4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Umum Hasil Penelitian Penelitian ini telah menghasilkan sebuah sistem drifter buoy sederhana. Ada 2 bagian utama dari sistem yang dikembangkan yaitu : drifter buoy sebagai instrumen yang melakukan pengukuran dan pengiriman data dan ground segment sebagai stasiun darat yang menerima data dan berkomunikasi dengan drifter untuk melakukan konfigurasi kerja. Drifter buoy yang dirancang pada penelitian ini mengikuti desain model SVP dengan beberapa modifikasi sesuai dengan kebutuhan dan bahan yang tersedia. Jarak antara subsurface buoy dan drogue misalnya pada desain SVP berjarak 2 m, sedangkan pada desain ini berjarak 0.5 m. Panjang drogue SVP adalah 3 m, sedangkan pada penelitian ini drogue yang digunakan memiliki panjang 1.5 m. Diameter bola buoy pada desain SVP 34 cm, sedangkan pada penelitian ini digunakan 30 cm. Drogue yang digunakan berupa jaring dengan mesh size 3 mm berbahan nylon. Pengurangan panjang total serta dimensi diameter buoy drifter ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa drifter akan dioperasikan pada daerah teluk sehingga drifter harus memiliki dimensi sekecil mungkin. Bagian elektronika dan sensor ditempatkan di subsurface buoy. Bagian ini terdiri atas sensor posisi yaitu GPS, sensor suhu, transceiver GSM, mikrokontroler serta accu 7 AH. Komunikasi yang digunakan pada penelitian ini yaitu menggunakan layanan Short Message Services (SMS), baik data yang dikirimkan maupun komunikasi untuk konfigurasi data. Data dikirimkan setiap 5 menit namun dapat diatur secara manual atau lewat SMS. Di bagian ground segment terdiri atas transceiver GSM sebagai penerima data dan pengirim konfigurasi yang terhubung pada sebuah komputer. 4.2. Hasil Rancang Bangun Drifter Instrumen drifter yang dihasilkan pada penelitian ini terlihat seperti pada Gambar 22. Tampak Luar bagian dari instrumen tersebut yaitu GPS, Antena GSM, Kontrol Panel, Drogue, Sensor suhu. Adapun dimensi dari instrumen ini 132
yaitu : panjang total pelampung 45 cm dengan diameter bola 30 cm dan panjang tempat antena 15 cm, dan berat total 5 Kg, diameter drogue 50 cm dengan panjang 200 cm. Jarak antara subsurface buoy dengan drogue yaitu 50 cm diikat mengunakan tali nylon berdiameter 1 cm. Pada bagian dasar dari buoy diberi cat anti fouling setinggi 15 cm dari dasar buoy.
GPS Antena GSM Kontrol Panel Slot MMC/SD Card
ON/OFF
Sensor Suhu LED Indikator
Slot Charger
Drogue
Gambar 22. Hasil rancang bangun drifter buoy Susunan bagian dalam buoy terlihat di Lampiran 1. Terdapat aki pada bagian dasar, kemudian diberi alas acrilyc dan diatasnya ditempatkan kotak elektronik. Pada kotak elektronik ini terpusat beberapa konektor yaitu konektor ke kontrol panel seperti kabel data MMC/SD card, tombol catu daya, charger dan LED indikator. Kemudian konektor kabel sensor suhu yang diletakan pada bagian bawah buoy, konektor kabel antena GSM dan kabel serial GPS. Kontrol panel merupakan bagian penting dari instrumen yang dirancang ini, dimana bagian ini terdiri atas beberapa bagian yaitu: Slot MMC/SD Card yang merupakan media penyimpanan data dan konfigurasi dari kerja instrumen, ON/OFF untuk menghidupkan atau mematikan instrumen, Slot charger untuk melakukan pengisian batteray, LED indikator sebagai indikator kerja instrumen. Tersedianya panel kontrol memungkinkan dilakukan pengaturan kerja instrumen secara offline, atau mematikan dan menghidupkan instrumen. Panel kontrol ini dibuat sedemikian agar kedap air dan memiliki beberapa pengunci tersembunyi, agar pada saat dilepas di laut tidak semua orang mampu membuka panel kontrol ini. 133
Desain drifter yang baik adalah drifter yang mampu mengikuti pergerakan air sebaik mungkin. Penentuan baik dan buruknya sebuah drifter ini mampu mengikuti pergerakan air biasanya dihitung berdasarkan drag area ratio (Sybrandy et al, 1995). Drag area ratio yaitu perbandingan antara daya tangkap dari parasut (drogue) terhadap pergerakan masa air dengan luas permukaan bola buoy dan komponen lainnya. Pergerakan drifter di anggap mampu mewakili pergerakan masa air sesungguhnya dengan ketelitian dibawah 1 cm/s harus memiliki nilai drag area ratio diatas 40 (Niiler, 1995). Pada penelitian ini, ada beberapa komponen yang dihitung untuk menentukan drag area ratio tersebut, yaitu luas permukaan bola, luas pelampung, diameter penyangga, dan panjang tali yang digunakan. Nilai koefisien drag diambil dari SVP Design Manual (Hansen et al, 1996), dan kemudian digunakan untuk menghitung nilai drag area. Nilai drag area ratio adalah merupakan perbandingan dari nilai drag area dari drogue dengan jumlah nilai drag area dari komponen lain. Perhitungan dari semua komponen tersebut terlihat pada Tabel 12. Tabel 12. Perhitungan drag ratio drifter yang dihasilkan.
Panjang Luas Komponen (cm) (cm2) Koefisien Drag Drag Area Luas Permukaan buoy 30 706.5 0.47 332.055 Panjang Tali 350 1.4 490 Drogue 200 31400 1.4 43960 Panjang penyangga 1.5 1 1.5
Drag Area ratio 53.38
Drag area ratio dari drifter yang dibuat yaitu sebesar 53.38 dan lebih besar dari 40. Hasil tersebut berarti daya tangkap drifter hasil rancangan terhadap pergerakan masa air cukup baik, sehingga rancangan ini memiliki ketelitian dibawah 2 cm/s atau pada keadaan tenang dengan angin dibawah 4 cm/s memiliki ketelitian hingga 1 cm/s (Niiler, 1995).
134
4.2.1. Rangkaian Elektronik Drifter yang dikembangkan berbasis mikrokontroller ATMega32 produksi perusahaan ATMEL. Beberapa fungsi penting dari mikrokontroler ini yaitu melalui komunikasi serial menerima kalimat NMEA dari GPS, melakukan parsing terhadap NMEA $GPRMC, sehingga didapatkan waktu UTC, posisi lintang dan bujur serta kecepatan dalam knot.
Mikrokontroler ATMega32
menggunakan fasilitas 1-wire yang dimiki melakukan pembacaan terhadap sensor suhu DS18B20. Data
yang telah dibaca kemudian disimpan pada modul
penyimpanan dengan format yang telah ditentukan serta pada waktu yang ditentukan mengirimkan data ke penerima. Rangkaian Utama Mikrokontroler Rangkaian utama yaitu rangkaian minimum sehingga mikrokontroler dapat bekerja dan melakukan pemrograman. ATMega32 memiliki rangkaian minimum cukup mudah yaitu dibangun dari mikrokontroler itu sendiri, kristal eksternal (X-TALL), kapasitor dan catu daya 5 Volt. Untuk melakukan pemrograman pada mikrokontroler ATMega32 juga cukup mudah yaitu hanya menghubungkan beberapa pin SPI (Serial Programming Interface) dengan port parallel yang dimiliki komputer (Gambar 23). Modem dan GPS menggunakan komunikasi serial RS232 untuk berkomunikasi dengan peralatan lain termasuk mikrokontroler, sehingga antarmuka cukup menggunakan fasilitas internal dari mikrokontroler ATMega32 baik hardware RS232 maupun RS232 secara software. Pada penelitian ini Hardware RS232 digunakan oleh Modem GSM dan RS232 secara software digunakan oleh GPS. Modem yang digunakan menggunakan RS232 dengan level tegangan 12V dan mikrokontroler adalah RS232 level TTL (5V) maka diperlukan IC Converter MAX232 (Gambar 23) sebagai level converter tegangan tersebut. Sensor suhu menggunakan komunikasi 1-wire dalam komunikasinya yang juga tersedia protokolnya di mikrokontroler ATMega32. Kecepatan maksimum dari ATMega32 rangkaian ini diatur menggunakan Kristal eksternal yaitu X-TALL 4 MHz.
135
Keseluruhan rangkaian pada penelitian ini terlihat pada Gambar 22. Sensor suhu DALLAS DS18B20 cukup menggunakan resistor pull-up unutk antarmukanya. GPS dihubungkan ke PA.5 (Tx) dan PA.4 (Rx) dan menggunakan komunikasi RS232 secara perangkat lunak. Catu daya menggunakan aki 12 Volt. Media penyimpanan menggunakan SD/MMC card dengan level tegangan komunikasi 3.3 Volt.
Gambar 23. Rangkaian utama mikrokontroler drifter berbasis ATMega32
Sumber utama energi dari instrumen yang dibuat adalah aki 7AH dengan tegangan 12 Volt. Level tegangan tersebut diubah menjadi level tegangan 5 Volt dan 3.3 Volt, masing-masing digunakan untuk ATMega32 dan ICMAX232 serta 3.3 Volt untuk modul MMC/SD Card. Pengubahan level tegangan ini menggunakan IC keluarga LM78XX yang merupakan regulator tegangan stabil dari National Semiconductor murah dan banyak tersedia dipasaran Indonesia.
