaan perairan. Pada musim peralihan I, konsentrasi silikat menujukkan pola cenderung berbeda dengan musim Timur. Pada lapisan permukaan cenderung homogen dengan konsentrasi yang rendah. 4.2. Analisis Wavelet dan EOF Kesuburan Perairan dan Oseanografi Fisika 4.2.1. Analisis Wavelet Analisis spektrum energi suhu permukaan laut dengan analisis Wavelet disajikan berturut-turut pada Gambar 15 (syntax program pada lampiran 1). Periode dari fluktuasi dengan spektrum densitas energi suhu permukaan laut (SPL) yang dominan dapat dilihat pada Tabel 5. Suhu permukaan laut dan konsentrasi klorofil di perairan Selat Lombok menunjukkan beberapa sinyal dengan spektrum energi tinggi. Pada analisa Wavelet terlihat sinyal-sinyal yang signifikan, untuk SPL di stasiun 1 pada periode antara band 5-7 bulan dan band 47 di stasiun 2 periode band 5-7 bulan, 1-7 bulan dan 12-14 bulan, stasiun 3 band 9-14 bulan, dan pada stasiun 4 periode band 10-14, untuk stasiun rata-rata periode antara band 4-7 bulan dan 10-14 bulan.
54
.
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3
Stasiun 4
Ket: Garis lengkung merupakan selang kepercayaan 95%
Stasiun Rata -rata Gambar 15. Spektrum densitas energi SPL di Stasiun 1, Stasiun 2, Stasiun 3, Stasiun 4 dan Stasiun rata – rata dengan menggunakan analisis wavelet
55
Tabel 5. Periode dari fluktuasi spektrum densitas energi suhu permukaan laut (SPL) yang dominan Lokasi 1
Band Periode (bulan) 5–7 4–7
Waktu Terjadi Mei 2003 – Desember 2004 Mei 2006 – Mei 2009
5,5 – 7
November 2003 – Juni 2005
1 – 7,5
Maret 2006 – Mei 2009
12 – 14
November 2003 – September 2005
3
9 – 14
Oktober 2003 – Februari 2006
4
10 – 14
Oktober 2003 – Oktober 2008
Rata-rata
4–7
Maret 2003 – Oktober 2004; Mei 2006 – Oktober 2009
10-14
Oktober 2003 – Desember 2007
2
Periodisitas sinyal suhu permukaan laut menunjukkan fluktuasi yang mengikuti periodisitas 4 – 7 bulanan menunjukkan bahwa fluktuasi SPL mengikuti periode setengah tahunan semiannual dan periodisitas 9 – 14 bulanan menunjukkan periode tahunan annual. Spektrum densitas energi menunjukkan pada stasiun 3 dan 4 spektrum densitas energi pada periodisitas 9 – 14 bulanan yang berarti di lokasi tersebut banyak dipengaruhi oleh pengaruh fenomena 1 tahunan sedangkan pada stasiun 1 dan 2 spektrum densitas energi pada periodisitas 4 – 7 bulanan yang berarti di lokasi ini dipengaruhi oleh fenomena setengah tahunan. Untuk konsentrasi klorofil sinyal signifikan di stasiun 1 pada periode antara band 0-3 bulan dan 7-11 bulan, di stasiun 2 periode band 1-4 bulan dan 1-6 bulan, stasiun 3 band 1-7, band 1-3 dan band 11-15 dan stasiun 4 periode band 02, band 0-3, band 9-14. Untuk stasiun rata-rata periode antara band 0-1, band 1-2, band 2-3, band 0-6 dan band 12-15. Analisis spektrum energi klorofil disajikan berturut-turut pada Gambar 16. Periode dari fluktuasi dengan spektrum densitas energi klorofil yang dominan dapat dilihat pada Tabel 6.
56
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3
Stasiun 4
Ket: Garis lengkung merupakan selang kepercayaan 95%
Stasiun Rata - rata Gambar 16. Spektrum densitas energi Klorofil di Stasiun 1, Stasiun 2, Stasiun 3, Stasiun 4 dan Stasiun Rata – rata dengan menggunakan analisis wavelet.
