4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1
Kandungan Gizi Kablang
4.1.1
Analisis proksimat Nilai gizi dari suatu produk merupakan parameter yang sangat penting
karena merupakan salah satu pertimbangan konsumen dalam menentukan pilihan terhadap makanan. Salah satu cara untuk menentukan kandungan gizi suatu produk adalah analisis proksimat. Analisis proksimat terhadap daging Kablang (Nerita albicilla) meliputi pengukuran kadar air, protein, lemak, abu, serat kasar dan karbohidrat (by difference).
Hasil analisis proksimat daging Nerita albicilla disajikan pada
Tabel 1. Tabel 1 Hasil analisis proksimat daging kering Kablang dibandingkan dengan produk perikanan lainnya Komposisi Air (%) Protein (%) Lemak (%) Abu (%) Serat kasar (%) Karbohidrat * (%)
Kablang (Nerita albicilla) 12,44 62,05 5,58 9,17 6,60 4,16
Bekicot (Achatina fulita)** 5,69 72,47 4,55 11,25 11,72
Kerang darah (Anadara granosa)** 6,32 79,92 6,78 5,64 1,34
Teripang batu (Holothuria. scabra)** 10,34 54,05 6,30 28,02 1,29
* by difference ** Sumber : Witjaksono (2005). Tabel 1 memperlihatkan bahwa Kablang memiliki kadar air sebesar 12,44%, kadar protein 62,05%, kadar lemak 5,58%, kadar abu 9,17%, serat kasar 6,60% dan karbohidrat 4,16%. Walaupun dibandingkan dengan kandungan protein komoditas invertebrata perikanan lainnya yaitu bekicot (72,47%) dan kerang darah (79,92%) terlihat lebih rendah dan sedikit lebih tinggi dari kandungan protein teripang batu akan tetapi kandungan protein Kablang dapat meningkat lagi disebabkan kadar airnya yang masih cukup tinggi. Protein adalah sumber asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Molekul protein juga mengandung fosfor, belerang, dan unsur logam seperti besi dan tembaga (Winarno 1997). Protein merupakan makromolekul yang paling melimpah di
36
dalam sel dan menyusun lebih dari setengah berat kering pada hampir semua organisme (Lehninger 1997). Fungsi utama protein bagi tubuh yaitu membentuk jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang sudah ada. Secara garis besar fungsi protein yaitu sebagai enzim, alat pengangkut dan penyimpan, pengatur pergerakan, penunjang mekanis, pembangun sel-sel jaringan tubuh, pertahanan tubuh, bahan bakar dan pemberi tenaga, menjaga asam basa cairan tubuh, membuat protein darah, dan media perambatan impuls saraf (Nasoetion et al. 1994). Kekurangan protein menyebabkan malnutrisi protein pada anak saat lahir (kwashiorkor), defisiensi energi bersama protein (marasmus), atau gabungan keduanya yang dapat mengakibatkan kegagalan pertumbuhan ringan sampai suatu sindrom klinis berat yang spesifik. Keadaan tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh intake makanan, tetapi juga oleh keadaan lingkungan seperti pemukiman, sanitasi dan higiene, serta infeksi berulang yang pernah dialami tubuh (Effendi 2002). Kelebihan protein bisa menyebabkan obesitas karena makanan yang tinggi protein biasanya tinggi lemak. Selain itu, kelebihan protein menyebabkan asidosis, dehidrasi, diare, kenaikan amoniak darah, kenaikan urea darah, dan demam. Asam amino yang berlebihan akan memberatkan kerja ginjal dan hati yang harus memetabolisme dan mengeluarkan kelebihan nitrogen (Almatsier 2002). Lemak di alam mengandung 98% sampai 99% trigliserida, 1-2% monogliserida, digliserida, asam lemak bebas dan fosfolipid. Komponen utama lemak hewan adalah palmitat, stearat dan oleat dengan sejumlah linoleat dan sedikit asam arakidonat (Poejiadi dan Supriyanti 2006).
Asam-asam lemak
esensial ini berperan dalam transpor lemak , metabolisme dan memelihara fungsi membran sel. Selanjutnya Childs (1987) dalam Harli (2003) menyatakan bahwa daya serap kolesterol paling rendah berasal dari diet kerang dibandingkan dengan diet ayam dan kepiting yaitu 25 persen dibandingkan dengan kolesterol ayam dan kepiting. Abu merupakan salah satu komponen dalam bahan makanan. Komponen ini terdiri dari kalsium, fosfor, natrium dan tembaga (Winarno 1995). Menurut Apriyantono et al. (1989), kadar abu menunjukkan besarnya jumlah mineral yang terkandung dalam bahan pangan tersebut. Mineral merupakan bagian dari unsur
37
pembentuk tubuh yang memegang peranan penting dalam pemiliharaan fungsi tubuh.