136
Modul Perangkat Lunak Utama Perangkat lunak buoy adalah perangkat lunak yang ditanamkan di mikrokontroler, sesuai dengan alur dan cara kerja yang dibuat. menurut Stewart (2010) penggunaan bahasa tingkat tinggi seperti bahasa C, BASIC, PASCAL sangat membantu dalam efisiensi rancang bangun drifter dan kecepatan penyelesaian serta penentuan alur kerja yang jauh lebih mudah, oleh karena itu pada penelitian ini menggunakan BASCOM-AVR sebagai tools pemrograman dengan bahasa BASIC sebagai bahasa dasarnya. Perangkat lunak yang ditanamkan didalam buoy ini dibagi menjadi beberapa modul yang bekerja satu kesatuan pada program utama. Perangkat Lunak Instrumen drifter terbagi atas beberapa modul, agar memudahkan dalam proses perancangan, analisa dan pengecekan kesalahan. Modul tersebut dibuat berdasarkan peralatan yang digunakan sesuai dengan fungsi dan cara kerja masing-masing peralatan tersebut. Modul tersebut terdiri atas modul penyimpanan data, modul sensor suhu, modul GPS, modul modem GSM untuk pengiriman data dan kendali dua arah, dan modul pembaca konfigurasi file kerja drifter. Agar drifter bekerja sesuai dengan keinginan, modul-modul tersebut kemudian disatukan satu sama lain. Penyatuan modul-modul tersebut dibuat dalam sebuah modul yang kemudian disebut modul perangkat lunak utama. Fungsi utama dari modul perangkat lunak utama yaitu mengatur alur kerja dari setiap modul lain, kemudian menyusun beberapa data dan format yang diperlukan sehingga semua modul dapat bekerja sesuai dengan keinginan. . Adapun alur program utama pada penelitian ini seperti pada Gambar 16. Pada saat pertama kali dinyalakan mikrokontroler akan melakukan konfigurasi seperti komunikasi modem, sensor suhu dan GPS dan vektor interupsi diaktifkan. Kemudian pembacaan GPS dilakukan yaitu berupa data posisi dalam lintang dan bujur dengan nilai kecepatan, tanggal dan jam, selanjutnya pembacaan sensor suhu dan menyimpannya di dalam data logger dan dikirimkan ke modem dalam bentuk perintah AT-Command SMS. Pengiriman data dilakukan sesuai dengan variabel waktu yang telah ditetapkan didalam file konfigurasi, atau jika dilakukan
137
konfigurasi dari jarak jauh variabel waktu pengiriman tersebut akan dirubah sesuai dengan yang ditentukan pada kendali dua arah. 4.2.2. Modul Data Logger dan Modul Perangkat Lunak Penyimanan Data Logger Penyimpanan data menggunakan MMC/SD Card, dimana MMC/SD card ini dapat diakses menggunakan komunikasi SPI (Serial Programming Interface) yang
juga
dimiliki
oleh
mikrokontroler
ATMega32
yaitu
komunikasi
menggunakan mode Master/Slave dimana data dikirim secara serial melalui beberapa paket frame dengan kemampuan silih berganti sebagai Master atau sebagai Slave. Ada 4 pin dalam komunikasi ini yaitu MOSI, MISO, SCLK dan SS (Gambar 20). MOSI (Master Output) merupakan jalur data keluar dari master menuju slave, MISO (Master input) yaitu jalur data dari slave menuju master, SCLK merupakan sinyal clock sinkronisasi sinyal dan SS merupakan pin pemilih Master dan Slave. Level tegangan yang digunakan modul data logger dengan mikrokontroler berbeda, pada mikrokontroler menggunakan level tegangan digital 5 Volt sedangkan pada modul MMC/SD card menggunakan level tegangan 3.3 Volt. Perbedaan level tegangan tersebut menyebabkan dibutuhkannya rangkaian perantara (antarmuka) seperti terlihat pada Gambar 24.
Gambar 24. Rangkaian antarmuka MMC/SD Card
Rangkaian perantara ini dibuat menggunakan prinsip pembagi tegangan, sehingga cukup sederhana dan hanya menggunakan sebuah regulator tegangan 3.3 Volt. Clockrate SPI atau kecepatan kerja transfer data pada modul ini tidak boleh terlalu cepat dikarenakan rangkaian perantara tidak cukup baik bekerja jika 138
clockrate terlalu cepat. Pada penelitian ini didapatkan clockrate terbaik yaitu 64 bit/s sehingga tidak terjadi kegagalan (error) pada saat komunikasi antara mikrokontroller dan modul data logger. Ada 6 pin dari MMC/SD card yang dihubungkan dengan mikrokontroler yaitu pin 1 (CS), pin 2 (Data in /MOSI), pin 3 (GND), pin 4 (VCC), pin 5 (CLK) dan pin 7 (Data Out / MISO). Secara berurut kaki-kaki tersebut terhubung dengan mikrokontroler yaitu PORTB.4, PORTB.5, GND, Vcc (3.3 Volt), PORTB.6 dan PORTB.7. Pada uji coba laboratorium dengan kecepatan komunikasi SPI 64 bps didapatkan modul data logger ini mampu menyimpan semua data yang diinginkan dalam format yang baik. Komunikasi MMC/SD card menggunakan pustaka MMC.bas yang disediakan oleh BASCOM-AVR dengan sedikit modifikasi karena secara default BASCOMAVR dalam pustaka MMC.bas –nya tidak mendukung ATMega32, serta clockrate dari
rangkaian
yang
digunakan.
Perubahan
ini
dilakukan
di
file
CONFIG_MMC.bas. Perubahan tersebut yaitu penyesuaian pin SPI untuk ATMega32 dan penyesuaian clockrate sesuai dengan Kristal dan rangkaian antarmuka yang digunakan. PINB.4 sebagai pin SS (Hardware SPI), PORTB.4 sebagai pin CS (chip select) dan dari hasil ujicoba didapatkan dengan rangkaian modul yang dibuat, clockrate terbaik didapatkan yaitu 64 bit/s sehingga tidak ada kehilangan data saat transfer penyimpanan. Beberapa perubahan yang dilakukan yaitu: „ define Chip-Select Pin Config Pinb.4 = Output Mmc_cs Alias Portb.4 Set Mmc_cs Config Pinb.4 = Output „ define here Pin of SPI SS Spi_ss Alias Portb.4 Set Spi_ss Config Spi = Hard , Interrupt = Off , Data Order = Msb , Master = Yes , Polarity = High , Phase = 1 , Clockrate = 64 , Noss = 1 Spsr = 1 Spiinit „ Init SPI
Data yang disimpan merupakan data yang telah disusun dalam format yang ditentukan, yaitu “buoy”, nomor buoy, waktu, latitude, longitude, kecepatan, suhu. prosedur penyimpanan data ini dibuat menjadi:
139
Ff = Freefile() Open “Drifter.txt” For Append As #ff Print #ff , “BUOY”;“,”; 1; “,”;Waktu ; “,” ; Msg12 ; “,” ; Msg2 ; Msg4 ; “,” ;Msg3 ; Msg7 ; “,” ; Msg10 ; “,” ; Suhu Close #ff
Perintah “open” adalah perintah penyediaan memori untuk pengolahan file dan dengan metode “append” yang berarti bahwa penambahan isi file jika file sudah ada dan atau pembuatan file baru jika file belum ada. Memori dan file yang tersedia kemudian diisi dengan data menggunakan perintah “ print”. Data tersebut diwakili oleh variabel waktu, msg12, msg2, msg4, msg3, msg7, msg10
dan suhu, dimana data tersebut disimpan di file bernama Drifter.txt.
Umumnya aplikasi drifter seperti drifter yang dikeluarkan WOCE (http://www.marlin-yug.com/products.php?category_name_id=14)
memiliki
data
logger yang tergabung dengan antarmuka sensor seperti modul MM400, dimana komunikasi yang digunakan berupa komunikasi serial RS232 untuk mengeluarkan data yang tersimpan didalamnya. Penggunaan modul seperti MM400 ini yaitu penggunaan daya rendah dan kemudahan pemrograman sedangkan kapasitas penyimpananya cenderung terbatas. 4.2.3. Sensor Suhu DS18B20 dan Modul Perangkat Lunak Pembaca Sensor Suhu Sensor suhu DS18B20 memiliki keluaran sinyal digital sehingga rangkaian antarmukanya cukup sederhana. Sesuai dengan datasheet yang dikeluarkan DALLAS yaitu cukup dengan memberikan resistor pull-up. Pada mikrokontroler keluarga ATMEL resistor ini berkisar antara 4.7 KΩ – 10 KΩ. Resistor pull-up tersebut berfungsi untuk menyesuaikan level tegangan digital sensor dengan mikrokontroler dikarenakan perbedaan arus serap (current-sink) dari keduanya. Gambar 25 a. merupakan rangkaian antarmuka dari sensor DS18B20. Sensor ini kemudian dibuat penutupnya agar kedap air. Casing terbuat dari bahan alumunium (Gambar 25 b) berbentuk silinder kemudian alumunium tersebut ditanamkan pada bagian bawah buoy dan kemudian disatukan kembali menggunakan bahan resin.
140
(a)
(b) Gambar 25. (a) Rangkaian sensor DS18B20, (b) Hasil sensor suhu yang dibuat Sensor suhu yang digunakan yaitu DALLAS DS18B20 menggunakan komunikasi 1-wire, BASCOM-AVR menyediakan pustaka yang baik untuk menggunakan komunikasi ini. DS18B20 mengeluarkan data 12-bit sehingga pengolahan data dilakukan dengan membaca data 8-bit 2 kali dengan 8-bit pertama merupakan bit terendah dan 4 bit teratas dari 8 bit kedua merupakan 4-bit teratas data. Pembacaan data dilakukan dengan perintah 1-wread() dimana data yang dihasilkan berupa data 8-bit. Hasil pembacaan ini kemudian disusun kembali sehingga didapatkan data dalam format 12-bit. Format data tersebut dalam format desimal tanpa koma dan belum terkoreksi 1/16 (bit teratas) sehingga hasil pembacaan dikali dengan 0.0625. Berikut implementasi pembacaan tersebut dalam BASCOM AVR: Sub Read_suhu() Dim Ik As Byte Dim T As Word 1wreset 1wwrite &HCC 1wwrite &H44 1wreset „reset device 1wwrite &HCC 1wwrite &HBE „konversi ke celcius For Ik = 1 To 2
141
C(ik) = 1wread() „pembacaan data Next T = C(2) * 256 „byte atas T = T + C(1) „byte atas + byte bawah If C(2) > 15 Then T = Not T T = T + 1 Suhu = T * 0.0625 Else Suhu = T * 0.0625 End If End Sub
4.2.4. Antarmuka GPS GPS yang digunakan yaitu tipe PMB-648 keluaran Parallax .inc. memiliki keluaran NMEA-0183 melalui komunikasi serial TTL maupun RS232. Penelitian ini menggunakan komunikasi serial TTL karena RS232 mikrokontroler untuk modem GSM dan kabel yang dibutuhkan tidak terlalu panjang dari mikrokontroler ke modul GPS. Gambar 26. merupakan konfigurasi pin dari modul PMB-648.
