22
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Komposisi Hasil Tangkapan Hasil tangkapan selama periode pengamatan menunjukkan kekayaan jenis ikan karang sebesar 16 famili dengan 789 spesies. Jumlah tertinggi ditemukan pada famili Lethrinidae sebesar 29%, Nemipteridae sebesar 17% dan Apogonidae sebesar 14%.
Nilai terendah didapat pada famili Belonidae sebesar 1% (Gambar 4).
Menurut penelitian yang dilakukan Terangi (2011), perairan dangkal Karang Congkak merupakan salah satu kawasan yang masih memiliki kelimpahan ikan karang yang tinggi.
Ikan karang merupakan organisme mobile, keberadaannya
pada suatu habitat dipengaruhi oleh tingkah laku ikan-ikan tersebut dengan kondisi lingkungan. Ikan akan berdatangan pada lingkungan yang sesuai dengan kehidupannya, sebaliknya jika lingkungan berubah dan tidak lagi mendukung maka ikan akan mencari tempat yang lebih sesuai. Penelitian Napitupulu et al. (2003) juga menegaskan bahwa kondisi perairan yang tidak mendukung menyebabkan kelimpahan ikan karang di Kepulauan Seribu bagian selatan (dekat dengan Teluk Jakarta) cenderung rendah, terutama ikan konsumsi.
Famili
Lethrinidae memiliki nilai tangkapan tertinggi diduga karena kondisi lingkungan pada wilayah perairan dangkal Karang Congkak masih mendukung bagi kehidupan biota ini. Komposisi ikan tangkapan Famili Lethrinidae pada setiap periode pengamatan masing-masing sebesar 51%, 8%, 13%, 26%, 70%, dan 54% (Lampiran 4). Famili Lethrinidae merupakan salah satu kelompok ikan yang ditangkap dan dimanfaatkan oleh nelayan di Kepulauan Seribu salah satunya di daerah perairan dangkal Karang Congkak. Famili Lethrinidae kelompok ikan target tangkapan nelayan yang akan dimanfaatkan sebagai ikan konsumsi (Adrim 1993). Daging yang halus dan padat menjadikan ikan ini sebagai salah satu ikan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat, dalam bentuk segar ataupun asin. Beberapa jenis dari ikan famili Lethrinidae ini yang bisa mencapai ukuran besar dan merupakan sumber bahan makanan penting (Kuiter 1992).
23
Monacanthidae 1%
Caesionidae, 1%
Gerreidae 1%
Chaetodontidae 1% Lutjanidae 1%
Holocentridae 2%
Mullidae 1%
Portunidae 4% Belonidae 1% Siganidae 4% Serranidae 5% Lethrinidae 29%
Pomacentridae 5% Labridae 6%
Nemipteridae 17% Apogonidae 14% Scaridae 8%
Gambar 4. Komposisi hasil tangkapan berdasarkan famili Penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan di Kepulauan Seribu terutama di perairan dangkal Karang Congkak umumnya menggunakan tiga alat tangkap yaitu pancing, bubu, dan jaring insang. Ketiga alat tangkap ini biasa digunakan untuk menangkap famili Lethrinidae. Komposisi hasil tangkapan berdasarkan alat tangkap, terlihat bahwa pancing adalah alat yang memiliki efektifitas tinggi dalam penangkapan famili Lethrinidae (Gambar 5).
Hasil tangkapan pancing terbanyak pada pengamatan keempat
sebesar 52 ekor (47%) sedangkan tangkapan terendah pada pengamatan pertama, yaitu 1 ekor (1%). Hasil tangkapan terbanyak bubu dan jaring insang terdapat pada pengamatan keempat masing-masing sebesar 19 (28%) ekor dan 25 ekor (46%). Hasil tangkapan terendah bubu dan jaring insang pada pengamatan kedua masing-masing sebesar 3 ekor (4%) dan 3 ekor (7%). Pada pengamtan ketiga, hasil tangkapan famili Lethrinidae hanya diperoleh dari pancing. penelitian
Setyono (1996),
Berdasarkan
ikan famili Lethrinidae banyak diperoleh dengan
menggunakan alat tangkap pancing.