57
Tabel 6. Periode dari fluktuasi spektrum densitas energi klorofil yang dominan Lokasi 1
2
3
4
Rata-rata
Band Periode (bulan) 0–3
Waktu Terjadi Oktober 2008 – Mei 2009
7 – 11
Agustus 2003 – Maret 2005
1–4
Oktober 2005 – Maret 2006
1-6
Oktober 2008 – Mei 2009
1-7
Maret 2003 – Juli 2004
1-3
Semtember 2006 – April 2007
11 - 15
Mei 2003 – Oktober 2004
0-3
Oktober 2003 – Mei 2004
0-2
September 2006 – Mei 2007
9 - 14
Oktober 2003 – Oktober 2008
0-6
September 2003 – April 2004
0-1
Oktober 2006 – Februari 2007
2-3
November 2007 – Februari 2008
1 -2
Februari 2009 – Mei 2009
12 -15
November 2003 – Maret 2006
Periodisitas sinyal klorofil menunjukkan fluktuasi yang mengikuti periodisitas 0 – 3 bulanan menunjukkan
bahwa fluktuasi klorofil mengikuti
periode 3 bulanan (intraannual), periodisitas 4 – 7 bulanan menunjukkan bahwa fluktuasi SPL mengikuti periode setengah tahunan (semiannual) dan periodisitas 9 – 15 bulanan menunjukkan periode tahunan (annual). Spektrum densitas energi menunjukkan pada stasiun 3 dan 4 spektrum densitas energi pada periodisitas 9 – 15 bulanan yang berarti di lokasi tersebut banyak dipengaruhi oleh pengaruh fenomena tahunan sedangkan pada stasiun 1 dan 2 spektrum densitas energi pada periodisitas 0 – 3 bulanan dan 4 – 7 bulanan yang berarti di lokasi ini dipengaruhi oleh fenomena intraannual dan semiannual. Hasil analisis spektrum silang antara SPL dan klorofil (stasiun 1 – 4) disajikan pada Gambar 17. Periode dari fluktuasi dengan spektrum densitas energi silang SPL dengan klorofil yang dominan dapat dilihat pada Tabel 7.
58
Tabel 7. Periode dari fluktuasi spektrum densitas energi silang antara suhu permukaan laut (SPL) dengan klorofil yang dominan Lokasi 1
2
3
4
Band Periode (bulan) 5 -7
Agustus 2003 – Februari 2005
4-7
Januari 2006 – Oktober 2008
12 - 14
Oktober 2003 – Januari 2004
6-7
Februari 2004 – September 2004
5-8
Agustus 2005 – Oktober 2006
1-7
September 2007 – Mei 2009
5-7
Maret 2003 – Agustus 2004
10 - 15
September 2003 – Oktober 2008
10 - 15
September 2003 – Oktober 2008
Rata-rata 5 - 7 10 - 15
Waktu Terjadi
April 2003 – September 2004 Desember 2003 – Oktober 2007
Hasil spektrum densitas energi silang antara komponen SPL dengan klorofil di stasiun 1 menunjukkan bahwa kedua fluktuasi berkorelasi pada periode 5 – 7 bulan dan 4 – 7 bulan yang mempunyai karakter setengah tahunan. Pada stasiun 2, fluktuasi berkorelasi pada periode 12 – 14 bulan; 6 - 7 bulan; 5 – 8 bulan dan 1 – 7 bulan, menunjukkan karakter setengah tahunan yang lebih dominan. Sedangkan di stasiun 3 fluktuasi berkorelasi pada periode 5 -7 bulan dan 10 – 15 bulan dan mempunyai ciri setengah tahunan juga satu tahunan. Untuk stasiun 4 dominan fluktuasi korelasi pada 10 – 15 bulan, dengan karakter satu tahunan. Adapun pada stasiun rata-rata yang mewakili keseluruhan wilayah perairan di Selat Lombok didapatkan fluktuasi berkorelasi pada periode 5 – 7 bulan dan 10 – 15 bulan yang mempunyai karakter setengah tahunan dan satu tahunan.