(a)
(b)
Gambar 26. PMB-648 Parallax (a) Tampak atas, (b) Tampak samping dan konfigurasi pin
Dari Gambar 26 terlihat bahwa ada 4 pin yang digunakan yaitu VCC (kaki 3), GND (kaki 4), TTL RX (kaki 2) dan TTL Tx (kaki 1). Komunikasi dengan mikrokontroler digunakan komunikasi null-modem sehingga kaki 2 dan kaki 1 modul PMB-648 dihubungkan dengan PA.4 dan PA.5 mikrokontroler ATMega32. VCC yang digunakan yaitu VCC 5 Volt. PMB-648 memiliki antena internal dimana tipe ini memiliki daya tangkap sinyal yang cukup baik dan masih mampu mendapatkan sinyal secara baik meskipun ditutup bahan tipis seperti baja ataupun
142
acrilyc. Pada penelitian ini modul ini dibungkus dengan bahan acrilyc sehingga kedap air dan ditempatkan pada bagian paling atas dari buoy. Penelitian ini menggunakan NMEA $GPRMC sebagai data yang akan diambil dari beberapa kalimat NMEA yang dikirimkan oleh receiver GPS. NMEA ini dikirimkan setiap 1 detik (http://www.nmea.org), sehingga dalam proses pembacaan data diperlukan proses pembacaan berulang-ulang (loop). Pembacaan berurut dimulai dengan mendeteksi penanda $GPRMC apakah sudah diterima atau tidak kemudian karakter selanjutnya dianggap sebagai waktu dan seterusnya, dimana delimiter format data $GPRMC ini menggunakan karakter koma (“,”). Gambar 27. menunjukan diagram alir dari pembacaan data pada GPS. Pembacaan berurut dilakukan karena data keluaran dari receiver GPS dalam bentuk serial. Kecepatan pengiriman data serial ini yaitu 9600 bps sesuai dengan kecepatan default dari GPS yang digunakan. Proses perangkat lunak di modul ini sangat bergantung dari kualitas data yang diberikan oleh GPS, pada beberapa percobaan tertentu data yang dikeluarkan oleh GPS tidak memiliki karakter (null character), tetapi tanda pembatas tetap dikeluarkan sehingga implementasi alur Gambar 27. dapat dilakukan. Implementasi dari alur Gambar 26 kedalam bahasa BASIC BASCOM AVR. Pertama mikrokontroler menyimpan header $GPRMC dalam memori EEPROM kemudian setiap penerimaan karakter dari GPS dilakukan pencocokan dengan header tersebut, menggunakan perintah lookup(y, message). Jika data cocok atau berupa $GPRMC maka program akan keluar dari proses looping ini, tetapi jika tidak maka program akan kembali membaca data. Potongan program tersebut yaitu: Do Fdata = Lookup(y , Message) If Fdata = 0 Then Exit Do Get #2 , Tmp If Fdata = Tmp Then Incr Y Loop Get #2 , Tmp
143
Mulai
For I=1:6 Apakah “$GPRMC”?
tidak
ya
Hingga Karakter “,”
tidak
ya Susun teks sebagai Waktu ya Hingga Karakter “,”
tidak
ya Susun teks sebagai Latitude ya Hingga Karakter “,”
tidak
ya Susun teks sebagai Longitude ya Hingga Karakter “,”
tidak
ya Susun teks sebagai Kecepatan
Gambar 27. Alur pembacaan data GPS Setelah header $GPRMC ditemukan kemudian dilakukan pembacaan data berikutnya yaitu data waktu dan melakukan konversi. Format data waktu yang dikeluarkan oleh GPS yaitu hhmmss.ss, dimana dd adalah merupakan jam, mm menit dan ss.ss adalah detik, dan jumlah semua data ada 9 karakter. Pembacaan dilakukan setiap karakter dimana karakter pertama dari setiap kode merupakan puluhan dan berikutnya adalah satuan. Setelah data tersusun kemudian disimpan dalam sebuah variabel, implementasi dalam kode program yaitu sebagai berikut: For Ii = 1 To 9 Get #2 , Tmp Msg5 = Msg5 + Chr(tmp) Waktu = Msg5 If Ii = 1 Then Puluhan = Tmp - &H30 Else If Ii = 2 Then Satuan = Tmp - &H30 End If
144
Next Var = Puluhan * 10 Var = Var + Satuan Var = Var + 7 If Var > 24 Then Var = Var – 24 Puluhan = Var / 10 Puluhan = Puluhan + &H30 Satuan = Var Mod 10 Satuan = Satuan + &H30 Mid(msg5 , 1 , 1) = Puluhan Mid(msg5 , 2 , 1) = Satuan Do
„
Get #2 , Tmp If Tmp = “,” Then Exit Do Msg = Msg + Chr(tmp) Loop Msg = Msg + Msg6 „ variable Waktu
Dengan cara yang sama, pembacaan berurutan dari karakter yang dikirimkan GPS dan pembacaan kalimat NMEA dari variabel status data, Latitude, N/S, Longitude, E/S dan tanggal dilakukan secara berurutan seperti pada kode program dibawah ini: Do Get #2 , Tmp If Tmp = “,” Then Exit Do Msg8 = Msg8 + Chr(tmp) „variable status Loop Do Get #2 , Tmp If Tmp = “,” Then Exit Do Msg2 = Msg2 + Chr(tmp) „variable latitude Loop Do Get #2 , Tmp If Tmp = “,” Then Exit Do Msg4 = Msg4 + Chr(tmp) „variable North/South Loop Do Get #2 , Tmp If Tmp = “,” Then Exit Do Msg3 = Msg3 + Chr(tmp) „ variable longitude Loop Do Get #2 , Tmp If Tmp = “,” Then Exit Do Msg7 = Msg7 + Chr(tmp) Loop Do Get #2 , Tmp If Tmp = “,” Then Exit Do Msg10 = Msg10 + Chr(tmp) „variable West/East Loop
145
Do Get #2 , Tmp If Tmp = “,” Then Exit Do Msg11 = Msg11 + Chr(tmp) „variable speed over groung Loop Do Get #2 , Tmp If Tmp = “,” Then Exit Do Msg12 = Msg12 + Chr(tmp) „variable tanggal Loop If Msg10 = “” Or Msg10 = “ “ Then Msg10 = “0”
Perintah “GET” adalah perintah yang digunakan BASCOM untuk membaca satu karakter dari port RS232. Data yang didapatkan berupa karakter. Pembacaan dilakukan dalam sebuah perulangan dimana pembacaan akan berakhir bagi variable tersebut jika pembacaan “GET” menemukan karakter “,”. Karakter yang telah disusun dalam setiap variabel tersebut merupakan data yang sesuai dengan urutan kalimat NMEA $GPRMC. Variabel tersebut yaitu Waktu, Msg12, Msg2, Msg4, Msg3, Msg7, Msg10.
4.2.5. Antarmuka Modem GSM untuk Pengiriman Data dan Kendali Dua Arah Modem yang digunakan adalah modem keluaran Wavecom.Inc tipe Fastract M1306B. Modem ini mendukung komunikasi AT-Command dengan keluaran serial RS232. Adanya perbedaan level komunikasi ini sehingga dibutuhkan antarmuka agar dapat berkomunikasi dengan baik yaitu menggunakan IC MAX232 (Gambar 28). Dapat dilihat pada IC tersebut kaki TX dan RX komunikasi RS232 pada pin 7 dan 8 sedangkan input dan keluaran RX dan TX komunikasi RS232 level TTL pada pin 9 dan 10. Pin 7 dan 8 kemudian dihubungkan dengan pin TX dan RX modem GSM secara null-modem atau TX dan RX saling disilangkan seolah-olah komunikasi dilakukan oleh dua peralatan yang sama tanpa adanya sinyal kontrol.
146
Gambar 28. Rangkaian antarmuka modem GSM Gambar 28. menunjukkan rangkaian antarmuka mikrokontroler Tx (PD.1) dan Rx (PD.0) dengan Tx dan Rx Fastract M1306B dengan protocol komunikasi baud rate 9600. Untuk mengatur komunikasi pada kecepatan yang sama yaitu 9600 bps maka pada modem dan mikrokontroler harus diatur kecepatan komunikasi yang sama. Default modem M1306B memiliki baudrate 115200 bps, tetapi dengan Kristal 4 MHz yang digunakan pada mikrokontroler kecepatan komunikasi ini tidak mungkin dilakukan, oleh karena itu kecepatan modem harus diatur kembali. Pengaturan kembali kecepatan baud rate ini dilakukan menggunakan AT-Command AT+CIFR=9600.
Perintah tersebut bersifat
sementara artinya konfigurasi kecepatan yang dilakukan belum disimpan di memori EEPROM modem, dan jika catu daya dimatikan konfigurasi akan kembali ke 115200 bps. Penyimpanan setting kecepatan pada EEPROM dapat menggunakan
AT-Command
AT&W.
hubungan
antara
modem
dan
mikrokontroler dilakukan hanya menggunakan pin TX dan RX tanpa melibatkan pin control sehingga konfigurasi kabel keduanya harus menggunakan konfigurasi null modem, dimana konfigurasi ini menyilangan antara kabel TX dan RX. Modul Pengirim Data Modul pengiriman data berupa SMS ini akan aktif bila dalam file config.ini nilai variabel smsornot sama dengan satu (baris ke-2 dalam file CONFIG.INI), maka pada modul ini dilakukan pengecekan berapa nilai variable tersebut. Jika
147
nilainya sama dengan 1 maka akan dilakukan perintah SMS seperti pada kode berikut: If Smsornot = "1" Then If Hitungsms > Waktusms Then Print "AT+CMGS=";Chr(34);Nomer;Chr(34);Chr(13;Chr(10) Waitms 500 Print Waktu ; ":" ; Msg12 ; "," ; Msg2 ; Msg4 ; "," ; Msg3 ; Msg7 ; "," ; Msg10 ; "," ; Suhu Print Chr(26) ; Chr(13) ; Chr(10) Waitms 700 Hitungsms = 0 End If End If
Setelah melakukan pengecekan konfigurasi dilakukan pengiriman atau tidak, perintah AT+CMGS adalah untuk mengirimkan SMS yang diikuti dengan nomor penerima dan isi SMS kemudian diakhiri CHR(26) atau CTRL-Z. isi dari SMS diisi menggunakan perintah PRINT diikuti dengan format data yaitu variabel WAKTU, MSG12 MSG7
yang merupakan tanggal, MSG2 dan MSG4 merupakan latitude, MSG3 dan
merupakan longitude , MSG10 merupakan kecepatan yang diukur oleh GPS
dan SUHU. Hasil uji coba di laboratorium menunjukan bahwa sukses tidaknya perintah ini sangat bergantung pada kualitas sinyal GSM. Dari selang sinyal yang dikeluarkan oleh modem yaitu 0-19 poin (didapatkan melalui perintah AT-COMMAND AT+CSQ), minimal ada 5 poin yang dibutuhkan agar perintah pada modul ini sukses dilakukan pengiriman SMS. Sukses tidaknya perintah SMS ini dapat dideteksi melalui respon yang diberikan oleh modem, jika sukses modem akan memberikan respon “OK”, jika tidak maka modem akan memberikan respon “+ERROR”. Pada penelitian ini jika terjadi kegagalan pengiriman maka data tersebut dilewatkan atau tidak dikirimkan kembali, dengan pertimbangan keefektifan perangkat lunak dan untuk mengetahui data sebenarnya dapat dilihat pada data yang tersimpan di SD/MMC card.