Berdasarkan uji Chi-square terhadap
24
efektivitas alat tangkap ikan lencam pada waktu pengamatan menunjukan hasil yang berbeda nyata antara pancing dengan bubu dan jaring insang di setiap pengamatan (X2hit < X2tab (df-1)) pada taraf 95% (Lampiran 5). Setelah dilakukan uji maka lebih jelas terlihat bahwa pancing adalah alat tangkap yang paling selektif menangkap Famili Lethrinidae dibandingkan dengan bubu dan jaring insang. Pengamatan pertama, kedua, dan ketiga hasil tangkapan ikan lebih rendah dibandingkan pengamatan keempat, kelima, dan keenam. Musim peralihan barat ke timur merupakan musim angin bertiup tidak teratur. Perubahan angin yang tidak teratur membuat nelayan tidak melaut atau membatasi wilayah serta waktu operasi penangkapan. Pengamatan ketiga, angin bertiup dari arah barat sehingga nelayan mempersempit wilayah tangkapan serta kegiatan menangkap ikan dilakukan hanya setengah hari baik siang atau malam hari. Pengamatan keempat, angin yang bertiup dari arah timur dengan cuaca cerah serta mendukung nelayan untuk melaut siang dan malam. Upaya tangkap yang dilakukan nelayan lebih besar dibandingkan pengamatan sebelumnya. 100 90 80
Frekuensi
70 60 50
Pancing
40
Jaring
30
Bubu
20 10 0 1
2
3
4
5
6
Periode sampling
Gambar 5. Komposisi hasil tangkapan berdasarkan alat tangkap Menurut Sudirman & Mallawa (2004), teknik penangkapan yang digunakan oleh nelayan banyak memanfaatkan tingkah laku ikan (behavior). Nelayan biasa
25
memancing di pinggiran goba. Pancing diberi umpan berupa potongan cumi-cumi atau potongan ikan. Famili Lethrinidae adalah kelompok ikan karnivor pemakan cumi-cumi, gurita, crustacean, atau ikan (FAO 2001). Penentuan lokasi memancing dilakukan berdasarkan arus dan angin. Memancing pada malam hari dilakukan saat air akan mulai pasang dan kondisi suhu perairan yang hangat. Aktivitas makan ikan dipengaruhi oleh beberapa hal, salah satunya adalah suhu perairan (Effendie 2002). Penggunaan bubu sebagai alat tangkap yang bersifat pasif memanfaatkan kebiasaan ikan dalam mencari perlindungan untuk menghindari predator.
Bubu
biasa diletakkan selama 3-5 hari di dasar perairan pada daerah karang, lamun atau di sekitar goba. Jangka waktu tersebut merupakan waktu menunggu ikan-ikan terperangkap.
Penentuan titik lokasi bubu didasarkan pada tempat dimana
diperkirakan banyak terdapat ikan. Jaring insang memiliki beberapa kelemahan yaitu tidak dapat dipakai dalam berbagai kondisi cuaca yang ekstrim dan sifatnya mudah rusak. Jaring dipasang disekitar goba sebelum air mulai pasang untuk menghadang ikan yang naik ke perairan dangkal. Lethrinus lentjan merupakan famili dari Letrinidae dengan jumlah tangkapan tertinggi yaitu 173 ekor (75%), sedangkan jumlah tangkapan terendah Lethrinus microdon sebesar 2 ekor (1%) (Gambar 6). Lethrinus lentjan merupakan ikan yang tertangkap pada setiap periode pengamatan. Menurut Ezzat et al. (1996), ikan lencam (Lethrinus lentjan) merupakan salah satu ikan yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi sebagai ikan konsumsi. Laporan dari nelayan menyebutkan bahwa ukuran hasil tangkapan ikan lencam cenderung semakin kecil. Aktivitas yang tidak memperhatikan ukuran tangkap memungkinkan terjadinya penurunan populasi karena tidak adanya kesempatan berkembang biak bagi ikan. Perairan dangkal Karang Congkak merupakan habitat bagi ikan lencam (Letrinus lentjan).
Wilayah ini dijadikan sebagai basis penangkapan ikan oleh
nelayan di Kepulauan Seribu karena kelimpahan sumberdaya ikan yang masih tinggi.
Kondisi lingkungan yang masih baik dan mendukung bagi biota air
memungkinkan kelimpahan sumberdaya ikan tetap terjaga.
Hasil pengamatan
diperkuat oleh Terangi (2011) yang mengatakan bahwa perairan Karang Congkak adalah salah satu wilayah zona pemukiman dimana perairannnya masih dalam kondisi yang baik pada wilayah Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu.