59
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3
Stasiun 4
Ket: Garis lengkung merupakan selang kepercayaan 95%
Stasiun Rata - rata Gambar 17. Spektrum densitas energi silang hubungan SPL dan klorofil setiap Stasiun dan Stasiun Rata – rata menggunakan analisis wavelet
60
Vektor arah panah yang terdapat pada Gambar 17, menunjukkan fase dari kedua parameter, dimana jika panah mengarah ke kanan (sudut 90°) berarti kedua parameter memiliki beda fase 1 minggu, jika panah ke bawah (sudut 180°) berarti kedua parameter memiliki beda fase 2 minggu selanjutnya jika panah mengarah ke kiri (sudut 270°) maka beda fasenya 3 minggu dan jika arah panah mengarah ke atas (sudut 360°) berarti menunjukkan beda fase 4 minggu. Pada Gambar 17 dapat dijelaskan bahwa pada periode waktu tertentu suhu permukaan laut akan mendahului terjadi selanjutnya disusul dengan terjadinya perubahan terhadap konsentrasi klorofil. Pada stasiun 1 antara Agustus 2003 – Februari 2005, terjadi beda fase dimana pada periode agustus 2003 – Juli 2004 anak panah mengarah ke sudut 225°, hal terjadi beda fase sekitar antara 2 - 3 minggu (17 hari), dan pada Januari 2004 – Februari 2005, anak panah mengarah ke bawah (sudut 180°), terjadi beda fase 2 minggu (14 hari) yang berarti suhu permukaan laut mendahului mendingin selanjutnya konsentrasi klorofil kemudian meningkat. Demikian pula pada stasiun 2 – 4 dan juga pada stasiun rata-rata . Untuk mengetahui keeratan hubungan dari SPL dengam klorofil dapat dilihat dari nilai koherensinya. Koherensi dari densitas energi silang antara suhu permukaan laut (SPL) dan klorofil disajikan dalam Gambar 18 dan periodisitasnya dapat dilihat pada tabel 8. Tabel 8. Periode dari fluktuasi koherensi suhu permukaan laut (SPL) dengan klorofil Lokasi
Band Periode (bulan)
Waktu Terjadi
1
0-7
April 2006 – April 2008
2
3-6
Oktober 2005 – Mei 2006
2-4
Oktober 2008 – Mei 2009
3
10 - 16
Agustus 2003 – Oktober 2006
4
9 - 16
Agustus 2003 – Oktober 2007
Rata-rata
5-7
Maret 2006 – Oktober 2007
9 - 16
Agustus 2003 – Mei 2007
61
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3
Stasiun 4
Ket: Garis lengkung merupakan selang kepercayaan 95%
Stasiun Rata - rata Gambar 18. Koherensi dari densitas energi silang antara SPL dan klorofil
62
Dari Gambar 18 dapat dilihat bahwa baik di stasiun 3 dan stasiun 4 sinyal koherensi yang sangat dominan terjadi pada periode band 9 – 16 bulan dan terjadi sepanjang tahun dari tahun 2003 sampai tahun 2007. Hal ini berarti bahwa pada stasiun 3 dan 4 suhu permukaan laut dan klorofil berkorelasi erat pada periode satu tahunan (annual). Pada stasiun 1 dan 2 sinyal koherensi yang sangat dominan terjadi di 0 – 7 bulan, 3 – 6 bulan dan 2 -4 bulan, hal ini berarti bahwa pada stasiun 1 dan 2, suhu permukaan laut dan klorofil berkorelasi erat pada periode 3 bulanan (intraannual) dan periode 6 bulanan (semiannual). 4.2.2. Analisis EOF Hasil analisis dengan menggunakan metode Emphirical Orthogonal Function (EOF) dengan input suhu permukaan laut (SPL) yang menggambarkan distribusi variabilitas SPL pada periode tahun 2002 – 2009 melalui proses pembagian kelas (syntax program pada lampiran 2). Hasil analisa EOF menghasilkan variabilitas SPL dengan nilai skala -0.06 – 0.06 ditunjukkan pada Gambar 19 dengan menampilkan 2 mode EOF (EOF1 dan EOF2).