Kendali Dua Arah Komunikasi dua arah pada implementasi drifter sangat penting dilakukan (Ohlmann, 2005), Kendali dua arah yang dimaksud pada penelitian ini adalah pengiriman SMS berkode tertentu yang tersimpan di memori buoy sehingga ketika
148
buoy menerima SMS tersebut, buoy akan melakukan hal yang kita perintahkan. Beberapa hal yang diatur dalam kendali dua arah ini seperti pada Tabel 9. Langkah pertama untuk kendali dua arah yaitu menghidupkan vektor interupsi komunikasi serial sehingga pada saat kapanpun SMS masuk perangkat lunak akan mengecek ke vektor interupsi tersebut. Untuk menghidupkan vektor interupsi ini di BASCOM AVR seperti berikut: Config Serialin = Buffered , Size = 40 Enable Interrupts
AT-Command tanda SMS masuk yaitu AT+CMTI sehingga setelah vektor interupsi terpenuhi maka tugas pertama dari rutin interupsi adalah mengecek apakah isi dari interupsi tersebut karakter +CMTI. Rutin tersebut dibuat menjadi: Sub Ada_sms Config Watchdog = 2048 Start Watchdog Getline Sret Stop Watchdog I = Instr(sret , ":") : If I > 0 Then Stemp = Left(sret , I) Select Case Stemp 'ANY MESSAGE FROM SOMEONE Case "+CMTI:" : Showsms Sret Case Else 'ANY CALL FROM SOMEONE End Select End If End Sub
Setiap karakter yang diterima di port RS232 akan ditampung pada variabel sret melalui perintah getline, kemudian di dalam variabel tersebut dicari karakter
“:” dan karakter sebelumnya di tampung dalam variable I. jika variable I ini adalah “+CMTI” maka tanda adanya SMS baru kemudian akan dilakukan proses pembacaan SMS, jika tidak proses kembali ke program utama. Langkah terakhir adalah mencocokan isi SMS dengan kode SMS yang telah disepakati seperti pada Tabel 11. Berikut rutin pencocokan yang dilakukan pada penelitian ini: Sub Showsms(s As String ) I = Instr(s , ",") I = I + 1 Stemp = Mid(s , I) Print "AT+CMGR=" ; Stemp Getline S Do
149
Getline S Select Case S Case "CODE-1" : Print Phonenumber Waitms 50 Print "RESET" Print "MIKROKONTROLER" Print "" Print Chr(26) Config Watchdog = 2048 Start Watchdog Wait 5 Stop Watchdog Case "CODE-2" : … … Case "OK" : Exit Do Case Else End Select Loop Print "AT+CMGD=1,4" Getline S Waitms 100 End Sub
Pertama mikrokontroler akan membaca isi SMS setelah pengecekan variable I adalah “+CMTI”, kemudian dengan perintah AT+CMGR isi SMS tersebut diambil menggunakan rutin getline dan disimpan dalam variabel S, hasil pembacaan isi SMS inilah yang kemudian dicocokan dengan menggunakan perintah case. jika memenuhi case tertentu maka mikrokontroler akan melakukan perintah yang diinginkan (Table 9). Setelah melakukan perintah tersebut mikrokontoler kemudian melakukan perintah pengiriman SMS sebagai laporan bahwa perintah telah dilakukan. Terakhir SMS kemudian dihapus menggunakan perintah AT+CMGD. Komunikasi ini sangat berguna dalam mengetahui kondisi atau merubah alur kerja dari drifter di laut.
4.2.6. File Konfigurasi Kerja Drifter (CONFIG.INI) Pada umumnya konfigurasi kerja drifter dapat diatur secara offline (bersentuhan langsung) dan secara online (jarak jauh). Pengaturan secara offline biasanya menggunakan komputer berisi program pembaca dan penulis EEPROM mikrokontroler yang digunakan, karena pada umumnya setting parameter tersebut disimpan pada memori EEPROM. Pada penelitian ini setting offline tersebut tidak
150
dilakukan menggunakan komputer tetapi melalui file yang ada di memori MMC/SD card yang berisi beberapa baris kode. File tersebut akan selalu dibaca oleh mikrokontroler pada awal dinyalakan kemudian setiap parameter tersebut disimpan dimemori EEPROM mikrokontroler. Buoy dalam penelitian ini dirancang agar dapat digunakan berulang-ulang sehingga dibutuhkan kemudahan dalam konfigurasi dari kerja buoy. Dalam perancangan ini digunakan file Config.ini (Gambar 29) yang ditanamkan di MMC/SD card buoy sebagai pengatur kerja buoy. Beberapa hal yang diatur dalam file ini yaitu baris pertama adalah selang waktu perekaman dalam detik, baris kedua merupakan variable yang menyatakan apakah dilakukan pengiriman data atau tidak, baris ketiga yaitu selang waktu pengriman data dan baris keempat adalah nomor penerima dari data (server).
Gambar 29. File CONFIG.INI sebagai pengatur kerja buoy Pada awal dinyalakan mikrokontroler akan mengecek dan membaca keberadaan file ini. Pembacaan kemudian dilakukan secara berurut baris per baris dan disimpan dalam variabel masing-masing yang kemudian digunakan dalam proses perangkat lunak berikutnya. 4.2.7. Perangkat Lunak Penerima Data yang dikirimkan oleh drifter adalah berupa data text melalui SMS. Data tersebut kemudian diterima oleh ground segment yang merupakan sebuah modem GSM terhubung dengan komputer yang berisi perangkat lunak yang mampu menerima dan melakukan pengolahan data SMS yang disebut dengan perangkat lunak penerima. Selain menerima dan melakukan pengolahan data yang
151
dikirimkan oleh drifter, ground segment juga berfungsi melakukan komunikasi dua arah dengan drifter dengan mengirimkan pesan text SMS konfigurasi ke drifter. Perangkat lunak penerima (Gambar 30.) dibuat menggunakan perangkat lunak Borland Delphi 7, perangkat lunak ini menerima dan mengirimkan SMS dari buoy dalam bentuk AT-Command melalui port serial atau USB komputer. Komponen Delphi yang digunakan untuk melakukan akses port serial yaitu Tcomport, dimana komponen ini memiliki pustaka yang baik dalam melakukan akses terhadap port tersebut. Penggunaan komponen ini dipilih juga disebabkan oleh kemudahan dalam penggunaanya dalam pemrograman. Ada beberapa fungsi utama yang digunakan yaitu writestr untuk melakukan penulisan pada port dan readstr untuk membaca string yang diterima pada port serial.
Gambar 30. Tampilan perangkat lunak penerima data Beberapa prosedur penting dari perangkat lunak ini yaitu prosedur yang mengakses port serial komputer yang terhubung modem GSM baik dalam mengirimkan perintah atau menerima data SMS. Prosedur pengiriman data yaitu: procedure TForm1.SendCommand(strCommand: string; : Char); var s begin s := strCommand + Comm1.WriteStr(s); end;
Postfix : string; Postfix;
152
Menggunakan fungsi writestr dikirimkan perintah AT-Command dimana variabel string yang dibutuhkan diganti dengan perintah yang dibutuhkan misalnya AT+CGMM, AT+CGMR dan lainnya. Apabila diimplementasikan maka prosedur tersebut menjadi : Comm1.WriteStr(„AT+CGMM‟ + Chr(13));
Pembacaan data dilakukan dengan prosedur comm1RxChar yaitu pembacaan data jika terjadinya interupsi pada pin receiver port serial, berikut prosedur pembacaan data tersebut: procedure TForm1.Comm1RxChar(Sender: TObject; Count: Integer); var Str: String; begin Comm1.ReadStr(Str, Count); Memo1.Text := Memo1.Text + Str; end;
Data yang telah dibaca kemudian disusun dalam variabel dan format, kemudian menyimpannya di dalam basisdata. “Str” adalah karakter yang menangkap string yang ada di penerima serial. Pembacaan ini dilakukan ketika ada interupsi di port serial, jika ada kemudian variable str membaca apakah string tersebut +CNMI, jika ya akan dilanjutkan dengan +CMGR yaitu pembacaan isi SMS kemudian isi tersebut ditampung oleh variable str dan inilah yang kemudian dianggap sebagai data mentah (raw data). Kendali dua arah dilakukan dengan melakukan pengiriman SMS berkode menggunakan perintah AT+CMGS yaitu perintah pengiriman SMS dimana isi dari teks SMS adalah kode sesuai dengan perintah yang diinginkan. Apabila diimplementasikan misalnya: comm1.writestr(„AT+CMGS‟); comm1.writestr(„CODE-1‟); comm1.writestr(1A); comm1.writestr(13);
Kendali dua arah yang lain dilakukan dengan prosedur yang sama. Setiap kali dilakukan perintah dua arah dari ground segment dan SMS konfigurasi tersebut diterima oleh drifter maka drifter akan mengirimkan SMS balasan sebagai tanda bahwa konfigurasi telah dilakukan, jadi setelah perintah SMS konfigurasi SMS
153
perangkat lunak pada sisi ground segment kemudian akan menunggu kiriman SMS balasan sebagai informasi bahwa konfigurasi dilakukan dengan sukses atau tidak. 4.2.8. Perbandingan Spesifikasi Drifter yang dihasilkan dengan Drifter ARGOS, ORBCOMM dan IRRIDIUM Adapun perbandingan dari drifter yang dihasilkan pada penelitian dengan drifter lainnya yaitu ARGOS, ORBCOMM dan IRRIDIUM sebagai teknologi drifter yang telah digunakan luas dan lama oleh para peneliti (Tabel 13). Komunikasi pada penelitian ini sudah dilakukan secara dua arah yaitu dengan adanya kendali dua.arah, Coverage area atau penggunaan drifter yang dirancang harus di daerah yang terdapat sinyal GSM sedangkan pada 3 perusahaan tersebut menggunakan komunikasi satelit. Drifter pada penelitian ini dapat digunakan pada daerah yang dekat dengan daratan seperti pesisir dan teluk yang memiliki BTS GSM. Data pada drifter yang dibuat menggunakan SMS sebagai media pengiriman data, jumlah data yang dapat dikirimkan sesuai dengan karakter maksimal yang dapat dikirimkan melalui SMS yaitu 160 karakter. Ketelitian pengukuran khusunya posisi sama yaitu ± 10 m sesuai dengan ketelitian Datasheet GPS, walaupun pada penelitian ini di dapatkan akurasi yaitu ±4.5 m). Identifikasi