26
Lethrinus sp. 8%
Lethrinus harak 7%
Lethrinus erythropterus 4% Lethrinus ornatus 3%
Lethrinus obsoletus 2% Lethrinus microdon 1% Lethrinus lentjan 75%
Gambar 6. Komposisi hasil tangkapan total famili Lethrinidae
4.2. Distribusi Ikan Lencam (Lethrinus lentjan) 4.2.1. Distribusi spasial Jumlah tangkapan ikan lencam tertinggi pada daerah goba sebanyak 108 (62%) ekor sedangkan pada daerah peraiaran dangkal sebesar 65 (38%) ekor (Gambar 7). Jumlah tangkapan tertinggi pada peraiaran dangkal dan goba yaitu 23 ekor dan 40 ekor. Jumlah tangkapan terendah pada perairan dangkal dan goba masing-masing sebesar 0 ekor dan 2 ekor. Pada pengamatan ketiga kondisi angin bertiup dari arah barat.
Hal ini
menyebabkan nelayan mempersempit daerah serta waktu tangkap, sehingga pada pengamatan ketiga hasil tangkapan ikan di perairan dangkal dan goba lebih rendah. Perubahan angin pada musim peralihan barat ke timur membuat nelayan tidak melaut atau mempersempit wilayah dan waktu penangkapan. Pengamatan keempat, nelayan melaut siang dan malam hari karena angin pada saat itu bertiup dari arah timur (angin bertiup teratur).
Upaya tangkap nelayan lebih besar
dibandingkan
pada
pengamatan
sebelumnya
setiap
daerah
pengamatan.
Penggunaan alat tangkap pada pengamatan keempat lebih maksimal dibandingkan pada pengamatan sebelumnya.
Frekuensi (ekor)
27
42 40 38 36 34 32 30 28 26 24 22 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 1
2
3 4 Pengamatan kePerairan dangkal
5
6
Goba
Gambar 7. Distribusi spasial ikan lencam (Lethrinus lentjan) Secara umum, daerah pengamatan memperlihatkan jumlah tangkapan ikan yang bervariasi. Ikan lebih banyak tertangkap di daerah sekitar goba. Kehadiran ikan pada suatu perairan diduga oleh kondisi lingkungan seperti tinggi rendahnya tutupan karang, peubah fisik seperti suhu, arus dan kecerahan dan melimpahnya makanan (Lahoo 2008).
Terangi (2011) menyatakan Karang Congkak merupakan
salah satu wilayah dengan penutupan karang dan kondisi lingkungan yang baik serta jumlah ikan karang yang masih melimpah. Penutupan karang pada wilayah Karang Congkak sebesar 63,01% (Terangi 2011). Selain itu, salah satu makanan ikan lencam pada perairan Karang Congkak adalah cumi-cumi. Setiawandi (2011) menyatakan bahwa Karang Congkak adalah wilayah dengan kelimpahan tertinggi cumi-cumi. Goba adalah perairan terpisah yang memiliki habitat karang atau lamun dengan kedalaman hingga 30 m (Wijaksana 2008). Pada perairan ini diduga ikan lencam berlindung dari kondisi lingkungan perairan.
Ikan melakukan ruaya
harian pada daerah perairan dangkal dan goba. Pada waktu air mulai pasang ikan berpindah ke daerah lamun dan karang untuk mencari makan. Ikan mulai mencari
28
makan ke daerah perairan dangkal atau perairan pinggiran goba ketika matahari tenggelam dan kembali ke perairan yang lebih dalam pada saat matahari mulai terbit. Reubens (2008) menyatakan ikan lencam mencari makan ke daerah yang lebih dangkal.
4.2.2. Distribusi temporal Gambar 8 menunjukkan bahwa jumlah tangkapan masing-masing adalah 19 , 2, dan 39 ekor pada pengamatan pertama, ketiga dan kelima yang merupakan bulan gelap. Jumlah tangkapan periode bulan terang pada pengamatan kedua, keempat dan keenam diperoleh masing-masing 15, 63, dan 35 ekor. Menurut Hamzah dan Sumadhiharga (1993) menyatakan bahwa keadaan bulan dilangit turut mempengaruhi tertariknya ikan terhadap cahaya. Pada bulan yang cerah menyebabkan ikan-ikan menyebarluaskan daerahnya. Pada saat musim peralihan kondisi angin dan cuaca yang tidak teratur membuat nelayan membatasi wilayah dan waktu penangkapan. Pada saat angin bertiup dari timur dan cuaca cerah upaya nelayan untuk beroperasi menangkap ikan lebih besar dibandingkan pada saat angin bertiup dari arah barat.