Mode 1
Mode 2
Gambar 19. Sebaran Spasial SPL Mode 1 dan Mode 2 hasil analisis EOF
63
Nilai skala yang bernilai negatif menunjukkan bahwa pada perairan tersebut mempunyai variabilitas SPL yang berbanding terbalik atau kebalikan dengan SPL lainnya yang bernilai positif dilokasi tempat penelitian dalam hal ini lokasi yang dianalisis meliputi area koordinat 7.5 °LS – 9.5 °LS dan 115.25 °BT – 116.25 °BT. Pada EOF 1 hasil analisis menunjukkan bahwa perairan selatan Selat Lombok dominan memiliki variabilitas bernilai -0.02 sampai dengan -0,025, namun terlihat pada perairan utara Selat Lombok, rata-rata memiliki nilai skala negatif yang lebih besar berkisar antar -0,035 sampai dengan -0,06, hal ini kemungkinan di bagian utara perairan Selat Lombok memiliki dasar perairan yang relatif dangkal sehingga terjadi fluktuasi relatif tinggi . Pada EOF 2 hasil analisis menunjukkan nilai skala tinggi di utara Selat Lombok bernilai positif dengan nilai skala 0,02 sampai dengan 0,05 dan di selatan Selat Lombok dengan nilai skala negatif berkisar antara -0,02 sampai dengan -0,05. Dari hasil yang ditampilkan pada EOF 2 di sebagian kecil wilayah selatan perairan Selat Lombok khususnya di sekitar koordinat 9 °LS tampak terjadi fluktuasi nilai skala yang tinggi berkisar antara -0,03 sampai dengan -0,04, kemungkinan terjadi akibat di sekitar lokasi tersebut terdapat punggung laut (sill) sehingga menyebabkan terjadi fluktuasi yang cukup tinggi di daerah ini. Nilai eigen pada EOF 1 memiliki nilai 78,0%, EOF 2 bernilai 8,4%, EOF 3 bernilai 1,6% dan EOF 4 bernilai 0,9%. Nilai eigen ini menunjukkan berapa besar bagian varian yang digunakan untuk menggambarkan fenomena yang dijelaskan pada setiap modenya dan dalam hal ini berarti menunjukkan seberapa besar parameter yang dianalisa (SPL) mempengaruhi terhadap lokasi yang akan diuji (perairan Selat Lombok). Nilai eigen pada EOF 1 memiliki nilai yang paling besar, yang diikuti oleh EOF 2 dan seterusnya. Amplitude dari setiap mode EOF dapat dilihat pada grafik temporal pada setiap modenya, dimana grafik temporal ini dapat menjelaskan siklus dari fenomena yang dijelaskan pada setiap EOF dan kuat lemahnya fenomena tersebut. Grafik temporal untuk setiap modenya dapat dilihat pada Gambar 20. Grafik temporal yang dihasilkan pada mode 1 memperlihatkan siklus dengan periode setengah tahunan (semiannual) dan tahunan (annual) yang dominan, hal ini diduga pengaruh fenomena musiman yang diakibatkan oleh adanya pergantian
64
angin Muson Barat dan dan Muson Timur. Temporal mode 2, mode 3 dan mode 4 menggambarkan adanya siklus dengan periode tahunan (annual) dan antar tahunan (interannual) yang diduga merupakan siklus yang diakibatkan oleh adannya fenomena ENSO.
Gambar 20. Grafik Temporal SPL dari 4 mode EOF Hasil analisis EOF dengan input konsentrasi klorofil, menghasilkan variabilitas Klorofil dengan nilai skala -0.17 – 0.1 dan ditunjukkan pada Gambar 21 dan dengan menampilkan 4 mode EOF (EOF1, EOF2, EOF3 dan EOF4).