Kekurangan mineral terutama kalsium pada masa pertumbuhan dapat
menyebabkan gangguan pertumbuhan, tulang kurang kuat, mudah bengkok, dan rapuh. Semua orang dewasa, terutama sesudah usia lima puluh tahun, kehilangan kalsium dari tulangnya. Tulang menjadi rapuh dan mudah patah, hal ini dinamakan osteoporosis yang dapat dipercepat oleh keadaan stress sehari-hari (Almatsier 2002). Kalsium juga berkaitan sangat erat dengan fosfor dalam tubuh. Metabolisme kedua unsur ini berhubungan dengan sejumlah mekanisme fisiologis tubuh. Kalsium mempunyai peranan penting dalam proses kontraksi
otot,
menjaga normalitas kerja jantung dan merupakan aktivator enzim-enzim tertentu (Poejiadi dan Supriyanti 2006). Fosfat penting bagi tubuh terutama fungsinya sebagai bagian dari struktur gigi dan tulang juga terdapat dalam bentuk senyawa ATP dan kreatin fosfat, koenzim dari golongan vitamin B, protein konjugasi dan fosfolipid. Fosfor dalam makanan dapat diserap oleh tubuh sekitar 70%. Penyerapan fosfor dibantu oleh Vitamin D. Natrium pada tubuh manusia dan hewan didapatkan dalam bentuk ion terdisosiasi dan merupakan partikel-partikel utama yang berperan untuk osmolitas cairan, mempengaruhi kekuatan ionik sehingga mempengaruhi kelarutan dari protein dan komponen lainnya (Linder 2006). Selanjutnya dijelaskan bahwa Natrium (Na) dalam diet terutama dalam bentuk NACl, secara alamiah atau sengaja ditambahkan untuk meningkatkan rasa.
Sedangkan mineral tembaga
berperan dalam proses maturasi sel-sel darah merah dan proses pembentukan hemoglubin dan mempermudah absorbsi besi. Karbohidrat pada hewan digolongkan dalam polisakarida yang merupakan senyawa karbohidrat kompleks. Glikogen adalah salah satu polisakarida dan merupakan "pati hewani" yang terdapat pada otot hewan, manusia dan ikan. Glikogen ini larut di dalam air dan bila bereaksi dengan lodium (I) akan menghasilkan warna merah (Poedjiadi dan Supriyanti 2006). Sebagian besar karbohidrat (2/3) yang dimakan akan disimpan didalam otot dan selebihnya disimpan didalam hati sebagai glikogen namun apabila hati (hepar) mengalami gangguan maka tugas ini tidak akan dijalankannya. Oleh karena itu, ketika tubuh
38
memerlukan energi maka yang seharusnya simpanan glikogen lebih dulu dimanfaatkan akan digantikan oleh lemak yang ditimbun didalam jaringan lemak, karena biasanya kelebihan karbohidrat yang tidak dapat disimpan sebagai glikogen akan diubah menjadi lemak dan disimpan di jaringan lemak. Komponen-komponen bioaktif dalam makanan dapat terbentuk secara alami atau terbentuk selama proses pengolahan makanan. Komponen bioaktif ini meliputi senyawa yang berasal dari karbohidrat, protein, lemak, dan komponenkomponen yang terdapat secara alami di dalam pangan. Banyak komponen bioaktif pangan saat ini diketahui mempunyai efek positif terhadap kesehatan, oleh karena itu penggunaan pangan (Kablang) yang diketahui mengandung senyawa bioaktif atau pangan fungsional merupakan hal yang bermanfaat karena memiliki fungsi fisiologis bagi tubuh. Secara tradisional Kablang digunakan untuk mengobati penyakit hati dan dalam penelitian ini juga dilakukan uji terhadap ekstrak dari kablang yang memiliki aktivitas menghambat kerja dari enzim topoisomerase I yang berperan dalam pengobatan kanker. Dari uraian di atas maka dapat dijelaskan hubungan antara komponen gizi dari Kablang dengan penyakit kanker adalah erat kaitannya dengan sel-sel imun dari penderita kanker. Kemampuan sel-sel imun sangat tergantung pada zat-zat gizi yang dibawa oleh makanan. Bila zat-zat gizi telah cukup, tambahan makanan akan lebih meningkatkan kemampuan sel-sel imun dalam usahanya melawan berbagai mikroorganisme yang masuk dalam tubuh kita, yaitu virus dan bakteri. Lebih lanjut lagi, sel natural killer (NK) diuji secara in vitro dengan cara diadu dengan sel-sel kanker darah atau leukemia. Hasilnya menunjukkan kemampuan sel NK membunuh sel kanker dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan sel NK dari mereka yang tidak mendapat makanan yang bergizi. Sel NK adalah sel imun yang tugas utamanya adalah membasmi virus yang telah berhasil masuk dalam sel tubuh dan menghancurkan sel yang telah termutasi sehingga bahan atau senyawa yang dapat meningkatkan kemampuan sel imun ini dapat diartikan meningkatkan pencegahan terhadap bakteri, virus dan penyakit kanker.