Pada
pengamatan ketiga bulan gelap kondisi angin bertiup dari arah barat sedangkan pada pengamatan keempat kondisi angin bertiup dari arah timur sehingga upaya tangkap nelayan lebih besar dibandingkan pada pengamatan ketiga. Secara umum, ikan bulan gelap maupun bulan terang memperlihatkan perbedaan jumlah ikan tangkapan. Pada periode bulan gelap jumlah ikan relatif lebih banyak dibandingkan pada periode bulan terang. Terjadi penurunan jumlah tangkapan pada periode bulan gelap pengamatan ketiga dan terjadi kenaikan jumlah tangkapan pada periode bulan terang pengamatan keempat dibandingkan dengan perolehan ikan pada periode bulan terang lainnya.
Banyaknya jumlah
ikan pada pengamatan keempat mengindikasikan bahwa pada periode tersebut tersedia makanan yang melimpah diperairan karena adanya sebaran ikan yang luas (Lahoo 2008). Pada pangamatan pertama dan kelima (periode bulan gelap) jumlah ikan tangkapan lebih banyak dibandingkan pengamatan kedua dan keenam (bulan terang).
Penangkapan ikan lebih efektif pada periode bulan gelap. Menurut
29
Hamzah dan Sumardhiharga (1993) menyatakan pada bulan gelap kecerahan perairan lebih rendah, ikan tidak melakukan penyebarluasan daerahnya. 70 60
Frekuensi
50 40 30 20 10 0
Pengamatan keBulan gelap
Bulan terang
Gambar 8. Distribusi temporal ikan lencam (Lethrinus lentjan)
4.3. Sebaran Frekuensi Panjang 4.3.1. Berdasarkan daerah tangkapan Gambar 9 menunjukkan bahwa frekuensi ukuran panjang ikan lencam selama pengamatan adalah 100-279 mm. Frekuensi ikan tertinggi pada selang kelas ukuran 154-171 mm sebesar 25 ekor dan terendah pada selang kelas panjang 100117 mm sebesar 3 ekor di daerah perairan dangkal.
Frekuensi tertinggi pada
daerah goba terdapat pada selang kelas ukuran panjang 154-171 mm sebesar 26 ekor dan frekuensi terendah pada selang kelas ukuran 262-279 mm sebesar 1 ekor. Ukuran tangkapan daerah goba lebih beragam ukurannya dibandingkan pada daerah perairan dangkal. Reubens (2008) menjelaskan bahwa ikan-ikan lencam yang masih kecil atau juvenil banyak terdapat pada daerah lamun dan ikan dewasa atau ikan berukuran besar berada pada daerah yang lebih dalam. Berdasarkan hasil pengamatan, ikan lencam pada siang hari lebih banyak terdapat di daerah goba (perairan yang relatif dalam). Pada daerah ini ikan diduga tetap melakukan aktivitas mencari makan, terlihat bahwa ikan lencam masih didapatkan dari kegiatan memancing pada siang hari di wilayah ini. Menurut
30
Reubens (2008), ikan lencam termasuk kelompok ikan karnivor dimana jumlah ikan tangkapan pada siang dan malam hari tidak memberikan perbedaan. Besarnya ukuran ikan dapat dipengaruhi oleh kedalaman perairan, karena berdasarkan pengamatan visual ikan-ikan yang mendiami perairan dangkal relatif berukuran lebih kecil daripada ikan-ikan yang mendiami perairan yang lebih dalam. Selain itu, jumlah tangkapan di daerah goba lebih banyak tertangkap baik menggunakan pancing atau bubu. FAO (2001) menyatakan bahwa ikan lencam besar lebih banyak di perairan yang lebih dalam (laguna). Ikan lencam akan keluar dari laguna atau bermigrasi saat air mulai pasang untuk kegiatan mencari makan. 30
(a)
27
Frekuensi
24 21 18 15 12 9 6 3 0 30
(b)
27 24 Frekuensi
21 18 15 12 9 6 3 0
Sebaran Kelas Panjang (mm)
Gambar 9. Sebaran frekeuensi ukuran panjang berdasarkan daerah tangkapan (a) perairan dangkal (b) goba
31
Ikan lencam merupakan ikan hermaprodit protogini. Ikan akan mengalami perubahan jenis kelamin betina menjadi jantan. Motlagh et al. (2009) menyatakan ikan mengalami perubahan jenis kelamin setelah melakukan pemijahan. Berdasarkan penelitian Wassef (1991), ukuran ikan lencam matang gonad TKG IV adalah 330 mm.