Pada EOF 1 hasil analisis menunjukkkan bahwa di perairan Selat
Lombok fluktuasi yang tinggi terkonsentrasi beberapa bagian di pesisir pantai dengan variabilitas tertinggi bernilai dengan kisaran -0,1 sampai dengan -0,15. Sedangkan pada EOF 2 hasil analisis menunjukkan nilai skala tertingi mirip dengan EOF 1 dimana klorofi berfluktuasi tinggi berada hanya di sekitar pesisir pantai.
65
Mode 1
Mode 2
Gambar 21. Sebaran spasial klorofil Mode 1 dan Mode 2 hasil analisis EOF Untuk nilai-nilai eigen dari hasil analisis EOF, didapatkan nilai eigen untuk EOF 1 sebesar 32,4%, EOF 2 bernilai hingga 20,4 %, EOF 3 bernilai 8,6% dan EOF 4 bernilai sebesar 6,0%. Amplitude dari setiap mode EOF terhadap waktu dapat dilihat dalam grafik temporal pada Gambar 22. Dari grafik temporal yang dihasilkan pada mode 1 sampai dengan mode 4, secara umum grafik yang terlihat menunjukkan nilai berkisar ≤ 1. Hal ini berarti bahwa konsentrasi klorofil-a tidak banyak bervariasi ataupun perubahan konsentrasi dari tahun ke tahun adalah kecil, kecuali pada daerah-daerah dekat muara di pesisir pantai. Sebaran klorofil-a di perairan Selat Lombok diduga dipengaruhi oleh adanya run off yang berasal dari daratan melalui sungai-sungai di Pulau Lombok dan juga sebagian berasal massa air dari Laut Jawa dan Laut Flores yang masuk ke perairan Selat Lombok dan keluar menuju Samudera Hindia.
66
Gambar 22. Grafik temporal klorofil-a dari 4 mode EOF 4.3. Korelasi Kesuburan Perairan dan Kondisi Oseanografi Variasi
kesuburan
perairan
selat
Lombok
menunjukkan
adanya
karakteristik yang jelas baik secara temporal dan spasial. Variasi temporal kesuburan menunjukkan perubahan yang jelas dimana kesuburan akan bervariasi seiring dengan pergantian musim oleh adanya angin muson yang membawa massa air dan memiliki karakter suhu, yang akan berubah arahnya setiap setengah tahunan yang sedikit banyaknya mempengaruhi terhadap variabitas kesuburan di perairan Selat Lombok. Variasi secara temporal Suhu permukaan laut, kondisi suhu perairan memiliki kecenderungan akan menurun mulai bulan April selanjutnya akan stabil hingga di bulan Juni. Setelah itu kecenderungan suhu akan semakin menurun hingga bulan September suhu mencapai minimum. Penurunan suhu selama musim Timur ini dikarenakan adanya pengaruh dari arus lintas Indonesia (Arlindo) yang besar. Seperti yang telah diketahui bahwa aliran massa air dari dari Samudera Pasifik utara ke Samudera Hindia melewati sebagian besar laut Indonesia dan melintas melewati perairan Selat Lombok (Gordon et al, 1994). Suhu permukaan laut memiliki kecenderungan naik kembali hingga bulan Januari mencapi titik maksimal lagi, kemudian tren suhu kembali menurun dan stabil pada bulan April.