39
4.1.2
Komposisi asam amino Kualitas suatu protein dapat ditentukan dengan mengetahui kandungan
asam aminonya. Hasil analisis komposisi asam amino dari Kablang (Nerita albicilla) dengan metode High Performance Liquid Chromatography (HPLC) disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Hasil analisis komposisi asam amino Kablang (Nerita albicilla) dan kerang serta ikan sebagai pembanding No.
Asam amino
% dalam 100 gram sampel Kablang Kerang * Ikan Tuna*
Esensial 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Histidin Arginin Treonin Valin Metionin Isoleusin Leusin Fenilalanin Lisin Tirosin Sistin Nonesensial Aspartat Glutamat Serin Glisin Alanin Prolin
1,89 1,92 2,79 2,94 2,41 4,71 4,00 2,27 3,34 2,74 1,22
0,33 1,25 0,74 0,75 0,39 0,74 1,20 0,61 1,28 0,55 0,22
0,65 1,32 0,96 1,13 0,65 1,29 1,79 0,86 2,02 0,74 0,24
5,19 8,89 1,07 2,32 2,25 1,67
1,65 2,33 0,77 1,07 1,03 0,70
2,25 3,28 0,90 1,06 1,33 0,78
* Sumber : http://www.asiamaya.com
Tabel 2 memperlihatkan bahwa kadar tertinggi asam amino Kablang adalah asam glutamat, yaitu 8,89%.
Jika dibandingkan dengan asam amino
kerang dan ikan tuna yang merupakan salah satu ikan pelagis yang mempunyai nilai ekonomis penting, jenis asam amino yang dihasilkan ketiganya sama tetapi kadar asam amino Kablang lebih tinggi dari kadar asam amino kerang dan ikan tuna. Disamping itu jenis asam amino tertinggi ketiganya sama yaitu asam glutamat, sedangkan asam amino terendah pada Kablang yaitu serin dan pada kerang serta ikan tuna adalah sistin.
40
Nilai sebenarnya dari suatu protein makanan diukur berdasarkan kandungan relatif dari asam-asam amino esensialnya. Mutu protein dinilai dari perbandingan asam-asam amino yang terkandung dalam protein tersebut. Pada prinsipnya suatu protein yang dapat menyediakan asam amino esensial dalam suatu komposisi yang hampir menyamai kebutuhan manusia, mempunyai mutu yang tinggi. Dari 17 asam amino yang terkandung pada Kablang, terdapat 11 asam amino esensial meliputi : histidin, arginin, treonin, valin, metionin, isoleusin, leusin, fenilalanin tirosin, sistin dan lisin serta 6 asam amino non esensial yang meliputi asam aspartat, asam glutamat, serin, glisin, alanin dan prolin (Gambar 13). Triptofan tidak terdeteksi sebab terjadi kerusakan yang disebabkan penambahan HCl 6N dan sedikit kerusakan terjadi pada serin dan treonin (Nur dan Adijuwana 1989). Alkalin atau hidrolisis enzimatis dengan menggunakan NaOH lebih baik digunakan untuk mendeteksi triptofan (White dan Hart 1992).
5,2
4,7 4,0 2,3 1,1
1,9
1,9
2,9 2,2
1,7
2,7
2,4
3,3 2,3
1,2
Li si n
2,8
As pa rt a G t lu ta m at Se rin G li s in H ist id in Ar gi ni n Tr eo ni n Al an in Pr ol in Va M lin et io ni n Si st in Is ol eu si n Le us in Ti ro Fe sin ni la la ni n
Kadar asam amino (%)
8,9
9,0 8,0 7,0 6,0 5,0 4,0 3,0 2,0 1,0 0,0
Asam amino
Gambar 13 Kandungan asam amino Kablang (Nerita albicilla) Tabel 3 menunjukkan pengelompokkan asam amino esensial dan nonesensial dari Kablang (Nerita albicilla). Total asam amino esensial (TAAE) Kablang adalah 30,24 mg/g (58,6%), total asam amino esensial tanpa hisitidin dan arginin (TAAETHA) 26,42 mg/g (51,2%), total asam amino semiesensial (TAASE) 3,82 mg/g (7,4%), dan total asam amino nonesensial (TAANE) adalah 21,38 mg/g (49,1%). Kandungan asam amino esensial yang tinggi dan lengkap menunjukkan kualitas dari protein Kablang karena mengandung semua asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh, tetapi masih perlu dilakukan
41
penentuan skor kimianya untuk mengetahui daya serap asam amino esensial tersebut oleh tubuh. Komposisi asam amino menunjukkan bahwa total asam amino netral, asam dan basa berturut-turut adalah 58,9%, 27,3% dan 13,9%. Tabel 3 Analisis asam amino esensial dan non esensial dari Nerita albicilla (mg/g protein) Asam amino
Nerita albicilla
%
51,6 30,2 26,4 3,9 21,4 30,4 14,1 7,2
58,6 51,2 7,4 41,4 58,9 27,3 13,9
Total asam amino Total asam amino esensial (TAAE) Total asam amino esensial (TAAETHA)* Total asam amino semiesensial (TAASE) Total asam amino nonesensial (TAANE) Total asam amino netral (TAAN) Total asam amino asam (TAAA) Total asam amino basa (TAAB)
* TAAETHA: Total asam amino esensial tanpa histidin dan arginin
Perbandingan antara asam amino esensial Kablang dengan pola kebutuhan asam amino yang direkomendasikan oleh FAO/WHO (1991) disajikan pada Tabel 4. Dari Tabel 4 tersebut dapat dilihat bahwa angka terendah ditunjukkan oleh asam amino leusin, yaitu 92,2, sedangkan kedua terendah ditunjukkan oleh asam amino valin, yaitu 94,7. Ini berarti bahwa skor kimia protein Kablang adalah 92,2, dengan asam amino pembatas yang utama adalah leusin dan asam amino pembatas kedua adalah valin. Dari data tersebut dapat diartikan bahwa sekitar 92,2 persen dari total asam amino esensial yang terkandung dalam protein Kablang dapat digunakan oleh tubuh untuk sintesis protein tubuh, sedangkan asam amino esensial yang harus ditambahkan (suplementasi) untuk meningkatkan nilai gizi protein Kablang adalah leusin,valin dan lisin. Tabel 4 Skor kimia asam amino Kablang Asam amino esensial
Kadar dalam sampel (mg/g prot.)