Hasil pengamatan diperoleh bahwa ikan yang tertangkap di
daerah goba, karang, dan lamun mempunyai ukuran panjang maksimun 276 mm dan dapat dikategorikan sebagai ikan muda (pra-dewasa). tertangkap
diduga
belum
dewasa
kelamin
(matang
Ikan-ikan yang
gonad).
Hal
ini
mengindikasikan bahwa tempat tersebut dijadikan tempat pengasuhan dan membesarkan ikan (nursery ground).
4.3.2. Berdasarkan waktu tangkapan Selama periode pengamatan ukuran ikan hasil tangkapan berkisar 100-276 mm. Gambar 10 menunjukkan adanya pergeseran sebaran ukuran panjang pada tiap periode pengamatan.
Panjang ikan didominasi selang kelas 154-171 mm
sebanyak 51 ekor, 172-189 mm sebanyak 41 ekor dan 190-207 mm sebanyak 36 ekor. Pada selang kelas ukuran 244-261 mm tidak diperoleh tangkapan ikan lencam. Hasil tangkapan terendah selama periode pengamatan diduga dipengaruh musim peralihan. Periode Maret, April dan Mei merupakan musim peralihan dari musim barat ke musim timur. Musim peralihan adalah musim dengan perubahan angin yang tidak teratur dan dapat membahayakan nelayan-nelayan dalam melakukan penangkapan dengan kapal kecil saat menyebrang ke daerah Karang Congkak. Hal ini menyebabkan nelayan tidak melakukan aktivitas penangkapan ikan di sekitar Karang Congkak. Penambahan
rata-rata panjang
ikan
pada setiap
periode
sampling
mengindikasikan adanya pertumbuhan pada populasi ikan lencam. Pertumbuhan dipengaruhi
oleh
umur,
ketahanan
terhadap
penyakit
dan
kemampuan
memanfaatkan makanan yang tersedia, dan keadaan lingkungan berupa suhu serta kualitas perairan (Effendie 2002). Ikan lencam aktif ketika air mulai pasang, ikan akan bergerak menuju perairan dangkal untuk mencari makan. Ketika air mulai surut ikan akan kembali ke perairan yang lebih dalam (goba).
32
25 20 15 10 5 0
3-7 Maret 2011
25 20 15 10 5 0
18-22 Maret 2011
25 20 15 10 5 0
3-8 April 2011
25
16-20 April 2011
20 15 10 5 0 25
8–12 Mei 2011
20 15 10 5 0 25
13–17 Juni 2011
20 15 10 5 0
Sebaran Kelas Panjang (mm)
Gambar 10. Sebaran frekeuensi ukuran panjang berdasarkan waktu tangkap
33
4.3.1. Berdasarkan alat tangkap Gambar 11 memperlihatkan sebaran ukuran panjang ikan berdasarkan perbedaan alat tangkap. Sebaran ukuran panjang menggunakan pancing lebih beragam dibanding dengan alat tangkap lainnya. Ukuran ikan yang tertangkap oleh pancing berkisar antara 118-276 mm. Ukuran mata pancing dapat disesuaikan dengan target tangkapan ikan besar atau kecil sehingga tangkapan lebih selektif (Sudirman & Mallawa 2004). Ukuran ikan ikan yang tertangkap dengan menggunakan bubu berkisar antara 100-225 mm.
Semakin besar ukuran mulut bubu maka ikan yang
terperangkap juga akan semakin besar (Sudirman & Mallawa 2004). Penggunaan jaring insang menghasilkan sebaran ukuran panjang ikan berkisar 136-207 mm.
Frekuensi
30 27 24 21 18 15 12 9 6 3 0
Frekuensi
30 27 24 21 18 15 12 9 6 3 0
Frekuensi
Ikan dengan tinggi badan kurang dari 3 inchi, tidak akan terjerat oleh jaring.
30 27 24 21 18 15 12 9 6 3 0
(a)
(b)
(c)
Selang Kelas Panjang (mm)
Gambar 11. Sebaran frekuensi ukuran panjang berdasarkan alat tangkap (a) Pancing (b) Bubu (c) Jaring insang
34
Penggunaan ketiga alat tangkap pancing, bubu dan jaring insang memperoleh ukuran tangkap yang bervariasi.
Ukuran ikan yang tertangkap
adalah ikan-ikan muda. Pancing memperoleh ukuran tangkap yang lebih beragam dibandingkan bubu dan jaring insang. Alat tangkap bubu mampu menjerat ikan dengan ukuran yang lebih kecil dibandingkan pancing dan jaring insang.