drifter dapat dilakukan melalui nomor GSM yang tertanam pada setiap drifter. Ini berbeda dengan aplikasi lain yang dibuat sendiri oleh perusahaan tersebut. Penggunaan daya pada penelitian ini masih jauh dari hemat seperti pada drifter yang dikeluarkan oleh 3 perusahaan tersebut dikarenakan efisiensi penggunaan komponen dan rangkaian. Pada drifter ini juga belum disertakan transmitter HF sehingga pengiriman data sangat tergantung dengan sinyal GSM ditempat percobaan. 4.2.9. Biaya Implementasi dan transmisi Sistem Drifter yang dikembangkan Secara umum implementasi sistem drifter ini lebih murah dibandingkan dengan aplikasi drifter yang telah dikembangkan oleh ARGOS, ORBCOMM dan IRRIDIUM yang mencapai $1500 untuk harga drifter sendiri, dengan biaya $15
154
Tabel 13. Perbandingan drifter yang dihasilkan dengan drifter ARGOS, ORBCOMM dan IRRIDIUM
Perbandinagan Communication Method
Coverage Remote System control (change message rate and message type)
ARGOS one way (transmission) only Global (number of messages per day depend on latitude)
no 32 bytes (20 bit ID) 31 Max. Number of bytes (28 bit bytes in message ID) by sattellite (± Position 300 m) As option by Argis or using W@ves21 or Position drift seasaw alarm software
ORBCOMM
two way
two way
between +60 and -60 deg latitude Global
yes
512 bytes by GPS (± 10 m) As option by Argis or using W@ves21 or seasaw software to be specified as part of to be obtained provisioning by from CLS to an orbcomm setup buoy service system provider ca 70 mW ca ca 100 mW ca 40 mW 200 mW
Transmiter ID Typical Power consumption Combintaion with local HF transmitter yes Disable option and/or activity yes
IRIDIUM
yes
Penelitian ini
Two way
Sinyal GSM
yes
100 Kbytes by GPS (± 10 m)
160 charakter By GPS ((± 10 m)
As option by Argis or using W@ves21 or seasaw software
-
phonenymber of the iridium subscription
Nomor GSM
ca 74 mW
±544 mW
yes
yes
no
yes
yes
yes
perhari operasi untuk biaya transmisi. Pada aplikasi ini biaya alat sebesar $167.9 (Tabel 14) dan biaya ground segment $561.2 (Tabel 15) sehingga biaya implementasi awal sebesar $729.1 dan biaya transmisi per-hari sebesar $4.4 untuk pengiriman setiap 5 menit atau $2.2 untuk pengiriman setiap 10 menit (Tabel 16), menggunakan provider Telkomsel dengan biaya SMS Rp. 150).
155
Pada Tabel 14. diperlihatkan komponen yang digunakan pada aplikasi ini menggunakan komponen yang dapat dicari dengan mudah di Indonesia dengan biaya yang dicantumkan adalah biaya pada pasar Indonesia. Biaya ini akan semakin murah jika komponen tersebut dipesan langsung dalam jumlah banyak dari setiap produsen komponen misalnya saja komponen seperti Modem GSM harga asli $45, GPS $40 dan mikrokontroler hanya $1. Tabel 14. Biaya pembuatan drifter Komponen Microcontroller IC Max232 Komponen Pasif +PCB Dallas DS18B20 GPS Modem GSM Buoy Drogue besi Resin Cat anti fouling Alumunium Tali jumlah
IDR 50000 25000 50000 25000 800000 500000 30000 15000 30000 30000 30000 50000 10000 Rp. 2.345,000
Dollar (Kurs Rp. 9800) 5.1 2.6 5.1 2.6 81.6 51 3.1 1.5 3.1 3.1 3.1 5.1 1.0 $167.9
Pada sisi ground segment komponen terpenting yaitu modem GSM (jika sudah memiliki komputer) maka cukup membeli modem GSM seharga $51 atau $45 dollar bila memesan langsung dari perusahaan pembuat modem Wavecom.inc, lengkapnya biaya implementasi ground segment terlihat pada Tabel 15. Tabel 15. Biaya pembuatan ground segment Penerima IDR Dollar (Kurs Rp. 9800) komputer 5000000 510.2 Modem GSM 1200000 51 Rp. 6,200,000 jumlah $561.2 Biaya transmisi menggunakan SMS tergolong mahal (setiap hari dengan interval pengiriman 5 menit sebesar $4.4, Tabel 16) jika dibandingkan dengan 156
yang dilaporkan Motyzhev (2010), yang mengatakan biaya transmisi per-hari $0.5, hal ini diakibatkan perbedaan biaya SMS dari provider setiap negara. Pada aplikasi ini juga masih bisa dihemat jika menggunakan transmisi data GPRS dengan rata-rata biaya koneksi internet unlimited dari provider Indonesia Rp.100.000. Hanya implementasi transmisi GPRS ini menggunakan struktur yang berbeda yaitu pada sisi ground segment berupa sebuah web server yang memiliki domain internet tanpa adanya modem GSM pada sisi server. Tabel 16. Biaya transmisi Transmisi setiap 5 menit 24 jam 1 Bulan
IDR Dollar (Kurs Rp. 9800) 43200 $4.4 1296000 $132.2
4.3. Hasil Uji coba Laboratorium Sensor suhu dibungkus dengan bahan yang mampu menyerap panas dengan baik seperti stainless steel dan alumunium. Pada penelitian ini sensor yang sama digunakan dengan pembungkus berbahan alumunium. Pada keadaan tidak terbungkus ketelitian sensor suhu ini sebesar 12-bit menyebabkan sensor ini memiliki respon dan data yang cukup baik untuk aplikasi drifter. Sensor suhu DS18B20 adalah merupakan sensor suhu dengan keluaran digital, tetapi karena penerapan di drifter, sensor tersebut dibungkus untuk kedap air maka diperlukan kalibrasi untuk mengkoreksi hasil keluaran digital sensor dan pengaruh karena dibungkus tersebut. Proses kalibrasi ini dilakukan dengan menngukur suhu air dingin yang dipanaskan secara perlahan menggunakan thermometer sebagai alat standard dan sensor suhu DS18B20 yang telah terbungkus. Kalibrasi Sensor suhu menghasilkan data dengan standar deviasi 0.42, Rata-rata perbedaan suhu sebesar 1.582 С dan maksimum beda sebesar 3.03 С. Data percobaan tersebut kemudian dilakukan pencocokan (Gambar 31) sehingga didapatkan persamaan Y=1.004*X + 1.432 dengan R2=0.996, dimana Y adalah suhu terkoreksi dan X adalah suhu yang dikeluarkan oleh sensor DS18B20. Berdasarkan hasil tersebut terlihat bahwa sensor suhu pada drifter ini memiliki liniearitas yang baik dengan tingkat kepercayaan yang cukup baik. Bahan
157
alumunium menyebabkan panas yang terukur pada DS18B20 lebih dingin sebesar -1.432 С tetapi masih memberikan liniearitas dengan kemiringan sebesar 1.004. 43 41 39 37
Suhu (Celcius)
35 33 31 29 27 25 23
Sensor DS18B20 Manual (Thermometer)
21 19 17
0
5
10
15
20 Data ke-
25
30
35
(a)
Suhu Thermometer (Celcius)
40
35 y = 1.004*x + 1.432 R2=0.996
30
25
data linear
20 20
25
30 Suhu DS1820 (Celcius)
35
40
(b) Gambar 31. (a) Plot data pengukuran (b) Fit data hasil kedua pengukuran
Hasil diatas kurang baik dibandingkan dengan hasil Motyzhev (2010), pada penelitiannya tentang smart buoy yang di uji cobakan di laut hitam dengan nilai akurasi yaitu 0.2 С, sensitivitas 0.04 С dan waktu pembacaan 20 detik. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh bahan pembungkus berupa stainless steel (penelitian ini menggunakan bahan alumunium) dimana stainless steel memiliki penyerapan panas yang lebih baik. Respon time dari sensor diamati secara visual dengan melihat perubahan nilai pada thermometer dan waktu yang diperlukan oleh sensor DS18B20 untuk berubah yaitu sebesar ± 2 detik. Hasil tersebut disebabkan karena waktu yang 158
dibutuhkan perangkat keras internal dari sensor dengan penggunaan akurasi 12-bit membutuhkan waktu jeda pengukuran minimal 500 ms (www.dallas.com). Waktu tersebut kemudian ditambah dengan perintah lain dalam proses pembacaan sensor. Hasil respon time ini juga sangat dipengaruhi oleh proses penyerapan panas dari bahan pembungkus sensor itu sendiri. Respon time ± 2 detik dianggap baik untuk diterapkan pada drifter karena pada percobaan lapang, pengukuran suhu akan dilakukan selama ± 5 menit, sehingga hasil proses pembacaan sensor suhu terhadap perubahan suhu karena respon time tidak terlalu besar. Pengujian akurasi ketelitian posisi yang dikeluarkan oleh GPS dilakukan dengan percobaan pengukuran pada titik tetap, dimana drifter diletakan pada titik tetap selama 10 menit dan melakukan pengukuran posisi secara terus-menerus. Percobaan ini dilakukan pada tiga titik yang berbeda yaitu di samping gedung, daerah terbuka dan di bawah pohon. Hal ini dilakukan untuk melihat nilai kesalahan posisi pembacaan yang dihasilkan akibat gangguan dari penerimaan sinyal GPS. Hasil ketiga titik tersebut memperlihatkan bahwa posisi yang dikeluarkan GPS memiliki nilai diameter maksimum ±13.62 m terjadi pada daerah terhalang gedung yang merupakan gangguan paling besar dari ketiga titik yang diuji, namun pada daerah terbuka kesalahan posisi maksimum yaitu ±4.5 m yang merupakan titik yang dianggap tidak memiliki gangguan sinyal (Tabel 17). Hasil kesalahan ini sesuai dengan spesifikasi yang dikeluarkan oleh Parallax. Inc produsen dari chip GPS yang digunakan pada penelitian ini yaitu sebesar ±20 m (radius ±10 m). Hasil tersebut memberikan gambaran bahwa pada daerah terbuka seperti laut, drifter akan memberikan perubahan posisi dengan tingkat kepercayaan yang baik. Drifter pada penelitian ini berubah posisi di luar radius ±4.5 m. Ketelitian perhitungan kecepatan drifter selanjutnya dapat dihitung dengan asumsi perubahan posisi di luar ±4.5 m tersebut. Misalnya Drifter memiliki waktu transmisi 5 menit maka ketelitian terkecil dari drifter yaitu 450 cm dibagi 5 dikali 60 detik yaitu sebesar ±1.5 cm/s dan dalam waktu transmisi 10 menit sebesar ±0.75 cm/s.