Referensi FAO (1991) (mg/g prot)
Skor kimia asam amino esensial
Isoleusin Leusin Lisin Metionin + sistin Fenilalanin + tirosin Treonin Valin
75,9 64,5 53,8 58,6 80,7 44,9 47,3
40 70 55 35 60 40 50
100 92,2 97,8 100 100 100 94,7
Ket: Triptofan bukan asam amino pembatas karena tidak dilakukan analisis
42
Hampir semua asam amino mempunyai fungsi khusus. Beberapa asam amino seperti glisin, glutamin, dan arginin dikombinasikan dengan zat lain merupakan komponen penting bagi kesehatan hati karena membantu menetralkan racun yang ada pada hati. Orang yang menderita kelainan pada fungsi hati, artritis yang kronis memiliki persediaan asam amino dalam tubuh yang cukup rendah. Asam amino berantai panjang valin, isoleusin, dan leusin, yang berperan membantu detoksifikasi dan meningkatkan fungsi hati (Anonim 2003). Kandungan valin (2,94%), isoleusin (4,71%) dan leusin (4,00%) yang cukup tinggi diduga berperan dalam penyembuhan penyakit hati, sesuai dengan pengalaman empiris masyarakat Desa Sather yang memanfaatkan Kablang untuk mengobati penyakit hati. 4.2 Ekstraksi Bahan Aktif Ekstraksi merupakan salah satu cara pemisahan satu atau lebih komponen dari suatu bahan. Maserasi merupakan salah satu prosedur ekstraksi yang sering digunakan (Harborne 1987), dimana penelitian ini menggunakan maserasi untuk proses ekstraksi. Setelah dilakukan proses ekstraksi dari Nerita albicilla dihasilkan tiga ekstrak yang berbeda berdasarkan perbedaan jenis pelarut yang digunakan yaitu ekstrak heksana, ekstrak etil asetat dan ekstrak metanol. Rendemen merupakan perbandingan antara berat ekstrak yang dihasilkan dengan berat awal bahan yang digunakan dan dinyatakan dalam persen (%). Hasil ekstraksi Nerita albicilla dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Rendemen hasil ekstraksi Nerita albicilla Ekstrak Heksana Etil asetat Metanol
Berat awal sampel (g) 50,060 50,060 50,060
Volume pelarut (ml) 100 100 100
Berat rendemen (g) 1,025 0,780 3,495
% rendemen (b/b) 2,05 1,56 6,99
Tabel 5 menunjukkan rendemen ekstrak yang tertinggi dihasilkan dari ekstraksi dengan pelarut metanol (6,99%) diikuti berturut-turut oleh ekstrak heksana (2,05%) dan ekstrak dengan pelarut etil asetat (1,56%). Pelarut metanol menghasilkan rendemen ektrak tertinggi karena kemampuan pelarut metanol yang
43
dapat melarutkan seluruh kandungan kimia dari sampel sampai ke dalam ruang antar sel, sehingga komponen kimia yang ada pada sampel dapat tersari secara sempurna. 4.3
Aktivitas Inhibitor Topoisomerase I Uji aktivitas inhibitor topoisomerase dari ekstrak Kablang menggunakan
Topoisomerase I Drug Screening Kit dari TopoGen dengan menggunakan kontrol positif Camptothecin. Camptothecin secara luas telah digunakan sebagai model dalam pencarian senyawa antikanker dari bahan alam. Camptothecin dan turunannya bekerja dengan mengikat dan mestabilkan kompleks kovalen DNA topoisomerase sehingga menghambat kerja topoisomerase I (Dewick 2001). Aktivitas inhibisi terhadap kerja dari enzim DNA topoisomerase sebagai target obat antikanker terjadi melalui dua mekanisme penghambatan yaitu katalitik (catalytic inhibitor) dan poison (cleavable complex). Aktivitas penghambatan ekstrak Kablang ditandai dengan adanya perubahan bentuk dari DNA superkoil dari substrat menjadi nick complex DNA bila ekstrak bersifat poison atau tetap berbentuk superkoil bila bersifat katalitik inhibitor. Pita dari DNA relaks hasil reaksi substrat dengan topoisomerase I dapat dicocokkan dengan pita DNA relaks marker. Hasil pengujian inhibitor topoisomerase I dari ekstrak heksana, etil asetat dan metanol disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Hasil elektroforesis uji inhibisi enzim DNA topoisomerase I dari ekstrak Kablang Nama Ekstrak Ekstrak heksana Ekstrak etil asetat Ekstrak metanol
Aktivitas inhibisi pada konsentrasi 50 µg/ml + (katalitik) + (poison) + (poison)
+: menghambat enzim topoisomerase I
Ekstrak heksana, etil asetat dan metanol yang diuji pada konsentrasi 50 µg/ml dapat menghambat aktivitas enzim topoisomerase I dengan kontrol positif camptothecin pada konsentrasi 100 µM (34,84 µg/ml). Aktivitas inhibitor topoisomerase I dari ekstrak heksana menunjukkan mekanisme penghambatan yang bersifat katalitik, sedangkan ekstrak etil asetat dan ekstrak metanol bersifat poison (Gambar 14).