4.4. Parameter Pertumbuhan (L∞, K) dan t0 Pada Gambar 12 disajikan grafik parameter pertumbuhan (L∞ dan K) menggunakan metode Ford-Walford dan umur teoritis ikan saat panjang ikan sama dengan nol (t0). Berdasarkan analisis parameter pertumbuhan diperoleh persamaan Von
Bertalanffy
untuk
ikan
lencam
adalah
Lt
=
609,16
(1-e-0,73(t+0,04)).
Panjang teoritis (L∞) ikan lencam yaitu 609,16 mm dengan koefesien pertumbuhan sebesar 0,73 tahun dan nilai t0 sebesar 0,04 tahun.
Koefesien pertumbuhan
mempengaruhi laju pertumbuhan ikan dalam mendekati panjang teoritis. Ikan dengan koefesien pertumbuhan yang relatif kecil memiliki umur yang relatif
Panjang (mm)
panjang. Lt = 609,1618 (1-e-0,73(t+0,04))
660 600 540 480 420 360 300 240 180 120 60 0 0
1
2
3
4
5
6 7 8 9 Waktu (tahun)
10
11
12
13
14
15
Gambar 12. Kurva pertumbuhan total ikan lencam (Lethrinus lentjan) Menurut Toor (1986) dalam penelitian di perairan Teluk India dimana K bernilai 0,27 dengan panjang teoritis sebesar 64,02 cm (640,2 mm) dan nilai t0 sebesar 0,7151 tahun.
Perbedaan hasil dapat dipengaruhi oleh beberapa hal
meliputi waktu pengambilan, jumlah contoh yang digunakan dan faktor lingkungan. Berdasarkan hasil tesebut, ikan lencam (Lethrinus lentjan) mengalami pertumbuhan yang relatif lamban dengan peningkatan usia. Ikan diperkirakan
35
mencapai
usia
maksimum
pada
tahun
keenam.
Menurut
Pauly
(1998)
pertumbuhan merupakan waktu yang dihabiskan pada daerah pemangsaan yang berbeda dihubungkan dengan ukuran tubuh. Lethrinus lentjan adalah salah satu famili Lethrinidae yang bersifat hermaprodit protogini, yaitu mengalami perubahan jenis kelamin dari betina ke jantan setelah mencapai ukuran panjang tertentu.
Sampai saat ini informasi
mengenai perubahan jenis kelamin pada Lethrinidae terutama Lethrinus lentjan masih sangat minim. Belum banyak penelitian mengenai perubahan jenis kelamin pada ikan ini. Berdasarkan Wassef (1991) ikan lencam mengalami perubahan fase betina ke fase jantan setelah meperoleh panjang 330 mm dan terjadi pada kelompok umur 5 tahun. Motlagh et al. (2010) menyatakan bahwa spesies Lethrinus nebulos mengalami perubahan jenis kelamin setelah matang gonad TKG IV betina, maka ikan akan mengalami perubahan menjadi
ikan jantan. Oleh sebab itu, famili
Lethrinidae terutama Lethrinus lentjan diduga mengalami perubahan jenis kelamin setelah mencapai ukuran 330 mm. Laju pertumbuhan ikan muda lebih cepat dibandingkan dengan laju pertumbuhan ikan lencam dewasa.
Ikan akan terus mengalami pertumbuhan
hingga mendekati ukuran panjang infinitif yang tidak akan dicapai oleh ikan. Peningkatan ukuran panjang akan tetap berlangsung di setiap periode waktu walaupun ikan tidak dalam kondisi kekurangan makanan (Effendie 1979).
4.5. Hubungan Panjang dan Berat Model pertumbuhan ikan lencam di perairan dangkal Karang Congkak secara keseluruhan adalah W = 2x10-5 L 0,93 (Gambar 13).