159
Tabel 17. Hasil ujicoba penentuan posisi pada titik tetap Titik I (Samping Gedung)
II (Tebuka) III (Dibawah Pohon)
Maksimum Minimum Range (Second) Maksimum Minimum Range (Second) Maksimum Minimum Range (Second)
Latitude Longitude (ddmm.ssss) (ddmm.ssss) 0633.5542 10643.4645 0633.5088 10643.4245 0.454` ~ 13.62 m 0.4` ~ 12 m 0633.5515 10643.4296 0633.5427 10643.4281 0.088` ~ 2.644 m 0.15` ~ 4.5 m 0633.4228 10643.4106 0633.4184 10643.4083 0.23` ~ 6.9 m 0.44` ~ 13.2 m
Untuk melihat pola sebaran setiap titik percobaan kemudian diplot seperti terlihat pada Gambar 32 (a), (c) dan (e). Pola sebaran pada titik pertama jauh lebih variatif dibandingkan dengan titik ke-3 dan ke-2. Hal ini memperlihatkan gedung merupakan gangguan yang cukup besar untuk sinyal GPS, kemudian pepohonan. Pada keadaan terbuka, GPS penerima yang digunakan memberikan data posisi yang baik, dimana selama 5 menit pencatatan data dihasilkan hanya ada dua posisi yang berbeda. Untuk melihat kekonsistenan pemberian posisi oleh GPS penerima. Setiap data kemudian dilihat perubahan jarak dari pencatatan waktu saat ini dengan waktu sebelumnya, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 32 (b), (d) dan (f). Jarak terjauh dihasilkan oleh percobaan pada titik ke-3 yaitu 13 m, kemudian pada titik-1 sebesar 8.5 m dan paling pendek pada titik-2 sebesar 5.2 m. Berdasarkan hasil tersebut kemudian dapat dihitung kecepatan minimal arus yang dapat diukur menggunakan GPS penerima pada saat lintasan lurus dengan menentukan selang waktu pencatatan. Bila ditentukan selang waktu pencatatan selama 5 menit maka kecepatan minimal tersebut yaitu 520 cm dibagi 300 yaitu sebesar 1.7 cm/s dan selang waktu pencatatan selama 10 menit menghasilkan kecepatan minimum sebesar 0.85 cm/s. Kecepatan minimal tersebut sudah cukup baik karena menurut Sannang (2003) di Pelabuhan Ratu kecepatan arus berkisar antara 10 – 45 cm/s.
160
633.56 633.55
Latitude
633.54 633.53 633.52 633.51 633.5 1.0643
1.0643
1.0643
1.0643
1.0643
1.0643 Longitude (a)
1.0643
1.0643
1.0643
1.0643
1.0643 4
x 10
8
Jarak (m)
6
4
2
0
0
100
200
300 Data ke(b)
400
500
600
633.552
Latitude
633.55 633.548 633.546 633.544 633.542 1.0643
1.0643
1.0643
1.0643
1.0643
1.0643 Longitude (c)
1.0643
1.0643
1.0643
1.0643
1.0643 4
x 10
6
Jarak (m)
5 4 3 2 1 0
0
100
200
300 Data ke(d)
400
500
600
633.423
Latitude
633.422 633.421 633.42 633.419 633.418 1.0643
1.0643
1.0643
1.0643 1.0643 Longitude (e)
1.0643
1.0643
1.0643 4
x 10
Jarak (m)
15
10
5
0
0
50
100
150 Data ke(f)
200
250
300
Gambar 32. Pola sebar spasial hasil pengukuran Titik I (a), Titik II (c) dan Titik III (e), beda jarak setiap titik secara berurut Titik I (b), Titik II (d) dan Titik III (f)
161
Selanjutnya dilakukan pengujian pada saat drifter bergerak yaitu dengan membawa drifter keliling kampus IPB Dramaga untuk melihat pengiriman, penerimaan dan ketelitian dari data yang dihasilkan. Hasil uji ini kemudian diplot di Google Map untuk melihat ketepatan dari hasil pengukuran posisi GPS. Dari percobaan diperlihatkan bahwa GPS yang digunakan sudah cukup baik dalam memberikan posisi (Gambar 33 lihat A). Pergerakan hasil pengukuran mendekati jalur yang dilakukan (jalan), namun masih memiliki kesalahan seperti pada percobaan pengukuran titik tetap yaitu ±4.5 m. Kesalahan tersebut sebagian ditemukan pada daerah-daerah yang memiliki penghalang terhadap penerimaan sinyal GPS (Gambar 33 lihat B). Secara umum hasil ini memberikan hasil yang memuaskan dimana data mampu memberikan gambaran pola pergerakan yang baik dari gerak selama percobaan dilakukan. Selama percobaan, penyimpanan data di lakukan di data logger SD/MMC card setiap ±2 detik (waktu yang dibutuhkan untuk sekali pembacaan dan penyusunan serta penyimpanan data GPS). Pengiriman dan penerimaan data menggunakan jaringan GSM pada uji coba ini dilakukan hingga 100% sukses. Hal tersebut dilakukan dengan alasan kualitas sinyal GSM pada tempat percobaan cukup baik. Sehingga pada saat ujicoba lapang, pengaruh kesalahan sistem perangkat lunak baik di drifter atau ground segment dapat diabaikan. Percobaan laboratorium selanjutnya dilakukan di water tank yaitu untuk menguji daya apung dan kedap air dari drifter yang telah dibuat. Percobaan ini dilakukan dengan membiarkan drifter terapung di air. Hasil menunjukan bahwa drifter terapung setengah bola (15 cm) dari keseluruhan bola buoy (Gambar 33). Hasil yang diperoleh dirasa telah cukup baik agar buoy terapung di laut (niiler, 1995). Drifter ditempatkan di air selama 12 jam untuk melihat kedap air dari buoy yang telah dibuat. Dilakukan selama 12 jam diharapkan agar diketahui kebocoran-kebocoran kecil melalui pori-pori yang tak terlihat oleh kasat mata. Dari hasil percobaan tersebut buoy yang dihasilkan telah kedap air dan tidak ada pori kebocoran walaupun drifter ditempatkan dalam waktu yang cukup lama. Hal ini disebabkan oleh penggunaan resin berlapis pada seluruh permukaan buoy dan penyambungan berlapis pada setiap titik sambungan. Pada bagian bawah setengah bola digunakan cat anti biofouling untuk mencegah terjadinya
162
biofouling yaitu berupa organisme biologi yang tumbuh pada permukaan bola buoy
yang
dapat
merusak
bola
buoy
secara
perlahan.
(http://www.jamstec.go.jp/jamstec-e/mutu/co2/anti_biofouling/index.html).
A
B Gambar 33. Hasil plot data uji coba sekitar Kampus IPB Dramaga
Pada Gambar 34. terlihat bahwa drogue mengembang secara sempurna dengan digunakannya lingkaran penyangga pada kedua ujung dan tengah drogue drifter. Pada saat uji coba drifter digoyang-goyang yang dianggap sebagai gangguan. Hasilnya drifter cenderung kembali ke posisi semula (tegak). Hal ini
163
mengindikasikan penggunaan drogue dan penyangga besi ini menyebabkan drifter memiliki keseimbangan yang baik, dimana titik berat drifter berada ditengah. Uji coba lama operasi juga dilakukan, dimana drifter dinyalakan secara terusmenerus hingga tidak bekerja lagi dikarenakan kehabisan energi. Dari hasil percobaan tersebut sistem drifter yang dibangun dapat bertahan hingga ±5 hari.
15 cm
Gambar 34. Uji coba di water tank
4.4. Uji Coba Lapang (Teluk Pelabuhan Ratu) Uji coba lapang dilakukan selama 2 hari yaitu pada tanggal 28 Agustus 2010 dan 30 Agustus 2010, pada hari pertama dimulai pada jam 08:10– 15:50, dan hari kedua dari jam 07:00 hingga 13:10. Hari kedua dilakukan lebih singkat disebabkan karena drifter sudah mulai keluar dari teluk. Sebagai validasi data kemudian pada awal (pelepasan) dan akhir (pengambilan) drifter dilakukan pengukuran arus dengan menggunakan floating drogue. Titik awal pelepasan pada hari pertama dan kedua dilakukan pada titik yang berbeda (Hari pertama di titik: 0702.4011S, 10627.4422E dan hari kedua di titik: 0700.5859S, 10631.4677E). Uji coba lapang dilakukan pada hari tersebut dengan alasan bahwa menurut tabel ramalan pasang surut DISHIDROS, TNI-AL di teluk Pelabuhan Ratu akan terjadi pasang purnama, sehingga diperkirakan pergerakan arus yang dipengaruhi oleh pasang surut akan cukup kuat. Pada saat ujicoba daya apung instrumen cukup baik yaitu 15 cm dari dasar surface buoy, dengan antena GPS dan GSM berdiri tegak
164
(Gambar 35), parasut terbuka sempurna serta seimbang yaitu drifter cenderung kembali ketitik semula bila terkena gangguan.