44
1
2
3
4
5
6
7
8
Keterangan : 1. Relaks DNA hasil reaksi (Topo I + DNA), 2. Marker DNA superkoil, 3. Relaks DNA hasil reaksi (Topo I + DNA + DMSO), 4. Marker DNA relaks, 5. Topo I + DNA + camptothecin, 6. Ekstrak heksana, 7. Ekstrak etil asetat, 8. Ekstrak metanol
Gambar 14 Hasil elektroforesis uji inhibisi ekstrak terhadap enzim DNA topoisomerase I pada konsentrasi 50 µg/ml. 4.4
MIC (Minimum Inhibitory Concentration) Topoisomerase I dari Ekstrak Metanol Untuk mengetahui aktivitas inhibitor topoisomerase pada konsentrasi yang
lebih rendah, maka ditentukan nilai MIC (minimum inhibitory concentration) yaitu konsentrasi terkecil dari ekstrak yang masih memiliki hambatan terhadap aktivitas enzim topoisomerase I. Ekstrak metanol dipilih karena menghasilkan rendemen tertinggi. Hasil uji inhibisi ekstrak metanol terhadap enzim topoisomerase I menunjukkan nilai MIC pada konsentrasi 2,5 µg/ml dengan kontrol positif camptothecin pada konsentrasi 100 µM (34,84 µg/ml) (Tabel 7 dan Gambar 15), yang terlihat dengan masih adanya substrat pada gel DNA seperti pada kontrol no 5. Tabel 7 Hasil uji inhibisi ekstrak metanol terhadap enzim topoisomerase I pada berbagai konsentrasi Konsentrasi (µg/ml) 100 50 25 12,5 5 2,5 1,25
Inhibisi Topo 1 + + + + + + -
Keterangan Menghambat topo 1, bersifat poison Menghambat topo 1, bersifat poison Menghambat topo 1, bersifat poison Menghambat topo 1, bersifat poison Menghambat topo 1, bersifat poison Menghambat topo 1, bersifat poison Tidak menghambat topo 1
45
1
2
3
4
5
66
7
8
9
10
11
12
Keterangan : 1. Relaks DNA hasil reaksi (Topo I + DNA), 2. Marker DNA Superkoil, 3. Relaks DNA hasil reaksi (Topo I + DNA + DMSO), 4. Marker DNA relaks, 5. Topo I + DNA + camptothecin, 6. Ekstak metanol 100 µg/ml, 7. Ekstak metanol 50 µg/ml, 8. 25 µg/ml, 9. 12,5 µg/ml, 10. µg/ml, 11. 2,5 µg/ml, 12. 1,25 µg/ml.
Gambar 15 Hasil elektroforesis uji inhibisi enzim DNA topoisomerase I dari ekstrak metanol Nerita albicilla pada berbagai konsentrasi. Pada konsentrasi 1,25 µg/ml (sumur no.12) menunjukkan ekstrak metanol Kablang tidak lagi mampu melakukan penghambatan pada kerja enzim topo I terlihat dengan terbentuknya relaks DNA seperti pada kontrol no 4 (marker DNA relaks). Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak metanol Nerita albicilla berpotensi sebagai inhibitor topoisomerase I, seperti yang dinyatakan oleh Zahir (1996) bahwa suatu senyawa bahan alam dikatakan aktif sebagai inhibitor enzim topoisomerase bila nilai MIC kurang dari 10 µg/ml. Ekstrak metanol menunjukkan aktivitas hambatan terhadap enzim DNA topoisomerase I pada konsentrasi 2,5 µg/ml, sehingga ekstrak metanol berpotensi sebagai antikanker. Sukardiman et al. (2002) menyatakan bahwa senyawa yang memiliki hambatan terhadap aktivitas enzim DNA topoisomerase sebagian besar terkait dengan mekanisme kematian sel kanker dengan cara menginduksi apoptosis, dimana sel kanker akan mati dengan memakan sesama sel kanker. Pada aplikasi kliniknya nanti diharapkan akan lebih selektif, dimana ekstrak hanya membunuh sel kankernya saja tanpa membunuh sel normal.