3,342
dengan koefesien determinasi sebesar
Nilai b sebesar 3,342 menunjukkan bahwa ikan lencam di
perairan Karang Congkak memiliki pola pertumbuhan allometrik positif, yakni pertumbuhan berat lebih dominan daripada pertumbuhan panjang (Effendie 2002). Tipe pertumbuhan alometrik positif menunjukan bahwa keadaan lingkungan tempat biota tinggal sangat mendukung bagi pertumbuhan ikan, khususnya dalam hal ketersediaan makanan. Norau (2010) menyatakan
nilai b dari Lethrinus lentjan pada kawasan
terumbu karang dengan kondisi baik dan karang rusak di perairan Gurraici,
36
Hamalmahera sebesar 2,0373 dan 2,4007 dengan pola pertumbuhan alometrik negatif. Perbedaan nilai b yang diperoleh dikarenakan adanya faktor lingkungan, banyaknya makanan, tahap perkembangan jenis kelamin ikan, bahkan perbedaan waktu pengamatan dalam hari karena perubahan isi perut (Bagenal 1978). Selain itu ragam nilai b juga dikarenakan perbedaan jumlah dan ukuran ikan yang diamati. Menurut
Effendie
(2002),
faktor
yang
mempengaruhi
pertumbuhan
dibedakan menjadi faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam berupa jumlah dan ukuran makanan yang tersedia, umur dan ukuran ikan. Sedangkan faktor luar berupa suhu, oksigen terlarut, dan kualitas air. 400
W = 2x10-5L3,342 R² = 0,93 N = 173
Berat (gram)
350 300 250 200 150 100 50 0 0
50
100
150
200
250
300
Panjang (mm)
Gambar 13. Pola pertumbuhan total tangkapan ikan lencam (Lethrinus lentjan)
4.6. Faktor Kondisi Nilai faktor kondisi ikan lencam berdasarkan selang ukuran panjang dari hasil pengamatan berkisar pada 1,03-0,31 (Gambar 14). Faktor kondisi terbesar pada selang ukuran panjang 100-117 mm dan 172-189 mm sebesar 1,03. Hal ini menunjukkan bahwa ikan pada selang ukuran panjang tersebut memiliki kemampuan yang cukup baik dalam mempertahankan hidup dan memanfaatkan makanan di lingkungan sekitarnya. Nilai terendah pada selang ukuran panjang 208-225 mm sebesar 0,31. Faktor kondisi ikan dipengaruhi panjang dan berat ikan (Effendie 1979). Ikan lencam di perairan Karang Congkak memiliki faktor kondisi yang baik dimana pertumbuhan berat ikan lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan
37
panjangnya.
Hal ini memperlihatkan kuantitas ikan yang baik sebagai ikan
konsumsi (Effendie 2002). Berat ikan lebih dominan diduga karena melimpahnya makanan diperairan dan kecilnya kompetisi makan dalam populasi yang dapat mempengaruhi kegemukan, kesesuaian dengan lingkungan dan perkembangan gonad (Manik 2009). Ruebens (2008) menyatakan bahwa isi peut Lethrinus lentjan banyak ditemukan krustace, ikan, dan moluska. Cumi-cumi merupakan makanan ikan lencam yang ditemukan dengan jumlah banyak di wilayah perairan Karang Congkak pada daerah goba dan pinggiran goba (Setiawandi 2011). Nilai faktor kondisi berfluktuatif dengan ukuran. Ikan-ikan kecil memiliki nilai faktor kondisi yang tinggi dan mulai menurun ketika ikan bertambah dewasa. Fluktuasi nilai faktor kondisi ini dapat dipengaruhi oleh aktivitas ikan dalam melakukan adaptasi terhadap kondisi lingkungan yang dimulai dari proses
Faktor Kondisi
tumbuh, pematangan gonad hingga proses pemijahan (Saadah 2000).
2,00 1,80 1,60 1,40 1,20 1,00 0,80 0,60 0,40 0,20 0,00
Selang Kelas Panjang (mm)
Gambar 14. Faktor kondisi ikan lencam (Lethrinus lentjan) berdasarkan selang ukuran panjang 4.7. Implementasi Untuk Pengelolaan Ikan Lencam Berdasarkan UU Perikanan No.31 tahun 2004, pengelolaan perikanan adalah semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi serta penegakkan hukum dari peraturan perundang-undangan dibidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati perairan dan tujuan yang telah disepakati.
38
Perairan dangkal Karang Congkak merupakan wilayah Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu. Pemerintah daerah Adminstrasi Kepulauan Seribu, Balai TNLKS, Kepolisisan Laut, Yayasan Terangi, Suistainable Tourism Indonesia (STI), IPB, dan masyarakat setempat merupakan kelompok yang saling berhubungan pada wilayah TNLKS. Balai TNLKS menetapkan wilayah perairan dangkal Karang Congkak sebagai bagian dari zona pemukiman.
Pemanfaatan pada kawasan
pemukiman berupa penangkapan ikan oleh nelayan sekitar. Peraturan berupa pelarangan menangkap, mengumpulkan, memelihara atau mengganggu semua spesies dilindungi seperti penyu. Pelarangan penangkapan ikan dengan cara merusak seperti penggunaan bahan peledak atau kimia, penggunaan alat tangkap yang merusak lingkungan. Selain pelarangan, dilakukan pemantauan terhadap kondisi perairan dan kelimpahan sumberdaya alam.