67
Hal ini menunjukkan di perairan Selat Lombok di dominasi variasi setengah tahunan (semiannual) dan sedikit sinyal tahunan (annual) (Sprintall et al., 1999). Selama musim timur di perairan selatan Jawa – Sumbawa dan khususnya di perairan Selat Lombok, suhu permukaan laut mengalami penurunan namun klorofil-a justru mengalami peningkatan konsentrasi. Peningkatan konsentrasi klorofil-a secara signifikan terjadi di selatan perairan Selat Lombok pada koordinat 115.25 °BT - 116.25° BT. Dengan berasumsi bahwa suhu permukaan laut (SPL) yang lebih rendah dari perairan di sekitarnya merupakan karakteristik massa air upwelling, maka dapat dikatakan bahwa sebaran klorofil permukaan perairan sangat berhubungan erat dengan pola sebaran suhu permukaan laut. Maka dapat dikatakan bahwa bila SPL rendah akibat upwelling maka konsentrasi klorofil-a akan tinggi dan sebaliknya konsentrasi klorofil-a akan rendah bila SPL tinggi. Estimasi transpor dapat dikatakan bahwa pada musim timur terjadi upwelling di sepanjang perairan selatan Jawa – Sumbawa sebagai respon terhadap bertiupnya angin Muson Tenggara. Upwelling menyebabkan terangkatnya massa air dingin dan kaya nutrien ke lapisan permukaan, keadaan ini akan mempengaruhi karakteristik massa air permukaan serta berpengaruh terhadap fotosintesis fitoplankton. Berdasarkan hasil analisis sebaran konsentrasi klorofil-a pada perairan Selat Lombok pada musim Barat, tampak adanya konsentrasi klorofil yang tinggi yang umumnya terkonsentrasi di perairan pantai dan pesisir hal ini disebabkan karena adanya suplai nutrien dalam jumlah besar dari air limpasan (run off) dari daratan yang berasal dari sungai-sungai besar yang bermuara menuju pantai, selain itu pengaruh proses turbulensi yang disebabkan oleh arus pasang surut turut mempengaruhi konsentrasi klorofil-a yang menyebabkan terjadinya proses pengadukan disekitar pesisir pantai. Hasil analisis SPL dan konsentrasi klorofil-a pada perairan Selat Lombok terlihat adanya korelasi, sehingga kesuburan perairan Selat Lombok sangat dimungkinkan untuk ditentukan berdasarkan dari perhitungan antara parameter SPL dan konsentrasi klorofil. Tabel 9 berikut merupakan suatu indeks kesuburan yang dihitung dengan menggunakan parameter SPL dan konsentrasi klorofil-a.
68
Tabel 9. Indeks kesuburan perairan Selat Lombok Stn
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agu
Sep
Okt
Nov
Des
1
9.974
6.640
9.831
11.090
12.826
18.300
16.443
22.732
21.450
16.223
13.083
8.984
2
5.835
7.864
10.925
8.665
15.657
30.088
17.050
18.027
19.951
22.591
13.334
5.270
3
5.791
7.816
9.633
7.994
10.954
13.679
17.360
12.972
11.859
7.678
6.606
7.887
4
8.334
6.442
6.676
9.506
11.304
9.837
9.847
12.118
8.351
17.969
9.033
6.559
Untuk nilai indeks kesuburan perairan Selat Lombok berdasarkan parameter SPL dan konsentrasi klorofil-a ditandai dengan semakin kecil nilai indeksnya maka diasumsikan semakin subur perairan tersebut. Sebagai contoh dari ke 4 stasiun pengamatan pada stasiun 4 memiliki nilai indeks yang dominan lebih kecil terutama pada saat musim timur ( Juni – Agustus ) yang ditandai dalam warna dasar kuning pada tabel 9.. Hal ini sesuai dengan hasil analisis – analisis lainnya ( sebaran spasial, temporal dan wavelet). Untuk nilai indeks yang besar, diasumsikan memiliki perairan yang kurang subur dalam hal ini ada di stasiun 2 dan stasiun 1. Penggunaan indeks kesuburan dimaksudkan Untuk mempermudah dalam menentukan kesuburan dari suatu perairan yang pada umumnya dilihat dari konsentrasi klorofil-a pada perairan tersebut. Konsentrasi klorofil-a memiliki korelasi terhadap SPL pada perairan tersebut, sehingga dengan menggabungkan perhitungan antara kedua parameter tersebut dapat dimungkinkan untuk suatu pendugaan kesuburan dari perairan tersebut.