Dengan
demikian efek samping dari obat-obatan antikanker yang merugikan dapat dihindari, apabila digunakan obat yang memiliki mekanisme sitotoksik dengan cara menginduksi apoptosis. 4.5 Karakterisasi Ekstrak Aktif Inhibitor Topoisomerase I Uji ini dilakukan untuk mengetahui kelompok senyawa yang terdapat pada ekstrak aktif inhbitor topoisomerase I. Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 8.
46
Tabel 8 Hasil uji kimiawi ekstrak aktif Inhibitor topoisomerase I Kablang (Nerita albicilla) Uji
Pereaksi
Molish (Karbohidrat) Bradford (Protein) Ninhidrin (Asam amino) Alkaloid
Pereaksi Molish + H2SO4 pekat + terbentuk warna ungu Pereaksi Bradford + terbentuk warna biru/ungu Ninhidrin + terbentuk warna ungu Dragendorff + terbentuk endapan merah jingga Mayer + terbentuk endapan putih Wagner + terbentuk endapan coklat Saponin Pengocokan + dalam 10 menit setelah pengocokan buih tidak hilang Flavonoid H2SO4 10% + terbentuk warna merah Fenol hidrokuinon NaOH 10% + terbentuk warna merah Triterpenoid Lieberman Burchard + terjadi perubahan warna merah atau ungu Steroid Lieberman Burchard + terjadi perubahan warna menjadi hijau Keterangan : + positif ; - negatif
Hasil Ekstrak : Metanol
-
Etil. asetat +
+
+
++
+
-
++
-
-
+
-
-
+
-
-
+ -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
++
+
Heksana
-
Uji Molisch positif menunjukkan bahwa dalam ekstrak mengandung karbohidrat yang ditandai dengan terbentuknya lapisan ungu saat pengujian. Karbohidrat dalam ekstrak dipecah oleh asam sulfat pekat menjadi gugus furfural yang akan bereaksi dengan sulfonat alfanaftol membentuk senyawa berwarna ungu. Hasil uji menunjukkan adanya karbohidrat pada ekstrak etil asetat, sedangkan ekstrak heksana dan metanol menunjukkan uji molisch yang negatif. Uji Bradford positif menunjukkan bahwa dalam ekstrak mengandung protein yang ditandai dengan terbentuk warna biru. Uji Bradford menggunakan pereaksi coomassie blue yang terdapat dalam reagen Bradford. Coomassie blue tersebut mengikat protein membentuk kompleks berwarna biru. Hasil uji menunjukkan adanya protein pada semua ekstrak. Ekstrak metanol memiliki warna biru yang paling pekat (secara visual) dibandingkan dengan warna biru yang dihasilkan ekstrak lainnya.
47
Uji ninhidrin positif menunjukkan bahwa dalam ekstrak mengandung asam amino bebas yang ditandai dengan terbentuknya warna biru atau ungu muda. Warna tersebut merupakan warna khas pada asam amino. Akan tetapi prolin dan hidroksiprolin yang mempunyai gugus amina sekunder menghasilkan warna kuning jika bereaksi dengan ninhidrin, sedangkan asparagin yang mengandung gugus amida bebas bereaksi membentuk warna coklat. Gugus amina dapat bereaksi dengan pereaksi ninhidrin membentuk amonia, CO2 dan aldehida (Girinda 1993). Uji ninhidrin yang dilakukan menunjukkan warna ungu muda pada ekstrak heksana dan metanol, sedangkan ekstrak etil asetat menunjukkan ninhidrin negatif. Untuk pemeriksaan senyawa metabolit sekunder pada Kablang (Nerita albicilla) dilakukan pengujian terhadap senyawa alkaloid, saponin, flavonoid, fenol hidrokuinon, triterpenoid dan steroid. Uji alkaloid dilakukan untuk mendeteksi adanya senyawa organik siklik yang mengandung nitrogen. Adanya alkaloid ditandai dengan terbentuknya endapan merah oleh pereaksi Dragendorf, endapan coklat oleh pereaksi Wagner dan endapan putih oleh pereaksi Meyer. Uji alkaloid yang dilakukan memperlihatkan ekstrak metanol mengandung alkaloid, sedangkan ekstrak heksana dan ekstrak etil asetat menunjukkan alkaloid negatif (Gambar 16). Dragendorf
Wagner
Mayer
Dragendorf
Wagner
Mayer
Dragendorf
Wagner
Mayer
sesudah
sebelum
Ekstrak heksana
Ekstrak etil asetat
Ekstrak metanol
Gambar 16 Hasil uji alkaloid ekstrak aktif inhibitor topo 1 Kablang. Uji Flavonoid ditandai dengan terbentuknya warna merah akibat penambahan H2SO4 dan fenolik hidrokuinon ditandai dengan terbentuknya warna merah karena penambahan NaOH, untuk triterpenoid ditandai dengan warna ungu atau merah sedang steroid warna hijau. Dari hasil uji saponin, flavonoid, fenolik hidrokuinon
dan triterpenoid menunjukkan hasil yang negatif
pada semua
48
ekstrak, sedangkan steroid memberikan hasil yang positif pada semua ekstrak karena terjadi perubahan warna menjadi hijau. Ekstrak etil asetat (EA) memiliki warna hijau yang paling pekat (secara visual) dibandingkan dengan warna hijau yang dihasilkan ekstrak heksana (HE) dan ekstrak metanol (ME) (Gambar 17). Hal ini disebabkan karena steroid merupakan salah satu komponen yang dapat larut dalam etil asetat netral (Rosmiati dan Emma
2000). Perubahan warna
menjadi hijau menunjukkan keberadaan adanya kolesterol. Warna hijau yang terjadi sebanding dengan konsentrasi kolesterol (Poejiadi dan Supriyanti 2006). Tes ini tidak spesifik untuk kolesterol saja, sterol lain seperti stigmasterol dan ergosterol akan memberikan respons positif (Dence 1980).