Peraturan yang dibuat
berbeda dengan fakta di lapangan, karena saat ini penggunaan bahan kimia atau pengambilan karang mati masih dilakukan oleh nelayan sekitar. Nelayan yang datang tidak hanya dari wilayah Kepulauan Seribu namun dari daerah lain di luar Kepualaun Seribu. Salah satu aspek dalam pengelolaan adalah pengumpulan data dan informasi yang berkaitan dengan distribusi dan pertumbuhan ikan lencam.
Selama
pengamatan diperoleh hasil ukuran-ukuran tangkapan ikan lencam adalah ikanikan muda (100-272 mm).
Ikan lencam merupakan ikan hermaprodit protogini.
Ikan akan mengalami perubahan jenis kelamin setelah matang gonad pada ukuran 330 mm (Wassef 1991). Ukuran ikan ini masih tergolong muda karena diduga ikan belum mengalami perubahan jenis kelamin dari betina ke jantan. Hasil laporan nelayan menyatakan bahwa ukuran tangkap ikan cenderung semakin kecil. Aktivitas penangkapan yang tidak memperhatikan ukuran tangkap memungkinan terjadinya penurunan populasi karena kesempatan untuk berkembangbiak sangat minim.
Sebaiknya ikan-ikan lencam yang masih berukuran kecil (ikan muda)
dibiarkan tumbuh dan mencapai ukuran matang gonad terlebih dahulu sebelum ditangkap, dalam rangka memberikan kesempatan untuk berkembangbiak. Hasil tangkapan
ikan
lencam muda yang merupakan
menyebabkan perlu adanya pengaturan terhadap alat tangkap.
ikan
betina
Alat tangkap
pancing memerlukan penggunaan mata pancing yang disesuaikan dengan ukuran ikan yang akan tangkapan.
Pada jaring insang, ukuran mata jaring yang
39
digunakan oleh nelayan adalah 3 inchi. Setelah melakukan perhitungan dengan mengukur tinggi badan, mata jaring yang disarankan >5 inchi.
Dengan
penggunaan mata jaring ≥ 5 inchi, ukuran ikan yang tertangkap adalah ikan-ikan dewasa berukuran lebih dari 330 mm. Ikan lencam diperkirakan sudah mengalami pemijahan dan berubah jenis kelamin pada ukuran tangkap yang disarankan. Padatnya aktivitas penangkapan di daerah perairan dangkal Karang Congkak mengindikasikan ketersediaan sumberdaya ikan yang melimpah.
Berdasarkan
informasi dan hasil penelitian sebelumnya, perairan dangkal Karang Congkak merupakan tempat yang sesuai untuk hidup berbagai biota perairan karena kejernihan air, hamparan karang dan lamun yang masih berada dalam kondisi baik.
Selain eksploitasi ikan, jenis kegiatan lain di perairan dangkal Karang
Congkak meliputi eksploitasi batu karang untuk bahan bangunan dikhawatirkan mengganggu kehidupan biota perairan, khususnya ikan lencam.
Kegiatan ini
harus dihentikan, karena karang merupakan rumah bagi ikan lencam ataupun ikan karang lainnya. Terumbu karang dijadikan sebagai tempat mencari makan dan berlindung dari kondisi lingkungan. Pengelolaan sumbedaya merupakan salah satu upaya dalam keberlanjutan perikanan di Kepulauan Seribu.
Usaha pengelolaan sumberdaya ikan lencam
tersebut yaitu dengan adanya kegiatan budidaya.
Ikan lencam tangkapan di
perairan Karang Congkak adalah ikan-ikan muda yang belum mengalami matang gonad. Ikan lebih banyak tertangkap di daerah goba dengan variasi ukuran 100279 mm. Penggunaan bubu adalah alat tangkap yang baik untuk menangkap ikan lencam sebagai ikan bibit dalam kegiatan budidaya. Ikan lencam merupakan ikan hermaprodit protogini, ikan akan mengalami perubahan jenis kelamin setelah matang gonad. Kegiatan budidaya juga diharapkan dapat menekan penangkapan langsung
dan
memberikan
kesempatan
ikan
lencam
di
alam
untuk
berkembangbiak terlebih dahulu dan berubah jenis kelamin. Selain itu, kegiatan budidaya ikan lencam dapat memberikan pengahasilan baru dan pasti terhadap usaha meningkatkan taraf hidup nelayan.