Gambar 35. Drifter mengapung setengah dan antena tegak lurus permukaan air
Seting parameter pada percobaan lapang ini yaitu data disimpan di MMC/SD card setiap 2 detik dengan pengiriman data ke ground segment setiap 5 menit. Dari kedua percobaan terlihat bahwa pola trek yang dihasilkan berbeda. Hasil perekaman data tersebut kemudian diolah agar dapat diketahui kerja dari buoy. Hasil pengelompokan data yang terekam pada kedua percobaan tersebut terlihat pada Tabel 18. Table 18. Perbandingan statistik kerja alat. Jenis
Hari Pertama
Hari Kedua
Lama Operasi (waktu)
8 jam 20 menit
6 jam 50 menit
Jumlah Data Tersimpan (buah)
18004
(*18028) 14717 (*15435)
=99.86% sukses
=95.35% sukses
Jumlah Data Terkirim (buah)
72(*84)=85.71% sukses
67(*72)=93.05% sukses
Voltase Awal (volt)
12.97
12.90
Voltase Akhir (volt)
12.10 (544 mW)
12.25 (541 mW)
Persentase Perubahan Posisi
199/18004=1.1%
420 /14717 = 2%
Keterangan : (*) adalah jumlah data yang seharusnya sesuai skenario yang direncanakan
165
Lama operasi hari pertama dan kedua berbeda, hal ini dikarenakan trek hari kedua cenderung lurus dan hampir keluar teluk sehingga diputuskan untuk tidak dilanjutkan. Meskipun demikian terlihat bahwa data perubahan posisi hari kedua lebih banyak dibandingkan dengan hari pertama, hal ini disebabkan karena arus pada percobaan kedua lebih cepat dibandingkan dengan hari pertama sehingga perubahan posisi hari kedua lebih cepat dibandingkan hari pertama. Jumlah data terkirim pada hari pertama yaitu 85.71% jika dibandingkan dengan data yang seharusnya diterima, dan pada hari kedua sebesar 93.05%. Jumlah data yang terkirim ini berbeda kemungkinan disebabkan oleh perbedaan daerah percobaan yang menyebabkan sinyal modem GSM juga berbeda. Pada hari pertama percobaan dilakukan ditengah teluk sehingga sinyal lebih lemah jika dibandingkan dengan percobaan hari kedua yang dilakukan pada pinggir teluk yang dekat dengan daratan. Pada hari pertama jika dilihat dari jumlah data tersimpan dengan jumlah data yang seharusnya tercatat memiliki tingkat kesuksesan 99.86% lebih baik jika dibandingkan hari kedua yaitu 95.35% yang kemungkinan hal ini disebabkan oleh suhu udara yang lebih panas jika dibandingkan dengan hari pertama, dimana suhu merupakan salah satu penyebab gangguan pada komunikasi SPI data logger. Konsumsi daya drifter yaitu sebesar 544 mW, lebih besar jika dibandingkan dengan drifter yang dikeluarkan oleh ARGOS, IRRIDIUM dan ORBCOMM yang hanya menghabiskan daya sekitar 75-100 mW, hal ini disebabkan pada aplikasi ini efisiensi penggunaan komponen elektronika masih belum mampu sepenuhnya dilakukan karena komponen-komponen yang digunakan merupakan modul elektronika setengah jadi sehingga sebenarnya banyak komponen dan fitur yang tidak diperlukan. Hasil perekaman data menunjukan bahwa perekaman data setiap 2 detik mengakibatkan banyak pencatatan dilakukan pada posisi yang sama, artinya pergerakan buoy lebih lambat dibandingkan dengan pencatatan setiap 2 detik tersebut. Kinerja buoy kemudian juga dapat dilihat berdasarkan waktu yang dibutuhkan oleh buoy untuk memberikan posisi yang berbeda, hal ini diperlihatkan pada Gambar 36. Pada hari pertama waktu paling lama yang dibutuhkan drifter untuk memberikan perubahan posisi yaitu 1210 detik atau
166
20.17 menit dan pada hari kedua yaitu 540 detik atau 9 menit. Hal tersebut disebabkan oleh perbedaan kecepatan dimasing-masing tempat percobaan dimana pada percobaan hari pertama dan waktu tertentu arus bergerak sangat lambat jika
Perubahan Waktu (Second)
dibandingkan dengan tempat percobaan hari kedua.
1440 1260 1080 900 720 540 360 180 0
0
50
100
150
200 250 Data ke-
300
350
400
450
300
350
400
450
Perubahan Waktu (Second)
(a) 1440 1260 1080 900 720 540 360 180 0
0
50
100
150
200 250 Data ke(b)
Gambar 36. (a) Waktu untuk perubahan posisi hari pertama, (b) Waktu untuk perubahan posisi hari kedua
Hasil selang waktu ini juga memperlihatkan bahwa pada selang waktu tertentu pergerakan drifter dianggap diam. Hal ini disebabkan ketelitian GPS yang digunakan berakurasi dalam radius ±10 m, sehingga pergerakan yang sempit tidak terdeteksi. Pencatatan yang terlalu cepat seperti pada penelitian ini terlihat menjadi tidak efektif karena hanya 1-2% data yang tersimpan saja yang kemudian memberikan posisi yang berbeda. Penentuan selang waktu pencatatan sangat tergantung dari pergerakan arus pada daerah ujicoba semakin cepat arus pada daerah tersebut semakin cepat selang waktu yang dapat digunakan dan sebaliknya semakin lambat 167
arus pada daerah tersebut semakin lama selang waktu yang dibutuhkan untuk pencatatan. Pada penelitian ini kemudian digunakan selang waktu setiap 10 menit untuk data yang selanjutnya diolah menjadi stick plot serta arah dan kecepatan arus, karena dinilai selang waktu tersebut dianggap tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lama dari data yang telah didapatkan pada kedua percobaan. 4.4.1. Lintasan Drifter Data yang diterima ataupun disimpan merupakan data dalam format yang sudah ditentukan seperti dicontohkan pada Lampiran 2. dengan urutan yaitu waktu, tanggal, latitude, longitude, kecepatan dan suhu. Data tersebut disimpan setiap 2 detik sehingga ada banyak perulangan data yang sama. Data tersebut kemudian difilter berdasarkan perubahan posisi latitude atau longitude. Hasil penapisan data ini memberikan hasil selang waktu yang berbeda pada setiap perubahan posisi drifter. Agar selang waktu tersebut sama maka ditetapkan selang waktu yang digunakan sebagai data akhir pada penelitian ini yaitu 10 menit dengan mempertimbangkan perubahan waktu yang ada (Gambar 36). Posisi yang keluar dari GPS yaitu latitude dan longitude dalam bentuk derajat (Degree Coordinate System) dan untuk mempermudah perhitungan jarak dan kecepatan maka koordinat ini kemudian dikonversi kedalam format UTM. Adapun prosedur konversi tersebut dilakukan menurut Steven Dutch (Lampiran 3) kemudian alur tersebut diimplementasikan menjadi program MATLAB pada Lampiran 4. Setelah koordinat dirubah, perhitungan jarak, kecepatan dan arah dapat dengan mudah dilakukan dengan menggunakan persamaan Pythagoras. Hasil akhir dari pengolahan data baik hari pertama dan kedua dapat dilihat pada lampiran 5 dan 6. Latitude dan longitude yang telah di tapis dan dirubah kedalam koordinat UTM tersebut kemudian dibuat dalam bentuk format KML sehingga posisi tersebut dapat diplotkan kedalam Google earth seperti terlihat pada Gambar 37. perangkat lunak peubah koordinat UTM ke format KML tersebut dibuat menggunakan program MATLAB yang tertulis pada lampiran 7 . Koordinat dibuat dalam bentuk tag yang sesuai dengan standar KML yang dikeluarkan oleh Google dalam bentuk file text extensi KML. File tersebut kemudian dipanggil
168
menggunakan perangkat lunak Google earth. Dari Gambar 37 terlihat lintasan pergerakan drifter, pada percobaan pertama di daerah pertengahan teluk pergerakan drifter cenderung ke arah barat kemudian pada siang berbelok kearah mulut teluk, sedangkan pada percobaan kedua yang dilakukan dipinggir teluk drifter bergerak lurus menuju mulut teluk, dan pada siang hari bergerak melambat. 4.4.2. Pola Arus Setiap percobaan dilakukan pengukuran arus secara manual yaitu pada awal dan akhir percobaan sebagai data validasi dan perbandingan terhadap hasil pengukuran drifter. Pengukuran manual ini menggunakan floating drogue, kompas dan stopwatch. Data menggunakan floating drogue ini dianggap sebagai data acuan untuk melihat baik dan buruknya pengukuran oleh drifter karena pengukuran arus menggunakan alat ini sudah umum dilakukan untuk menentukan arah dan kecepatan arus permukaan. Adapun hasil pengukuran manual tersebut seperti pada Table 19. Table 19. Hasil pengukuran manual (floating drogue) dengan hasil pengukuran drifter Kecepatan dan Arah Arus. Hari -1 Drifter
Hari-2 Drogue
Jam 8:10
V (cm/s) 2.99
Arah 330
15:50
14.2
30
V (cm/s) 3.01 13.28
Drifter
Arah 331
Jam 7:10
V(cm/s) 31.1
Arah 227
27.5
13:10
10.17
247
Drogue V(cm/s)
Arah
30.08
220
6.72
240.2
Pada hari pertama terlihat pada awal dan akhir percobaan arus memiliki arah yang berbeda dengan kecepatan yang berbeda, hal ini disebabkan karena waktu pengukuran yang berbeda yaitu pagi dan sore hari dimana pengaruh pasang surut terjadi. Sebaliknya pada hari kedua arah pergerakan hasil pengukuran hampir sama dikarenakan pengukuran dilakukan pada saat pasang surut masih sama. Perbedaan kedua pengukuran kecepatan dan arah arus menggunakan drifter dan menggunakan floating drogue cukup kecil artinya kecepatan dan arah pergerakan drifter dapat dianggap cukup baik.
169
Gambar 37. Plot trek percobaan tanggal 28 dan 30 Agustus 2010
170
Data yang telah dihitung dan ditabulasi (Lampiran 5 & 6) selanjutnya dianalisis dan ditampilkan dengan beberapa tampilan yang umum digunakan sehingga terlihat kegunaan dan keakuratan data drifter yang dirancang pada penelitian ini. Untuk melihat keakuratan data hasil drifter dan perhitungan kemudian dibandingkan dengan pengukuran manual yang dilakukan pada awal dan akhir setiap percobaan. Baik pada hari pertama dan kedua hasil pengukuran dan perhitungan drifter dengan pengukuran manual tidak terlalu berbeda baik kecepatan maupun arah yang dihasilkan. Hal ini terlihat di Gambar 38. -10 0
Kecepatan (cm/s)
Kecepatan (cm/s)
10
5
0
-5
-10
-10 -20 -30 -40
08:20 10:00 11:40 13:20 15:00 16:40
15
0
Kecepatan (cm/s)
Kecepatan (cm/s)
-5
10
5
0
-10 -15 -20 -25 -30
-5
08:00 10:00 11:40 13:20 15:00 16:40 Waktu Lokal
(a)
-35
07:00
08:40 10:20 Waktu Lokal
12:00
01:40
(b)
Gambar 38. (a) stick plot pengukuran drifter hari pertama (atas) stick plot pengukuran manual di lapangan (bawah), (b) stick plot pengukuran drifter hari kedua (atas) stick plot pengukuran manual di lapangan (bawah)
Hasil uji coba lapang ini kemudian diplot menurut besar kecepatan dan arahnya. Hasil plot tersebut seperti pada Gambar 39. Terlihat bahwa pada percobaan pertama drifter bergerak kearah barat kemudian tengah hari menuju utara, hal ini disebabkan oleh pola gerak arus pasang surut di teluk Pelabuhan Ratu. Pada hari kedua, pelepasan buoy dilakukan pada bagian pinggir timur teluk. Hasil trek dari percobaan hari kedua ini cenderung lurus, tidak seperti hari pertama hal ini disebabkan karena rentang waktu percobaan pendek.