Ekstrak HE
Ekstrak EA
Ekstrak ME
Gambar 17 Hasil uji steroid ekstrak aktif inhibitor topo I Kablang Kanazawa (2007) menyatakan bahwa gastropoda dan cephalopoda mengandung terutama kolesterol dengan sejumlah kecil sterol C29 dan C28. Selanjutnya dijelaskan bahwa gastropoda laut mempunyai kemampuan untuk dealkilasi beberapa fitosterol menjadi kolesterol. Hal ini dimungkinkan karena gastropoda umumnya tidak membutuhkan sumber makanan dari kolesterol untuk pertumbuhan. Riccio et al. (1993) menyatakan bahwa hubungan simbiosis antara organisme juga mempengaruhi komposisi sterol. 4.6 Isolasi Senyawa Aktif Inhibitor Topoisomerase I Isolasi senyawa ekstrak aktif inhibitor topoisomerase I dari Kablang dilakukan dengan metode spesifik. Golongan senyawa metabolit sekunder dari karakterisasi ekstrak aktif inhibitor topoisomerase yang diketahui yaitu alkaloid
49
dan steroid. Isolasi alkaloid pada ekstrak metanol merujuk pada Harborne (1987) sedangkan isolasi steroid mengacu pada Bahti et al. (1983) diacu dalam Heryani (2002). 4.6.1 Isolasi alkaloid Berdasarkan kandungan fitokimia pada ekstrak metanol maka dilakukan identifikasi alkaloid pada ketiga fraksi yang diperoleh yaitu EPP, EB dan EP menggunakan identifikasi fitokimia menurut Harborne (1987). Hasil isolasi alkaloid disajikan pada Tabel 9 yang menunjukkan alkaloid terdapat pada semua ekstrak EPP, EB, EP dengan terbentuknya endapan pada ketiga fraksi yang diuji. Rendemen tertinggi hasil isolasi alkaloid ekstrak metanol terdapat pada fraksi EB (0,140) diikuti secara berurutan fraksi EPP (0,071%) dan fraksi EP (0,057%). Menurut Harborne (1987) senyawa yang terdapat pada fraksi EB adalah golongan senyawa alkaloid sebenarnya, sedangkan pada fraksi EP terdapat senyawa alkaloid kuartener (berberin, palmatin).
Selanjutnya
Bruneton (1993) diacu
dalam Heryani (2002) menyatakan bahwa alkaloid sebagai basa tidak larut atau hanya larut sebagian dalam air, larut dalam pelarut nonpolar, pelarut organik agak polar dan hidroalkohol. Alkaloid yang dalam bentuk garam umumnya larut dalam air dan alkohol tetapi tidak larut dalam pelarut organik. Tabel 9 Hasil isolasi alkaloid ekstrak aktif metanol (metode Harborne) Ekstrak metanol
Bobot (g)
% hasil
Bentuk
Warna
Fitokimia
Ekstrak kasar
1,025
1,025
Pasta
hijau
alkaloid
Ekstrak Polar Pertengahan (EPP) Ekstrak Basa (EB)
0,073
0,071
Pasta
hijau
alkaloid
0,144
0,140
Pasta
coklat
alkaloid
Ekstrak Polar (EP)
0,058
0,057
Pasta
coklat
alkaloid
Kandungan ekstrak dari siput laut (Nerita albicilla) yang telah dilaporkan oleh Martin et al. (1986) adalah suatu senyawa golongan alkaloid isopteropodin. Selanjutnya Lee et al. (1999) menyatakan bahwa isopteropodin dari tanaman Uncaria tamentosa dapat menghambat kerja dari enzim topoisomerase I, sehingga dapat diduga bahwa isopteroprodin dari Nerita albicilla juga dapat menghambat kerja dari enzim topoisomerase I. Menurut Sukardiman et al. (2002) senyawa
50
bahan alam yang memiliki aktivitas antikanker dan memiliki target molekul enzim DNA topoisomerase termasuk senyawa golongan alkaloid, glikosida dan flavonoid. bersifat
Selanjutnya Sutaryadi (1991) menyatakan bahwa alkaloid yang
sebagai
antitumor,
antara
lain
alkaloid
pirosilisin,
isokinolin,
benzofenantridin, indol, sefalotaksus, dan camptothecin. Menurut Bernik dan Jimeno (2001) senyawa alami dari laut yang telah diuji kemampuannya dalam menghambat sel kanker baik secara in vitro maupun in vivo dan menunjukkan hasil
yang
baik,
antara
lain
Ectinascidins-743
dari
tunicate
(Tetrahydroisoquinoline) yang termasuk golongan alkaloid. Senyawa ini mempunyai mekanisme kerja dengan melakukan alkilasi pada residu guanin dalam DNA dan juga berinteraksi dengan inti protein. Dari literatur tersebut dapat diduga bahwa zat yang berpotensi sebagai inhibitor topoisomerase I adalah golongan alkaloid. Untuk itu perlu dilakukan pengujian lanjut senyawa alkaloid yang diperoleh sebagai inhibitor topoisomerase I. 4.6.2 Isolasi steroid Hasil isolasi steroid dengan menggunakan metode yang mengacu pada Bahti et al. (1983) dalam Heryani (2002) menghasilkan rendemen ekstrak heksana 4,77%, etil asetat 4,16% dan metanol 0,98%. Rendemen hasil isolasi steroid dari Kablang disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Rendemen isolasi steroid Kablang
Heksana
Berat awal (g) 1,005
Bobot steroid (g) 0,048
Etil asetat
1,015
Metanol
1,010
Ekstrak
% Hasil
Bentuk
Warna
4,77
serbuk
Kuning
0,010
4,16
serbuk
Kuning
0,004
0,98
serbuk
Kuning muda
Ekstrak yang dihasilkan dari proses isolasi steroid menghasilkan warna yang hampir sama, yaitu ekstrak heksana dan etil asetat berwarna kuning, ekstrak metanol berwarna kuning muda. Steroid dari kablang kemungkinan merupakan cholecalciferol (vitamin D3), fukosterol, steroid bebas, squalamine dan annasterol. Vitamin D yang merupakan turunan dari 7 dehidrokolesterol berperan dalam penyerapan dan penggunaan kalsium dan fosfat untuk pembentukan tulang
51
dan gigi. Fukosterol diisolasi dari sumber daya hayati laut bersifat non toksik dan mempunyai khasiat menurunkan kolesterol dalam darah dan mendorong aktivitas antidiabetes (Bhakuni 2005). Steroid bebas polar dilaporkan ditemukan pada bintang laut Henricia leviuscula yang disebut 5α- cholestane-hexaol di perairan Timur Jauh dimana strukturnya ditandai oleh banyaknya hidroksilasi yang bukan merupakan bagian dari dunia hewan (Gambar 18) (Ivanchina et al. 2006).
cholestane hexaol
Gambar 18 Struktur 5α - cholestane-hexaol. Moore et al. (1993) melaporkan squalamine yang merupakan hasil kondensasi dari cholestane 24 sulfat dengan spermidin pada posisi 3β ditemukan pada perut ikan hiu dan memiliki aktivitas antibiotik berspektrum luas. Penelitian selanjutnya oleh Hao et al. (2003) melaporkan bahwa squalamine mampu menghambat angiogenesis dan proliferasi sel endothelial. Lebih dari 70 sterol sulfat telah ditemukan sebagian besar pada hewan laut invertebrata (Riccio et al. 1993). Senyawa ini mempunyai satu sampai tiga gugus sulfat yang berhubungan ke inti tetracycle atau rantai samping cabang dan bersifat sebagai anti bakteri dan antivirus. Banyak sterol lainnya mono, di dan trisulfat yang berasal dari hewan invertabrata dari perairan yang hangat seperti senyawa annasterol yang merupakan sterol monosulfat yang diisolasi dari spong Poecillastra laminaris di perairan Philipina berpotensi sebagai antibakteri terhadap Bacillus vulgaris (De Riccardis et al. 1992).
52
annasterol
Gambar 19 Struktur annasterol Kawashima et al. (2007) melaporkan komposisi sterol dari bivalvia Megangulus zyonoensis dari perairan pantai Hokkaido Jepang terdiri atas: 24-norcholestadienal,
cis-22-dehydrocholesterol,
trans-22-dehydrocholesterol,
cholesterol, cholestanol, brassicasterol, 24-methylencholesterol, campesterol, campestanol, stigmasterol, sitosterol, sitostanol, isofucosterol. Ada banyak kemungkinan jenis steroid dari Kablang sehingga perlu dilakukan pengujian lanjutan tentang senyawa steroid yang diperoleh dari isolasi ini.