171
Pada hari pertama menuju surut kecepatan drifter yaitu 39.28 cm/s – 0 cm/s, semakin mendekati surut terendah kecepatan gerak drifter semakin melambat. Dari keadaan surut terendah jam 13.20 WIB hingga akhir percobaan 15:37 WIB dimana air menuju pasang kecepatan drifter yaitu dari 0 cm/s hingga 13.83 cm/s. Hari kedua kecepatan drifter yaitu 6.59 cm/s hingga 53.94 cm/s terjadi pada pinggir teluk pada saat air menuju surut terendah. Ini memberikan hasil yang sedikit berbeda dengan Pariwono et al. (1998) yang menyatakan kecepatan arus permukaan teluk Pelabuhan Ratu yaitu 50 cm/s dan Sannang (2003) yang menyatakan arus permukaan berkisar antara 10 cm/s hingga 45 cm/s. perbedaan tersebut kemungkinan disebakan oleh perbedaan waktu studi, pada kedua studi tersebut dilakukan pada bulan April hingga Juni sedangkan uji coba ini dilakukan pada akhir bulan Agustus. Kecepatan 0 cm/s hasil pengukuran drifter hari pertama disebabkan oleh pergerakan drifter yang terlalu lambat (arus permukaan yang lambat) sehingga GPS tidak mendeteksi perubahan posisi hingga 10 menit. Perubahan posisi minimal yang dibutuhkan ±4.5 m seperti pada uji coba di laboratorium (Tabel 10). Disamping itu juga disebabkan oleh gerak berputar drifter sehingga walaupun drifter bergerak cukup cepat (pada gerak lurus melebihi 4.5 m dalam 10 menit atau lebih besar dari 0.75 cm/s) tetapi karena gerak berputar sehingga posisi masih dianggap pada tempat yang sama oleh GPS. Percobaan hari kedua cenderung memiliki kecepatan lebih cepat dibandingkan hari pertama. Hal tersebut sesuai dengan sannang (2003) yang menyatakan bahwa pada saat surut sebagian air keluar menuju mulut teluk Balekambang.
172
6
9.2222
x 10
9.222
Latitude
9.2218
9.2216
9.2214
9.2212
9.221 6.585
6.59
6.595
6.6
6.605
6.61
Longitude
5
x 10
(a) 6
9.221
x 10
9.22
Latitude
9.219
9.218
9.217
9.216
9.215 6.61
6.615
6.62
6.625
6.63 6.635 Longitude
6.64
6.645
6.65
6.655 5
x 10
(b) *keterangan: Warna merah adalah hasil pengukuran manual menggunakan floating drogue
Gambar 39. Peta arah dan kecepatan arus pengukuran drifter (a) hari pertama, (b) hari kedua
Data drifter yang dihasilkan kemudian diplotkan dengan data pasang surut pada waktu yang sama. Didapatkan bahwa gerak drifter dipengaruhi oleh keadaan pasang surut. Pada hari pertama drifter dilepas pada waktu pasang surut menuju surut dan terlihat drifter bergerak kearah barat, kemudian pada saat surut terendah terlihat bahwa drifter cenderung diam dan bergerak kembali kearah utara pada
173
saat air mulai naik menuju pasang. Perubahan kecepatan dan arah gerak tersebut sesuai dengan Purba (1995) yang menyatakan bahwa pola arus di Teluk Pelabuhan Ratu sangat dipengaruhi oleh pasang surut daerah tersebut. Gambar 40. menunjukan hasil yang sama dimana hari pertama uji coba dilakukan pada bagian tengah teluk pada saat menuju surut, surut terendah dan menuju pasang nilai kecepatan arus lebih rendah dibandingkan pada hari kedua yang dilakukan di pinggir teluk. Pada hari kedua (daerah Balakembang) nilai kecepatan arus surut juga besar disebabkan karena perubahan kedalaman yang drastis dari perairan dangkal ke perairan dalam. Hal ini sesuai dengan Sannang (2003) yang menyatakan di Pelabuhan Ratu saat air surut, arus bergerak keluar teluk dan saat air pasang arus umumnya bergerak masuk dimana bagian utara dan selatan mulut teluk mempunyai kecepatan yang lebih besar dibandingkan bagian tengah yang disebabkan karena adanya perubahan kedalaman yang drastis dari perairan dalam ke perairan dangkal. Pengukuran pada hari kedua menghasilkan kecepatan yang semakin melambat. Hal ini sesuai dengan surut air yang semakin mendekati surut terendah dan pada saat mulai surut terendah kecepatan buoy melambat dan arah terlihat berubah. Hal ini menunjukan pengaruh pasang surut terhadap pola pergerakan buoy. Gerak drifter pada bagian teluk ini lurus menuju keluar teluk dengan kondisi surut, kemudian drifter akan mulai berbelok pada siang hari, tetapi karena percobaan tidak lagi memungkinkan dikarenakan sudah terlalu jauh dan keluar teluk, maka drifter diputuskan untuk diambil kembali. Walaupun demikian jarak tempuh drifter pada percobaan ini lebih panjang karena memilik arus yang lebih besar dibandingkan pada hari pertama.
174
20 10
Kecepatan (cm/s)
0 -10 -20 -30 -40
Tinggi Pasut (Cm)
-50
200
150
100
50
7
8
9
10
11
12
13
14 15 16 Waktu Lokal
17
18
19
20
21
22
23
11
12
13
24
1
2
3
4
5
(a) 20
Kecepatan (cm/s)
10 0 -10 -20 -30 -40
Tinggi Pasut (Cm)
-50
200
150
100
50 17
18
19
20
21
22
23
24
1
2
3
4
5 6 Waktu Lokal
7
8
9
10
14
15
16
17
18
(b) Gambar 40. Stick Plot arus dan grafik pasang surut (a) hari pertama, (b) hari kedua
175
4.4.3. Sebaran Suhu Data suhu yang tersimpan di SD/MMC card kemudian diplot berdasarkan waktu pengukuran (Gambar 41). Suhu pada hari pertama selama percobaan terus meningkat, rentang suhu pada percobaan ini yaitu berkisar dari 28 – 30.1 °C. pada awal percobaan terlihat fluktuasi suhu, hal ini disebabkan sensor masih menyesuaikan perubahan dari lingkungan udara ke air. Pada hari kedua suhu berkisar antara 28.5 -30.4 °C , meningkat dari pagi menuju siang hari kemudian mengalami penurunan (Gambar 42). Baik pada hari pertama dan kedua terlihat bahwa respon time dari sensor suhu khususnya pada awal deploy membutuhkan waktu. Hal ini disebabkan karena sensor suhu tersebut dikemas dalam bahan alumunium, sehingga membutuhkan waktu untuk penyerapan suhu. Hasil kedua pengukuran memberikan hasil yang baik dimana suhu di Pelabuhan Ratu berkisar antara 27 – 31 °C. Dari Gambar 41 dan 42. terlihat perubahan suhu pada data hari pertama lebih landai dibandingkan dengan perubahan suhu pada data hari kedua. Perbedaan kemiringan perubahan suhu ini kemungkinan disebabkan oleh tempat yang berbeda. Pada hari pertama uji coba dilakukan di tengah teluk dan pergerakan arus memutar pada saat terjadi perubahan pasang surut, hal ini menyebabkan perubahan panas tidak terlalu cepat dan cenderung tersimpan, hal ini terlihat dengan tidak terjadinya penurunan suhu meskipun pasang surut sudah berubah. Pada hari kedua uji coba dilakukan pada pinggir teluk dengan arus surut yang cukup cepat sehingga perubahan suhu juga cenderung cepat dan mengikuti matahari karena arus permukaan yang juga cepat. Agar terlihat lebih jelas perubahannya kemudian data suhu ini dirataratakan setiap 10 menit. Juga untuk melihat apakah perata-rataan setiap 10 menit mampu memberikan gambaran yang baik terhadap perubahan suhu. Hasil perataan setiap 10 menit tersebut kemudian digambar seperti terlihat pada Gambar 42c.
176
(a) 30.5
Temperatur (Celcius)
30
29.5
29
28.5
28
08:30 09:30 10:00 10:30 11:00 11:30 12:00 12:30 13:00 13:00 14:00 14:30 15:00 15:30 16:00 Waktu Lokal
(b) 30.5
30
Suhu (Celcius)
29.5
29
28.5
28
27.5
08:00
09:00
10:00
11:00
12:00 Waktu Lokal
13:00
14:00
15:00
16:00
(c) Gambar 41. Hari pertama (28 Agustus 2010) (a) Sebaran spasial suhu, (b) Suhu belum dirata-rata, (c) Suhu rata-rata 10 menit
177
(a) 30.6 30.4
Temperatur (Celcius)
30.2 30 29.8 29.6 29.4 29.2 29 28.8 28.6
0
07:30
08:00
08:30
09:00
09:30
10:00 10:30 Waktu Lokal
11:00
11:30
12:00
12:30
13:00
(b) 30.6
30.4
30.2
30
Suhu ( Celcius)
29.8
29.6
29.4
29.2
29
28.8
28.6 07:00
08:00
09:00
10:00
11:00 Waktu Lokal
12:00
13:00
14:00
(c) Gambar 42. Hari kedua (30 Agustus 2010) (a) Sebaran spasial suhu, (b) Suhu belum dirata-rata, (c) Suhu rata-rata 10 menit
178
Hasil pada Gambar 42c. memberikan gambaran bahwa perataan data suhu setiap 10 menit cukup efektif untuk menggambarkan perubahan suhu yang terjadi dan ini akan menurunkan biaya transmisi data. Perataan yang lebih kecil menyebabkan biaya transmisi bertambah sedangkan perataan yang lebih lama dikhawatirkan tidak mampu memberikan perubahan suhu yang baik.
179